Anda di halaman 1dari 22

Moderasi Beragama dalam Perspektif Dosen Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Disusun Oleh :
Farhannizal Saputra
(190302016)

Dosen Pembimbing :
Dr. Juwaini, M.Ag.

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah,segala puji syukur kehadiran Allah SWT, karena hanya atas segala rahmat
dan hidayah-Nya masih memberikan kesempatan kepada kita karena dapat menikmati segala
sesuatunya yang Ia berikan termasuk dalam penyusuanan proposal ini. Dalam proposal ini kami
akan membahas tentang “.Moderasi Beragama dalam Perspektif Dosen Fakultas Ushuluddin
UIN-Ar-Raniry Banda Aceh”.

Shalawat dan salam kami minta kepada ALLAH SWT, agar menyampaikan semisalnya
pahala baginya baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa Islam kepada kita semua.
Kami selaku tim penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam penulisan
proposal ini, dan juga masih jauh dari kata sempurna, tapi akan berguna bagi kami. Akhir kata
kami selaku tim penulis berharap agar proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan
saran yang bersifat membangun akan kami terima dan kami ucapkan terimakasih.

Banda Aceh, 20 Oktober 2022

Farhannizal Saputra
NIM.190302016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang multikultural di mana terdapat banyak sekali


perbedaan tidak hanya dari ras, suku, agama dan masih banyak perbedaan-perbedaan
lainnya1. Indonesia yang terkenal sebagai negara dengan kemajemukannya dinilai banyak
pihak sebagai salah satu negara paling toleran didunia. Indonesia dikenal sebagai bangsa
yang mempunyai kerukunan beragama yang tinggi. Bahkan surat kabar yang paling
berpengaruh di Amerika, New York Times, sempat melansir bahwa Islam di Indonesia tidak
akan berkembang kearah radikalisme.Walaupun akhirnya juga muncul radikalisme di
Indonesia akibat beberapa faktor penyebabnya.Keberagaman yang dimiliki bangsa ini
mempunyai potensi positif dan juga negatif terhadap nasionalisme bangsa ini. Potensi positif
keaneka ragaman merupakan energy untuk membangun kehidupan secara bersama, tanpa
menaruh kecurigaan dan kebencian anatara satu sama lain.kebersamaan ini merupakan modal
sosial pembangunana bangsa2.

Pada zaman modern seperti saat ini,perkembangan teknologi sudah sangat pesat dan
tentunya hal ini tidak bisa terlepas dari dampak negative yang bisa saja memperkeruh
suasana ataupun masalah yang terjadi di antara masyarakat. Banyak sekali konflik- konflik
yang terjadi beberapa saat belakangan ini, tentunya hal ini di picu oleh berbagai macam
faktor yaitu ekonomi, pendidikan, suku, ras maupun agama.

Tentunya agama memiliki peran penting dalam menciptakan harmonisasi diantara


masyarakat, agama di harapkan mampu meredam masalah –masalah sosial. Agama sebagai
pusat spiritual pada dasarnya menjadi pemersatu yang mendamaikan manusia bukan menjadi
penyebab perpecahan. Agama seringkali digunakan sebagai alat politik dengan maksud
memaksa munculnya pemahaman yang sama terhadap ajaran agama sehingga berkembang
3
sifat eksklusif akhirnya menimbulkan pertentangan dan perpecahan antara umat beragama.

1
Hanani, silfia. 2017. Studi negoisasi cultural yang mendamaikan antar etnik dan agama di kota tanjung. 12(1),
2001-230.
2
Hanani, silfia,2017.Mempererat ukhwah wathaniyah melalui pendidikan multicultural untuk merawat
nasionalisme di tengan keaneka ragaman. Jilid 309
3
Emna Laisa, Islam dan Radikalisme, Jurnal Islamuna, vol. 1 no. 1 (2014), p. 2
Belakangan ini, seringkali banyak ditemukan munculnya situasi perbedaan dan perdebatan
yang terjadi di kalangan masyarakat. Salah satu contohnya adalah seringkali terjadi
kekerasan, kerusuhan hingga bahkan kasus pertikaian antar masyarakat dan yang lebih
mengenaskan lagi kejadian tersebut sering dilatar belakangi ketidak tahuan dan
ketidaksadaran mereka serta kesalah pahaman antara dua belah pihak dan ada pula yang
diimplementasikan dalam pendidikan damai yang diintegrasikan dengan kurikulum sekolah,
latihan penyelesaikan konflik secara konstruktif, mediasi dan negosiasi oleh teman sebaya
merupakam usaha bersama agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mendamaikan.

Belakangan ini, banyak ditemukan situasi perbedaan dan perdebatan yang terjadi di
kalangan masyarakat. Salah satu contohnya adalah seringkali terjadi kekerasan, kerusuhan
hingga bahkan kasus pertikaian antar masyarakat dan yang lebih mengenaskan lagi kejadian
tersebut sering dilatar belakangi ketidak tahuan dan ketidaksadaran mereka serta kesalah
pahaman antara dua belah pihak dan ada pula yang dilatar belakangi oleh kepentingan politik
semata. Padahal pemerintah Indonesia sudah menerbitkan berbagai macam peraturan
perundang - undangan yang mengatur tata kehidupan beragama yang harmonis. Maraknya
aksi radikalisme dan terorisme ini telah menempatkan umat Islam yang dipersalahkan.

Insiden kekerasan yang mengatas namakan agama telah bertentangan dengan prinsip
kehidupan umat manusia. Insiden-insiden kekerasan tersebut terjadi disebabkan karena
pemahaman agama yang persial, konflik pendirian tempat ibadah, dan ketidak siapan hidup
berdampingan merupakan salah satu faktor penyebat terjadinya intoleransi 4. Pemahaman
yang parsial itu akan membuat pengikutnya bertindak tidak sesuai dengan ajaran agama.

Gerakan moderasi beragama muncul tidak terlepas karena meluasnya ancaman


radikalisme dalam beragama di Indonesia. Gagasan ini muncul untuk menangkal gerakan
radikalisme dalam beragama yang semakin meluas. Radikalisme dalam beragama tersebut
muncul karena ekspresi agama yang seringkali diperankan secara radikal. Kekerasan dan
kebencian atas nama Tuhan atau agama seolah menjadi paham yang mengakar dan sulit
terobati. Harus disadari bahwa tindakan radikalisme dalam beragama masuk dalam ranah
teologis. Sebagaimana diungkap Jhon L. Esposito bahwa kekerasan dan peperangan atas
nama agama didasari oleh kerasnya doktrin keagamaan yang diterima oleh seseorang 5.
4
Biyanto, Urgensi Plurarisme, Kedaulatan Rakyat, 13 November 2015, hlm. 12.
5
Jhon L. Esposito, Unholy War:Teror Atas Nama Islam (Yogyakarta: Ikon, 2003), p.30
Moderasi beragama menjadi solusi atas permasalahan tersebut, dari beberapa hasil
penelitian menunjukkan konsep moderasi merupakan salah satu upaya untuk mengikis
radikalisme. Meskipun sebagian kalangan meganggap bahwa persoalan radikalisme,
fundamentalisme, puritan, ataupun ekstremisme tidak perlu dibesar-besarkan, sebab hal itu
akan memperkeruh suasana keberagamaan. Namun faktanya, ekstremisme, fanatisme,
radikalisme, dan sikap berlebihan terhadap agama di Indonesia sangat mengganggu
keberagamaan dan masih tumbuh subur dan menjamur.

Lembaga pendidikan memiliki peran strategis untuk memutus rantai kekerasan atas
nama agama. Pendekatan edukatif bagi selaruh peserta didik yang dapat di implementasikan
dalam pendidikan damai yang di integrasikan dengan kurikulum lembaga pendidikan ,
latihan penyelesaikan konflik secara konstruktif, mediasi dan negosiasi oleh teman sebaya
merupakam usaha bersama agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mendamaikan.
Pengetahuan keagamaan yang luas dan tidak parsial harus diajarkan dilembaga pendidikan
agar peserta didik memiliki pondasi paham keagamaan yang tidak sempit. Oleh sebab itu,
diperlukan peran dosen dalam menanamkan moderasi beragama dalam kehidupan para
mahasiswa yang multikultural ini.

Sebelumnya penulis ingin tahu bagaimana pandangan dari dosen atau staf pengajar
Fakultas ushuluddin UIN-Ar-Raniry mengenai moderasi beragama, oleh karena itu penulis
melakukan penelitin moderasi beragama dalam perspektif dosen fakultas ushuluddin dan
filsafat UIN-Ar-Raniry Banda aceh.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana perspektif dosen fakultas ushuluddin dan filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh
mengenai moderasi beragama?
2. Bagaimana konsep moderasi beragama di Indonesia ?

C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana Bagaimana perspektif dosen fakultas ushuluddin dan
filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh mengenai moderasi beragama
2. Untuk mengatahui Bagaimana konsep moderasi beragama di Indonesia
D. Manfaat peneltian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis, penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan
tentang konsep moderasi beragama dan juga dapat memberikan motivasi, dorongan bagi
peneliti untuk meneliti isu yang berkaitan dengan moderasi beragama kedepannya.
2. Secara praktis, penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat sebagai bahan studi awal bagi
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan konsep moderasi beragama.

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN
A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Moderasi Beragama

Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedang-an (tidak
kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat
kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua
pengertian kata moderasi, yakni: 1. n pengurangan kekerasan, dan 2. n penghindaran
keekstreman. Jika dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang
itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem. Dalam bahasa Inggris, kata
moderation sering digunakan dalam pengertian average (rata-rata), core (inti), standard
(baku), atau non-aligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat berarti mengedepankan
keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang
lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara.

Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah,
yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah), i’tidal (adil), dan
tawazun (berimbang)6. Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasith.
Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apa pun kata
yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil, yang dalam konteks
ini berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrem. Kata wasith bahkan
sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata 'wasit' yang memiliki tiga pengertian,
yaitu: 1) penengah, perantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis); 2) pelerai (pemisah,
pendamai) antara yang berselisih; dan 3) pemimpin di pertandingan.

Menurut Khaled abu el-Fadl wasathiyyah adalah paham yang mengambil jalan tengah,
yaitu paham yang tidak ekstrim ke kanan dan tidak pula ekstrim ke kiri. Abdurrahman Wahid
juga merumuskan bahwa moderasi mendorong upaya untuk mewujudkan keadilan sosial
yang dalam agama dikenal dengan al-maslahah al-‘ammah7

6
Kemenag ri 2019, moderasi Bergama (Jakarta badan litbang dan diklat kemenag ri,2019 ) h 16
7
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan, dan Kebangsaan (Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara, 2010)h 14
Kata Moderat dalam bahasa Arab dikenal dengan al-Wasathiyah. AlWasath dalam al-
Qur’an disebutkan 5 kali yaitu pada surat al-Baqarah ayat 143, Q.S. al-Adiyat Ayat 5, Q.S.
al-Maidah ayat 89, Q.S. al-Qalam Ayat 28, Q.S. al-Baqarah ayat 238.

Sikap moderat merupakan perbuatan yang lebih baik dalam bertindak dalam artian
menerima dengan sikap baik kepada sesama tidak dengan kekerasan atau tidak ekstrim kanan
atau ekstrim kiri, sebagaimana hadith Nabi Muhammad Saw. Yang artinya: Abu Hurairah
Ra. Berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda: sebaik baik persoalan adalah berada di
tengah-tengah (Sikap Moderat). Kata washath (moderat) juga tercantum dalam al-Quran
surat albaqarah ayat 143 sebagai berikut

Artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
(moderat) dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia. Ayat tersebut
memberikan isyarat bagi seluruh umat manusia agar berlaku adil dan terpilih, moderat atau
berada ditengah-tengah dalam segi akidah, ibadah, dan muamalah.

Moderasi beragama harus dipahami sebagai sikap beragama yang seimbang antara
pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain
yang berbeda keyakinan (inklusif). Keseimbangan atau jalan tengah dalam praktik beragama
ini niscaya akan menghindarkan kita dari sikap ekstrem berlebihan, fanatik dan sikap
revolusioner dalam beragama. Seperti telah diisyaratkan sebelumnya, moderasi beragama
merupakan solusi atas hadirnya dua kutub ekstrem dalam beragama, kutub ultra-konservatif
atau ekstrem kanan di satu sisi, dan liberal atau ekstrem kiri di sisi lain. Moderasi beragama
sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal,
nasional, maupun global. Pilihan pada moderasi dengan menolak ekstremisme dan
liberalisme dalam beragama adalah kunci keseimbangan, demi terpeliharanya peradaban dan
terciptanya perdamaian. Dengan cara inilah masing-masing umat beragama dapat
memperlakukan orang lain secara terhormat, menerima perbedaan, serta hidup bersama
dalam damai dan harmoni. Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, moderasi
beragama bisa jadi bukan pilihan, melainkan keharusan.

2. Prinsip Moderasi Beragama


Moderasi beragama seringkali dimaknai sikap ketidak jelasan ataupun ketidak tegasan,
karena posisi di tengah-tengah memang tidak mudah. Pertengahan diantara ekstrim kiri dan
ekstrim kanan, ketika berdiri mendekati yang kanan, maka akan diklaim sebagai
fundamentalis-konservatif, ketika berdiri mendekati posisi kiri, maka akan diklaim sebagai
liberalis. Karena itu sebagai ummat Islam, untuk bisa bersikap moderat, dan beragama
secara moderat, wajib mengetahui prinsip-prinsip dalam moderasi. Ammar Sukri dan
Yusuf Qardawy sebagaimana telah dikutip oleh Afifuddin Muhajir menyepadankan
wasathiyyah dengan tiga hal yang menjadi ciri utama agama Islam, yaitu : 1) tawassuth
(pertengahan); 2) ta’adul (adil); dan 3) tawazun (seimbang). Maka tiga ungkapan itulah
kemudian disatukan dalam istilah “wasathiyyah” atau dalam bahasa lainnya moderasi.

Mohammad Hashim Kamali (2015) menjelaskan bahwa prinsip keseimbangan (balance)


dan adil (justice) dalam konsep moderasi (wasathiyah) berarti bahwa dalam beragama,
seseorang tidak boleh ekstrem pada pandangannya, melainkan harus selalu mencari titik
temu8. Bagi Kamali, wasathiyah merupakan aspek penting dalam Islam yang acapkali
dilupakan oleh umatnya, padahal, wasathiyah merupakan esensi ajaran Islam. Moderasi
bukan hanya diajarkan oleh Islam, tapi juga agama lain. Lebih jauh, moderasi merupakan
kebajikan yang mendorong terciptanya harmoni sosial dan keseimbangan dalam kehidupan
secara personal, keluarga dan masyarakat hingga hubungan antarmanusia yang lebih luas.
Kedua nilai ini, adil dan berimbang, akan lebih mudah terbentuk jika seseorang memiliki
tiga karakter utama dalam dirinya: kebijaksanaan (wisdom), ketulusan (purity), dan
keberanian (courage).

Dengan kata lain, sikap moderat dalam beragama, selalu memilih jalan tengah,
akan lebih mudah diwujudkan apabila seseorang memiliki keluasan pengetahuan agama
yang memadai sehingga dapat bersikap bijak, tahan godaan sehingga bisa bersikap tulus
tanpa beban, serta tidak egois dengan tafsir kebenarannya sendiri sehingga berani
mengakui tafsir kebenaran orang lain, dan berani menyampaikan pandangannya yang
berdasar ilmu. Dalam rumusan lain, dapat dikatakan bahwa ada tiga syarat terpenuhinya
sikap moderat dalam beragama, yakni: memiliki pengetahuan yang luas, mampu
mengendalikan emosi untuk tidak melebihi batas, dan selalu berhatihati.

8
Jika disederhanakan, rumusan tiga syarat moderasi beragama ini bisa
diungkapkan dalam tiga kata, yakni harus: berilmu, berbudi, dan berhati-hati. Jika
dielaborasi lebih lanjut, maka kita dapat mengidentifikasi beberapa sifat lain yang harus
dimiliki sebagai prasyarat moderasi beragama, seperti: keharusan memiliki pengetahuan
yang komprehensif terkait ritual ibadah. Pengetahuan komprehensif atas hukum
melaksanakan ibadah dalam sebuah agama tentunya akan memudahkan umatnya untuk
memilih alternatif andai ia membutuhkannya, meski tentu dengan prinsip bukan untuk
menganggap enteng atau ‘memudah-mudahkan’ sebuah praktik ritual keagamaan. Cara
ini semata untuk mengedepankan prinsip kemudahan dalam beragama, sejauh
dimungkinkan pelaksanaannya. Kondisi ini memang cukup berat dimiliki karena
asumsinya sang umat itu harus benar-benar memahami teks-teks keagamaan secara
komprehensif dan kontekstual.

3. Ciri-ciri Moderasi Beragama dalam Berbagai Aspek

Akidah adalah kepercayaan, sedang obyek kepercayaan tidak harus terjangkau


oleh nalar. Menurut para filosof : “anda harus percaya bukan karena anda tahu, tetapi
karena tak tahu”. Islam mempertemukan gaib yang tidak terjangkau oleh akal dan
pancaindra dengan kenyataan yang dijangkau oleh indra dan akal, lalu mempertemukan
keduanya melalui fitrah manusia yang menuntut pemuasan akal sekaligus kerinduan
kalbu kepada sang ghaib. Konsep keseimbangan perlu dicatat bahwa Islam menetapkan
keharusan mempercayai akidah, keharusan yang mestinya mutlak, tetapi kendati
demikian siapa yang terpaksa oleh satu dan lain hal sehingga muncul semacam keraguan
dalam benakknya atau tanda tanya, maka itu dapat ditoleransi sambil menganjurkannya
untuk terus berusaha menampiknya dan memantapkan hatinya. Keraguan itu karena
keterbatasan iman dan kedangkalan pengetahuan, dan keraguan itulah yang dapat
mengantarkannya pada kemantapan iman.

Berikut ini beberapa contoh Moderasi Islam dalam aspek akidah di antaranya
adalah :

1) Ketuhanan antara atheisme dan politheisme.


Islam ada diantara atheisme yang mengingkari adanya Tuhan, dan politheisme yang
mempercayai adanya banyak Tuhan. Sedangkan Islam adalah monotheisme yang
menolak faham atheisme dan faham politheisme.

2) Antara Nyata dan Khayalan.

Islam juga memiliki watak moderat dalam pandangan antara kenyataan dan khayalan.
Diantara yang tidak mempercayai wujud selain alam nyata dan pandangan bahwa alam
ini adalah sebuah khayalan yang tidak memiliki hakekat wujud yang sebenarnya. Bagi
Islam, alam ini merupakan sebuah hakikat yang tidak diragukan, namun dibalik itu,
ada hakekat yang lain yaitu Dzat yang Menciptakan dan Mengaturnya

3) Manusia antara al-jabr dan al ikhtiar

Islam meyakini bahwa manusia tidak bisa menciptakan atau mewujudkan sesauatu,
tetapi ia punya ruang untuk berikthiar. Apa yang terjadi pada manusia adalah atas
kehendak Allah SWT., sudah ditetapkan oleh Allah sejak pada zaman azali. Akan
tetapi, ada qadha dan qadarnya Allah yang bisa diusahakan ada yang tidak.

a) Aspek Fiqh / Syari’ah (moderasi dalam beribadah)


1) Antara ketuhanan dan kemanusiaan

Ummat Islam tidak mempunyai hak untuk men tasyri’, para mujtahid hanya
menggali hokum-hukum Allah SWT. Yang belumtampak atau masih tersembunyi di
bawah permukaan sehingga menjadi ketentuan yang bisa diamalkan. Dari situlah
tampak sisi ketuhanan pada hukum Islam. namun di sisi lain, hokum Islam juga
memeiliki sifat kemanusiaan, karena bertujuan untuk memenuhi kepentingan dan
mewujudkan kesejahteraan manusia, lahir-batin, dunia akhirat.

2) Syari’ah antara idealitas dan realitas


Hukum Islam yang berasal dari Tuhan, tidak serta merta kemudian diterapkan
tanpa melihat realita atau konteks yang ada, yang banyak diwarnai oleh hal-hal
yang tidak ideal. Untuk itu, Islam rela turun ke bumi untuk melihat realita yang
ada, daripada terus melayang-layang di ruang idealitas yang hampa.
3) Antara tahlil dan tahrim
Agama Yahudi banyak melakukan pengharaman (tahrim), sedangkan
agama Nasrani banyak melakukan pembolehan (tahlil). Maka agama Islam
posisinya adalah tengah-tengah, diantara keduanya. Ajaran Islam mengandung
pelarangan juga pembolehan, didasarkan pada petunjuk Allah SWT. yang terdapat
dalam al Qur’an
b) Aspek akhlak
1) Antara khauf dan raja’

Tasawwuf mengajarkan keseimbangan antara khauf (pesimis) dan raja’


(optimis). Optimis yang berlebihan akan mengantarkan manusia pada sikap berani
berbuat dosa, karena yakin Allah akan mengampuni dosadosanya. Sedangkan
berlebihan dalam pesimis , akan seseorang akan mudah putus asa, sebab dia tidak
yakin akan rahmat Allah.SWT

2) Antara jasmani dan ruhani


Muslim yang baik adalah yang selalu memperhatikan kesucian jiwa/ruhani
juga jasmani. Misalnya dalam menunaikan sholat, juga disyaratkan untuk bersih
pakaian, badan dan tempat. Disamping itu juga, kekesucian hati dan ruhani juga
dibutuhkan dalam melaksanakan ibadah.
3) Antara lahir dan batin
Tasawuf juga memperhatikan aspek lahir dan batin sekaligus. Misalnya
ketika sholat, ada format lahir dan juga hakikat batin. Takbir, ruku’, itidal, dan
seterusnya adalah dimensi lahir, sedangkan khusyu’, khudhu’, tadharru’ adalah
dimensi batin.
B. Kajian-kajian Terdahulu Yang Relevan

Penelitian relevan merupakan penelitian terdahulu yang sama dengan penelitian sekarang.
Penelitian relevan ini sangat penting untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara
penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian terdahulu juga
berguna untuk perbandingan. Adapun penelitian relevan yang mempunyai kaitan dengan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pertama , penelitian ini dilakukan oleh Abdul aziz , ar risalah : media keislaman,
pendidikan dan hokum islam 18(1), 142-157,2020. Dengan judul akar moderasi beragama di
pesantren(studi kasus di ma’had aly sukorejo situbondo dalam terbentuknya nilai-nilai
moderasi beragama). penelitian ini bertujuan untuk menggamambarkan bagaimana sikap
moderasi beragama terbangun dalam diri santri, serta bentuk konkrit dari moderasi tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode deskripsi- kualitatif. Hasil penelitiannya yaitu
mengetahui bagaimana corak pemikiran santrinma”had alybsitubondo, fiqh sebagai akar
moderasi berama dan juga membangun fiqh yang meneduhkan9.

Kedua, penelitian ini dilakukan oleh Aksa Aksa, Nurhayati, Harmoni 19(2), 338-352,
2020. Dengan judul moderasi beragama berbasis busaya dan kearifan lokal pada masyarakat
donggo di bima. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sudut pandang budaya dan kearifan
lokal dalam menilai moderasi beragama bagi masyarakat bima. Penelitian ini merupakan
merupakan pendekatan sosio budaya dengan metode kualitatif 10.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh feriyanto feriyanto, tatar pasundan: jurnal diklat
keagamaan 14(2), 158-172, 2020. Dengan judul tarekat dan moderasi beragama. hasil
penelitannya yaitu mengetahui bagaimana bentuk moderasi beragama yang terdapat
dikalangan pengamal dan induksi dan solidaritas sosial, internalisasi ajaran tanbih nilai
diantaranya memiliki sikap moderat dalam beragama. metode penelitiannya yaitu metode
kualitatif11.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh suci khaira dengan judul moderasi beragama
studi kasus Analisis Kitab Tafsir Al-Muharrar Al-Wajȋz Karya Ibnu ‘Athiyyah, dengan hasil
penelitian penafsiran Ibnu ‘Athiyyah pada ayat yang menjelaskan tentang moderasi beragama,
yaitu pada Q.S Al-Baqarah ayat 143 Ibnu ‘Athiyyah menjelaskan bahwa yang di maksud
ummatan wasathan yang terdapat pada ayat ini ialah umat moderat (‘adl), kemudian wasath
juga bisa diartikan sebagai khiyar pilihan terbaik, derajat tertinggi atau di tengah-
tengah.metode penelitian yaitu metode studi kualitatif dengan bentuk penelitian pustaka.

9
Abdul aziz , ar risalah,2020 : media keislaman, pendidikan dan hokum islam, akar moderasi beragama di
pesantren. 18(1), 142-157
10
Aksa, Nurhayati, Harmoni, 2020, moderasi beragama berbasis busaya dan kearifan lokal pada masyarakat
donggo di bima 19(2), 338-352
11
feriyanto, tatar pasundan, 2020: jurnal diklat keagamaan, tarekat dan moderasi beragama .14(2), 158-172
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh mohammad fahri, ahmad zainuri, intizar 25(2),
95 -100,2019. Dengan judul moderasi beragama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan moderasi beragama di Indonesia. Metode penelitian yang di gunakan adalah
studi pustaka dengan hasil penelitian radikalisme atas nama agama dapat di berantas melalui
pendidikan islam yang moderat dan inklusif.

Keenam, penelitian ini dilakukan oleh Eko Agung Ady Suprapto, IAIN , 2020. Dengan
judul wacana moderasi beragama di media online. Metode penelitian yang di gunakan yaitu
metode dokumentasi untuk melengkapi data –data dalam penelitian dengan hasil penelitian
yaitu Wacana moderasi beragama menurut republika inline yakni memiliki karakteristik pada
pengadopsian nilai-nilai modern dalam kehidupan .

Persamaaan penelitian ini dengan penelitian relevan yaitu sama-sama membahas


moderasi beragama dan juga menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan teknik
pengumpulan data : wawancara, observasi,dokumentasi, Kepustakaan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian relevan yaitu terletak pada lokasi penelitian,
penelitian ini lokasinya terletak di nagari sungai pua, kab agama, Sumatra barat. Sedangkan
penelitian relevan terletak di bima, jawa timur, jawa barat dan situbondo dan di luar sumbar.
Penelitian relevan mengkaji tentang perspektif dari sudut pandang lainnya, ataupun studi
kasus di suatu daerah , sedangkan penelitian ini mengkaji mengenai perspektif guru atau
pengajar di ponpes terhadap moderasi beragama.

C. Teori Structural Fungsional Talcont Parson

Masyarakat merupakan sistem sosial yang menyeluruh. Jika sistem sosial dilihat secara
parsial, maka masyarakat merupakan kumpulan sistem-sistem yang kecil seperti keluarga,
sistem pendidikan, lembaga-lembaga keagamaan, pemerintahan, dan lain sebagainya. Talcott
Parsons melihat kehidupan masyarakat sebagai sistem sosial. Sistem sosial merupakan
komponen dari sistem bertindak yang lebih umum. Mengenai konsepsi tentang sistem
bertindak ini dapat ditelaah, pada kenyataannya bahwa setiap manusia mempunyai perilaku,
yaitu suatu totalitas dari gerak motoris, persepsi dan fungsi kognitif dari manusia.
Fungsi dari keempat persyaratan Parsons diartikan sebagai suatu kegiatan yang diarahkan
kepada pencapaian kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan dari suatu sistem. Keempat
persyaratan terebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Adaptasi (Adaptation).

Yakni supaya masyarakat dapat bertahan mereka harus mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan mengubah lingkungan agar dapat sesuai dengan lingkungan
dan mengubah lingkungan agar dapatsesuai dengan masyarakat. Adaptasi menunjuk
pada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungannya12.

2. Tujuan (Goal).

Yakni sebuah sistem harus mampu menentukan tujuan dan berusaha untuk
mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Tujuan yang diutamakan disini bukanlah
tujuan pribadi individu, melainkan tujuan bersama para anggota dalam sistem sosial.
Sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan-tujuan utamanya. Artinya, sistem
diharuskan untuk mengerucutkan pemikiran individu agar dapat membentuk
kepribadian individu dalam mencapai tujuan dari sistem itu sendiri.

3. Integrasi (Integration).

Yakni masyarakat harus mengatur hubungan diantara komponen- komponennya


agar dapat berfungsi secara maksimal. Sosialisasi mempunyai kekutan integratif yang
sangat tinggi dalam mempertahankan kontrol sosial dan keutuhan keluarga. Integrasi
menunjuk pada persyaratan untuk suatu tingkat solidaritas minimal sehingga para
anggotanya akan bersedia untuk bekerja sama dan menghindari konflik yang
merusakkan13

4. Latency atau pemeliharaan pola

Pada akhirnya di dalam masyarakat itu harus ada Latensi atau pemeliharaan pola-
pola yang sudah ada (pattern maintance). Setiap masyarakat harus mempertahankan,
12
Ritzer. Teori sosiologi modern, 185
13
Ralf, Dahrendorf. Konflik dan Konflik Dalam Masyarakat Industri, Sebuah Analisis Kritik. (Jakarta: CV Rajawali,
1986) hlm. 26
memperbaiki, baik motivasi individu maupun pola budaya yang menciptakan dan
mempertahankan motivasinya. Latensi menunjuk pada kebutuhan mempertahankan
nilai-nilai dasar serta norma-norma yang dianut bersama oleh para anggota dalam
masyarakat.

Dalam biologi yang diadaptasi oleh Parsons, sistem organisasi dalam sistem tindakan
berhubungan dengan fungsi adaptasi, yaitu fungsi penyesuaian diri dengan lingkungan dan
mengubah lingkungan agar dapat sesuai dengan kebutuhan individu. Kepribadian sebagai
subsistem dalam sistem tindakan melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan merumuskan
tujuan dan menggerakkan segala sumber daya untuk mencapai tujuannya.

Kehidupan sosial sebagai suatu sistem sosial memerlukan terjadinya ketergantungan yang
berimbas pada kestabilan sosial. Sistem yang timpang, sebut saja karena tidak adanya kesadaran
bahwa mereka merupakan sebuah kesatuan, menjadikan sistem tersebut tidak teratur. Suatu
sistem sosial akan selalu terjadi keseimbangan apabila ia menjaga Safety Valve atau katup
pengaman yang terkandung dalam paradigma AGIL.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penlitian

Jenis penelitian yaitu kulaitatif karena penelitian kualitatif ini di gunakan untuk meneliti
pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti merupakan instrument kunci. Sebagai mana
menurut moleong penelitian kualitataif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentan apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, pesepsi, tindakan dan
lainnya. Secara holisticbdan dengancara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa pada suatu
konteks khusu yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Menurut Sugiono, metode kulalitatif adalah metode yang berlandas pada filsadat post
positivism, di guanakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah(sebagai lawannya
eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sumber data
dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengangabungan, analisi data
bersifat induktif/ kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari pada
generalisasi.

Sedangkan menurut Saryono, metode penelitian kualitatif merupakan penelitian yang


diguanakan untuk menyelidki, menemukan, menggambarkan, danmenjelaskan kualitas atau
keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat di jelaskan, diukur atau gambaran melali
pendekatan kuantitaif.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena-


fenomena sosial dari sudut atau dari perspektif partisipan. Pada penelitian kualitatif ini, situasi
dan fenomena yang diteliti itu menyatu dan kegiatan manusia angat dipengaruhi oleh seting
dimana hal tersebut berlangsung14

14
Sodik, Ali, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Literasi Media Publishing, 2015), hlm. 11-12
B. Lokasi dan Waktu Peneltian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas ushuluddin dan filsafat UIN Ar-Raniry


Banda aceh, karena yang ingin diteliti adalah dosen fakultas ushuluddin tentang
perspektif moderasi beragama.

C. Sumber Data

Sumber data merupakan hal yang penting dalam penelitian. Kesalahan dalam
menulis sumber data, maka hasil penelitian juga tidak akan bagus dan melenceng dari
yang diharapkan. Di bawah ini sumber data penelitian, sebagai berikut :

1. Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang
melakukan penelitian. Data primer ini didapatkan dari informan yaitu individu seperti
hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Data primer ini berupa catatan hasil
wawancara, hasil obervasi lapangan, dan data-data mengenai informan. Data primer
penelitian ini yaitu perspektif dosen fakultas ushuluddin dan filsafat UIN Ar-Raniry
Banda Aceh mengenai moderasi beragama.
2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh orang yang melakukan
penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini digunakan untuk mendukung
informasi primer yang telah diperoleh dari bahan pustaka, literature, penelitian
terdahulu, dan buku.

D. Pengumpulan Data
Pengumpulan data ini merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian
karena tujuannya untuk mendapatkan data. Di bawah ini merupakan pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut :
1. Observasi

Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis


untuk memperoleh data, yang selanjutnya akan diproses untuk kebutuan penelitian.
Menurut Sugiono observasi adalah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan
untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis15. Observasi (0bservation) atau
pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan
mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. 16 Pendapat lain
dikemukakan oleh nasution, mengatakan bahwa observasi adalah dasar dari semua ilmu
pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yakni fakta mengenai
dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

2. Wawancara

Wawancara merupakan suatu dioalog yang dilakukan oleh peneliti dengan orang
yang akan dijadikan narasumber atau orang yang akan diwawancara. Wawancara
dilakukan terhadap warga atau masyarakat yang berkaitan dengan judul penelitian Dalam
wawancara ada dua jenis informan yang pertama informan terlibat (pelaku) dan yang
kedua informan pengamat (pakar).

3. Dokumentasi

Data dokumentasi merupakan data yang di kumpulkan melalui dokumen-dokumen


yang tersedia, baik yang tersimpan dalam bentuk elektronik maupun cetak, serta
pendokumentasian yang di lakukan oleh peneliti terkait dengan kebutuhan penenlitian17

E. Analisis Data

Miles & Huberman (1992:19), mengemukakan tiga tahapan yang harus dikerjakan
dalam menganalisis data penelitian kualitatif, yaitu (1) reduksi data (data reduction); (2)
paparan data (data display); dan (3) penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion
drawing/verifying). Analisis data kualitatif dilakukan secara bersamaan dengan proses
pengumpulan data berlangsung, artinya kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan juga selama
dan sesudah pengumpulan data.

15
Ibid hal 54
16
Ismail Nawawi, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), 185
17
Hanani,silfia.2020. rancangan penelitian sosial keagmaan.LP2M IAIN Bukittinggi Press. Hal 149
1. Data Reduction (reduksi data)

Sugiyono (2015:247) mengatakan bahwa mereduksi data berarti merangkum,


memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya
bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer
mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.

2. Data Display (penyajian data).

Prastowo (2012:244) mengatakan bahwa penyajian data di sini merupakan


sekumpulan informasi tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian-penyajian, kita akan
dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan atas
pemahaman yang kita dapat dari penyajian-penyajian tersebut Beberapa jenis bentuk
penyajian adalah matriks, grafik, jaringan, bagan, dan lain sebagainya. Semuanya
dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu
dan mudah kita raih. Dengan demikian, kita (sebagai seorang penganalisis) dapat melihat
apa yang sedang terjadi dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah
terus melangkah melakukan analisis yang berguna.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verifying).

Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman
(1992:18) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Penarikan simpulan merupakan
hasil penelitian yang menjawab fokus penelitian berdasarkan hasil analisis data.

Gunawan (2013:212) menjelaskan bahwa simpulan disajikan dalam bentuk


deskriptif objek penelitian dengan berpedoman pada kajian penelitian Kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang
valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

F. Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, kreteria utama terhadap data hasil penelitiian adalah
valid, reliabel, dan obyektif.18 Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang
terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti Dalam
rangka menghindari argumentasi yang tidak mengarah pada topik bahasan dan agar
diperoleh temuan interpretasi yang absah maka peneliti melakukan beberapa langkah
disamping memang peneliti sendiri pengumpul data utama maupun pendukung dengan
melakukan observasi dan interview secara mendalam, meningkatkan ketekunan.

Menurut Sugiono berarti peneliti melakukan pengamatan secara cermat, dan


berkesinambungan dan juga menggunakan triangulasi sebagaimana diungkapkan sugiono
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan
berbagai waktu, sehingga adanya pengecekan data dari berbagai sumber dan dapat
dihasilkan data yang falid. Berdasarkan pada pandangan di atas, maka pada dasarnya
kehadiran peneliti disini disamping sebagai instrumen juga menjadi faktor penting dalam
seluruh kegiatan penelitian ini.

18
Sugiyono, metode penelitian kuantitati kualitatif dan R&D , 267
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz , Ar Risalah,2020 : media keislaman, pendidikan dan hokum islam, akar moderasi
beragama di pesantren.

Aksa, Nurhayati, Harmoni, 2020, moderasi beragama berbasis busaya dan kearifan lokal pada
masyarakat donggo di bima
Biyanto, Urgensi Plurarisme, Kedaulatan Rakyat, 13 November 2015
Emna Laisa, Islam dan Radikalisme, Jurnal Islamuna, vol. 1 no. 1 (2014)

Feriyanto, tatar pasundan, 2020: jurnal diklat keagamaan, tarekat dan moderasi beragama

Hanani,silfia.2020. rancangan penelitian sosial keagmaan.LP2M IAIN Bukittinggi Press. Hal


149

Hanani, silfia. 2017. Atudi negoisasi cultural yang mendamaikan antar etnik dan agama di kota
tanjung. Episteme : jurnal pengembangan ilmu keislaman, 12(1), 2001-230.

Hanani, silfia,2017.Mempererat ukhwah wathaniyah melalui pendidikan multicultural untuk


merawat nasionalisme di tengan keaneka ragaman. Jilid 309

Ismail Nawawi, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya, 2012)

Kemenag RI 2019, moderasi Bergama (Jakarta badan litbang dan diklat Kemenag RI,2019 )

Maulidatus Syahrotin Naqqiyah,2019. islamica; jurnal studi keislaman. model moderasi

beragama berbasis pesantren salaf.

Ralf, Dahrendorf. Konflik dan Konflik Dalam Masyarakat Industri, Sebuah Analisis Kritik.
(Jakarta: CV Rajawali, 1986)

Ritzer. Teori sosiologi modern, 185

Sodik, Ali, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Literasi Media Publishing, 2015)

Sugiyono, metode penelitian kuantitati kualitatif dan R&D


Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan, dan Kebangsaan

(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010)

Anda mungkin juga menyukai