Anda di halaman 1dari 13

MODERASI BERAGAMA

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu: Dr. Mahfud Junaedi, M. Ag.

oleh:
Zaki Amrullah
NIM. 2103018012

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2022
A. Pendahuluan
Kecenderungan umat beragama berupaya membenarkan ajaran
agamnya masing-masing, meskipun ada yang tidak paham terhadap nilai-nilai
luhur yang terkandung dalam agama yang dia bela tersebut. Namun semangat
yang menggelora kadang kala telah merendahkan orang lain yang tidak
sepaham dengannya meskipun berasal dari satu agama. Harus diakui
keyakinan tentang yang benar itu didasarkan pada Tuhan sebagai satu-satunya
sumber kebenaran. Pluralisme menyebabkan wajah kebenaran itu tampil beda
ketika akan dimaknakan. Sebab perbedaan ini tidak dapat dilepaskan begitu
saja dari berbagai referensi dan latar belakang orang yang meyakininya.
Mereka mengklaim telah memahami, memiliki, bahkan menjalankan secara
murni terhadap nilai-nilai suci itu. Keyakinan tersebut akan berubah menjadi
suatu pemaksaan konsep-konsep gerakannya kepada orang lain yang berbeda
keyakinan dan sepemahaman dengan mereka. Armahedi Mazhar menyebutkan
bahwa absolutisme, eksklusivisme, fanatisme, ekstremisme dan agresivisme
adalah penyakit-penyakit yang biasanya menghinggapi aktivis gerakan
keagamaan. Absolutisme adalah kesombongan intelektual, eksklusivisme
adalah kesombongan sosial, fanatisme adalah kesombongan emosional,
ekstremisme adalah berlebih-lebihan dalam bersikap dan agresivisme adalah
berlebih-lebihan dalam melakukan tindakan fisik.1

Dilihat dari letak geografis, Indonesia terdiri dari beribu -ribu pulau,
baik besar maupun kecil yang tersebar diseluruh penjuru Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dari sisi sosiokultural, Indonesia merupakan salah satu
negara yang multikultural dengan berbagai macam agama, budaya, suku,
etnis, ras dan bahasa yang beragam atau disebut juga dengan “mega cultural
diversity”.2 Dengan kondisi Multikultural tersebut, pada satu sisi merupakan
kekuatan sosial yang besar dan keragaman yang indah apabila satu dengan

1
“The Story of Armahedi Mahzar Intellectual & Spiritual Journey”, dikutip dari,
www.wordpress.com, diakses pada 17 mei 2022, , (diakses pada : 17 mei 2022, pukul 20.30).
2
Arisman Ismardi, “Meredam Konflik Dalam Upaya Harmonisasi Antar Umat Beragama,”
Toleransi: Media Komunikasi Umat Bergama Vol.6, no. 2 JuliDesember (2014): 200–222.
lainnya bersinergi dan saling berpadu, bergotong royong dalam membangun
bangsa.

Namun pada sisi lainnya keragaman ini, jika tidak dijaga, dibina, baik
secara kelembagaan maupun kemasyarakatan, akan menjadi pemicu konflik
dan kekerasan yang dapat meruntuhkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara, ditambah lagi dengan konsekuensi modernisasi yang membawa
tatanan kehidupan kepada hal – hal pluralisme dan model kehidupan
hedonisme yang dihadapi oleh agama – agama didunia sekarang ini,
mengingat agama sesungguhnya muncul dari lingkungan sosial dan
kebudayaan yang plural atau bahkan majemuk.

Pluralisme dan multikulturalisme merupakan tantangan yang tidak


dapat dianggap sepele, sebab kadangkala hal ini menjadi pemicu perpecahan
dan disintegrasi di tengah kemajemukan, yang semestinya menjadi tolak ukur
dalam pembinaan, pengembangan wawasan keilmuan serta pengamalan
agama bagi pemeluknya.3

Indonesia yang merupakan negara multikultural, banyaknya etnis,


suku, budaya, agama yang berbeda menjadikan Indonesia menjadi salah satu
bangsa yang unik dan sangat beraneka ragam, tidak dipungkiri percikan
persoalan antar agama yang satu dengan yang lain sering muncul. Pada
hakikatnya Indonesia terbangun dari struktur negara bangsa (nation state)
tidak dapat menghindari bahwa Indonesia merupakan negara majemuk
(pluralisme).4

Tentunya tidak mudah bagi bangsa Indonesia untuk merawat


kebhinekaan dimana salah satu yang menjadi masalah krusial yakni tentang
isu toleransi umat beragama yang berada di Indonesia yang memiliki enam
agama resmi atau diakui oleh pemerintah yakni Islam, Kristen, Khatolik,

3
Akhmad Basuni, Aktualisasi Pemikiran Pluralisme KH Abdurrahman Wahid (Studi
Program Pendidikan The Wahid Institute, (Yogyakarta: Deepublish, 2016),
https://books.google.co.id/books/about/Aktualisasi_pemikiran_pluralisme_K_H_Abd.html?id=_gp
ztAEACAAJ&redir_esc=y.
4
Ismardi, “Meredam Konflik Dalam Upaya Harmonisasi Antar Umat Beragama.” hlm.201
Budha, Hindu dan Konghucu menjadikan Indonesia salah satu negara yang
memiliki berbagai macam agama.5 Selain itu kehidupan beragama di
Indonesia pun terdapat berbagai agama lokal atau keyakinan tertentu.
Setidaknya dalam sejarah kelam bangsa Indonesia pernah mengalami
beberapa kasus konflik agama yang tersebar dibeberapa wilayah Indonesia
seperti beberapa kasus yakni konflik agama di Poso pada tahun 1992, konflik
Sunni dan Syiah di Jawa Timur yang muncul sekitar tahun 2006, konflik
agama di Bogor terkait Pembangunan GKI Yasmin sejak tahun 2000 dan
mengalami masalah pada tahun 2008.6

Konflik berlatar agama disebabkan oleh sikap keberagamaan yang


ekslusif, saling menyalahkan tafsir dan paham keagamaan. Sikap merasa
paling benar, menganggap salah semua pihak yang tidak sejalan dengan
pemahamannya, tidak mau membuka diri pada pandangan dan keyakinan
keagamaan orang lain, menjadi pemantik konflik. Yang paling
mengkhawatirkan kalau sudah lahir sikap intoleransi, ekstrimisme,
radikalisme, dan diikuti oleh terorisme. Kalau sudah seperti ini, agama tidak
lagi menjadi aturan yang menyejukkan bagi semua manusia, tetapi berubah
menjadi doktrin yang menakutkan dan mengancam persatuan bangsa.

Berkaca dari beragam peristiwa di atas menunjukkan bahwa, sikap


saling menjaga diri dalam beragama sangatlah penting untuk kita tanamkan
dalam diri kita masing-masing. Upaya ini bisa dilakukan salah satunya dengan
menumbuhkan sikap beragama yang inklusif. Menumbuhkan sikap beragama
yang inklusif, yang terbuka dalam menghargai perbedaan, dan moderat
merupakan langkah nyata untuk menghindari disharmoni dalam kehidupan
keberagamaan.7 Sikap moderat dalam beragama ini selanjutnya lebih dikenal

5
Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia, (diakses pada : 17
mei 2022, pukul 21.30).
6
Firdaus M Yunus, “Konflik Agama Di Indonesia Problem Dan Solusi
Pemecahannya,” Substantia 16, no. 2 (2014): 217–228, http://substantiajurnal.org.
7
Ali, Mukti. “Pluralisme: Budaya Belajar Memahami Ajaran Agama,” dalam Ijtihad:
Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan. Nomor 1 Tahun III/Januari-Juni 2003, 2-15.
dengan sebutan moderasi beragama. Lantas, apa yang dimaksud dengan
moderasi beragama?

B. Moderasi Beragama

Pengertian moderasi beragama harus dipahami secara kontekstual


bukan secara tekstual artinya moderasi dalam agama di Indonesia bukanlah
Indonesia yang moderat, tetapi pemahaman dalam agama harus moderat
karena Indonesia memiliki banyak kultur, budaya. dan adat istiadat. Moderasi
islam ini dapat menjawab berbagai persoalan agama dan peradaban global.

1) Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin Moderatio, yang memiliki


arti “sedang” (tidak berlebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti
penguasaan diri (dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian kata moderasi, yakni:
1. pengurangan kekerasan, dan 2. penghindaran keekstreman. Jika dikatakan,
“orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap
wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem.8

2) Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam


pengertian average (ratarata), core (inti), standard (baku), atau non-aligned
(tidak berpihak).9 Secara umum, moderasi berarti mengedepankan
keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika
memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan
dengan institusi negara.

3) Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata


wasath atau wasathiyah, yang memiliki persamaan makna dengan kata
tawassuth (tengah-tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang

dikutip dari: https://syariah.uin-malang.ac.id/sikap-keberagamaan-dalam-tradisi-agama-


agama-ibrahim55/
8
Dikutip dari, https://kbbi.web.id/moderat. (diakses pada : 17 mei 2022, pukul 21.50).
9
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia: An English-
Indonesian Dictionary (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2009) Cet. 29, 384.
yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab
pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apa pun kata yang
dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil, yang
dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai
pilihan ekstrem.10

Moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara


moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak
ekstrem, baik ekstrem kanan (pemahaman agama yang sangat kaku) maupun
ekstrem kiri (pemahaman agama yang sangat liberal).11 Istilah moderasi
beragama memang baru digaungkan di Indonesia, namun ide dan semangat
moderasi beragama itu sudah tumbuh dan tertanam sejak lama dalam
kehidupan masyarakat Indonesia sampai dengan saat ini.

Sedangkan moderasi beragama berdasarkan definisi yang diberikan


oleh kementerian agama lewat buku yang disusunnya berjudul Moderasi
Beragama, bermakna kepercayaan diri terhadap substansi (esensi) ajaran
agama yang dianutnya, dengan tetap berbagi kebenaran sejauh terkait tafsir
agama.12 Dalam artian moderasi agama menunjukkan adanya penerimaan,
keterbukaan, dan sinergi dari kelompok keagamaan yang berbeda secara
umum, moderat berarti mengutamakan keseimbangan terkait keyakinan,
moral, dan prilaku (watak).

Islam saat ini setidaknya menghadapi dua tantangan; Pertama,


kecenderungan beberapa umat Muslim untuk bersikap ekstrim dan ketat
dalam pemahaman teks-teks keagamaan dan mencoba untuk menerapkan
metode ini di masyarakat Muslim, bahkan dengan kekerasan dan paksaan.
Kedua, kecenderungan lain yang juga ekstrem dengan bersikap santai dalam
beragama dan tunduk pada perilaku serta pemikiran negatif yang berasal dari

10
Ahmad Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah (Beirut: Dar al-Fikr, 1979),108
11
Dikutip dari https://lipipress.lipi.go.id/detailpost/moderasi-beragama-dalam-lektur-
keagamaan-islam-di-kawasan-timur
12
Dikutip dari: https://kemenag.go.id/archive/naskah-pdf-buku-moderasi-beragama,
(diakses pada : 17 mei 2022, pukul 22.10).
budaya dan peradaban lain. Dalam upayanya itu, mereka mengutip dari teks-
teks keagamaan seperti Al-Qur’an, hadits dan karya-karya ulama klasik yang
menjadi landasan dan kerangka pemikiran, tetapi dengan memahaminya
secara tekstual dan terlepas dari konteks kesejarahan. Sehingga mereka
terlihat seperti generasi yang terlambat lahir, sebab hidup di tengah
masyarakat modern tetapi memiliki pola berfikir generasi terdahulu.
Kemajemukan atau keberagaman adalah sebuah hal yang mutlak dalam
kehidupan ini. Ia adalah sunatullah yang dapat dilihat di alam ini. Dalam
konteks kesatuan manusia, kita dapat mengetahui bagaimana Allah
menciptakan berbagai suku dan bangsa. Sebagai bagian dari kesatuan suatu
bangsa, Allah menciptakan beragam etnis, suku, dan kelompok. Sebagai
bagian dari kesatuan sebuah bahasa, Sebagai bagian dari kesatuan syariat,
Allah menciptakan berbagai mazhab atau aliran pemikiran dari para imam
sebagai hasil ijtihad masing-masing. Dalam kerangka kesatuan umat
(ummatan wahidah), Allah menciptakan berbagai agama. Keberagaman
dalam beragama adalah sunnatullah sehingga keberadaannya tidak bisa
dinafikan begitu saja.13

Dalam menghadapi kemajemukan dan keberagaman masyarakat,


senjata yang paling ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi bentrokan dan
radikalisme, adalah melalui pendidikan Islam yang moderat dan inklusif.14

Moderasi beragama sendiri dapat ditanamkan pada setiap pribadi


muslim dengan pemikiran islam wasathiyah, yang merupakan model ekspresi
dan pemahaman yang relevan dalam bingkai kenegaraan di Indonesia.
Artinya, Islam tengahan dan moderat sebagai pemahaman ajaran Islam yang

13
(Yulianto, 2020) yulianto R. (2020). Implementasi Budaya Madrasah dalam
Membangun Sikap Moderasi Beragama. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 1(1), 111–
123.

14
Dikutip dari: https://www.gramedia.com/literasi/pendidikan-inklusif/, (diakses pada : 17
mei 2022, pukul 22.20).
menggunakan empat kaidah. Pertama, santun, tidak keras dan tidak radikal.
Kedua, suka rela, tidak memaksa dan tidak mengintimidasi.

Ketiga, toleran, tidak egois dan tidak fanatis. Terakhir, saling mencintai, tidak
saling bermusuhan dan membenci.

Selain itu ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi
segenap alam semesta. Islam Wasathiyah atau yang berarti “Islam Tengah”
adalah suatu yang menjadi terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah
SWT menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan
agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya.15 Pemahaman dan
praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki beberapa
karakteristik, seperti berikut: Tawassuth (moderat), Tawazun (ber
keseimbangan), I’tidâl (lurus dan tegas), Tasamuh (toleran), Musawah
(egaliter dan non diskriminasi), Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas),
Tahaddhur (berkeadaban), Tathawwur wa Ibtikar (dinamis, kreatif, dan
inovatif).16

Konsep tersebut diharapkan mampu untuk diterapkan dalam


kehidupan bernegara dan berbangsa. Sehingga dengan konsep moderasi ini
akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, sehingga tidak ada
diskriminasi dalam keberagaman dan menimbulkan rasa aman dan nyaman.

15
Ma’ruf Amin, Rekonsolidasi Islam Moderat dan Ekonomi Berkeadilan di Indonesia,
Kuliah umum di S. Rajatnam School of International Studies, Nanyang Technological
University (RSiS NTU) Singapura,Dikutip dari: https://mediaindonesia.com/politik-dan-
hukum/191438/maruf-amin-islam-wasathiyah-relevan-di-
indonesia#:~:text=%22Islam%20Wasathiyah%20dimaknai%20sebagai%20ajaran,ummah)%2
C%22%20ujar%20Amin.
16
Kamrani Buseri, Dasar, Asas dan Prinsip Pendidikan Islam, IAIN Antasari
Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 2014, h.77
C. Kesimpulan

Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara


moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak
ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme,
ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antar umat
beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.
Moderasi beragama mengajarkan bagaimana cara pandang kita dalam
kehidupan beragama yang baik dan benar, tidak ekstrem apalagi radikal.

Moderasi beragama pun memberitahu kita sebagai seorang muslim


untuk bertoleransi antar sesama umat beragama, tidak diskriminasi antar ras,
suku, agama, juga mengajarkan bagaimana cara kita berpikir dinamis dan
inovatif. Dalam menghadapi kemajemukan dan keberagaman masyarakat,
senjata yang paling ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi bentrokan dan
radikalisme, adalah melalui pendidikan Islam yang moderat dan inklusif.
Selain itu ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam
semesta. Islam Wasathiyah atau yang berarti “Islam Tengah” adalah suatu
yang menjadi terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah
SWT menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan
agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan
praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki beberapa
karakteristik, seperti berikut:

Tawassuth (moderat)

Tawazun (ber keseimbangan)

I’tidâl (lurus dan tegas)

Tasamuh (toleran)

Musawah (egaliter dan non diskriminasi)


Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas)

Tahaddhur (berkeadaban)

Tathawwur wa Ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif).

Konsep tersebut diharapkan mampu untuk diterapkan dalam


kehidupan bernegara dan berbangsa. Sehingga dengan konsep moderasi ini
akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, sehingga tidak ada
diskriminasi dalam keberagaman dan menimbulkan rasa aman dan
nyaman.
REFERENSI

(Yulianto, 2020)Yulianto, R. (2020). Implementasi Budaya Madrasah


dalam Membangun Sikap Moderasi Beragama. Jurnal Pendidikan Dan
Pembelajaran, 1(1), 111–123.

Rahayu, luh riniti, & Lesmana, putu surya wedra. (2019). Moderasi
Beragama di Indonesia. Intizar, 25(2), 95–100.

(Karim, 2019)Karim, H. A. (2019). Implementasi Moderasi Pendidikan


Islam Rahmatallil ’Alamin dengan Nilai-Nilai Islam. Ri’ayah: Jurnal Sosial
Dan Keagamaan, 4(01), 1. https://doi.org/10.32332/riayah.v4i01.1486

(Akhmadi, 2019)Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama Dalam


Keragaman Indonesia Religious Moderation in Indonesia ’ S Diversity. Jurnal
Diklat Keagamaan, 13(2), 45–55.

“The Story of Armahedi Mahzar Intellectual & Spiritual Journey”, dikutip


dari, www.wordpress.com, diakses pada 17 mei 2022, , (diakses pada : 17
mei 2022, pukul 20.30).

Arisman Ismardi, “Meredam Konflik Dalam Upaya Harmonisasi Antar


Umat Beragama,” Toleransi: Media Komunikasi Umat Bergama Vol.6, no. 2
JuliDesember (2014): 200–222.

Akhmad Basuni, Aktualisasi Pemikiran Pluralisme KH Abdurrahman


Wahid (Studi Program Pendidikan The Wahid Institute, (Yogyakarta:
Deepublish, 2016),

https://books.google.co.id/books/about/Aktualisasi_pemikiran_pluralisme
_K_H_Abd.html?id=_gpztAEACAAJ&redir_esc=y.
Ismardi, “Meredam Konflik Dalam Upaya Harmonisasi Antar Umat
Beragama.” hlm.201

Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia, (diakses


pada : 17 mei 2022, pukul 21.30).

Firdaus M Yunus, “Konflik Agama Di Indonesia Problem Dan Solusi


Pemecahannya,” Substantia 16, no. 2 (2014): 217–228,
http://substantiajurnal.org.

Ali, Mukti. “Pluralisme: Budaya Belajar Memahami Ajaran Agama,”


dalam Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan. Nomor 1
Tahun III/Januari-Juni 2003, 2-15. Dikutip dari: https://syariah.uin-
malang.ac.id/sikap-keberagamaan-dalam-tradisi-agama-agama-ibrahim55/
Dikutip dari, https://kbbi.web.id/moderat. (diakses pada : 17 mei 2022, pukul
21.50).

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia: An


English-Indonesian Dictionary (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2009) Cet. 29,
384.

Ahmad Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah (Beirut: Dar al-Fikr,


1979),108

https://lipipress.lipi.go.id/detailpost/moderasi-beragama-dalam-lektur-
keagamaan-islam-di-kawasan-timur

https://kemenag.go.id/archive/naskah-pdf-buku-moderasi-beragama,
(diakses pada : 17 mei 2022, pukul 22.10).
(Yulianto, 2020) yulianto R. (2020). Implementasi Budaya Madrasah
dalam Membangun Sikap Moderasi Beragama. Jurnal Pendidikan Dan
Pembelajaran, 1(1), 111–123.

https://www.gramedia.com/literasi/pendidikan-inklusif/, (diakses pada :


17 mei 2022, pukul 22.20).

Ma’ruf Amin, Rekonsolidasi Islam Moderat dan Ekonomi Berkeadilan di


Indonesia, Kuliah umum di S. Rajatnam School of International Studies,
Nanyang Technological University (RSiS NTU) Singapura,Dikutip dari:
https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/191438/maruf-amin-islam-
wasathiyah-relevan-di-
indonesia#:~:text=%22Islam%20Wasathiyah%20dimaknai%20sebagai%20aj
aran,ummah)%2C%22%20ujar%20Amin.

Kamrani Buseri, Dasar, Asas dan Prinsip Pendidikan Islam, IAIN


Antasari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 2014, h.77

Anda mungkin juga menyukai