Anda di halaman 1dari 24

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

SISTEM PENDIDIKAN MORAL JEPANG DAN


INDONESIA

Nama : Novi Suryadita Rahmadani


Kelas : 3D
NIM : 2019D1B096

PROGRAM STUDI REKAYASA SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat-Nya
kita dilimpahkan taufiq dan hidayah, dan atas segala kemudahan yang telah diberikan kepada
kita, sehingga penyusunan makalah yang berjudul “TUGAS PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN MORAL INDONESIA DAN JEPANG” ini dapat
diselesaikan.

Shalawat beriringkan salam semoga abadi terlimpahkan kepada baginda Rasulullah


SAW, keluarga dan sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya. Semoga syafa’atnya selalu
menyertai kehidupan ini. Aamiinn.

Setitik harapan dari penyusun, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta bisa
menjadi wacana yang berguna. Untuk itu, kami mengharapkan dan menerima segala kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Akhirnya
hanya kepada Allah SWT, penulis memohon rahmat dan ridho-Nya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar ................................................................................................................... i

Daftar isi.............................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan

1. Latar Belakang ....................................................................................................... 1

2. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2

3. Tujuan ..................................................................................................................... 2

Bab II Isi

1. Penyebab Krisis Moral di Indonesia ..................................................................... 3-4

2. Cara Mengatasi Krisis Moral di Indonesia............................................................ 5-6

3. Bagaimana System Pendidikan Moral di Jepang Jika Diterapkan di Indonesia

a. Pendidikan Ibu (Kyoiku Mama) ......................................................................... 7

b. Pendidikan Moral (Deoutoku) ............................................................................ 8

c. Pendidikan Moral (Shushin) dan Disiplin (Shitsuke) ......................................... 8

Bab III Penutup

1. Kesimpulan .............................................................................................................. 9

2. Kritik dan Saran ....................................................................................................... 9

Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 10

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Generasi milenial tidak akan pernah lepas dari zaman yang serba canggih dan
modern ini. Generasi yang menjadi sebuah topik pembicaraan yang selalu
muncul di mana-mana. Generasi emas yang akan menjadi pemimpin bangsa tepat
pada usia ke-100 Republik Indonesia. Namun seperti yang dapat dilihat saat ini
moral anak bangsa sudah mulai luntur tergerus oleh zaman. Perilaku anak bangsa
sudah mulai melupakan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang tidak
lain adalah pedoman hidup bangsa Indonesia dalam bersikap dan berperilaku dalam
berbangsa dan bernegara. Dengan demikian sudah seharusnya bangsa ini
memperbaiki moral generasi milenial yang sudah mulai luntur dengan menerapkan
pendidikan moral sejak dini. Namun pendidikan moral bukan hanya untuk generasi
muda melainkan untuk semua kalangan, akan tetapi dititik beratkan pada generasi
milenial yang tidak lain adalah generasi yang menentukan akan dibawa kemana
bangsa ini.1
Namun akhir-akhir ini bangsa Indonesia dihadapkan dengan permasalahan
krisis moral yang terjadi dikalangan generasi muda bangsanya. Maraknya kenakalan
remaja yang masih duduk dibangku sekolah seperti mencontek,, membolos, tauran,
pergaulan bebas, hingga pembunuhan, dll.2

Berbanding terbalik dengan pendidikan Jepang sukses membentuk manusia-


manusia berdaya saing tinggi tapi sekaligus menjadi pribadi berkarakter dan
berbudaya. Kurikulum yang dikembangkan oleh bangsa Jepang adalah kurikulum
berbasis karakter yang ditanamkan sejak kanak kanak dan sekolah dasar. Semua itu
tidak terlepas dengan berbagai system pendidikan di Jepang yang mampu menanam
kankarakter dan moral masyarakatnya yang sudah dididik bahkan sejak masi kecil
oleh orang tua mereka masing masing. Seperti system Pendidikan Ibu (Kyoiku
mama), pendidikan moral (deoutoku), Pendidikan moral (Shushin) dan disiplin
(Shitsuke).

Oleh karena itu, belajar dari system pendidikan Jepang, bagaimana agar
pendidikan moral di Indonesia tidak hanya masuk ke tataran kognitif saja, tapi sampai
menjadi kebiasaan, dan akhirnya menjadi karakter yang melekat kuat dalam diri
masyarakat Indonesia. PR besar dalam sistem pendidikan di negeri tercinta ini.

1
Dian Rahmawati “Pentingnya Penerapan Pendidikan Moral di Indonesia”
https://scholar.google.co.id/scholar?q=pentingnya+penerapan+pendidikan+moral+di+indonesia+dian=rahmawati
2
Ibid.,

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa penyebab krisis moral di Indonesia ?

2. Bagaimanakah cara mengatasi krisis moral di Indonesia?

3. Bagaimankah jika sistem pendidikan moral Jepang diterapkan

di Indonesia ?, seperti :

a. Pendidikan Ibu (Kyoiku Mama)

b. Pendidikan moral (Deoutoku)

c. Pendidikan moral (Shushin) dan disiplin (Shitsuke)

C. Tujuan

1. Agar mengetahui apa saja penyebab krisis moral di Indonesia

2. Agar mengetahui apa saja solusi untuk mengatasi krisis moral di Indonesia dan
bagaimana cara agar system pendidikan moral di Indonesia tidak hanya sebagai
formalitas melainkan dapat menjadi kebiasaan dan akhirnya melekat pada diri
masyarakat Indonesia.

3. Agar mengetahui apakah system pendidikan moral di Jepang dapat di terapkan di


Indonesia, seperti system Pendidikan Ibu (kyoiku mama)

2
BAB II

ISI

1. Penyebab Krisis Moral di Indonesia

Pendidikan moral dapat diterapkan sejak dini dan dilakukan di lingkungan paling kecil,
yaitu keluarga. Keluarga merupakan peranan paling penting dalam penanaman karakter anak
agar lebih baik dan sudah seharusnya anggota-anggota keluarga yang ada di dalamnnya turut
campur tangan dalam pembentukan karakter anak agar memiliki moral yang baik. Moral
tidak begitu saja luntur melainkan ada faktor-faktor yang menyebabkan kemerosatan
moral. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kemerosotan moral, yaitu:

1. Kurangnya tertanamnya nilai-nilai keimanan dalam individu


Keimanan seseorang sangatlah penting. Keimanan seseorang dapat timbul karena
menyakini suatu agama dan mempercayai ada sang Maha Kuasa. Jika seorang tersebut
memiliki agama dan menyakininya sepenuh hati maka tidak perlu khawatir bagaimana orang
tersebut bersikap dan berperilaku. Jika dihadapkan pada suatu kebahagiaan atau kesenangan
maka ia akan mencari tahu apakah hal tersebut dilarang atau tidaknya oleh Tuhan dan ia
akan menjauhi segala larangannya namun berbeda jika seseorang memiliki iman yang
rendah maka ia akan mudah tergoda dengan sesuatu walaupun hal tersebut sudah jelas
dilarang oleh agama.1
2. Pengaruh lingkungan yang kurang sehat
Lingkungan sangat berpengaruh dalam terbentuknya moral. Apabila lingkungan tersebut
sehat maka ia akan terjauhi dari hal-hal negatif yang dapat merusak moral namun apabila
lingkungan itu buruk dan menganggap hal yang buruk menjadi hal yang biasa maka
rusaklah moral orang tersebut.2
3. Pendidikan moral tidak terlaksana dengan baik di lingkungan keluarga, sekolah
danlainnya Pendidikan moral bukanlah sebuah ilmu pengetahuan melainkan sebuah
kebiasaan baik yang selalu diterapkan. Dengan begitu peranan orang tua, guru dan orang-
orang di sekitar sangat mempengaruhi moral anak. Apabila orang tua tidak bermoral dan
tidak mendidik anaknya dengan baik maka anak tersebut tidak bermoral juga, seorang
pendidik atau guru tidak bermoral dan tidak menjadi seorang pendidik yang baik maka
muridnya pun tidak akan bermoral, dan apabila orang-orang di lingkungan sekitar goyang
atau sering melakukan perilaku yang tidak baik atau tidak bermoral maka anak tersebut akan
mencontohnya juga.3

1
Dian Rahmawati “Pentingnya Penerapan Pendidikan Moral di Indonesia”
https://scholar.google.co.id/scholar?q=pentingnya+penerapan+pendidikan+moral+di+indonesia+dian=rahmawati
2
Ibid.,
3
Ibid.,

3
4. Suasana keluarga yang tidak baik
Keluarga yang harmonis sangat menentukan moral anaknya karena dengan hal itu
seorang anak akan mendapatkan kasih sayang yang cukup, perhatian dari orang tua serta
didikan orang tua terhadap anaknya pun baik. Apabila seorang anak tidak mendapatkan itu
semua maka seorang anak akan mencari perhatian orang tua nya dengan bertindak hal-hal
negatif dan mencari kasih sayang dari hal yang lain dan tak jarang akan berakibat buruk
terhadap anak tersebut.4
5. Diperkenalkannya obat-obatan terlarang dan alat-alat anti kehamilan
Jika seorang anak sudah mengenal obat-obatan terlarang maka anak tmersebut dapat
berbuat hal-hal negatif yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dan anak- anak
mulai melakukan seks bebas pada saat ini karena telah mengetahui alat-alat yang dapat
menghindari kehamilan dengan begitu anak-anak tidak cemas akan resiko kehamilan yang
akan ia dapatkan.5
6. Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, kesenian-kesenian dan tontonan -
tontonan yang tidak mengindahkan nilai-nilai dan tuntunan moral Hal tersebut sangat
berdampak buruk terhadap anak karena apa yang mereka baca, dengar dan lihat akan sangat
mempengaruhi moralnya.6
7. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang baik
dan yang membawanya ke pembinaan moral. Mengisi waktu luang dengan hal-hal positif
sangat baik, namun apabila anak tersebut kurang bimbingan dan mengisi waktu luang
dengan kegiatan negative maka semakin rusaklah moral anak tersebut. Sudah seharusnya
seorang anak diawasi dan dibimbing oleh orang tuanya.7
8. Tidak adanya wadah untuk anak-anak maupun pemuda-pemuda untuk
mendapat penyuluhan terhadap moral.
Wadah atau lembaga penyuluhan moral sangat dibutuhkan pada saat ini. Apabila
seorang anak atau pemuda merasa gelisah, kacau maupun stress sangat membutuhkan sebuah
bimbingan. Karena sangat bahaya ketika anak atau pemuda itu membuat suatu
perkumpulan dan mencari kesenangan sesaat yang akan mengakibatkan dirinya terjerumus
ke dalam lingkungan pergaulan yang sangat buruk.8
9. Pengaruh westernisasi
Pengaruh budaya barat memang tidak dapat dibendung lagi karena adanya arus
globalisasi, namun globalisasi seperti dua belah mata pisau yaitu memiliki dampak negatif
maupun dampak positif. Sudah seharusnya kita melakukan filterisasi atau menyaring
budaya tersebut mana yang cocok dengan budaya timur mana yang tidak. Apabila semua
budaya kita terima tanpa menyaringnya maka anak-anak dapat merasakan akibatnya yaitu
sikap dan perilakunya tidak mengindahkan moral.9
10. Pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua saat ini sangat mempengaruhi karakter anak. Namun
banyak orang tua yang masih belum siap untuk menjadi orang tua yang baik. Menjadi orang
tua bukan hanya sekadar mendidik saja melainkan juga menjadi contoh anak tersebut dalam
bersikap dan berperilaku. Orang tua adalah sekolah pertama anak di dalam kehidupan.10

4-10
Ibid.,

4
2. Cara Mengatasi Krisis Moral di Indonesia

Melalui pendidikan karakter diharapkan muncul perilaku yang mulia ketika


dihadapkan dalam situasi sosial yang beraneka ragam di tengah masyarakat. Individu yang
telah matang memahami pendidikan karakter akan bersikap mengedepankan moralitas ketika
berbaur di tengah masyarakat.

Oleh karena itu beberapa hal yang penting untuk dilakukan adalah menanamkan nilai-
nilai pendidikan karakter bagi masyarakat melalui:

1. Menanamkan sifat kejujuran. Memang di zaman ini sulit mencari orang yang
jujur secara perkataan dan perbuatan. Padahal kejujuran tersebut di antara
karakter yang harus ada dalam sendi kehidupan karena dengan kejujuran akan
membuat maslahat di dunia dan akhirat.
2. Menanamkan sikap disiplin. Sikap yang mengabaikan kedisiplinan akan
membuat masyarakat sering melanggar peraturan di sekolah maupun di rumah.
Oleh karena itu, kedisiplinan yang diajarkan melalui shalat lima waktu bisa
diaplikasikan untuk mendisiplinkan diri anak dalam kehidupan sehari-hari.
3. Menumbuhkan rasa percaya diri. Rasa percaya akan kemampuan diri sendiri bisa
membuat anak makin percaya diri. Jangan sampai sejak anak-anak sudah
bermasalah dengan percaya diri karena jika tidak segera diatasi sejak masa anak-
anak akan menimbulkan rasa minder. Dalam Islam diajarkan shalat dengan
khusu’, kekhusu’an dalam shalat ini bisa menumbuhkan rasa percaya diri
karena dengan khusu’ membuat orang yang shalat akan fokus dengan ibadah
shalatnya.
4. Menanamkan sikap ketegasan dan keteguhan dalam menyatakan yang benar
adalah benar dan salah adalah salah. Dengan menerapkan ketegasan ini akan
membuat kita bisa mengendalikan dirinya sendiri dari pengaruh pergaulan negatif.
5. Menanamkan sikap bertangung jawab terhadap tugas yang dibebankan. Jika hal
ini diterapkan akan membuat kita semakin bertanggung jawab terhadap kewajiban
dan tugas yang dibebankan dan tentunya akan menyelesaikan tugas terssebut
dengan sunggung-sungguh karena sudah memiliki sikap bertanggung jawab.
6. Befikir kritis. Tidak gampang untuk menumbuhkan jiwa kritis kepada
seseorang, namun apabila seseorang sudah dari kecil terbiasa bersikap kritis
terhadap sesuatu tentu logikanya akan berjalan karena sebelum mengkritisi
akan ditemukan terlebih dahulu kelemahan dari yang akan dikritisi tersebut.

5
Bukan hanya masalah pada krisis moral bangsanya. System pendidikan di Indonesia
juga masih memiliki banyak kekurangan, seperti :

1. Kebijaksanaan pendidikan di Indonesia masih merupakan warisan kebijakan


kolonial, sehingga belum sesuai dengan kebutuhan riil rakyat.
2. Pendidikan di Indonesia belum menemukan karakter bangsa dan belum
mampu mempengaruhi ekonomi, politik maupun sosial budaya
3. Dengan mengacu pada tujuan pendidikannya, pendidikan di Jepang dapat
membangun karakter bangsanya, yaitu kejujuran, kedisiplinan, ketaatan dan
tanggung jawab, sedangkan di Indonesia masih sangat universal.
4. Kurikulum yang dikembangkan belum sesuai dengan kebutuhan perkembangan
anak, terutama di tingkat TK dan SD, dan over load SMP dan SMA.11

Berpijak pada temuan di atas, guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia,


maka perlu dilakukan beberapa hal berikut :

1. Dalam rangka mempererat pendidikan, pemerintah memberikan pendidikan


gratis bagi semua peserta didik yang menempuh pendidikan dasar.
2. Meningkatkan anggaran di bidang pendidikan untuk penambahan beasiswa
bagi anak-anak yang kurang mampu.
3. Menyederhanakan kurikulum, dalam arti tidak over load pada masing-masing
jenjang pendidikan, dan pengembangannya disesuaikan dengan kebutuhan dan
perkembangan psikologis anak.
4. Memantapkan sistem administrasi yang digunakan dalam mengelola lembaga
lembaga pendidikan.12

11
Tri Karyono “Education In Japan” http://file.upi.edu/Direktori/FPSD/JUR._PEND._SENI_RUPA/196611071994021-
TRI_KARYONO/Education_in_Japan_by_TriK.pdf 16/11/2020
12
Ibid.,

6
3. Bagaimana System Pendidikan Moral Jepang Jika Diterapkan di Indonesia

a. Pendidikan Ibu (Kyoiku Mama)

Merupakan salah satu program yang cukup berhasil dalam mendidik karakteristik
seorang anak dalam keluarga, dimana dalam program tersebut seorang ibu di Jepang diberi
tanggung jawab yang sangat besar untuk mendidik anaknya menjadi seorang yang berhasil
dalam masyarakat dan Negara. Yang dimaksud dengan istilah Kyoiku Mama yaitu dimana
seorang ibu tidak akan pernah berhenti mendorong anak-anaknya untuk belajar sekaligus
menciptakan keseimbangan pendidikan yang baik dalam hal fisik, emosional maupun
sosial.13

Para ibu di Jepang banyak yang memilki gelar kesarjanaan yang mentereng, walaupun
mereka bertugas mengurusi rumah. Mereka beranggapan bahwa pedidikan yang mereka
tempuh selama ini tidak akan sia-sia yakni untuk memperjuangkan pendidikan anak mereka
ketimbang mengejar karir dan cita-cita. Ketika mereka di Tanya “”mengapa berhenti bekerja.
Apakah tidak saying pendidikannya yang tinggi tidak dipakai?’’ gentian mereka bertanya,
“apakah di rumah itu tidak memerlukan pendidikan yang tinggi?”.para ibu-ibu di Jepang
lebih senang disebut sebagai wanita yang sukses dalam mencetak anak-anakanya yang
berhasil, dan bukan karier mereka.14

Dampak postif dari pendidikan ibu (Kyoiku mama) adalah anak anak yang akan
memasuki dunia sekolah tidak akan sulit untuk diatur karena sudah terbiasa dididik disiplin di
rumah oleh ibu mereka masing masing. Berbanding terbalik dengan kondisi anak di
Indonesia yang pada saat memasuki dunia sekolah banyak yang masih takut bahkan ada
kasus orang tua wali murid menemani anaknya sampai waktu sekolah berakhir. Disinilah
pentingnya pendidikan ibu (Kyoiku mama) diterapkan di Indonesia yang akan membawa
dampak postif bagi karakteristik moral anak yang membuat anak akan memiliki sikap
bertanggung jawab, berani dan disiplin.

Dalam pelajaran lain seperti seikatsuka atau pendidikan tentang kehidupan sehari-
hari, siswa SD diajari tatacara menyeberang jalan, adab di dalam kereta, yang tidak saja
berupa teori, tetapi guru juga mengajak mereka untuk bersama naik kereta dan
mempraktekkannya. Wali kelas juga menyampaikan kasus pelanggaran, dan mengajak
siswa untuk mendiskusikan pemecahannya.

13
Iwaza “Belajar pendidikan dari jepang: KYOIKU MAMA” https://iwaza.wordpress.com/belajar-pendidikan-dari-
jepangkyoiku-mama/amp/ 16/11/2020
14
Ibid.

7
b. Pendidikan moral (deoutoku)

Pendidikan moral (doutoku) di sekolah-sekolah di Jepang tidak diajarkan sebagai


sebuah mata pelajaran khusus, tetapi diintegrasikan dalam semua mata pelajaran dan
mengutamakan membangun kesadaran atau kesukaan akan nilai-nilai moral yang
ditanamkan. Yang ditekankan lebih kepada nilai-nilai yang dianggap baik secara universal,
seperti nilai kejujuran, kerja keras, menghormati hak hak orang lain bertanggung jawab dan
sebagainya.15

Pendidikan moral di SMA selanjutnya menjadi pendidikan kewarganegaraan.


Pembekalan prinsip dasar hidup yang kuat di masa pendidikan dasar inilah yang membuat
kedisiplinan dan keteraturan dalam masyarakat Jepang.

Lain halnya dengan kebanyakan system pendidikan moral di Indonesia yang lebih
kepada memberikan teori dan jarang dalam praktiknya, maka akan sangat bagus apabila
Pendidikan moral (deoutoku) dapat diterapkan dalam system pendidikan di Indonesia. Hal
ini tentunya akan banyak membawa dampak positif bagi karakteristik moral masyarakat
Indonesia dan tentunya akan mengurangi kasus pelanggaran moral di Indonesia yang masih
tinggi.

c. Pendidikan moral (Shushin) dan disiplin (Shitsuke) tahun 1987

Pendidikan moral (Shushin) dan disiplin (Shitsuke), yang menjadikan Jepang menjadi
bangsa yang maju, modern namun tidak meninggalkan jati dirinya. Pendidikan moral
(shusin) dan disiplin (shitake) akan sangat baik jika dapat diterapkan di Indonesia, berkaca
dari karakteristik masyarakat Jepang yang memiliki moral baik dan disiplin yang tinggi. 16

Terdapat contoh di Jepang yaitu pada saat berada di kendaraan umum, sangat terkenal
dengan sarat peringatan dan ajakan untuk mematuhi norma-norma, misalnya larangan
untuk menelepon, berbicara keras, dan beberapa tindakan yang mengganggu.

Selain itu, kerapihan, ketertiban dan kedisiplinan warga Jepang mengantri masuk
ke dalam kereta. Tidak ada yang berebut, bahkan anak kecil pun berdiri sabar menunggu
giliran. Contoh moral kedisiplinan ini sangatlah patut untuk ditiru oleh masyarakat di
Indonesia.

15
Hendra Cipta “Penerapan Pendidikan Karakter Pada Anak di Indonesia dan Jepang”
https://m.republika.co.id/amp/ belajar-dari-pendidikan-moral-di-jepang.html 16/11/2020
16
Ibid.,

8
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Keberhasilan Jepang dalam membangun negaranya menjadi negara yang maju dalam
berbagai bidang kehidupan selain didukung nilai-nilai khas budayanya juga didukung oleh
sumber daya manusia yang mempunyai karakter unggul yang diperoleh dari hasil pendidikan
karakter baik dilembaga formal maupun non formal.

Pendidikan moral di Indonesia pada saat ini sangatlah penting, dengan demikian
pendidikan moral sudah dimasukan ke dalam beberapa mata pelajaran, seperti: pendidikan
agama, pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan karakter. Adapun beberapa hal-hal
kecil yang dapat dilakukan oleh orang tua sebagai pendidik pertama atau tempat belajar
pertama anak, yaitu dengan mengajarkan 3 kata ajaib (3 magic word) maaf, terima kasih,
tolong dan mengajarkan anak untuk menghargai apapun yang didapatkan baik itu kecil
maupun besar serta menghormati orang-orang yang ada disekitarnya serta mengajarkan
untuk bersikap dan berperilaku baik terhadap lingkungan. Dengan hal-hal kecil tersebut
dapat membuat dampak yang besar terhadap generasi selanjutnya. Pendidikan moral yang
diterapkan harus sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam Pancasila.

Jika bangsa Indonesia ingin mencontoh Jepang, pendidikan moral di Indonesia sudah
saatnya beralih dari pendidikan teori kepada pendidikan praktis dan jangan harap kita mampu
mengejar ketinggalan dari negara lain kalau masalah pendidikan di Indonesia belum beres
dibenahi dan dapat dilaksanakan secara bersama-sama.

Salah satu program yang dapat saya usulkan dan diterapkan di Indonesia untuk
memperbaiki moral masyarakat adalah program mengaji al Quran bagi para anak anak
muslim. Orang tua dapat memberikan pemahaman mengenai kewajiban belajar mengaji
untuk menambah ilmu agama dan mengetahui apa saja larangan dan perintah Allah SWT, hal
ini dapat di lakukan dengan mendirikan TPQ atau orang tua juga dapat mengajarkan secara
langsung pada anak anak nya.

2. Kritik dan Saran

Demikian makalah ini telah diselesaikan sebagai salah satu tugas perkuliahan pada
semester tiga. Namun sebagai penyusun, saya menyadari terdapat kekurangan maupun
kekhilafan atau kesalahan, baik dalam penyelesaian maupun pemaparan dari makalah kami
ini. Maka Dari itu, kami sangat mengharap dari para pembaca atau pendengar sekalian, baik
teman-teman maupun Bapak Dosen sebagai pembimbing dalam mata kuliah ini, untuk turut
serta dalam memberikan kritik yang membangun dan saran yang baik tentunya agar
kedepannya nanti saya akan dan bisa menjadi lebih maju dan baik dari sebelumnya.
Aamiinn…ya rabbal ‘alaamiinn.

9
Daftar Pustaka

http://file.upi.edu/Direktori/FPSD/JUR._PEND._SENI_RUPA/196611071994021-
TRI_KARYONO/Education_in_Japan_by_TriK.pdf

http://www.clair.or.id.jp/tagengo/general/id/id09-01.html

https://murniramli.wordpress.com/2009/01/03/pendidikan-moral-orang-jepang/

https://m.republika.co.id/amp/m5yfh8

https://m.republika.co.id/amp/ belajar-dari-pendidikan-moral-di-jepang.html

http://murniramli.wordpress.com/2007/03/16/taman–kanak-kanak-di- jepang/

10
JURNAL PENDIDIKAN MORAL JEPANG
Sebenarnya pendidikan moral telah diperkenalkan pada anak-anak sekolah
Jepang sejak 1958 sebagai alat memperkuat nilai-nilai. Namun banyak diantara
mereka saat itu kaku (karena pendidikan bersifat tradisional) tidak suka bergaul dan
anti sosial seperti tersebut diatas. Ini karena pada kenyataan di sekolah pendidikan
moral kehilangan perhatian dalam pelaksanaannya.

Ketika dari Meiji restorasi 1868, di Jepang para pemimpin adalah di bagi menjadi tiga
kelompok yang mempengaruhi kebijakan pendidikan diantaranya:
1. Shintoist,
2. Confucian dan
3. Western-Oriented

Pada 1879, babak baru pendidikan Peraturan pendidikan diumumkan resmi


dengan pendidikan moral (Shushin) dan disiplin (Shitsuke), diangkat menjadi
prioritas dari berbagai bidang pendidikan di Jepang.

Hingga kini sebenarnya sushin dan shitsuke lekat dalam benak masyarakat Jepang.
Menjadikan Jepang menjadi bangsa yang maju, modern namun tidak meninggalkan
jatidirinya.
Sebuah poster di kereta bawah tanah di Nagoya, Jepang mengilustrasikan
ketidaksopanan sebagai penumpang kereta. Seorang siswa SMA digambarkan duduk
dengan posisi kaki mengangkang sehingga mengambil tempat yang lebar, dan tas
besarnya diletakkan di depan, menghalangi orang untuk berdiri bebas. Gambar lain
tentang seorang gadis yang berbicara melalui telepon genggam dengan suara keras,
sehingga mengganggu penumpang lain.

Tidak hanya poster, kendaraan umum di Jepang sangat terkenal dengan sarat
peringatan dan ajakan untuk mematuhi norma-norma, misalnya larangan untuk
menelepon, berbicara keras, dan beberapa tindakan yang mengganggu.

Bagaimana sekolah-sekolah di Jepang mengajarkan kedisiplinan dapat kita


cermati melalui pendidikan moralnya. Norma dalam masyarakat Jepang sangat terkait
dengan ajaran Shinto dan Budhha, tetapi menariknya kedua agama ini tidak
diajarkan di sekolah dalam bentuk pelajaran wajib, seperti halnya pelajaran agama di
Indonesia. Namun nilai-nilainya diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah.
Pendidikan moral di dalam bahasa Jepang disebut ‘doutokukyouiku‘. Kata
doutoku berarti moral dan kyouiku berarti pendidikan. Kata ‘doutoku‘ terdiri dari dua
kata yaitu ‘dou‘ yang berarti jalan dan kata ‘toku‘ yang berarti virtue atau kebaikan.
Penggunaan kata ‘dou‘ dalam terminologi Jepang banyak sekali, misalnya judou,
kendou, akidou (olahraga tradisional Jepang), shodou (kaligrafi), sadou (tradisi minum
teh) yang dalam pemahaman orang Jepang memerlukan ketekunan untuk mencapai
taraf tertinggi. Demikian pula moral atau kebaikan, memerlukan ketekunan untuk
menemukan ‘jalan’ mencapainya.

Karenanya, pendidikan moral (doutoku) di sekolah-sekolah di Jepang tidak


diajarkan sebagai sebuah mata pelajaran khusus, tetapi diintegrasikan dalam semua
mata pelajaran. Secara khusus wali kelas bertanggung jawab untuk mendiskusikan
aturan kelas, aturan bermain bersama, atau hubungan kerjasama antaranggota kelas
dalam 35 jam setiap tahun di SD dan SMP. Dalam pelajaran lain seperti seikatsuka
atau pendidikan tentang kehidupan sehari-hari, siswa SD diajari tatacara menyeberang
jalan, adab di dalam kereta, yang tidak saja berupa teori, tetapi guru juga mengajak
mereka untuk bersama naik kereta dan mempraktekkannya. Wali kelas juga
menyampaikan kasus pelanggaran, dan mengajak siswa untuk mendiskusikan
pemecahannya. Pendidikan moral di SMA selanjutnya menjadi pendidikan
kewarganegaraan. Pembekalan prinsip dasar hidup yang kuat di masa pendidikan
dasar inilah yang membuat kedisiplinan dan keteraturan dalam masyarakat Jepang.

Ketika berbicara tentang sains, yang muncul di kepala kita adalah teori dan rumus
yang harus dihafalkan. Demikian pula ketika kita mendengar istilah pendidikan sosial,
maka imajinasi akan mengerucut pada sejumlah uraian panjang tentang konsep
hubungan manusia dengan makhluk, dan saat kita berbicara tentang pendidikan
agama, maka otomatis kita merujuk kepada hubungan manusia dengan Tuhannya.

Pendidikan ibu (Kyoiku mama) merupakan salah satu program yang cukup berhasil
dalam mendidik karakteristik seorang anak dalam keluarga, dimana dalam program
tersebut seorang ibu di Jepang diberi tanggung jawab yang sangat besar untuk
mendidik anaknya menjadi seorang yang berhasil dalam masyarakat dan Negara.
Adapun pendidikan moral dalam masyarakat jepang lebih mengacu kepada
penanaman kedisiplinan agar masyarakat patuh hokum, tidak melanggar norma dan
aturan yang berlaku dalam masyarakat.
Tujuan mendasar dari pendidikan moral yang diterapkan di sekolah-sekolah
modern di Jepang adalah:
1. Untuk menumbuhkan semangat menghormati kehidupan dan martabat
manusia.
2. Untuk mengembangkan budaya tradisional menjadi budaya yang
berkualitas.
3. Untuk menciptakan individu yang menjunjung tinggi demokrasi negara.
4. Untuk menciptakan individu yang mampu menjaga perdamaian dunia
internasional.
5. Untuk menumbuhkan jiwa mandiri bagi setiap siswa sekolah.
6. Untuk menumbuhkan karakter yang menjunjung tinggi moralitas.

Peran keluarga dan komunitas masyarakat sangat besar pada keberhasilan


Jepang dalam menerapkan edukasi budi pekerti. Keberhasilan pendidikan moral di
Jepang menjadi tanggung jawab yang dipikul secara bersama antara sekolah,
masyarakat dan lingkungan keluarga. Ketiga elemen ini saling berintegrasi
dalam mengembangkan pendidikan karakter bagi anak-anak usia sekolah. Di sini
terlihat bukan hanya sekolah yang mempunyai tanggung jawab terbesar dalam
membentuk karakter mulia bagi anak-anak sekolah, tapi keluarga dan masyarakat
saling mengisi peran dalam membentuk individu yang mempunyai karakter yang kuat
di Jepang.
JURNAL PENDIDIKAN MORAL DI INDONESIA

Pendidikan moral dan karakter bagi anak-anak di Indonesia mulai diterapkan


sejak dari bangku sekolah dasar, begitu juga dengan Amerika Serikat, Jepang,
Tiongkok dan Korea. Di Amerika Serikat pendidikan karakter sejak sekolah dasar
menekankan pada pengalaman belajar siswa untuk menunjang prestasi akademik
siswa.
Terdapat data yang memperlihatkan beberapa perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh anak-anak di Indonesia sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2016
(sampai Oktober 2016. Ada empat aktivitas melanggar hukum yang diperbuat oleh
anak-anak, yaitu:

1. Anak pelaku pembunuhan. Data ini memperlihatkan tahun 2011 ada 32 anak
sebagai pelaku pembunuhan dan tahun 2016 ada 36 orang anak yang bertindak
sebagai pelaku pembunuhan. Angka tertinggi ada pada tahun 2014 di mana
sebanyak 66 orang anak sebagai pelaku pembunuhan.
2. Anak pelaku pencurian. Data ini memperlihatkan tahun 2011 ada 14
orang anak pelaku pencurian dan tahun 2016 ada 32 orang anak pelaku
pencurian. Angka tertinggi ada pada tahun 2012, di mana terdapat 92 orang
anak bertindak sebagai pelaku pencurian.
3. Kanak-kanak sebagai pelaku kekerasan seksual. Data ini memperlihatkan
tahun 2011 ada 123 orang anak sebagai pelaku kekerasan seksual dan
tahun 2016 ada 107 orang anak yang bertindak sebagai pelaku kekerasan
seksual. Angka tertinggi terdapat pada tahun 2014, di mana terdapat 561
orang anak bertindak sebagai pelaku kekerasan seksual.
4. Anak sebagai pelaku pencurian. Data ini memperlihatkan tahun 2011
terdapat 6 orang anak sebagai pelaku pencurian dan tahun 2016 juga tedapat 6
orang anak yang bertindak sebagai pelaku pencurian. Angka tertinggi terdapat
pada tahun 2012, di mana terdapat 27 orang anak bertindak sebagai pelaku
pencurian.

Melihat data-data yang ditampilkan di atas, sebagai orang tua tentu berharap
agar anaknya tidak termasuk sebagai pelaku perbuatan melawan hukum, oleh karena
itu beberapa hal yang penting untuk dilakukan adalah menanamkan nilai-nilai
pendidikan karakter bagi anak sejak usia dini melalui:

1. Menanamkan sifat kejujuran. Memang di zaman ini sulit mencari orang


yang jujur secara perkataan dan perbuatan. Padahal kejujuran tersebut di
antara karakter yang harus ada dalam sendi kehidupan karena dengan
kejujuran akan membuat maslahat di dunia dan akhirat.
2. Menanamkan sikap disiplin. Sikap yang mengabaikan kedisiplinan akan
membuat masyarakat sering melanggar peraturan di sekolah maupun di
rumah. Oleh karena itu, kedisiplinan yang diajarkan melalui shalat lima
waktu bisa diaplikasikan untuk mendisiplinkan diri anak dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Menumbuhkan rasa percaya diri. Rasa percaya akan kemampuan diri sendiri
bisa membuat anak makin percaya diri. Jangan sampai sejak anak-anak
sudah bermasalah dengan percaya diri karena jika tidak segera diatasi sejak
masa anak-anak akan menimbulkan rasa minder. Dalam Islam diajarkan
shalat dengan khusu’, kekhusu’an dalam shalat ini bisa menumbuhkan rasa
percaya diri karena dengan khusu’ membuat orang yang shalat akan
fokus dengan ibadah shalatnya.
4. Menanamkan sikap ketegasan dan keteguhan dalam menyatakan yang
benar adalah benar dan salah adalah salah. Dengan menerapkan ketegasan
ini akan membuat kita bisa mengendalikan dirinya sendiri dari pengaruh
pergaulan negatif.
5. Menanamkan sikap bertangung jawab terhadap tugas yang dibebankan.
Jika hal ini diterapkan akan membuat kita semakin bertanggung jawab
terhadap kewajiban dan tugas yang dibebankan dan tentunya akan
menyelesaikan tugas terssebut dengan sunggung-sungguh karena sudah
memiliki sikap bertanggung jawab.
6. Befikir kritis. Tidak gampang untuk menumbuhkan jiwa kritis kepada
seseorang, namun apabila seseorang sudah dari kecil terbiasa bersikap kritis
terhadap sesuatu tentu logikanya akan berjalan karena sebelum
mengkritisi akan ditemukan terlebih dahulu kelemahan dari yang akan
dikritisi tersebut.

Melalui pendidikan karakter diharapkan muncul perilaku yang mulia ketika


dihadapkan dalam situasi sosial yang beraneka ragam di tengah masyarakat. Individu
yang telah matang memahami pendidikan karakter akan bersikap mengedepankan
moralitas ketika berbaur di tengah masyarakat.
Para ahli di bidang pengembangan karakter menambahkan perlunya
ditumbuhkan pendidikan karakter sejak dari sekolah dasar dan menengah agar para
siswa sekolah sejak kanak-kanak telah memanifestasikan rasa tanggung jawab dan
rasa sama-sama menghargai.
Sistem Pendidikan Indonesia

Pendidikan Prasekolah
Disebut prasekolah karena anak pada usia antara 3 tahun sampai 5 tahun yang
dimaksudkan menjadi peserta pendidikan diarahkan untuk persiapan dan adaptasi bagi
pendidikan berikutnya di SD. Metode dan materi pelajarannya berpola learning by doing,
dengan memperbanyak permainan untuk meningkatkan daya kreativitas anak. Itu sebabnya
disebut dengan Taman Kanak-kanak (TK).

Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan pendidikan 9 tahun yang terdiri atas program
pendidikan 6 tahun yang diselenggarakan di SD dan 3 tahun di SMP. kurikulum
pendidikan dasar memuat mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan,
Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajinan
Tangan dan Kesenian, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Bahasa Inggris, dan Muatan
Lokal. SD menggunakan sistem guru kelas, kecuali untuk mata pelajaran Pendidikan Agama
dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, sedangkan SMP menggunakan sistem
guru bidang studi (Abd. Rachman Assegaf, 2003: 269-270).

Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah meliputi SMA, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
Madrasah Aliyah (MA), atau yang sederajat dengannya. Tujuan pendidikan
menengah adalah menungkatkan pengetahuan siswa dalam melanjutkan pendidikan pada
jenjang yang lebih tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan kesenian serta meningkatkan kemampuan siswa sebagai
anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,
budaya, dan alam sekitarnya.

Pendidikan Tinggi
Setelah seorang siswa yang telah menamatkan studi di SMA atau yang setara
dengannya, apabila ia bermaksud untuk melanjutkan pendidikannya bisa memilih
perguruan tinggi manapun yang ada di Indonesia. yang relatif. Perguruan tinggi sekedar
menyiapkan pesertanya untuk bermasyarakat, sedang keberhasilan itu dipengaruhi
oleh banyak faktor. Perguruan tinggi diharapkan berfungsi sebagai agent of change
bagi pola kehidupan masyarakat modern.
MENGANALISIS JURNAL PENDIDIKAN MORAL DI INDONESIA

Generasi milenial tidak akan pernah lepas dari zaman yang serba canggih dan
modern ini. Generasi yang menjadi sebuah topik pembicaraan yang selalu
muncul di mana-mana. Generasi emas yang akan menjadi pemimpin bangsa tepat
pada usia ke-100 Republik Indonesia. Namun seperti yang dapat dilihat saat ini moral
anak bangsa sudah mulai luntur tergerus oleh zaman. Perilaku anak bangsa sudah
mulai melupakan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang tidak lain adalah
pedoman hidup bangsa Indonesia dalam bersikap dan berperilaku dalam berbangsa
dan bernegara. Dengan demikian sudah seharusnya bangsa ini memperbaiki moral
generasi milenial yang sudah mulai luntur dengan menerapkan pendidikan moral
sejak dini. Namun pendidikan moral bukan hanya untuk generasi muda melainkan
untuk semua kalangan, akan tetapi dititik beratkan pada generasi milenial yang
tidak lain adalah generasi yang menentukan akan dibawa kemana bangsa ini.

Namun akhir-akhir ini bangsa Indonesia dihadapkan dengan permasalahan


krisis moral yang terjadi dikalangan generasi muda bangsanya. Maraknya kenakalan
remaja yang masih duduk dibangku sekolah seperti mencontek,, membolos, tauran,
pergaulan bebas dll. Faktor-faktor penyeab terjadinya kerusakan moral antara lain :
1. Penyalahgunaan kemajuan teknologi
2. Memudarnya kualitas keimanan
3. Pengaruh lingkungan
4. Hilangnya rasa tanggung jawab
5. Rendahnya disiplin.
6. Semangat belajar yang rendah, sehingga kemauan belajar muncul hanya
karena formalitas saja.

Oleh karena itu beberapa hal yang penting untuk dilakukan adalah
menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter bagi masyarakat melalui:

1. Menanamkan sifat kejujuran. Memang di zaman ini sulit mencari orang


yang jujur secara perkataan dan perbuatan. Padahal kejujuran tersebut di
antara karakter yang harus ada dalam sendi kehidupan karena dengan
kejujuran akan membuat maslahat di dunia dan akhirat.
2. Menanamkan sikap disiplin. Sikap yang mengabaikan kedisiplinan akan
membuat masyarakat sering melanggar peraturan di sekolah maupun di
rumah. Oleh karena itu, kedisiplinan yang diajarkan melalui shalat lima
waktu bisa diaplikasikan untuk mendisiplinkan diri anak dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Menumbuhkan rasa percaya diri. Rasa percaya akan kemampuan diri sendiri
bisa membuat anak makin percaya diri. Jangan sampai sejak anak-anak
sudah bermasalah dengan percaya diri karena jika tidak segera diatasi sejak
masa anak-anak akan menimbulkan rasa minder. Dalam Islam diajarkan
shalat dengan khusu’, kekhusu’an dalam shalat ini bisa menumbuhkan rasa
percaya diri karena dengan khusu’ membuat orang yang shalat akan
fokus dengan ibadah shalatnya.
4. Menanamkan sikap ketegasan dan keteguhan dalam menyatakan yang
benar adalah benar dan salah adalah salah. Dengan menerapkan ketegasan
ini akan membuat kita bisa mengendalikan dirinya sendiri dari pengaruh
pergaulan negatif.
5. Menanamkan sikap bertangung jawab terhadap tugas yang dibebankan.
Jika hal ini diterapkan akan membuat kita semakin bertanggung jawab
terhadap kewajiban dan tugas yang dibebankan dan tentunya akan
menyelesaikan tugas terssebut dengan sunggung-sungguh karena sudah
memiliki sikap bertanggung jawab.
6. Befikir kritis. Tidak gampang untuk menumbuhkan jiwa kritis kepada
seseorang, namun apabila seseorang sudah dari kecil terbiasa bersikap kritis
terhadap sesuatu tentu logikanya akan berjalan karena sebelum
mengkritisi akan ditemukan terlebih dahulu kelemahan dari yang akan
dikritisi tersebut.

Bukan hanya masalah pada krisis moral bangsanya. System pendidikan di Indonesia
juga masih memiliki banyak kekurangan, seperti :

1. Kebijaksanaan pendidikan di Indonesia masih merupakan warisan


kebijakan kolonial, sehingga belum sesuai dengan kebutuhan riil rakyat.
2. Pendidikan di Indonesia belum menemukan karakter bangsa dan
belum mampu mempengaruhi ekonomi, politik maupun sosial budaya
3. Dengan mengacu pada tujuan pendidikannya, pendidikan di Jepang
dapat membangun karakter bangsanya, yaitu kejujuran, kedisiplinan,
ketaatan dan tanggung jawab, sedangkan di Indonesia masih sangat
universal.
4. Kurikulum yang dikembangkan belum sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak, terutama di tingkat TK dan SD, dan over load SMP
dan SMA.
Berpijak pada temuan di atas, guna meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia, maka perlu dilakukan beberapa hal berikut :

1. Dalam rangka mempererat pendidikan, pemerintah memberikan


pendidikan gratis bagi semua peserta didik yang menempuh pendidikan
dasar.
2. Meningkatkan anggaran di bidang pendidikan untuk penambahan
beasiswa bagi anak-anak yang kurang mampu.
3. Menyederhanakan kurikulum, dalam arti tidak over load pada masing-
masing jenjang pendidikan, dan pengembangannya disesuaikan dengan
kebutuhan dan perkembangan psikologis anak.
4. Memantapkan sistem administrasi yang digunakan dalam mengelola
lembaga lembaga pendidikan.
MENGANALISIS JURNAL PENDIDIKAN MORAL DI JEPANG. BISAKAH
DITERAPKAN DI INDONESIA?

Pendidikan jepang sukses membentuk manusia- manusia berdaya saing tinggi tapi
sekaligus menjadi pribadi berkarakter dan berbudaya. Kurikulum yang dikembangkan
oleh bangsa jepang adalah kurikulum berbasis karakter yang ditanamkan sejak kanak
kanak dan sekolah dasar.

1. Pendidikan moral (Shushin) dan disiplin (Shitsuke), yang menjadikan


Jepang menjadi bangsa yang maju, modern namun tidak meninggalkan jati
dirinya. Pendidikan moral (shusin) dan disiplin (shitake) akan sangat baik jika
dapat diterapkan di Indonesia, berkaca dari karakteristik masyarakat Jepang
yang memiliki moral baik dan disiplin yang tinggi. Terdapat contoh di Jepang
yaitu pada saat berada di kendaraan umum, sangat terkenal dengan sarat
peringatan dan ajakan untuk mematuhi norma-norma, misalnya larangan untuk
menelepon, berbicara keras, dan beberapa tindakan yang mengganggu.

2. Norma dalam masyarakat Jepang sangat terkait dengan ajaran Shinto dan
Budhha, tetapi menariknya kedua agama ini tidak diajarkan di sekolah dalam
bentuk pelajaran wajib, lain halnya pelajaran agama di Indonesia. Guru-guru di
Jepang sangat berhati-hati dalam hal agama karena menimbulkan pro dan
kontra. Di Jepang Urusan agama adalah urusan individu, jadi tidak berhak di
ajarkan oleh guru guru disekolah. berbeda dengan di Indonesia yang setiap
pemeluk agama bebas untuk mengajarkan moral kepada pemeluknya.

3. Pendidikan moral (doutoku) di sekolah-sekolah di Jepang tidak diajarkan


sebagai sebuah mata pelajaran khusus, tetapi diintegrasikan dalam semua mata
pelajaran. Dalam pelajaran lain seperti seikatsuka atau pendidikan tentang
kehidupan sehari-hari, siswa SD diajari tatacara menyeberang jalan, adab di
dalam kereta, yang tidak saja berupa teori, tetapi guru juga mengajak mereka
untuk bersama naik kereta dan mempraktekkannya. Wali kelas juga
menyampaikan kasus pelanggaran, dan mengajak siswa untuk mendiskusikan
pemecahannya. Pendidikan moral di SMA selanjutnya menjadi pendidikan
kewarganegaraan. Pembekalan prinsip dasar hidup yang kuat di masa
pendidikan dasar inilah yang membuat kedisiplinan dan keteraturan dalam
masyarakat Jepang.
Lain halnya dengan kebanyakan system pendidikan moral di Indonesia
yang lebih kepada memberikan teori dan jarang dalam praktiknya, maka akan
sangat bagus apabila Pendidikan moral (deoutoku) dapat diterapkan dalam
system pendidikan di Indonesia. Hal ini tentunya akan banyak membawa
dampak positif bagi karakteristik moral masyarakat Indonesia dan tentunya
akan mengurangi kasus pelanggaran moral di Indonesia yang masih tinggi.

4. Pendidikan Ibu (Kyoiku mama) merupakan salah satu program yang cukup
berhasil dalam mendidik karakteristik seorang anak dalam keluarga, dimana
dalam program tersebut seorang ibu di Jepang diberi tanggung jawab yang
sangat besar untuk mendidik anaknya menjadi seorang yang berhasil dalam
masyarakat dan Negara. Yang dimaksud dengan istilah Kyoiku Mama yaitu
dimana seorang ibu tidak akan pernah berhenti mendorong anak-anaknya untuk
belajar sekaligus menciptakan keseimbangan pendidikan yang baik dalam hal
fisik, emosional maupun sosial.

Dampak postif dari pendidikan ibu (Kyoiku mama) adalah anak anak
yang akan memasuki dunia sekolah tidak akan sulit untuk diatur karena sudah
terbiasa dididik disiplin di rumah oleh ibu mereka masing masing. Berbanding
terbalik dengan kondisi anak di Indonesia yang pada saat memasuki dunia
sekolah banyak yang masih takut bahkan ada kasus orang tua wali murid
menemani anaknya sampai waktu sekolah berakhir. Disinilah pentingnya
pendidikan ibu (Kyoiku mama) diterapkan di Indonesia yang akan membawa
dampak postif bagi karakteristik moral anak yang membuat anak akan memiliki
sikap bertanggung jawab, berani dan disiplin.

Anda mungkin juga menyukai