Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

PENANAMAN NILAI BUDI PEKERTI DALAM KEHIDUPAN

Disusun oleh :

ROBET SETIAWAN (10318027)


ACHMAD SUBKHAN (10318003)
SUBKHAN (10318031)
ARBIZAL ANISUL AMIN (10318007)
MIFTAKHUS SURUR (10318017)

Dosen Pengampu : Suseno Apriadi, S.Pd., M.Pd.


Mata Kuliah : Pendidikan Budi Pekerti

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK DAN REKAYASA
UNIVERSITAS SELAMAT SRI
KENDAL
2019
PENANAMAN NILAI BUDI PEKERTI
DALAM KEHIDUPAN.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah budi pekerti, namun
pengertian ini nampaknya hanyalah sebuah definisi yang hanya dapat kita temukan di
literatur-literatur sekolah, padahal sejatinya nilai budi pekerti ini dapat di implementasikan
dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan ranah individu, masyarakat, dan
bernegara. Budi pekerti sendiri merupakan sebuah nilai yang akan mendasari seluruh perilaku
kita dari segi etika, norma, tatakrama dsb. Semua nilai-nilai tersebut akan bernilai baik jika
lahir dari budi pekerti yang telah dibina secara baik sehingga nantinya akan menghasilkan
perilaku yang baik pula.

Di lihat dari segi definisi, secara umum budi pekerti mempunyai arti yaitu moral dan
kelakuan yang baik dalam menjalani kehidupan dan secara harfiah mempunyai
pengertian perbuatan (Pekerti) yang dilandasi atau dilahirkan oleh Pikiran yang jernih dan
baik (Budi) (Widiastini, 2010). Dengan definisi tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa
pikiran dan perbuatan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Jika pikirannya
baik, maka perbuatan yang akan dihasilkan pun akan baik pula karena menurut Syeikh
Taqiyudin An-Nabhani kepribadian seorang individu di pengaruhi oleh pola pikir (aqliyah)
dan nafsiyah (pola sikap) yang baik dan selaras. Agar tercipta pola pikir dan pola sikap yang
selaras kita harus menanamkan nilai-nilai budi pekerti semenjak dini. Nilai-nilai budi pekerti
sendiri mencakup 14 nilai-nilai yang kemudian tertulis dalam buku Pedoman Suasana
Sekolah yang Kondusif dalam Rangka Pembudayaan Budi Pekerti Bagi Warga Sekolah yang
diterbitkan oleh Depdiknas yaitu mencakup keimanan, ketakwaan, kejujuran, keteladanan,
suasana demokratis, kepedulian, keterbukaan, kebersamaan, keamanan, ketertiban,
kebersihan, kesehatan, keindahan, dan sopan santun.

Nilai-nilai budi pekerti tersebut kemudian haruslah diketahui esensinya karena pada
saat ini hal tersebut merupakan sebuah kebutuhan dalam rangka menghadapi era globalisasi
yang secara definitif menurut Selo Soemardjan dalam carapedia.com “[g]lobalisasi adalah
terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia untuk
mengikuti sistem dan kaidah-kaidah yang sama”. Dengan demikian, dengan adanya era
globalisasi yang juga ditandai dengan seiringnya kemajuan teknologi, kita harus menyiapkan,
minimal dari diri kita sendiri untuk menghadapi proses globalisasi yang harus disertai oleh
kepribadian kita yang santun karena seperti yang kita ketahui bahwa masalah terbesar yang
ada seiring dengan kemajuan teknologi di abad 21 ini adalah adanya degradasi moral yang
tercermin dalam kejahatan ringan maupun besar yang melibatkan diri sendiri ataupun orang
lain. Dengan demikian, nilai budi pekerti ini perlu dibangun pada abad ini untuk
menyeleraskan kemajuan teknologi dan juga etika dari Sumber Daya Manusia nya. Beberapa
pendekatan yang dapat dilakukan dalam hal ini tentunya harus melibatkan individu,
masyarakat, dan negara yang terfokus pula pada lembaga formal dan non formal serta media
sosial.

Dalam aspek individu dan masyarakat (keluarga), budi pekerti ini mencakup hal-hal
mendasar yang sangat diperlukan oleh individu yaitu kesadaran untuk bertingkah laku baik
dan selalu menjaga nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai dasar sesungguhnya dapat diajarkan
melalui media dan lembaga apapun serta akan lebih baik jika di ajarkan ketika kita masih dini
oleh keluarga kita sendiri. Namun tak dapat dipungkiri, pada era globalisasi seperti ini, media
menjadi sarana yang paling efektif untuk membentuk kepribadian individu baik media sosial
seperti facebook, twitter, dan blog ataupun media pembelajaran berbasis penceritaan seperti
dongeng dan mitos untuk anak-anak usia dini yang sejatinya telah ditanamkan oleh orang tua
kita semenjak kita masih kecil. Selanjutnya, tugas kita pada saat ini adalah memilih nilai budi
pekerti yang harus diprioritaskan dalam mengatasi permasalahan di abad ke-21 ini terutama
dalam masalah degradasi moral ketika moral tidak diselaraskan dengan kemajuan teknologi.
Dalam media sosial, kita bisa memilah grup-grup yang memotivasi kita agar menjadi lebih
baik dan grup yang senantiasa memberikan tips-tips untuk menghadapi perkembangan zaman
yang dinamis ini karena kita sadari , semakin banyak kita melihat dan mendengar tayangan
yang bernilai positif, maka tingkah laku kita pun akan positif, namun apabila kita lebih sering
melihat dan mendengar hal yang negatif, maka tingkah laku kita pun akan meniru hal-hal
yang demikian. Sehingga, dalam dunia media sosial pun, interaksi menjadi bagian yang
paling penting seperti hal nya di dunia nyata sehingga kita harus berhati-hati ketika kita
berteman di dunia maya, karena secara tidak langsung hal tersebut dapat membentuk
kepribadian kita, apakah akan berbudi pekerti luhur dalam arti menanamkan nilai-nilainya
dan memahami esensinya ataukah sebaliknya, membentuk kepribadian kita yang tidak selaras
dengan budi pekerti luhur.

Ketika usia dini, sebenarnya nilai-nilai budi pekerti pun telah diajarkan oleh orang tua
kita melalui dongeng dan mitos. Contohnya, kita tidak boleh menyisakan nasi di piring kita
karena takut apabila ‘Dewi Sri’ yang terkenal sebagai dewi padi marah, padahal itu hanyalah
mitos yang sebenarnya melalui cerita tersebut orang tua kita berusaha untuk menanamkan
esensi dari salah satu nilai budi pekerti yaitu kebersihan dan tentunya selain cerita Dewi Sri
masih banyak lagi contoh lain yang terjadi dikehidupan kita sehari-hari tanpa kita sadari.
Oleh karena itu, pendekatan nilai-nilai budi pekerti harus diajarkan melalui beberapa
pendekatan seperti keluarga dan media sosial selain individu sendiri yang harus menanamkan
kesadaran yang tumbuh secara alami. Dalam hal ini, keluarga berfungsi untuk membina dan
mengontrol segenap anggota keluarga agar memiliki nilai budi pekerti yang luhur. Keluarga
memiliki peranan yang besar dalam membentuk karakter individu dengan cara yang
komunikatif antaranggota keluarganya. Fungsi setiap anggota keluarga sangatlah penting
seperti fungsi ayah, ibu, dan anak yang semuanya memiliki potensi untuk membentuk
kepribadian satu sama lain. Ayah sebagai kepala keluarga merupakan orang pertama yang
bertugas mendidik istri dan anak akan nilai-nilai budi pekerti dan ibu kemudian akan
mengomunikasikan kembali pada anak serta anak dapat memberikan pengaruh pada
lingkungan sekitar dimana ia berada akan pengajaran yang telah ia dapat dari keluarganya.
Hal inilah yang nantinya akan membedakan pendekatan budi pekerti melalui keluarga dan
pendidikan formal, yaitu dari segi komunikasi yang tidak memandang posisi ia dalam
keluarga, namun fungsi mereka adalah sama-sama mengontrol agar nilai-nilai budi pekerti itu
terimplementasi dalam keluarga mereka. Dengan demikian, keluarga dalam hal ini dapat
disebut pendidikan non-formal yang artinya pengajaran tidak dilakukan melalui lembaga
namun keluarga lah yang memegang aspek paling mendasar yaitu sebagai madrasah utama
dari pengajaran, sehingga nantinya kita pun akan mendapatkan dua hal yang berbeda dan
saling melengkapi dari pendidikan non-formal dan formal.

Dalam pendidikan formal, nilai budi pekerti dapat diperoleh melalui pengajaran guru
ke muridnya yang terkadang berjalan satu arah saja antara keduanya. Namun, dalam
pendidikan non-formal, komunikasi dapat berjalan dua arah dan tidak bersifat kaku sehingga
pembelajaran akan terasa menarik tanpa batasan komunikasi seperti hal nya di lembaga
pendidikan. Namun, kedua hal ini mempunyai kesamaan, yaitu baik guru di sekolah maupun
orang tua dirumah harus memberikan teladan bagi murid dan anak-anaknya sebagai bekal
agar mereka dapat menyampaikan esensi nya kepada lingkungan sekitarnya karena nilai-nilai
budi pekerti pun ternyata dapat dibentuk melalui lingkungan. Kita sadari, bahwa lingkungan
yang positif akan menjadikan diri kita berkepribadian baik dan lingkungan yang negatif akan
membentuk kepribadian kita menjadi tidak baik. Sehingga, kita pun harus dapat memilah hal-
hal yang positif dan juga negatif bagi diri kita.

Selain nilai individu dan masyarakat yang dalam hal ini mencakup keluarga serta
lembaga pendidikan, salah satu faktor yang penting dalam membangun karakter yang berbudi
pekerti luhur adalah adanya peran negara yang juga membantu dalam mengimplementasikan
program ini. Negara dengan sifatnya yang memaksa harus tegas dalam memberikan sanksi
bagi warga yang melanggar norma serta etika yang apabila dirasa sudah mengganggu
kehidupan bermasyarakat. Negara pun harus memfasilitasi kebutuhan masyarakat agar
terciptanya masyarakat yang berbudi pekerti luhur sehingga akan mengatasi masalah
degradasi moral yang terjadi di abad ini.

Dengan demikian, nilai-nilai budi pekerti luhur bukanlah nilai-nilai yang hanya
tersimpan dalam literatur dan dihapal saja, namun juga perlu diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari agar tercipta masyarakat yang juga menjunjung tinggi norma dan etika
sehingga akan mengentaskan masalah-masalah sosial ringan dan berat pada abad ini.
Pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka pembudayaan budi pekerti luhur ini tentunya
harus melibatkan semua pihak, baik itu individu, masyarakat, dan negara terutama yang
melibatkan lembaga formal dan non formal serta media sosial.
PENANAMAN NILAI BUDI PEKERTI :

 KETELADANAN
Dalam kegiatan sehari-hari guru, kepala sekolah, dosen harus dapat menjadi teladan
atau model yang baik bagi murid/ mahasiswa. Sebagai misal, jika dosen ingin
mengajarkan kesabaran kepada mahasiswanya, maka terlebih dahulu bapak/ibu dosen
harus mampu menjadi sosok yang sabar dihadapan mahasiswa2nya. Begitu pula bila
dosen ingin mengajarkan tentang pentingnya kedisiplinan kepada mahasiswanya,
maka dosen tersebut harus mampu memberikan teladan terlebih dahulu sebagai dosen
yang disiplin dalam menjalankan tugas pekerjaan nya.

 KEGIATAN SPONTAN
Yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontanpada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya
dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/ tingkah laku peserta didik yang kurang
baik, seperti berkelahi dengang temannya gara2 cewek, berhutang tapi lupa untuk
membayar, makan gorengan 5 bayarnya cuma 2. Dan sebagainya, hehehe

 PENGKONDISIAN LINGKUNGAN
Suasana sekolah atau kampus dikondisikan sedemikian rupa melalui penyediaan
sarana fisik yang dapat menunjang tercapainya pendidikan budi pekerti. Contohnya
ialah dengan penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan2 mengenai budi pekerti
yang mudah dibaca oleh peserta didik, dan aturan/ tata tertib kampus yang
ditempatkan pada tempat yang strategis, sehingga mudah dibaca oleh setiap peserta
didik.

 KEGIATAN RUTIN
Merupakan kegiatan yg dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten
setiap saat. Contohnya mengucapkan salam bila bertemu dgn orang lain, dan
membersihkan ruang kelas tempat belajar. Dalam setiap kegiatan tersebut, guru dapat
menanamkan nilai2 moral/ budi pekerti yg baik kepada siswa, misalnya saat guru
melihat 2 orang siswa yang sedang bertengkar karena memperebutkan sesuatu, guru
dapat memasukkan nilai2 tentang pentingnya sikap maap-memaafkan, saling
menghormati, dan sikapsaling menyayangi dalam konteks ajaran agama dan juga
budaya.
 TEGURAN
Guru perlu menegur peserta didik yg melakukan perilaku buruk dan mengingatkan
agar mengamalkan nilai2 yg baik sehingga guru dapat membantu tingkah laku
mereka.

Ikhlas dalam berbuat kebaikan.


Seseorang yg dapat ikhlas dalam mengerjakan sesuatu, berarti sebagian imannya telah
sempurna. Ikhlas adalah sebuah bagian dari iman. Manusia tidak dikatakan beriman apabila
tidak ada keihlasan dalam ibadahnya. Amal kebaikan manusia diterima jika yg dikerjakan
adalah amalan baik dan benar. Diterimanya semua amal kebaikan yg dikerjakan manusia
adalah tergantung benarnya amalan, serta ikhlas dalam mengerjakannya.benar yg dimaksud
adalah amalan yg sesuai dgn apa yg dituntunkan oleh islam, yakni sesuai dgn Al quran dan
sunnah.
Lantas, apa gunanya kita berbuat kebaikan bagi orang lain jika tidak ada efeknya sama
sekali? Tenang saja. Karena setiap kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain tanpa
menghitung-hitung apa yang bisa dia kembalikan kepada kita itu dicatat sebagai amal baik
disisi Tuhan. Langsung dari Tuhan imbalannya. Maka dalam berbuat kebaikan, kita diajari
untuk membebaskan diri dari keinginan untuk dibalas oleh orang itu. Dan menjadikan Tuhan
sebaik-baiknya pengharapan. Itu yang disebut ‘ikhlas karena Allah’.
Pelajaran itu menjadi fondasi bagi kita untuk berbuat, membantu, memberi, menolong
orang lain tanpa pamrih. Kalau diresapi, banyak sekali manfaatnya. Minimal, tidak kecewa
jika setelah menolong atau memberi itu kita tidak mendapatkan balasan kebaikan dari orang
itu. Bayangkan jika kita mengharapkan sesuatu dari mereka. Kalau tidak mendapatkan apa
yang kita harapkan itu pasti kecewa. Kalau kita benar-benar ikhlas karena Allah, nggak ada
kekecewaan meski tidak mendapatkan respon yang patut dari sesama manusia. Dada kita,
tetap lapang saja.
Itu zaman dulu. Sewaktu saya masih kecil. Belajar mengaji di surau ya seperti itu
ajarannya. Makanya, di zaman dulu kita sering sekali mendengar nama “Hamba Allah”. Di
tempat-tempat ibadah. Di posko-posko bencana. Di rekening-rekening zakat, infak dan
sodakoh. Bertebaran itu orang yang bernama “Hamba Allah”. Mengapa? Karena mereka
tidak mengharapkan imbalan apapun dari amal baik yang dilakukannya selain keridoan Allah.
Sehingga bahkan namanya saja mereka rahasiakan. Biarlah Allah saja yang tahu. Kalau pun
ada orang lain yang tahu paling-paling hanya panitia saja agar bisa dicatat dan
dipertanggungjawabkan administrasinya.
Kalau sekarang, tampaknya zaman sudah banyak berubah. Indikasinya adalah; orang
mau memberi jika mereka melihat ‘peluang’ yang bisa dimanfaatkan dari orang yang
diberinya. Makanya, banyak dermawan yang menuntut atau mensyaratkan sesuatu jika ingin
mendapatkan sumbangan darinya. “Saya akan menyumbang asal….” Begitu katanya.
Atau,”Saya akan tolong kamu asal….”
Apalagi menjelang pemilu seperti saat ini. Menyumbang di tempat ibadah pun ada
syaratnya. Kejadian kan karpet masjid yang ditarik kembali karena sang penyumbang kalah
pencoblosan dalam pemilu? Ah itu kan masa lalu. Iyya. Tapi kebiasaan itu bukannya hilang.
Sekarang malah bertambah parah. Biskuit untuk bencana korban banjir pun diembel-embeli
gambar caleg kan? Menolong orang yang kena musibah saja sekarang sudah sambil
mengenakan atribut partai. Kata orang-orang pintar mereka, “Nolong pake atribut partai lebih
baik daripada tidak menolong sama sekali!”

Lucu ya. Kita membandingkannya dengan yang tidak menolong. Bukan dengan sesama
penolong lain yang masih kukuh memegang teguh nilai keikhlasannya hanya untuk Allah.
Lagian orang yang tidak menolong pun tidak berarti mereka pelit kan? Lah, kalau hidup
mereka juga susah, mau pigimane lagi toh? Ya pantaslah kalau yang punya kelebihan yang
nyumbang. Tapi pantasnya, itu dilakukan dengan ikhlas karena Allah.
Mr. A menolong korban banjir misalnya. Mr. B juga memberi pertolongan yang sama.
Bedanya, kalau Mr A menolong karena merasakan panggilan hatinya untuk menjadi jembatan
pertolongan Allah bagi yang membutuhkan. Sedangkan Mr. B menolong juga sih. Namun
pake embel-embel, “Sumbangan ini atas jerih payah dan kebaikan dari Mr. B”. Andai Mr B
itu sadar bahwa dia tidak akan mampu melakukan semua itu tanpa seizing Yang Maha
Perkasa.
Memangnya tidak bolehkah jika kita mengharapkan imbalan dari setiap kebaikan yang
kita lakukan? Boleh saja sih. Bagi siapa saja yang menghendaki kehidupan dunia dan
perhiasannya kan Tuhan menjamin akan memberikan balasan yang sempurna atas
pekerjaanynya didunia ini. Mereka tidak akan dirugikan kok. Dikasih, apa yang
diharapkannya didunia. Namun kata Tuhan, diakhirat nanti; orang itu tidak memperoleh
apapun selain kemurkaan Ilahi. Bukan saya loh yang bilang begitu. Silakan dibuka Al-Qur’an
surah ke- 11 – Hud – ayat 15 dan 16.
Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami
berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di
dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali
neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah
apa yang telah mereka kerjakan.
Sehubungan dengan ayat tersebut telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa
sesungguhnya orang-orang yang suka riya (pamer dalam amalnya), maka pahala mereka
diberikan di dunia ini. Demikian itu karena mereka tidak dianiaya barang sedikit pun. Ibnu
Abbas mengatakan, "Barang siapa yang beramal saleh untuk mencari keduniawian, seperti
melakukan puasa, atau salat, atau bertahajud di malam hari, yang semuanya itu ia kerjakan
hanya semata-mata untuk mencari keduniawian, maka Allah berfirman, 'Aku akan memenuhi
apa yang dicarinya di dunia, ini sebagai pembalasannya, sedangkan amalnya yang ia kerjakan
untuk mencari keduniawian itu digugurkan, dan dia di akhirat nanti termasuk orang-orang
yang merugi'."

Anda mungkin juga menyukai