Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DAN PPKn DI MASA KINI

Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Budi Pekerti

Disusun Oleh : Kelompok 4

Amelia siti nurjanah


Febi Angelina
Febri Nurwanti
Iis Komala
Kurnia Sandi
Siti Nuryani
Wildan Rizki Maulana

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


STIK SEBELAS APRIL SUMEDANG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmata dan

izin-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pendidikan budi pekerti

dan ppkn masa kini”.

Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi

semesta alam Muhammad SAW, Keluarga, sahabat , dan para pengikutnya hingga

akhir zaman.

Akhir kata kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu hingga terselesainya makalah ini semoga segala upaya yang

telah dicurahkan mendapat berkah dari Allah SWT, Amin.

Sumedang, April 2019

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan ............................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Rasionalisasi pendidikan budi pekerti dalam PPKn ...........................


B. Integrasi pendidikan budi pekerti dalam PPKn ................................
C. Pengembangan Pendidikan Budi Pekerti Dalam Kepribadian
Di Masa Kini ........................................................................................
D. Deskripsi dan arah pembelajaran PPKn masa depan ..........................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Awalnya PPKn waktu duduk di bangku Sekolah menengah hanya

di anggap mata pelajaran penilaian sikap dan jika pada masuk hanya

menginginkan nilai tatanan sikap itu predikat “Baik” sekarang sudah ada

di bangku Kuliah masih saja mempelajari Kewarganegaraan akan tetapi

apakah dari mata kuliah ini yang berkaitan mengenai asumsi tatanan budi

pekerti dan kewarganegaraan akan diterapkan pada masa yang saat ini ?

pasti jarang sekali, bisa saja dilihat anak-anak yang kurang tahu adanya

sopan dan santun sering bicara dengan orang tua kurang sopan berperilaku

yang kurang mengenakkan contohnya saja saat ada orang tua bertanya ia

menjawab dengan nada yang dinaik-naikan dan seakan gayanya mengikuti

orang-orang yang ada disekitarnya. Lalu bagaimana tatanan pendidikan

budi pekerti dan PPKn pada saat ini ? Dari makalah ini akan di jelaskan

secara menyeluruh apa dan bagaimana penerapan budi pekerti dalam masa

kini. Isu-isu yang tersebar memang tidak rasional seperti contohnya saja

kasus seorang guru dipukuli orang tua muridnya hingga berdarah-darah

karena masalah sepele. Ini bukan kejadian perseteruan antara guru dan

murid. Sebelumnya banyak kasus perseteruan yang melibatkan guru dan

murid juga terekspose oleh media massa. Bukan hanya itu aja dirasa

banyak sekali kasus-kasus yang terjadi di sekolah yang menyangkut

mengenai pendidikan budi pekerti seperti; bullying hingga kasus video

yang senonoh yang akhirnya menjadi viral. Kasus yang lain saat ada di
kampus saya sendiri saja waktu saya masuk sekolah pertama kali ada

himbauan rambu-rambu yang tertempel di tembok tidak boleh meludah

sembarangan maksutnya apa ini ? saya sering bertanya kepada diri saya

siapa yang meludah ? setelah singkat beberapa minggu sekolah ternyata

banyak mahasiswa timur yang meludah secara sembarangan. Hal ini akan

di bahas dalam makalah ini penerapan budi pekerti yang harusnya

diterapkan dalam masa kini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dapat dipaparkan diatas

dapat saya sebutkan apa yang menjadi tujuannya, yaitu:

1. Bagaimana Rasionalisasi Pendidikan Budi Pekerti Dalam Ppkn?

2. Bagaimana Integrasi Pendidikan Budi Pekerti Dalam Ppkn?

3. Bagaimana Pengembangan Budi Pekerti Saat Ini?

4. Bagaimana Deskripsi Dan Arah Pembelajaran Ppkn Masa Depan ?

1.3 Tujuan penulisan

Setelah terurainnya rumusan masalah diatas maka apat saya

sebutkan apa yang menjai tujuannya :

1. Mengetahui rasionalisasi pendidikan Budi Pekerti dalam PPKn.

2. Mengetahui integrasi Pendidikan Budi Pekerti dalam PPKn.

3. Mengetahui pengembangan budi pekerti saat ini.

4. Mengetahui Deskripsi Dan Arah Pembelajaran Ppkn Masa Depan.

4
1.4 Manfaat penulisan

Setelah terurainya tujuan dari pembuatan makalah ini dapat


ditentukan manfaat dari makalah ini setelah memiliki tujuan tersebut,
yaitu:
1. Dapat Mengetahui rasionalisasi pendidikan Budi Pekerti dalam PPKn.

2. Dapat Mengetahui integrasi Pendidikan Budi Pekerti dalam PPKn.

3. Dapat Mengetahui pengembangan budi pekerti saat ini.

4. Dapat Mengetahui Deskripsi Dan Arah Pembelajaran Ppkn Masa

Depan.

5. Dapat menerapkan dalam kehidupan yang nyata mengenai sikap budi

pekerti.

6. Memberikan makna serta gambaran mengenai sikap budi pekerti yang

seharusnya.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Rasionlaisasi Pendidikan Budi Pekerti dalam PPKn

Menurut Milan Rianto (2001), Rasional pendidikan budi pekerti

dalam PPKn mendasarkan diri pada pokok-pokok gagasan sebagai berikut.

Terselenggaranya sistem pendidikan nasional dengan mengemban Amanat

untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut dijabarkan dalam

UUSPN Pasal 3 dan 4 yang berbunyi sebagai berikut.

“Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan

kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia

Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional (Pasal 3).

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan Bangsa dan

bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,

memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,

kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan (Pasal 4).”

Maraknya isu dari berbagai pihak yang menyoroti penyelenggaraan

sistem pendidikan nasional yang belum dapat menghasilkan lulusan

berkualitas, termasuk wawasan sikap dan perilaku. Tudingan ini selalu ini

selalu saja mengarah pada kegagalan pembelajaran PPKn. Sebagai bukti

dengan menunjukan sikap dan perilaku tidak terpuji yang sedang

meggejala, seperti perkelahian antar pelajar bahkan dengan sebagian

anggota masyarakat, penodong sampai penganiayaan dan pembunuhan,

6
narkoba, penyelewengan seksual, perusakan lingkungan, dan sebagainya.

Hal ini diperkuat dengan semakin menggejalannya tindakan anarkis, maka

semakin menguatkan kesan bahwa siswa yang bersikap dan berperilaku

tidak terpuji dicap sebagai tidak bermoral atau amoral dan asusiasi.

Hal ini berarti ada faktor lain di luar pembelajaran PPKn yang

mengkondisikan dan memicu maraknya berbagai tindakan amoral. Faktor

yang dimaksud sangat mungkin karena kurangnya perhatian dan kasih

sayang keluarga, kurang kondusifnya lingkungan masyarakat sebagai

tempat bersosialisasi, kurangnya keteladanan dari orang tua , tokoh

masyarakat, dan para pemimpin, semakin meluasnya ketidakadilan,

semakin melebarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, semakin

memudarnya batas antara tindakan baik dan buruk, benar dan salah serta

tepat dan tidak tepat, last but not least terjadinya kontradiksi antara nilai,

dan norma dan moral yang diajarkan di sekolahan dengan kenyataan yang

tampak dimasyarakat (Achmad Husein, 2000: 1-3). Faktor luar dari

pembelajaran PPKn lebih menunjukan pada kendala pembelajaran sikap

dan perilaku moral, antara lain pada sikap ambisius, inkonsistensi, dan

kontroversial.

Di samping itu, dalam wacana Indonesia Baru (Soeprapto, 2000:

2-3) telah mengakumulasikan pengalamannya bahwa era reformasi dengan

tujuan menciptakan suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa,

pemberantasaan KKN, demokratisasi, serta menjujung tinggi supremasi

7
hukum dan HAM, telah tergelincir dalam situasi yang anarkis. Hal yang

demikian ini terjadi disebabkan antara lain sebagai berikut.

1. Pelaksanaan demokrasi politik dengan menjujung tinggi HAM, yang

hakekatnya berupa kebebaasaa dan tidak diskriminatif dalam segala

aspek kehidupan, ahkirnya berkembang menjadi tindakaan yang tidak

terkendali dan cenderung anarkis.

2. Harapan masyarakat terhadap pemerintahan di era reformasi untuk

memberantas KKN sulit terealisasi, bahkan muncul gaya dan pola KKN

baru yang semakin transparandan menyebabkan semakin terpuruknya

bidang ekonomi dan keamanan.

3. Moralitas sebagian anggota masyarakat telah merosot secara tajam, di

mana tiada lagi kesanggupan untuk membedakan antara tindakan yang

baik dan buruk, benar dan salah, serta tepat dan tidak tepat.

4. Peran elite politik akhir-akhir ini semakin tidak menunjukan suri

teladan yang baik, dan cenderung mengarah pada persaingan tidak sehat

dan berkualitas, seperti pengajuan interpelasi DPR kepada Presiden dan

tindakan pascamemorandum, belum lagi pada sidang DPR yang ricuh

dan saling pukul.

Sedikit berbeda dengan pendapat Nurcholish Majid yang

menyatakan bahwa kondisi yang mengarah pada tindakan anarkis itu

sebagai proses menuju demokrasi dan harus dibayar oleh bangsa Indonesia

(Mingguan Berita Forum, No. 45 Februari, 2001).

8
Begitu juga menurut para pengamat sosial, adanya kecenderungan

sikap dan perilaku menyimpang (deviant) tersebut, kiranya perlu segera

diatasi secara sungguh-sungguh dan komprehensif oleh semua pihak.

Dalam konteks ini, Depdiknas sesuai dengan kewenangannya telah

berupaya menata penyelenggaraan pendidikan, dan salah satu alternatif

yang dipilih adalah dengan penyelenggaraan pendidikan budi pekerti di

sekolah.

2.2 Integrasi Pendidikan Budi Pekerti dalam PPKn

Untuk mengatasi tindakan penyimpang dan anarkis yang sedang

marak dalam akhir-akhir ini, maka sesuai dengan GBHN 1999 Depdiknas

menetapkan pendidikan budi pekerti sebagai wahana pembinaan watak

dan kepribadian para siswa disekolah. Dalam Tap MPR tersebut, istilah

budi pekerti diguanakan secara bergantian dengan istilah akhlak dan

moral.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1994) dan berbagai

referensi seri filsafat, Pengertian akhlak, moral, dan budi pekerti, yaitu

kelakuan, tabiat, watak atau sifat yang hakiki dari seseorang. Akhlak juga

diartikan sebagai nilai yang bersifat azali yang mewarnai cara berfikir,

bersikap dan bertindak seseorang terhadap dirinya sendiri, Allah SWT dan

Rasulnya, sesamanya, serta lingkungan sekitar. Disini menunjukkan

bahwa sikap dan perilaku seseorang lebih didasarkan nilai dan norma

agama (Ismail Irianto, 2000:6)

9
Sedangkan moral menurut Emile Durkheim (1990:9-13)

diartikan sebagai norma yang menetapkan perilaku apa yang harus diambil

pada suatu saat, bahwa kita dituntut untuk bertindak.

Sementara itu, Poespoprodjo (1986:73) menyatakan bahwa

perilaku moral, perbuatan manusiawi/tindakan manusia (human act, actus

humanus) mempersyaratkan adanya pengetahuan, kesukarelaan dan

kesadaran, serta kemerdekaan akan kehendak.

Menurut Edy Sedyawati, dkk. (1997:4) budi pekerti

diterjemahkan sebagai moralitas yang mengandung pengertian adat

istiadat, sopan santun, dan perilaku. Secara hakiki, budi pekerti adalah

perilaku yang mencangkup sikap sebagai pencerminannya.

Hal ini di pertegas oleh Edy Sedyawati, dkk. (1997:4-5) yang

menyatakan bahwa budi pekerti mencangkup sikap dan perilaku seseorang

dalam hubungannya dengan Tuhan YME, dirinya sendiri, warga, keluarga,

masyarakat, bangsa dan negara, serta alam sekitarnya.

Berdasarkan uraian diatas, pendidikan budi pekerti merupakan

upaya pembinaan bagi para siswa agar menjadi orang-orang yang

berwatak sekaligus berkepribadian mulia sesuai nilai, norma, moral,

agama dan masyarakatnya, serta budaya bangsa. Watak sekaligus

kepribadian diharapkan tercermin lewat sikap dan perilakunya dalam

hidup dan kehidupan sehari-hari, seperti religius, jujur, toleran, disiplin,

tanggungjawab, memiliki harga diri, dan percaya diri, peka terhadap

lingkungan, demokratis, cerdas, kreatif dan inovatif.

10
Harapan akan figur para siswa yang berwatak dan kepribadian

adekuat, menurut Sugiharti (1999:25-38) menunjukkan pribadi-pribadi

yang memesona sebagai sasaran pembinaan pendidikan budi pekerti

dengan ciri-ciri sebagai berikut.

1. Memiliki rasa percaya pada diri sendiri.

2. Tahu mensyukuri diri dan lingkungannya.

3. Menolong orang lain sampai dia dapat menolong dirinya sendiri.

4. Bertindak dan bersikap tegas.

5. Senang memelihara kesehatan dan mau melihat kekungan yang ada pada

diri sendiri dan orang lain.

6. Jujur, dapat dipercaya dan selalu menepati janji, teguh memegang janji

dan amanat.

7. Dapat menjauhkan diri dari rasa iri, dengki, rakus, dendam, khawatir,

ragu-ragu, dan takut disaingi.

8. Tidak menyombongkan diri atas prestasi dan kelebihan diri.

9. Bersikap bijaksana dan berani memikul tanggungjawab serta berani

memikul kegagalan.

10. Riang dan ramah-tamah dalam keadaan apapun.

11. Sabar dan bersyukur kepada yang maha kuasa.

12. Membiasakan bertindak cepat.

13. Tidak merasa rendah diri dan dapat menghargai diri.

14. Sopan santun dan berbudi bahasa yang baik.

15. Tidak suka bertengkar dan menyindir.

11
16. Bersikap tenang dalam meghadapi bahaya.

17. Berfikir dahulu sebelum bertindak.

18. Memiliki rasa ingin tahu tentang hal baru.

19. Tidak mudah putus asa dan pantang menyerah

20. Memiliki tujuan yang jelas.

21. Berfikir kreatif dan imajinasi yang konstruktif dan inovatif.

22. Mudah mengucapkan terimakasih serta minta maaf jika merasa bersalah

dan mengecewakan orang lain.

Dalam buku Pedoman Umum Dan Nilai Budi Pekerti Utuk

Pendidikan Dasar Dan Menengah disebutkan ada delapan puluh delapan

(88) sifat positif dan enampuluh (60) sikap negatif yang mengandung nilai

budi pekerti sebagai pedoman pembinaan (jika diperlukan sifat-sifat lain

dapat ditambahkan yaitu sebagai berikut.

No Sifat-sifat Positif / Terpuji Sifat-sifat Negatif / Tercela

1. Amanah Antiresiko

2. Amal saleh Boros

3. Antisipatif Bohong

4. Beriman dan bertakwa Buruk sangka

5. Bekerja keras Biadap

6. Berani memikul resiko Curang

7. Disiplin Ceroboh

8. Berhati lapang Cengeng

9. Berhati lembut Dengki

12
10. Berinisiatif Egois

11. Berfikir matang Fitnah

12. Berfikir jauh kedepan Feodalistik

13. Bersahaja Gila kekuatan/gila hormat

14. Bersemangat Iri hati

15. Bersikap konstruktif Ingkar janji

16. Bersyukur Jorok

17. Bertanggungjawab Keras kepala

18. Bertenggan rasa Kianat

19. Bijaksana Kedaerahan

20. Beradap Kikir

21. Baik sangka Kukur

22. Berani berbuat benar Konsumtif

23. Berkepribadian Kasar

24. Cerdas Kesukuhan

25. Cerdik Licik

26. Cermat Lupa diri

27. Dinamis Lalai

28. Demokratis Munafik

29. Efisien Malas

30. Empati Menggambangkan

31. Gigih Materialistik

32. Hemat Mudah percaya

13
33. Ikhlas Mementingkan golongan

34. Jujur Mudah terpengaruh

35. Kemauan keras Mudah tergoda

36. Kratif Merendahkan orang lain

37. Kukuh hati Meremehkan

38. Ksatria Melecehkan

39. Komitmen Menyalahgunakan

40. Koperatif Menggunjing

41. Kosmopolitan/Mendunia Masa bodoh

42. Lugas Otoritas

43. Mandiri Pemarah

44. Mawas diri Pendendam

45. Menghargai karya orang lain Pembenci

46. Menghargai kesehatan Pesimis

47. Menghargai waktu Pengecut

48. Mencintai ilmu Pencemooh

49. Menghargai pendapat Perusak

50. oranglain Riya

51. Pemaaf Rendah diri

52. Pemurah Sombong

53. Pengabdian Serakah

54. Patriotik Sekuler

55. Pengendalian diri Takabur

14
56. Produktif Tertutup

57. Rasa keterikatan/setia kawan Tergesa-gesa

58. Rajin Tergantung

59. Ramah-tamah Patah semangat

60. Rasa kasih sayang Lemah

61. Rendah hati

62. Rasa indah/estetika

63. Rasa memiliki

64. Rasa malu

65. Sabar

66. Setia

67. Sikap adil

68. Sikap hormat

69. Sikap tertib

70. Sikap mental

71. Sikap nalar

72. Semangat kebersamaan

73. Sopan santun

74. Sportif

75. Susila

76. Tangguh

77. Tegas

78. Tegar

15
79. Tekun

80. Tepat janji

81. Taat asas

82. Takut bersalah

83. Tawakal

84. Terbuka

85. Tahan uji

86. Teliti

87. Ulet

88. Inovatif

Progretif

Pendidikan Budi Pekerti Pengintergrasiannya dengan

memperhatikan aspek kehidupan IPOLEKSOSBUDHANKAM serta

siklus kehidupan anak mulai dari lingkungan keluarga sekolah dan

masyarakat (lokal, regional, dan rasional) sehingga nilai-nilai budi pekerti

benar-benar akan dipahami, dihayati, dan dilaksanakan sesuai dengan

tingkat perkembangan anak, utamanya perkembangan sikap dan

perilakunya.

Untuk mewujudkan pengintegrasian tersebut, maka pedoman

pembelajaran PPKn mulai tahun ajaran 2001- 2002 adalah model

pengintegrasian Budi Pekerti dalam PPKn untuk SD/MI, SLTP, dan

SMU/SMA Tahun 2000. GBPP Model pengintregasian ini berdasarkan

16
Supleman GBPP PPKn tahun 1999. Dalam pembelajaran model

pengintegrasian ini perlu memperhatikan revitalisasi atau redisposisi isi

pesan PPKn dari pendidikan ideologi politik ORBA menjadi pendidikan

politik berbangsa dan bernegara serat PKn/citizenship Educarion (esensi

materi PPKn masa Depan) yaitu dengan mengupayakan pemberdayaan

konsep, nilai, dan moral (KNM). Reformasi sebagai materi pengganti,

khusus tentang materi budi pekerti yang berhubungan dengan akhlak

merupakan bidang garapan mata pelajaran agama.

Adapun konsep, nilai, dan moral (KNM) yang dimaksud meliputi:

1. Demokratisasi-partisipasi dan keterbukaan;

2. HAM-kebebasan berpendapat, pers, media massam oposisi, dan

demokrasi;

3. Fungsionalisasi kelembagaan negara, MPR/DPR, presiden, peradilan,

dan ABRI;

4. Masyarakat mahdaniah (civil Society) dan nondiskriminatif;

5. Penghapusan KKN dan pemerataan keadilan sosial;

6. Otonomi luas dan bertanggungjawab;

7. Amandemen konstitusi dan perangkat hukum Orba;

2.3 Pengembangan Pendidikan Budi Pekerti Dalam Kepribadian Di Masa

Kini

Menurut pendapat Cahyoto (2002: 29-47) dalam makalahnya yang

berjudul Budi Pekerti Dalam Perspektif Pendidikan, yang digunakan sebagai

Bahan Pengayaan Wawasan tentang Budi Pekerti bagi Peserta Diklat

17
Instruktur Mata Pelajaran PPKn SLTP yang diselenggarakan oleh Direktorat

Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

1. Arti Kepribadian

Kepribadian mempunyai unsur karakter atau watak. Kepribadian

bukanlah setumpuk watak, seperti agresif, rendah hati, sopan, ambisi, kerja

sama, dan cerdas, melainkan masing-masing watak tumbuh dari sumber

pengaruh yang terpisah-pisah dan dimiliki oleh seseorang dari

pertumbuhannya yang bebas.

Kepribadian oleh Allport (dalam Hurlock, 1979: 7) diberi batasan

sebagai organisasi dinamis sistem psikofisikal dalam diri seorang individu

yang menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya.

Karakteristik merupakan sifat yang menunjukkan perbedaan atau

keunikan perilaku seseorang sebagai pernyataan pola khusus sistem

psikofisikalnya. Keunikan inilah yang membedakan orang satu dengan

lainnya meskipun pengalaman memperoleh dorongan serta pengaruh

lingkungan dan minatnya sama, namun berbeda dalam proses belajarnya.

Perilaku dan pikiran secara bersama-sama mempunyai arti sebagai

lapisan untuk memolakan segala tindakan yang akan dilakukan seseorang.

Hal ini berarti bahwa pola perilaku seseorang mengandung tujuan yang

diarahkan pada maksud khusus bagi penyesuaian dirinya terhadap

lingkungan fisik dan sosial sekitarnya.

18
Secara ringkas maddi merumuskan Kepribadian mempunyai inti

konsep diri yang berfungsi melakukan persepsi terhadap stimulus atau

rangsangan untuk kemudian dinilai dan dilakukan tanggapan.

Dalam kaitannya dengan budi pekerti, kepribadian sangat

berpengaruh terhadap budi pekerti karena budi pekerti merupakan salah

satu unsur kepribadian.

2. Pengembangan Budi Pekerti

Teori tentang pengembangan moral atau budi pekerti menurut

kohlberg (1976: 48) didasarkan atas tiga jenis teori yang dikemukakan

oleh pakar penelitian psikologi dan kemasyaratan, yaitu sebagai berikut.

a. Teori Pengembangan Kognitif

Teori ini diperlopori oleh Piaget, yang prinsipnya perkembangan

moral atau budi pekerti seseorang melalui pola konsep tahapan yang

secara berurutan mengalami perkembangan sikap seiring dengan

pertambahan usia. Asumsi yang dikemukakan adalah sebagai berikut.

1) Perkembangan moral atau budi pekerti berlandaskan kognitif atau

unsur keputusan moral.

2) Motivasi yang mengembangkan kesusilaan adalah penerimaan

(rangsangan), kewenangan, harga diri, atau kesadaran diri.

3) Aspek utama pengembangan budi pekerti adalah budaya yang

umum karena budaya mengandung interaksi sosial, peran, dan

pertentangan sosial yang seluruhnya berpadu dengan budi pekerti.

19
4) Norma dan prinsip dasar budi pekerti tersusun melalui pengalaman

interaksi sosial, bukan penghayatan peraturan.

5) Perkembangan budi pekerti lebih disebabkan oleh pengaruh

lingkungan, bukan karena kekhususan keluarga, bertindak, disiplin,

dan mendapat hukuman atau ganjaran.

b. Teori sosialisasi

Teori sosialisasi atau belajar sosial dirintis oleh Whiting dan

Child dengan mengemukakan asumsi sebagai berikut.

1) Perkembangan budi pekerti adalah pertumbuhan perilaku dan

ranah afektif yang disesuaikan dengan aturan-aturan budi pekerti.

2) Dorongan atas kesusilaan pada setiap tahap perkembangan budi

pekerti didasarkan atas kebutuhan jasmanilah, ganjaran, dan upaya

menghindari hukuman.

3) Perkembangan budi pekerti secara relatif dipengaruhi oleh budaya.

4) Norma budi pekerti adalah penghayatan peraturan budaya dari luar

diri seseorang.

5) Lingkungan hidup memengaruhi perkembangan budi pekerti dalam

berbagai bentuk penguatan ganjaran, hukuman, dan keteladanan

yang ditampilkan orang tua atau pranata kemasyarakatan.

c. Teori psikoanalitik

Teori ini dikemukakan oleh freud, yang berasumsi mengenai

perkembangan moral sebagai proses penghayatan budaya atau norma

orang tua. Tahap perkembangan budi pekerti melalui tahap libidinal-

20
instinctual dan kesusilaan sebagaimana ditampilkan oleh superego

tersusun dari pembentukan dan pemantapan pada masa awal

perkembangan melalui penghayatan norma orang tua. Tekanan asumsi

teori ini terletak pada penghayatan.

2.4 Deskripsi Dan Arah Pembelajaran PPKn Masa Depan

Budi pekerti sebagai kesiapan sikap untuk menghadapi dan

menanggapi objek secara normatif bagi maksud perilaku tertentu

mengandung tiga unsur tinggi dikenal dengan Civic Education atau CE.

Adapun yang menjadi dasar pertimbangan penggantian label ini, antara

lain sebagai berikut.

a. Mata pelajaran tentang kewarganegaraan, ternyata dalam

perkembangannya semenjak civics (1962) menunjukkan inkonsistensi

yang sekaligus mencerminkan krisis konseptual sehingga berdampak

pada ranah operasional kurikuler.

b. Perlu adanya kejelasan disiplin ilmu sebagai pijakan sehingga tidak

mudah tergoyahkan oleh adanya perubahan sistem politik

pemerintahan.

c. Pergeseran paradigma dari pendidikan yang menekankan nilai, norma,

dan moral Pancasila yang cenderung indoktrinatif menjadi pendidikan

kewarganegaraan yang lebih terbuka dengan menerima konsep, nilai,

moral, dan cita-cita demokrasi yang berkembang sebagai gerakan

kesejagatan dalam pergaulan antarbangsa. Untuk itulah PKN, menurut

kosasih Djahrini (2000) mengemban misi program pendidikan politik,

21
demokrasi, hukum, HAM, dan nilai moral luhur budaya bangsa atau

akhlak mulia bangsa Indonesia serta keilmuan atau pengetahuan hal

ikhwal berbangsa dan bernegara.

d. Untuk memberikan kebebasan kepada para guru dan penulis buku

dalam mengekspresikan, sekaligus mengeksplorasikan ide-idenya demi

kualitas pembelajaran PKN dengan tanpa dirisaukan oleh adanya

muatan secara politis.

Dalam kurikulun Standar Nasional PKN untuk Pendidikan Dasar

dan Menengah disebutkan bahwa visi PKN adalah mewujudkan proses

pendidikan yang terarah pada pengembangan kemampuan individu

sehingga menjadi warga negara yang cerdas, partisipatif, dan bertanggung

jawab yang pada gilirannya mampu mendukung berkembangnya

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia yang

Cerdas dan berbudi pekerti luhur.

Sedangkan misi yang diemban mata pelajaran PKN adalah sebagai

berikut.

a) Memanfaatkan kenyataan dan kecenderungan masyarakat yang

semakin transparan, tuntutan kendali mutu yang semakin mendesak

dan proses demokratisasi yang semakin intens dan meluas sebagai

konteks dan orientasi pendidikan demokrasi.

b) Memanfaatkan substansi berbagai disiplin ilmu yang relevan sebagai

wahana pendagogis untuk menghasilkan dampak instruksional dan

pengiringnya berupa wawasan, disposisi, dan keterampilan

22
kewarganegaraan sehingga dihasilkan desain kurikulum yang bersifat

interdisipliner.

c) Memanfaatkan berbagai konsep, prinsip, dan prosedur pembelajaran

yang memungkinkan para peserta didik mampu belajar demokrasi

dalam situasi yang demokratis dan untuk meningkatkan mutu

kehidupan masyarakat yang lebih demokratis.

Berdasarkan visi dan misi tersebut, PKN bertujuan untuk

mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia sehingga

memiliki wawasan, disposisi, keterampilan kewarganegaraan yang

memadai, yang memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan

bertanggung jawab dalam berbagai dimensi kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara Indonesia.

Untuk mewujudkan tujuan konten atau isi kurikulum PKN perlu

diorganisasikan dengan mengacu pada konsep, nilai, moral, dan norma

demokrasi yang meliputi hal-hal berikut.

1. Demokrasi-Partisipasi dan keterbukaan.

a. Demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,

b. Demokrasi dengan kecenderungan (intelektualitas),

c. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat,

d. Demokrasi dengan Rule of law,

e. Demokrasi dengan pembagian kekuasaan negara,

f. Demokrasi dengan HAM,

g. Demokrasi dengan peradilan yang merdeka/bebas,

23
h. Demokrasi dengan otonomi daerah,

i. Demokrasi kemakmuran,

j. Demokrasi yang berkeadilan sosial,

k. Demokrasi yang mengutamakan persatuan, kesatuan, dan

nasionalisme.

l. Demokrasi dalam pemerintahan.

2. HAM-Kebebasan berpendapat dan pers, oposisi, dan demontrasi.

3. Fungsionalisasi kelembagaan negara-MPR/DPR, Presiden, Peradilan,

dan ABRI.

4. Masyarakat madaniah (civil society) dan nondiskriminatif.

5. Penghapusan KKN dan pemerataan keadilan sosial.

6. Otonomi luas dan bertanggung jawab.

7. Amandemen konstitusi dan perangkat hukum Orba.

Kemudian dalam pembelajaran PKN yang perlu diorganisasikan

antara lain sebagai berikut.

a. Tanggung jawab individu yang mencangkup menghormati kehidupuan

untuk manusia, menghormati hak orang lain, toleran, jujur, penuh

pertimbangan, mengendalikan diri, partisipasi dalam proses demokrasi,

dan bekerja untuk kepentingan umum.

b. Kemerdekaan individu untuk berpartisipasi dalam demokrasi,

beribadah, berfikir, berkesadaran, berkumpul, berserikat,

mengemukakan pikiran, dan mengenali informasi.

24
c. Hak-hak individu yang mencangkup hak hidup, kemerdekaan, harga

diri, keamanan, persamaan kesempatan, keadialan, privasy, dan

pemilikan kekayaan.

d. Kepercayaan mengenai kondisi masyarakat dan tanggung jawab

pemerintah yang mencangkup kebutuhan masyarakat akan hukum

yang diterima secara umum, perlindungan terhadap minoritas,

pemerintahan yang dipilih oleh rakyat, pemerintah yang menghormati

dan melindungi hak-hak individu dan kemerdekaan individu,

pemerintah yang menjamin hak-hak sipil, dan pemerintah yang bekerja

untuk kepentingan umum. (Udin Saripudin, 1998).

Dengan kata lain, PKN mengemban misi untuk menjadikan para

siswa sebagai warga negara Indonesia yang cerdas, demokratis, dan

religius, yaitu mereka yang secara konsisten mau dan mampu melestarikan

dan mengembangkan cita-cita demokrasi, serta secara bertanggung jawab

berupaya membangun kehidupan bangsa yang cerdas.

Menurut Winataputra (1999: 11-13) figur para siswa yang

demikian menunjukkan harapan sebagai anggota masyarakat madani (civil

society) dengan ciri-ciri sebagai berikut.

1. Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2. Berfikir kritis-argumentatif dan kreatif.

3. Mengemukakan pikiran dan perasaan secara jernih dan sesuai aturan

yang berlaku.

4. Menerima kebhinekatunggalikaan kehidupan.

25
5. Berorganisasi secara sadar dan bertanggung jawab.

6. Memilih calon pemimpin secara jujur dan adil.

7. Menyikapi mass media secara kritis dan objektif.

8. Berani tampil sebagai calon pemimpin.

9. Mengemukakan pendirian politik secara bertanggung jawab.

10. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan kemasyarakatan secara profesional.

11. Menyikapi tatanan instrumentasi kenegaraan secara skeptis.

12. Berani dan mampu menjadi saksi perbuatan melanggar hukum secara

bertanggung jawab.

13. Berani dan mampu mengemukakan pandangan keagamaannya secara

bertanggung jawab.

14. Berkiprah dalam kegiatan politik secara profesional.

15. Menjalankan peraturan atau norma secara otonomi dan mandiri.

16. Melaksanakan tugas dan fungsi secara bertanggung jawab.

17. Memikul amanat secara jujur dan bertanggung jawab.

18. Memiliki pengertian kesejagatan atau kosmopolitan.

19. Jujur dan bertanggung jawab atas kesalahan sendiri.

20. Mampu bekerja sama dengan penuh tanggung jawab.

21. Mampu mengambil keputusan secara adil.

22. Mau dan mampu saling asah, asih, dan asuh antarsejawat.

23. Selalu mau maju secara cerdas dan baik.

24. Memahami dengan baik sejarah, geografi, sosiologi, dan antropologi

Indonesia.

26
25. Memahami dengan baik sejarah, geografi, sosiologi, dan antropologi

Indonesia.

26. Mengenal dengan baik cita-cita Indonesia di masa depan.

27. Mengenal dengan baik aspek-aspek kesejagatan yang menyangkut

Indonesia.

28. Mau dan mampu berbahasa Indonesia secara baik dan benar.

29. Menguasai minimal bahasa inggris sebagai bahasa komunikasi.

30. Tahu diri, mawas diri, dan dapat menempatkan diri (apabila dipandang

perlu bisa ditambah lebih banyak lagi).

Adapun kemampuan dasar kewarganegaraan yang akan

dikembangkan untuk SD/MI, SLTP/MTS, dan SMU/MA meliputi hal-hal

berikut.

1. Menyadari hakikat individu sebagai insan Tuhan Yang Maha Esa,

makhluk sosial, dan warga negara Indonesia yang mampu berinteraksi

dengan lingkungannya.

2. Mehamai HAM secara komprehensif dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara, serta dalam kehidupan global dalam upaya

mewujudkan masyarakat yang adil dan beradab.

3. Memahami dasar dan falsafah negara, konstitusi dan sistem

pemerintahan Indonesia guna menimbulkan komitmen, tanggung

jawab, dan partisipasi warga negara.

4. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan dan menegakkan hukum

dalam berbagai dimensi kehidupan.

27
5. Memahami keragaman unsur-unsur alamiah dan sosial budaya

masyarakat Indonesia guna menumbuhkan rasa kekeluargaan dan

kebhinekaan, saling ketergantungan, dan kebangsaan sebagai bangsa

Indonesia.

6. Memahami pilar-pilar demokrasi konstitusional negara RI guna

menumbuhkan komitmen dan partisipasi aktif dalam kehidupa di

lingkungannya.

7. Memahami perkembangan ekonomi, demografi dan social budaya

dalam perspektif nasional dan global sebagai faktoryang turut

mempengaruhi perkembangan demokrsi di Indonesia.

8. Memiliki komitmen mempertahankan persatuan dan kesatuan serta

bela Negara dengan menumbuhkan semangat kebangsaan dan rasa

cinta tanah air.

9. Memiliki kemampuan untuk menumbuhkan keyakinan dan komitmen

untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis melalui pemahaman

terhadap cita-cita nilai dan praksis demokrasi dalam berbagai bidang

kehidupan.

10. Memiliki kemampua komunikasi lintas sosial budaya sebgai sarana

memperkuat intgritas bangsa dalam lingkup kehidupan lokal, nasional,

dan global.

11. Memiliki karakter sebagai warga negara yang berorientasi ke depan,

belajar sepanjang hayat dan menghargai karya yang bermutu dalam

kerangka persaingan global.

28
Pembelajaran PPKn dan/atau PKN

Untuk mengupayakan ketercapainya sasaran akhir binaan PPKn

dan/atau PKN, para Ahli pendidikan dan juga dalam Buku Petunjuk Teknis

Pembelajaran dan Penilaian menekan, antara lain sebagai berikut.

1. Bahan ajar untuk setiap pokok bahasan perlu dirancang dan

diorganisasikan (PSP/RP) dengan menekankan nilai, norma, dan moral

yang menjadi komitmen di lingkungan kehidupan (diri sendiri, keluarga,

dan masyarakat/bangsa) yang mencangkup berbagai aspek kehidupan

(IPOLEKOSBUDHANKAM)

2. Perlu keteladanan sikap dan perilaku terpuji dari semua pihak terutama

guru, pimpinan, dan staf sekolah. Di samping itu, himbaulah, ajaklah,

arahkanlah, bimbinganlah, dan perintahkanlah para siwa agar melakukan

berbagai tindakan yang positif. Janganlah dibiarkan dan laranglah para

siswa agar tidak melakukan berbagai tindakan yang negatif. Berikan

petuah dan nasihat kepada para siswa yang terlanjur melakukan berbagai

tindakan negatif.

3. Perlu pergeseran paradigma dari pembelajaran yang berorientasi pada

bagaimana guru mengajar menuju pembelajaran yang berorientasi pada

bagaimana siswa dapat melakukan serangkaian kegiatan belajar (learning

activity). Untuk yang terakhir ini, agar lebih ditekankan pada pelakonan

diri (self experiencing), pelatihan, dan praktik dalam mengkaji bahan ajar

PPKn yang bermuatan nilai-nilai budi pekerti luhur.

29
Menurut Semiawan (1999: 69-70), dalam pembelajaran tersebut yang

menjadi dasarnya adalah pengembangan kemampuan manusia (human

capacity development). dengan demikian, sejalan dengan rancangan Standar

Nasional PKN untuk Pendidikan Dasar dan Menengah (Kurikulum PPKn

masa depan) sebagai kurikulum yang berbasis kemampuan-kompetensi.

Proses pembelajaran yang lebih berorientasi pada bagaimana siswa

melakukan kegiatan belajar kiranya dapat menggunakan pendekatan dan

metode antara lain:

1. Klarifikasi percontohan (eksampleritorik);

2. Analisis nilai moral

3. Analisis social

4. Analisis lingkungan

5. Dilema moral

6. Belajar bekerja sama,

7. Simulasi dan bermain peran dan permainan

8. Debat, curah pendapat, diskusi, dialog, kolokium, seminar, studi kasus,

dan resitasi

9. Bisakan melatih siswa untuk membaca referensi yang relevan termasuk

buku cerita, majalah atau koran, menyimak radio dan TV, serta menulis

(mengarang, membuat laporan, resume, dan rangkuman)

10. Biasakan siswa untuk meliputi atau mengobservasi realita kehidupan di

sekitarnya dalam berbagai aspek. Dalam mengimplementasikan berbagai

pendekatan dan metode tersebut perlu dibarengi dengan pemanfaatan

30
berbagai sumber belajar atau media (baik multisumber maupun

multimedia).

Di samping proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai

pendekatan dan metode serta sumber dan media diatas, perlu juga

dipertimbangkan untuk mengimplementasikan pendapat Rose dan Vicholl

dalam Semiawan (1999: 74-75) yang menyatakan bahwa untuk membuka

benak seseorang dalam belajar ada enam tingkat rancangan yang disingkat

dengan MASTER, yaitu

Motivation, sebagai sumber akan sikap belajar harus dibuat positif dengan

membuat suasana akademik menyenangkan dan tanpa tekanan.

Acquiring, memperoleh informasi yang terkait dengan fakta yang relevan

dengan kepentingan dan memanipulasikannya dengan mengkombinasikan

dengan fakta lain.

Searching, mencari kebermaknaan agar memahami subjek dan menjadikan

materi berarti secara pribadi (personal meaning). Inilah unsur sentral dalam

belajar yang memudahkan kita dapat mengingat sesuatu.

Trigger, menyulut memori sehingga materi yang tersimpan dalam

kemampuan berpikir jangka panjang (long term memory) dapat digali kembali

melalui pertanyaan-pertanyaan.

Exhibiting, menyajikan apa yang diketahui, yaitu membagi pengalaman

dengan orang lain atau teman.

Reflecting, merefleksikan kembali, bukan apa yang dipelajari, tetapi

bagaimana mempelajari sesuatu dengan menyajikan pertanyaan, seperti:

31
 Bagaimana terjadinya tuga belajar?

 Bagaimana karya bisa menjadi baik?

Apabila ingin mempertahankan pendekatan

pembelajaran konvensional atau ekspositori, agar lebih efektif dan dapat

mengaktifkan siswa, semiawan (1999: 45-46) menyarankan agar dalam

implementasinya dimodifikasikan sebagai berikut.

a. Perangkat antisipatoris, materi umum yang memfokuskan perhatian siswa

dalam belajar

b. Esensi Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) diinformasikan.

c. Masukan baru berupa materi bermakna yang terkait dengan apa yang

sudah dipahami siswa.

d. Modelling, demonstrasi hal-hal yang belum dikuasai.

e. Checking, pertanyaan terhadap materi yang sudah disampaikan.

f. Aplikasi terpimpin dalam situasi nyata.

g. Aplikasi mandiri.

Proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai pendekatan tersebut

secara bergantian diharapkan dapat memenuhi visi pendidikan kesejagatan oleh

UNESCO, yaitu

a. Belajar untuk berpikir (learning how to think);

b. Belajar bagaimana melakukan sesuatu untuk hidup (learning ho to do)

c. Belajar untuk bagaimana menjadi diri sendiri (learning to be)

d. Belajar bagaimana untuk hidup (learning how to learn)

32
e. Belajar bagaimana hidup dalam kebersamaan (learning how to live

together)

Disamping itu, juga akan dapat mencerminkan implementasi sistem

pendidikan menurut Guy Claxton sebagaimana dikutip oleh R. Kunjana

Rahardi (2000) dalam Rianto (2001), yaitu bercirikan 3 R, yakni sebagai

berikut.

1. Resilience, menunjukkan kemampuan siswa yang tekun dan tahan dalam

belajar. Implementasi sistem pendidikan harus memungkinkan bagi siswa

termotivasi untuk melakukan kegiatan yang menantang, bahkan berani

mengambil resiko berbuat salah atau kegagalan dalam menyelesaikan

suatu persoalan.

2. Resourcefulness, menunjuk kemampuan siswa yang cerdas dan mumpuni

sehingga mereka tidak hanya mampu menjawab persoalan dengan satu

kemungkinan atau alternatif solusi, melainkan dengan berbagai

kemungkinan atau alternatif solusi. Disini akal budi dan rasionalitas siswa

merupakan bentuk sumbernya inovativitas, kreativitas, dan eksplorasi

yang hanya bisa tumbuh dan berkembang dalam proses pembelajaran

yang terus-menerus dengan mengimplementasikan berbagai macam

pendekatan yang memungkinkan terakomodasikannya pemanfaatan

multimetode, sumber, media, dan evaluasi pembelajaran.

3. Reflectiveness, menunjuk kemampuan siswa untuk bisa melihat,

mendengar, dan merasakan, serta mengukur apa yang sedang dan telah

terjadi dalam dirinya selama hingga purnanya pembelajaran. Melalui

33
pembelajaran ini siswa juga diharapkan berani dan mampu memastikan

apa saja yang seharusnya dilakukan atau diambil, diikuti atau diteladani,

dan apa saja yang seharusnya ditolak atau dibuang, tidak diikuti atau tidak

diteladani. Peluang terkondisinya refleksi diri (self reflectio) akan sangat

memungkinkan bagi siswa untuk mendengar kesadaran diri, kedisiplinan,

kepekaan, dan rasa tanggung jawab, serta kemandirian sikap moralnya

untuk sampai pada taraf aktualisasi diri melalui proses pendidikan.

Penilaian pembelajaran dapat dilakukan dengan tes dan notes, yaitu

observasi, laporan diri dan orang tua, skala sikap, dan tugas.

34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan

beberapa penyimpulan mengenai pendidikan budi pekerti dan PPKn di

masa kini yaitu:

a. Budi pekerrti menggambarkan kualitas watak sekaligus kepribadian

seseorang, dalam hal ini siswa yang tercemin ke dalam sikap dan

perilakunya sesuai konsep ini, norma, dan moral yang menjadi

komoitmennya dan masyarakat dalam hidup dan kehidupan sehari-hari.

b. Ruang lingkup budi pekerti mencangkup sikap dan perilaku seseorang

(siswa) dalam hubungannya dengan Tuhan Maha Esa dirinya sendiri,

keluarga, masyarakat dan bangsa, serta alam sekitar.

c. Pendidikan budi pekerti dilakukan sebagai upaya pembinaan bagi para

siswa agar menjadi orang-orang yang berwatak sekaligus

berkepribadian mempesona dan terpuji sesuai dengan konsep nilai,

norma, moral agama dan kemasayarakatan, serta budaya bangsa.

Pencerminan watak sekaligus kepribadian yang memesona menjadi

harapan sebagai anggota masyarakat madani, seperti religius, jujur,

toleran, disiplin, bertanggung jawab, memiliki harga diri dan percaya

diri, peka terhadap lingkungan, demokratis, cerdas, kratif, dan inovatif.

d. Muatan bahan ajar pendidikan budi pekerti dikembangkan berdasarkan

GBPP Model Pengintegrasian Budi Pekerti ke dalam PPKn untuk Guru

SD/MI, SLTP/MTS, dan SMU/SMK/MA, yaitu dengan memadukan

35
nilai-nilai budi pekerti dalam setiap pokok bahasan PPKn dan dipilih

yang relevan seiring pertumbuhan dan perkembangan watak sekaligus

kepribadian siswa mulai dari anomous, heteronomous, sosionomous,

dan autonomous serta prakonvensional, konvensional, dan purna-

konvensional.

e. dalam proses pembelajaran sebaiknya diupayakan terciptanya

kondisi yang menantang, menyenangkan, demokratis, dan kondusif

sehingga memungkinkan terjadinya internalisasi dan personalisasi nilai-

nilai budi pekerti dalam diri para siswa selama membahas bahan ajar

PPKn. Pada gilirannya setelah para siswa menyatukaitkan semua

perolehan belajarnya (kognitif, afektif, dan psikomotorik) menjadi suatu

kesatuan yang berarti (interpenetrasi) untuk kemudian diaktualisasikan,

maka akan terwujudlah komitmen sikap dan perilakunya yang

memesona dan terpuji.

f. Disamping unsur keteladanan dari semua pihak secara terus-menerus

selalu diharapkan, maka demi terciptanya kondisi pembelajaran yang

kondusif, hendaknya menggunakan pendekatan dan metode, antara lain

analisis nilai moral, analisis lingkungan, belajar bekerja sama

(cooperative learning), simulasi, bermain peran, debat, curah pendapat,

tanya jawab, diskusi, dialog, dan studi kasus, secara bergantian serta

disesuaikan dengan esensi bahan ajar dan tingkat perkembangan siswa.

36
3.2 Saran

Berdasarkan apa yang telah dibahas dan telah disimpulkan diatas

dapat dibuat beberapa saran yang harus dilakukan;

1. Dapat terealisasinya program pendidikan budi pekerti dan PPkn dengan

penerapan-penerapannya baik di sekolah maupun lingkungan lainnya

dengan baik.

2. Mampu menjadikan acuan agar dapat memiliki perasaan tenggang rasa

untuk pengambilan sikap budi pekerti.

3. Memberikan gambaran mengenai pedidikan budi pekerti dan PPkn

masa kini serta dapat diterapkan dalam kemajuan sikap dan budaya

untuk setiap orang yang mempelajarinya.

37
Daftar Pustaka

38

Anda mungkin juga menyukai