Anda di halaman 1dari 9

Bahasa yang Baik

Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku.
Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola
hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi
dan formal, seperti dalam kuliah, dalam seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato kenegaraan hendaklah digunakan
bahasa Indonesia yang resmi dan formal, yang selalu memperhatikan norma bahasa

Bahasa yang Benar

Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahas Indoneia
yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat,
kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah
pembentukan kata ditaati dengan konsisten, pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah
bahasa itu kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar/tidak baku.

Oleh karena itu, kaidah yang mengatur pemakaian bahasa itu meliputi kaidah pembentukan kata, pemilihan kata,
penyusunan kalimat, pembentukan paragraf, penataan penalran, serta penerapan ejaan yang disempurnakan. Kaidah-kaidah
itu diungkapkan lebih lanjut pada bagian lain, dengan dilengkapi contoh yang salah dan contoh yang benar.

Bahasa yang Baik dan Benar

Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesusai dengan norma kemasyarakatan yan
berlaku dan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.

Jika bahasa diibaratkan pakaian, kita akan menggunakan pakaian renang pada saat akan berenang di kolam renang sambil
membimbing anak-anak belajar berenang. Akan tetapi, tentu kita akan mengenakan pakaian yang disetrika rapi, sepatu yang
mengkilat, dan seorang laki-laki mungkin akan menambahkan dasi yang bagus pada saat ia menghadiri suatu pertemuan
resmi, pada saat menghadiri pesta perkawinan rekan sejawat, atau pada saat menghadiri sidang DPR.

Akan sangat ganjil bukan, jika pakaian yang disetrika, sepatu mengkilap, dasi, dan sebagainya itu digunakan untuk berenang.
Demikian juga kita akan dinilai sebagai orang yang kurang adab jika menghadiri acara dengar pendapat di DPR dengan
pakaian renang karena di sana ada ketentuan yang sudah disepakati bahwa siapa pun yang akan menghadiri acara resmi di
DPR harus berpakaian rapi. Barangkali kita masih ingat kasus seorang pengusaha sukses, yang oleh petugas protokol ditolak
menghadiri acara dengar pendapat di DPR karena pengusaha yang "nyentrik" itu tidak menggunakan pakian rapi.

Kalau contoh itu dianalogikan dengan pemakaian bahasa, betapa ganjilnya percakapan seorang suami dengan istrinya jika
berlangsung seperti berikut:

Suami: "Bu, bolehkan Bapak bertanya, apakah Ibu sudah menyiapakan hidangan untuk makan siang hari ini?"
Istri : "Ya tentu saja. Saya sudah masak nasi lengkap dengan sayur kesenangan Bapak, dan sekarang silakan Bapak
menikmati hidangan itu. Silakan Bapak menikmati hidangan yang sudah disiapkan".
Suami: "Mari Bapak cicipi makanan ini. Oh, menurut hemat Bapak, seandainya Ibu menambahkan sedikit garam ke dalam
sayur ini, pasti sayur tersebut akan lebih lezat."
Istri : "Mudah-mudahan pada kesempaan lain Ibu dapat membuat sayur yang lebih enak sesuai dengan saran Bapak."

Sebaliknya, bagaimana pendapat Anda jika seorang mahasiswa (pembicara) bertanya kepada seorang dosen (pendengar)
tentang materi kuliah yang diberikan dosen (objek), pada saat kuliah (waktu), di kampus (tempat), dalam situasi belajar-
mengajar (resmi) sebagai berikiut: "Maaf Mas,gue kepengen usul, coba jelasin dulu dong garis besar kuliah
kita, apa dah sesuai kurikulum universitas kita?"

Kedua contoh rekaan itu dapat dikatakan tidak tepat. Contoh pertama sangat menggelikan karena pada situasi santai
digunakan bahasa yang resmi sehingga terasa kaku; kasus kedua juga sangat tidak tepat karena pada situasi formal digunkan
kata-kata dialek dan struktur yang tidak baku (ditetak miring) sehingga mirip percakapan di warung kopi. Kedua contoh itu
tidak baik dan tidak benar karena bahasa yang digunakan tidak seuai dengan situasi pemakaian, lagi pula tidak sesuai dengan
kaidah bahasa.

Begitu pula dengan pemakaian lafal daerah, seperti lafal bahasa Jawa, Sunda, Bali, Batak, dan Banjar dalam bahasa Indonesia
pada situasi resmi dan formal sebaiknya dikurangi.

Kata memuaskan diucapkan (memuasken); pendidikan yang dilafalkan (pendidi'an) bukan lafal bahasa Indonesia.
Kata kakak yang dilafalkan (kakak?); kata mie dilafalkan (me) tidak cocok dengan lafal bahasa Indonesia.

Pemakaian lafal asing sama saja salahnya dengan pemakaian lafal daerah. Ada orang yang sudah terbiasa mengucakan
kata logis dan sosiologi menajdi (lohis) dan (sosiolohi). Ada lagi yang melafalkan kata sukses menjadi (sakses); produk menjadi
(prodak); dan sebagainya.

Dalam sebuah papan nama tertulis, Dana Proyek ini berasal dari dana yang di himpun dari pajak yang anda
bayar, imbuhan di pada kata di himpun ditulis terpisah, padahal seharus serangkai yakni dihimpun. Sapaan anda seharusnya
diawali dengan huruf besar; Anda.
Pemakaian kata daripada dalam kalimat, Saya tahu persis daerah ini merupakan basis daripada PKI tidak tepat.
Ungkapan basis daripada PKI termasuk ungkapan yang menyatakan milik tidak perlu menggunakan daripada. Begitu juga
dalam kepemilikikan yang lain, seperti Pemimpin daripada PLO, ketua dairpada KUD, pintu daripada rumah dan seterusnya.

Dalam bahasa Indonesia daripada digunakan dalam perbandingan, seperti Sikap Pemimpim PLO lebih keras daripada sikap
Presiden Mesir dalam menghadapi Israel

Contoh percakapan seoarang mahasiswa dengan dosen

Mahasiswa : Permisi Pak, saya ingin bertanya mengenai tugas minggu lalu, karena saya belum mendapat konfirmasi ulang
dari Bapak
Dosen : Kamu sudah mengirim tugas tersebut ke email Saya?
Mahasiswa : Sudah Pak
Dosen : Baiklah, nanti Saya periksa kembali
Mahasiswa : Terima kasih Pak

Menurut saya dari percakapan tersebut sudah menggunakan susunan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, karena
sesuai denagn waktu, tempat, dan situasinya. Disini mahasiswa menyadari dengan siapa dan dimana Ia sedang bicara jadi Ia
menyesuaikan susunan kaliamat yang Ia gunakan.

Contoh Berbahasa Indonesia yang baik dan benar:


Loe ngerjain tugas sama siapa?

Kalimat di atas merupakan contoh kalimat yang baik dan benar, jika digunakan oleh seseorang dengan orang lain yang akrab
dan sebaya. Menjadi tidak baik dan jelas tidak benar jika digunakan oleh mahasiswa kepada dosennya.

Yang baik belum tentu benar, dan yang benar belum tentu baik. Yang baik dan benar adalah berbahasa Indonesia yang baik
dan benar, bukan hanya baik saja, bukan hanya benar saja, apalagi yang tidak baik dan tidak benar.

Jika pembaca yang budiman sudah mengetahui ketidak-baikan dan ketidak-benaran tulisan ini, itu menandakan bahwa
pembaca sudah mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Contoh Penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar

Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, terdiri dari kata baik danbenar yang ke dua-nya memiliki arti.

Bahasa Yang Baik

Penggunaan bahasa yang baik (sesuai aspek komunikatif) adalah sesuai dengansasaran kepada siapa bahasa tersebut
di sampaikan. Hal ini harus disesuaikandengan unsur umur, agama, status sosial, lingkungan sosial, dansudut pandang
khalayak sasaran kita.Dengan kata lain, bahasa yang kita gunakan sesuai dengan lawan bicara,sehingga tidak menimbulkan
kesalah pahaman ketika berkomunikasi.

Bahasa Yang Benar

Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yaitu peraturan bahasa(tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan
ejaan).Bahasa yang benar mengacu pada kaidah penulisan dan pengucapan BahasaIndonesia seperti yang tertera dalam
kamus besar Bahasa Indonesia, danterdapat pula di EYD (Ejaan Yang Disempurnakan).

Dari 2 hal diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa bahasa yang baik danbenar adalah bahasa yang tidak menyinggung
lawan bicara, dan tiap katanyaadalah bagian dari kata-kata dalam kamus besar bahasa Indonesia.

Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan pemakaian ragam
bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah
bahasa yang betul. Ungkapan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu
ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dankebenaran. Bahasa yang diucapkan bahasa yang baku.

Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensilogis terkait dengan pemakaiannya sesuai
dengan situasi dan kondisi. Padakondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi
prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini seringmenggunakan bahasa baku. Kendala yang harus dihindari dalam
pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa sepertiinterferensi, integrasi, campur kode, alih
kode dan bahasa gaul yang tanpadisadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang
digunakan menjadi tidak baik.

Misalkan dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang bakuContoh :


Apakah kamu ingin menyapu rumah bagian belakang ?

Apa yang kamu lakukan tadi?

Misalkan ketika dalam dialog antara seorang Guru dengan seorang siswa
Pak guru : Rino apakah kamu sudah mengerjakan PR?
Rino : sudah saya kerjakan pak.
Pak guru : baiklah kalau begitu, segera dikumpulkan.
Rino : Terima kasih Pak

Kata yang digunakan sesuai lingkungan sosial

Contoh lain dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam bakuakan menimbulkan kegelian, keheranan, atau
kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar -menawar dengan tukang sayur atau tukang becak kitamemakai bahasa baku
seperti ini.

(1) Berapakah Ibu mau menjual tauge ini?

(2) Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar Tanah Abang dan berapa ongkosnya?

Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapitidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok
dengan situasi pemakaiankalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikutakan lebih tepat.

(3) Berapa nih, Bu, tauge nya?

(4) Ke Pasar Tanah Abang, Bang. Berapa?

(1) Berapakah Ibu mau menjual bayam ini?


(2) Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar Tanah Abang dan berapa ongkosnya?

Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok
dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.

(3) Berapa nih, Bu, bayemnya?


(4) Ke Pasar Tanah Abang, Bang. Berapa?

Sebaliknya, kita mungkin berbahasa yang baik, tetapi tidak benar. Frasa seperti "ini hari" merupakan bahasa yang baik sampai
tahun 80-an di kalangan para makelar karcis bioskop, tetapi bentuk itu tidak merupakan bahasa yang benar karena letak
kedua kata dalam frasa ini terbalik.

Karena itu, anjuran agar kita "berbahasa Indonesia dengan baik dan benar" dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang
serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan "bahasa Indonesia yang baik dan
benar" mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.

Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun
bahasa baku lisan. Penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan sebagai pemakaian ragam bahasa
yang serasi dengan sasaran dan mengikuti kaidah yang ditetapkan. Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar memiliki
beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu. Misalnya, pada situasi
formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama.

Ciri – ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut :


1. Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku.
Contoh :” Kami sedang menyaksikan pertandingan itu.”, bukan “Pertandingan itu kami sedang saksikan.”
2. Penggunaan kata-kata baku.
Contoh : “Seru sekali” dan bukan “Seru banget”, “Tampan” bukan “Ganteng”.
3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis (EyD / Ejaan yang Disempurnakan). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
4. Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, tetapi secara umum lafal baku dapat
diartikan sebagai lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat ataupun bahasa daerah. Misalnya: habis, bukan abis ; atap,
bukan atep.
5. Penggunaan kalimat secara efektif. Bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi secar efektif : pesan dari pembicara
atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca sesuai maksud yang ingin disampaikan.
Masalah yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain adalah yang disebabkan oleh adanya gejala bahasa
seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa kita sadari sering digunakan dalam
komunikasi resmi. Hal seperti ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak sesuai dan tidak baik.

Contoh nyata dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baku:
Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya berikan?
Apa yang kamu lakukan saat liburan kemarin?

Contoh ketika dalam dialog seorang dosen dengan mahasiswa


Dosen : Rio, Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas yang saya berikan kemarin?
Rio : Sudah Pak, nanti akan saya kirim melalui email.

Kata-kata diatas adalah kata yang sesuai untuk digunakan dalam lingkungan sosial.

Contoh lain dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau
kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar - menawar dengan tukang sayur atau tukang ojek kita memakai bahasa baku.
(1) Berapakah Ibu mau menjual kentang ini?
(2) Apakah Bang ojek bersedia mengantar saya ke Stasiun Gambir dan berapa ongkosnya?
Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok
dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.
(3) Berapa nih, Bu, kentangnya?
(4) Ke Stasiun Gambir, Bang. Berapa?

Bahasa indonesia yang baik dan benar merupakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti, bentuk bahasa baku yang
sah dibuat agar secara luas masyarakat indonesia dapat berkomunikasi menggunakan bahasa nasional.

Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaianya
sesuai dengan situasi dan kondisi . Pada kondisi tertentu ,yaitu pada situasi formal pengguanaan bahasa Indonesia yang benar
menjadi pioritas uutama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku .Kendala yang harus di hindari
dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi ,integrasi ,campur
kode,alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi.Hal ini mengakibatkan bahasa
yang digunakan menjadi tidak baik. Misalnya dalam pertanyaan sehari-sehari dengan menggunakan bahasa yang baku,contoh:
· Apakah kamu akan mengantarkan ibumu sore ini untuk ke dokter?

Contoh lain dalam tawar-menawar di pasar, misalnya pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan,
atau kecurigaan . Akan sangat ganjil bila dalam tawar-menawar dengan tukang sayur atau tukang becak kita memakai bahasa
Indonesia yang baku seperti ini.
· Berapakah ibu mau menjual tauge ini?

 · Apakah Bang becak bersedia mengantar saya kepasar Tanah abang dan berapa ongkosnya?
Contoh diatas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar,tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak
cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu, untuk situasi seperti diatas,kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.

 · Berapa nih bu,tauge nya?

 · Kepasar tanah abang ,bang.Berapa?

Dari contoh diatas perbedaan antar bahasa yang baku dan non baku dapat terlihat dari
pengucapan dan tata cara penulisannya. Bahasa Indonesia baik dan benar merupakan bahasa yang
mudah dipahami, bentuk bahasa baku yang sah agar secara luas masyarakat Indonesia berkomunikasi
menggunakan bahasa nasional.

Jadi maksud dari penggunaan Bahasa yang baik dan benar adalah kita harus dapat membedakan
bahasa yang benar dan bahasa yang gaul. Kita juga harus dapat membedakan kapan bahasa formal
diucapkan serta kapan juga kita boleh menggunakan bahasa “gaul”.

Contoh menggunakan Bahasa Indonesia secara baik dan benar

Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di
samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu ke ragam
bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa yang diucapkan bahasa yang baku.

Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai
dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi
prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Kendala yang harus dihindari dalam
pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih
kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang
digunakan menjadi tidak baik.

Misalkan dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baku Contoh :

· Apakah kamu ingin menyapu rumah bagian belakang ?


· Apa yang kamu lakukan tadi?
· Misalkan ketika dalam dialog antara seorang Guru dengan seorang siswa
· Pak guru : Rino apakah kamu sudah mengerjakan PR?
· Rino : sudah saya kerjakan pak.
· Pak guru : baiklah kalau begitu, segera dikumpulkan.
· Rino : Terima kasih Pak
Kata yang digunakan sesuai lingkungan sosial

Contoh lain dari pada Undang-undang dasar antara lain :

Undang-undang dasar 1945 pembukaan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perkeadilan.

Dari beberapa kalimat dalam undang-undang tersebut menunjukkan bahasa yang sangat baku, dan merupakan pemakaian
bahasa secara baik dan benar.

Contoh lain dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau
kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar -menawar dengan tukang sayur atau tukang becak kita memakai bahasa baku
seperti ini.

(1) Berapakah Ibu mau menjual tauge ini?

(2) Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar Tanah Abang dan berapa ongkosnya?

Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok
dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.

(3) Berapa nih, Bu, tauge nya?

(4) Ke Pasar Tanah Abang, Bang. Berapa?

Paragraph dibawah ini cuplikan gaya bahasa yang dipakai sesuai dengan EYD dan menggunakan bahasa baku atau bahasa
ilmiah bukan kata popular dan bersifa objektif, dengan penyusunan kalimat yang cermat.

Dalam paradigma profesionalisme sekarang ini, ada tidaknya nilai informative dalam jaring komunikasi ternyata berbanding
lurus dengan cakap tidaknya kita menulis. Pasalnya, selain harus bisa menerima, kita juga harus mampu memberi. Inilah efek
jurnalisme yang kini sudah menyesaki hidup kita. Oleh karena itu, kita pun dituntut dalam hal tulis-menulis demi penyebaran
informasi. Namun persoalannya, apakah kita peduli terhadap laras tulis bahasa kita. Sementara itu, yakinilah, tabiat dan tutur
kata seseorang menunjukkan asal-usulnya, atau dalam penegasan lain, bahasa yang kacau mencerminkan kekacauan pola
pikir pemakainya. Buku ini memperkenalkan langkah-langkah pragmatic yang Anda perlukan agar tulisan Anda bisa tampil
wajar, segar, dan enak dibaca

- Bahasa Yang Baik


Penggunaan bahasa yang baik (sesuai aspek komunikatif) adalah sesuai dengan sasaran kepada siapa bahasa tersebut di
sampaikan. Hal ini harus disesuaikan dengan unsur umur, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan
sudut pandang khalayak sasaran kita.
Dengan kata lain, bahasa yang kita gunakan sesuai dengan lawan bicara, sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman ketika
berkomunikasi

- Bahasa yang Benar


Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yaitu peraturan bahasa (tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan).
Bahasa yang benar mengacu pada kaidah penulisan dan pengucapan Bahasa Indonesia seperti yang tertera dalam kamus
besar Bahasa Indonesia, dan terdapat pula di EYD (Ejaan Yang Disempurnakan).

dari 2 hal diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa bahasa yang baik dan benar adalah bahasa yang tidak menyinggung
lawan bicara, dan tiap katanya adalah bagian dari kata-kata dalam kamus besar bahasa Indonesia.

contoh:
di kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata atau objek bermakna ganda, seperti minuman keras.
-dalam dunia kepolisian minuman keras bisa berarti minuman yang mengandung alkohol.
namun dalam ilmu kimia. minuman keras bisa berarti pula, minuman yang mencapai titik beku dibawah 0 derajat celsius
sehingga wujudnya minuman tersebut membeku.

contoh lain dapat ditemui di beberapa kalimat, seperti:


-“berapakah harga perjalanan dari rumah ku ke sekolah bang?”
kalimat diatas terlihat baku namun kurang baik digunakan karena tidak sesuai dengan keadaan ketika berbicara. akan terlihat
lebih mudah ketika kalimatnya menjadi.
-“dari rumah ke sekolah berapa bang?”
kalimat terdengar lebih simple.

Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa harus dapat efektif
menyampaikan maksud kepada lawan bicara. Karenanya, laras bahasa yang dipilih pun harus sesuai .

Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun
bahasa baku lisan. Ciri-ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut.

1. Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat baku: acara itu sedang kami ikuti
dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
2. Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget; uang dan bukan duit; serta tidak mudah
dan bukan nggak gampang.
3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang
disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
4. Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan,
secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa
daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
5. Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele,
bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh
pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya. Dari semua ciri bahasa baku tersebut, sebenarnya hanya
nomor 2 (kata baku) dan nomor 4 (lafal baku) yang paling sulit dilakukan pada semua ragam. Tata bahasa normatif,
ejaan resmi, dan kalimat efektif dapat diterapkan (dengan penyesuaian) mulai dari ragam akrab hingga ragam beku.
Penggunaan kata baku dan lafal baku pada ragam konsultatif, santai, dan akrab malah akan menyebabkan bahasa
menjadi tidak baik karena tidak sesuai dengan situasi.Jika saya perhatikan, semakin tidak benar bahasa saya sewaktu
menulis atau berbicara, berarti semakin akrab hubungan saya dengan lawan bicara saya.Maaf, Mas Amal, saya belum
bisa memenuhi imbauan untuk menggunakan bahasa yang benar di seluruh kicauan saya.Tapi saya usahakan untuk
menggunakan bahasa yang baik.

Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat di artikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di
samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul.Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar mengacu ke ragam bahasa
yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa yang di ucapkan harus baku. Berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaianya sesuai dengan situasi dan
kondisi . Pada kondisi tertentu ,yaitu pada situasi formal pengguanaan bahasa Indonesia yang benar menjadi pioritas uutama.
Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku .Kendala yang harus di hindari dalam pemakaian bahasa
baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi ,campur kode, alih kode dan bahasa gaul
yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak
baik.

Misalnya dalam pertanyaan sehari-sehari dengan menggunakan bahasa yang baku,

Contoh ketika dalam dialog antara seorang dosen dengan seorang mahasiswa .

Pak Dosen : Deni apakah kamu sudah mengerjakan Tugas Bahasa Indonesia ?

Deni : sudah saya kerjakan dan sudah saya kirim ke email pak.

Pak Dosen : Baiklah kalau begitu , akan segera saya cek .

Deni : terima kasih pak

Contoh lain terdapat pada undang-undang dasar antara lain :

Undang - undang dasar 1945 pembukaan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dari beberapa
kalimat dalam undang-undang tersebut menunjukan bahasa yang sangat baku,dan merupakan pemakaian bahasa secara baik
dan benar

Contoh lain dalam hal tawar - menawar di pasar , misalnya pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan,
atau kecurigaan . Akan sangat ganjil bila dalam tawar-menawar dengan tukang sayur atau tukang becak kita memakai bahasa
Indonesia yang baku seperti ini.

1. Berapakah ibu mau menjual 1Kg wortel ini?


2. Apakah Nang becak bersedia mengantar saya kepasar Cileungsi dan berapa ongkosnya?

Contoh diatas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok
dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu untuk situasi seperti diatas kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.
1. Berapa nih bu,wortelnya 1Kg ?
2. Kepasar Cileungsi , Berapa bang ?
Untuk memahami bagaimana menggunakan bahasa indomesia dengan baik dan benar, terlebih dahulu saya akan memberikan
sedikit penjelasan. “Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan sebagai pemakaian kata-kata dalam ragam
bahasa yang serasi dan selaras dengan sasaran atau tujuannya dan yang terlebih penting lagi adalah mengikuti kaidah bahasa
yang baik dan benar. Pernyataan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu pada ragam bahasa yang dimana
memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa yang diucapkan biasanya adalah dalam bentuk bahasa yang baku.

Menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya
yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada suatu kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal, penggunaan bahasa Indonesia
yang benar menjadi pilihan atau prioritas utama dalam berbahasa. Seperti sudah saya jelaskan tadi, penggunaan bahasa
seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Masalah yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain adalah
disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa kita
sadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal seperti ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak sesuai
dan tidak baik.

Contoh nyata dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baku:

 Apakah kamu sedang mengerjakan tugas rumah saat ini?

 Apa yang kamu kerjakan tadi di sekolah?

 Contoh ketika dalam dialog antara seorang Orangtua dengan anaknya.

 Orangtua : Gerald! Apa yang sedang kamu lakukan?

 Gerald : Saya sedang bermain game. Ada apa, bu?

 Orangtua : Apakah kamu tidak belajar untuk ujian besok?

 Gerald : Ya, akan saya lakukan setelah saya selesai bermain game, bu.

Kata-kata diatas adalah kata yang sesuai untuk digunakan dalam lingkungan sosial

Contoh lain yang saya kutip adalah pada Pembukaan Undang-Undang Dasar antara lain :

Undang-undang dasar 1945 pembukaan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perkeadilan.

Dari beberapa kalimat didalam undang-undang dasar tersebut menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa
yang sangat baku, dan itu merupakan pemakaian bahasa secara baik dan benar.

Contoh lain, seperti kegiatan sosialisasi yang dilakukan antara masyarakat. Contohnya, pemakaian ragam baku akan
menimbulkan keheranan, keraguan atau kecurigaan. Ini akan terlihat sangat aneh bila dalam komunikasi kita dalam
bersosialisasi dengan orang lain, kita menggunakan bahasa baku seperti ini.

(1) Berapakah Bapak mau menjual harga game ini?

(2) Apakah sayur ini masih segar, berapa harganya bu, untuk sayuran ini?

Contoh di atas merupakan contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok
dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.

(3) Jual berapa pak? Game ini?

(4) Masih segar, bu? Berapa harganya?

Contoh perbedaan antara bahasa indonesia yang benar dengan bahasa gaul

Bahasa Bahasa Gaul


Indonesia (informal)

Aku, Saya Gue


Kamu Elo
Di masa depan kapan-kapan
Apakah benar? Emangnya bener?
Tidak Gak
Tidak Peduli Emang gue pikirin!

Dari contoh diatas yang didapat adalah perbedaan penggunaan bahasa antara bahasa yang baku dan non baku, dan dapat
terlihat dari pengucapan dan dari tata cara penulisan bahasa tersebut. Bahasa indonesia yang baik dan benar merupakan
bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti, bentuk bahasa baku yang sah dibuat agar secara luas masyarakat indonesia
dapat berkomunikasi menggunakan bahasa nasional.

Contoh nyata, pada kutipan teks “SumpahPemuda” adalah sebagai berikut :


“Kami, putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”,
demikianlah bunyi dari alenia ketiga sumpah pemuda yang telah dirumuskan oleh para pemuda yang kemudian menjadi salah
satu factor penting pendiri bangsa dan negara Indonesia. Bunyi alenia ketiga dalam ikrar sumpah pemuda itu jelas bahwa yang
menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia, khusus nya kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia
sudah sepatutnya menjunjung tinggi bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu berterima kasih lah kita
terhadap “BAHASA”, karena bahasa juga merupakan faktor penting didalam konteks sumpah pemuda, oleh karena bahasa
merupakan sesuatu hal yang bersifat universal, sehingga pemakainya menjadi mudah dan tepat pada saat seperti diatas. Dan
penerimaannya juga baik, karena adanya pemakaian kata-kata yang baik dan benar.

Contoh lain adalah paragraph dibawah ini, merupakan sebagian dari gaya bahasa yang dipakai sesuai dengan EYD dan
menggunakan bahasa baku atau bahasa ilmiah dan bukan kata popular dan bersifat objektif, dengan penyusunan kalimat yang
cermat dan tepat.

Dalam paradigma profesionalisme sekarang ini, ada tidaknya nilai informative dalam jaring komunikasi ternyata berbanding
lurus dengan cakap tidaknya kita menulis. Pasalnya, selain harus bisa menerima, kita juga harus mampu memberi. Inilah efek
jurnalisme yang kini sudah menyesaki hidup kita. Oleh karena itu, kita pun dituntut dalam hal tulis-menulis demi penyebaran
informasi. Namun persoalannya, apakah kita peduli terhadap laras tulis bahasa kita. Sementara itu, yakinilah, tabiat dan tutur
kata seseorang menunjukkan asal-usulnya, atau dalam penegasan lain, bahasa yang kacau mencerminkan kekacauan pola
pikir pemakainya. Buku ini memperkenalkan langkah-langkah pragmatic yang Anda perlukan agar tulisan Anda bisa tampil
wajar, segar, dan enak dibaca

Dan yang menjadi kesimpulan adalah bahwa yang bisa kita pelajari dari semua ini adalah Bahasa merupakan sebuah suatu
karunia yang diberikan Tuhan pada manusia agar manusia bisa memahami dan mengerti satu sama lain, menjadikannya
sebagai alat komunikasi yang dasar dan sentral dan disamping itu bisa menjadi kekuatan tersembunyi dalam mempersatukan
suatu hal dalam penggunaannya, dan ada baiknya jika dalam penggunaannya, kita memakai bahasa yang baik dan benar,
sehingga bahasa yang kita sampaikan terlihat sesuai

Contoh Penggunaan Bahasa Indonesia Secara Baik Dan Benar Serta Fungsi Bahasa Sebagai Alat Komunikasi

Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan tata bahasa baku yang telah ditetapkan. Bahasa Indonesia
yang benar diterapkan dalam bahasa tulis dan bahasa lisan yang sifanya resmi misalnya pada saat berpidato. Berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi
dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas
utama.

Misalnya kita berbelanja di pasar.

Contoh: Harga ini berapa bang? (sambil menunjukkan barang yang ditanyakan)

Kalimat di atas merupakan Bahasa Indonesia yang baik, karena sesuai dengan situasi dan kondisi. Tetapi belum tentu benar.
Tidak mungkin bahasa tersebut kita ganti dengan bahasa yang benar.

Contoh: Berapa harga buku ini satu buah bang?

Harga satu buah buku ini adalah lima ribu rupiah.

Hal ini tidak efektif karena pasti akan membutuhkan waktu yang lama dalam hal tawar menawar tersebut.

Dari contoh diatas perbedaan antara bahasa yang baku dan non baku dapat terlihat dari pengucapan dan dari tata cara
penulisannya. Bahasa indonesia baik dan benar merupakan bahasa yang mudah dipahami, bentuk bahasa baku yang sah agar
secara luas masyarakat indonesia berkomunikasi menggunakan bahasa nasional. Jadi, bahasa Indonesia yang baik belum tentu
benar. Bahasa Indonesia yang benar bisa dikatakan baik.

Dalam situasi santai kita tidak ”diharamkan” berbahasa Indonesia yang baik tetapi tidak benar. Berikut ini contohnya.

(l) Berapa nih, Bu, bayemnya?

(2) Ke Pasar Tanah Abang, Bang. Berapa?

Mengapa kalimat (1) dan (2) di atas tergolong bahasa yang baik tetapi tidak benar? Jika demikian, apakah ada bahasa
Indonesia yang tidak baik tetapi benar? Apakah ada bahasa Indonesia yang tidak baik dan tidak benar? Pertanyaan itu kerap
disampaikan oleh siswa kepada guru bahasa Indonesia. Guru menjawab, “Ya, bentuk-bentuk yang Anda tanyakan tersebut ada
dalam bahasa Indonesia.” Pertanyaan itu muncul karena para siswa pada umumnya lebih akrab dengan slogan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.

Jika bahasa sudah baku atau standar, baik yang ditetapkan secara resmi lewat surat putusan pejabat pemerintah atau
maklumat, maupun yang diterima berdasarkan kesepakatan umum dan yang wujudnya dapat kita saksikan pada praktik
pengajaran bahasa kepada khalayak, dapat dengan lebih mudah dibuat pembedaan antara bahasa yang benar dengan yang
tidak. Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku itulah yang merupakan bahasa
yang benar.

Jika orang masih membedakan pendapat tentang benar tidaknya suatu bentuk bahasa, perbedaan paham itu menandakan
tidak atau belum adanya bentuk baku yang mantap. Jika dipandang dari sudut itu, kita mungkin berhadapan dengan bahasa
yang semua tatarannya sudah dibakukan; atau yang sebagiannya sudah baku, sedangkan bagian yang lain masih dalam proses
pembakuan; ataupun yang semua bagiaanya belum atau tidak akan dibakukan. Bahasa Indonesia, agaknya, termasuk golongan
yang kedua. Kaidah ejaan dan pembentukan istilah kita sudah distandarkan; kaidah pembentukan kata yang sudah tepat dapat
dianggap baku, tetapi pelaksanaan patokan itu dalam kehidupan.sehari-hari belum mantap.

Orang yang mahir menggunakan bahasanya sehingga maksud hatinya mencapai sasarannya, apa pun jenisnya itu, dianggap
telah dapat berbahasa dengan efektif. Bahasanya membuahkan efek atau hasil karena serasi dengan peristiwa atau keadaan
yang dihadapinya. Di atas sudah diuraikan bahwa orang yang berhadapan dengan sejumlah lingkungan hidup harus memilih
salah satu ragam yang cocok dengan situasi itu. Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis
pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat. Bahasa yang harus mengenai sasarannya tidak selalu
perlu beragam baku. Dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian,
keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjillah bila dalam tawar-menawar dengan tukang sayur atau tukang becak kita
memakai bahasa baku seperti

(3) Berapakah ibu mau menjual bayam ini?

(4) Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar Tanah Abang dan berapa ongkosnya?

Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang benar, tetapi tidak baik karena tidak cocok dengan situasi pemakaian
kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat (5) dan (6) berikut akan lebih tepat.

(5) Berapa nih, Bu, bayemnya?

(6) Ke Pasar Tanah Abang, Bang. Berapa?

Sebaliknya, kita mungkin berbahasa yang baik, tetapi tidak benar. Frasa seperti ini hari merupakan bahasa yang baik di
kalangan para makelar karcis bioskop, tetapi bentuk ini bukan merupakan bahasa yang benar karena letak kedua kata dalam
frasa ini terbalik.Karena itu, anjuran agar kita “berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan pemakaian ragam
bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan “bahasa
Indonesia yang baik dan benar” mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan
kebenaran. (Sumber: Alwi, Hasan et al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, Depdiknas & Balai
Pusataka.)

Anda mungkin juga menyukai