Anda di halaman 1dari 36

PENDAHULUAN

 Prawirohardjo (1999:127) : pubertas adalah masa


peralihan antara masa kanak-kanak dan
dewasa.
 John W. Santrock (2003:26) : masa remaja
adalah masa transisi yang mencakup perubahan
biologis, kognitif, dan sosial emosional.
 Root dalam Hurlock (2004) : pubertas adalah
tahap perkembangan dimana terjadi
kematangan alat-alat seksual dan tercapai
kemampuan reproduksi.
TAHAPAN PERKEMBANGAN
MANUSIA
 Periode prenatal : masa embrio dan masa fetus
 Periode bayi : masa neonatus dan masa bayi

 Periode kanak-kanak awal

 Periode kanak-kanak akhir

 Periode remaja

 Periode dewasa awal

 Periode dewasa madya

 Periode usia lanjut


OOGENESIS
PEREMPUAN DALAM BERBAGAI
MASA KEHIDUPAN
 Masa fetal
 Usia gestasi 6-8 mgg : dimulai diferensiasi ovarium
 Usia gestasi 16-20 mgg : 6-7 jt oogonia
 Usia gestasi 18 mgg : pembentukan folikel

 Masa bayi
 Saat lahir di ovarium terdapat ±1 jt sel germinal yang akan jadi
folikel
 Ovarium neonatus d=1cm, berat=250-350gr, semua oosit
berbentuk folikel primordial

 Masa kanak-kanak
 Folikel tumbuh menjadi folikel antrum
 Fungsi ovarium tidak dibutuhkan sampai pubertas
MASA PUBERTAS
 Faktor yang mempengaruhi onset pubertas :
genetik, kondisi kesehatan, berat badan, BMI,
nutrisi, faktor sosial, lokasi geografik, paparan
lingkungan & sinar matahari, serta keadaan
psikologis.
 Terjadi perkembangan karakteristik seks
sekunder dan dicapainya kemampuan
reproduksi.
PERUBAHAN HORMONAL PADA
MASA PUBERTAS
 Pubertas diawali dengan aktivasi dari HPO aksis
dengan peningkatan GnRH secara menetap.
 Gonadalstat menjadi sensitif terhadap
rendahnya kadar steroid dalam darah→ inhibisi
SSP pada hipotalamus menghilang akibat
mekanisme umpan balik→ GnRH disekresikan
dalam jumlah banyak.
 Proses adrenarke dimulai pada usia sekitar 6
tahun. Terjadi peningkatan produksi androgen
adrenal oleh HPA aksis. Adrenal steroidogenesis
bergeser untuk meningkatkan produksi DHEA.
 DHEA-S ≥ 40μg/dL dalam sirkulasi memberikan
sinyal untuk memulai proses adrenarke yang
bersama hormon androgen adrenal lainnya
diperlukan untuk pertumbuhan rambut pubis
dan aksila.
 Kontrol neuroendokrin untuk mulai pubertas
belum diketahui pasti, faktor yang berperan
antara lain: genetik (gen GPR54), nutrisi
(hormon leptin), dan faktor lingkungan lainnya.
 Kadar leptin rendah saat pubertas, kemudian
naik progresif saat pubertas karna estrogen
menginduksi ekspresi gen leptin. Kadar leptin
yang tinggi memberi sinyal ke SSP untuk
memulai pubertas.
 GH disekresikan sebagai respon terhadap
pelepasan GnRH→ berikatan dengan reseptor di
liver→ produksi dan sekresi ILGF1 untuk
pertumbuhan dan diferensiasi sel
PERUBAHAN FISIK PADA MASA
PUBERTAS
 Tinggi badan anak perempuan bertambah ±9cm
per tahun. Secara keseluruhan pertambahan
tinggi badan ±25cm. Puncak pertumbuhan usia
12 tahun. Pertumbuhan berakhir pada usia 16
tahun. Hormon steroid seks berpengaruh pada
maturasi epifisis.
 Pertambahan berat badan karena perubahan
komposisi tubuh. Pada anak perempuan, karena
adanya peningkatan massa lemak akibat
pengaruh hormon steroid seks.
 Perkembangan seks sekunder karena perubahan
hormonal selama pubertas.
 Pertama muncul breast budding pada usia ±10
tahun dan berkembang jadi payudara dewasa
pada usia 13-14 tahun. Rambut pubis mulai
tumbuh pada usia 11-12 tahun dan mencapai
pertumbuhan lengkap pada 14 tahun. Menarke
terjadi 2 tahun setelah onset pubertas dan
merupakan fase akhir perkembangan pubertas.
 Perubahan organ reproduksi interna: ovarium
membesar dan terjadi perkembangan folikel.
Vagina dari 4cm saat lahir menjadi 7-8cm saat
kanak-kanak akhir. Uterus dari 2cm saat bayi
dengan cervix>korpus menjadi korpus:cervix=1:1
saat menarke dan menjadi 3:1 saat dewasa.
PERUBAHAN PSIKOSOSIAL PADA
MASA PUBERTAS
 Perubahan fisik secara cepat dan berkelanjutan
menyebabkan remaja menjadi lebih sensitif
terhadap bentuk tubuh.
 Jika proses perubahan fisik tidak berlangsung
dengan lancar, dapat mempengaruhi
perkembangan psikis dan emosi remaja.
 Tahap remaja awal :
 Terjadi krisis identitas, jiwa yang labil, meningkatnya
kemampuan verbal untuk ekspresi diri, pentingnya
sahabat, berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua,
mencari orang lain yang disayangi selain orang tua,
kecenderungan untuk berlaku kekanak-kanakan, dan
terdapat pengaruh teman sebaya terhadap hobi dan cara
berpakaian.
 Hanya tertarik pada keadaan sekarang dan bukan
keadaan masa depan.
 Secara seksual, mulai timbul rasa malu, ketertarikan
terhadap lawan jenis, tetapi masih bermain secara
berkelompok, dan mulai bereksperimen terhadap tubuh
seperti masturbasi.
 Mulai melakukan eksperimen dengan rokok, alkohol, atau
obat-obat terlarang.
 Peran peer group sangat dominan dalam periode ini.
 Tahap pertengahan remaja :
 Mulai mengeluh bahwa orang tua terlalu ikut
campur dalam urusan pribadi, sangat
memperhatikan penampilan, berusaha untuk
mendapatkan teman baru, kurang menghargai
pendapat orang tua, dan moody.
 Mulai tertarik pada intelektualitas dan karir.
 Secara seksual sangat memperhatikan penampilan,
mulai mempunyai dan sering berganti-ganti pacar,
sangat perhatian terhadap lawan jenis.
 Sudah mempunyai konsep role model dan mulai
konsisten terhadap cita-cita.
 Tahap remaja akhir :
 Identitas diri menjadi lebih kuat, mampu
memikirkan ide, mampu mengekspresikan perasaan
dengan kata-kata, lebih menghargai orang lain, lebih
konsisten terhadap minat, bangga terhadap hasil
yang dicapai sendiri, emosi lebih stabil.
 Mulai lebih memperhatikan masa depan, termasuk
peran yang diinginkan nantinya.
 Mulai serius dalam menjalin hubungan dengan
lawan jenis dan mulai dapat menerima tradisi dan
kebiasaan yang ada di lingkungan.
GANGGUAN PADA MASA PUBERTAS
 Pubertas prekoks
 Jika terjadi sebelum usia 8 tahun pada anak
perempuan.
 Angka kejadian antara 1:5000-1:10000,
perempuan:laki-laki = 10:1
 Digolongkan jadi : tipe parsial, komplit, mix
(heteroseksual), dikategorikan lebih lanjut menjadi
sentral (GnRH dependent) dan periferal (GnRH
independent)
 Mekanisme paling umum yang mendasari pubertas
prekoks adalah aktivasi yang lebih awal dari GnRH /
aksis HPO (tipe sentral)
 Penyebab : tumor/lesi pada hipotalamus, tetapi
kebanyakan idiopatik
 Prekoks menyebabkan perkembangan prematur
karakteristik seks sekunder dan penutupan lempeng
epifisis lebih cepat sehingga perawakan pendek.
 Diagnosis prekoks sentral : diagnosis eksklusi
 Terapi : GnRH agonist
 Pubertas prekoks perifer : GnRH independent
 Karakteristik : kadar gonadotropin rendah, kadar
estradiol meningkat.
 Penyebab : tumor gonad/adrenal, paparan steroid
seks eksogen
 Managemen : obati gangguan yang mendasari dan
membatasi efek steroid gonad
 Pubertas tertunda
 Perubahan fisik awal pubertas tidak terlihat pada
usia 13 tahun untuk anak perempuan. Diagnosis
klinis ditegakan bila tidak menarke pada usia 15/16
tahun.
 95% kasus karena keterlambatan fisiologis, 5% kasus
karena adanya gangguan pada HPO aksis.
 Pendekatan awal dengan penentuan status
gonadotropin dan pemeriksaan usia tulang.
 Harus segera diterapi
 Dicurigai keterlambatan pubertas bila payudara
belum berkembang pada usia 13 tahun, waktu
antara perkembangan payudara dan menstruasi
lebih dari 5 tahun, tidak berkembangnya rambut
pubis pada usia 14 tahun, atau menstruasi tidak
datang pada usia 16 tahun. Gambaran klinis lain
adanya perawakan pendek.
 Tata laksana : pengobatan awal dengan estrogen
dosis rendah selama 6-12 bulan.
 Amenore primer
 Menarke belum terjadi pada usia 16 tahun pada
perempuan dengan perkembangan karakteristik seks
sekunder lengkap atau menarke tidak terjadi pada
usia 14 tahun pada perempuan tanpa perkembangan
karakteristik seks sekunder.
 Penyebab biasanya kelainan genetik atau anatomik.
 Terapi berdasarkan gangguan yang mendasarinya.
DAFTAR PUSTAKA
 Prawirohardjo, S. Ilmu Kandungan Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1999.
 John W. Santrock. 2003. Adolescence, Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
 Hurlock. 2004. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Yogyakarta : Erlangga.
 Batubara, Jose RL. "Adolescent Development (Perkembangan Remaja)". Sari Pediatri 12.1 (2010): 21.
 Verawati, S & Rahayu, L. (2011). Merawat dan menjaga kesehatan seksual wanita. Bandung: Grafindo.
 Hurlock, Elizabeth B. Child Development. 6th ed. India: McGraw Hill Education, 2001.
 Tanto, Chris et al. Kapita Selekta Kedokteran. 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius, 2014.
 Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC, 2011.
 Speroff L, Fritz MA. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, ed 7th. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005.
 Garel L, Dubois J, Grignon A, Filiatrault D, Vliet GV. US of the Pediatric Female Pelvis: A Clinical Perspective. Radio Graphics 2001;21:1393-1407.
 Rebar RW. Puberty. In: Berek, Jonathan S. Berek & Novak’s Gynecology, ed. 14th. California: Lippincott Williams & Wilkins, 2007:1-82.
 Boswell HB. Normal pubertal physiology in females. Female Puberty: A Comprehensive Guide for Clinicians. 2014.
 Fritz MA, Speroff L. Normal and abnormal growth and pubertal development. In: Fritz MA, Speroff L, editors. Clinical gynecology endocrinology and
infertility. 8th ed. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins: 2011.p.391-434.
 Chapelon FC, EN-EPIC. Evolution of age at menarche and at onset of regular cycling in a large cohort of French women. Hum. Reprod. 2002;17:228-
32.
 Remsberg KE, Demerath EW, Schubert CM, Chumlea WC, Sun SS, Siervogel RM. Early menarche and the development of cardiovascular disease risk
factors in adolescent girls: the Fels Longitudinal Study. J Clin Endocrinol Metab. 2005;90(5):2718-24.
 Lakshman R, Forouhi NG, Sharp SJ, Luben R, Bingham SA, Khaw KT, et al. Early age at menarche associated with cardiovascular disease and
mortality. J Clin Endocrinol Metab. 2009;94(12):4953-60.
 Kelsey JL, Gammon MD, John EM. Reproductive factors and breast cancer. Epidemiol Rev. 1993;15(1):36-47.
 Horn J, Asvold BO, Opdahl S, Tretli S, Vatten LJ. Reproductive factors and the risk of breast cancer in old age: a Norwegian cohort study. Breast
Cancer Res Treat. 2013;139(1):237-43.
 Kaplan SL, Grumbach MM. Pituitary and placental gonadotropins and sex steroid in the human and sub human primate fetus. Clin. Endocrinol Metab
1978;7:487-511.
 Park SJ, Goldsmith LT, Weiss G. Age-related changes in the regulation of luteinizing hormone secretion by estrogen in women. Exp Biol Med
(Maywood). 2002;227(7):455-64.
 Winter JS, Faiman C, Hobson WC, Prasad AV, Reyes FI. Pituitary-gonadal relations in infancy. I. Patterns of serum gonadotropin
concentration from birth to four years of age in man and chimpanzee. J Clin Endocrinol Metab. 1975;40(4):545-51.
 Brook CDG. Mechanism of Puberty. Horm Res 1999;51:52-4.
 Ojeda SR, Lomniczi A, Mastronardi C, Heger S, Roth C, Parent AS. The neuroregulation of puberty: is the time ripe for a system
biology approach? Endocrinology 2006;147:1166-74.
 Ducharne JR, Forerst MG. Normal pubertal development. Dalam: Bertrand J, Rappaport R, Sizonenko PC, penyunting. Pediatric
Endocrinology. Edisi ke 2. Baltimore: William; 1993.h.372-86.
 Dellemarre-van de Waal HA, van Coeverden SC, Engelbert MT. Factors affecting onset of puberty. Horm Res 2002;57:15-8.
 Seminara SB, Messager S, Chatzidaki EE, Trescher RR, Acierno JS, Shagoury JK,dkk. The GPR54 gene as a regulator of puberty. N
Engl J Med 2003;349:1614-27.
 Rosenfield RL, Lipton RB, Drum ML. Thelarche, pubarche, and menarche attainment in children with normal and elevated body mass
index. Pediatrics. 2009;123(1):84-8.
 Vigersky RA, Andersen AE, Thompson RH, Loriaux DL. Hypothalamic dysfunction in secondary amenorrhea associated with simple
weight loss. N Engl J Med. 1977;297(21):1141-5.
 Farooqi IS. Leptin and the onset of puberty: insight from rodent and human genetics. Semin Reprod Med. 2002;20(2):139-44.
 Khan SM, Hamnvik OP, Brinkoetter M, Mantzoros CS. Leptin as a modulator of neuroendocrine function in humans. Yonsei Med J.
2012;53(4):671-9.
 Moschos S, Chan JL, Mantzoros CS. Leptin and reproduction: a review. Fertil Steril. 2002;77(3):433-44.
 Di CC, Tommaselli GA, De FE, Pisano G, Nasti A, Bifulco G, et al. Menstrual status and serum leptin level in anorectic and in
menstruating women with low body mass indexes. Fertil Steril. 2002;78(2):376-82.
 Sryne DM. The regulation of pubertal growth. Horm Res 2003;60:22-6.
 Mauras N, Rogol AD, Haymond MW, Veldhuis JD. Sex steroids, growth hormone, insulin like growth factor-1: neuroendocrine and
metabolic regulation in puberty. Hom Res. 1996;45(1-2):74-80.
 Tanner JM. Foetus into Man. Edisi ke-2. Inggris: Castlemead Publication, 1989.
 Steinberg L. The fundamental changes of adolescent: biological transition.
 Batubara JR, Soesanti F, and van de Waal HD. Age at menarche in Indonesian girls: a national survey. Acta Med Indones
2010;42(2):78-81.
 Marshall WA, Tanner JM. Variations in pattern of pubertal changes in girls. Arch Dis Child. 1969;44(235):291-303.
 World Health Organization multicenter study on menstrual and ovulatory patterns in adolescent girls. II. Longitudinal study of
menstrual patterns in the early postmenarcheal period, duration of bleeding episodes and menstrual cycles. World Health
Organization Task Force on Adolescent Reproductive Health. J Adolesc Health Care. 1986;7(4):236-44.
 Emans SJ, Laufer MR, Goldstein DP. The physiology of puberty. In: Emans SJ, Laufer MR, editors. Pediatric and adolescent
gynecology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.
 Christie D, Viner R. ABC of adolescent: adolescent development. BMJ 2005;30:301-4.
 Huebner A. Adolescent growth and development transition.
 Marshall WA, Tanner JM. Variations in pattern of pubertal changes in boys. Arch Dis Child. 1970;45:13-24.
 Kaplowitz PB, Oberfield SE. Reexamination of the age limit for defining when puberty is precocious in girls in the United
States: implications for evaluation and treatment. Pediatrics. 1999;104:936-41.
 Rosenfield RL, Bachrach LK, Chernausek SD, et al. Current age of puberty. Pediatrics. 2000;106:622-3.
 Partsch CJ, Heger S, Sippell WG. Management and outcome of central precocious puberty. Clinical endocrinology.
2002;56(2):129-148.
 Teilmann G, Pedersen CB, Jensen TK, Skakkebaek NE, Juul A. Prevalence and incidence of precocious pubertal
development in Denmark: an epidemiologic study based on national registries. Pediatrics. 2005;116:1323-8.
 McCance, Kathryn L. and Sue E. Huether. Pathophysiology: The Biologic Basis For Disease in Adults and Children. 6th
ed. Missouri: Mosby Elsevier, 2010.
 Nathan BM, Palmert MR. Regulation and disorders of pubertal timing. Endocrinol Metab Clin North Am. 2005;34:617-
41.
 Lahlou N, Carel JC, Chaussain JL, Roger M. Pharmacokinetics and pharmacodynamics of GnRH agonists: clinical
implications in pediatrics. J Pediatr Endocrinol Metab 2000;13:Suppl1:723-7.
 Harrison;s Principles of Internal Medicine. 19th ed. US: McGraw-Hill Education, 2015.
 Lee PA. Disorder of puberty. Dalam: Lifshitz F, penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke-3. New York: Marcel
Dakker; 1996.h175-93.
 Saenger P. Delayed puberty. When to wake the bugler. J Pediatr. 1998;133:724-6.
 Jospe N: Disorders of pubertal development. In Osborn LM et al, editors: Pediatrics, Philadelphia, 2005, Mosby.
 Beckmann CRB, Ling FW, Barzansky BM, Bates GW, Herbert WND, Laube DW, dkk. Obstretics and gynecology. Edisi
ke-2. Philadelphia: William & Wilkins; 1995. H.268-72.
 Anwar S. Keterlambatan Pubertas. Sari Pediatri. 2003;4(4):176-179.
 The Practice Committee of American Society for Reproductive Medicine. Current evaluation of amenorrhea. Fertility and
Sterility. 2008;90(5Suppl):S219-225.
 Deligeoroglou E, Athanasopoulos N, Tsimaris P, Dimopoulos KD, Vrachnis N, Creatsas G. Evaluation and management
of adolescent amenorrhea. Annals of the New York Academy of Sciences. 2010;1205:23-32.
 Delani D Kotarba. Primary amenorrhoea. J Soc Obstet Gynaecol Can 1998;20(11):1055-65.
 Amenorrhea - Gynecology and Obstetrics. MSD Manual Professional Edition.. 2015. Available from:
http://www.msdmanuals.com/professional/gynecology-and-obstetrics/menstrual-abnormalities/amenorrhea.

Anda mungkin juga menyukai