PEMICU 2
MODUL TUMBUH KEMBANG
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8
1.1 Pemicu
Seorang anak perempuan berusia 7 tahun datang ke dokter diantar ibunya,
dengan keluhan kedua payudara sudah tumbuh sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat
kelahiran dan dalam kehamilan tidak bermakna. Tidak ada sakit kepala,
penglihatan ganda, maupun muntah. Tidak terdapat riwayat pajanan terhadap
radioterapi, trauma, atau operasi di daerah kepala. Ibu menarche pada usia 12
tahun. Tinggi badan ibu 157 cm, tinggi badan ayah 160 cm. Pada pemeriksaan
fisik tampak pasien stabil, cukup aktif, tinggi badan 123 cm, berat badan 29 kg.
Tidak terdapat café au lait, maupun kelainan fisis lainnya.Status pubertas
A1M2P1.
2.1 Pubertas
2.1.1 Definisi
Pubertas merupakan suatu proses yang alamiah dan pasti
dialami oleh semua manusia dimana terjadi perubahan fisik dari
tubuh anak-anak menjadi bertubuh layaknya orang dewasa dan telah
memiliki kemampuan bereproduksi. Keadaan ini diinisiasi oleh
sistem hormon dari otak yang menuju ke gonad (ovarium dan testes)
dan meresponnya dengan menghasilkan berbagai hormon yang
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan, fungsi atau
transformasi dari otak, tulang, otot, kulit, payudara, menstruasi dan
organ-organ reproduksi lainnya, seperti organ genitalia (penis dan
vagina) dan organ seksual sekunder lainnya (rambut pubis). Proses
ini juga menandai peningkatan kematangan psikologis manusia
secara sosial yang disebut telah menjadi seseorang remaja. [1]
2.2.2 Etiologi
Pubertas prekoks diklasifikasikan menjadi dua kategori utama
berdasarkan etiologinya
2.2.3 Epidemiologi
Insiden pubertas prekoks dominan terjadi pada anak
perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini dimungkinkan
karena pubertas prekoks membawa sifat genetic yang autosomal
dominan yang lebih sering akibat paparan hormone esterogen dini
pada usia bayi. Untuk perempuan sering diakibatkan etiologi yang
idiopatik dan sebaliknya pada laki-laki secara seignifikan terbanyak
diakibatkan adanya penyakit pada otak.[16]
Ada penelitian yang sangat terbatas yang menggambarkan tren
dan prevalensi pubertas dini. Studi epidemiologi pertama dari
pendataan oleh Danish National memperkirakan bahwa 0,2% wanita
memiliki beberapa bentuk pubertas dini (CPP (Central Precocious
puberty), PPP (Peripheral Precocious Puberty) atau variasi yang
jinak) sementara itu kurang dari 0,05% pada pria. Ada dominasi
perempuan sekitar 20 hingga 23 per 10.000 anak perempuan
dibandingkan dengan anak laki-laki, yang kurang dari 5 per 10.000
anak laki-laki.[17] Studi observasi lain di Spanyol memperkirakan
kejadian tahunan pubertas prekoks sentral antara 0,02 dan 1,07 kasus
per 100.000 orang.[18] Sebuah studi yang mengamati populasi Korea
memperkirakan prevalensi CPP menjadi 55,9 per 100.000 anak
perempuan dan 1,7 per 100.000 anak laki-laki. Insiden CPP secara
keseluruhan yang dilaporkan di Korea adalah 15,3 per 100.000 anak
perempuan, dan 0,6 per 100.000 anak laki-laki. Prevalensi dan insiden
bervariasi secara signifikan di antara populasi yang berbeda sehingga
sulit untuk memperkirakan angka pasti.
2.2.4 Patofisiologi
Secara sederhana, gambaran perjalanan kasus Pubertas Prekoks
diawali produksi berlebihan GnRH yang menyebabkan kelenjar pituitary
meningkatkan produksi luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating
hormone (FSH).[19] Peningkatan jumlah LH menstimulasi produksi hormon
seks steroid oleh sel Leydig pada testis atau sel granul pada ovarium.
Peningkatan kadar androgen atau esterogen menyebabkan fisik berubah
dan mengalami perkembangan dini meliputi pembesaran penis dan
tumbuhnya rambut pubis pada anak laki-laki dan pembesaran payudara
pada anak perempuan, serta mendorong pertumbuhan badan. Peningkatan
kadar FSH mengakibatkan pengaktifan kelenjar gonad dan akhirnya
membantu pematangan folikel pada ovarium dan spermatogenesis pada
testis.[20]
1. Pubertas Prekoks Sentral[21]
Pada pubertas prekoks sentral, terjadi aktivasi dini dari aksis
hipotalamus-hipofisis gonad. Hal ini dapat terjadi karena
abnormalitas sistem saraf pusat yang mengganggu keseimbangan
antara faktor inhibisi dan stimulasi yang mengendalikan
perkembangan pubertas.
2. Pubertas Prekoks Perifer
Pubertas prekoks perifer disebabkan oleh stimulasi hormon steroid
seks. Hormon seks steroid ini dapat berasal dari sumber endogen
(gonad atau ekstragonadal) atau sumber eksogen. Hormon steroid
seks endogen diproduksi secara otonom atau disebabkan oleh
gonadotropin yang tidak dihasilkan oleh hipofisis atau aktivasi
reseptor gonadotropin.
2.2.5 Diagnosis
Evaluasi diagnostik pubertas prekoks dilakukan berdasarkan fisiologi
pubertas dan penyebab yang mendasari atau yang berhubungan. Pubertas
prekoks sentral di diagnosis jika perkembangan pubertas dan pemeriksaan
laboratorium konsisten dengan perubahan progresif aktivasi aksis
hipotalamus – hipofisis – gonad. Evaluasi diagnostic dimulai dengan
mendokumentasikan riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisis, dan
evaluasi status hormonal. [22]
Untuk pemeriksaan penunjang laboratorium, maka dilakukan tes
kadar hormon LH dan FSH basal, uji GnRH terstimulasi, esterogen dan
progesterone serum, β-HCG, 17-OH progesteron, estradiol dan beberapa
pemeriksaan hormonal lainnya atas indikasi. Diperlukan pula pemeriksaan
radiologis diagnostik, maka yang difokuskan adalah pencitraan umur tulang
dan survey tulang (McCune-Albright), sedangkan untuk etiologi dilakukan
CT-Scan/MRI kepala dan USG pelvis/adrenal.[23]
Pubertas dikatakan sebagai pubertas prekoks atau precocious
puberty apabila tanda pubertas seseorang muncul lebih awal dari
biasanya. Bila biasanya pubertas itu dimulai antara usia 10 sampai 14
tahun pada anak perempuan dan usia 12 sampai 16 tahun pada anak
laki-laki, maka pada pubertas prekoks, anak perempuan akan
mengalami gejala pubertas atau mendapati tanda pubertasnya pada
usia kurang dari 8 tahun dan anak lakilaki pada usia kurang dari 9
tahun. Hal ini sebenarnya bisa merupakan bagian dari variasi
perkembangan yang normal, namun bisa juga merupakan penyakit
atau pertumbuhan hormon yang tidak normal.
Anak-anak yang menderita pubertas prekoks ini biasanya
mengalami beberapa masalah. Salah satunya adalah masalah tinggi
badan. Biasanya tinggi badan mereka akan abnormal (tidak normal).
Awalnya memang mereka ini kelihatan memiliki tinggi badan lebih
tinggi dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Tetapi pada
kelanjutannya karena maturasi tulangnya lebih awal dan cakram
episifisnya menutup lebih cepat, maka pertumbuhan mereka berhenti
lebih cepat juga. Inilah alasannya kenapa anak-anak pubertas prekoks
memiliki tinggi badan lebih rendah dari yang seharusnya mereka
miliki dan tubuh mereka biasanya akan lebih pendek dibandingkan
dengan teman-teman seusianya ketika telah mencapai usia dewasa.[24]
Selain masalah tinggi badan, biasanya mereka juga memiliki
masalah sosial dan emosional. Mereka biasanya akan menunjukkan
perubahan suasana hati seperti lekas marah dan suka murung pada
anak perempuan dan menjadi agresif serta dimulainya perjalanan seks
yang tidak tepat pada anak laki-laki. Perubahan-perubahan yang terjadi
pada diri mereka ini membuat mereka menjadi agak berbeda jika
dibandingkan dengan anak-anak sebayanya. Tidak jarang banyak
diantara mereka yang merasa malu dengan perubahan-perubahan
tersebut, terutama anak perempuan (karena pertumbuhan
payudaranya). Hal ini pada akhirnya menjadikan mereka kurang
percaya diri dan akan meningkatkan resiko terjadinya depresi.
Sampai sekarang penyebab pasti dari pubertas prekoks ini
masih belum diketahui. Tetapi secara umum dikatakan bahwa dalam
keadaan yang jarang penyebabnya adalah karena meningkatnya
produksi steroid. Peningkatan produksi steroid ini bisa terjadi karena
beberapa hal. Diantaranya adalah karena meningkatnya sekresi
hormon gonadotropin, penyakit intrinsik adrenal (ovarium atau testis),
penyakit pada otak ataupun tumor yang menghasilkan hormon
reproduksi. Selain itu faktor psikologis dan stressor lingkungan
ekternal dikatakan biasanya juga cukup memberi peran.
Selanjutnya pubertas prekoks inipun terbagi dua, pubertas
prekoks sentral dan pubertas prekoks perifer. Pubertas prekoks sentral
adalah suatu pubertas prekoks yang disebabkan oleh aktivitas prematur
dari poros hipotalamus-hipofisis-gonad. Maksudnya, pubertas tipe ini
sama seperti pubertas pada biasanya, hanya saja ia dimulai terlalu dini.
Pubertas prekoks tipe ini dikatakan memiliki banyak keanehan. Salah
satu alasannya adalah karena apabila dilihat pola dan langkah-langkah
dalam proses pubertas ini kejadiannya, semuanya normal, sama seperti
pubertas pada biasanya. Itulah mengapa sebagian ahli mengatakan
bahwa sebagian besar dari anak-anak yang menderita pubertas prekoks
tipe ini, tidak ada masalah medis yang mendasarinya dan tidak ada
alasan yang dapat diidentifikasikan untuknya.
Selain keanehan tersebut terdapat pula keanehan lainnya yaitu
apabila diukur konsentrasi gonadotropin dan steroid seks serum pada
penderitanya disaat pascapubertas, maka ia biasanya akan berada pada
kisaran normal. Jadi karena itu dikatakan, pubertas prekoks sentral ini
letak masalahnya hanya satu yaitu karena ia muncul lebih awal dari
biasanya, namun urutan kronologisnya normal. Pubertas prekoks tipe
ini dikenal juga dengan nama pubertas prekoks lengkap atau pubertas
prekoks sejati.
Sedangkan pubertas prekoks perifer adalah kebalikannya. Bila
pubertas prekoks sentral adalah pubertas prekoks yang disebabkan
oleh poros hipotalamus-hipofisis-gonad, maka pada pubertas prekoks
perifer, ia sama sekali tidak disebabkan oleh poros hipotalamus-
hipfisis-gonad. Ia terjadi tanpa keterlibatan dari hormon Gn-RH.
Padahal hormon Gn-RH adalah pemicu awal dari terjadinya pubertas.
Penyebab dari pubertas prekoks perifer ini dikatakan rata-rata
adalah karena sekresi estrogen ovarium atau adrenal pada anak
perempuan dan sekresi androgen testis atau adrenal pada anak laki-
laki. Pada anak perempuan, ia biasanya disebabkan oleh karena adanya
kista ovarium yang berfungsi secara otonom. Dimana jika kista
ovarium ini dibiarkan maka ia bisa menjadi tumor ovarium. Pada anak
laki-laki biasanya ia disebabkan oleh karena sekresi androgen yang
berlebihan. Kelebihan androgen pada anak laki-laki ini biasanya
disebabkan karena adanya tumor sel Leydig yang menghasilkan
testosterone. Tetapi walapun begitu pubertas prekoks perifer ini
biasanya jarang terjadi pada anak laki-laki. Pubertas prekoks perifer
ini dikenal juga dengan sebutan pubertas prekoks tidak lengkap atau
pubertas prekoks semu. Ia merupakan jenis pubertas prekoks yang
kurang umum.
Selanjutnya untuk bisa lebih mengenali pubertas prekoks pada
seseorang, maka perlu dikenali manifestasi klinisnya.148 Apabila
tanda-tanda klinis ini terjadi pada anak perempuan ataupun anak laki-
laki dan dialami pada usia kurang dari 9 tahun pada anak perempuan
dan usia 10 tahun pada anak laki-laki, maka bisa jadi mereka terjangkit
gejala pubertas prekoks. Tanda-tanda klinisnya pada anak perempuan
adalah:
a. Payudara membesar.
b. Tumbuhnya rambut pubis.
c. Tumbuhnya rambut tipis pada lengan bawah.
d. Bertambahnya tinggi dengan cepat.
e. Munculnya menstruasi.
f. Tumbuhnya jerawat dan terakhir.
g. Munculnya bau badan.
2.2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan Pubertas Prekoks ditentukan tipenya sebagai berikut : [25]
a) Tata Laksana Pubertas Prekoks Sentral ; Kebanyakan anak dengan
Pubertas Prekoks sentral tidak disertai penyakit lainnya. Terapinya
dinamakan GnRH analogue yang biasanya terdiri dari suntikan
bulanan berupa leuprolide dosis 0,25-0,3/kgBB i.m setiap 4
minggu yang menghentikan aksis HPG dan menghambat
perkembangan. Terapi tersebut dilanjutkan hingga pasien mencapai
umur pubertas normal yang sesuai. Apabila mereka lupa atau
menghentikan pengobatan, maka proses pubertas akan dimulai
lagi.
2.2.8 Prognosis
a. Pubertas prekoks sentral.
Pada pubertas prekoks sentral yang diterapi dengan
GnRHa, prognosis lebih baik jika terapi dimulai lebih dini.
Aktivitas poros HPG pubertal fisiologis akan mulai segera setelah
penghentian terapi dan menjadi sempurna dalam hitungan minggu
atau bulan. Pemantauan jangka panjang menunjukkan bahwa
terapi GnRHa tidak mempengaruhi fertilitas maupun fungsi
seksual.
b. Pubertas prekoks perifer
Prognosis sangat ditentukan oleh etiologi dan terapi terhadap
etiologi. Anak dengan HAK (Hiperplasia Adrenal
Kongenital) yang diterapi adekuat memiliki prognosis yang baik,
begitu pula dengan pasien hipotiroid primer yang mendapat terapi
substitusi hormon tiroid juga memiliki prognosis yang baik.[29]
2.3 Hormon
2.3.1 Definisi
Hormon adalah zat kimia yang diproduksi di dalam tubuh oleh
suatu organ, sel-sel dari suatu organ, atau sel-sel yang tersebar, yang
memiliki efek pengaturan khusus pada aktivitas suatu organ atau
organ-organ. Istilah ini(hormon) awalnya digunakan untuk zat yang
disekresikan oleh kelenjar endokrin dan diangkut dalam aliran darah
ke organ target yang jauh, tetapi kemudian digunakan untuk berbagai
zat yang memiliki tindakan serupa tetapi tidak diproduksi oleh
kelenjar khusus.[30]
2.3.2 Fungsi
Fungsi dari hormon dapat secara luas dikelompokan menjadi
beberapa kategori: reproduksi dan diferensiasi seksual; pertumbuhan
dan perkembangan; pemeliharaan dari lingkungan internal; dan
regulasi dari metabolisme dan supplai nutrisi. Satu hormon dapat
memengaruhi satu atau lebih dari fungsi datas dan setiap fungsi
dikontrol oleh beberapa hormon. Contohnya, hormon tiroid esensial
untuk perkembangan dan banyak aspek dari homeostasis dan
metabolisme, sedangkan glukokortikoid, seperti kortisol, penting
untuk pertumbuhan dan supplai nutrisi dan juga modulator dari
fungsi imun. Peran beberapa hormon memainkan satu fungsi
dicontohkan dengan kontrol dari glukosa darah yang mana meliputi
peptida insulin pankreas dan regulator hormon berlawanan,
glukoagon, kortisol, hormon pertumbuhan (GH) dan epinefrin.
Hormon bekerja bersama-sama dan demikian, suatu abnormalitas di
variabel kontrol, seperti konsentrasi glukosa darah dapat disebabkan
dari defek di kontrol dari satu dari beberapa hormon.
Hormon terbagi atas dua kelompok kimiawi berdasarkan sifat
kelarutannya: hormon hidrofilik dan lipofilik. Hormon juga dapat
diklasifikasikan menurut struktur biokimiawinya (yaitu peptida,
amina, dan steroid) [31]
1. Hormon hidrofilik ("suka air") sangat mudah larut dalam air dan
memiliki kelarutan lipid yang rendah. Sebagian besar hormone
hidrofilik adalah peptida atau protein yang mengandung asam-
asam amino spesifik yang tersusun dalam rantai dengan panjang
bervariasi. Rantai yang lebih pendek adalah peptida, dan yang
lebih panjang adalah protein. Demi kepraktisan, keseluruhan
kategori ini kita sebut sebagai peptida. Insulin dari pankreas
adalah sebuah hormone peptida. Hormon yang kedua adalah
amina; disebut demikian karena merupakan turunan asam amino.
Hormon amina meliputi dua jenis hormon hidrofilik (katekolamin
dan indolamin) serta satu jenis hormon lipofilik (hormon tiroid).
Katekolamin berasal dari asam amino tirosin dan terutama
disekresikan oleh medula adrenal. Kelenjar adrenal terdiri tentang
lokasi dan struktur kelenjar endokrin serta fungsi hormon-hormon
spesifik di bab-bab selanjutnya.) Epinefrin adalah hormon
katekolamin yang utama. Indolamin berasal dari asam amino
triptofan dan disekresikan oleh kelenjar atas medulla adrenal di
sebelah dalam yang dikelilingi korteks sebagai neurohormon,
sementara serotonin merupakan prekursor melatonin, contoh-
contoh aktivitas yang tumpang-tindih antara sistem saraf dan
endokrin.
2. Hormon lipofilik ("suka lipid") memiliki kelarutan lipid yang
tinggidan sukar larut dalam air. Hormon lipofilik mencakup
hormone tiroid dan hormon steroid. Hormon tiroid, sesuai
namanya, disekresikan khusus oleh kelenjar tiroid; hormon ini
adalah turunan tirosin beriodin. Meskipun katekolamin dan
hormon tiroid samasama berasal dari tirosin, kerja keduanya
berbeda karena sifat kelarutannya tidak sama. Steroid adalah lipid
netral yang berasal dari kolesterol. Steroid meliputi hormon yang
disekresikan oleh korteks adrenal, misalnya kortisol, dan hormon-
hormon seks (testosterone pada pria dan estrogen pada wanita)
yang disekresikan oleh organ reproduksi. Perbedaan minor struktur
kimia di antara hormon-hormon dalam masing-masing kategori
sering kali menghasilkan respons biologis yang sangat berlainan.
atas munculnya ciri maskulin, dan hormon steroid estradiol, salah
satu bentuk estrogen, hormon seks wanita penentu ciri feminin.
Sifat kelarutan sebuah hormon menentukan (1) bagaimana
hormon diproses oleh sel endokrin, (2) bagaimana hormon
diangkut di dalam darah, dan (3) bagaimana hormon menghasilkan
efek pada sel sasaran. Pertama-tama kita akan melihat berbagai
cara pemrosesan beragam jenis hormon ini di tempat asalnya,
sebelum membandingkan cara pengangkutannya dan mekanisme
kerjanya.
Karena perbedaan kimiawi antar hormon, cara berbagai jenis
hormon disintesis, disimpan, dan disekresikan juga berlainan.
2.5.2 Etiologi
Penyebab keterlambatan pubertas dibagi dalam 2 kelompok
berdasarkan status gonadotropin; yaitu hypergonadotropin dan
hypogonadotropin. Pada hypergonadropin kelainan terjadi didaerah
perifer disebabkan kegagalan gonad sedangkan pada
hypogonadrotropin kelainan dapat terjadi pada susunan saraf pusat
(SSP), hipotalamus, atau hipofisis
2.5.3 Tatalaksana
Tatalaksana keterlambatan pubertas meliputi pengobatan pada
kegagalan pertumbuhan, perawatan pendek dan terhadap imaturitas
psikologik atau emosional. Pengobatan laki-laki dengan pemberian
testoteron enanthathe atau cypionat. Dosis awal bervariasi tergantung
pada usia dan maturitas pasien dan kecepatan perkembangan pubertas.
Pemberian dosis tinggi dapat menstimulasi perkembangan lebih cepat dan
sebaliknya dosis rendah dapat menstimulasi perkembangan lebih lambat.
Testoteron diberikan dalam bentuk injeksi intramuskular dengan dosis
antara 50-100 mg setiap 4 minggu selama 4-6 bulan. Dosis penuh
testoteron tidak boleh melebihi 100 mg/ minggu, diberikan dalam interval 2
minggu atau 3 minggu. Injeksi 400 mg setiap 4 minggu tidak
direkomendasikan.1 Efek pengobatan biasanya sudah terlihat setelah 1
bulan pengobatan. Keberhasilan pengobatan dapat dinilai secara klinis dan
laboratoris. Setelah 1 bulan pengobatan biasanya mulai terlihat
peningkatan maturasi seksual atau peningkatan skala Tanner.
Pada anak perempuan pengobatan awal dengan pemberian
estrogen dosis rendah selama 6 – 12 bulan. Estrogen dosis rendah yang
diberikan adalah premarin 0,3 mg/hari atau ethinyl estradiol 0,02 mg/ hari
atau 0,05 mg secara transdermal 1-2 kali seminggu sudah memadai sebagai
terapi awal. Sebagai alternatif pemberian estrogen harian atau bentuk
transdermal selama 3 minggu pertama (21hari) dilanjutkan dengan
pemberian progresteron 10 hari. Progresteron yang diberikan adalah
medroxyprogesteron 5 atau 10 mg/hari atau norethinedrone 5 mg/hari.
Dosis estrogen dapat bervariasi tergantung dari kecepatan atau
perkembangan pubertas. Dosis ethinyl estradiol 0,02 – 0,10 mg/hari,
konjugate estrogen 0,3 – 1,25 mg/hari atau bentuk transdermal 0,05 atau
0,10 mg/hari.Pendekatan psikologik diperlukan pada kasus yang mengalami
gangguan psikologik. Dukungan psikologik diperlukan untuk meningkatan
kepercayaan diri. Orang tua juga harus diberikan dukungan psikologik, serta
hubungan orang tua anak harus lebih ditingkatkan. [44]
2.6 Bagaimana dampak psikososial yang timbul pada anak yang mengalami
pubertas prekoks?
Anak-anak dengan pubertas prekoks dapat mengalami stres karena
perubahan fisik dan hormonal, mereka merasa terlalu muda untuk memahami.
Mereka mungkin diejek oleh teman sebayanya karena perbedaan fisik mereka.
Gadis yang mencapai menarche sebelum usia 09-10 bisa menarik diri dan
mungkin mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan memakai dan
mengganti pembalut. Kedua hal ini sering terjadi, tapi pada anak laki-laki ,
mungkin memiliki peningkatan libido yang mengarah ke peningkatan
masturbasi atau perilaku seksual yang tidak pantas di usia muda. Perempuan
dengan riwayat pubertas dini memiliki usia sedikit lebih awal dari inisiasi
aktivitas seksual.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan pubertas
prekoks lebih cenderung menunjukkan masalah tingkah laku dan sedikit
kompetensi sosial daripada rekan sebayanya. Beberapa, tapi tidak seluruhnya,
penelitian menemukan bukti masalah emosional bertahan hingga dewasa.
Penderitaan yang berhubungan dengan menstruasi awal dapat diturunkan jika
orang tua dihimbau untuk mempersiapkan anaknya untuk hal ini, ketika mereka
mencapai stage III-IV perkembangan payudara.[45]
2.9 Bagaimana deteksi dini masalah psikososial yang timbul pada anak yang
mengalami prekoks?
Deteksi dini anak dengan gangguan psikososial dapat dilihat/dilakukan saat
anak menunjukkan sifat :[55]
1. Melakukan percobaan bunuh diri.
2. Sangat tidak patuh, walaupun telah diupayakan untuk memperbaikinya.
3. Regresi ke perilaku yang imatur yang berlangsung beberapa minggu.
4. Perilaku yang menyendiri atau gejala menarik diri yang nyata.
5. Gejala depresi yang meneta
2.10 Bagamana deteksi dini masalah psikososial pada anak dengan pubertas
prekoks?
Deteksi dini anak dengan gangguan psikososial dapat dilihat/dilakukan
saat anak menunjukkan sifat :
1. Melakukan percobaan bunuh diri.
2. Sangat tidak patuh, walaupun telah diupayakan untuk memperbaikinya.
3. Regresi ke perilaku yang imatur yang berlangsung beberapa minggu.
4. Perilaku yang menyendiri atau gejala menarik diri yang nyata.
5. Gejala depresi yang menetap.[56]
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan pubertas
prekoks lebih cenderung menunjukkan masalah tingkah laku dan sedikit
kompetensi sosial daripada rekan sebayanya. Beberapa, tapi tidak seluruhnya,
penelitian menemukan bukti masalah emosional bertahan hingga dewasa.
Penderitaan yang berhubungan dengan menstruasi awal dapat diturunkan jika
orang tua dihimbau untuk mempersiapkan anaknya untuk hal ini, ketika
mereka mencapai stage III-IV perkembangan payudara.[45]
2.11 Berapa tinggi badan akhir anak perempuan tersebut berdasarkan potensi
genetic?
Jadi, potensi tinggi genetik anak perempuan pada pemicu adalah 152 cm.
Tinggi anak pada usia 7 tahun adalah 123 cm, tinggi ini seharusnya akan
terus bertambah hingga masa pubertas berakhir yaitu pada usia 18 tahun
untuk anak perempuan.[56]
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Klapowitz PB. Medscape Team Of Emedicine. Precocious Puberty. 2007
[cited 2014 Okt 3]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/987886-overview.
2. Wong, et al. (2009). Wong buku ajar keperawatan pediatrik. (alih bahasa:
Andry Hartono, dkk). Jakarta. EGC.
3. Widyastuti Y, dkk. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya; 2009.
4. Ojeda SR, Dubay C, Lomniczi A, et al. Gene networks and the
neuroendocrine regulation of puberty. Mol Cell Endocrinol. 2010;324(1-2):3-
11. doi:10.1016/j.mce.2009.12.003.
5. Osman HA, Al-Jurayyan NAM, Babiker AMI, et al. Precocious puberty: An
experience from a major teaching hospital in Central Saudi Arabia. Sudan J
Paediatr. 2017;17(1):19-24.
6. Sultan C, Gaspari L, Kalfa N, Paris F. Clinical expression of precocious
puberty in girls Pediatric and Adolescent Gynecology. Evidence-Based
Clinical Practice. 2nd Revisited and Extended Edition Endocr Dev. Basel
Karger. 2012;22:84–100.
7. Menon PS, Vijayakumar M. Precocious puberty--perspectives on diagnosis
and management. Indian J Pediatr. 2014;81(1):76-83. doi:10.1007/s12098-
013-1177-6.
8. Brito VN, Spinola-Castro AM, Kochi C, Kopacek C, Silva PC, Guerra-Júnior
G. Central precocious puberty: revisiting the diagnosis and therapeutic
management [published correction appears in Arch Endocrinol Metab. 2016
Aug;60(4):407]. Arch Endocrinol Metab. 2016;60(2):163-172.
doi:10.1590/2359-3997000000144.
9. Soliman A, De Sanctis V, Elalaily R, Bedair S. Advances in pubertal growth
and factors influencing it: Can we increase pubertal growth?. Indian J
Endocrinol Metab. 2014;18(Suppl 1):S53-S62. doi:10.4103/2230-
8210.145075.
10. Biro FM, McMahon RP, Striegel-Moore R, et al. Impact of timing of pubertal
maturation on growth in black and white female adolescents: The National
Heart, Lung, and Blood Institute Growth and Health Study. J Pediatr.
2001;138(5):636-643. doi:10.1067/mpd.2001.114476.
11. Bogin B. Secular Changes in Childhood, Adolescent and Adult Stature. In:
Gillman MW, Gluckman PD, Rosenfeld RG, Karger AG, editors. Recent
Advances in Growth Research: Nutritional, Molecular and Endocrine
Perspectives. Vol. 71. Basel: Nestlé Nutr Inst Workshop Ser. Nestec Ltd.,
Vevey/S; 2013. pp. 115–26.
12. Behrman RE, Kliegman RM. Esensi Pediatri Nelson. 4th ed. Jakarta: EGC;
2010.
13. BATUBARA, Jose RL. Adolescent development (perkembangan
remaja). Sari pediatri, 2016, 12.1: 21-9.
14. (Klapowitz PB. “Precocious Puberty”. Medscape Team Of Emedicine. March
28th 2007.)
15. Kota,A.S, Ejar,S. Precocious Puberty. StarPearls Publishing LLC. 2020.
[Internet]. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544313/ diakses 2
September 2020
16. Niken A. Skrining Dan Tatalaksana Pubertas Prekoks. Jakarta; 2015.
17. Teilmann G, Pedersen CB, Jensen TK, Skakkebaek NE, Juul A. Prevalence
and incidence of precocious pubertal development in Denmark: an
epidemiologic study based on national registries. Pediatrics. 2005
Dec;116(6):1323-8.
18. Soriano-Guillén L, Corripio R, Labarta JI, Cañete R, Castro-Feijóo L, Espino
R, Argente J. Central precocious puberty in children living in Spain:
incidence, prevalence, and influence of adoption and immigration. J. Clin.
Endocrinol. Metab. 2010 Sep;95(9):4305-13.
19. Klapowitz PB. Medscape Team Of Emedicine. Precocious Puberty. (Diakses :
28 April 2009). Diunduh
dari : http://emedicine.medscape.com/article/987886-overview. March
28th 2007.
20. Mayo Clinic Staff. Mayo Foundation. Precocious Puberty. (Diakses : 28 April
2009). Diunduh dari : http://mayoclinic.com/article/precociouspuberty-
definition. Februari 5th 2009
21. Batubara JR, Tridjaja B, Pulungan A. Buku Ajar Endokrinologi Anak.
Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2010.
22. Batubara JR, Tridjaja B, Pulungan A. (2010). Buku Ajar Endokrinologi Anak.
Jakarta: Balai Penerbit IDAI.
23. Larasati, AN . (2015). Skrining dan Tatalaksana Pubertas Prekoks. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.
24. APRIANIF, Aprianif. TAKLIF DEWASA DINI DALAM HUKUM ISLAM
(Analisis Pubertas Prekoks dan Gifted). ISTIGHNA: Jurnal Pendidikan dan
Pemikiran Islam, 2019, 1.1: 60-96.
25. Robert. M, Kliegman. MD. Nelson textbook of pediatric 20 th edition. Elsevier
: 2015
26. Batubara JR, Tridjaja B, Pulungan A. Buku Ajar Endokrinologi Anak.
Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2010
27. Kota AS, Ejaz S. Precocious Puberty. [Updated 2020 Jul 10]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544313/.
28. Kletter GB, Klein KO, Wong YY. A pediatrician's guide to central precocious
puberty. Clin Pediatr (Phila). 2015;54(5):414-424.
doi:10.1177/0009922814541807
29. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.
30. Dorland WA, Newman. 2012. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 32nd
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 870
31. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sek Ke Sistem. Edisi 9.Jakarta: EGC;
2016.
32. Al Aboud AM, Zito PM. Alopecia. In: StatPearls. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; August 10, 2020.
33. Armstrong M, Asuka E, Fingeret A. Physiology, Thyroid Function. [Updated
2020 May 21]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537039/.
34. Vargas E, Joy NV, Carrillo Sepulveda MA. Biochemistry, Insulin Metabolic
Effects. [Updated 2020 Mar 28]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK525983/.
35. Kam RK, Deng Y, Chen Y, Zhao H. Retinoic acid synthesis and functions in
early embryonic development. Cell Biosci. 2012;2(1):11. Published 2012 Mar
22. doi:10.1186/2045-3701-2-11.
36. McEwen BS, Milner TA. Understanding the broad influence of sex hormones
and sex differences in the brain. J Neurosci Res. 2017;95(1-2):24-39.
doi:10.1002/jnr.23809.
37. Batubara J, Triadjaja B, Pulungan A. Pertumbuhan dan gangguan
pertumbuhan. Di dalam: Buku Ajar Endokrinologi Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2010.h.19-28.
38. Clemons D. Clinical utility of measurements of insulin-like growth factor 1.
Nat Clin Pract Endocrinol Metab 2006;2:436- 46.
39. Skottner A. Biosynthesis of growth hormone and insulin-like growth factor-I
and the regulation of their secretion. Open Endocrinol J 2012;6:3-12.
40. Heffner, Linda J. dan Danny J. Schust. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi
Kedua. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2006.
41. Hull, David, Derek I jonston. Dasar-dasar pediatric. Jakarta: EGC; 2008.
42. Azwar, Syamsul. Keterlamtan Pubertas. Sari pediati. 2003,4(4):176-179
43. Batubara JR, Tridjaja B, Pulungan A. Buku Ajar Endokrinologi Anak.
Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2010
44. Azwar. S. (2003). Keterlambatan Pubertas . Jurnal Sari Pediatri ari Pediatri,
Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 176-179.
45. Klapowitz PB. Medscape Team Of Emedicine. Precocious Puberty. 2007
46. . Thamaria N. (2017). Penilaian Status Gizi. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
47. UKK Penyakit Nutrisi dan Metabolik IDAI. Asuhan Nutrisi Pediatrik
(Pediatric Nutrition Care). Jakarta. 2011.
48. Retnowati, S. (2012). Hubungan Indikator Obesitas dengan Menarkhe pada
Siswi SD. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
49. Nugroho, Arie., Bertalina., Marlina. (2016). Hubungan Antara Asupan Zat
Gizi dan Status Gizi dengan Kejadian Menarche Dini pada Siswi SD Negeri 2
di Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung.
50. Soetjiningsih. (2012). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
51. (Heffner, Linda J. dan Danny J. Schust. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi
Kedua. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2006.)
52. ROSIARDANI, Stefani Amanda, et al. HUBUNGAN STATUS GIZI DAN
GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN MENARCHE DINI PADA ANAK
SEKOLAH DASAR DI SURABAYA. 2018. PhD Thesis. Universitas Airlangga.
53. Ahn JH, Lim SW, Song BS, Seo J, Lee JA, Kim DH, et al. Age at menarche
in the Korean female: secular trends and relationship to adulthood body mass
index. Ann Pediatr Endocrinol Metab. 2013;18:60–64.
54. Pierce MB, Kuh D, Hardy R. The role of BMI across the life course in the
relationship between age at menarche and diabetes, in a British Birth
Cohort. Diabet Med. 2012;29:600–603.
55. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:
Sagung Seto; 2004.
56. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:
Sagung Seto; 2004.
57. Departeman Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Dipenogoro RSUP Dr. Kariadi Semarang. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.
Semarang : Departemen Penerbit Universitas Dipenogoro; 2011;65-68.
58. Kota AS, Ejaz S. Precocious Puberty. [Updated 2020 Jul 10]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544313/.
59. Chen M, Eugster EA. Central Precocious Puberty: Update on Diagnosis and
Treatment. Paediatr Drugs. 2015;17(4):273-281. doi:10.1007/s40272-015-
0130-8.
60. Hidayat, MT., Handayani,S., Munawaroh, S. (2018). Pengaruh Usia
Menarche terhadap Tinggi Badan Wanita di Daerah Endemis Gondok.
Program Studi Kedokteran Universitas Sebelas Maret. SMART MEDICAL
JOURNAL (2018) Vol. 1 No. 2. eISSN : 2621-0916
61. Dapus : Carel J-C, Lahlou N, Roger M, Chaussain JL. Precocious puberty and
statural growth. Hum Reprod Update. January 3, 2004;10(2):135–47