Anda di halaman 1dari 59

PENGEMBANGAN KECERDASAN SPRITUAL DALAM

MENINGKATKAN PRESTASI AKADEMIK SISWA DI


MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 2
SAROLANGUN

PROPOSAL TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh


Gelar Magister Pendidikan Islam

Oleh:

ISTIQOMAH
NIM: 801201038

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
SEPTEMBER 2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
.............................................................................................................
.............................................................................................................
DAFTAR ISI
.............................................................................................................
.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................
1
B. Rumusan Masalah........................................................
13
C. Fokus Penelitian............................................................
13
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian..................................
14

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN


A. Landasan Teori..............................................................
15
B. Penelitian yang Relevan................................................
33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Pendekatan Penelitian..................................................
37
B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian.............................
38

2
C. Jenis dan Sumber Data.................................................
30
D. Teknik Pengumpulan Data............................................
40
E. Teknik Analisis Data......................................................
44
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data..........................
47
G. Rencana dan Waktu Penelitian.....................................
49

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan suatu Bangsa akan selalu membawa perubahan di


segala bidang kehidupan, terutama dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Dengan melalui pendidikan yang berkesinambungan dan
peran serta aktif semua pihak akan memberikan dampak yang baik dalam
menentukan kemajuan suatu bangsa. Dalam rangka melaksanakan
pendidikan, Bangsa Indonesia melakukan usaha untuk mencapai
Tujuan Nasional. Tujuan Pendidikan yang demikian mulianya oleh
Pemerintah tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3
mengenai fungsi dan tujuan pendidikan yaitu :

3
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”1

Selain terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20


Tahun 2003, tujuan pendidikan nasional juga terdapat dalam Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai tujuan
pendidikan nasional yang tercantum dalam Pasal 31 ayat 3 yaitu :
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.2
Dari kutipan-kutipan tersebut jelas bahwa pendidikan bertujuan
menciptakan manusia-manusia yang berkualitas baik lahiriah maupun
bathiniah. Salah satu usaha pemerintah untuk merealisasikan tujuan
pendidikan nasional agar bangsa Indonesia menjadi manusia yang
cerdas, dan berkualitas secara lahiriah dan bathiniah, maka pemerintah
menetapkan Madrasah sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam, guna
tercapainya realisasi tujuan akhir pendidikan Islam bagi bangsa
Indonesia.
Memahami tentang tujuan pendidikan Islam, mengutip dari Ibnu
Khald A. Fattah Yasin menyebutkan bahwa tujuan pendidikan
menyangkut tiga aspek diantaranya untuk mencerdaskan manusia,
menumbuhkan sikap sosial manusia, dan untuk meningkatkan jiwa
keruhanian manusia. Begitupun mengenai tujuan pendidikan Islam
sebenarnya tidak terlepas dari tujuan hidup manusia. Maka tujuan
pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan diciptakannya manusia itu

1
Depdiknas RI, Undang-Undang Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia, 2003), h. 8.
2
MPR RI, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Dan Ketetapan Majlis Permusyawaratan Rakyat Rapublik
Indonesia, (Jakarta : Sekretariat Jenderal MPR RI, 2012), cet. ke-XI, h. 191

4
sendiri yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.3
Menurut Samsul Nizar, “menurut hasil Kongres Pendidikan Islam
Sedunia Tahun 1980 di Islamabad, menyebutkan, bahwa pendidikan
Islam haruslah bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia
yang menyeluruh, secara seimbang, melalui latihan jiwa, intelek, diri
manusia yang rasional, perasaan indera”.4 Untuk itu harus dibina
seluruh potensi yang dimiliki dalam segala aspeknya seperti potensi
spiritual, intelektual, perasaan, kepekaan, imajinatif, fisik, ilmiah dan
sebagainya. Adapun, secara khusus agar pengembangan seluruh potensi
manusia menjadi berkembang secara optimal dan bermanfaat bagi
masyarakat dan pembangunan nasional, potensi manusia Indonesia
dikembangkan melalui : (1) olah hati untuk memperteguh keimanan dan
ketakwaan, meningkatkan akhlak mulia, budi pekerti, atau moral,
membentuk kepribadian unggul, membangun ke-pemimpinan dan
enterpreuneurship; (2) olah pikir untuk membangun kompetensi dan
kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) olah rasa untuk
meningkatkan sensitifitas, daya apresiasi, daya kreasi, serta daya
ekspresi seni dan budaya; dan (4) olah raga untuk meningkatkan
kesehatan, kebugaran, daya tahan, dan kesigapan fisik serta
keterampilan kinestetis.5

Pendapat ini memberikan petunjuk dengan jelas bahwa dalam


rangka mencapai pendidikan, Islam mengupayakan pembinaan seluruh
potensi manusia secara serasi dan seimbang. Itulah manusia
seutuhnya yang hendak dibentuk dituju oleh pendidikan Islam.
Sementara itu, dengan adanya Madrasah Tsanawiyah yang menjadi

3
A. Fattah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang : UIN-
Malang Press, 2008), cet. ke-1, h. 114.
4
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan Islam, (Jakarta :
Media Pratama, 2001), cet. ke-1, h. 106.
5
Muhammad M. Basyuni, Revitalisasi Spirit Pesantren : Gagasan, Kiprah,
dan Refleksi, (Jakarta : Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia,
2006), cet. ke-1, h. 73.

5
fokus penelitian ini diharapkan kecerdasan spiritual dapat terbentuk
sehingga terdapat keselarasan antara manusia sebagai makhluk dengan
Khaliq-Nya, antara manusia dengan manusia lainnya sebagai makhluk
sosial dan bahkan manusia dengan alam.
Hubungan manusia sebagai makhluk dengan Khalik-Nya,
merupakan kebutuhan agama. Kebutuhan agama atau spiritual adalah
kebutuhan manusia terhadap pedoman hidup yang dapat menunjukkan
jalan ke arah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Semenjak lahirnya
manusia sudah membawa fitrah beragama seperti disebutkan dalam Al-
Quran surat Ar-Rum ayat 30 yang berbunyi :

‫هّٰللا‬
‫اس َع َل ْي َه ۗا اَل‬
َ ‫َفاَقِ ْم َو ْج َه َك لِلدِّ ْي ِن َح ِن ْي ًف ۗا ف ِْط َر َت ِ ا َّلت ِْي َف َط َر ال َّن‬
ۙ َ‫اس اَل َي ْع َل ُم ْون‬ َّ
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ر‬َ َ
‫ث‬ ْ
‫ك‬ َ ‫ا‬ ‫ك‬
َّ‫ِن‬ ‫ل‬ٰ ‫و‬َ ‫م‬
ُ ۙ ‫ي‬
ِّ َ
‫ق‬ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ ُ‫ن‬‫ي‬ْ ِّ‫الد‬ َ
‫ك‬ ِ ‫ل‬ ٰ ِ ‫َت ْب ِد ْيل َ ل َِخ ْلق هّٰللا‬
‫ۗذ‬
ِ ِ

Artinya :

“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah.


Tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah tersebut. Tidak ada perubahan bagi fitrah Allah;
itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui”. (QS. Ar-Rum :30).

Kata Hanif dalam kamus bahasa arab berarti orang yang berpegang
agama islam. Hanif (condong) disini artinya miring dari yang bengkok
kepada yang lurus ( Istiqomah). Miring dari kesesatan kepada petunjuk
dari yang bathil kepada yang hak. Jadi secara kodrati, fitrah dari karakter
asal manusia adalah bersiapat Hanif, manusia selalu menginginkan dan
tidak senang terhadap keburukan. Manusia selalu merindukan kedamaian
dan selalu enggan dengan kekerasan. Manusia senantiasa mencintai hal-
hal yang dicintai Allah, dan sebaliknya sesungguhnya manusia sangat

6
membenci dengan perbuatan- perbuatan setan. Kesimpulannya adalah
manusia adalah makhluk yang suka berbuat baik, dan membenci pada
perbautan jelek. Betapa pun jeleknya perangai manusia dan betapun
buruknya perilaku, moral dan akhlaknya pasti dalam hatinya ada sebuah
jeritan-jeritan dari pembrontakan jiwa aslinya bawhwa ia ingin menjadi
menusia baik-baik.

Di samping ayat tersebut, juga disebutkan dalam hadits Nabi :

ِّ ‫َما مِنْ َم ْولُ ْو ٍد ِااَّل ُي ْو َل ُد َع َلى ْالف ِْط َر ِة َفأ َ َب َواهُ ُي َه ِّودَ ا ِن ِه اَ ْو ُي َن‬
‫ص َرا ِن ِه اَ ْو‬
ْ‫سا ِن ِه ( َر َواهُ ُم ْسلِم‬
َ ‫ُي َم ِّج‬
Artinya :
Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah
(kecendrungan untuk percaya kepada Allah). Maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi,
Nasrani atau Majusi” (HR. Muslim)

dari ayat dan hadits di atas, jelaslah bahwa fitrah beragama pada
manusia telah dibawa sejak lahir. Fitrah inilah yang merupakan intisari
Kecerdasan Spiritual dalam perspektif Islam. Pendidikan islam
merupakan system pendidikan untuk melatih anak didiknya yang
sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan dan
pendekatannya dalam segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh
nilai-nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etika islam.

Agama sangat berperan dalam pembentukan perilaku anak


sehingga pembentukan pribadi anak membaur sesuai pertumbuhan dan
perkembangan anak memerlukan pendidkan dengan persyaratan-
persyaratan tertentu dan pengawasan serta dan pemeliharaan yang terus
menerus sehingga pelatihan dasar dalam pembentukan kebiasaan dan
sikap memiliki kemungkinan untuk berkembang secara wajar dalam
kehidupan dimasa mendatang. Untuk membina agar anak mempunyai

7
sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan menjelaskan pengertian saja, akan
tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang terbaik dan
diharapkan nantinya akan mempunyai sifat-sifat terpuji dan bisa menjauhi
sifat yang tercela. Latihan-latihan beragama yang menyangkut seperti
ibadah shalat berjama’ah, puasa, zakat, do’a-do’a dan menghafal surat
pendek harus dibiasakan sejak kecil agar nantinya bisa merasakan
manisnya beribadah. Karena perlu kita ketahui sesungguhnya tujuan
penciptaan manusia didunia ini tiada lain hanya untuk beribadah kepapa
Allah SWT, sebagaimana konsep Al-qur’an Surah adz-Dzariat (51): 56 :

‫س ِااَّل لِ َي ْع ُبد ُْو ِن‬ ُ ‫َو َما َخ َل ْق‬


َ ‫ت ا ْل ِجنَّ َوااْل ِ ْن‬
Artinya :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-ku.” ( Q.S.Adz-Dzariat (51): 56) 6

Namun fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan sekarang ini


ialah dimana para orangtua berlomba untuk membekali anak-anaknya
dengan beragam kemampuan dan keterampilan yang di anggap sebagai
bekal menjadi manusia modern yang mampu bersaing ditengah pesatnya
perkembangan zaman. Kemudian para orantua dan para pendidik
memberikan banyak materi keilmuan dan keterampilan praktis yang kelak
diharapkan dapat menghasilkan individu yang memiliki kecakapan ilmu
dan keahlian sesuai dengan bidang konsentrasi pilihannya. Misalnya,
menjadi seorang arsitek, pengacara, dokter, programmer, computer, ahli
manajemen, ahli fisika, ahli biologi, ahli matematika, pengusaha, dan
masih banyak lainnya.

Oleh karenanya masyarakat berlomba-lomba untuk memasukkan


anaknya disekolah-sekolah favorit yang diharapkan dapat memenuhi
harapan akan terbentuknya lulusan yang mampu bersaing ditengah

6
Anonim, Alqur’an dan terjemahan ( Jakarta: Jabal Raudhah Jannah, 2010,)
hal.526

8
persaingan alam modern. Berbagai les dan kursus pun ditempuh untuk
memenuhi kekurangan lembaga-lembaga pendidikan formal yang
dianggap masih kurang efektif dalam memberikan materi pelajaran yang
dibutuhkan anak. Apalgi dengan adanya standar ujian nasional yang
kurang kontroversial dikalangan ahli pendidikan namun tetap
berlangsung, yang akhirnya mendorong para orangtua dan para guru
untuk mentargetkan pembelajaran dengan standar nilai ujian kelulusan
secara nominal (angka) saja, maka pembelajaran pun senantiasa
berorientasi pada penguasaan secara kuantitas dari materi pelajaran
tentang bagaimana siswa mampu menjawab soal-soal ujian.
Persaingan dan ambisi keberhasilan pendidikan selama ini hanya
terfokus kepada pengembangan kemampuan berpikir yang
mengedepankan kecerdasan intelektual yang jatuh kepada penguasaan
secara materi tanpa adanya penghayatan terhadap nilai yang ada dibalik
nilai sebuah ilmu dan pengetahuan. Bahkan dalam pengetahuan
agamapun hanya dipahami sebagai sebuah oktrin ajaran dan sekumpulan
ritual yang semu, akibatnya, bentuk-bentuk perilaku, sikap dan cara
berpikir tidak mencerminkan nilai moral spiritual yang merupakan fitrah
manusia sebagai makhluk spiritual dnegan keberadaan hati nurani
(bashar, bagian terdalam dari qalb) sebagai sumber potensi spiritual.
Sebagai contoh anak mudah melakukan kekerasan dalam pergaulan
keinginannya tidak terpenuhi, kesalahan anak memahami pergaulan
sehingga terjerumus dalam pergaulan bebas dan seks bebas dan
menyimpang, berbagai bentuk kenakalan anak yang mengganggu anak
lain, berbagai tawuran pelajar, remaja yang suka foya-foya. Atau anak
dan remaja yang secara akademik berhasil dalam kecerdasan
intelektualnya tetapi kering dalam penghayatan nilai.
Fenomena diatas menunjukkan adanya sisi manusia yang
terabaikan dalam proses pendidikan terhadap anak, yakni sisi spiritual.
Padahal untuk mampu eksis dalam perkembangan zaman modern tidak
hanya dibutuhkan kepintaran, keterampilan dan keahlian saja, melainkan

9
juga kearifan sikap ketika dihadapkan pada pesatnya pada perubahan
dan membutuhkan penyesuaian diri dengan berbagai kondisi dan
lingkungan yang senantiasa berubah. Maka, sangat diperlukan kondisi
mental yang kuat yang mampu eksis dengan tetap mempertahankan nilai-
nilai agama dan masyarakat sebagai benteng dari kemungkinan dampak
negative yang ditimbulkan dari perkembangan zaman.
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengabaikan nilai-
nilai spiritual hanya menyelesaikan permasalahan secara semu karena
penyelesaian masalah yang belum menyentuh sisi terdalam dari
eksistensi manusia akan mengakibatkan manusia itu tampak kegelisahan.
Keputusasaan, rasa ambisius yang berlebihan, serta kompetisi yang tidak
sehat dan tidak suportif mengemukakan dalam problematika kehidupan
modern.
Maka dari itu seorang anak yang masih dalam masa perkembangan
sangat membutuhkan perkembangan sangat membutuhkan bimbingan
untuk mengembangkan segala potensi kecerdasan yang secara fitrah
telah ada dalam diri setiap anak, baik dari sisi intelektual, emosional,
maupun spiritual. Selama ini kecendrungan potensi anak terfokus pada
kecerdasan intelektual sehingga terjadi ketidak seimbangan
perkembangan psikis anak dalam sisi emosional dan spritualnya.

Kecerdasan adalah salah satu anugerah besar dari Allah SWT,


kepada manusia, yang membuat manusia memiliki kemampuan yang
mencolok dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Dengan
kecerdasannya. Manusia dapat mempertahankan dan meningkatkan
kualitas hidupnya secara terus menerus, melalui proses berpikir, dan
mengembangkan potensi diri. Salah satu kecerdasan yang sangat penting
adalah kecerdasan spiritual (SQ).

Menurut psikologi modern, intisari dari SQ adalah God – Spot (Titik

10
Tuhan).7 Sehingga SQ dilihat dari perspektif psikologi tidak mesti
berhubungan dengan agama. Selain kebutuhan agama (Spiritual)
manusia juga memerlukan pendidikan. Pendidikan merupakan sarana
atau alat untuk mendapatkan Ilmu Pengetahuan. Pada awal abad ke-20,
IQ pernah menjadi isu besar dalam dunia pendidikan. Kecerdaan
intelektual adalah kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan
masalah logika maupun strategis. Kecerdasan Intelektual (IQ) inilah yang
umumnya menjadi ukuran kecerdasan seseorang. Menurut teori, semakin
tinggi IQ seseorang, maka semakin tinggi pula kecerdasannya. Ternyata,
IQ tinggi tidak menjamin mempunyai prestasi dan kehidupan yang
sukses. Hal itu terjadi pada pertengahan tahun 1990-an, ketika Daniel
Goleman mempublikasikan faktor-faktor yang terkait mengapa orang yang
ber IQ tinggi gagal, dan orang yang ber IQ sedang menjadi sangat
sukses. Faktor-faktor ini mengacu pada suatu cara lain untuk menjadi
cerdas, cara itu disebut Emotional Quotien (Kecerdasan Emosional) atau
umumnya disebut dengan istilah EQ. Emotional Quotien (EQ) ini
merupakan suatu keterampilan yang mencakup kesadaran diri dan
kendali dorongan hati, ketekunan, semangat, dan motivasi diri, empati
dan kecakapan sosial.
Penelitian-penelitian yang dilakukan para ilmuan telah berhasil
menemukan “Q” jenis ke-3 yang memberikan gambaran utuh
kecerdasan manusia, yaitu kecerdsan spiritual (SQ). Spiritual Quotien
(SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
makna dan nilai. Kecerdasan yang dapat membuat kita mampu
menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih
luas dan kaya. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ adalah
landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.
Bahkan, SQ merupakan kecerdasan tertinggi manusia.8 Spiritual

7
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ : Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual
dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : Mizan,
2001), cet. ke- 3, h. 82.
8
Ibid, h. 3.

11
Quotien (SQ) juga memberikan potensi bagi seseorang untuk tumbuh
dan berubah, bersikap kreatif, luwes, berwawasan luas serta
memungkinkan seseorang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat
intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara
diri dan orang lain.9
Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan batin dari pikiran dan
jiwa untuk membangun diri menjadi manusia seutuhnya dengan selalu
berfikir positif dalam menyikapi setiap kejadian yang dialaminya. Orang
yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ) akan mampu memaknai
penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa,
masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya10 Manusia spiritualis juga
memandang adanya dimensi Altruism dalam kehidupan, yaitu bahwa
berbuat baik dalam rangka mengisi kehidupan adalah hal yang penting
serta bagaimana menjadikan dunia ini menjadi lebih baik (dimensi
idealism). Prinsip seperti ini pada akhirnya akan mendatangkan Fruits of
spirituality (buah dari spiritualitas), yaitu bekas atau atsar yang dimiliki
oleh seseorang dalam hidupnya.11
Dalam rentang sejarah yang lama manusia pernah terjebak dalam
pengagungan kemampuan otak (kecerdasan intelektual) dan menjadikan
kemampuan berfikir sebagai primadona serta memarginalkan potensi diri
yang lain. Kondisi tersebut pada gilirannya menimbulkan krisis multi
dimensi yang memprihatinkan.12Tidak dapat terhindarkan bahwa dampak
negatifnya telah menodai bahkan merusak kepribadian seseorang,
seperti nilai tanggung jawab, kejujuran, kepedulian sosial,
kesederhanaan, kesopanan, sabar, syukur, tawakkal. Budaya hidup
9
Ibid, h.12.
10
Haeriyyah, ‗Spiritual Quotient (SQ) Dalam Analisis Neurologis‘, Ash-Shahabah
Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam, 3.1 (2017), 151.

11
Zainul Arifin dan Imron, Kinerja Guru Dilihat Dari Spiritualitas Dengan Prediktor
Komitmen Organisasi (Studi Pada Guru SMP Muhammadiyah Di Kabupaten
Magelang), The 6th University Research Colloquium 2017 (Magelang, 2017).
12
Yusron Masduki, ‗Pendidikan Kecerdasan Berbasis Keimanan‘, Jurnal
Tarbiyatuna, 7.1 (2016), 55.

12
instant dan rapuhnya aspek-aspek kecerdasan spiritual telah menjangkiti
sebagian kalangan.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan, bahwa
keberadaan kecerdasan spiritual akan memupuk sikap-sikap positif
seperti kejujuran, semangat, motivasi, kepemimpinan, kecerdasan
emosional dan sikap-sikap positif lainnya. Dalam proses belajar,
kehadiran sikap positif tersebut diharapkan dapat memacu semangat
peserta didik untuk lebih giat belajar sehingga nantinya diharapkan dapat
meningkatkan prestasi belajar yang akan mereka peroleh. Apabila
kecerdasan spiritual dimiliki oleh siswa, mereka akan lebih mampu
memahami berbagai persoalan yang timbul selama proses belajar
mengajar berlangsung di sekolah. Tidak hanya itu, dengan kecerdasan
spiritual ini para siswa akan lebih mampu memotivasi diri utuk lebih giat
belajar atau menuntut ilmu sehingga dapat menemukan makna (arti) dari
pelajaran yang diberikan oleh guru. SQ juga mendorong untuk lebih
kreatif yaitu memiliki daya cita (kreasi) yang tinggi sehingga prestasi
belajar di sekolah meningkat.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa keberadaan
kecerdasan spiritual akan memupuk sikap-sikap positif seperti kejujuran,
semangat, motivasi, kepedulian sosial, kesederhanaan, kesopanan,
sabar, syukur, tawakkal dan sikap-sikap positif lainnya. Dalam proses
belajar kehadiran sikap positif tersebut diharapkan dapat memacu
semangat peserta didik untuk lebih giat belajar sehingga nantinya
diharapkan dapat meningkatkan prestasi akademik yang akan mereka
peroleh.
Kecerdasan spiritual merupakan factor yang penting bagi
peningkatan prestasi siswa karena dalam pendidikan formal, spiritual
yang baik sangat diperlukan bagi peserta didik. Sehingga budi pekerti
yang baik dapat tertanam sejak dini. Ketika sang anak mampu
mengkomparasikan seluruh multiple intelligence yang dia punya, anak
akan merasakan perbedaan antara belajar biasa dibanding belajar

13
dengan pengoptimalan spiritual terlebih dahulu. Anak akan memahami
statusnya sebagai seorang pelajar dan segera membuat capaian-capaian
pembelajaran serta konsep dalam belajar. Hal ini dikarenakan jika
seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual maka ia akan dapat melihat
sisi positif dari seluruh situasi. Dengan demikian ia akan selalu berpikir
setelah melakukan hal yang kurang maksimal dalam pencapaian tujuan
instruksional. Anak akan mudah menyerap materi ketika memiliki
kecerdasan spiritual karena dengan kecerdasan spiritual akan menuntun
seseorang memiliki pikiran yang jernih dan memiliki jiwa yang besar
sehingga ketika menerima materi, kepribadian anak selalu merasa tidak
puas dengan pengetahuan yang sudah ada. Sehingga tujuan intruksional
dalam pembelajaran akan selalu terlaksana karena anak selalu dalam
keadaan siap menerima materi. Dengan demikian ada relasi yang baik
ketika seseorang memiliki kecerdasan spiritual.13

Menurut pendapat Djamarah tentang pengertian prestasi adalah


hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara
individual maupun kelompok. Prestasi tidak pernah dihasilkan selama
seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Prestasi akademik adalah
suatu hasil yang diperoleh, dimana hasil tersebut berupa kesan-kesan
yang mengakibatkan perubahan dalam diri individidu sebagai hasil dari
aktivitas belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi akademik
merupakan perubahan dalam hal kecakapan tingkah laku, atau
kemampuan yang dapat bertambah selama beberapa waktu dan tidak
disebabkan proses pertumbuhan, tetapi adanya situasi belajar.
Sebagaimana firman Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur’an Surah
An-Nahl (16): 78 :

‫هّٰللا‬
َ َ‫َو ُ اَ ْخ َر َج ُك ْم ِّم ۢنْ ُب ُط ْو ِن ا ُ َّم ٰه ِت ُك ْم اَل َت ْع َل ُم ْون‬
َّ ‫ ۙا َّو َج َعل َ َل ُك ُم‬mًًٔ‫ش ْئـ‬
‫الس ْم َع‬

13
Hasby Ashshidiqy, “ Jurnal Penelitian dan pengukururan Psikologi, Vol 7, no. 2 ( Okt 2018),
75, https://core.ac.uk

14
ْ ‫دَ َة ۙ َل َع َّل ُك ْم َت‬mِِٕ‫ار َوااْل َ ْفٕـ‬
َ‫ش ُك ُر ْون‬ َ ‫ص‬َ ‫َوااْل َ ْب‬
Artinya :
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan, agar kamu bersyukur.” ( QS.
An-Nahl (16): 78)

Faktor-faktor yang mempenagruhi prestasi akademik seseorang


yaitu; factor Internal dan factor ekternal. Faktor internal: 1) Kesehatan
Fisik; Seseorang yang mengalami kelemahan fisik baik karena sakit
ataupun cacat dimana saraf sensorik dan motoric nya terganggu dapat
mengakibatkan rangsangan yang diterima melalui indera tidak dapat
ditruskan ke otak dengan baik. Kondisi ini dapat menyebabkan siswa
dapat tertinggal dalam pelajarannya. 2) Intelegensi seseorang
mempengaruhi potensi seseorang tersebut untuk menyelesaikan
pendidikannya dan potensi itu sesuai dengan tingkatan IQ yang
dimilikinya, semakin tinggi IQ seseorang maka semakin baik pula
potensinya. Namun intelegensi bukan satu-satunya yang menentukan
prestasi akademik siswa. 3) Motivasi; motivasi adalah sesuatu yang
mengarahkan dan membangkitkan suatu tingkah laku pada manusia baik
dari diri sendiri yakni berupa kebutuhan-kebutuhan tertentu seperti
kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta, penghargaan maupun dari
orang lain. Setiap siswa memiliki motivasi yang berbeda-beda untuk
berprestasi. 4) Minat; Minat merupakan rasa suka dan ketertarikan
terhadap sesuatu yang muncul dari dalam diri sendiri tanpa ada yang
menyuruh. Minat tidak dibawa sejak lahir melainkan diperoleh kemudian
melalui proses pembelajaran terhadap hal yang diminati.
Factor ekternal; 1) Keadaan keluarga; suasana dan keadaan
keluarga yang bermacam-macam mau tidak mau turut menentukan
bagaimana dan sampai dimana belajar dialami dan dicapai oleh

15
seseorang, kemampuan keluarga untuk memberikan fasilitas-fasilitas
yang diperlukan dalam belajar turut memegang peranan penting. 2) guru
dan cara mengajar; factor guru dan cara mengajarnya juga merupakan
factor yang penting dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang.
Bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendaahnya pengatahuan
yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru mengajarkan pengetahuan
kepada anak-anak didiknya turut menentukan bagaimana hasil belajar
yang dapat dicapai 3) alat-alat pelajaran; institusi yang cukup memiliki
alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar akan
mempermudah dan mempercepat belajar seseorang.
Salah satu sekolah yang memberikan banyak pengetahuan tentang
agama adalah madrasah. Lembaga yang berciri khas islami tentu memiliki
tujuan kearah tujuan pendidikan yang disebutkan dalam undang-undang
republic Indonesia, ia mengharapkan agar siswanya menjadi orang yang
beriman, bertakwa, dan memiliki keunggulan dibidang ilmiah. Mereka juga
mengharapkan memiliki keseimbangan antara kekuatan jasmani dan
rohani spiritual dan kepekaan sosial yang tinggi. Madrasah yang terdapat
di kecamatan bathin VIII kabupaten sarolangun adalah madrasah
Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun merupakan pilihan yang banyak
diminati oleh para orangtua untuk mendaftarkan anaknya di Madrasah
tersebut. Dengan bersekolah diMadrasah Tsanawiyah Negeri 2
Sarolangun para orangtua berharap anak-anaknya kelak bisa menjadi
anak yang beriman dan berakhlak mulia.
Berdasarkan Grandtheory yang telah dikemukakan, maka terdapat
hal yang sesuai dengan Grandtour yang penulis temukan diMadrasah
Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun diantaranya adalah masih di temukan
tingkah laku siswa yang tidak sesuai dengan ajaran agama islam, siswa
berbicara tidak sopan terhadap teman sebayanya,siswa yang tidak jujur,
siswa dengan mudah terpengaruhi dalam bergaul, beberapa siswa yang
belum lancar dalam membaca alqur’an, siswa yang masih enggan
menunaikan ibadah seperti sholat dan puasa, bahkan tidak mengetahui

16
rukun sholat, serta minat belajar siswa yang kurang, sehingga nilai
akademik agama siswa rendah, maka dari itu peneliti ingin melihat
bagaimana upaya-upaya yang dilakukan pihak Madrasah khususnya
Guru Akidah Akhlak untuk mengembangkan kecerdasan spiritual dalam
meningkatkan prestasi akademik siswa.
Maka dari itu fokus penelitian ini diharapkan agar kecerdasan
spiritual dapat terbentuk sehingga terdapat keselarasan antara manusia
sebagai makhluk dengan khalik-Nya dan antara manusia dengan manusia
lainnya sebagai makhluk sosial. Berdasarkan latar belakang tersebut
penulis berusaha mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan
kecerdasan spiritual dalam bentuk tesis yang berjudul “Pengembangan
Kecerdasan Spritual dalam meningkatkan Prestasi Akademik siswa
di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan
masalah
Dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana upaya pengembangan Prestasi kecerdasan spiritual
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di Madrasah Tsanawiyah
Negeri 2 Sarolangun ?
2. Apa saja kendala dalam proses pengembangan kecerdasan spiritual
siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun ?
3. Bagaimana manfaat atau dampak dari pengembangan kecerdasan
spiritual bagi siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun?

C. Fokus Penelitian
Mempertimbangkan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, serta

17
agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian, maka penulis memfokuskan
penelitian ini tentang upaya-upaya pengembangan kecerdasan spiritual
siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun dalam meningkatkan
prestasi Akademik siswa pada mata pelajaran Akidah Akhlak yang
diperoleh siswa kelas VIII A.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
gambaran tentang pengembangan kecerdasan Spritual dalam
Meningkatkan Prestasi Akademik siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri
2 Sarolangun. Sedangkan tujuan khususnya adalah ;
a. Ingin mengetahui upaya
pengembangan Prestasi kecerdasan spiritual dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun
b. Ingin mengetahui kendala dalam proses
pengembangan kecerdasan spiritual siswa Madrasah Tsanawiyah
Negeri 2 Sarolangun
c. Ingin mengetahui manfaat atau dampak
dari pengembangan kecerdasan spiritual bagi siswa Madrasah
Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun?

2. Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan
manfaat secara :
d. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemikiran
pendidikan agama islam terutama mengenai Pengembangan Kecerdasan
Spritual dalam meningkatkan Prestasi Akademik siswa Madrasah
Tsaawiyah Negeri 2 Sarolangun, khususnya di Program Studi Manajemen
Pendidikan Islam Pascasarjana UIN STS Jambi.

18
e. Praktis
1) Bagi Guru dapat menambah Khazanah ilmu pengetahuan yang
berkenaan dalam pengembangan kecerdasan spritual siswa.
2) Bagi Siswa sebagai subyek langsung dari penelitian seharusnya ada
perubahan dari dalam diri individu sehingga diharapkan mampu
mengembangkan kecerdasan spiritual dan dapat meningkatkan
prestasi akademik siswa.
3) Bagi Sekolah Memberikan sumbangan pemikiran sehingga dapat
meningkatkan kualitas sekolah dalam upaya menciptakan generasi
yang Intelek dan Berakhlak Mulia.
4) Bagi Peneliti Menambahkan wawasan pengetahuan berkenaan
dengan pengembangan kecerdasan spiritual dalam meningkatan
Prestasi akademik Siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun.
Dan Untuk mendapat gelar Megister di Pascasarjana Universitas
Islam Negeri Sultan Thaha Syaiuddin Jambi

BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

A. Landasan Teori, Kontruksi dan Indikator Masing-Masing tema


1. Kecerdasan Spritual
a. Sejarah Kecerdasan Spiritual
Dalam kajian psikologi, pada umumnya kecerdasan pada manusia
sebenarnya ada berbagai macam atau yang disebut dengan kecerdasan
majemuk (multiple intelegences) yang diperkenalkan oleh Gardner,
kecerdasan ini meliputi:14 (1), kecerdasan linguistik adalah Kecerdasan
yang erat hubungannya dengan keterampilan orang dalam menguasai

14
Howar Gardner, frames of mind: the theory of multiple intelligences,
(now York: basic book, 1983), hlm. 41-43.

19
bahasa tulisan dan lisan. Ciri utama dari kecerdasan bahasa meliputi
kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif dalam membaca,
menulis, dan berbicara. Keterampilan berbahasa penting sekali untuk
memberikan berbagai penjelasan, deskripsi, dan ungkapan ekspresif
kepada anak didik. (2), kecedasan interpersonal adalah kecerdasan
pribadi yang berhubungan dengan aspek internal dari seseorang. Fungsi
penting dari kecerdasan intrapersonal ialah meliputi penilaian diri yang
akurat, penentuan tujuan, memahami-diri atau instropeksi, dan mengatur
emosi diri. Dengan kecerdasan intrapersonal yang baik diharapkan setiap
orang mampu membuat keputusan dan menentukan perilakunya tanpa
harus selalu diarahkan dari orang lain. (3), kecerdasan intrapersonal
adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan untuk
memahami orang lain. Kecerdasan interpersonal mendorong
keberhasilan seseorang dalam mengatur hubungan antar individu. (4),
kecerdasan kinestetik adalah Suatu kecerdasan yang sangat aktif yang
dianugrahkan pada manusia adalah kecerdasan kinestetik-tubuh.
Kecerdasan kinestetik menyoroti kemampuan untuk menggunakan
seluruh badan (atau bagian dari badan) dalam membedakan berbagai
ekspresi gerak (tarian, akting) maupun aktivitas. (5), kecerdasan
matematis-logis adalah Kecerdasan logika- matematika meliputi
keterampilan berhitung juga berpikir logis dan keterampilan pemecahan
masalah. (6), kecerdasan naturalis adalah kemampuan manusia untuk
membedakan mahluk hidup dan kepekaan terhadap fitur-fitur lain. (7),
kecerdasan musical adalah Kecerdasan musikal meliputi kepekaan
terhadap tangga nada, irama, dan warna bunyi (kualitas suara) serta
aspek emosional akan bunyi yang berhubungan dengan bagian
fungsional dari apresiasi musik, bernyanyi, dan memainkan alat musik (8),
kecerdasan spasial adalah kecerdasan visual-spasial kadang-kadang
disebut juga dengan kecerdasan ruang. Kecerdasan ini meliputi
kemampuan untuk merepresentasikan dunia melalui gambaran-
gambaran yang berhubungan dengan objek dan ruang dalam kehidupan

20
sehari-hari.
Delapan kecerdasan diatas, pada dasarnya terbangun dalam
kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, atau yang lebih kita kenal
dengan IQ (Inteligent Quotient) merupakan kecerdaan yang berhubungan
dengan otak manusia, EQ (Emotional Quotient) adalah kecerdasan yang
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengelola emosi
dirinya sendiri ataupun orang lain. Dan yang teakhir adalah SQ (Spiritual
Quotient) kecerdasan spiritual adalah pengetahuan tentang kesadaran
diri, makna hidup, tujuan hidup atau nilai-nilai tertinggi.15

Kecerdasan spiritual merupakan jenis kecerdasan ketiga pada


manusia dan kecerdasan spiritual (spiritual quontient) dianggap sebagai
kecerdasan yang tertinggi, kecerdasan ini berhubungan dengan value
atau nilai. Kecerdasan Spiritual kembangkan oleh dua orang yang
bernama Danah Zohar dan Ian Marshall. Pada tahun 1990-an. Mereka
menyusun dan memperkenalkan buku yang komprehensif tentang
kecerdasan spiritual yang berjudul “The Ultimate Intelligence” dengan
mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Persinger dan
Prof.V.S. Ramachandra tentang adanya God Spot pada diri manusia. 16
God spot inilah sebagai pusat spiritual (spiritual center) yang terletak
diantara saraf dan otak manusia.17

b. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual berakar dari pada filsafat spiritualisme yakni


aliran yang menyatakan bahwa pokok dari realitas (foundation of relity)
adalah spirit; jiwa dunia yang meliputi alam semesta dalam segala
tingkatan aktivitasnya; sebagi penyebab dai aktivitasnya; perintah dan
bimbingan (petunjuk); dan bertindak sebagai penjelas yang lengkap dan

15
Abdul Jalil, spiritual entrepreneurship, (Yogyakarta: Lkis, 2013), hlm. 5.
16
Ahmad Taufik Nasution. Melejitkan SQ dengan Prinsip 99 Asmaul
Khusna, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm. 76.
17
Ary ginanjar agustian, ESQ Power, (Jakarta: arga, 2002), hlm.44.

21
rasional.

Secara etimologi kecerdasan spiritual terdiri atas kata


kecerdasan dan spiritual. Kecerdasan dalam bahasa Inggris disebut
sebagai intellijensi dan dalam bahasa Arab adalah azzaka yang artinya
pemahaman, kecepatan dan kesempurnaaan sesuatu.18 Dan kamus
besar bahasa Indonesia, kecerasan berasal dari kata cerdas yang
artinya sempurnanya perkembangan akal dan budi utuk befikir,
mengerti atau tajam pikiran. Kecerasan sendiri diartikan sebagai prihal
cerdas yakni kesempurnaan perkembangan akal budi seperti
kepandaian dan ketajaman pikiran. Atau dapat dikatakan bahwa
pengertian kecerdasan merupakan polapikir secara tauhidi, integralistik
serta berperinsip hanya karena Allah. Sedangkan spiritual bersal dari
kata sprit yang bearti semangat, jiwa, roh, sukma, mental, batin, rohani
dan keagamaan. Dalam kamus psikologi spiritual mengakatak bahwa
asumsi mengenai nilai-nilai trasendental. Untuk itu, kecerdasan spiritual
sebagai kemampuan internal pembawahan otak dan jiwa manusia yang
sumber terdalamnya adalah inti alam semsta sendiri, yang
memungkinkan otak untuk menemukan dan mengunakan makna dalam
pemecahan persoalan.19
Mimi Doe mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah
kepercayaan mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari
pada kekuatan fisik atau dirinya, suatu kesadaran yang
menghubungkan manusia langsung dengan Tuhan atau apa pun yang
di namakan sebagai keberadaan manusia yang merupakan sumber
keberadaan dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral dan rasa
memiliki. Sehingga meninggalkan kesan dan makna yang mendalam.20

18
Abdul mujib dan yusuf muzakkir, nuansa- nuansa psikologi iIslam,
(jakrta: raja grapindo persada, 2002), hlm. 318.
19
Danah Zohar dan Ian Murshall, SQ Kecerdasan Spiritual, cet.ke-x
(Mizan: Bandung, 2007), hlm. 3.
20
Mimi Doe, 10 Principles for Spiritual Parentin, (New York: Orbis Books, 2000)
hlm. 23

22
Maslow mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah sebagai
tahapan aktualisasi diri, di mana seseorang berlimpah dengan
kreaktifitas, intuisi, keceriaan, suka cita, kasih, kedamaian, toleransi,
kerendahan hati, tentram, serta memiliki tujuan hidup yang jelas.21
Dengan demikian, kecerdaasan spiritual adalah kesadaran
manusia adanya hubungan dengan tuhan (hablul minallah) yang
dipersepsikan sebagai sosok transenden sehingga membuat manusia
dapat hidup lebih positif dengan penuh makna, damai dan bijaksanaan.
Kecerdasan spiritual juga mencakup: Idealisme, sikap, pemikiran,
perasaan, dan pengharapan kepada yang absolut, serta bagaimana
individu mengekspresikan hubungan tersebut dalam kehidupan sehari-
hari sebagai sesuatu yang transpersonal. Konten kecerdasan spiritual
terdiri dari hal-hal berikut: 22 (1). Berhubungan dengan sesuatu yang
abstrak. (2). Bertujuan menemukan arti dan tujuan hidup. (3).
Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dari
dalam diri sendiri. (4). Mempunyai perasaan keterikatan diri sendiri
dengan yang maha tinggi.
Selanjutnya kegunaan kecerdasan spiritual Danah Zohar dan
Ian Marshall menyebutkan berikut:23 (1). Menjadikan kita untuk menjadi
manusia apa adanya sekarang dan memberi potensi lagi untuk terus
berkembang. (2). Menjadi lebih kreatif. Kita menghadirkannya ketika
kita inginkan agar kita menjadi lues, berwawasan luas, dan spontan
dengan cara yang kreatif. (3). Menghadapi masalah ekstensial yaitu
pada waktu kita secara pribadi terpuruk terjebak oleh kebiasaan dan
kekhawatiran, dan masa lalu kita akibat kesedihan. Karena dengan SQ
kita sadar bahwa kita mempunyai masalah ekstensial dan membuat kita
mengatasinya atau paling tidak kita bisa berdamai dengan masalah

21
Abraham Maslow, toward a psychology of being, (Princeton: Von Nostrand,
1968),
22
Burkhardt Characteristics of spirituality in the lives of women in a rural
Appalachian community, Journal Of Transcultural Nursing, vol. 4, 1993, hlm.12.
23
Danah Zohar dan Ian Murshall, SQ, hlm. 12-13.

23
tersebut. (4). SQ dapat digunakan pada masalah krisis yang sangat
membuat kita seakan kehilangan keteraturan diri. Dengan SQ suara
hati kita menuntun kejalan yang lebih benar. (5). Kita juga lebih
mempunyai kemampuan beragama yang benar, tanpa harus fanatik
dan tertutup terhadap kehidupan yang sebenarnya sangat beragam. (6).
SQ memungkinkan kita menjembatani atau menyatukan hal yang
bersifat personal dan interpersonal, antara diri dan orang lain karenanya
kita akan sadar akan integritas orang lain dan integritas kita. (7). SQ
juga di gunakan untuk mencapai kematangan pribadi yang lebih utuh
karena kita memang mempunyai potensi untuk itu. Juga karena SQ
membuat kita sadar mengenai makna dan prinsip sehingga ego akan di
nomor duakan, dan kita hidup berdasarkan prinsip yang abadi. (8).
Menggunakan SQ dalam menghadapi pilihan dan realitas yang pasti
akan datang dan harus kita hadapi apapun bentuknya. Baik atau
burukjahat atau dalam segala penderitaan yang tiba-tiba datang tanpa
kita duga.

c. Dasar atau Faktor Kecerdasan Spiritual


Dasar atau foktor kecerdasan spiritual yaitu: (God-Spot), potensi
qalbu (hati nurani) dan kehendak nafsu.
1. God- Spot (Titik Tuhan)
Seorang ahli syaraf dari California University yaitu Prof. V.S.
Ramachandran telah berhasil mengidentifikasi God-Spot dalam otak
manusia, yang merupakan pusat spiritual terletak antara jaringan saraf
dan otak. Dalam peneltiannya Ramachandra menemukan adanya bagian
dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika pengalaman
religius atau spiritual berlangsung. Dia menyebutnya sebagai titik Tuhan
atau God-Spot. Titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan
dalam pengalaman spiritual.

24
2. Potensi Qalbu
Menggali potensi qalbu, secara klasik sering dihubungkan dengan
„polemos‟ amarah, „eros‟ cinta dan „logos‟ pengetahuan.24 Padahal
dimensi qalbu tidak hanya mencakup atau dicakup dengan pembatasan
kategori yang pasti. Menangkap dan memahami pengertiannya secara
utuh adalah kemustahilan. Itu hanyalah sebagai asumsi dari proses
perenungan yang sangat personal karena di dalam qalbu terdapat potensi
yang sangat multi di- mensional. Diantaranya adalah sebagai berikut: (1)
Fu‟ad. Fu‟ad merupakan potensi yang sangat berkaitan dengan indrawi,
mengolah informasi yang sering dilambangkan berada dalam otak
manusia (fungsi rasional kognitif). Fu‟ad memberi ruang untuk akal,
berpikir, bertafakur, memilih dan memilah seluruh data yang masuk dalam
qalbu. Sehingga lahirlah ilmu pengetahuan yang bermuatan moral.
Pengawas setia sang fu‟ad adalah akal, zikir, pendengaran dan
pengelihatan yang secara nyata yang sistimatis di uraikan dalam Al-
Qur‟an. Fungsi akal adalah membantu fu‟ad untuk menangkap seluruh
fenomena yang bersifat lahir, wujud, dan nyata dengan mempergunakan
fungsi nazhar indera penglihatan. (2) Shadr. Shadr berperan untuk
merasakan dan menghayati atau mempunyai fungsi emosi (marah, benci,
cinta, indah, efektif). Shadr adalah dinding hati yang menerima limpahan
cahaya keindahan, sehingga mampu menerjemahkan segala sesuatu
serumit apapun menjadi indah dari karyanya. Berbeda dengan Fu‟ad yang
berorientasi ke depan. Shadr memandang pada masa lalu, kesejarahan,
serta nostalgia melalui rasa, pengalaman dan keberhasilan sebagai
cermin. Dengan kompetensinya untuk melihat dunia masa lalu, manusia
mempunyai kemampuan untuk menimbang, membanding dan
menghasilkan kearifan.25 (3) Hawaa. Hawaa merupakan potensi qalbu
yang mengarahkan kemauan. Di dalamnya ada ambisi, kekuasaan,
pengaruh, dan keinginan untuk mendunia. Potensi hawaa cenderung

24
Toto Tasmara, kecerdasan ruhaniah, (Gema Insani Prss: Jakarta, 2001),
25
Toto Tasmara, kecerdasan, hlm. 101.

25
untuk membumi dan merasakan nikmat dunia yang bersifat fana. Fitrah
manusia yang dimuliakan Allah, akhirnya tergelincir menjadi hina
dikarenakan manusia tetap terpikat pada dunia. Potensi hawaa selalu
ingin membawa pada sikap-sikap yang rendah, menggoda, merayu dan
menyesatkan tetapi sekaligus memikat. Walaupun cahaya di dalam qalbu
pada fitrahnya selalu benderang, tetapi karena manusia mempunyai
hawaa ini, maka seluruh qalbu bisa rusak binasa karena keterpikatan dan
bisikan yang dihembuskan setan ke dalam potensi seluruh hawaa.
3. Nafs atau kehendak nafsu
Nafs adalah muara yang menampung hasil olah fu‟ad, shadr, dan
hawaa yang kemudian menampakan dirinya dalam bentuk perilaku nyata
di hadapan manusia lainnya. Nafs merupakan keseluruhan atau totalitas
dari diri manusia itu sendiri. Apabila nafs mendapatkan pencerahan dari
cahaya qalbu, maka dinding biliknya benderang memantulkan binar-binar
kemuliaan. Jiwa nafs yang melangit, merindu, dan menemukan
kehangatan cinta ilahi.26
menurut Toto Tasmara, ada lima mengenai akhlak mulia
kecerdasan spiritual, yakni:19
a) Shiddiq
Salah satu dimensi kecerdasan ruhaniah terletak pada nilai
kejujuran yang merupakan mahkota kepribadian orang-orang mulia yang
telah dijanjikan Allah akan memperoleh limpahan nikmat dari-Nya.
Seseorang yang cerdas secara ruhaniah, senantiasa memotivasi dirinya
dan berada dalam lingkungan orang- orang yang memberikan makna
kejujuran.
Shiddiq adalah orang benar dalam semua kata, perbuatan, dan
keadaan batinnya. Hati nuraninya menjadi bagian dari kekuatan dirinya
karena dia sadar
bahwa segala hal yang akan mengganggu ketentraman jiwanya
merupakan dosa. Dengan demikian, kejujuran bukan datang dari luar,

26
Toto Tasmara, kecerdasan, hlm. 101.

26
tetapi ia adalah bisikan qalbu yang secara terus-menerus mengetuk-
ngetuk dan memberikan percikan cahaya illahi.
b) Istiqamah
Istiqamah diterjemahkan sebagai bentuk kualitas batin yang
melahirkan sikap konsisten (taat asaz) dan teguh pendirian untuk
menegakkan dan membentuk sesuatu menuju pada kesempurnaan atau
kondisi yang lebih baik, sebagaimana kata (taqwim) merujuk pula pada
bentuk yang sempurna (qiwam).
c) Fathanah
Fathanah diartikan sebagai kecerdasan, kemahiran, atau
penguasaan tertadap bidang tertentu padahal makna fathanah merujuk
pada dimensi mental yang sangat mendasar dan menyeluruh. Seorang
yang memiliki sikap fathanah, tidak saja menguasai bidangnya, tetapi
memiliki dimensi ruhani yang kuat. Keputusan-keputusan menunjukkan
kemahiran seorang profesional yang didasarkan pada sikap moral atau
akhlak yang luhur, memiliki kebijaksanaan, atau kearifan dalam berpikir
dan bertindak.
d) Amanah
Amanah menjadi salah satu dari aspek ruhaniah bagi kehidupan
manusia, sperti halnya agama dan amanah yang dipikulkan Allah menjadi
titik awal dalam perjalanan manusia menuju sebuah janji.

e) Tabligh
Mereka yang memiliki sifat tabligh mampu membaca suasana hati
orang lain dan berbicara dengan kerangka pengalaman secara lebih
banyak belajar dari pengalaman menghadapi persoalan-persoalan hidup.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual dalam
pandangan islam adalah kemampuan seseorang untuk yakin dan
berpegang teguh terhadap nilai spiritual islam, selalu berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai islam dalam hidup dan mampu untuk menempatkan diri
dalam kebermaknaan diri yaitu ibadah dengan merasakan bahwa Tuhan
selalu melihat setiap perbuatan yang dilakukan, sehingga dapat hidup

27
dengan mempunyai jalan dan kebermaknaan yang akan membawa
kepada kebahagiaan dan keharmonisan.
Seorang muslim yang memiliki kecerdasan spiritual akan berbudi
pekerti luhur, taat beribadah kepada Allah, bijaksana, peduli dan peka
dalam kehidupan sosial, keluarga, maupun terhadap lingkungan. Itu
semua adalah sebagai perwujudan jiwa seseorang yang selalu
bersandar kepada Allah dan diaplikasikan pada perilaku dalam
kehidupan.

d. Komponen Kecerdasan Spiritual

Menurut Emmons seperti yang dikutip Abdul Jalil ada Lima


komponen (bagian) cerdas secara spiritual:27
a. Kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material
b. Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak
c. Kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari- hari
d. Kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual
untuk menyelesaikan masalah
e. Kemampuan untuk berbuat baik.
e. Tanda-Tanda Kecerdasan Spiritual
Dalam kecerdasan spiritual yang dialami peserta didik, kita dapat
melihat satu persatu tanda-tanda dari kecerdasan spiritual yang telah
berkembang dengan baik, tanda-tanda yang dimaksud mencakup hal-hal
berikut yaitu:28
1. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif)
2. Tingkat kesadaran diri yang tinggi
3. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
4. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai
5. Kemampaun untuk menghadapi melampaui rasa sakit
6. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu

27
Abdul Jalil, spiritual, hlm. 7.
28
Danah Zohar dan Ian Murshall, SQ hlm. 14.

28
7. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal
8. Kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa” atau “bagaimana
jika” untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar
9. Menjadi apa yang disebut oleh para psikologi sebagai bidang
mandiri yaitu: memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.

f. Pengembangan kecerdasan spiritual

Pengembangan merupakan suatu keharusan yang harus


diaplikasikan kedalam kehidupan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
(KBBI) kata pengembangan artinya proses, cara, perbuatan
mengembangkan. Mengembangkan kecerdasan spiritual dapat diartikan
dengan segala usaha, langkah, kegiatan yang dilakukan baik secara
sendiri maupun bantuan orang lain dalam rangka untuk menumbuh
kembangkan kecerdasan spiritual. Pengembangan kompetensi spiritual
keagamaan mencakup perwujudan suasana belajar untuk meletakkan
dasar perilaku baik yang bersumber dari nilai-nilai agama dan moral
dalam konteks belajar berinteraksi sosial.

Pengembangan aspek spiritual tidak harus merupakan satu


program atau mata pelajaran secara khusus memberikan materi tentang
spiritual. Akan tetapi aspek spiritual dapat dikembangkan lebih luas dan
diintegritas melalui kegiatan apapun. Walaupun zhohar dan marshal
hanya menyatakan bahwa kita membutuhkan Religeous Framework
( Kerangka religious ) sebagai pembimbing untuk memiliki dan
meningkatkan potensi kecerdasan spiritual, namun dalam penelitian ini hal
tersebut akan dijadikan sebagai sesuatu yang wajib untuk kemudian
membingkai pengembangan kecerdasan spiritual. Dan pendidikan agama
memegang peran penting dan strategis dalam mengembangkan

29
kecerdasan spiritual ini. 29

Dengan demikian pengembangan kecerdasan adalah upaya


mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dalam
hal yang berkaitan kejiwaan, rohani, mental, moral, ataupun yang
berkenan dengan spirit atau jiwa serta berprinsip hanya karena Allah
SWT.

Sudiki dalam bukunya “kecerdasan Spritual”, memberikan empat


langkah untuk mengasah kecerdasan spiritual. Keempat langkah yang
dapat dijadikan sebagai aktivitas atau kegiatan dalam rangka
mengembangkan kecerdasan spiritual, yaitu:

1) Kenali diri, bahwa peserta didik harus mengenali keberadaan dirinya,


karena orang yang sudah tidak bisa mengenal dirinya sendiri akan
mengalmi krisis makna hidup maupun krisis spiritual. Karena mengenali
diri sendiri adalah syarat pertama dalam kegiatan pendidikan spiritual.
Sebagaimana firman Allah dalam Al- Qur’an Surah Al-Baqarah (2); 130
dan Al-Qur’an Surah Adz-Dzariat (51): 20-21 )

‫اص َط َف ْي ٰن ُه فِى ال ُّد ْن َيا َۚو ِا َّن ٗه فِى‬


ْ ‫س ٗه َۗو َل َق ِد‬
َ ‫سفِ َه َن ْف‬
َ ْ‫ب َعنْ ِّملَّ ِة ِا ْب ٰرهٖ َم ِااَّل َمن‬
ُ ‫َو َمنْ َّي ْر َغ‬
ّ ٰ َ‫ااْل ٰ خ َِر ِة َلمِن‬
َ‫الصلِ ِح ْين‬

Artinya :
“Dan orang yang membenci agama Ibrahim, hanyalah orang yang
memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh, Kami telah memilihnya
(Ibrahim) di dunia ini. Dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk
orang-orang saleh.” Al- Qur’an Surah Al-Baqarah (2); 130.

Nusa Putra, Santi Lisnawati. Penelitian Pendidikan Agama Islam ( Bandung: PT.
29

Remaja Rosdakarya, 2013). Hal 7

30
َ‫ َوفِي أَ ْنفُسِ ُك ْم أَ َفاَل ُت ْبصِ ُرون‬, َ‫ات لِ ْل ُموقِنِين‬ ِ ‫وَفِي اأْل َ ْر‬ 
ٌ ‫ض آ َي‬

Artinya :
“Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-
orang yang yakin. Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah
kamu tidak memperhatikan?” (Q.S. Adz-Dzariyat: 20-21) 30

2)Lakukan intropeksi diri, atau yang dalam istilah keagamaan dikenal


sebagai upaya pertaubatan. Ajukan pertanyaan pada diri sendiri
“sudahkah perjalanan hidup saya berada di rel/jalan yang benar “?

3) Aktifkan hati secara rutin, yang dalam konteks beragama adalah


mengingat tuhan. Karena dia adalah sumber kebenaran tertinggi, dan
kepada dialah manusia kembali. Dengan mengingat tuhan maka hati
manusia menjadi damai. Hal ini membuktikan kenapa banyak kenapa
banyak orang yang mencoba mengingat tuhan dengan cara sholat,
berzikir, bertafakur dan lain-lain.

‫س ِّب ُحوهُ ُب ْك َر ًة َوأَصِ يال‬ ً ‫َيا أَ ُّي َها الَّذِينَ آ َم ُنوا ْاذ ُك ُروا هَّللا َ ذ ِْك ًرا َكث‬
َ ‫ َو‬.‫ِيرا‬

Artinya; 
Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah kepada Allah, zikir yang
banyak ,dan sucikanlah dia pagi dan petang.
( Q.S Al- Ahzab (33): 41-42)

4) Setelah mengingat sang khalik, manusia akan menemukan


keharmonisan dan ketenangan hidup, manusia tidak lagi menjadi
manusia yang rakus akan materi, tetapi dapat merasakan kepuasan
tertinggi berupa kedamaian dalam hati dan jiwa, hingga manusia
mencapai keseimbangan dalam hidup dan merasakan kebahagian

30
Anonim, Op.Cit., hal 20

31
spiritual.

‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ُ ‫ٕىنُّ ا ْلقُلُ ْو‬mِِٕ ‫ِ َت ْط َم‬
ۗ‫ب‬ ‫ٕىنُّ قُلُ ْو ُب ُه ْم ِبذ ِْك ِر ِ ۗ اَاَل ِب ِذ ْك ِر‬mِِٕ ‫الَّ ِذ ْينَ ٰا َم ُن ْوا َو َت ْط َم‬

Artinya ;
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah hati menjadi tenteram.

Puncak dari kecerdasan spiritual adalah pemahaman diri sendiri


yang pada muaranya akan memahami hakikat sang khaliq. Barang siapa
yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal tuhannya. Dalam
ungkapan al-ghazali, istilah kecerdasan spiritual yaitu disamakan dengan
kecerdasan qalbiyah. Menurutnya tujuan puncak kecerdasan spiritual
atau kecerdasan qalbiyah adalah mencapai tazkiyah alnafs ( Pensucian
jiwa yang optimal dengan keuletan melaksankan arriyadhah ( latihan –
latihan spiritual )
Sedangkan tujuan pengembangan kecerdasan spiritual bagi siswa
diantaranya adalah :
a) Untuk selalu mengabdi hanya kepada allah
b) Untuk membentuk manusia yang tennag dan damai dalam batinnya.
c) Untuk membentuk manusia bersifat postif
d) Untuk membentuk manusia yang tahan banting dalam mengarungi
kehidupan didunia ini.

Bebrapa cara yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan


kecerdasan spiritual sebagaimana pendapat jalaluddin rakhmat, bahwa
sebagai pendidik:
1) Jadilah orang dewasa “gembira spiritual” yang baik. Sebagaimana
diketahui, bahwa teladan adalah yang cukup ampuh dalam melatih
dan membiming anak-anak menjadi lebih bai, karena sifat anak

32
cenderung mencontoh dan dipengaruhi oleh lingkungannya atau
pendidiknya. Metode ini sangat efektif dalam mempersiapkan dan
membentuk moral, spiritual dan sosial, sebab pendidik menjadi contoh
bagi anak. Keteladanan yang ditampilkan nabi Muhammad SAW
adalah keteladanan Universal, untuk seluruh generasi.. sebagaiman
tercantum dalam QS. Al-ahzab (33) :21

2) Bantulah anak untuk merumuskan ”misi” hidupnya.nyatakan dan


tanyakan berbagai tentang berbagai tingkat tujuan dari tujuan
paling dekat sampai tujuan paling akhir. Karena tujuan hidup
manusia hanyalah untuk menyembah kepada Allah.
3) Baca kitab suci bersama-sama dan jelaskan maknanya dalam
kehidupan sehari-hari.membaca dan mengkaji ayat-ayat Alqur’an
secara seksama tidak saja dapat menembus dinding kognisi
semata, tetapi juga menembus dinding intelektul dan hati.
4) Ceritaknlah kisah-kisah agung dari tokoh-tokoh spiritual. Anak-anak
bahkan orang dewasa sangat terpengaruh dengan cerita. Manusia
adalah satu-satunya makhluk yang suka bercerita dan hidup
berdasarkan cerita yang dipercayainya. Dengan demikian metode
cerita sangatlah penting dalam menumbuhkan dan menanamkan
rasa keberagamaan kepada anak/siswa.
2. Prestasi Akademik
Istilah prestasi berasal dari bahasa belanda yaitu prestatieyang
artinya hasil dari usaha, kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi
prestasi yang berarti hasil usaha. Prestasi adalah hasil yang dicapai.
Prestasi adalah penguasaan, pengetahuan/ keterampilan yang
dikembangkan melalui mata pelajaran, ditunjukkan dengan nilai
tes.Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan secara individual maupun kelompok. Travers states that
achievement is the result of what an individual has learned from some
education experinces.

33
Prestasi adalah suatu tingkatan khusus dari kesuksesan karena
mempelajari tugas-tugas, atau tingkat tertentu dari kecakapan/ keahlian
dalam tugas-tugas sekolah atau akademis. Secara pendidikan atau
akademik, prestasi merupakan satu tingkat khusus perolehan atau hasil
keahlian dalam karya akademik yang dinilai oleh guru-guru melalui tes-tes
yang sudah dibakukan, atau melalui kombinasi kedua hal tersebut.
Sedangkan prestasi akademik adalah perubahan dalam
kemampuan yang disebabkan karena proses belajar. Bentuk hasil proses
belajar dapat berupa pemecahan tulisan atau lisan, keterampilan dan
pemecahan masalah yang dapat diukur dan dinilai dengan menggunakan
tes yang standar.31
Menurut bloom prestasi akademik adlah mengungkap seseorang
keberhasilan dalam belajar. Surya brata mengatakan bahwa prestasi
akademik adalah seluruh hasil yang telah dicapai (Achievement) yang
diperoleh melalui proses belajar akademik (academic) Achivement.32
selain itu, djamarah mendefinisikan prestasi akademik sebagai suatu hasil
yang diperoleh, dimana hasil tersebut berupa kesan-kesan yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil akhir dari
aktivitas belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi akademik
merupakan perubahan dalam hal kecakapan, tingkah laku, ataupun
kemampuan yang dapat bertambah selama beberapa waktu dan tidak
disebabkan proses pertumbuhan, tetapi adanya situasi belajar. Menurut
Azwar prestasi akademik adalah bukti peningkatan atas pencapaian yang
diperoleh seseorang siswa sebagai pernyataan ada tidaknya kemajuan
atau keberhasilan dalam program pendidiakan.

a. Factor yang mempengaruhi prestasi akademik


1) Keyakinan akan kecakapan diri dan motivasi akademik

31
A. Sobur. Psikologi Umum (Bandung: Pustkaka Setia, 2007)
32
Sri Muslihah, Studi Tentang Hubungan Dukungan Sosial, Penyesuaian Sosial Di
Lingkungan Sekolah dan Prestasi Akademik Siswa SMPitn Assyifa Boarding School
Subang Jawa Barat. Vol.10, No. 2, Oktober 2011, hal 108.

34
Anak yang memiliki kecakapan diri yang tinggi yakin bahwa mereka
menguasai materi akademik dan mampu mengatur pembelajaran mereka
sendiri yang cenderung berprestasi lebih besar dan sukses. Anak mampu
menentukan target yang menantang dan menggunakan strategi yang
tepat untuk mencapainya, berusaha keras, bertahan dihadapan kesulitan
dan mencari bantuan. Sebaliknya, anak yang tidak yakin untuk sukses
cenderung prustasi dan tertekan. Terdapat factor lain yang dapat
mempengaruhi, yaitu keyakinan, pengasuhan orangtua, status sosio
ekonomi dan teman sebaya dapat mempengaruh prestasi anak. Orangtua
yang secara ekonomi baik dan memiliki aspirasi yang tinggi untuk anak
cenderung memiliki anak dengan prestasi yang tinggi.
2) Penggunaan waktu
Motivasi akademik dan keyakinan, akan kecakapan diri
mempengaruhi anak menggunakan waktu mereka. Anak yang berprestasi
disekolah memilki rencana untuk pendidikan dikemudian hari,
dibandingkan dengan anak yang kurang berprestasi.
3) Status sosio ekonomis dan lingkungan keluarga
Status sosio ekonomi menjadi factor yang kuat dalam prestasi
akademik melalui pengaruhnya terhadap iklim keluarga, lingkungan
keluarga, dan cara membesarkan anak. Status sosio ekonomi
mempengaruhi kemampuan orangtua untuk menyediakan lingkungan
yang mendukung pembelajaran.
4) Keterlibatan orangtua dan gaya pengasuhan
Orangtua dapat mempengaruhi prestasi pendidikan anak dengan
melibatkan diri dalam pendidikan anak : bertindak sebagai penasehat bagi
anak dan memberi kesan pada guru pada keseriusan target pendidikan
keluarga. Anak dengan orangtua yang amat terlibat biasanya menjadi
siswa yang terbaik.
5) Faktor Sekolah
Faaktor sekolah seperti kepala sekolah dan guru. Guru yang
memiliki harapan yang tinggi kepada siswa, lebih menekankan kepada

35
kegiatan akademik dibandingkan dengan aktivitas kurikuler. Siswa yang
menyukai lingkungan sekolah memiliki prestasi akademik lebih baik dari
sekolah yang mampu menyesuaikan pengajaran sesuai kemampuan
siswa akan mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
sekolah yang mencoba mengajar seluruh siswa dengan cara yang sama.
6) Harapan Guru
Harapan guru menjadi suatu yang penting ketika anak mendekati
dan memasuki masa remaja, harapan Guru yang tinggi memprediksi
secara signifikan motivasi, tujuan, dan minat siswa. Persepsi siswa
terhadap umpan balik yang negative dan kurangnya dorongan
memprediksi secara konsisten masalah akademik dan sosial.
7) System Pendidikan
System pendidikan berpusat kepada anak, artinya berfokus kepada
minat anak. Sejumlah pendidikan dan pemerintah dalam
meningkatkan mutu pendidikan, dimulai dengan memperbanyak
pekerjaan rumah hingga organisasi dan kurikulum. Pendidikan
pengajaran pada tingkat pada tingkat awal berfokus terhadap bidang
berdasarkan minatdan bakat yang dimiliki oleh anak. 33

b. Ciri- Ciri Individu yang berprestasi


Ciri individu yang memiliki keinganan untuk berprestasi yang tinggi
dihubungkan dengan seperangkat standar. Seperangkat standar tersebut
dihubungkan dengan prestasi orang lain, prestasi yang lampau, serta
tugas yang harus dilakukan. Adanya kebutuhan untuk mendapatakan
umpan balik atas pekerjaan yang dilakukan sehingga dapt dikethui
dengan cepat hasil yang diperoleh dari kegiatannya, lebih baik atau lebih
buruk. Menghindari tugas yang terlalu sulit atau terlalu mudah, akan tetapi
memilih tugas yang tingkat kesulitannya sedang. Inovatif, yaitu dalam
melakukan pekerjaan dilakukan dengan cara yang berbeda, efisien dan

Papalia, D. E, Wendkos, S, & Feldman, R. D. Human Depelopment. ( Jakarta :


33

Kencana, 2008 )

36
lebih baik dari pada sebelumnya. Hal ini dilakukan agar individu
mendapatkan cara yang lebih baik dan menguntungkan dalam mencapai
tujuan. Tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena
tindakan orang lain, dan ingin merasakan kesuksesan atau kegagalan
disebabkan oleh individu itu sendiri.
Dengan demikian individu yang memiliki keinginan untuk
berprestasi tinggi adalah individu yang memiliki standar berprestasi,
memiliki tanggung jawab pribadi atas apa yang dilakukannya, individu
tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau tindakan
oranglain, individu suka bekerja pada tingkat kesulitan menengah dan
realistis dalam pencapaian tujuannya, individu bersifat inovatif, dimana
dalam melakukan tugas selalu dengan cara yang berbeda, efisien dan
lebih baik dari sebelumnya, dengan demikian individu merasa lebih dapat
menerima kegagalan atas apa yang dilakukannya.

c. Syarat Mencari Ilmu


Menurut Al-Zamuji, mencari ilmu bernilai ibadah dan
menghantarkan seseorang untuk kebahagian duniawi dan ukhrawi.
Kebahagian dunia yang dimaksud adalah sejalan dengan konsep
pemikiran para ahli pendidikan yakni proses belajar hendaknya mampu
untuk menuntut ilmu yang mencakup tiga ranah yakni, Kognitif, afektif dan
psikomotorik. Sedangkan dimensi ukhrawi adalah perwujudan rasa syukur
manusia sebagai hamba Allah yang telah mengaruniai akal.
Persyaratan mencari ilmu demi mendapat kesuksesan ditulis al-
Zamuji dalam bentuk syair. Syair tersebut yang artinya: Tidak berhasil
seseorang dalam mencari illmu kecuali dalam enam syarat, maka akan
aku sampaikan kepadamu keseluruhan syarat-syarat tersebut dengan
jelas, yaitu: cerdas, rasa ingin tahu yang tinggi, sabar, mempunyai biaya,
adanya petunju dari seseorang guru dan dalam waktu yang lama. 34

B. Penelitian Yang Relevan


34
Ibrahim bin Ismail alZamuji, Ta’lim Muta’alim, (Semarang: CV Toha Putra), Ha; 15

37
Untuk mengetahui dan menilai orsinalitas penelitian yang berjudul:
Pengembangan Kecerdasan Spiritual dalam mengingkatkan Prestasi
Akademik siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun ini, penulis
menyajikan beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh
praktisi pendidikan tentang penanaman nilai-nilai kecerdasan spiritual.
Diantara penelitian yang dimaksud adalah:
Pertama, Siti Suryani35 dengan judul peran kecerdasan spiritual
dalam menjelaskan kecerdasan emosional pada odha (orang dengan
hiv/aids) di Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana peranan kecerdasan spiritual pada kecerdasan emosional ODHA
di Kota Malang. Seseorang yang dinyatakan sebagai ODHA, secara tidak
langsung akan mengalami banyak permasalahan. Permasalahan tersebut
bisa berasal dari penolakan masyarakat, diskriminasi dan juga
ketidakmampuan ODHA untuk menerima penyakit ini. Semua
permasalahan dapat diatasi jika ODHA memiliki kecerdasan spiritual dan
kecerdasan emosional. Untuk mengukur kecerdasan spiritual dan
kecerdasan emosional pada ODHA, penelitian ini menggunakan jenis
penelitian kuantitatif. Adapun populasi dari penelitian ini adalah ODHA
dengan stadium 1. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 70
orang, dimana 3 orang sebagai subjek try out kualitatif, 17 orang subjek
try out kuantitatif dan 50 orang sebagai subjek penelitian. Metode
penelitian yang digunakan adalah korelasional dan analisis data
menggunakan analisis regresi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang
sangat kuat antara kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional pada
ODHA di Kota Malang. Variabel kecerdasan spiritual memiliki pengaruh
sebesar 87,3% pada kecerdasan emosional, sedangkan 12,7%
dipengaruhi variabel hubungan sosial yaitu keluarga.

35
Jurnal Program Studi Psikologi, Universitas Brawijaya Malang

38
Penelitian di atas berbeda dengan penelitian ini dari segi
pendekatan, jenis serta masalah yang diteliti. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitif. Masalah yang diteliti juga terdapat perbedaan,
penelitian di atas membahas peranan kecerdasan spiritual pada
kecerdasan emosional ODHA di Kota Malang, sedang penelitian ini
membahas pengembangan kecerdasan spiritual melalui pendidikan
agama Islam.
Kedua, Andi Hakim.36 Dengan judul Pengaruh Kecerdasan Intele
ktual, Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap
Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri di Surakarta Tahun Pelajaran 2012/
2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh
kecerdasan intelektual (IQ) terhadap prestasi belajar; (2) pengaruh
kecerdasan
emosi (EQ) terhadap prestasi belajar; (3) pengaruh kecerdasan spiritual
(SQ) terhadap prestasi belajar; (4) pengaruh secara simultan IQ, EQ dan
SQ terhadap prestasi belajar dan faktor kecerdasan mana yang lebih
berpengaruh. Adapun hasil penelitian bahwa: (1) kecerdasan intelektual
berpengaruh terhadap prestasi belajar; (2) kecerdasan emosional
berpengaruh terhadap prestasi belajar; (3) kecerdasan spiritual
berpengaruh terhadap prestasi belajar; (4) ada pengaruh yang
signifikan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual secara bersama terhadap presatsi belajar. Penelitian diatas
berbeda dengan penelitian ini dari segi pendekatan, jenis serta
masalah yang diteliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan jenis studi kasus. Masalah yang diteliti juga terdapat perbedaan,
pengaruh kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar siswa, sedang penelitian ini
membahas pengembangan kecerdasan spiritual melalui pendidikan
agama Islam.

36
Tesis Program Studi Magister Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
pendidikan, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2013.

39
Ketiga, Sumukan.37 Dengan judul: Pengaruh Kecerdasan
Emosional, Kecerdasan Spiritual Dan Prestasi Belajar PAI Kelas X
SMK Negeri 1 Dlanggu Kabupaten Mojokerto. Adapun Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh baik secara parsial maupun secara
simultan antara variabel kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
terhadap variabel prestasi belajar siswa. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan menggunakan sampel sebanyak 142 siswa
pada siswa kelas X jurusan Multimedia 1, Rekayasa Perangkat Lunak 1,
Teknik Komputer dan Jaringan 1 serta Jasa Boga 1. Pengumpulan data
dilakukan dengan menyebarkan kuisioner (36 item pertanyaan untuk
variable kecerdasan emosional dan 21 item pertanyaan untuk variabel
kecerdasan spiritual) dan teknik wawancara. Metode analisis yang
digunakan adalah Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Statistik
Inferensial yaitu Regresi Linier Sederhana dan Regresi Linier Berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
terhadap variabel prestasi belajar siswa. Dengan demikian, kecerdasan
emosional, kecerdasan spiritual mempunyai andil yang cukup besar
terhadap keberhasilan prestasi belajar siswa sehingga sudah menjadi
keharusan bagi tenaga pendidikan untuk selalu memperhatikan dan
meningkatkan kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual guna
mendongkrak prestasi belajar anak didiknya tanpa melupakan faktor-
faktor lain yang juga berhubungan dengan prestasi belajar siswa.
Penelitian di atas, berbeda dengan penelitian ini dari segi
pendekatan, Metode Penelitian, jenis serta masalah yang diteliti.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif Deskriftif. Masalah
yang diteliti juga terdapat perbedaan, pengaruh kecerdasan emosional,
kecerdasan spiritual dan prestasi belajar PAI, sedang penelitian ini

37
Tesis Magister Pendidikan Agama Islam, Program Pascasarjana Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 2011.

40
membahas pengembangan kecerdasan spiritual dalam meningkatkan
Prestasi Akademik Siswa.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian yang berbentuk


penelitian kualitatif Deskriftif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara
intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lemabaga/gejala

41
tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi
daerah atau subyek yang sangat sempit tetapi dari sifat penelitian,
penelitian kasus lebih mendalam.38 Metode penelitian kualitatif yang sering
disebut juga metode penelitian naturalistic karena penelitiannya dilakukan
pada kondisi yang alamiah (Natural Setting)39

Metode penelitian kualitatif deskriftif adalah suatu metode yang


digunakan untuk menemukan pengatahuan terhadap subjek penelitian
pada suatu saat tertentu.penelitian kualitatif deskriftif berusaha
mendeskrifsikan seluruh gejala atau keadaan yang ada,yaitu keadaan
gejala menurut apa adanya pada saat penelitian. 40 Penelitian kualitatif
adalah suatu penelitian yang di tunjukkan untuk mendeskrifsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, keperscayaan,
persepsi, pemikiran orang secara induvidual maupun kelompok.41 Metode
penelitian kualitatif deskriftif adalah suatu metode yang digunakan untuk
menemukan pengatahuan terhadap subjek penelitian pada suatu saat
tertentu. Penelitian kualitatif deskriptif berusaha mendeskripsikan seluruh
gejala atau keadaan yang ada,yaitu keadaan gejala menurut apa adanya
pada saat penelitian dilakukan.42
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebagai upaya
untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang telah dibentangkan,
karena sifatnya mengunakan pendekatan analisis deskriftif. Dengan kata
lain penelitian ini berupaya menggambarkan, menguraikan suatu keadaan
yang sedang berlangsung berdasarkan fakta dan informasi yang diperoleh
dari lapangan dan kemudian dianalisa berdasarkan variabel yang satu
dengan yang lainnya sebaga upaya untuk mengetahui pengembangan

38
Suharsimi arikunto, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek ( Jakarta: Rineka
Cipta, 2007), hal. 120
39
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif ( Bandung: Alfabeta, 2012) hal 1.
40
Mukhtar, Op. Cit., hal. 10.
41
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014), hal. 60.
42
Mukhtar, Op. Cit., hal. 10.

42
kecerdasan spiritual dalam meningkatkan prestasi akademik siswa, lokasi
penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun.

B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian


1. Situasi Sosial

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi melainkan


situasi sosial. Situasi sosial terdiri atas 3 bagian, yaitu : tempat ( place),
pelaku ( Actors), Aktivitas ( Aktivity ) yang berinteraksi secara sinergis 43
tempat (place) dalam penelitian ini adalah Madrasah Tsanawiyah Negeri 2
Sarolangun, berdasarkan atas beberapa pertimbangan. Madrasah
Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun terletak di Kecamatan Bathin VIII
tepatnya di desa Tanjung, berada tidak jauh dari jalan lintas sumatera
dengan lokasi dan lingkungan yang aman sehingga siswa dapat mengikuti
proses pembelajaran dengan baik. Pelaku ( Aktors ) nya adalah siswa di
Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun berjumlah kurang lebih 200
siswa yang terbagi kedalam 9 lokal,masing-masing kelas (VII, VIII, IX)
mempunyai 3 lokal, aktivitas atau kegiatannya ialah proses belajar
mengajar dikelas yang dilakukan oleh guru dan siswa.

2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang yang berada dalam situasi sosial
yang di tetapkan sebagai pemberi informasi dalam sebuah penelitian atau
yang di kenal dengan informan44 atas berbagai pertimbangan
sebagaimana dikemukakan di atas maka yang akan dijadikan sebagai
informasi (subjek penelitian ) untuk memperoleh data dan informasi.

43
Sugiyono, Op.Cit, hal. 215
44
Ibid., hal. 90-91.

43
Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah kepala
Madrasah, Guru Akidah Akhlak dan siswa kelas VIII A. cara mengambil
sample untuk siswa menggunakan Porposive sampling. Porposiv
sampling adalah pengambilan sample berdasarkan penilaian subejktif
peneliti pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut
paut dengan karakteristik polulasi yang sudah diketahui sebelumnya
dengan pertimbangan.45 “ Purposive Sampling adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu, 46 dan yang menjadi Key Informan
dalam penelitian ini adalah guru Akidah Akhlak.

C. Jenis dan Sumber Data


1. Jenis Data
Dalam penelitian ini menggunakan data, yaitu sumber data yang
bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara. Dalam
hal ini menggunakan sumber data person dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Data Primer
Dalam penelitian ini sumber data primernya yakni data yang
diperoleh dan dikumpulkan langsung di lokasi penelitian yakni data yang
di peroleh secara lansung melalui wawancara dan pengamatan
(observasi) terhadap perkembangan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2
Sarolangun.dalam penelitian ini penulis berupaya semaksimal mungkin
melihat kondisi dan keadaan real Madrasah dalam keseharian, meskipun
pengambilan data penelitian dipilih waktu secara acak yang dapat
mewakili waktu yang dibutuhkan untuk keabsahan penelitian. Dengan
turun secara langsung melihat kegiatan sehari-hari Madrasah agar
diharapkan dapat data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan
secara Akademik. Adapun data yang akan diambil dalam penelitian ini
meliputi, kecerdasan spiritual siswa, prestasi akademik siswa dan
pengembangan kecerdasan spiritual siswa.
45
Suharsimi Arikunto, Op. Cit., Hal 152
46
Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial Kuantitatif dan kualitatif
( Jakarta : Gaung Persada, 2010) Hal. 74

44
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumplkan oleh
orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. 47
Data sekunder meliputi historis dan geografis Madrasah
Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun, data guru, siswa, sarana dan prasarana
di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun dan visi-misi Madrasah
Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun.
2. Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh 48
Sumber data dalam penelitian ini adalah: a) manusia: kepala sekolah,
guru Akidah Akhlak dan siswa, dan b) arsip.

D. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data tentang Pengembangan Kecerdasan Spritual
dalam Meningkatkan Prestasi akademik siswa di Madrasah Tsanawiyah
Negeri 2 Sarolangun. Dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara,
dan dokumentasi.
1. Obsevasi
Observasi atau pengamatan adalah merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan cara melakukan dengan pengamatan secara
langsung.49 Berdasarkan pendapat diatas, peneliti menggunakan
observasi langsung pada obyek penelitian pada obyek penelitian, yaitu
penelitian langsung mendatangi sekolah atau yang dijadikan obyek
penelitian. Metode ini peneliti gunakan untuk mengumpulkan data yang
meliputi: keadaan sarana dan prasarana, denah lokasi, keadaan
lingkungan,mengamati proses pengembangan Kecerdasan Spritual siswa
dan aspek-aspek lain yang ada dalam lingkup Madrasah Tsanawiyah
Negeri 2 Sarolangun.

47
Misbahuddin dan Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2013), hl 21
48
Suharsimi Arikunto, Op.cit., hal 172
49
Nana Shaodih Sukmadinata, Op. Cit., hal. 220.

45
Metode ini digunakan untuk mengungkapkan data dan hal-hal yang
berhubungan dengan pengembangan Kecerdasan spiritual dalam
meningkatkan prestasi akademik siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2
Sarolangun, yang disertai dengan pencacatan terhadap apa yang muncul
yang baerkaitan dengan data yang di butuhkan. Adapun tahapan-tahapan
dalam observasi yaitu a) tahan deskriptif yaitu observasi dilakukan pada
saat memasuki situasi sosial tertentu sebagai objek penelitian, pada tahap
ini peneliti belum membawa masalah yang akan diteliti maka peneliti
melakukan penjejahan umum secara menyeluruh, b) Observasi reduksi.
Pada tahap ini peneliti sudah melakukan minitour obsevasi, yaitu suatu
observasi yang telah di persempit untuk di fokuskan pada asfek tertentu
dan c) Tahap seleksi, pada tahap ini peneliti menguraikan fokus yang
ditemukan sehingga datanya lebih terperinci, dengan melakukan analisis
kompenensial terhadap fokus, serta menemukan hubungan kesamaan
antar katagori yang lain.
Observasi tersebut untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut:
a. Proses pengembangan kecerdasan spiritual dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2
Sarolangun.
b. kendala dalam proses pengembangan kecerdasan spiritual siswa
Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun.
c. manfaat atau dampak dari pengembangan kecerdasan spiritual
bagi siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun.

2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan kedua belah pihak
yaitu wawancara yang mengajukan pertanyaan dan responden yang
memberikan jawaban atas pertanyaan.50 Wawancara yang digunakan
adalah wawancara tak terstruktur, dimana pewawancara bebas peneliti
tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara

50
Lexy J. Moleong, Op. Cit., hal. 186.

46
sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya.pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis besar permasalahan
yang akan ditanyakan.
Wawancara ini dilakukan untuk memahami informasi secara
mendetail dan mendalam dari informan sehubungan dengan fokus
permasalahan yang. Diteliti. Dari wawancara ini diharapkan respon dari
opini subyek penelitian yang berkaitan dengan manajmemn pendidikan.
Untuk lebih fokusnya menjawab permasalahan yang diteliti dibuat
pedoman wawancara terstruktur dan tak terstruktur. 51 Melaui wawancara
maka peneliti akan menggali ide dan informasi yang kemudian dapat
dikonstruksikan dalam topik tertentu.
Penulis menggunakan wawancara mendalam (indepth-interview)
yaitu usaha metode pengumpulan data yang sering digunakan dalam
penelitian kualitatif. Wawancara mendalam secara umum adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang
yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara, pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial
yang relative lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam
adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan. Pewawancara adalah
orang yang menggunakan metode wawancara sekaligus bertindak
sebagai ”pemimpin” dalam proses wawancara tersebut. Dia juga berhak
menentukan materi yang akan diwawancarakan serta kapan dimulai dan
di akhiri. Namun seringkali informan pun dapat menentukan perannya
dalam hal kesepakatan mengenai kapan waktu wawancara mulai
dilaksanakan dan di akhiri. Informan adalah orang yang diwawancarai,
diminta informasi oleh pewawancara . informan adalah orang yang
diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta
dari suatu obyek penelitian.

51
Lexy J. Moleong. Loc. Cit.

47
Materi wawancara adalah tema yang ditanyakan kepada informan,
berkisar antara masalah atau tujuan penelitian. Materi wawancara yang
baik terdiri dari: pembukaan, isi dan penutup. Pembukaan wawancara
adalah kata-kata tegur sapa, seperti nama ibu siapa, alamatnya dimana,
berapa anaknya, umurnya berapa dsb. Isi wawancara sudah jelas, yaitu
pokok pembahasan yang menjadi masalah atau tujuan penelitian.
Sedangkan, penutup adalah bagian akhir dari suatu wawancara. Bagian
ini dihiasa dengan kalimat-kalimat penutup pembicaraan, antara lain: saya
kira cukup sampai disini wawancara kita, terimakasih atas bantuan bapak,
bapak sudah banyak membantu saya, dsb. Bagian penutup biasanya
dihiasi dengan janji untuk ketemu lagi pada waktu lain. Metode
wawancara mendalam (in-depth interview) adalah sama seperti metode
wawancara lainnya, hanya peran pewawancara, tujuan wawancara, peran
informan, dan cara melakukan wawancara yang berbeda dengan
wawancara pada umumnya. Wawancara mendalam dilakukukan berkali-
kali dan membutuhkan waktu yang lam bersama informan di lokasi
penelitian, hal mana kondisi ini tidak terjadi pada wawancara pada
umumnya.52
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri
pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya
pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Sutrisno Hadi
mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam
menggunakan metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah
sebagai berikut.
a. Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang
dirinya sendiri.

52
Sugiyono, Op. Cit., hal. 138-140.

48
b. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar
dan dapat dipercaya
c. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang
dimaksudkan oleh peneliti.
Adapun secara umum dilakukan wawancara ini adalah untuk
memperoleh seluruh data yang berkaitan dengan kepala sekolah,
guru/pendidik/tenaga pendidik dalam membina akhlak siswa, begitu juga
untuk menggali data terkait profil, visi, misi, budaya yang diterapkan,
keberhasilan, problematika, dan data-data lain tentang Madrasah
Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun.
Secara khusus wawancara tentang:
Bagaimana Proses Pengembangan Kecerdasan Spritual dalam
meningkatkan Prestasi akademik siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2
Sarolangun?
a. Proses pengembangan kecerdasan spiritual dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2
Sarolangun.
b. kendala dalam proses pengembangan kecerdasan spiritual siswa
Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun.
c. manfaat atau dampak dari pengembangan kecerdasan spiritual
bagi siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Sarolangun.

3. Dokumentasi
Dokumentasi dalah salah satu metode pengumplan data yang
digunakan dalam metodelogi penelitian sosial untuk menelusuri data
historis.53 Metode dokumentasi merupakan sumber non manusia, sumber

53
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),
hal. 124.

49
ini adalah sumber yang cukup bermanfaat sebab telah tersedia sehingga
akan relatif murah pengeluaran biaya untuk memperolehnya, merupakan
sumber yang stabil dan akurat sebagai cerminan situasi/kondisi yang
sebenarnya serta dapat dianalisis secara berulang-ulang dengan tidak
mengalami perubahan. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data
yang sudah tersedia dalam catatan dokumen. Fungsinya sebagai
pendukung dan pelengkap bagi data primer yang diperoleh melalui
observasi dan wawancara. Adapun dokumentasi dalam penelitian ini di
MadrasahTsanawiyah Negeri 2 Sarolangun adalah :
a. Historis dan Geografis
b. Struktur Organisasi
c. Keadaan guru dan siswa
d. Keadaan Sarana dan Prasarana

E. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berdasarkan analisis interaktif sebagaimana dikemukan oleh Miles dan
Huberman54 Analisis tersebut terdiri dari tiga kegiatan yang saling
berinteraksi, yaitu, (1) reduksi data (data reduction), (2) Penyajian data
(data display), (3) penarikan kesimpulan (conclution). Berikut
penjelasannya:

1. Reduksi data
Hasil pengamatan dan wawancara yang ditemukan data yang
sedemikian banyak dan kompleks serta campur aduk, maka langkah yang
perlu diambil adalah mereduksi data. Reduksi data adalah aktifitas peneliti
dalam memilih dan memilah data yang dianggap relevan untuk disajikan.

54
Matthew B. Miles and A. Michael Huberman, Qualitative Data Analisy (London:
Beverly Hills, 2014), hal. 18-21.

50
Menurut Miles dan Hubermen, data reduction refer to the process of
selecting, focusing, simplying, abstracting and transforming the “row” data
that appear in written up fieldnot 55. Proses pemilihan data memfokuskan
pada informasi yang mengarah untuk pemecahan masalah,pemaknaan
dan penemuan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Dengan “reduksi data” peneliti tidak perlu mengartikannya sebagai
kuantifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan dan transformasikan
dalam aneka macam cara, yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui
ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan-nya dalam satu pola yang
lebih luas, dsb. Kadangkala dapat juga mengubah data ke dalam angka-
angka atau peringkat-peringkat, tetapi tindakan ini tidak selalu bijaksana.
Proses analisis data mestinya dimulai dengan menelaah seluruh data
yang tersedia dari berbagai sumber. Setelah dikaji, langkah berikutnya
adalah membuat rangkuman untuk setiap kontak atau pertemuan dengan
informan. Dalam merangkum data biasanya ada satu unsur yang tidak
dapat dipisahkan dengan kegiatan tersebut. Kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan ini disebut membuat abstraksi, yaitu membuat ringkasan yang
inti, proses, dan persyaratan yang berasal dari responden tetap dijaga.
Dari rangkuman yang dibuat ini kemudian peneliti melakukan
reduksi data yang kegiatannya mencakup unsur-unsur spesifik termasuk
(1) proses pemilihan data atas dasar tingkat relevansi dan kaitannya
dengan setiap kelompok data,
(2) menyusun data dalam satuan-satuan sejenis. Pengelompokkan data
dalam satuan yang sejenis ini juga dapat diekuivalenkan sebagai kegiatan
kategorisasi/variable,
(3) membuat koding data sesuai dengan kisi-kisi kerja penelitian.

Kegiatan lain yang masih termasuk dalam mereduksi data yaitu


kegiatan memfokuskan, menyederhanakan dan mentransfer dari data
kasar ke catatan lapangan. Dalam penelitian kualitatif-naturalistik, ini

55
Ibid., hal. 21.

51
merupakan kegiatan kontinu dan oleh karena itu peneliti perlu sering
memeriksa dengan cermat hasil catatan yang diperoleh dari setiap terjadi
kontak antara peneliti dengan  informan.

2. Penyajian Data
Penyajian data disajikan secara sistematis, agar lebih mudah
dipahami tentang hubungan antar bagian yang mempengaruhi proses
pengelolaan pelayanan. Menurut Miles dan Haberman, we define a
’display’ as an organized assembly of information that permits conduction
drawing and action tacking.56 Bentuk penyajian data lebih banyak berupa
narasi yaitu pengungkapan secara tertulis, tujuannya adalah untuk
mempermudah mengikuti kronologis alur peristiwa, sehingga dapat
terungkap apa sebenarnya terjadi dibalik peristiwa tersebut, melalui
display data ini dapat dipahami pula interaksi antar bagian konteks utuh.
Teknis penyajian data yang runtun dan sistematis sangat membantu
peneliti dalam menarik kesimpulan dana verifikasi yang memadai berupa
pola hubungan yang permanen di antara pihak sekolah, guru, staf, dan
siswa.
Ada tiga alur utama pada penelitian kualitatif yaitu reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi/kesimpulan. Sebagai suatu jalin menjalin
pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam
bentuk sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis,
dan kegiatan pengumpulan data itu sendiri merupakan siklus dan
interaktif. Di sini penelitian harus siap bergerak di antara empat (4)
“sumbu” kumparan itu selama pengumpulan data. Selamanya bergerak
bolak-balik di antara kegiatan reduksi data, penyajian data, penarikan
kesimpulan/verifikasi selama waktu penelitian.

3. Penarikan Kesimpulan

56
Ibid., hal. 21.

52
Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari penelitian sebagai
konfigurasi yang utuh. Kesimpulan atau verifikasi dilakukan selama
penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data harus selalu
diuji kebenaran dan kesesuaiannya sehingga validitas terjamin. Adapun
alur analisis data yang ditempuh sebagaimana pola pendekatan
fenomenologis yang dikembangkan oleh miles dan huberman dapat dilihat
pada gambar berikut:

Data Collection

Data Reduction Data display

Conclution

Gambar 1.
Analisis Data Model Interaktif (Interaktif Model of Data Analysis)

Penarikan kesimpulan sebagian dan suatu kegiatan dari konfigurasi


yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian
dalam pikiran penganalisis dengan menulis suatu tinjauan ulang pada
catatan. Menarik kesimpulan merupakan kegiatan akhir dari proses
analisis data, yaitu dengan cara merumuskan kesimpulan penelitian, baik
kesimpulan sementara maupun kesimpulan akhir. Kesimpulan sementara
dapat dibuat terhadap setiap data yang ditemukan pada saat penelitian
sedang berlangsung, dan kesimpulan akhir dapat dibuat setelah seluruh
data dianalisis.

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

53
Pemeriksaan keabsahan data merupakan focus yang sangat
menentukan dalam penelitian kualitatif. Untuk mendapat kepercayaan
data, maka dilakukan teknik perpanjangan keikutsertaan, kecerminan
pengamat dan trianggulasi.57 Berikut penjelasannya:

1. Perpanjangan Keikutsertaan
Perpanjangan keikutsertaan ini menuntut peneliti untuk terjun
langsung ke dalam lokasi dan dalam waktu yang cukup panjang untuk
mendeteksi dan memperhitungkan distorsi (penyimpangan) yang mungkin
akan merusak data, baik distorsi peneliti secara pribadi, maupun distorsi
yang ditimbulkan oleh responden; baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Dengan demikian, melalui perpanjangan keikutsertaan ini
diharapkan peneliti dapat menentukan distorsi yang terjadi dalam
penelitian sehingga peneliti dapat mengatasi hal ini. Berdasarkan pada
hal-hal tersebut di atas dan sebagaimana diketahui bahwa penelitian yang
direncanakan dilaksanakan tiga bulan, dan dikarenakan peneliti khawatir
akan terjadinya distorsi baik yang berasal dari peneliti sendiri maupun
yang distorsi yang berasal dari responden, maka dianggap perlu
menambah masa penelitian secara tidak resmi.58 Melalui teknik ini penulis
akan berusaha meningkatkan frekuensi dan intesitas di lokasi penelitian
dengan senantiasa berada di lokasi guna menyelami budaya setting dan
lokasi peneliti, pada di luar lingkungan penulis berusaha melakukan
interaksi dengan subyek penelitian untuk lebih menguji informasi yang
diperoleh.

2. Ketekunan Pengamatan
Teknik ketekunan pengamatan bermaksud untuk menemukan ciri-
ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan
atau isu yang sedang dicari kemudian memusatkan diri pada hal-hal

57
Lexy J. Maleong. Op. Cit., hal. 327.
58
Ibid., hal. 328.

54
tersebut secara rinci. Dalam hal ini peneliti akan berusaha mengadakan
pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap
faktor-faktor yang menonjol dalam penelitian. Kemudian melakukan
penelaahan secara rinci sampai pada suatu titik sehingga ada pada
pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor-faktor
yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa.

3. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan suatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu. Ada empat
macam triangulasi yaitu dengan menggunakan kejujuran peneliti, metode,
teori dan sumber data. Penelitian ini penulis menggunakan triangulasi
dengan kejujuran peneliti yakni dilakukan untuk menguji kejujuran,
subjektivitas dan kemampuan merekam data oleh peneliti di lapangan.
Triangulasi terhadap peneliti yaitu dengan meminta bantuan peneliti lain
melakukan pengecekan langsung, wawancara langsung serta merekam
data yang sama di lapangan. Konsep trianggulasi dengan metode
dilakukan untuk melakukan pengecekan terhadap penggunaan metode
pengumpulan data, apakah informasi yang didapat dengan metode
interview sama dengan metode observasi atau apakah hasil observasi
sesuai dengan informasi yang diberikan ketika diinterview. Apabila
berbeda, maka peneliti harus menjelaskan perbedaan itu, tujuannya
adalah untuk mencari kesamaan data dengan metode yang berbeda.
Triangulasi dengan sumber data yakni membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan atau informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini
dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan
dengan data hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan
orang didepan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, (3)
membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

55
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4)
membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan
menengah atau tinggi, orang kaya, pemerintah, (5) Membandingkan hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Triangulasi dengan
teori didasarkan pada asumsi bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat
kepercayaannya hanya dengan satu atau lebih teori. Artinya, fakta yang
diperoleh di dalam penelitian harus dapat dikonfirmasikan dengan dua
teori atau lebih. Patton menamakan teori ini sebagai penjelasan
pembanding.
Berdasarkan teknik triangulasi tersebut di atas, maka dimaksud
untuk mengecek kebenaran dan keabsahan data-data yang diperoleh di
lapangan tentang Pengembangan Kecerdasan Spritual dalam
meningkatkan Akhlakuk Karimah siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 2
Sarolangun dari sumber hasil observasi, wawancara maupun melalui
dokumentasi, sehingga dapat dipertanggung jawab keseluruhan data yang
diperoleh di lapangan dalam penelitian tersebut.

4. Konsultasi Pembimbing
Teknik ini juga digunakan untuk membangun keterpercayaan atau
keabsahan yang merupakan suatu proses di mana seorang peneliti
mengekspos serta mengkonsultasikan hasil penelitian yang diperolehnya
kepada dosen pembimbing, dengan melakukan suatu diskusi dan
konsultasi secara analitis dengan tujuan untuk menelaah aspek-aspek
penemuan yang mungkin masih bersifat implisit. Melalui teknik ini,
diharapkan peneliti dapat memperoleh pertanyaan dan saran konstruktif,
serta dapat memberikan kesempatan kepeda peneliti untuk
mengembangkan dan menguji langkah-langkah selanjutnya dalam suatu
desain metodologis yang muncul.

G. Waktu dan Pelaksanaan Penelitian

56
Penelitian ini dilakukan selama enam bulan. Penelitian dilakukan
dengan pembuatan proposal, kemudian dilanjutnya dengan perbaikan
hasil seminar proposal tesis. Setelah pengesahan judul dan izin riset,
maka penulis mengadakan pengumpulan data, verifikasi dan analisis data
dalam waktu yang berurutan. Hasilnya penulis melakukan konsultasi
dengan pembimbing sebelum diajukan kepada sidang munaqasah. Hasil
sidang munaqasah dilanjutkan dengan perbaikan dan penggandaan
laporan penelitian tesis.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman, Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam-


Tinjauan Epistemologi dan Isi-Materi, Jurnal Eksis Vol.8 No.1, Mar 2012.

57
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran,
Jakarta: Kencana, 2009.

_______, Akhlak Tasawuf, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010.

_______, Manajemen Pendidikan: mengatasi Kelemahan


Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2012.

Adian Husaini, Pendidikan Islam: Membentuk Manusia Berkarakter


dan Beradab, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2010.

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2013.

Anonim, Undang-Undang Sisdiknas dan Undang-Undang Guru dan


Dosen, Jakarta: Asa Mandiri, 2009.

Arikunto Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan


Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

_______, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta:


Direktorat Jendral Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2009.

_______, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Pusat


Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional Badan
Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Pembukuan, 2011.

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana Prenada


Media Group, 2011.

Cicih Sutarsih, Etika Profesi, Jakarta: Kementerian Agama RI,


2012.

Choiruddin Hadhiri, Akhlak dan Adab Islami, Jakarta: QIbla, 2015.

Covey, Stephen R., The Leader in Me Terj. Fairano Ilyas, Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Danah Zohar dan Ian Murshall. 2007. SQ Kecerdasan Spiritual:
Bandung. Daradjat Dzakiah. 2014. Ilmu Agama Islam. cet. Ke-11. Jakarta:
Bumi Aksara.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Jakarta: Indah


Perss, 2005.

Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosdakarya,


2012.

58
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi
Aksara, 2014.

Mulyadi. 2009. Kepemimpinan Kepala Mengembangkan Budaya


Mutu. Disertasi Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Nasution Ahmad Taufik. 2009. Melejitkan SQ dengan Prinsip 99


Asmaul Khusna. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

59

Anda mungkin juga menyukai