Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AKHLAK TASAWUF

“PENGERTIAN AKHLAK RUANG LINGKUP DAN MANFAAT MEMPELAJARINYA”

Bapak Asep Nuhdi M.Pd

Oleh Kelompok 1 (satu):

Muhammad Saddam Husaini


Siti Nurlita
Siti Sarah

Jurusan Tarbiyah

Program Studi Pendidikan Agama Islam

Institut Agama Islam Nasional LAA ROIBA

BOGOR - JAWA BARAT


ABSTRAK

Akhir-akhir ini distagnasi dan dekadensi moral yang membawa sebagian kawulan remaja
kearah pergaulan bebas, hilangnya rasa kemanuisaan merasa kelompoknya yang harus kuat dan
merajai kelompok lainya sehingga muncul lah apa yang dikenal dengan geng motor yang
meresahkan masyarakat. Disisi yang berbeda kelompok yang mendapat didikan yang mumpuni
dari universitas yang terkenal dan favorit, namun tidak menjamin mereka aman dari perilaku
kejahatan terdidik, tidak merasa malu melakukan tindakan yang memperkosa nilai-nilai
keilmuan dan kejujuran moral sehingga munculnya sarjana hukum yang cenderung tindakanya
banyak yang melanggar hukum, para praktisi hukum, hakim, jaksa malah mereka banyak
mengkebiri hukum yang diputuskannya, keputusan dan pemenangan dalam mahkamah mulia
cenderung memenangkan pihak yang membayar mereka yang lebih mahal demikian pula para
pengacara mereka bekerja bagi pihak yang membayarnya. Para pejabat negeri ini tidak merasa
malu melakukan korpusi, merampok uang rakyat, dan lain-lain. Maka dari itu kita semua harus
mempelajari dan menanamkan aklhlak yang baik dan benar menurut syari’at agama Islam
didalam diri kita dan bisa membersihkan hati kita dari sifat-sifat tercela, semoga dengan
tertulisnya makalah ini bisa menjadi asbab hidayah kita semua untuk menjadi uammat Nabi
Muhammad yang baik dan terhindar dari akhlak yang buruk. Aamiin yaa Allah.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Akhlak pada dasarnya adalah sifat yang dimiliki oleh semua manusia, baik akhlak terpuji maupun
akhlak tercela. Maka pendidikan akhlak disini sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama
pendidikan akhlak baik atau terpuji karena akhlak ini adalah modal utama manusia atau pondasi
manusia untuk mencapai hidup yang baik, aman, tentram, dan damai didunia maupun diakhirat.

Pendidikan akhlak ditekankan terutama pada anak-anak remaja yang sekarang ini hampir 70%
mempunyai akhlak mazmumah atau akhlak buruk, bahkan bukan hanya untuk kalangan remaja
akhlak harus ditekankan, untuk kalangan dewasa dan orangtua juga sangat penting dan sekarang
ini juga minimnya akhlak mahmudah bagi kalangan dewasa maupun orangtua.

Akhlak mahmudah akan menuntun dan mengatur keseluruhan kehidupan didunia dan akhirat dan
sebaliknya akhlak mazmumah akan menjerumuskan manusia dalam kehidupan yang tidak baik,
baik didunia maupun diakhirat.

Akhlak dalam Islam menjadi sesuatu yang penting dan berguna bagi umatnya. Akhlak akan
menjadi suatu yang akan membuat seseorang mendapatkan kebahagiaan didunia maupun
diakhirat. Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur sedetail-detailnya segala sesuatu.
Islam adalah agama yang selamat dan menyelamatkan. Islam adalah agama yang sempurna dan
agama yang mengatakan bagi siapa yang mengikuti ajarannya dengan benar sesuai yang
diperintahkan Allah dan Rasulnya. Islam sendiri berarti istislam penyerahan diri kepada yang
pemberi selamat, dan islam juga berarti salam yang berarti keselamatan. Keselamatan yang
diberikan Allah kepada umat Islam bukan hanya sekedar keselamatan didunia semata akan tetapi
keselamatan yang kekal abadi juga Allah berikan kepada umat islam, yaitu keselamatan di akhirat.
Islam bukan sekedar hanya penyerahan diri dan tunjuk saja, tetapi Islam juga memiliki kosewensi
yang harus dilaksanakan oleh pemeluknya 1.

Akhlak tasawuf merupakan salah satu mata kuliah yang yang dipelajari dalam Pendidikan Agama
Islam. Dengan adanya pembelajaran akhlak tasawuf , mahasiswa diharapkan mampu
mengimplementasikan ilmu serta nilai akhlakyang baik dalam kehidupannya sehari-hari. Apabila
mahasiswa paham akan arti, hakikat, tujuan, serta mengimplementasikan akhlak tasawuf, maka
pembelajaran dikatakan berhasil. Namun, dari hasil observasi lapangan yang dilakikan terhadap
mahasiswa masih ditemui beberapa permasalahan, seperti tidak sanggup melanjutkan kuliah
karena tugas perkuliahan yang sangat banyak, merasa jauh dengan teman karena keterbatasan
komunikasi, faktor ekonomi, tidak dapat perhatian orangtua, minder, atau bahkan yang marak

dikalangan mahasiswa adalah rasa malas untuk perkuliahan karena bermasalah dalam nilai,
kehadiaran, kurangnya keaktifan serta, kurangnya hubungan baik dengan dosen. Sehingga akibat
prustasi dan putus asa yang pada akhirnya, banyak mahasiswa yang putus kuliah, harapan hidup
yang sebenarnya Allah telah menyiapkan jalan keluar asalkan manusia itu mau berusaha dan dan
berhusnudzon kepada Allah. Mengapa permasalahan yang di atas ini menjadi hiasan kehidupan?
Karena tidak adanya sikap tawakal dalam diri manusia itu sendiri. Dengan tawakal, keputusan-
keputusan yang tidak pantas tentunya tidak akan pernah terjadi, ketika manusia didera kesulitan
yang dahsyat, karena manusia percaya akan esensi Allah disisinya.

Putus asa pun sering tidak dapat dihindari hingga jalan pintas diambil sebagai jalan keluar.
Kenyataan yang terjadi didepan mata mengenai hal ini, tentang banyaknya perilaku menyimpang
mahasiswa dalam menghadapi persoalan, mulai dari menghalalkan segala cara ,berbuat dan
berperilaku bebas terhadap dosen, hingga berani melanggar tata tertib yang berlaku

dikalangan mahasiswa. Salah satu faktor penyebab timbulnya permasalahan tersebut karena
lemahnya sikap tawakal manusia merasa berat dalam menghadapi kehidupan.

Sebagaimana mahasiswa yang berada dalam ranah pendidikan diharapkan mampu merubah sikap
dan tingkah laku menjadi lebih baik. Hakikat pendidikan adalah menyiapkan dan mendapi
seseorang agar memperoleh kemajuan dalam menjalani kesempurnaan. Kebutuhan manusia
terhadap pendidikan beragam seiring dengan beragamnya kebutuhan manusia. Ia membutuhkan
pendidikan fisik untuk menjaga kesehatan fisiknya, ia membutuhkan pendidikan etika agar dapat
menjaga tingkah lakunya, ia membutuhkan pendidikan akal agar jalan pikirannya sehat, ia
membutuhkan pendidikan ilmu agar memperoleh ilmu-ilmu yang bermanfaat, ia membutuhkan
pendidikan disiplin ilmu tertentu agar dapat mengenal alam, ia membutuhkan pendidikan sosial
agar membawanya mampubersosialisasi, ia membutuhkan pendidikan agamau untuk membimbing
ruhnya menuju Allah SWT, ia membutuhkan pula pendidikan akhlak agar perilakunya seirama
dengan akhlak yang baik yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Al-quran dan sunah.

Manusia merupakan makhluk yang senantiasa bergerak dinamis yang ditakdirkan sebagai abdi dan
pelaksana kehendak tuhan dimuka bumi ini, maka tidak sedikit dinamika manusia yang mengalami
gesekan. Namun, gesekan tersebut tidak selamanya mengarah pada hal positif, tetapi berbalik
negatif. Oleh karena itu, kontrol kembali dinamika ini adalah pendidikan. Pendidikan akan
mengantar manusia pada derajat insan kamil sempurna secara akal dan moral.
Dalam agama islam, bidang moral menempati posisi yang penting sekali. Akhlak merupakan
pokok esensi ajaran islam, disamping aqidah dan syariah, sehingga dengan akhlak akan terbina
mental dan jiwa manusia untuk memiliki hakekat kemanusiaan yang tinggi. Denan akhlak akan
dilihat corak dan hakekat manusia yang sebenarnya,

Tasawuf merupakan salah satu cabang ilmu keislaman yang lebih menekankan pada dimensi atau
aspek spiritual dalam islam. 2 Tasawuf adalah ilmu yang mulia karena berkaitan dengan ma’rifah
kepada Allah ta’ala dan mahabbah kepadanya. Dan tasawuf adalah ilmu yang paling utama secara
mutlak.3 Lahirnya tasawuf bersamaan dengan timbulnya agama islam itu sendiri, maka dari tu ilmu
tasawuf tidak lepas dari pengaruh Al-quran dan hadist. Inti untuk mencapai tasawuf adalah
beriman kepada Allah, menyerahkan diri kepadanya, mengamalkan amalan yang sholeh dan
menjauhi serta meninggalkan semua larangan-larangan Allah.4

Kajian tasawuf merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kajian islam di Indonesia. Sejak
masuknya islam di Indonesia telah tampak unsur tasawuf mewarnai kehidupan keagamaan
masyarakat, Bahkan hingga saat ini nuansa tasawuf masih kelihatan menjadi bagian yang tak

terpisahkan dari pengamalan keagamaan sebagian kaum muslim Indonesia, terbukti dengan
semakin meraknya kajian islam dan juga melalui gerakan Trekat Muktabarah yang masih
berpengaruh dimasyarakat.5 Oleh sebab itu, bukanlah suatu hal yang mengherankan, jika hingga
sekarang, warna dan nuansa tasawuf masih tetap merupakan warna yang dominan di dalam corak
Islam Indonesia.6

Lahirnya tasawuf sebagai fenomena ajaran Islam, diawali dari ketidakpuasan terhadap praktek
ajaran Islam yang cenderung formalis dan legalis serta banyaknya penyimpangan-penyimpangan
atas nama hukum agama. Selain itu tasawuf juga sebagai gerakan moral (kritik) terhadap
ketimpangan sosial, moral dan ekonomi yang ada didalam umat islam. Solusi tasawuf terhadap
Formalitas spriritualisasi ritual, merupakan pembenahan dan elaborasi tindakan fisik kedalam
tindakan batin.

2
Ahmad bangun Nasution Dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak tasawuf: Pengenalan, pemahaman, dan
pengaplikasiannya (Jakarta: Rajawali pres, 2013), 12.
3
Cecep Alba, Chaya Tasawuf (Bandung: CV Wahana Karya Grafika, 2011), 5.
4
Labib Mz, memahami ajaran Tasawuf ( Surabaya: Tiga Dua, 2000), 13.
5
Sri Mulyati Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana, 2006), 1.
6
Asep Usman Ismail, Apakah wali itu ada? (Jakarta PT Raja Grapindo Persada, 2005),2
Tasawuf sebagai fenomena ajaran dapat dilihat dari banyaknya orang yang berminat mempelajari
ilmu tasawuf dari buku-buku tasawuf, banyaknya halaqah, seminar dan kajiann-kajian tentang
tasawuf, baik dilingkungan akademik maupun non akademik. Adapun tasawuf sebagai gerakan

moral tentunya mengandung nilai-nilai sufistik. Nilai-nilai sufistik disini adalah segala sesuatu
yang mengandung makna nuansa ajaran tasawuf. Menurut teorinya, ajaran tasawuf tidak saja
berkenaan dengan tasawuf falsafi, namun juga tasawuf sunni (akhlak/amali). Tasawuf falsafi
adalah ajaran yang berbicara mengenai konsepsi tasawuf seperti: ittihat, hulul, wahdah al-wujud,
israq atau yang lainnya, lebih banyak bicara secara teori karena itu disebut pula tasawuf nazari
Sementara tasawuf sunni adalah ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada penbentukan
akhlak atau amal.

Berbicara mengenai tasawuf sebagai ajaran maupun gerakan moral tentunya tak terlepas dari
perkembangan tasawuf. Mengenai hal yang menarik sebelumnya munculnya anggapan bahwa
fenomena tasawuf tidak akan mampu bertahan dalam arus modernisasi dan globalisasi karena
tasawuf dianggap lebih mementingkan sifat kesufian yakni seperti sifat zuhud dan menghindari
keduniawian, Hal tersebut terbantahkan karena tasawuf masih mampu bertahan ditengah arus
budaya yang dapat dilihat dari menjamurnya komunitas-komunitas tarekat. Bermunculannya
kelas-kelas sufi perkotaan, serta banyaknya buku-buku ajaran tasawuf dipasar religius.

Terbukti bahwa tasawuf masih diminati hingga sekarang dari banyaknya komunitas-komunitas
tarekat dengan banyaknya pengajian tarekat didesa maupun dikota-kota besar yang jumlahnya
sangat banyak dan beragam. Kelas-kelas sufi perkotaan dapat dilihat salah satunya ustadz Arifin
Ilham menawarkan konsef tasawuf dengan majlis zikirnya dan lain sebagainya. Hal yang menarik
juga ketika membahas mengenai buku-buku ajaran tasawuf mulai dari buku tasawuf yang bersifat
“formal” sampai yang lebih “pop”.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini antara lain :
1. Apakah pengertian Akhlak ?
2. Bagaimana ruang lingkup ilmu Akhlak ?
3. Apa saja tujuan mempelajari Akhlak ?
4. Apa saja manfaat mempelajari Akhlak ?
5. Apa saja keutamaan Akhlak ?

C. TUJUAN
Adapun tujuan kami dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Sebagai salah satu tugas presentasi mata kuliah ilmu Akhlak tasawuf semester 1 prodi PAI.
2. Menambah ilmu pengetahuan tentang Akhlak.
3. Bertukar pendapat tentang pendididkan Akhlak antar mahasiswa.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak
Mengingat dan menyadari pentingnya kajian tentang nilai Akhlak manusia, maka pada masa
berikut-berikutnya kajian akhlak ini dikembangkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri dalam
dunia Islam.
Ilmu ialah mengenal sesuatu sesuai dengan esensinya, sedangkan akhlak ialah budi pekerti,
perangai, tingkah laku dan tabiat. Dengan demikian, ilmu akhlak ialah suatu ilmu untuk mengenal
budi pekerti, tabiat, perangai, tingkah laku manusia yang sebenarnya.
Adapun pengertian akhlak menurut terminologi, beberapa ahli berpendapat diantaranya:

1. Imam al Ghazali
ْ ْ َ ُّ ُ ‫ َع ْن َها ُت ْص َد ُر ِِل ْف َع ٍال ب ُس ُه ْو َل ٍة َو َي‬,‫الن ْفس َر ِاس َخة‬
َّ ْ َ ْ َ ْ َ ٌ َ َ ُ ْ َ ْ َ
‫ُس ِم ْن غ ْْ ِي ِفك ٍر َو ُرؤ َي ٍة‬ ِ ِ ‫فالخلق ِعبارة عن ه ِنيئ ٍة ِ يف‬
“Aklhak itu adalah kepuasan dalam jiwa yang berakar kuat didalam nya, yang ditampakan
dengan perilaku dengan mudah dan mempermudah perilaku tanpa pemikiran dan pandangan”

2. Ibrahim Anis
ْ ْ َ َ َ ْ َ ْ ٍّ ََ ْ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ َ ْ َ ُ َ ْ ُ َ َ ْ َّ ُ َ ُ ْ َ ْ َ
‫اج ٍة ِإَل ِفك ٍر َو ُرؤ َي ٍة‬ ‫ تصدر عنها اِلعمال ِمن خ ْ ٍي أو ش ِمن غ ْ ِي ح‬,‫س ر ِاسخ ٍة‬
ِ ‫أالخلق حال النف‬
“Akhlak adalah keadaan jiwa yang kuat, yang ditampakan darinya perilaku baik atau jahat,
tanpa perlu pemikiran dan penglihatan”
Secara istilah terdapat beberapa para ahli yang mendefinisikan akhlak, di antaranya:
a. Imam al-Ghazali dalam kitabnya ihya Ulumu Al-Din menyatakan bahwa akhlak adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan
mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
b. Ibnu Miskawaih, akhlak merupakan sesuatu hal atau kondisi kejiwaan yang mendorong
seseorang melakukan perbuatan dengan senang tanpa berpikir dan perencanaan.
c. Ibrahim Anis menyatakan bahwa akhlak ialah sifat yang terpatri dalam jiwa, yang
dengannya lahirlah macam-macam perbuatan atau usaha, baik atau buruknya perbuatan, tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.

Berdasarkan definisi ini, akhlak merupakan suatu disiplin ilmu yang harus dipelajari dan
diaplikasikan dalam suatu tindakan aktifitas. Ilmu akhlak secara terminologi adalah ilmu yang
objek pembahasannya tentang nilai-nilai yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang dapat
disifatkan dengan baik dan buruk. Maka dapat dirumuskan definisi ilmu akhlak, yaitu : “ Ilmu
akhlak ialah ilmu yang mengajarkan prilaku mahmudah dan mazmumah.

Ciri-ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak ialah:

1. Perbuatan akhlak ialah perbuatan yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah
menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlak ialah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini
tidak berarti bahwa pada saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan
tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila.
3. Perbuatan akhlak ialah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya,
tanpa ada paksaan dan tekanan dari luar
4. Perbuatan akhlak ialah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan bermain-
main atau bersandiwara.
5. Sejalan dengan ciri keempat perbuatan Akhlak (khusus perbuatan baik) adalah perbuatan
yang dilakukan karena ikhlas semata-mata hanya karena Allah SWT.

Adapun pengertian ilmu akhlak adalah ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai
yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk. 7 Atau
ilmu akhlak dapat pula disebut “Ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku
manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah
perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk.8

Adapun diantara hadist yang menjadi sumber ajaran Akhlak ialah:

7
Supriyatin,Akhlak Tasawuf,(Bandung:2017),cet. Ke 1 hlm 1-4
8
Nasharuddin, Akhlak, hlm. 210
Artinya: “Dari Abi Hurairah telah bersabda Rasulullah Saw: janganlah kamu
berperasangka, sesungguhnya prasangka itubsejelek-jelek pembicaraan,

janganlah kamu saling mencampuri urusan orang lain, jangan saling berlomba dalam kebanggaan,
jangan saling dengki-mendengki , jangan saling benci-membenci, serta kamu sekalian jangan
saling menjauhi. Jadilah kamu menjadi hamba Allah yang bersatu serta bersaudara antara satu
dengan yang lainnya.” (H.R Muslim).

Artinya: “Dari Jabir RA. Telah bersabda Rasulullah SAW: sesungguhnya diantara kamu sekalian
yang paling aku cintai serta sangat dekat kepadaku esok dihari kiamat adalah orang yang baik budi
pekertinya.” (H.R At-Tirmizi)

Selanjutnya berdasarkan berbagai macam pengkajian definisi akhlak yang telah dipaparkan dalam
poin sebelumnya akhlak mencakup semua perbuatan dan aktivitas manusia. Sebab apa saja
perbuatan, amalan dan aktivitas yang mencakup semua kegiatan, usaha dan upaya manusia, yaitu
adanya nila-nilai perbuatan, akhlak tidak membatasi lorong waktu dan tempat, semua waktu dan
tempat yang digunakan diperlukan akhlak, dan akhlak yang tidak membatasi dirinya dengan suatu
perbuatan dan aktivitas manusia. Perspektif islam komprenhensif (kaffah) dan holistik, dimana
dan kapan saja mesti berakhlak. Oleh karena itulah akhlak merupakan sifat-sifat dan tingkah laku
manusia dan akhlak tidak pernah berpisah dengan aktivitas manusia.

Akhlak menempatkan pembahasannya pada semua ini. Usaha manusia untuk berprilaku
mahmudah atau mazmumah, seluruh gerak-gerik manusia, baik dan buruk merupakan pembahasan
ilmu akhlak. Itulah sebabnya akhlak memasuki ranah ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu sosial, seperti
politik, ekonomi, sosiologi antrpologi, sejarah komunikasi, dan sebagainya. Menempatkan jati diri
ilmu itu adanya nilai-nilai. Nilai-nilai itu adalah akhlak, apakah baik atau buruk. Untuk itu, apapun
ilmu atau teknologi mesti adanya akhlak yang menyertainya. Tanpa akhlak ilmu pengetahuan tidak
akan bernilai, jika ilmu pengetahuan dan teknologi bebas dari nilai, maka ilmu pengetahuan dan
teknologi itu akan membawa kemufsadatan dan kehancuran. Jadi ilmu akhlak menempatkan salah
satu objek kajiannya kepada semua ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditemukan manusia.

Disamping itu, ilmu akhlak sebagaimana juga agama islam yang menempatkan dirinya dengan
agama syumul, semua agama mencakup semua bidang kehidupan manusia (way of life). Islam
yang tidak mengenal dualisme antara kerohanian dan kebendaan, atau tidak memisahkan
kehidupan duniawi atau ukhrawi. Kedua aspek ini saling berhubungan, kait-mengait dan saling
melengkapi. Jadi ruang lingkup akhlak adalah seluas kehidupan manusia itu sendiri yang mesti
diaplikasikan Fi kulli al-amkum wa fi kulli al-zaman. Akhlak islam meliputi hubungan manusia
dengan Allah sebagai penciptanya, akhlak sesama manusia dan sesama ciptaan Allah.
Yusuf al-qardhawi membuat kategori ke syumul’an prinsip akhlak islam kepada beberapa aspek,
yaitu akhlak terhadap diri sendiri, terhadap keluarga, terhadap masyarakat, terhadap alam semesta,
dan terhadap Allah. Demikian pula Muhammad Abdullah Darraz mengklasifikasikan prinsif
akhlak, yaitu akhlak kepada individu, keluarga masyarakat dan pemerintah. Apabila dirujuk pada
sumber akhlak (wahyu), yaitu ditemukan sebagai macam akhlak, yaitu akhlak kepada Allah,
Akhlak kepada Rasulullah SAW, akhlak kepada diri sendiri, akhlak kepada sesama manusia,
makhluk dan lingkungan sekitarnya yang membawa misi rahmatan lil al-’amin. 9

Ahmad Amin (1983:3) mengemukakan bahwa ilmu akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan
arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada
lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oeh manusia di dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakikan apa yang harus diperbuat.
Selanjutnya Hamzah Yakub (1982:12) mengemukakan sebagai berikut:
1. Ilmu Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji
dan yang tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan bathin.
2. Ilmu Akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk,
ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari
seluruh usaha dan pekerjaan mereka. Didalam kitab al-mu’jam al-wasit dikemukakan bahwa:
Artinya: ”Ilmu Akhlak ialah ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nila-
nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan
dengan baik atau buruk”.

Selanjutnya didalam kitab Da’irotul ma’arif dikatakan:

Artinya: “Ilmu Akhlak ialah ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara


mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara
menghindarinya”.
Beberapa istilah yang berdekatan dengan Akhlak
Ketika membicarakan Akhlak atau ilmu Akhlak, kita sering menemukan
beberapa istilah yang lazim digunakan untuk akhlak atau ilmu akhlak tersebut, seperti :

1. Etika
Perkataan etika berasal dari bahasa yunani “ethos” yang berarti adat dan kebiasaan. Etika
merupakan bagian dari pelajaran filsafat, yang didefinisikan sebagai berikut :
a. Etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran (Hamzah
Ya’kub. 1988:13)
b. Etika ialah bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhuran budi (baik dan buruk).

9
Ibid, hlm, 213-215
Sekalipun penggunaan istilah etika sering disamakan dengan ilmu akhlak karena
keduanya membahas baik buruknya tingkah laku manusia, namun keduanya mempunyai
perbedaan. Menurut Hamzah Ya’kub, perbedaan karakteristik akhlak islam dengan etika filsafat
adalah sebagai berikut:
1. Akhlak islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan
menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2. Akhlak islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik
buruknya perbuatan , didasarkan pada ajaran Allah SWT dan ajaran Rosulnya.
3. Akhlak islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima oleh seluruh umat manusia
disegala waktu dan tempat.
4. Dengan ajaran-ajarannya yang praktis dan tepat, cocok dengan fitrah dan akal
fikiran manusia, maka akhlak islam dapat dijadikan pedoman oleh seluruh manusia.
5. Akhlak islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang lurus dan
meluruskan perbuatan manusia dibawah pancaran sinar petunjuk Allah SWT menuju keridhoan-
Nya. Dengan melaksanakan akhlak islam niscaya akan selamatlah manusia dari pikiran-pikiran
dan perbuatan yang keliru dan menyesatkan. (Hamzah Ya’kub, 1988:13-14)

2. Moral
Perkataan “moral” berasal dari bahasa latin “mores” yang berti adat kebiasaan. Dalam
bahasa Indonesia, dikatakan bahwa moral adalah baik buruk perbuatan dan kelakuan (WJS
Poerwadarminta, 1982:654). Selanjutnya Hamzah Ya’kub (1988:14) mengemukakan bahwa,
yang dimaksud dengan moral ialah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan
manusia, mana yang baik dan wajar. Jadi sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh
umum diterima yang meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
Terdapat 2 pendekatan yang dapat dijadikan acuan dalam mendefinisikan Akhlak, yaitu
pendekatan kebahasaan dan pendekatan peristilahan. Dari sudut kebahasaan, sebagaimana yang
dikutif oleh Abuddin Nata. Dalam al-Mu’jam al-falsafi, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu
isim masdar dari kata akhlaqa, yuhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan wajan (timbangan) sulasih majid
af’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan tabi’at, watak
dasar), dan al-din (agama). Namun, akar kata akhlak dari “akhlaqa” sebagaimana tersebut diatas
tampaknya kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak tapi ikhlaq. Berkenan
dengan ini maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic kata akhlaq
merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata,
melainkan kata tersebut sudah demikian adanya. Kata akhlak adalah jamak dari kata khuluqum
yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah disebutkan diatas, Hal ini senada
dengan Luis Ma’luf dalam kamus munjid; ahklak merupakan bentuk jama dari kata “khuluqum”
yang berarti budi pekerti, tingkah laku, atau tabiat.
Apabila moral diartikan sebagai tindakan baik atau buruk dengan ukuran adat, konsep
moral berhubungan pula dengan konsep adat yang dibagi pada dua macam adat, yaitu :
1. Adat Shahihah, yaitu adat yang merupakan moral masyarakat yang sudah lama
dilaksanakan secara turun temurun dari berbagai generasi, nilai-nilai nya telah disepakati
secara normatif dan tidak bertentangan dengan ajaran –ajaran yang berasal dari agama
islam, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah
2. Adat Fashidah, yaitu kebiasaan yang telah lama dilaksanakan oleh masyarakat, tetapi
bertentangan dengan ajaran islam, misalnya kebiasaan melakuakan kemusyrikan, yaitu
memberi sesajen kepada para leluhur/kuburan setiap malam selasa atau jum’at. Seluruh
kebiasaan yang mengandung kemusyrikan dikategorikan sebagai adat yang fashidah atau
adat yang rusak.
Berbicara tentang moral berarti berbicara tentang tiga landasan utama terbentuknya moral,
yaitu :

1. Sumber moral atau pembuat sumber. Dalam kehidupan bermasyarakat sumber moral
dapat berasal dari adat kebiasaan pembuatnya bisa seorang raja, sultan, kepala suku, dan
tokoh agama, bahkan mayoritas adat dilahirkan oleh kebudayaan masyarakat yang
penciptaanya tidak pernah diketahui, seperti mitos-mitos yang sudah menjadi norma sosial.
Dalam moralitas islam. Sumber moral dari wahyu al-qur’an dan as-sunnah, sedangkan
pencipta standar moralnya Allah SWT. Yang telah menjadikan para nabi dan rasul,
terutama Nabi Muhammad SAW. Yang menerima risalah-Nya berupa sumber ajaran islam
yang tertuang didalam kitab suci Al-Qur’an. Nabi Muhammad adalah sumber kedua
setelah Allah SWT.

2. Objek sekaligus subjek dari sumber moral dan penciptaanya. Moralitas sosial yang
berasal dari adat, objek dan subjek nya adalah individu dan masyarakat yang sifatnya lokal,
karena adat hanya berlaku untuk wilayah tertentu, artinya tidak bersifat universal, tetapi
teritorial. Dalam moralitas islam, sibjek dan objeknya adalah orang yang telah baligh dan
berakal yang disebut muakallaf.
B. RUANG LINGKUP ILMU AKHLAK

Ruang lingkup pembahasan ilmu akhklak adalah: Membahas tentang perbuatan baik maupun
buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya
mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai-nilai atau hukum kepada perbuatan
tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik ataupun buruk.

Dengan demikian objek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap
suatu perbuatan dengan dilakukan oleh seseorang. Pokok-pokok masah yang dibahas dalam ilmu
ahklak pada intinya adalah: perbuatan manusia, perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan
kriterianya apakah baik atau buruk. Dalam hubungan ini Ahmad amin mengatakan sebagai berikut:

Bahwa ilmu akhlak membahas perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan
baik atau buruk.

Dengan demikian objek ilmu akhlak adalah membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia,
kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan baik atau buruk. Ilmu
akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah
laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah
perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk. Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmu
akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan
kriterianya apakah baik atau buruk. Dlam hubungan ini Ahmad Aminmengatakan bahwa, objek
ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan
baik atau buruk. Dengan demikian akhlak berkaitan dengan penilaian terhadap suatu perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang.

Secara umum perbuatan manusia dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu perbuatan yang lahir
dengan kehendak dan disengaja, dan perbuatan yang lahir tanpa kehendak dan disengaja. Dari dua
bentuk perbuatan itu maka bagian pertamalah yang menjadi kajian ilmu akhlak. Sedangkan yang
kedua bukanlah kajian. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa yang dijadikan objek kajian
ilmu akhlak disini adalah perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan kemauan, sebenarnya,
mendarah daging dan telah dilakukan secara kontinyu atau terus menerus sehingga mentradisi
dalam kehidupannya. Namun sebagai pertimbangan untuk melihat apakah perbuatan itu sengaja
atau tidak, dapat dikemukakan hal sebagai berikut:

a. Situasi yang memungkinkan adanya pilihan (bukan karena terpaksa atau dipaksa), atau manusia
bebas.

b. Sadar apa yang dilakukan, dimana ia melakukan sebuah perbuatan bukan berdasarkan gerak
refleks dan dapat membedakan baik dan buruknya perbuatan itu.
Dengan demikian, kajian ilmu akhlak adalah semua perbuatan manusia yang timbul dari orang
yang melaksanakannya dan sadar akan akibat yang ditimbulkannya. 10

Dalam agama islam ajaran moral, akhlak atau ihsan bersumberkan pada ajaran Al-qu’an dan al-
hadist yang shahih. Kedua sumber ini cukup sempurna memberikan ajaran yang berhubungan
dengan pembentukan watak ataupun kepribadian seseorang. Hingga baginya tidak memerlukan
sama sekali tambahan ataupun rekaan dari manusia. Ia bagaikan sumber mata air yang bening,
yang tak putus dan tidak habis-habisnya mengalirkan air yang melimpah ruah, yang senantiasa
menyediakan diri untuk membersihkan diri dan diteguk sepuas-puasnya oleh siapapun juga yang
merasa dahaga. 11

C. TUJUAN MEMPELAJARI AKHLAK

Secara umum tujuan akhlak adalah tercapainya kebaikan dan keutamaan manusia. Adapun
kebaikan manusia itu, menurut al-Ghazali sebagaimana yang dikutif oleh kasmuri dan ihsan
bersumber pada 4 hal :

1. Kebaikan jiwa (al-nafs), ini berasal dari ilmu, kebijaksanaan kesucian diri dan keadilan.
2. Kebaikan dan keutamaan badan (jasmaniyah). Bisa diperoleh melalui sehat, kuat, tampan
dan panjang umur.
3. Kebaikan yang datang dari luar(eksternal/al-kharijiyah), berdasar dari harta, keluarga,
pangkat, nama baik/kehormatan.
4. Kebaikan bimbingan(taufiq-hidayah). Ini di peroleh dengan petunjuk, bimbingan,
pelurusan dan penguatan dari Allah SWT. 12

D. MANFAAT MEMPELAJARI ILMU AKHLAK.


1. Dapat dijadikan panduan atau pedoman dalam melakukan sebuah tindakan tetap berada
dalam jalur yang benar atau dalam konsep islam secara spesifik untuk mendapatkan keridhoan dari
Allah SWT.13
2. Memajukan rohani,
Dengan mempelajari ilmu akhlak , rohani manusia menjadi terdidik dan secara otomatis menjadi
kuat dalam menangkis sekian banyak godaan yang dapat menurunkan kualitas rohani manusia.
3. Menuntut kepada kebaikan,

10
Abudinata, Akhlak Tasawuf, hlm. 6-7
11
Ibid hlm. 213-215.
12
Abudinata,Akhlak Tasawuf,hlm 8
13
Ibid.
Ilmu akhlak juga mempelajari dan mendorong manusia supaya memiliki kebiasaan dan tingkah
laku yang baik, sehingga dapat menjalani hidup dengan bermanfaat dan memproduksi kebaikan
yang mendatangkan manfaat bagi semua umat manusia.
4. Memberi kesempurnaan iman,
Keindahan akhlak merupakan manivestasi dari pada kesempurnaan iman. Seseorang tidak
dikatakan sungguh-sungguh beriman bila berakhlak kurang baik atau bahkan bisa dikatakan
“jelek”.
5. Memperoleh keutamaan diakhirat,
Orang-orang yang berakhlak yang berusaha mengaplikasikan dalam kehidupannya, maka dia akan
hidup dalam rahmat, damai, tenang dan diridhoi oleh Allah serta akan selamat dalam kehidupan
diakhirat.
6. Merupakan kebutuhan primer dalam keluarga
Apabila didalam setiap kehidupan berkeluarga sudah mengaplikasikan akhlak mulia dan selalu
berada pada alaran Allah, maka tidak diragukan lagi setiap negara akan dapat berdiri tegak dan
jaya.
7. Menjadi azas kerukunan bertetangga
Dalam setiap kehidupan bertetangga, akhlak agama islam memanglah sangat menentukan karena
tetangga adalah kerabat terdekat dengan kita setelah keluarga dan kita juga harus mengetahui
batas-batas norma antara hak dan kewajiban dalam kehidupan bertetangga.
8. Mmpunyai peranan dalam pembinaan remaja
Ilmu akhlak dapat menuntun kaum muda dalam berbuat baik, berfikir positif, dan menggunakan
waktu sebaik-baiknya yang dapat mempengaruhi tingkah laku para pemuda agar tidak terjerumus
kedalam perbuatan diluar norma.
9. Berperan dalam pergaulan umum
Ilmu akhlak berperan dalam menjaga keharmonisan antar kehidupan manusia. Akhlak dapat
menciptakan pergaulan kehidupan yang damai, baik dan serasi bila setiap anggota masyarakat
dapat menerapkan akhlak terpuji kepada anggota masyarakat lainnya.
10. Berperan dalam hubungan antar bangsa.
Merupakan faktor mutlak dalam pembangunan suatu negara akhlak dapat berperan bagi
pembangunan suatu bangsa, masyarakat yang berakhlak terpuji tidak akan mau berbuat korupsi,
merampok, berjudi, memfitnah, mencaci dan mengadu domba.
Menurut Ahmad amin, sebagaimana yang dikutif Abuddin Nata bahwa; “Tujuan mempelajari ilmu
akhlak dan permasalahannya adalah menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan
lainnya sebagai yang baik dan sebagian yang lainnya sebagai yang baik dan sebagian yang lainnya
sebagai yang buruk”. Menurut Mustafa Zahri, untuk membersihkan qolbu dari kotoran-kotoran
hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih seperti cermin yang dapat menerima Nur
Allah14

14
Abudinata,Akhlak Tasawuf,hlm.11
Keterangan tersebut memberikan petunjuk bahwa berfungsi memberikan panduan kepada manusia
agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa
perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang baik atau yang buruk. Dengan mengetahui yang baik
manusia akan terdorong untuk melakukannya dan akan mendapatkan manfaat dan keuntungan
darinya, sedangkan dengan mengetahui yang buruk ia akan terdorong untuk meninggalkannya
dan ia akan terhindar dari bahaya yang menyesatkan. Selain itu, ilmu akhlak juga akan berguna
secara efektif dalam upaya membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat.
Diketahui bahwa manusia memiliki jasmani dan rohani. Jasmani dibersihkan secara lahir melalui
fiqh, sedangkan rohani dibersihkan secara batiniyah melalui akhlak.
Jika tujuan ilmu akhlak tersebut tercapai, maka manusia akan memiliki kebersihan yang batin pada
gilirinnya akan melahirkan perbuatan yang terpuji. Dari perbuatan terpuji ini akan lahirlah keadaan
masyarakat yang damai, rukun dan sejahtera lahir dan batin yang memungkinkan ia dapat
beraktivitas guna mencapai kebahagian hidup di dunia dan kebahagian di akhirat. Dengan ilmu
akhlak dapat pula mengarahkan dan meawrnai berbagi aktivitas kehidupan manusia di berbagai
bidang.

E. KEUTAMAAN AKHLAK.

Menurut pemikir islam klasik yang membahas tentang akhlak secara intens( seperti ibn Miskawaih
dan al- Ghazali) ada pokok keutamaan akhlak yang baik:15

1. Al- Hikmah atau kebijaksaan


Kebijaksaan adalah keutamaan jiwa rasional yang mengetahui segala maujud, baik hal-hal yang
bersifat ketuhanan maupun hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Pengetahuan ini membuahkan hasil
dalam bentuk pengetahuan rasional yang mampu memberikan keputusan antara yang wajib
dilaksanakan dengan wajib ditinggalkan. Ibnu miskaqaih mengatakan kebijaksanaan adalah
pertengahan antara kelancangan dan kedunguan. Menurut Ibn Miskawaih, ada tujuh keutamaan
yang merupakan bagian dari al-hikmah, yaitu: ketajaman intelegensi, kuat ingatan, rasionalitas,
tangkas, jernih ingatan, jernih pikiran, dan mudah dalam belajar. 16
Sedangkan al-Ghazali juga memberikan pengertian yang hampir sama dengan Ibn
Miskawaih. Menurutnya al-hikmah merupakan keutamaan jiwa sahwiyyat dan jiwa al-ghadabiyyat
yang memungkinkan seseorang membedakan yang benar dari yang salah dalam semua perbuatan
yang disengaja, Menurut al-Ghazali yang termasuk keutamaan al-hikmah ada lima bagian, yaitu :
pemikiran yang baik, pemikir yang jernih, pendapat yang cemerlang, praduga yang benar, dan
selalu sadar terhadap sekecil apapun perbuatan dan sehalus apapun kejahatan jiwa.
Dengan demikian maksud kebijaksaan disini adalah kemampuan dan kemampuan seseorang
menggunakan pemikirannya secara benar untuk memperoleh pengetahuan apa saja sehingga
memperoleh pengetetahuan rasional. Pengetahuan rasional itu kemudian diaplikasikan dalam

15
Kasmuri selamet dan Ihsan Sanusi,Akhlak Tasawuf.hlm 23-28
16
Ibid.hlm 24
wujud perbuatan berupa keputusan untuk wajib melaksanakan atau meninggalkan sesuatu. Ini akan
tercapai jika berusaha untuk mencapai kebenaran dan menghindar dari segala kesalahan dalam
segala hal.
2. Al- Saja’ah atau keberanian.
Pada dasarnya ini adalah sifat pertengahan antara pengecut dengan nekat. Pengecut adalah takut
kepada sesuatu yang seharusnya tidak perlu di takuti. Adapun nekat adalah berani terhadap sesuatu
yang seharusnya tidak diperlukan sikap ini. Menurut Ibn Miskawaih yang disebut pemberani itu
tandai setidaknya oleh enam hal: pertama dalam soal kebaikan ia akan memandang ringan sesuatu
yang hakikatnya berat. Kedua, ia sabar dalam persoalan yang menakutkan. Ketiga, memandang
ringan terhadap sesuatu yang umumnya dianggap berat oleh orang lain, sehingga ia rela mati dan
memilih sesuatu yang paling utama. Keempat, tidak bersedih terhadap sesuatu yang tidak
diraihnya. Kelima, tidak gundah apabila menerima berbagai cobaan. Keenam, kalaulah ia marah
dan mengadakan pembalasan, maka kemarahan dan pembalasannya dilakukan sesuai dengan
ukuran, objek dan waktu yang diwajibkan.
Ibn Miskawaih menyebutkan bahwa sebagaimana al-hikmah, keberanian juga mempunyai cabang-
cabangnya, dimana ada sembilan cabang keberanian, yaitu: jiwa besar, pantang ketakutan,
ketenangan, keuletan, murah hati, menahan diri, bekerja keras. Sedangkan al-Ghazali
menyebutkan cabang-cabang keberanian yaitu : kemuliaan, pantang ketakutan, keperkasaan, jiwa
besar, tahan uji, murah hati, keuletan, tahan marah, tahu diri dan keramahan.
3. Al- Iffah atau menjaga kesucian diri.
Keutamaan ketiga ini akan muncul pada diri seseorang bila nafsu dikendalikan oleh pikirannya,
dimana ia menyesuaikan pilihan yang benar sehingga bebas, tidak dikuasai dan tidak diperbudak
oeh nafsunya. Sifat ini merupakan pertengahan antara rakus (al-syarah) dengan dingin hati
(khumud al-syahwah). Yang dimaksud dengan rakus adalah tenggelam dalam kenikmatan dan
melampaui batas. Adapun yang dimaksud dengan dingin hati adalah tidak mau berusaha untuk
memperoleh kenikmatan yang baik sebatas yang diperlukan, sesuai dengan yang diizinkan syari’at
dan akal.
Adapun cabang dari keutamaan sifat al-iffah menurut ibn miskawaih adalah: pertama, ihya’
yaitu pengendalian jiwa untuk takut melakukan perbuatan jelek. Kedua, al-‘adalah yaitu
ketenangan jiwa ketika nafsu bergejolak. Ketiga, al-‘al-shabr, yaitu menahan nafsu agar tidak
terbuai oleh buruknya kelejatan. Keempat, al-sakha’ yaitu sikap tengah dalam pemberian. Kelima
al-hurriyah yaitu keutamaan jiwa dalam memperoleh, memberikan dan menolak harta secara
benar. Keenam, al-qanaah sikaf sedang dalam makan, minum, dan perhiasan. Ketujuh, al-
damasah, yaitu kecenderungan jiwa terhadap yang baik dan cepat mewujudkannya. Kedelapan,
al-intizham yaitu kondisi jiwa yang menilai sesuatu secara tepat dan mengaturnya dengan cara
yang baik. Kesembilan, husn al-hady, yaitu senang menghias diri dengan yang baik .
Kesepuluh, al-musalamah yaitu kemampuan diri untuk meninggalkan sesuatu yang tidak baik.
Kesebelas, al-waqar yaitu ketenangan jiwa ketika tuntunan-tuntunan nafsu mendesak.
Keduabelas, al-wara’ yaitu kontinuitas kesinambungan dalam berbuat baik 17.
Sedangkan al-Ghazali menyatakan cabang-cabang al-iffah lebih banyak lagi dibandingkan
Ibn Miskawaih, sebagai berikut:
Pertama, al-ihya yaitu pertengahan antara malu dengan peminis (al-khunusah). Kedua, al-khajal
yaitu terlalu malu. Ketiga al-musahamat yaitu kesediaan melepaskan haknya dengan sukarela.
Keempat al-shabr yaitu kemampuan jiwa melawan nafsu dan menjaganya dari kelezatan yang
berakibat buruk. Kelima, al-shakha’ yaitu suka memberikan sedekah dan menjauhkan diri dari
memperoleh sesuatu yang bukan pada tempatnya. Keenam husn al-taqdir yaitu seimbang dalam
membelanjakan harta. Ketujuh al-damasah yaitu kondisi al-syahwaniyah yang baik dalam
merindukan sesuatu yang sangat diinginkan. Kedelapan al-intizham yaitu kondisi jiwa yang
mendorong untuk mengukur diri dalam membelanjakan harta. Kesembilan hus al-haiah yaitu cinta
kepada perhiasan yang tidak sampai tergila-gila. Kesepuluh al-qana’ah yaitu kemampuan
mengatur kehidupan yang baik tanpa cela. Kesebelas al-hudu yaitu ketenangan jiwa lantaran
memperoleh kenikmatan yang baik. Keduabelas al-wara’ yaitu menghiasi jiwa dengan perbuatan
baik. Ketigabelas al-thalaqat lathafat yaitu bergurau yang sopan dan tidak keterlaluan.
Keempatbelas, alzarf yaitu pandai menempatkan diri. Kelimabelas, al-musaadat yaitu menghindari
perselisihan. Keenambelas al-tasakhkhut yaitu pertenangan antara dengki dan gembira atas
kedudukan orang lain. Ketujuhbelas al-inbisath yaitu merasa senang.
4. Al-‘Adalah atau keadilan
Pada prinsipnya keadilan ini merupakan gabungan ketiga keutamaan jiwa yakni al-hikmah, al-
saja’ah dan al-iffah. Dengan demikian, orang tidak akan dikatakan adil kalau tidak mengetahui
cara mengharmonisasikan kebijaksanaan, keberanian, dan kesucian diri. Bertindak sesuai dengan
tempatnya, tidakberat sebelah merupan prinsip dari keadilan itu.
Menurut Ibn Miskawaih, keadilan memang diterjemahkan sebagai pertengahan antara al-zulm dan
al-inzilam. Al-zulm berarti memperoleh hak milik yang banyak dari sumber dan cara yang tidak
semestinya dengan berbuat aniaya, sedangkan al-inzilam menyerahkan hak milik kepada orang
yang tidak semestinya dan atau dengan cara yang tidak semestinya pula teraniaya. Berbeda dengan
Ibn Miskawaih, al-Ghazali tidak bisa menerima pengertian seperti ini. Menurutnya, keadilan tidak
memiliki ekstrim kelebihan dan ekstrim kekurangan. Keadilan hanya mempunyai satu lawan
makna yakni ketidakadilan.

Ibn Miskawaih membagi keadilan secara umum menjadi tiga macam, yaitu:
1. Keadilan alam(al-adl al-thabi’i)
Keadilan alam ini akan terjadi kalau masing-masing benda alam eksis pada dirinya
2. Keadilan menurut adat/kebiasaan(al-adl al-wad’i)

17
Ibid.hlm 25-26
Keadilan ini terbagi kepada dua, yaitu: keadilan umum yakni disetujui oleh setiap orang,
dan keadilan khusus, yakni hanya disetujui oleh bangsa, daerah, sampai individu, sehingga
norma bagi keadilan ini tidak bersifat tetap atau absolut. Adapun ukuran keadilan bagi adat
kebiasaan adalah peraturan atau undang-undang yang disepakati.
3. Keadilan Tuhan(al-adl al-ilahi).

Keadilan yang khusus diusahakan manusia, ada dalam ketiga keadilan ini. Karena itu,
keadilan yang khusus diupayakan manusia tidak dapat dipisahkan dari ketiga keadilan lainnya. Inti
dari masing-masing keadilan teresbut adalah bernilai baik selama sisi keharmonisan hubungan dari
unsur-unsur yang hakikatnya berbeda. Selanjutnya Ibn Miskawaih juga menyatakan bahwa
keadilan dalam kaitannya dengan manusia dibagi kepada tiga bagian pula yaitu: pertama,
pembagian harta dan kehormatan, kedua, mua’malah yang disengaja, ketiga, pembagian sesuatu (
yang tidak disengaja) yang didalamnya terjadi ketidakadilan. Berdasarkan uraian penjelasan diatas
dapat dipahami bahwa keadilan akan terwujud apabila telah tercapai keharmonisan pribadi dengan
lingkungannya: alam, manusia, dan tuhan. 18

18
Ibid., 28
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Terdapat 2 pendekatan yang dapat dijadikan acuan dalam mendefinisikan Akhlak, yaitu
pendekatan kebahasaan dan pendekatan peristilahan. Dari sudut kebahasaan, sebagaimana yang
dikutif oleh Abuddin Nata. Dalam al-Mu’jam al-falsafi, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu
isim masdar dari kata akhlaqa, yuhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan wajan (timbangan) sulasih majid
af’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan tabi’at, watak
dasar), dan al-din (agama). Namun, akar kata akhlak dari “akhlaqa” sebagaimana tersebut diatas
tampaknya kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak tapi ikhlaq.
Secara istilah terdapat beberapa para ahli yang mendefinisikan akhlak, di antaranya:
d. Imam al-Ghazali dalam kitabnya ihya Ulumu Al-Din menyatakan bahwa akhlak adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan
mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
e. Ibnu Miskawaih, akhlak merupakan sesuatu hal atau kondisi kejiwaan yang mendorong
seseorang melakukan perbuatan dengan senang tanpa berpikir dan perencanaan.
f. Ibrahim Anis menyatakan bahwa akhlak ialah sifat yang terpatri dalam jiwa, yang
dengannya lahirlah macam-macam perbuatan atau usaha, baik atau buruknya perbuatan, tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.

Secara terminologis, pengertian akhlak adalah tindakan yang berhubungan dengan tiga unsur yang
sangat penting berikut:
1. Kognitif sebagai pengetahuan dasar manusia melalui potensi intelektualitasnya;
2. Afektif, yaitu pengembangan potensi akal manusia melalui upaya menganalisis berbagai
kejadian sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan.

akhlak merupakan suatu disiplin ilmu yang harus dipelajari dan diaplikasikan dalam suatu tindakan
aktifitas. Ilmu akhlak secara terminologi adalah ilmu yang objek

pembahasannya tentang nilai-nilai yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang dapat
disifatkan dengan baik dan buruk. Maka dapat dirumuskan definisi ilmu akhlak, yaitu : “ Ilmu
akhlak ialah ilmu yang mengajarkan prilaku mahmudah dan mazmumah.
Adapun pengertian ilmu akhlak adalah ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai
yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk.

Ruang lingkup pembahasan ilmu akhklak adalah: Membahas tentang perbuatan baik maupun
buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya
mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai-nilai atau hukum kepada perbuatan
tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik ataupun buruk. Dalam agama islam
ajaran moral, akhlak atau ihsan bersumberkan pada ajaran Al-qu’an dan al-hadist yang shahih.

tujuan akhlak adalah tercapainya kebaikan dan keutamaan manusia. Adapun kebaikan manusia itu,
menurut al-Ghazali sebagaimana yang dikutif oleh kasmuri dan ihsan bersumber pada 4 hal :

- Kebaikan jiwa (al-nafs), ini berasal dari ilmu, kebijaksanaan kesucian diri dan keadilan.
- Kebaikan dan keutamaan badan (jasmaniyah). Bisa diperoleh melalui sehat, kuat, tampan
dan panjang umur.
- Kebaikan bimbingan(taufiq-hidayah). Ini di peroleh dengan petunjuk, bimbingan,
pelurusan dan penguatan dari Allah SWT

Macam- macam Keutamaan Akhlak yaitu:

1. Al- Hikmah atau kebijaksaan.


2. Al- Saja’ah atau keberanian.
3. Al- Iffaha atau menjaga kesucian diri.
4. Al-‘Adalah atau keadilan .

MANFAAT MEMPELAJARI ILMU AKHLAK.

Dapat dijadikan panduan atau pedoman dalam melakukan sebuah tindakan tetap berada dalam
jalur yang benar atau dalam konsep islam secara spesifik untuk mendapatkan keridhoan dari Allah
SWT.
Standar-standar yang mengatur prilaku kita: bagaimana kita bertindak dan
mengharapkan orang lain bertindak. Etika (adab) pada dasarnya merupakan dialektika antara
kebebasan dan tanggung jawab, antara tujuan yang hendak dicapai dan cara untuk mencapai tujuan
itu, ia berkaitan dengan penilaian tentang pantas atau tidak pantas, yang berguna atau tidak
berguna, dan yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Supriyatin, Akhlak Tasawuf, (Bandung:2017),cet. Ke 1 hlm 1-4

Abudinata, Akhlak Tasawuf,hlm 8

Kasmuri selamet dan Ihsan Sanusi, Akhlak Tasawuf. hlm 23-28

Abdullah bin Alwi Al-Haddad, Risalah Mu’awanah (Semarang: Toha Putra)

Abdullah, Studi Akhlak dalam perspektif Al-quran, (Jakarta Amzah 2007)

Abuddinata Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2014)

Ibrahim Anis, Al-Mu’jam Wasith (Kairo: Maktabah as Syuruk ad Dauliyyah, 2004), h. 252

Anda mungkin juga menyukai