Anda di halaman 1dari 8

Laporan Baca Life With God Bab I, II, III, dan V

Nama : Peter Davion


NIM : 01121180032
Program : Magister Teologi

BAB I – Seeing the Bible Afresh

Hal-hal yang saya pahami dari bab ini adalah


1. Tidak ada buku yang seberpengaruh terhadap dunia seperti Alkitab.

2. Cara pembacaan Alkitab yang kelitu dapat menghancurkan jiwa dan kehidupan
spiritual. Ada dua cara utama yang keliru: (1) Hanya membaca Alkitab dengan
tujuan mencari informasi, oleh karena cara tersebut dapat membuat pembaca
sombong; (2) Membaca Alkitab demi mencari formula untuk menyelesaikan isu-isu
spesifik dalam kehidupan pembaca, atau sekedar mencari penghiburan, oleh karena
cara tersebut tidak berusaha mempelajari pelajaran rohani dari Alkitab, melainkan
pembaca hanya berusaha mengendalikan apa maksud Alkitab.

3. Kita perlu membaca Alkitab dengan rendah hati serta sikap pertobatan yang
konstan.

4. Yang harusnya menjadi fokus tujuan Alkitab, yang dapat dirasakan oleh para
pembaca, adalah membuat pembaca memiliki kualitas Kasih Yesus dalam
kehidupannya, oleh karena Yesus sendiri yang menemukan komunitas yang
menegakkan Kasih Allah. Dalam kata lain, tanpa Kasih Allah sebagai hasil akhir
transformasi spiritual yang dialami pembaca, percuma pembaca membaca Alkitab.

5. Sedangkan Alkitab itu sendiri isinya tentang “kehidupan bersama Allah”, inilah yang
disebut sebagai The Immanuel Principle. Sehingga, pandangan yang benar saat
membaca Alkitab adalah untuk melihat bagaimana di setiap bagian Alkitab, Allah
(sebagai Penulis Utama) sedang menyatakan bahwa “I am with you”, sehingga
response pembaca seharusnya merenungi pertanyaan Allah “Will you be with Me?”.
Inilah sebabnya Alkitab disebut sebagai buku kepunyaan Allah.

6. Bagi yang ingin memiliki kehidupan spiritual yang berkembang serupa Yesus, maka
diperlukan disiplin rohani. Disiplin rohani sendiri bukanlah kebenaran, namun
tetaplah sebuah hal yang diperlukan, sebagai sebuah bentuk kita mengarahkan gaya
hidup kita kepada perkembangan spiritual, sambil Allah-lah yang sebenarnya
memberikan kuasa untuk kita bisa mempraktikkan Kasih Allah.

Halaman 1 dari 8
7. Untuk dapat memahami bacaan Alkitab secara lengkap, kita perlu membaca Alkitab
secara: (1) Literal, dari Kejadian sampai Wahyu; (2) Dalam konteks nats, mencari
tahu maksud penulisan sejati dari penulis pada zaman itu; (3) Dalam perbincangan
dengan sendirinya, di mana kadang kala pertanyaan yang muncul dari sebuah nats
dapat ditemukan jawabannya dari bagian lainnya dalam Alkitab yang sama; (4)
Dalam perbincangan dengan saksi-saksi umat Allah sepanjang sejarah di luar teks
Alkitab, seperti Origen, Augustinus, John Calvin, dll.

8. Setelah kita membaca yang bertujuan memahami, kita perlu juga baca dengan hati,
maksudnya adalah berusaha mendengar secara spiritual apa yang Allah ingin
menyampaikan kepadamu melalui teks tersebut. Ada empat langkah: (1) Membaca
teks; (2) Mendoakan / merenungi teks; (3) Mengaplikasikan teks; (4) Mentaati teks.

9. Jika kita melakukan poin 6 dan 8 setiap hari sebagai gaya kehidupan kita, maka
seiring waktu secara natural (dan juga dengan bantuan Allah) kita akan menjadi
seseorang yang mengekspresikan Kasih Allah: Cinta, Sukacita, Damai, Sabar, Murah
hati, Kesetiaan, Lemah lembut, dan Pengendalian diri.

Hal-hal yang masih belum saya pahami dari bab ini adalah
Tidak ada.

Refleksi bagi pertumbuhan rohani dan pelayanan saya adalah


Membaca Alkitab dengan hati merupakan hal yang penting menurut saya, terhususnya
dalam kehidupan SAAT yang lajunya cepat setiap detik, jam, hari. Meskipun jam saat teduh
pagi hari hanya 40 menit, saya akan mencoba membaca Alkitab seperti poin 6 dan 8.

Halaman 2 dari 8
BAB II – Entering the World of the Bible

Hal-hal yang saya pahami dari bab ini adalah


1. Jika BAB 1 bicara tentang tujuan serta cara kita membaca Alkitab, BAB 2 bicara
tentang sikap kita saat membaca Alkitab. Sikap yang kita perlu adalah Holy
Expectancy, di mana kita, dengan pikiran terbuka, tahu bahwa saat membaca teks,
ada Allah hidup yang ingin bertemu dengan kita. Kita tidak hanya baca dengan
pengetahuan bahwa “Ada Allah di sini”, namun dengan sikap yang ingin berinteraksi
dengan Allah yang berada di sini. Interaksi ini bisa terjadi karena Allah sebagai
inisator terlebih dahulu ingin berelasi dengan kita, tinggal kita saja yang dapat
memilih ingin meresponi atau tidak.

2. Sama seperti peringatan poin 2 di BAB 1, kita tidak boleh memanipulasi Alkitab
untuk kepentingan kita, oleh karena Alkitab adalah Firman Allah yang seharusnya
memiliki otoritas yang justru mengajar atau menegur kita. Jika kita memanipulasi,
maka kita sama seperti orang Farisi.

3. Selama kita memiliki sikap poin 1, maka sisanya akan mengikuti dengan sendirinya,
karena Alkitab sudah menyediakan arahan jelas bagaimana kita perlu mencari Allah,
di mana proses tersebut melibatkan hati, pikiran, dan jiwa manusia.

4. Alkitab tidak terstruktur secara sistematis dan rapih, oleh karena Alkitab adalah
sekumpulan cerita-cerita dengan satu grand story.

5. Meskipun Alkitab ada bersisi daftar “Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan”, inti
pengajaran utamanya adalah bagaimana kita perlu ada relasi dengan Allah untuk
dapat mau serta bisa melakukan daftar tersebut.

6. Sebuah saran cara membaca nats di Alkitab (yg menurut saya juga bisa dilihat
sebagai baca dengan hati) dengan 3 langkah: (1) Baca nats sekali dari awal sampai
akhir dengan suara; (2) Baca ulang dengan tidak bersuara, sambil menstabilo teks
yang keliatan signifikan; (3) Baca untuk terakhir kalinya, tapi hanya baca bagian
yang distabilo saja untuk melihat sebuah teks yang menarik perhatian, lalu
refleksikan teks tersebut ke dalam keseharianmu.

Hal-hal yang masih belum saya pahami dari bab ini adalah
Tidak ada.

Halaman 3 dari 8
Refleksi bagi pertumbuhan rohani dan pelayanan saya adalah
Setelah kupikir-pikir, 3 langkah yang disebutkan dalam poin 6 akan lebih cocok saya
praktikkan dalam saat teduh 40 menit saya. Karena 2 alasan: (1) Keterbatasan waktu; (2)
Tujuan baca Alkitab bukan untuk eksegesis, melainkan untuk disaat-teduhkan / direnungi.

Halaman 4 dari 8
BAB III – Experiencing the with-God Life

Hal-hal yang saya pahami dari bab ini adalah


1. Alkitab tidak sekedar menunjukkan bahwa eksistensi Allah nyata, melainkan
menunjukkan kehadiranNya yang aktif dan permanen dalam kehidupan manuisa.

2. Allah berperan sebagai initiator dan sekaligus persuer. Initiator karena Allah-lah
yang memulai duluan relasi dengan manusia. Persuer karena di saat manusia yang
berdosa menjauhkan diri dari Allah, Allah tetap mencari mereka untuk berelasi
kembali.

3. Seorang yang dapat merasakan kehadiran Allah, melalui berkatNya ataupun saat
melihat ciptaan-ciptaan di sekitarnya, dia tahu rasanya beryukur dan memuji
Tuhan. Namun, seorang yang dapat merasakan status jauh dengan Allah, melalui
kesengsaraan yang dialami di dunia, dapat merasakan the psalmist’s lament.
Sehingga, setidaknya dalam ranah kehendak bebas kita, kita dapat memilih apakah
kita mau menjalani kehidupan yang bersama atau melawan Allah. Tetapi, di satu
sisi, oleh karena Allah adalah peran initiator dan persuer, jika kita dapat memiliki
kehidupan yang bersama Allah, maka itu adalah hadiah gratis dari-Nya, bukan
karena usaha kita.

4. Bukan hanya kita bisa melihat kisah-kisah tokoh Alkitab yang bersama Allah, seperti
bangsa Israel, Maria, Petrus, Yunus, Daud, Ester, Daniel, dan Yesus, tapi kita juga
bisa mengasosiasikannya dengan kondisi pribadi dalam kehidupan kita.

5. Salah satu cara sederhana, namun sulit secara realita, untuk mengalami kuasa dan
berkat Allah adalah untuk memercayai (Trust) Dia, bukan hanya dengan pikiran,
tapi juga dengan hati. Jika kita merasa tidak bisa atau tidak memiliki hati yang
percaya, maka mintalah dari Allah, karena Allah-lah yang memberi hati percaya
kepada manusia. Sehingga, jika kita dapat percaya kepada Allah, itu bukan hasil
usaha kita, melainkan pekerjaan Allah.

Hal-hal yang masih belum saya pahami dari bab ini adalah
Tidak ada.

Refleksi bagi pertumbuhan rohani dan pelayanan saya adalah

Halaman 5 dari 8
Jika membaca Alkitab dalam saat teduh adalah momen di mana saya ingin berinteraksi
dengan Allah serta membiarkan Dia mentransformasikan saya dari pesan-pesan sejati
Alkitab, maka momen-momen di mana saya perlu percaya (Trust) kepada Allah merupakan
ujian iman sejatinya yang menguji kualitas relasi saya dengan Allah. Saya mengakui,
memang adalah sebuah hal yang sulit banget untuk sesederhana memercayai Allah di saat
ujian skenario “Takut / Tidak mungkin” itu muncul.

Halaman 6 dari 8
BAB V – Reading with the Mind

Hal-hal yang saya pahami dari bab ini adalah


1. BAB yang paling panjang di antara BAB 1, 2, 3, dan 5.

2. Hanya Allah melalui pekerjaan Roh Kudus dapat membuat pembaca Alktiab
mengerti teks yang mereka membaca. Ibaratkan seluruh Alkitab adalah sebuah
gambaran besar, dan bagian-bagian dalamnya adalah mosaik, maka hanya Allah-lah
yang dapat membuat pembaca melihat gambaran besar Alkitab. Dan karena pusat
dari Alkitab adalah Yesus, maka bukan manusia yang berhasil menemukan Yesus
melalui usahanya membaca Alkitab, melainkan Yesus-lah yang menemukan
pembaca tersebut.

3. Tetap penting juga bagi seorang Kristen untuk menggali serta belajar Alkitab
menggunakan alat-alat studi Alkitab, seperti commentaries, logic, historical context,
grammar, modern critical research, dan exegetical scholarship. Karena itulah bentuk
kita mencintai Allah dengan pikiran kita, yaitu sesuatu yang dapat kita kendalikan.
Alhasil, semakin banyak informasi yang kita dapatkan dari studi Alkitab kita, maka
semakin siap kita dapat melihat keseluruhan cerita penebusan Alkitab. Berbeda
dengan religioius professionals di masa Yesus (saya anggap orang Farisi dan ahli
Taurat) yang hanya studi Alkitab tidak dengan penebusan dan Yesus sebagai tujuan
atau perhatian mereka. Mereka hanya berpikir bahwa cukup mentaati daftar Kitab
Suci (Perjanjian Lama) (seperti poin 5 di BAB 2) saja akan layak mendapatkan
keselamatan, sedangkan mereka sendiri gagal melihat Allah hidup dalam Kitab Suci
(Alkitab bukanlah sebuah buku paduan “Cara hidup religius”).

4. Jadi sekali lagi, tujuan Allah menuliskan Alkitab (melalui agen manusia) bukanlah
untuk memberikan daftar Alkitab (poin 5 BAB 2) serta menyuruh umatNya
mentaatiNya, melainkan untuk mengajak umatNya berelasi denganNya, serta
memberikan arahan cara berelasi dengan Allah. Berelasi bukan hanya sebagai
seorang individu, namun juga sebagai sebuah komunitas umat Allah, yang semuanya
berelasi dengan Allah, sehingga kehidupan mereka ditransformasi, dan mereka
menjadi sebuah komunitas yang menghidupi Kasih Allah di dunia ini.

5. Kita perlu ingat bahwa Alkitab adalah sebuah tulisan kuno, sehingga tidak heran
bahwa kesan kisah di Alkitab tidak relevan dengan konteks zaman modern, dalam
kehidupan keseharian kita para pembaca. Oleh karena itulah butuh usaha ekstra
bagi pembaca untuk dapat memasuki, memahami, serta mengaitkan dunia Alkitab
ke dalam dunia mereka, menggunakan alat-alat yang telah disebutkan dalam poin 3.

Halaman 7 dari 8
6. Seperti di akhir poin 3, Alkitab bukanlah buku paduan “Cara hidup religius”.
Melainkan, Alkitab memberi kita: (1) Allah sebagai patokan sistem yang tidak kacau;
(2) Banyak kisah tentang Divine-human history; (3) Hukum Kasih; (4) Kenyataan
bahwa adalah hal yang sulit bagi manusia untuk mengikuti Allah; (5) Sebuah ajakan
meminta agar kita melepaskan hasil dan menempatkan iman kita terhadap apa yang
tidak terlihat.

7. Hanya Alkitab-lah yang merupakan buku cerita yang berakhir bukan dengan sebuah
penutup cerita, melainkan dengan sebuah permulaan yang baru. Di bagian akhir
Alktiab, Allah memberikan kita sedikit gambaran tentang kemuliaan-kemuliaan
yang akan datang di masa depan sejarah kita. Dalam hal ini, Alkitab adalah a Story
beyond all telling.

Hal-hal yang masih belum saya pahami dari bab ini adalah
Tidak ada.

Refleksi bagi pertumbuhan rohani dan pelayanan saya adalah


“Hidup dengan Kasih Allah” sebagai sebuah patokan. Ini mungkin sebenarnya sudah kita
ketahui secara common knowledge, tapi BAB ini mengkonfirmasikan kembali akan hal ini.
Bahwa, hidup yang ditransformasikan bisa dijadikan patokan untuk melihat (meskipun
tidak sampai menilai atau menghakimi) status kerohanian jemaat, setidaknya melihat
bagaimana sikap mereka melihat dan membaca Alkitab selama ini.

Sedangkan bagi saya sendiri, saya yakin dan percaya, meskipun saya masih manusia
berdosa, adalah orang Kristen yang sudah dan masih sedang dalam proses transformasi.
Saya juga bersyukur bahwa buku ini memberikan saya insight serta arahan yang lebih
lengkap terhadap bagaimana sikap serta cara saya membaca Alkitab ke depannya.

Halaman 8 dari 8

Anda mungkin juga menyukai