Anda di halaman 1dari 192

MUKADIMAH PRIBADI

Buku ini berasal dari catatan pemahaman Alkitab yang saya adakan akhir-akhir ini di
Shanghai dan Hankow kepada rekan sekerja. Setelah melalui beberapa revisi, jadilah buku ini.
Berhubung naskah aslinya berbentuk catatan, maka tak dapat dihindari adanya aksen mimbar;
dan karena tidak dicatat seluruhnya, maka buku ini tidak mungkin sesempurna bila dicatat
seluruhnya. Karena Allah sangat memberkati para pendengarnya, maka kami pun mengharapkan
berita-berita ini dapat menjangkau lebih banyak anak-anakNya, sehingga diperluaslah ruang
lingkup berkatNya. Demikianlah buku ini kami terbitkan.
Dalam waktu sepuluh tahun yang lampau, teman-teman sekerja sering meminta saya
untuk menyatakan dengan tegas pendapat saya tentang "pekerjaan" dan "gereja". Hal itu saya
tunda terus, karena saya pribadi, sesungguhnya tidak ada pendapat/opini apapun. Apa yang
dibenarkan firman Allah, saya membenarkannya, dan apa yang disalahkan firman Allah, saya
pun menyalahkannya. Saya tidak pernah memiliki keberanian untuk berkata, bahwa kita berbeda
latar belakang dan jaman dengan Alkitab, maka dalam hal ini dan itu, kita tidak mungkin
Alkitabiah. Saya akui, bahwa saya dan teman-teman sekerja saya berada dalam berbagai
kelemahan, sehingga maju dengan timpang untuk mengikuti perintah Allah. Meskipun demikian,
dalam perilaku dan tindakan kami, kami tidak berani mengajarkan demikian. Semoga Allah
membelaskasihani kita semua!
Pula, betapa tidak berfaedahnya perdebatan itu! Andaikata benar-benar ada sesuatu yang
dinyatakan, paling-paling itu akan menjadi sasaran kecaman, atau menjadi alat propaganda
belaka. Apakah faedahnya? Sebab itu, kami tak hanya tidak memberikan pernyataan, kami juga
menghentikan penjualan semua tulisan sejenis itu, yang pernah kami terbitkan di masa lalu. Ini
tidak berarti kita meragukan pendirian kita, melainkan kita tidak ingin sahabat-sahabat kita salah
paham terhadap kesaksian kita. Isi kesaksian kita sama sekali bukan sekadar mengenai luaran
gereja belaka.
Selain itu, saya akui, bahwa ministri saya adalah untuk aspek rohani kekristenan,
sedangkan masalah tersebut di atas hanya merupakan aspek teknik. Alangkah senangnya jika
saya boleh terhindar dari menanggulangi masalah teknik kekristenan, sehingga saya dapat
dengan khusus memperhatikan ministri rohani saya sendiri. Namun, banyak teman tercinta
dalam Tuhan, bagaimanapun tidak membiarkan saya tenang, mereka sangat menghendaki saya
tampil menghadapi masalah ini.
Karena saya belum jelas, apa yang harus saya katakan, maka hingga hari ini saya masih
berdiam diri terhadap aspek ini. Setelah saya nampak bahwa penulis surat Korintus adalah juga
penulis surat Efesus, jalan saya mulai menjadi jelas. Tetapi, sungguh aneh, anak-anak Allah tidak
pernah bertikai hebat atas kebenaran surat Efesus; sebaliknya, mereka tidak henti-hentinya
berbantah-bantahan demi ajaran surat Korintus! Ya, memang kebenaran Efesus itu rohani, ruang
lingkupnya berada di sorga, berapa pun selisihnya, tidak terasa oleh semua orang. Tetapi, ajaran
Korintus itu praktis, ruang lingkupnya berada di bumi, jika diabaikan sedikit saja, sudah tampak
jelas. Ya, Korintus sungguh riil! Di sini, Korintus lebih menguji ketaatan kita daripada Efesus!
Saya masih harus mengutarakan beberapa kata tentang teladan. Kekristenan tidak hanya
dibangun di atas perintah, juga dibangun di atas teladan. Tidak semua perkara Allah nyatakan
dalam bentuk perintah, melainkan banyak pelaksanaan diaturNya terlebih dulu di dalam gereja,
agar begitu terlihat oleh orang-orang yang masuk di kemudian, mengertilah mereka apa
kehendak Allah dan bagaimana melaksanakannya. Bukan semuanya berupa pesan-pesan abstrak,
atau anggaran dasar obyektif, melainkan berbagai pola teladan konkret dan penghidupan
subyektif, yang dapat dipandang dan dirasakan, tidak melulu untuk ditaati.
Orang yang paling bodohlah yang mengatakan, "Allah tidak memberikan perintah ini,
buat apa aku melakukannya." Anda telah melihat perbuatanNya, pimpinanNya dan gerejaNya,
masih belum tahukah Anda akan kehendakNya? Misalnya, seorang anak dalam keluarga,
perlukah ia dalam setiap hal bertanya kepada ayahnya, bagaimana melakukannya, boleh atau
tidak dilakukannya? Bukankah asal ia melihat bagaimana kakak-kakaknya berbuat, ia pun sudah
mengerti harus bagaimana berbuat? Apa yang kita pelajari dari penglihatan, jauh lebih banyak
dan lebih mendalam daripada yang kita pelajari melalui pendengaran.
Jika bukan untuk itu, mengapa Allah mengaruniakan kitab Kisah Para Rasul dalam kitab
Perjanjian Baru? Mengapa Ia memberi kita banyak sejarah dalam kitab Perjanjian Lama? Itu
tidak lain karena Allah tahu, bahwa lebih mudah bagi kita mengetahui kehendakNya melalui
teladan daripada melalui perintah. Pada mula pertama, di samping memberi kita suatu perintah
yang jelas, Ia juga memberikan suatu pengaturan atas segala perkara di dalam rumahNya.
Meskipun Ia tidak berbicara, namun Ia telah melakukannya di hadapan kita, sehingga kita
nampak dengan jelas. Setelah kita melihat perbuatanNya, masihkah kita tidak mengetahui
kehendakNya? Masihkah kita bertanya-tanya, apakah kita harus berbuat demikian?
Teladan dan perintah tidak saja sama nilainya, kadangkala nilai teladan bahkan
melampaui perintah Allah. Sebab perintah itu abstrak, sering membuat kita sulit meraba ujung
pangkalnya. Namun, teladan adalah perintah yang sudah ditaati, sehingga saat kita nampak, kita
tidak saja mengetahui apa perintah Allah, bahkan sekaligus mengetahui dengan konkret
bagaimana caranya mentaati perintah tersebut. Dengan demikian, kita akan lebih mudah
mempelajari jalan Allah.
Seandainya teladan-teladan itu kita singkirkan dari kekristenan, dan hanya perintah-
perintah saja yang kita pegang, maka akan tidak tersisa apapun! Perintah memang ada
kedudukannya, tetapi teladan juga ada kedudukannya. Orang-orang yang mengenal Allah dan
firmanNya, seharusnya tidak ada masalah dalam hal ini.
Demi menghindari banyak perbantahan, alangkah senangnya jika buku ini tidak saya
tulis. Tetapi saya menyadari, beban terhadap kebenaran Allah serta tanggung jawab saya
terhadap pencari-pencari kebenaran. Semoga Allah merahmati saya, dan saudara-saudara mau
bermurah hati terhadap saya, agar buku ini dapat memuliakan nama Tuhan!
Sifat bab 1 dalam buku ini sangat istimewa, ia khusus ditujukan kepada orang-orang
yang telah banyak membaca firman Allah. Bila Anda merasa tidak dapat memahaminya,
silakan melewatinya dulu, dan mulai saja dari bab kedua. Jangan berhenti karena terbentur pada
kesulitan pemahaman bab pertama. Bab tersebut adalah untuk pembaca lain. Bacalah mulai dari
bab kedua hingga bab kesepuluh, untuk memahami isi berita dalam buku ini. Setelah Anda
membacanya, Anda akan mengetahui benarkah ada terang Allah di dalamnya. Jika tidak ada,
silakan Anda tolak ajaran buku ini; jika ada, silakan Anda menaati/mengamalkan kebenaran
Alkitab.
Tentu, dalam buku yang kecil ini tidak setiap hal dapat saya bahas. Ada beberapa hal
telah saya bahas, dan ada beberapa hal lagi akan saya ketengahkan di tempat lain. Akhir kata,
kiranya para pembaca memperhatikan inti buku ini, yakni kehendak Allah terhadap gereja lokal.

Shanghai, 15 Pebruari 1938


Watchman Nee
PENDAHULUAN

Kita mempunyai satu tujuan, yaitu dalam hal "pekerjaan", kita mutlak melakukannya
sesuai dengan Alkitab. Kita mempunyai satu ambisi, yaitu mau melakukan menurut firman
Allah. Kita percaya, bahwa Alkitab adalah firman Allah, adalah standar yang tertinggi, teladan
yang sempurna, dan perintah yang penuh wibawa. Ambisi kita ialah bekerja menurut firman
semata, tanpa menguranginya dan tanpa merugikannya sedikit pun. Kita bertekad seperti Paulus,
yaitu tidak melalaikan setiap kehendak Allah (Kis. 20:20). Kita mementingkan pimpinan Roh
Kudus, kita pun mementingkan teladan-teladan Alkitab. Memang, pimpinan Roh Kudus itu
sangat mustika. Tetapi, jika seseorang menganggap asal ada pimpinan Roh Kudus sudah cukup,
tidak perlu ada teladan Alkitab, itu akan menimbulkan masalah. Ia akan menganggap pikiran
pribadinya yang keliru atau perasaannya yang tanpa dasar sebagai pimpinan Roh Kudus; sudah
khilaf tapi tidak sadar. Orang yang tidak berminat menaati kehendak Allah dan mengenal
kebenaranNya, mungkin saja melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Alkitab, tapi masih
mengira itu adalah pimpinan Roh Kudus. Sebab itu, kita mementingkan pimpinan Roh Kudus,
juga mementingkan teladan Alkitab, sehingga kita dapat membuktikan suatu pimpinan itu berasal
dari Roh Kudus atau bukan. Kalau suatu pimpinan tidak sesuai dengan Alkitab, pimpinan itu
tidak dapat disebut pimpinan Roh Kudus. Mustahil Allah memimpin orang dalam Kisah Para
Rasul dengan satu pola, lalu memimpin orang pada hari ini dengan pola lain! Meskipun secara
luaran perlakuan Allah terhadap setiap manusia berbeda-beda, tetapi prinsipnya selalu sama.
KehendakNya tidak pernah berubah. Semua perkara rohani bersifat permanen, tidak terpengaruh
oleh waktu. Semua pekerjaan Allah Sang Kekal bersifat abadi; Ia tidak mengenal waktu. Setiap
perkara yang dilakukanNya mengandung sifat dan unsur kekekalan. Jika demikian, bolehkah kita
beranggapan, bahwa jalan Allah pada jaman para rasul berlainan dengan jalan Allah pada hari
ini? Mungkin saja kita berbeda dalam hal lingkungan sekitar, dalam hal luaran atau dalam
urusan-urusan, tetapi pada prinsipnya, motivasi dan jalan Allah hari ini tidak mungkin berbeda
dengan apa yang ditunjukkanNya pada Kisah Para Rasul.
Pula, Kisah Para Rasul adalah "kitab Kejadian" sejarah gereja. Gereja di jaman Paulus
adalah "kitab Kejadian" pekerjaan Roh Kudus. Allah boleh bersabda kepada orang Israel,
"Apabila seseorang mengambil seorang perempuan . . . dan jika kemudian ia tidak menyukai
lagi perempuan itu . . . lalu ia menulis surat cerai . . . sesudah itu menyuruh dia pergi . . ." (Ul.
24:1). Tetapi Tuhan Yesus berkata, " . . . apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh
diceraikan manusia" (Mat. 19:6). Bukankah itu berarti kontradiksi? Tidak. Itu bukan berbeda
pada pokoknya. Di sini seolah-olah apa yang dikatakan Tuhan Yesus berlawanan dengan Allah,
tetapi tujuan Allah tetap sama dengan yang semula. "Karena ketegaran hatimu Musa
mengijinkan kamu menceraikan istrimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian" (Matius 19:8).
Bukan pada mulanya mengatakan tidak boleh, lalu mengatakan boleh, dan kemudian tidak boleh
lagi; seolah-olah Allah bolak-balik tidak menentu. Tetapi Tuhan berkata, "Sejak semula tidaklah
demikian." Dari awal hingga akhir, tujuan Allah tetap sama. Hari ini dengan yang semula tetap
sama. Jika kita ingin memahami kehendak Allah, haruslah kita memperhatikan perintah "kitab
Kejadian" itu, jangan memperhatikan "ijinNya" yang muncul kemudian. Sebab "ijin" yang
muncul kemudian itu selalu tersirat "Karena . . ." tidak semurni kehendakNya yang semula.
Karena itu, jika kita ingin memahami segala kehendak Allah dalam gereja, janganlah kita hanya
melihat bagaimana Dia memimpin orang setahun, sepuluh tahun, atau seratus tahun yang lalu,
tetapi harus melihat pada awal mulanya, yakni kepada "kitab Kejadian" gereja. Bagaimanakah
firman Allah pada masa semula itu, itulah petunjuk kehendak Allah yang tertinggi. Memang
benar, hari ini banyak perbedaan situasi sekeliling, perbedaan latar belakang, perbedaan urusan,
tetapi semua itu tidak dapat menjadi teladan kita, dan tidak berwewenang mengendalikan kita.
Kita harus kembali kepada yang semula. Tak peduli bagaimana situasi, kondisi, latar belakang
dan urusannya, kita harus mencari bagaimana teladan yang Allah berikan kepada kita pada
mulanya. Situasi tidak boleh mengendalikan kita, latar belakang tidak boleh mengendalikan kita,
sejarah juga tidak boleh mengendalikan kita. Kita harus kembali kepada yang semula. Hanya
yang semula itulah kehendak Allah yang kekal, jalan Allah yang kekal, dan standar teladan kita
yang sebenarnya. Kita harus kembali kepada teladan dalam Alkitab yang Allah berikan kepada
kita dari semula.
Ajaran-ajaran rohani memang berharga. Saat kita menyinggung tentang kepenuhan Roh
Kudus, kemenangan Kristus, bagaimana mengenal kehendak Allah, dan lainnya, terasa semua itu
berharga. Namun, Allah tidak hanya memperhatikan kebenaran-kebenaran batiniah, Ia pun
memperhatikan kebenaran-kebenaran lahiriah. Yang batiniah sangat mustika, tetapi Allah pun
tidak mengabaikan yang lahiriah. Surat Efesus, Roma dan Kolose memang firman Allah, namun
Kisah Para Rasul, I dan II Timotius, I dan II Korintus juga firman Allah. Memang, Efesus begitu
tinggi, Roma begitu penuh kasih karunia, dan Kolose begitu indah membahas masalah perilaku
manusia; tetapi cukupkah hanya itu saja dan lainnya tidak perlu dikemukakan? Tidak. Allah juga
menyinggung cara pelaksanaan pekerjaan ministri itu, bagaimana struktur gereja, bagaimana
penampilan luaran gereja. Allah tidak menyisakan satu pun bagi kita, agar kita sendiri yang
memikirkannya dan mengerjakannya. Manusia takut memakai seorang pembantu yang bodoh,
tetapi Allah takut memakai seorang pekerja yang berotak besar. Allah hanya ingin manusia taat
dan mendengar firmanNya; Allah tidak memerlukan penasihat. Paulus berkata, "Siapakah yang
pernah menjadi penasihatNya?" (Roma 11:34). Manusia senang menjadi penasihat, tetapi Allah
tidak memerlukan penasihat. Semua pekerjaan sudah diaturNya dengan baik, tidak perlu bantuan
pemikiran kita. Kita tidak perlu berkata, "Bagaimana kita harus berpikir, bagaimana kita harus
mengerjakannya?" Yang harus kita tanyakan ialah, "Bagaimana pikiran Allah, bagaimana
pekerjaanNya?" Sebagaimana perkara-perkara rohani itu mustika, demikian juga dengan
perkara-perkara ini.
Tuhan mencela orang-orang Farisi karena mereka membersihkan cawan dan pinggan
pada sebelah luarnya, tetapi di sebelah dalamnya penuh kekejian. Lalu, hari ini ada orang
mengira tidak mengapa cawan dan pinggan kotor di sebelah luarnya, asal bersih di sebelah
dalamnya. Tetapi Allah tidak saja ingin bersih di sebelah dalamnya, juga ingin bersih di sebelah
luarnya. Hanya ada yang di luar, tanpa yang di dalam, itu berarti kematian rohani; hanya ada
yang di dalam, tanpa yang di luar, itu pun bukan yang diperkenan Allah. Maka firman Tuhan,
"Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan" (Matius 23:23). Setiap perkara
dalam Perjanjian Baru, meskipun kelihatannya tidak penting, adalah sebagian dari pernyataan
kehendak Allah dan ada nilai rohaninya. Ada yang kelihatannya sangat kecil dan sepele, tetapi
Allah selamanya tidak pernah melakukan sesuatu secara iseng. Segalanya mengandung nilai dan
makna yang kekal. Jika mengabaikannya, pasti akan menderita kerugian. Tentu, kita sama sekali
tidak percaya, bahwa segala yang lahiriah dalam Alkitab itu akan ditaati sebagai hukum Taurat;
itu mati, nilai rohaninya sama dengan nol. Namun, bukan perkara-perkara lahiriah saja yang
mungkin dijadikan Taurat oleh orang, kebenaran rohani yang batiniah juga mungkin dijadikan
Taurat oleh orang, sehingga menjadi mati dan kaku. Sebenarnya, segala perkara milik Allah, baik
yang lahiriah maupun yang batiniah, di dalam Roh Kudus ia hidup, namun di dalam Taurat ia
mati. Sebab itu, kita tidak membeda-bedakan mana yang batiniah dan mana yang lahiriah. Kita
hanya bertanya, "Di dalam Roh Kudus, atau di dalam hukum Taurat?" Alkitab yang kita bahas
kali ini nampaknya seperti masalah luaran dari cawan, tetapi kita tidak ingin mengikutinya
sebagai Taurat dan peraturan, melainkan kita akan bersandarkan Roh Kudus memperhatikan
firman Allah. Kita tahu, masalah "gereja" adalah satu masalah yang sering menimbulkan
perdebatan. Tetapi, jika kita berjalan di dalam Roh Kudus, banyak perkara lahiriah akan menjadi
sangat hidup. Asal Anda meneliti masalah gereja dalam surat-surat kiriman Paulus, dan juga
dalam buku penulis hari ini, Anda akan mengetahui perbedaannya. Tidak peduli apa saja, begitu
berada di dalam daging, meskipun itu baik, akan menjadi mati. Segalanya baru hidup jika berada
di dalam Roh Kudus. Harapan kita ialah ketika kita mengkaji Alkitab dan melaksanakannya,
semuanya harus di dalam Roh Kudus, sehingga menjadi hidup, demikian baru sesuai dengan
kehendak Allah.
Sasaran pemahaman Alkitab kita kali ini ada tiga, yaitu:
1) Teman-teman sekerja kita;
2) Saudara-saudara pada umumnya;
3) Orang-orang yang menyalahkan/mengecam kita.
TEMAN-TEMAN SEKERJA KITA

(Catatan: istilah "kita" yang saya pakai di sini mengacu kepada teman-teman sekerja. Di
antara teman-teman sekerja -- sekelompok orang ini --, istilah "kita" boleh dipakai. Ingatlah,
penggunaan "kita" dalam Kisah Para Rasul mengacu kepada teman-teman sekerja, dan ini
diperbolehkan oleh Alkitab. Namun, bila "kita" dipakai di antara saudara-saudara, maka di
dalamnya harus terangkum semua anak Allah. Jika tidak, ruang lingkupnya akan terlalu kecil,
dan itu berbau sekte/denominasi. Maka istilah "kita" yang dipakai di sini, hanya mewakili teman-
teman sekerja, bukan untuk mewakili saudara saudari tertentu).
Kita tahu, di tengah-tengah kita tidak ada peraturan tertentu, atau anggaran dasar tertentu.
Kita selalu ingin berjalan menurut terang Alkitab. Ada terang Alkitab, ada pimpinan Roh Kudus,
kita pun bekerja. Mungkin terang yang kita peroleh kurang banyak, tetapi begitu kita nampak
terang, kita segera bekerja. Seperti orang buta itu, semula ia melihat orang seperti pohon,
kemudian ia melihat orang dengan jelas. Kali pertama kita tidak begitu jelas, kali kedua kita baru
jelas. Kita tidak menulis sejilid buku sebagai anggaran dasar atau undang-undang kita. Sebab
jika kita memiliki undang-undang tertentu, kita tidak memerlukan Alkitab ini lagi. Kita tidak
memiliki kitab undang-undang, kita hanya memiliki sejilid Alkitab yang terbuka. Begitu kita
nampak terang, segera kita lakukan; begitu kita nampak tidak benar, segera kita koreksi. Kita
mengoreksi apa yang kita perbuat berdasarkan Alkitab. Misalkan masalah penatua, dulu tidak
begitu jelas, tetapi sekarang sudah jauh lebih jelas. Kalau kita tidak angkuh, kalau kita lebih
rendah hati, niscaya kita akan beroleh terang lebih banyak, dan akan lebih jelas mengenal
kehendak Allah. Boleh dikatakan, deklarasi kita ialah tanpa undang-undang tertentu, melainkan
mengikuti Alkitab yang terbuka, yang setiap saat memberi terang baru kepada kita. Kita tidak
mempunyai apa yang disebut "keputusan terakhir", sebab jika demikian, kita akan menutup pintu
terang Alkitab. Kita harus selalu membuka hati kita, siap menerima terang baru Allah, supaya
kita tidak tertinggal di belakang kehendak Allah. Kita benar-benar rela mengetahui kekhilafan
kita sendiri! Semoga Allah tidak membuang kita, dan tidak meninggalkan kita di dalam
kegelapan, sehingga kita tidak menjadi orang yang sudah keliru, tetapi tidak menyadari
kekeliruannya.
Banyak masalah yang tidak boleh tidak diketahui oleh kita, pelayan-pelayan Tuhan.
Kalau tidak, meskipun motivasi kita sangat benar, tetapi oleh karena kekurangan pengetahuan,
kita tidak dapat dengan sepenuhnya bekerja sesuai dengan kehendak Allah. Memang sebagai
umat dalam Perjanjian Baru kita tidak memerlukan manusia menjadi nabi kita, tetapi firman
Allah mengatakan, "Janganlah anggap rendah nubuat-nubuat" (I Tes. 5:20). Tak peduli apa
ministri kita dan tak peduli apa ministri pengajaran kita, kita mempunyai prinsip bekerja yang
sama dalam pekerjaan Allah. Setiap pelayan Tuhan harus mengetahui perkara-perkara yang
sangat penting, antara lain seperti: bagaimana Allah mengutus orang, jejak-jejak utusan,
bagaimana mendirikan gereja, perbedaan antara gereja dan misi, masalah kerja sama antar
pekerja, dan lain-lain. Kali ini, kita justru ingin mengesampingkan segala pengertian yang
lampau, sekali lagi dari mula, tanpa sandaran dan seolah tanpa mengetahui apa-apa, datang ke
depan Allah, mohon peneranganNya, supaya kita beroleh "ajaran, tegoran, perbaikan dan
kebenaran" (II Tim. 3:16), serta merenungkan kembali pekerjaan kita.
Namun, persoalan timbul setelah memiliki pengetahuan. Betapa mudahnya kita
menerapkannya seperti suatu Taurat, secara harfiah, sehingga kehilangan hayat. Karena itu, kita
tidak dapat tidak mengulangi lagi: segala sesuatu tergantung pada Roh Kudus. Tanpa Roh Kudus,
walau sudah nampak terang, sudah mengetahui ajaran Alkitab, itu tetap mati. Suatu benda harus
hidup di alam lingkungan tertentu. Misalnya, manusia harus hidup di alam lingkungan udara
baru bisa hidup. Kalau manusia dimasukkan ke dalam air, pasti mati. Demikian pula ajaran
Alkitab. Setiap kebenaran jika tidak berada di dalam Roh Kudus, pasti mati. Banyak peraturan
dan hukum Taurat yang mati. Namun, kalau kita meletakkan firman Allah, teladan-teladan
Alkitab, di dalam Roh Kudus, maka bahkan yang luaran dari cawan dan pinggan, yang
dipandang kecil dan remeh oleh manusia, juga akan menjadi hidup. Semoga Allah merahmati
kita, agar kita bisa nampak teladan-teladan Alkitab seraya mewaspadai satu hal, yaitu tidak
membuat teladan-teladan itu menjadi peraturan atau Taurat untuk ditaati secara mati, melainkan
meletakkannya di dalam Roh Kudus, agar menjadi hidup, menjadi hayat.

SAUDARA-SAUDARA PADA UMUMNYA

Pemahaman Alkitab yang demikian tidak saja ditujukan kepada rekan-rekan sekerja, juga
kepada saudara-saudara pada umumnya. Dalam masa lebih dari sepuluh tahun yang silam,
banyak rekan sekerja telah memberikan banyak kesaksian. Syukur kepada Tuhan, di mana-mana
banyak orang yang telah menerima kesaksian kita. Syukur kepada Tuhan, tidak saja Dia tidak
menolak kita, banyak anak-anakNya pun tidak menolak kita. Mereka tahu, apa ministri rohani
kita. Mereka tahu, kita menyampaikan berita tentang salib, memberitakan Injil kasih karunia
Allah. Mereka tahu, bahwa Kristus adalah Kepala segala sesuatu. Mereka tahu, bahwa Roh
Kudus adalah kekuatan Allah, dan pengharapan mereka adalah diangkat. Mata mereka selalu
menatap kepada kerajaan. Hanya saja, banyak saudara di berbagai tempat, meskipun sudah
cukup lama berkontak dengan kita, mereka belum jelas apa sebenarnya pekerjaan kita, apa
sebenarnya pekerja, dan apa sebenarnya gereja. Mereka hanya tahu kita berbuat demikian, tidak
tahu mengapa kita berbuat demikian. Mereka tidak tahu apa dasar kita dan apa pendirian kita.
Pada mulanya, kita merasa, bahwa mereka tidak perlu mengerti hal-hal tersebut, cukuplah asal
mereka menjadi orang yang beriman, berkekuatan di hadapan Allah, menjadi orang yang penuh
kasih dan berperilaku wajar di hadapan manusia. Tetapi, beberapa tahun ini, karena mereka tidak
memahami jejak dan arah kita, maka timbullah beberapa kerugian sebagai berikut:

1. Harapan yang tidak wajar

Karena mereka tidak memahami apa pekerjaan kita, maka pengharapan mereka menjadi
melampaui apa yang sewajarnya. Mereka tidak tahu, berapa yang seharusnya diberikan seorang
pekerja kepada saudara, dan apa saja yang harus dilakukan sebuah gereja lokal. Karena itu,
banyak perkara yang seyogyanya dikerjakan oleh gereja, mereka malah mengharap "rasul" yang
mengerjakannya; banyak perkara yang seyogyanya ditanggung oleh gereja, mereka malah
mengharap "rasul" yang menanggungnya. Itulah sebanya gereja lokal tidak dapat bertumbuh, dan
juga mengakibatkan pekerja tidak ada waktu melakukan pekerjaan yang seharusnya ia lakukan.
Sebenarnya, saudara yang harus mengeluarkan tenaga, tetapi mereka mengharapkan pekerja
yang mengeluarkan tenaga; sebenarnya harus dipikul oleh gereja, tetapi mereka mengharapkan
dipikul oleh pekerja. Hal itu membuat gereja lokal tidak mirip dengan gereja yang dikehendaki
Allah, dan pekerja tidak bisa mengerjakan apa yang Allah kehendaki ia kerjakan. Sebab itu,
sekarang kita harus merenungkan kembali tentang pekerjaan kita, agar mereka mengetahui apa
dan bagaimana pekerjaan dan pekerja itu, sehingga mereka tidak menaruh harapan yang tidak
wajar terhadap para pekerja.

2. Perkataan yang tidak tepat

Ada saudara-saudara yang tidak jelas terhadap prinsip pekerjaan. Akibatnya, mereka di
luar menuturkan perkataan yang tidak tepat. Mereka tidak memahami isi kita, tidak memahami
prinsip pekerjaan kita, hasilnya, mereka menuturkan perkataan-perkataan yang tidak terdidik,
yang membuat orang lain beranggapan begini atau begitu terhadap kita. Mereka telah mewakili
kita secara keliru. Apa yang mereka katakan, mungkin bukan maksud kita, bukan pola kerja kita;
itu membuat banyak orang tidak memahami kita. Karena itulah kita perlu merenungkan kembali
tentang pekerjaan kita, supaya semua saudara kita memahami bagaimana prinsip kerja kita dan
mengapa para sekerja berbuat demikian, sehingga mereka tidak lagi mengucapkan perkataan
keliru yang bisa menimbulkan salah paham dan sengketa yang tidak perlu. Saya harap, semua
saudara memahami jejak arah kita, mengetahui kewajiban mereka masing-masing, dan jelas
terhadap kebenaran yang diwahyukan Allah dalam Alkitab.
ORANG-ORANG YANG MENYALAHKAN/MENGECAM KITA

Hampir semua orang tahu, bahwa selama beberapa tahun yang lampau, banyak orang
telah mengecam dan mengritik kita. Tetapi kecaman-kecaman itu datang dari dua pihak. Pihak
pertama ialah mereka yang ada pada tingkat yang terlalu tinggi, dan pihak kedua ialah mereka
yang ada pada tingkat yang terlalu rendah. Kecaman orang di dunia ini hanya datang dari kedua
pihak tersebut. Karena yang ada pada tingkat yang terlalu tinggi itu banyak pengetahuannya,
maka tidak heran kalau mereka menilai ini tidak benar, itu tidak benar, dan seolah apa pun tidak
bisa memuaskan mereka. Mereka yang ada pada tingkat yang terlalu rendah juga bisa
mengecam. Karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang sejati, maka mereka salah sangka,
mengira ini tidak benar, itu pun tidak benar, kemudian dengan sembarangan mengecam apa yang
tidak diketahuinya. Banyak yang mengecam karena pengetahuannya terlalu tinggi, tidak jarang
pula yang mengecam karena tidak tahu apa-apa. Menghadapi mereka yang tingkat
pengetahuannya tinggi, kita mohon Allah mengaruniakan kerendahan hati kepada kita, agar kita
mau belajar menerima pengajaran dari mereka. Menghadapi mereka yang tidak tahu apa-apa,
kita mengharapkan mereka mau bersama kita membaca buku tentang pekerjaan kita ini, agar
mereka tahu hubungan pekerjaan dan gereja lokal, supaya setelah mereka mengetahuinya,
mereka tidak mengecam lagi.
Ini tidak berarti kita sekarang ingin membela diri. Selama beberapa tahun ini, kita selalu
merasa tidak perlu membela diri. Sebab kita tahu segalanya ada di tangan Tuhan. Secara daging,
bukan kita tidak bisa membantah atau tidak ada alasan untuk menyanggah. Hanya saja, kita telah
terbatasi oleh Allah, sehingga kita tidak berani memberikan sanggahan terhadap pihak luar.
Beberapa tahun ini, banyak perkataan yang tertuju kepada diri saya seorang. Banyak kecaman
bukan tidak pernah saya baca. Tuhan tahu, ketika membacanya, saya tidak menaruh sikap
membantah, sebaliknya, saya baca secara obyektif, sangat berharap agar saya beroleh terang
darinya, agar saya bisa menyadari kesalahan saya. Tetapi, sesudah membacanya, saya tak dapat
tidak merasa, bahwa yang mereka kecam itu bukan kita, melainkan orang lain, yaitu sejenis
orang tertentu dalam imajinasi mereka. Sebab ajaran yang mereka kecam bukanlah ajaran yang
kita khotbahkan, dan perkara yang mereka kecam bukanlah perkara yang kita lakukan. Jadi,
untuk apa kita angkat suara. Yang membuat kita sedih hati dan merasa sayang ialah ada anak-
anak Allah yang senang terlebih dulu mengisukan seseorang melakukan suatu kesalahan, setelah
itu mereka menyerang kesalahan itu sekuat tenaga. Semoga Allah membelaskasihani saudara-
saudara kita dan juga diri kita. Kita juga tahu, bahwa mencaci maki itu bukan alasan, mengejek
pun bukan tanda cukupnya alasan. Menggonggong bukan berarti menang, membungkam bukan
berarti kalah. Karena itu, kita belajar tidak menanggapi dan tidak membuka suara. Bagi kita,
dikecam atau dikritik orang itu tidak menjadi masalah, asal Tuhan dikasihi orang dan diberitakan
orang. Apakah kita takut dikecam orang? Tidak! Jika kecaman orang itu tidak pada tempatnya,
buat apa kita takut. Jika kecaman orang itu benar, mengapa kita takut menerima kebenaran? Saya
tidak berani mengatakan, bahwa kita sama sekali tidak salah. Saya mengakui, kami banyak
kelemahan, dan sering salah. Kami mohon Allah membelaskasihani kami, dan juga mohon
semua saudara membelaskasihani kami. Doa kalian sangat kami harapkan.
Pada tahun-tahun yang lampau, dalam banyak perkara kita akui kita belum nampak,
belum sejelas hari ini, bahkan bodoh sama sekali, ibarat melihat orang seperti sebatang pohon.
Untuk itu kita mohon Allah mengampuni kita. Namun, Allah pun sudah membelaskasihani kita,
Ia telah memperlihatkan sedikit kebenaran yang tidak layak kita peroleh. Untuk ini, di satu pihak
kita merasa tidak layak, di pihak lain kita benar-benar harus memuji Dia.
Tetapi, terhadap sahabat-sahabat tertentu, kita hanya berkata, jika kita bersalah maka
kesalahan kita hanya pada satu hal, yaitu kita mengakui, bahwa firman Allah tetap berkuasa.
Situasi, kondisi, latar belakang dan pikiran manusia, tidak dapat mengendalikan hamba Allah;
hanya firman Allah yang dapat mengendalikan hambaNya. Kesalahan kita adalah kita berprinsip
hanya menerima perintah dan teladan Alkitab, dan hanya mengikuti pimpinan Roh Kudus. Kalau
ini adalah kesalahan, maka dengan segala senang hati kita mengakui kesalahan ini, dan kita tidak
mau mengoreksi kesalahan ini. Kita menolak mengakui wibawa manusia, kita hanya mengakui
firman Allah yang berkuasa mengendalikan setiap pekerjaanNya; perintah dan teladan firman
Allah harus mengendalikan semua hambaNya. Kalau orang-orang yang menentang kita
menganggap ini sebagai kesalahan kita, maka kita rela memiliki kesalahan ini sampai selama-
lamanya; kita mohon Allah mempertahankan kesalahan ini sampai selama-lamanya. Jika
saudara-saudara yang mengecam kita juga percaya, bahwa firman Allah berkuasa, dan teladan
Alkitab harus diikuti, maka silakan mereka membaca buku tentang pekerjaan kita ini, sehingga
mereka mengetahui keadaan kita sebenarnya, dan bagaimana prinsip pekerjaan. Kalau mereka
ada saran, semoga Allah memberi kita kerendahan hati sehingga kita bisa menerimanya. Kalau
pembahasan kita ini adalah kebenaran, maka kita harap, saudara-saudara kita dalam Tuhan dapat
menerimanya dengan tulus ikhlas.
Secara pribadi, saya berharap diri saya tidak perlu menerbitkan buku seperti ini, karena
saya selalu merasa, bahwa ministri yang Allah kehendaki untuk saya lakukan adalah yang rohani,
bukan yang bersifat luaran dan argumentatif. Meskipun buku seperti ini ada nilainya, namun ini
di luar bidang ministri saya. Itulah sebabnya, mengapa bertahun-tahun lamanya saya berdiam
diri, tanpa komentar terhadap prinsip pekerjaan kita. Hari ini saya hanya dapat berkata, saya
melakukan hal ini karena "kamu yang memaksa aku" (II Korintus 11:11). Saya sangat
mengharapkan kita tidak perlu memperbincangkan masalah-masalah ini, dan kita semua
bersama-sama melayani Allah menurut ministri kita masing-masing. Namun demi banyak orang,
apa boleh buat, saya "telah menjadi bodoh" (II Korintus 11:11), dan menulis buku ini. Semoga
melalui berita-berita ini, saya bisa "rukun dengan semua orang", sehingga saya boleh
menunaikan ministri saya melayani Tuhan. Semoga Allah memberkati pemahaman Alkitab kali
ini, supaya domba-domba kecilNya beroleh sedikit bantuan. Amin!
Bab 1

MINISTRI ITU DAN PARA MINISTER

PEKERJAAN ALLAH

Allah mempunyai satu tujuan, yaitu "memperbanyak" AnakNya. Allah menghendaki


manusia berpaling ke dalam nama AnakNya, memperoleh hayat AnakNya, menjadi anak-
anakNya, sehingga Kristus yang individual itu menjadi Kristus yang korporat. Tujuan Allah
seluruhnya tertuju pada diri AnakNya, dan pekerjaan Allah tak lain ialah "memperbanyak"
AnakNya itu sendiri.
Namun sayang, terjadi peristiwa taman Eden. Saat itu manusia terjerumus ke dalam dosa,
sebelum mereka menerima hayatNya, bahkan menjadi seteru Allah dan budak Iblis. Karenanya,
sejak saat itu, pekerjaan Allah di pihak negatif ialah membereskan masalah dosa manusia dulu
agar manusia terlepas dari belenggu Iblis. Kemudian pada pihak positifnya mengaruniakan hayat
AnakNya kepada mereka. Dengan cara inilah Ia bisa "memperbanyak" AnakNya sehingga Dia
boleh memenuhi segala sesuatu. Sebelum manusia jatuh, Allah cukup menghendaki manusia
menerima hayatNya. Tetapi sekarang manusia telah jatuh, maka sebelum Allah mengaruniakan
hayatNya, Ia terlebih dulu harus membereskan masalah dosa dan kuasa Iblis. Jadi pekerjaan
Allah adalah untuk menyelamatkan manusia dari dosa dan Iblis, dan agar segolongan manusia
tersebut mendapat bagian dalam hayat AnakNya.
Jika kita ingin memahami pekerjaan Allah, kita harus ingat, bahwa manusia telah berada
di bawah kuasa Iblis. Manusia telah menjadi tawanan musuh karena berdosa dan bertindak
menurut kemauan sendiri secara jasmani maupun rohani. Sekarang Allah ingin menyelamatkan
manusia dari kuasa musuh, maka diutusNyalah AnakNya turun ke dunia ini sebagai manusia.
Pada suatu hari, Dia dipimpin oleh Roh Kudus untuk menghadapi pencobaan Iblis, dan Dia telah
menang dengan mutlak. Dia dipenuhi oleh kuasa Allah, Dia mengusir setan agar membebaskan
manusia dari kekangannya. Tetapi hal itu belum menghasilkan manfaat yang kekal, sebab
manusia masih hidup dalam segala macam dosa. Sebelum masalah dosa ini dibereskan,
mustahillah manusia terlepas secara tuntas dari cengkeraman musuh. Jika Dia tidak mati,
mustahil manusia bersatu denganNya dan mendapatkan hayat Allah.
Sebab itu, Tuhan kita telah mati bagi kita demi keadilan Allah; Dia mengalirkan darah
adiNya untuk membersihkan segala dosa kita. Sebenarnya, orang-orang dosalah yang harus
menanggung hukuman keadilan Allah. Namun kini Kristus yang menanggung hukuman ini bagi
kita, sehingga baik Allah yang adil maupun Iblis si pendakwa itu tak dapat berkata apa-apa lagi.
KematianNya telah sepenuhnya memuaskan hati Allah, pula kerajaan Iblis telah dihancurkan,
sehingga Iblis kehabisan alasan untuk menyerang manusia. Betapa sempurna dan kekalnya
penebusanNya!
Tuhan bahkan merangkum setiap orang imani ke dalam kematianNya. SalibNya juga
salib kita; manusia lama kita telah disalibkan bersamaNya. Maka manusia yang dulu tunduk di
bawah cengkeraman Iblis sudah berlalu, dan musuh sudah tidak berdaya menemukan umat
tawanannya yang dulu lagi.
Bukan itu saja, melalui kematianNya, Tuhan kita telah melepaskan hayatNya sendiri
sebagai daging untuk kita makan, agar kita boleh mengambil bagian dalam hayatNya, sehingga
rencana yang telah ditetapkanNya sejak azali, bisa tergenap di atas diri kita. Sekarang, manusia
bisa menjadi anak-anak Allah melalui AnakNya, dan oleh iman, manusia dapat berbagian atas
diriNya, sehingga Dia diperluas dan "diperbanyak" secara besar-besaran.
Karena pekerjaan Kristus demikian sempurna, maka Allah pun menyerahkan segala
kuasa penghakiman kepadaNya, dan semua manusia pun dikaruniakan kepadaNya. Namun pada
hari ini, kita belum nampak Kristus melaksanakan kuasa penghakimanNya, juga belum nampak
Dia memperoleh semua manusia. Meskipun Dia sudah memiliki segala kuasa di langit dan di
bumi, tetapi di sini kita masih melihat kekuatan Iblis! Apakah sebabnya?

GEREJA

Itu tak lain karena masalah gereja belum terselesaikan. Dalam Alkitab tidak hanya ada
Kristus yang individual juga ada Kristus yang korporat. Kristus yang individual memang sudah
menang mutlak, tetapi Kristus yang korporat, masih belum menang dalam segi pengalaman.
Kristus yang individual adalah Kepala Kristus korporat. Kristus adalah Kepala, gereja itulah
Tubuh, maka Kristus ditambah gereja sama dengan Kristus korporat. Kristus sendiri sudah
mendapatkan kemenangan secara total, namun gereja masih belum mengalami kemenanganNya.
Kemenangan yang telah dimiliki Sang Kepala itu belum sepenuhnya dialami oleh Tubuh.
Tak hanya demikian, gereja juga masih belum cukup mengenal Kristus, dalam hal
kepercayaan, juga masih kurang jelas. Walaupun mereka semua mempunyai hayat, tetapi masih
dalam taraf bayi, belum akil-balig, belum mencapai tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan perawakan Kristus (Ef. 4:13). Gereja harus mencapai tingkat tertentu baru bisa
memuaskan kehendak hati Allah. Segala sesuatu milik Allah adalah untuk Kristus dan Kristus
adalah tujuan Allah. Allah menghendaki setiap orang tebusan sepenuhnya beroleh hayat dari
Kristus, dengan sempurna mengenal Kristus, dan mutlak serupa dengan Dia. Tujuan Allah ialah
agar seluruh kasih karunia dan hayat Sang Kepala tersalur ke dalam Tubuh. Semua fakta dalam
diri Kristus harus menjadi pengalaman gereja.
Sebab itu, sebelum Kristus mengikat Iblis dan membuat manusia di bumi mendapatkan
berkat karena diriNya, Dia terlebih dulu harus membangun gereja, agar gereja berbagian dalam
kemenanganNya, serta mencapai tingkat pertumbuhannya yang seharusnya dicapai.
Sekarang, Allah mempunyai pekerjaanNya sendiri yang ingin Dia kerjakan. Allah ingin
membangun Tubuh Kristus (gereja), hingga gereja mencapai kesatuan iman dan pengenalan
yang benar tentang Anak Allah, mencapai kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang
sesuai dengan perawakan kepenuhan Kristus (Ef. 4:13). Pembangunan Tubuh Kristus inilah
yang menjadi pekerjaan Allah pada hari ini. Pekerjaan ini menduduki tempat yang paling besar
dan paling penting dalam seluruh pekerjaanNya. Dengan kata lain, pekerjaan ini adalah inti
pekerjaan Allah dewasa ini. Allah sangat menaruh perhatian kepada masalah pembangunan
Tubuh Kristus.

PEKERJAAN MINISTRI ITU

Karena adanya pekerjaan yang sangat penting ini, maka Allah khusus memilih
segolongan manusia untuk bekerja sama denganNya, dan segolongan manusia ini bertanggung
jawab dalam melaksanakan pekerjaan Allah tersebut. Ini tidak berarti, bahwa hari ini Allah tidak
mempunyai pekerjaan lainnya, atau Allah tidak mempunyai pekerja-pekerja lainnya, melainkan
pekerjaanNya yang utama pada hari ini adalah membangun Tubuh Kristus. Hari ini, Allah pun
mempunyai banyak pekerja, tetapi hanya segolongan pekerja yang membangun Tubuh Kristus
inilah yang merupakan pekerja yang istimewa.
Allah mempunyai banyak pekerjaan, karena itu, dalam pekerjaanNya terdapat bermacam-
macam ministri. Ministri adalah sebagian pekerjaan yang khusus Allah amanatkan kepada
seseorang untuk dikerjakan. Ada yang diutus Allah untuk ministri ini, ada yang diutus Allah
untuk ministri itu. Jumlah ministri sangat banyak, sebab Allah memakai orang pada tempat dan
tugas yang berbeda-beda. Tetapi Alkitab memperlihatkan kepada kita adanya satu ministri yang
lebih istimewa daripada ministri-ministri lainnya. Alkitab menyebutnya "ministri itu", untuk
membedakannya dari ministri-ministri yang lain. Dalam Alkitab, Allah menyebut pekerjaan yang
menghimpun orang dan membina Tubuh Kristus ini "pekerjaan ministri itu" (Ef. 4:12;
terjemahan lain), untuk membedakannya dengan pekerjaan ministri biasa. Banyak sekali orang
yang melakukan pekerjaan Allah, tetapi hanya segolongan orang yang melakukan "pekerjaan
ministri itu". Ministri yang ditugaskan kepada manusia sangat banyak, namun hanya
segolongan orang saja yang tercakup dalam "ministri itu".
Baiklah kita tinjau bagaimana firman Allah menyinggung hal ini, "Tetapi kepada kita
masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus. Itulah
sebabnya kata nas: "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan, Ia
memberikan karunia-karunia kepada manusia . . . Dan Ialah yang memberikan baik para rasul
maupun para nabi, baik para pemberita Injil maupun para gembala dan pengajar, untuk
memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan ministri itu, bagi pembangunan Tubuh
Kristus, sampai kita semua mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak
Allah, mencapai kedewasaan penuh, dan mencapai tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
perawakan kepenuhan Kristus." (Ef. 4:7-8,11-13 Tl.).
Dari ayat-ayat di atas, kita nampak dua perkara yang dikerjakan Kristus sesudah
kebangkitan dan kenaikanNya ke sorga. Pertama, Kristus telah menang total serta menawan
musuh, sehingga musuh tidak berdaya lagi menuduh dan memperalat manusia yang dulu menjadi
budak-budaknya. Dia sudah menang, naik ke tempat yang tinggi serta menawan semua kuasa
yang pernah mengekang manusia, sehingga di dalam Kristus, manusia juga dapat menaklukkan
Iblis. Kelak Kristus akan merealisasikan kekuasaanNya di bumi dengan mengikat dan melempar
Iblis ke jurang maut. Kedua, sebelum Dia melaksanakan hal ini, Dia terlebih dulu akan
menampilkan kekuasaanNya ini di dalam gereja, dengan menganugerahkan berbagai karunia
kepada orang-orang yang dibebaskanNya dari musuh; pada satu aspek, sebagai bukti
ditinggikannya manusia di dalam Dia, dan di aspek lain agar Dia dapat menggunakan mereka
sebagai alat untuk menyelamatkan orang lain.
Karunia di sini bukan mengacu kepada karunia atau talenta yang diperoleh manusia
secara individual dari Roh Kudus, melainkan kasih karunia yang dianugerahkan kepada manusia
oleh Tuhan sebagai Kepala gereja, agar manusia itu menjadi karunia gereja, menjadi
hambaNya, untuk melayani kaum saleh dan membangun TubuhNya. Dengan kata lain, Tuhan
menganugerahkan segolongan pekerja kepada gereja sebagai karunia untuk membantu, membina
dan membangun gereja, yakni yang khusus menggarap pekerjaan ministri itu. Dulu mereka
adalah budak musuh, tetapi sekarang sudah sepenuhnya diselamatkan oleh kematian dan
kebangkitanNya. Kini, dengan posisi kenaikanNya, Dia melantik mereka sebagai bejanaNya
yang tangguh untuk membebaskan orang lain. Dia mengaruniakan kuasa kepada orang-orang ini
agar mereka juga melaksanakan pekerjaan penyelamatan, sebagaimana yang dilakukanNya
sendiri. Mereka telah diselamatkan dan sekarang dijadikan bejana dalam tanganNya untuk
mengganyang musuh.
Ia menghendaki semua orang yang diselamatkan mengenal Dia, dipenuhi hayat dan Roh
Kudus, serta murni tanpa tercampur oleh kedagingan. Untuk itu, perlu ada orang-orang yang
bangkit melaksanakan tugas pembinaan umatNya, supaya mereka bisa mencapai tujuanNya.
Sebab itu, hari ini ketika Ia duduk di sebelah kanan Allah dan menunggu musuh menjadi
tumpuan kakiNya, Ia menganugerahkan segala karunia yang diperlukan kepada gereja, yakni
para hambaNya dalam ministri itu, agar mereka menghimpun orang-orang yang terpanggil untuk
menikmati kemuliaanNya, dan juga membina mereka sampai tingkat terpenuhi oleh diriNya
sendiri.
Ada satu perkara yang harus kita perhatikan, yaitu karunia yang kita sebut di sini bukan
mengacu kepada karunia yang dibagi-bagikan Roh Kudus menurut kehendakNya pada saat Ia
turun ke bumi, melainkan mengacu kepada orang-orang yang dilantik Tuhan sendiri di dalam
gereja untuk persidangan dan pembinaan, agar kaum saleh mendapatkan faedah. Dalam Alkitab,
kita nampak adanya dua kategori karunia. Yang pertama adalah karunia yang diterima gereja
secara korporat dari Tuhan, dan yang kedua adalah karunia (talenta) yang kita peroleh secara
individual dari Roh Kudus. Karunia yang kita peroleh secara individual dari Roh Kudus
membuat kita mampu melayani dan melakukan pekerjaan tertentu di hadapan Allah. Ada yang
menjadi nabi, ada yang menjadi pengajar, ada yang bisa berbahasa roh, ada yang bisa
menyembuhkan sakit, dan sebagainya. Semua itu merupakan karunia yang dibagi-bagikan Roh
Kudus kepada orang secara individual. Tetapi tidak demikian dengan karunia yang Tuhan
berikan kepada gereja. Karunia yang satu ini justru adalah "orang-orang" yang telah memiliki
karunia Roh Kudus itu.
Hari ini Tuhan bersemayam di dalam kemuliaan, namun hatiNya damba memanggil dan
mendapatkan kembali orang-orang yang tersesat, bahkan lebih lagi, Ia sangat menaruh perhatian
kepada kaum salehNya, yaitu gereja. Dia ingin lebih banyak mendispensikan (memberikan,
menyalurkan) diriNya sendiri kepada mereka, agar mereka dipenuhi dengan diriNya sendiri. Dia
menghendaki gereja menerima berbagai macam karuniaNya, mendapatkan pimpinan Roh Kudus,
mengenal kehendak Allah, berperan serta dalam pekerjaan Kristus, dan mendapatkan segala
realitasNya. Karunia-karunia itu justru adalah orang-orang yang mengatur, mempersekutukan
dan menyuplaikan semua itu agar mendatangkan berkat bagi semua orang. Pekerjaan inilah yang
disebut "pekerjaan ministri itu", dan ini berbeda dengan ministri-ministri yang umum. Tiap
orang imani mempunyai karunia, tapi hanya "mereka" yang mendapatkan karunia khusus untuk
"pekerjaan itu". Tiap orang imani pasti beroleh ministri dari Tuhan, tetapi ministri yang mereka
miliki adalah yang umum; hanya yang dimiliki "orang-orang" ini yang istimewa, berbeda
dengan yang lainnya. (Perhatikan: istilah "ministri" dan "pekerjaan" yang dipakai dalam buku
ini, selalu mengacu kepada "ministri atau pekerjaan yang istimewa itu"). Orang-orang ini adalah
para minister (pekerja) Allah yang merampungkan pekerjaan Allah di dalam ministri yang
ditetapkan Tuhan. Orang-orang ini terdiri dari empat golongan sebagai berikut:

RASUL, NABI, PEMBERITA INJIL, GEMBALA DAN PENGAJAR

(Catatan: Sebenarnya, pengajar dan gembala merupakan satu karunia, bukan dua karunia,
sebab sifat kedua karunia ini berkaitan erat).
Keempat jenis orang ini dapat dibagi dalam dua kelompok. Rasul dan nabi satu
kelompok; pemberita Injil, gembala dan pengajar satu kelompok. Rasul dan nabi bekerja pada
aspek dasar (Ef. 2:20), sedang pemberita Injil dan gembala/pengajar bekerja pada aspek
pembangunan setelah dasar itu diletakkan. Rasul dan nabi langsung berasal dari Tuhan untuk
memasang pondasi kediaman Allah di sorga dengan cara yang luar biasa. Tetapi pemberita Injil
dan gembala (termasuk pengajar) merupakan ministri biasa di dalam gereja. Mereka berada di
luar rasul dan nabi; menyelamatkan dan membina orang berdasarkan ajaran rasul dan nabi.
Keempat jenis orang-orang ini juga boleh dibagi dalam dua golongan lain: rasul dan
pemberita Injil lebih banyak bagi penginjilan, sedangkan nabi dan pengajar/gembala lebih
banyak bagi gereja. Nabi menyampaikan firman Allah secara adikodrati (mengherankan / luar
biasa), sedang pengajar menjelaskan firman Allah secara biasa; tetapi keduanya khusus bagi satu
gereja lokal. Dalam Kisah Para Rasul 13:1 kita nampak kedua jenis orang tersebut di gereja
Antiokhia. Rasul adalah minister khusus untuk penginjilan, sama dengan pemberita Injil. Tetapi
penginjilan rasul itu untuk gereja-gereja lokal, sedangkan penginjilan pemberita Injil untuk satu
gereja lokal.
Alkitab menjelaskan, walau keempat jenis orang ini merupakan karunia yang
dianugerahkan Allah kepada gereja, tetapi belum tentu sebagai karunia perorangan atau talenta
pribadi yang dibagi-bagikan oleh Roh Kudus. Kita tahu bahwa nubuat nabi adalah sejenis
karunia (I Kor. 12:10; Rm. 12:6), pengajar pun sejenis karunia (Rm. 12:7). Namun dalam Alkitab
tidak pernah ada sejenis karunia/talenta yang memungkinkan orang menjadi rasul atau penginjil.
Ada karunia nabi, ada karunia pengajar, tetapi tidak ada karunia rasul, atau karunia penginjil.
Keempat jenis orang itu adalah karunia gereja, tetapi dua di antaranya adalah karunia yang
diperoleh secara perorangan. Jadi, dari keempat jenis orang ini -- kecuali nabi dan pengajar yang
sudah beroleh karunia nabi dan pengajar, sehingga mereka menjadi nabi dan pengajar -- kita
tidak tahu karunia/talenta apakah yang diterima rasul dan pemberita Injil dari Roh Kudus, yang
melayakkan mereka menjadi rasul dan pemberita Injil. Namun, karunia-karunia apa pun yang
mereka peroleh dari Roh Kudus, keempat jenis orang ini adalah pekerja-pekerja yang diangkat
Allah dalam ministri itu. Mereka semua telah menerima jabatan dari Allah untuk melaksanakan
pekerjaanNya yang khusus itu. Allah melantik mereka khusus untuk bertanggung jawab
membangun Tubuh Kristus dalam gereja. Merekalah yang khusus bertanggung jawab atas
pekerjaan rohani di dalam gereja, dan melalui pekerjaan merekalah Allah dapat mencapai seluruh
tujuanNya pada masa kini.

PERBANDINGAN BEBERAPA AYAT ALKITAB

Untuk memahami bagaimana cara pengutaraan dan bagaimana posisi para minister dalam
"ministri itu" dalam Alkitab, perlulah kita membandingkan ayat-ayat lainnya. Setidak-tidaknya
ada tiga ayat Alkitab yang sejenis dengan Efesus yang kita kutip di atas, yakni I Korintus 12:8-
10,28 dan Roma 12:6-8. Di antara ketiga ayat tersebut ada yang mengatakan bermacam-macam
ministri, ada yang mengatakan bermacam jenis orang, dan ada yang mengatakan karunia-
karunia. Tetapi hanya surat Efesus yang mengatakan "ministri itu". Kalau kita ingin memahami
Efesus 4 dengan ayat-ayat Alkitab lainnya, perlulah kita membandingkannya satu dengan yang
lain.
Satu Korintus 12:8-10, "Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk
berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia
berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman dan
kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh
memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia
untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan
bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata
dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh
itu."
Satu Korintus 12:28, "Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam jemaat
(gereja): pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya
mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk
melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh."
Roma 12:6-8, "Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih
karunia yang dianugerahkan kepada kita. Jika karunia itu untuk bernubuat baiklah kita
melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika
karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita
menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati
yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa
yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita."
Satu Korintus 12:8-10 mengacu kepada karunia pemberian Roh Kudus kepada
perorangan kaum imani, sedang karunia dalam Efesus 4 mengacu kepada karunia pemberian
Tuhan kepada gereja, yakni manusianya. Karunia dalam I Korintus 12 bersifat adikodrati dan
ilhami, sedang karunia dalam Roma 12 bersifat biasa tanpa keadaan yang adikodrati, yang kita
peroleh karena kasih karunia dan oleh iman kita. Kesembilan perkara yang tercantum dalam I
Korintus 12 itu adalah karunia-karunia yang diperoleh seseorang ketika ia menerima ilham roh di
dalam kuasa Roh Kudus. Karenanya ayat pertama mengatakan, "Tentang karunia Roh",
terjemahan aslinya, "Tentang menerima ilham Roh . . ." Karunia yang tertera dalam Roma 12
berdasar pada kasih karunia Allah. Allah membagi-bagikan karunia kepada mereka, agar mereka
dapat menyatakan kasih karuniaNya, dan agar mereka dapat menunaikan fungsi mereka sebagai
anggota Tubuh. Karena itu, karunia-karunia yang tercantum di dalamnya tidak bersifat adikodrati
dan ilhami, melainkan bersifat biasa dan hayati; itulah sebabnya perkara membagi-bagikan
sesuatu dan menunjukkan kemurahan terbilang sebagai karunia juga. Jadi, semua itu boleh
disebut karunia dari kasih karunia, sedang yang tercatat dalam surat Efesus itu adalah karunia
Tuhan kepada gereja. Karunia-karunia yang diperoleh mereka sendiri selaku "karunia",
tercantum dalam I Korintus 12 dan Roma 12. Yang ditekankan surat I Korintus adalah kekuatan,
sedang yang ditekankan surat Roma adalah hayat. Surat Efesus mengatakan, bahwa orang-orang
yang telah menerima kedua jenis karunia tersebut, dijadikan karunia oleh Allah dan diberikan
kepada gereja.
"Ministri itu" dalam surat Efesus bersifat tunggal, unik, istimewa dan khusus, sedang
ministri dalam surat I Korintus adalah rupa-rupa, banyak (ayat 5). Itulah ministri-ministri
umum, biasa, banyak jumlahnya, yaitu ministri yang diperoleh setiap anak Allah di hadapan
Tuhan. Keempat jenis karunia gereja dalam surat Efesus adalah untuk ministri itu. Hanya
keempat jenis orang itu yang beroleh bagian dalam ministri itu, sedang kesembilan jenis karunia
perorangan dalam surat I Korintus itu bagi ministri-ministri. Mereka memiliki karunianya
masing-masing untuk ministri yang berbeda-beda.
Dalam I Korintus 12:28 disebutkan Allah telah melantik delapan jenis orang di dalam
gereja. Ini berbeda dengan karunia dalam ayat 8-10 di atasnya. Yang disebut di atas adalah
karunia Roh Kudus, sedang yang di bawah adalah "fungsi" Allah. Yang dikatakan di atas adalah
karunia-karunia yang diberikan Roh Kudus di dalam gereja lokal, sedang yang dikatakan di
bawah adalah fungsi yang dilantik Allah di gereja universal. Yang di atas adalah karunia yang
diperoleh manusia dari Roh Kudus, sedang yang di bawah adalah bagaimana orang-orang yang
telah beroleh karunia itu diletakkan Allah di dalam gereja sebagai "fungsi"Nya. Ada delapan
jenis orang yang dilantik Allah di dalam gereja, tetapi orang yang dikaruniakan Allah kepada
gereja untuk mengerjakan "ministri itu" hanya ada empat jenis, seperti yang tercantum
dalam surat Efesus. Meski banyak orang yang berfungsi di dalam gereja Allah, namun hanya
empat jenis orang yang tercatat dalam surat Efesus itu yang dapat merampungkan tujuan Allah,
yaitu yang mendapat bagian dalam pekerjaan pembangunan Tubuh Kristus. Lainnya memang
berguna dan memiliki ministri mereka masing-masing, tetapi hanya beberapa jenis orang itu
yang memiliki fungsi khusus untuk ministri itu.
Tiga dari empat jenis orang yang tercantum dalam surat Efesus, tercantum dalam I
Korintus 12, pemberita Injil tidak dimasukkan. Ini dikarenakan perbedaan ruang lingkup mereka.
Ruang lingkup surat Efesus adalah pembangunan Tubuh Kristus, sebab itu perlu ada pemberita
Injil, bahkan mendahului pengajar dan gembala; sebab merekalah yang memperoleh orang dan
memasukkannya ke dalam Tubuh Kristus. Sedangkan ruang lingkup pembahasan surat Korintus
berkisar pada fungsi yang ditetapkan Allah di dalam gereja, karenanya tidak ada pemberita Injil.
Sebab fungsi pemberita Injil bukan di dalam gereja, melainkan di luar gereja, sekalipun fungsi
mereka adalah untuk gereja. Yang dibahas surat Efesus adalah siapa yang ditentukan bagi gereja.
Ada satu perkara yang patut diperhatikan, yaitu baik surat Roma, surat Korintus maupun
surat Efesus, semuanya membahas masalah Tubuh Kristus, tetapi di antaranya terdapat
perbedaan. Surat Roma dan surat Korintus menegaskan, bahwa kita semua adalah anggota
Tubuh, karenanya semuanya mempunyai karunia dan fungsi masing-masing. Tetapi Tubuh
Kristus yang diwahyukan surat Efesus berkisar pada bagaimana Tubuh ini dibangun oleh
karunia. Surat Efesus tidak mengartikan keempat orang itu anggota Tubuh, melainkan
pembangun Tubuh. Keempat jenis orang tersebut memiliki posisi yang berlainan dengan anak-
anak Allah pada umumnya.

ANALISIS KEEMPAT ORANG ITU

Pengajar dan gembala adalah sejenis, sebab yang mengajar juga harus menggembala,
yang menggembala juga harus mengajar. Jadi tugas kedua jenis orang ini sama dan terpadu.
Anehnya, istilah gembala dalam kitab Perjanjian Baru kecuali muncul sekali ini, tidak dipakai
lagi di tempat lain. Tetapi istilah "pengajar" masih dipakai empat kali lagi. Kitab Perjanjian Baru
pernah menyebut orang sebagai rasul, seperti Paulus dan kawan-kawannya; atau sebagai nabi,
seperti Agabus; atau sebagai pemberita Injil, seperti Filipus; atau sebagai pengajar, seperti
Menahem, namun selamanya tak pernah menyebut orang sebagai "gembala". Fakta tersebut
membuktikan, bahwa keempat jenis sebutan itu bukan karunia rohani, melainkan empat jenis
orang yang berkarunia, dan juga membuktikan bahwa pengajar identik dengan gembala.
Pengajar/gembala adalah orang yang berkarunia mengajar. Karunia ini tidak mengandung
ciri yang adikodrati, maka tidak tercatat dalam I Korintus 12:8-10. Itu adalah kasih karunia
pemberian Allah yang membuatnya memahami firman Allah, memahami pokok ajaran Alkitab,
kebenaran Allah dan rencana Allah, sehingga mereka dapat membimbing anak-anak Allah secara
doktrinal. Karenanya mereka tercantum dalam Roma 12. Di gereja Antiokhia justru ada beberapa
orang demikian (Kis. 13). Paulus sendiri juga orang demikian. Mereka adalah sejenis fungsi yang
ditetapkan Allah di dalam gereja (I Kor. 12:28) yang berposisi setingkat di bawah nabi. Pengajar
adalah orang yang ditetapkan Allah berdasarkan karunia pengajaran, yang diberikanNya kepada
gereja.
Pekerjaan pengajar ialah memberikan pengajaran atau bimbingan berdasarkan wahyu
Allah yang sudah ada, agar orang nampak terang Allah dan mengenal kebenaranNya. Sasaran
utama pekerjaan mereka adalah anak-anak Allah, dan adakalanya orang kafir (Baca I Kor. 1:28;
2:7; I Tim. 4:11; 6:2; II Tim. 2:2; Kis.4:2,18; 5:21,25,28,42 dan lain-lain). Pekerjaan mereka
lebih bersifat menjelaskan daripada mewahyukan; sedangkan pekerjaan nabi lebih banyak
mewahyukan daripada menjelaskan. Terhadap kaum imani mereka mengajarkan kebenaran
Allah, dan terhadap orang kafir mereka mengajarkan Injil.
Pemberita Injil juga sejenis orang pemberian Allah, namun kita tidak tahu berdasarkan
apa mereka dilantik Allah menjadi pemberita Injil. Pelantikan Allah atas pengajar dan nabi
dikarenakan mereka masing-masing memiliki karunia mengajar dan nubuat (Rm. 12:7,10).
Namun tidak demikian dengan pemberita Injil. Walau ia dilantik oleh Allah, kita tidak tahu
berdasarkan karunia apa Allah melantik orang menjadi pemberita Injil. Sebab Alkitab tidak
memberitahu kita tentang adanya karunia menginjil.
Pemberita Injil juga merupakan sejenis orang yang dilantik Allah dalam ministri itu.
Dalam Alkitab, hanya Filipus yang berpredikat pemberita Injil (Kis. 21:8). Paulus pun pernah
sekali menasihati Timotius untuk melakukan "pekerjaan pemberita Injil, dan tunaikan tugas
ministrimu" (II Tim. 4:5). Timotius bukan disuruh memberitakan Injil, melainkan melakukan
pekerjaan pemberita Injil. Karena ini adalah masalah ministri, bukan masalah karunia. Pemberita
Injil adalah salah satu minister dalam ministri itu. Kecuali ketiga kali penyebutan itu, Alkitab tak
pernah lagi memakai istilah ini, walaupun Alkitab sering memakai istilah memberitakan Injil
dalam bentuk kata kerja. Tugas pemberita Injil tak lain menyiarkan berita Injil. Hal ini memenuhi
seluruh Alkitab dan diketahui semua orang.
Posisi nabi dalam Alkitab lebih menonjol daripada pengajar maupun pemberita Injil.
Karunia nabi ini ada, baik di dalam kasih karunia yang dianugerahkan (bernubuat dalam Roma
12), maupun dalam karunia adikodrati (I Kor. 12:10). Di antara orang-orang yang dilantik Allah
di dalam gereja universal ada nabi (I Kor. 12:28), di antara orang-orang yang dikaruniakan Tuhan
dalam ministri itu, juga ada nabi (Ef. 4:11). Hal ini disebabkan nabi adalah sejenis karunia, juga
sejenis jabatan; adalah satu karunia adikodrati, juga satu karunia anugerah; adalah orang yang
dilantik Allah dalam gereja, juga orang pemberian Allah di dalam ministri itu. Itulah sebabnya
kita nampak adanya nabi di setiap aspek.
Kita perlu menaruh perhatian khusus pada istilah "bernubuat" dalam Roma 12 dan
"menjadi nabi" dalam I Korintus 12. Kedua istilah tersebut merupakan kata benda "verbal", dan
dalam bahasa asli merupakan istilah yang sama, maka keduanya boleh diterjemahkan "menjadi
nabi". Dari sini kita nampak adanya dua aspek dalam karunia nabi. Pertama, yang bersifat
"ilhami", yakni manusia berbicara bagi Allah karena beroleh kekuatan adikodrati dari Roh
Kudus. Kedua, yang bersifat biasa, yakni manusia berbicara bagi Allah karena menerima
kekuatan rohani dari Roh Kudus. Fungsi nabi dalam Perjanjian Lama ialah: 1) bernubuat, 2)
berkhotbah, dan 3) menunjukkan kehendak Allah terhadap seseorang. Dalam Perjanjian Baru,
nabi masih bernubuat dengan kekuatan adikodrati dan masih berkhotbah dengan kekuatan
rohani, tetapi tidak lagi menunjukkan kehendak Allah terhadap seseorang. Sebab semua orang
pasti mengenal Allah di dalam batin mereka sendiri. Perkataan yang diucapkan nabi-nabi ini
mengandung wibawa Allah, sebab baik mereka bernubuat maupun berkhotbah, semua dilakukan
di dalam kuasa Roh Kudus. Melalui wahyu yang mereka terima dari Allah, mereka dapat
mengungkapkan perkara-perkara masa kini atau perkara-perkara masa yang akan datang untuk
memperingatkan dan membina orang.
Namun, di antara keempat jenis orang ini, rasul lebih-lebih berbeda dengan ketiga
lainnya. Setiap pembaca Alkitab perlu nampak keistimewaan posisi rasul; rasul sangat menonjol
di antara keempat jenis orang dalam ministri itu. Mereka khusus diutus Allah untuk
memberitakan Injil, mendirikan gereja, mewahyukan kebenaran, memutuskan doktrin,
menetapkan sistem, membina kaum saleh dan membagi-bagikan karunia. Ruang lingkup
pekerjaan mereka tidak terbatas di satu lokal, melainkan untuk tiap-tiap lokal.
Kedudukan rasul lebih tinggi daripada nabi dan pengajar biasa. Dengan jelas firman
Allah mewahyukan, "Pertama sebagai rasul, kedua nabi, ketiga pengajar" (I Kor. 12:28),
bahkan dalam ministri itu pun (Efesus) rasul berada pada urutan pertama. Ini tak lain karena
rasul adalah pekerja pilihan khusus Allah, hal ini tidak dimiliki ketiga jenis orang lainnya. Jika
kita ingin memahami bagaimana melakukan pekerjaan Tuhan, bagaimana mendirikan gereja,
bagaimana melayani Allah menurut kehendak Allah, maka kita harus mengenal siapakah rasul,
dan mengkaji dengan seksama bagaimanakah sebenarnya pekerja Allah yang amat penting ini.
Dengan demikian kita akan tahu, bagaimana sebenarnya melakukan pekerjaan Allah.

JABATAN DAN KARUNIA

Alkitab menunjukkan kepada kita, bahwa rasul adalah sejenis jabatan, bukan sejenis
karunia atau talenta. Hal ini sangat penting. Kita akan terjebak ke dalam suatu kegelapan jika
kita tidak mengetahui hal ini. Karena itu, kita harus melihat seluk beluk rasul melalui Alkitab.
Satu Timotius 2:7 mengatakan, "Untuk kesaksian itulah aku telah ditetapkan sebagai pemberita
dan rasul . . . dan sebagai pengajar orang-orang bukan Yahudi, dalam iman dan kebenaran."
Dua Timotius 1:11 mengatakan, "Untuk Injil inilah aku telah ditetapkan sebagai pemberita,
sebagai rasul dan sebagai guru." Dari ayat-ayat di atas kita nampak, bahwa rasul adalah orang
yang diutus untuk melakukan suatu urusan. Jadi seseorang menjadi rasul atau tidak, tergantung
pada ia diutus Allah atau tidak, bukan tergantung pada ia ada kekuatan atau tidak. Kekuatan
adalah masalah karunia, sedang diutus adalah masalah jabatan. Rasul adalah utusan, maka rasul
merupakan satu jabatan.
Apakah perbedaan antara jabatan dan karunia? Semua yang berasal dari pengutusan,
itulah jabatan; sedang semua yang berasal dari kemampuan yang tadinya sudah ada, itulah
karunia. Dengan kata lain, karunia adalah yang tadinya kita sudah bisa/mampu. Karunia rohani
adalah kemampuan yang kita peroleh dari Roh Kudus. Namun jabatan adalah penugasan atau
pengutusan Allah. Jadi, rasul adalah sejenis jabatan. Itulah yang diwahyukan kepada kita dalam
surat I dan II Timotius.

KARUNIA YANG ALLAH BERIKAN KEPADA GEREJA

Tidak saja jabatan berbeda dengan karunia, karunia-karunia yang diperoleh pun harus
dibedakan antara yang diperoleh secara perorangan dengan yang diperoleh gereja. Sudah kita
bahas di atas, bahwa rasul bukan karunia melainkan jabatan. Lalu, apakah maksud kata "Ialah
yang memberikan baik rasul . . ." dalam Efesus 4:11? Di sini kita perlu jelas, sebenarnya rasul itu
sejenis karunia perorangan, atau sejenis karunia gereja? Suatu kemampuan rohani yang didapat
secara perorangan dari Allah, atau sejenis orang yang didapatkan gereja dari Allah? Ingatlah,
rasul bukan suatu talenta atau ketrampilan rohani yang diperoleh orang secara perorangan dari
Allah, melainkan satu jenis orang yang diperoleh gereja dari Allah. Sebab dalam firman Allah
tidak ada karunia rasuli. Efesus tidak mengatakan karunia rasul, melainkan "Ialah (Kristus) yang
memberikan baik rasul (seorang yang demikian) . . ." Alkitab tidak pernah mengatakan,
seseorang beroleh karunia dari Allah sehingga ia menjadi rasul. Alkitab hanya berkata, ada yang
beroleh karunia dari Roh itu untuk bernubuat, untuk mengajar, untuk menyembuhkan, untuk
mengadakan mujizat dan seterusnya; sedangkan rasul adalah sejenis orang yang diperoleh gereja
dari Allah. Rasul bukan sejenis karunia rohani istimewa. Jadi dalam Alkitab tidak ada ungkapan
karunia rasuli.
Satu Korintus 12:8-10 mengatakan, "Sebab kepada yang seorang Roh Kudus
memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama
memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama
memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada
yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia
memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk
membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk
berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk
menafsirkan bahasa roh itu." Ayat-ayat Alkitab ini mewahyukan kepada kita berbagai jenis
karunia yang diberikan Roh Kudus secara perorangan. Adakah Roh Kudus memberikan karunia
kepada orang untuk menjadi rasul? Tidak. Dalam Alkitab tidak ada karunia rasuli. Dalam Alkitab
ada karunia bernubuat, menyembuhkan, berkata-kata dengan bahasa roh, tetapi tak pernah ada
karunia rasuli.
Mari kita baca lagi I Korintus 12:28, "Dan Allah telah menetapkan beberapa orang
dalam jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya
mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk
melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh." Lihatlah, pada ayat-ayat
yang mewahyukan karunia-karunia pemberian Roh Kudus kepada orang, tidak tercantum rasul,
namun pada ayat-ayat yang mewahyukan orang-orang yang Allah tetapkan dalam gereja,
tertampaklah: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar . . . Di sini
tidak dikatakan, Allah memberikan karunia rasuli, melainkan "Allah menetapkan sejenis orang,
yakni rasul"; tidak dikatakan, Allah memberikan karunia nabi atau pengajar, tetapi "Allah
menetapkan sejenis orang, yakni sebagai nabi atau sebagai pengajar. Di dalam gereja, ada orang-
orang yang berbeda-beda itu. Jadi, rasul bukanlah sejenis karunia, melainkan sejenis orang.
Maka perbedaan rasul dengan nabi, pengajar, penyembuh, penutur bahasa roh dan
sebagainya ialah, bahwa nabi-nabi adalah karunia-karunia pemberian dari Roh Kudus kepada
orang secara perorangan, serentak sebagai orang-orang yang ditetapkan Allah dalam gereja;
sedangkan rasul adalah orang yang ditetapkan Allah dalam gereja, bukan karunia pemberian Roh
Kudus kepada orang secara perorangan. Kedua bagian ayat dalam I Korintus 12 ini hampir saling
sebanding, yang di atas adalah pemberian karunia, yang di bawah adalah penetapan orang-
orangnya. Hanya rasul yang tidak terdapat dalam daftar karunia Roh Kudus; ia hanya terdapat
dalam daftar orang-orang yang ditetapkan Allah, bahkan di nomorsatukan. Jadi, rasul adalah
karunia yang diberikan Allah kepada gereja, dan melalui orang ini gereja bisa beroleh berkat
Allah yang rohani. Sedang karunia/talenta yang diterima seorang rasul secara pribadi tentu juga
berasal dari Roh Kudus, hanya saja tidak disebutkan macam apa karunia itu. Orang-orang
sedemikianlah yang diberikan Allah kepada gereja, dan mereka adalah fungsi yang Allah
tetapkan bagi gereja. Karena itu, ketika I Korintus 12 membahas masalah Roh Kudus
memberikan karunia-karunia kepada orang, tidak terdapat karunia rasuli. Tetapi selanjutnya,
ketika membahas masalah fungsi Allah; rasul muncul sebagai yang pertama. Dalam gereja, rasul
adalah sejenis karunia, sedang pada diri rasul itu sendiri, yang diterimanya bukanlah sebuah
karunia, melainkan sebuah jabatan. Jadi kalau dalam gereja bertambah seorang rasul, itu berarti
bertambah satu karunia.

GEREJA UNIVERSAL DAN GEREJA LOKAL

Ada satu hal yang ajaib di sini. Menurut I Korintus 12:28 Allah dalam gereja
menetapkan: pertama rasul; kedua, nabi; ketiga, pengajar . . . Gereja apa yang disebut di sini?
Gereja yang disebut di sini adalah gereja universal, yaitu gereja yang merangkum segenap anak
Allah dari segala bangsa dan sepanjang jaman. Di dalam gereja ini rasul adalah yang pertama,
nabi adalah yang kedua, dan pengajar adalah yang ketiga. Sampai pasal 14, tertampaklah seluruh
gereja berhimpun bersama. Lalu, gereja apa lagi yang dimaksud di situ? Jelas itu bukan gereja
universal, melainkan gereja lokal. Sebab hanya gereja lokal baru bisa berhimpun bersama. Jika
itu gereja universal, mungkinkah anak-anak Allah dari segala bangsa dan sepanjang jaman
berhimpun bersama? Sekarang kita akan meneliti perbedaan yang terkandung di dalamnya. Pada
I Korintus 14 kita nampak keadaan atau pola persidangan gereja lokal, di sana saudara-saudara
menerapkan karunia-karunia mereka masing-masing. Ketika bersidang ada yang bermazmur, ada
yang memberikan pengajaran, ada yang memberikan wahyu, ada yang berkata-kata dengan
bahasa roh, ada yang menerjemahkan bahasa roh, dan lain-lain. Tetapi yang mereka utamakan
adalah nabi yang berkhotbah.
Dari sini kita segera menemukan satu hal yang ajaib. Kalau pada I Korintus 12 rasul
nomor satu, tapi pada I Korintus 14 nabilah yang pertama. Dengan kata lain, di dalam gereja
universal, yang pertama adalah rasul, sedang dalam gereja lokal, yang pertama adalah nabi.
Mengapa nabi, yang kedua dalam gereja universal itu, berubah jadi yang pertama dalam gereja
lokal? Sebab dalam gereja universal yang berperan adalah orang yang Allah berikan, maka posisi
nabi tidak setinggi rasul. Tetapi dalam gereja lokal, yang berperan adalah karunia, maka karunia
nabilah yang paling besar. Kita wajib ingat, nabi dalam 12:28 adalah nabi sebagai jabatan,
sedang nabi dalam pasal 14 adalah nabi dalam karunia. Ditinjau dari segi karunia, nabilah yang
terpenting, tetapi ditinjau dari segi jabatan, rasul lebih besar daripada nabi.
Dalam pasal 14, rasul tidak muncul, sebab ia sama sekali bukan suatu karunia. Ketika
gereja lokal menerapkan karunia-karunia rohani, peranan nabilah yang terbesar. Jabatan rasul
adalah yang terbesar dalam jajaran pekerja Allah, sedangkan nabi adalah yang terbesar dalam
jajaran karunia. Andaikata rasul itu karunia, pastilah rasul itu karunia yang lebih besar daripada
nabi. Namun dalam I Korintus 14 tidak ada kedudukan rasul, karunia apapun harus mengalah
terhadap nabi, sebab karunia nabi adalah yang terbesar daripada yang lainnya. Demikian pula
jabatan apapun harus mengalah terhadap rasul, sebab jabatan rasullah yang paling besar. Jabatan
nabi tidak lebih besar daripada rasul, karena itu, nabi hanya ada pada urutan kedua. Tetapi dalam
persidangan gereja lokal, karunia terbesar adalah nabi. Nabilah yang mengungkapkan kehendak
Allah, baik untuk hari ini maupun untuk masa akan datang. Rasul hanyalah jabatan yang terbesar
dalam gereja universal.

KARUNIA PRIBADI RASUL

Siapakah rasul? Rasul adalah bejana yang cocok dipakai Allah sendiri, yang dipilihNya
dari antara orang-orang yang berkarunia, yang diutus memberitakan Injil dan mendirikan gereja
bagiNya. Rasul adalah sebuah jabatan lain yang Allah berikan kepada orang-orang yang
berkarunia, lalu menyuruh mereka berkeliling melakukan pekerjaan khusus yang ditetapkanNya
bagi mereka. Memang rasul merupakan sebuah jabatan, tetapi orang yang sebagai rasul, tentu
mempunyai karunia pribadi. Boleh jadi karunianya adalah bernubuat, atau mengajar, atau
mengadakan mujizat, atau karunia lainnya, namun ia tidak sekadar nabi, pengajar, atau orang
yang mengadakan mujizat; ia bahkan seorang rasul. Karena ia telah menerima jabatan
pengutusan Allah yang tidak dimiliki orang berkarunia lainnya.
Sebagai contoh, "Pada waktu itu dalam gereja di Antiokhia ada beberapa nabi dan
pengajar, yaitu Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirene, dan
Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes dan Saulus. Pada suatu hari
ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: Khususkanlah
Barnabas dan Saulus bagiKu untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka. Maka berpuasa
dan berdoalah mereka, dan setelah meletakkan tangan ke atas kedua orang itu mereka
membiarkan keduanya pergi" (Kis. 13:1-3). Kelima orang ini adalah nabi dan pengajar yang
memiliki karunia nabi dan pengajar, yakni karunia adikodrati dan karunia anugerah. Kini Roh
Kudus berkata, "Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagiKu untuk tugas yang telah Kutentukan
bagi mereka." Roh Kudus mengutus dua orang dari antara lima orang itu, yang tiga tetap tinggal
di Antiokhia. Kedua orang yang diutus ini pada ayat-ayat selanjutnya disebut "rasul" (14:4,14).
Apakah mereka menerima karunia rasul? Tidak. Mereka tidak beroleh karunia lain, yang mereka
terima hanyalah suatu pengutusan. Karunia mereka melayakkan mereka menjadi nabi dan
pengajar, tetapi mereka diutus Roh Kudus untuk bekerja, maka jabatan lain yang ditambahkan
kepada mereka itulah "rasul". Tiga orang yang tetap tinggal di Antiokhia: Simeon, Lukius dan
Menahem, tetap sebagai nabi dan pengajar; mereka bukan rasul. Mereka tidak diutus Roh Kudus,
sebab itu, mereka bukan rasul. Paulus dan Barnabas tidak hanya berkarunia nabi dan pengajar,
mereka pun mempunyai jabatan rasuli, sebab mereka adalah orang-orang utusan Roh Kudus.
Sebenarnya kelima orang itu memiliki karunia yang sama, tetapi karena yang dua menerima
utusan khusus, maka mereka menjadilah rasul, sedangkan tiga lainnya tanpa pengutusan, maka
tetap sebagai nabi dan pengajar. Jadi, rasul sebenarnya bukan suatu karunia istimewa, rasul
hanyalah suatu jabatan.
Pada mulanya Tuhan memanggil dua belas murid dan memberi kuasa kepada mereka
untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala kelemahan. Selanjutnya, mereka
yang diutus Tuhan ini disebut "rasul-rasul" (Matius 10:1-2). Karunia yang mereka terima adalah
karunia mengadakan mujizat, sedang jabatan mereka adalah rasul. Bukan setelah mereka
menjadi rasul, baru khusus memiliki karunia rasul. Karunia apapun yang mereka punyai di luar
jabatan mereka, itu perkara lain. Misalkan, seorang pakar matematika, ia belum tentu juga
sebagai dosen ilmu matematika. Bila ia diminta memberi kuliah di sebuah universitas, barulah ia
menjadi dosen. Mengerti ilmu matematika itu sejenis ketrampilan, sedang dosen ilmu
matematika itu suatu kedudukan. Karunia itu sejenis ketrampilan rohani, tetapi rasul itu suatu
kedudukan. Mungkin seseorang memiliki karunia, tetapi jika ia tidak diutus Allah, ia bukanlah
rasul. Seperti halnya seorang pakar ilmu matematika, jika ia tidak diminta menjadi dosen, ia
bukan dosen. Maka rasul bukan mewakili suatu ketrampilan istimewa, melainkan mewakili
sejenis kedudukan khusus. Menjadi dosen harus mempunyai ketrampilan, namun mempunyai
ketrampilan belum tentu memiliki kedudukan. Karunia Paulus dan Barnabas bisa jadi sama
dengan karunia Lukius, atau Simeon, atau Menahem, tetapi karena Paulus dan Barnabas
menerima pengutusan Allah, mereka segera mempunyai kedudukan khusus, yaitu sebagai rasul,
sedangkan yang lainnya bukan rasul. Boleh jadi mereka di kemudian hari beroleh karunia khusus
lain lagi, tetapi karunia-karunia itu tidak bersangkut-paut dengan kerasulan mereka.

RUANG LINGKUP PEKERJAAN

Perlu kita perhatikan bahwa dalam ministri itu, ruang lingkup pekerjaan rasul sama sekali
berlainan dengan ketiga jenis orang lainnya. Mengenai nabi dan pengajar, kita tahu bahwa fungsi
mereka bersifat lokal. Sebab itu firman Tuhan mengatakan, "Pada waktu itu dalam gereja di
Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar." Nabi dan pengajar adalah orang-orang dalam gereja
lokal, tetapi dalam gereja lokal tidak terdapat rasul. Ini disebabkan rasul adalah untuk tiap-tiap
lokal, bukan untuk satu lokal. Amanat rasul adalah diutus Allah bekerja di setiap lokal,
memberitakan Injil atau mendirikan gereja. Ruang lingkup pekerjaan mereka adalah untuk tiap-
tiap lokal. Namun pengajaran pengajar dan pengkhotbahan nabi adalah untuk gereja lokal ( I
Korintus 14:26, 29).
Mengenai pemberita Injil, karena Alkitab jarang membicarakannya kita tidak tahu
bagaimana ruang lingkupnya. Tetapi dari "Filipus, si pemberita Injil" itu kita dapat mengerti
sedikit. Ia adalah pemberita Injil. Ketika ia meninggalkan tempat asalnya (Yerusalem) menuju
Samaria, dengan sendirinya ia tak dapat tidak bersaksi bagi Tuhan, dan Tuhanpun memberkati
pekerjaannya. Tetapi Roh Kudus tidak turun ke atas pendengar-pendengarnya yang telah beroleh
selamat, masih perlu para rasul datang dari Yerusalem untuk menumpangkan tangan ke atas
mereka, barulah mereka beroleh pencurahan Roh Kudus (bukan Roh Kudus yang berhuni di
batin). Kasus ini seakan-akan menunjukkan kepada kita, bahwa pemberitaan Injil di satu lokal
adalah tugas para pemberita Injil, sedangkan tugas pemberitaan Injil di tiap-tiap lokal adalah
bagian para rasul. Namun, itu tidak berarti hanya para rasul yang boleh menginjil di tiap lokal,
pemberita Injil pun boleh, hanya saja biasanya ruang lingkup tugas mereka bersifat lokal. Nabi
Agabus juga pernah menerapkan karunianya di lokal lain. Ruang lingkup pekerjaan mereka,
biasanya pada satu lokal. Kisah Para Rasul 8 menyiratkan hal ini, ditambah dengan
penumpangan tangan para rasul menyatakan, bahwa pekerjaan tersebut sepenuhnya satu.

PROSEDUR MEMPEROLEH JABATAN

Kita tahu, bahwa seseorang menjadi nabi atau pengajar karena ia mempunyai karunia
bernubuat atau mengajar; tetapi karunia apa yang dimiliki pemberita Injil, sehingga ia menjadi
pemberita Injil, itu tidak kita ketahui. Rasul mutlak adalah jabatan, bukan karunia. Seseorang
bisa menjadi rasul karena menerima panggilan dan diutus Allah secara khusus. Seorang nabi atau
pengajar (termasuk gembala) syaratnya cukup dengan memiliki karunia saja, demikian pula
pemberita Injil. Kita tidak nampak mereka harus melalui prosedur apa lagi baru layak menjadi
nabi, pengajar dan pemberita Injil. Ketiga jenis orang dalam ministri itu dengan sendirinya
menjadi orang-orang demikian karena karunia yang mereka miliki. Misalkan seorang nabi,
karena ia memiliki karunia bernubuat, maka dengan sendirinya ia menjadi nabi, tanpa melalui
prosedur pelantikan/pentahbisan tertentu. Ia adalah seorang nabi, karena ia memiliki karunia itu.
Namun rasul sama sekali berlainan dengan ketiga jenis orang itu. Seseorang bukan
langsung menjadi rasul karena ia memiliki karunia rasuli, sebab rasul bukan karunia. Boleh jadi
karunia yang dimiliki rasul sama dengan yang dimiliki ketiga jenis orang itu, tetapi rasul
mempunyai panggilan khusus dan pengutusan khusus yang tidak dimiliki ketiga jenis orang
itu. Dari segi karunianya, mungkin ia juga nabi, tetapi ia tidak sekadar seorang nabi, ia adalah
rasul, sebab ia menerima utusan khusus. Itulah letak perbedaan rasul dengan ketiga jenis orang
dalam ministri itu. Kalau yang bertiga melibatkan diri ke dalam ministri itu melalui karunia,
maka rasul melibatkan diri ke dalam ministri itu melalui utusan. Hal ini perlu kita pahami dengan
jelas.
Dalam persidangan gereja lokal, yang berperan adalah karunia, bukan jabatan, maka di
sana hanya terdapat catatan tentang penerapan karunia oleh para nabi, tanpa kedudukan rasul.
Meskipun rasul merupakan karunia gereja, tetapi ketika mereka menjadi rasul, mereka sendiri
tidak menerima apa-apa. Ketika orang yang berkarunia nabi menerapkan karunianya dalam
persidangan gereja lokal, dialah nabi, tetapi ketika dia terpanggil dan menerapkan karunianya di
tiap-tiap lokal, dialah rasul. Karunia yang dimiliki rasul secara pribadi, belum tentu karunia
bernubuat, mungkin juga karunia menyembuhkan. Tetapi rasul adalah yang dipanggil Allah
untuk menerapkan karunia-karunia itu di tiap-tiap gereja lokal. Karunia pribadi mereka tidaklah
ditentukan, tetapi jabatannya adalah rasul. Seorang rasul bisa menerapkan berbagai karunia
rohaninya di suatu lokal, tetapi ia tidak bisa menerapkan karunia rasulinya, sebab rasul sama
sekali bukan suatu karunia.
Efesus 4 membahas gereja lokal dan gereja universal secara terpadu, sebab itu, "Tubuh
Kristus", dan juga rasul, nabi dan pengajar dibahas secara terpadu. Sesungguhnya, ruang lingkup
pekerjaan rasul berlainan dengan ruang lingkup pekerjaan nabi, pemberita Injil dan pengajar.
Maka pengutusan rasul itu istimewa. Tetapi semua itu adalah untuk ministri itu. Pekerjaan
ministri itu tidak saja untuk tiap-tiap lokal, juga untuk lokal; tidak saja untuk lokal, juga untuk
tiap-tiap lokal. Ruang lingkup pekerjaan ministri itu adalah Tubuh Kristus, sebab itu di situ tidak
saja ada rasul, juga ada nabi dan sebagainya; tidak saja ada nabi dan yang lainnya, juga ada rasul.
Namun yang khusus terpanggil untuk diutus adalah rasul.

MINISTRI PARA MINISTER

Kedua jenis orang inilah yang dipakai Allah untuk mengemban tugas pekerjaan ministri
itu. Di antara saudara-saudara di suatu lokal, Allah menurut kehendakNya memberi mereka
karunia, supaya mereka bisa menjadi nabi, pengajar, atau pemberita Injil, agar mereka
(berdasarkan karunia yang mereka terima) melayani Allah dan gerejaNya. Lalu, dari antara
orang-orang yang beroleh karunia ini, dipilihNya pula secara khusus orang-orang tertentu, dan
diutusNya mereka pergi melakukan pekerjaan yang sesuai dengan panggilanNya. Selain karunia
yang telah mereka miliki, orang-orang itu beroleh satu jabatan lain, sehingga mereka menjadi
sejenis pekerja yang mempunyai jabatan. Sebagaimana saudara yang berkarunia di sebuah gereja
lokal menerapkan karunianya untuk melayani gereja, begitu pula saudara yang berjabatan ini di
tiap-tiap gereja lokal menunaikan jabatannya membangun Tubuh Kristus.
Melalui orang-orang inilah Allah menyalurkan kasih karuniaNya kepada gerejaNya; dan
melalui karunia-karunia yang diberikan Roh Kudus kepada mereka, segala kasih karunia Sang
Kepala dapat dialirkan ke atas Tubuh. Ministri sebenarnya tak lain menyuplaikan Kristus kepada
gereja. Minister ialah orang yang menyalurkan Kristus, yang mereka kenal melalui karunia yang
mereka peroleh, kepada gereja. Tujuan Allah justru menghendaki gereja memperoleh Kristus dari
karunia-karunia tersebut.
Hasil dari Allah memberikan orang-orang ini ialah: masing-masing kaum saleh
diperlengkapi, dan pekerjaan ministri itu terlaksana, Tubuh Kristus terbangun, dan seluruh
anggota mencapai pertumbuhan kepenuhan perawakan Kepala mereka - Kristus. Orang Kristen
harus bertumbuh ke arah Kristus, semakin dipenuhi olehNya, mengenal dan mengakui Dia
sebagai Kepala, serta menerima kasih karunia dan perintahNya. Melalui orang-orang ini Allah
mewahyukan Kristus serta segala kekayaanNya, agar seluruh anggota Tubuh bertumbuh ke arah
Kristus yang terwahyu ini, seraya mengenal Dia sebagai Tuhan Sang Almuhit, Sang Kepala
Tubuh dan satu-satunya Persona yang layak mendapatkan kemuliaan. Gereja harus melalui
orang-orang ini, dipenuhi dengan suatu pengenalan yang mendalam tentang kekayaan Kristus,
sehingga tidak diombang-ambingkan oleh musuh yang memakai berbagai doktrin dan ajaran.
Nabi melayani gereja lokal dengan karunianya, sedang rasul melayani tiap-tiap gereja
lokal dengan jabatannya. Kedua jenis orang ini sangatlah penting, sebab pekerjaan lokal maupun
tiap-tiap lokal ada di tangan mereka. Karena itu, Alkitab memberitahu kita, bahwa bait Allah
"dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi" (Efesus 2:20).
Nabi dan lainnya, dalam gereja hanya merupakan karunia. Mereka berbagian dalam
ministri pembangunan Tubuh Kristus karena karunia mereka, namun mereka tidak mempunyai
jabatan apa-apa untuk mengelola gereja lokal. Tugas dan urusan suatu gereja lokal dikelola oleh
"para penilik (penatua) jemaat dan diaken" ( Filipi 1:1). Penatua adalah jabatan terbesar dalam
gereja lokal, dan nabi adalah karunia terpenting dalam gereja lokal. Tetapi dalam pekerjaan
Allah, yakni dalam ministri pembangunan Tubuh Kristus, urutan jabatan yang ada adalah rasul,
nabi, pemberita Injil, pengajar dan gembala. Merekalah yang mengemban seluruh tugas
pembinaan gereja. Hanya saja, di dalam ministri ini, orang yang paling penting adalah rasul.
Jabatan yang rasul miliki itu tidak dimiliki oleh nabi dan yang lainnya.
Dalam hal mengelola gereja lokal, jabatan yang terbesar adalah penatua, sedang dalam
hal membina Tubuh Kristus, jabatan rasul yang terbesar. Maka kita nampak, ketika
menanggulangi permasalahan satu gereja lokal yang berkaitan dengan gereja lokal lain, Alkitab
mengatakan, "rasul dan penatua" (Kis. 15:2,4,22-23). Sebab mereka adalah dua jenis orang
terbesar dalam dua jenis jabatan itu.
Dalam pekerjaan, golongan rasul adalah yang terbesar, tetapi mereka tidak ada
kedudukan dalam gereja lokal. Sebaliknya, golongan penatua adalah yang terbesar dalam jabatan
gereja, tetapi mereka tidak ada bagian dalam pekerjaan ministri itu. Golongan nabi, memang
terpenting pada aspek karunia, namun mereka tidak berpartisipasi dalam tugas pekerjaan maupun
jabatan gereja.
Dalam sebuah gereja lokal terdapat dua jalur: pertama adalah pengelolaan, kedua adalah
pembinaan. Aspek pengelolaan adalah masalah jabatan, sebagai petugasnya adalah para penatua
dan diaken; sedang aspek pembinaan adalah masalah karunia, tugas ini ditangani oleh nabi dan
pengajar dan / atau pemberita Injil. Tugas para penatua ialah mengelola gereja pada urusan
sehari-hari, sedang tugas nabi dan pengajar ialah membina gereja dalam persidangan. Jika ada
penatua juga sebagai nabi atau pengajar, maka ia boleh mengelola gereja pada urusan sehari-hari,
juga membina gereja pada waktu bersidang.
Rasul tidak ada bagian dalam mengelola gereja pada urusan sehari-hari, juga tidak ada
bagian dalam membina gereja pada saat bersidang. Tetapi, jika ia juga sebagai nabi atau
pengajar, walaupun ia tidak dapat mengelola gereja secara langsung seperti yang dilakukan para
penatua, ia boleh turut membina gereja lokal berdasarkan kualifikasinya sebagai nabi atau
pengajar pada persidangan gereja. Jadi, jabatan rasulinya itu menugaskannya pergi ke berbagai
tempat untuk bekerja bagi Tuhan, tetapi dengan karunia yang ia miliki, entah karunia bernubuat
atau mengajar atau lainnya, ia boleh membina kaum imani di tiap-tiap lokal.
Bab 2

PARA RASUL

RASUL PERTAMA

Pekerjaan Allah di bumi secara langsung dimulai dari pengutusan AnakNya ke bumi. Ini
tidak berarti Allah tidak punya pekerjaan sebelum AnakNya datang ke bumi. Allah sudah bekerja
sebelum mengutus AnakNya ke bumi, tetapi pekerjaanNya di bumi secara langsung itu dimulai
sejak Ia mengutus AnakNya. Jadi, Kristus adalah pekerja Allah yang pertama; dan Kristus adalah
sebutan ministriNya. Ia disebut "Kristus" karena pekerjaan yang dilakukanNya, seperti halnya Ia
disebut "Yesus", karena inkarnasiNya. Ia diurapi justru untuk pekerjaan Allah. Ia bukan datang
sendiri, melainkan diutus. Ia bukan datang ke bumi dan naik ke atas kayu salib dengan tekad
keberanianNya sendiri, melainkan karena diutus Allah. Sebab itu, Injil Yohanes berulang-ulang
mengutip perkataan, "Dia yang mengutus Aku." Yesus tidak berkata, "Bapa", atau "Allah",
melainkan "Dia, yang mengutus Aku." Ia menyebut diriNya seorang utusan. Pengutusan ini
merupakan prinsip pertama dalam pekerjaan Allah. Tanpa pengutusan, tidak ada pekerjaan Allah.
Dalam Alkitab, orang-orang yang diutus diberi satu sebutan khusus, yaitu "rasul". Istilah
ini dalam bahasa Yunani berarti seorang "utusan".
Tuhan sendiri adalah rasul yang pertama, sebab Dia adalah yang pertama-tama diutus.
Karena itu, Alkitab menyebutNya Rasul (Ibrani 3:1).

KEDUA BELAS RASUL

Tidak hanya Tuhan yang menjadi rasul dan melakukan pekerjaan rasul. Ketika Ia masih
ada di bumi, dan belum meninggalkan bumi ini, Ia sudah tahu, bahwa pekerjaanNya (dalam
daging) tidak bisa bertahan terus, maka di samping mengemban tugas, Ia memilih sekelompok
orang untuk melanjutkan tugasNya itu. Sekelompok orang ini juga disebut rasul. Mereka bukan
datang dengan tekad keberanian sendiri, melainkan diutus juga. Jadi, prinsip yang paling penting
dari pekerjaan Allah ialah pengutusan, bukan bekerja karena keberanian sendiri. Alkitab
menyebut orang-orang yang bekerja dengan jabatan ini sebagai rasul.
Dari manakah Tuhan memilih para rasul ini? Dari antara murid-muridNya. Pada
mulanya, pekerja-pekerja yang diutus Tuhan adalah orang-orang yang dipilihNya dari antara
murid-murid. Bukan setiap murid itu rasul, tetapi setiap rasul itu pasti murid. Bukan semua
murid keluar melakukan pekerjaan Tuhan, melainkan orang-orang yang dipilih dari antara murid-
murid yang keluar melakukan pekerjaanNya. Maka, seorang rasul pasti beroleh dua kali
panggilan; sekali dipanggil menjadi murid, sekali lagi dipanggil menjadi rasul. Pertama kali ia
dipanggil dari antara orang dunia untuk menjadi murid, kedua kalinya ia dipanggil dari antara
murid-murid untuk menjadi rasul.
Kedua belas rasul itu mempunyai posisi istimewa dalam Alkitab, dan dalam rencana
Allah, mempunyai pengaturan yang khusus, sebab mereka beserta dengan Anak Allah semasa
Anak Allah berada di bumi ini. Seperti pernyataan Yohanes, "yang telah kami dengar, yang telah
kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan
tangan kami" (I Yohanes 1:1). Juga seperti pernyataan Tuhan sendiri, "Berbahagialah matamu
karena melihat dan telingamu karena mendengar" (Mat. 13:16). Maka dalam Alkitab, para rasul
itu berkedudukan istimewa, tidak saja disebut rasul, bahkan disebut "kedua belas rasul itu."
Maka kita nampak, pada mulanya Tuhan "memanggil murid-muridNya kepadaNya, lalu memilih
dari antara mereka dua belas orang, yang disebutNya rasul" (Lukas 6:13). Di kemudian hari,
Tuhan berkata kepada Petrus, "Kamu akan makan dan minum semeja dengan Aku di dalam
kerajaanKu dan kamu akan duduk di atas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel"
(Lukas 22:30). Kedua belas orang itu mempunyai posisi istimewa, yang tidak dipunyai pekerja-
pekerja lainnya. Kalau Kristus memiliki satu takhta khusus, maka kedua belas rasul itu memiliki
dua belas takhta. Ini tidak dimiliki rasul-rasul pada umumnya. Akhirnya, Yudas Iskariot
berkhianat (ia sama sekali tidak pernah berhubungan dengan Allah), dan jabatan ini terlepas dari
dia. Allah lalu memimpin rasul-rasul lainnya mengajukan dua orang, dan dari kedua orang itu
memilih seorang untuk menggenapi jabatan kedua belas orang itu. Dengan undi maka terpilihlah
Matias, sehingga "ia ditambahkan kepada bilangan kedua belas rasul itu" (Kis. 1:25-26). Pada
Kisah Para Rasul 2:14 tercatat, "Maka bangkitlah Petrus berdiri dengan kesebelas rasul itu."
Masuknya Matias ke jajaran kedua belas rasul terbukti diakui Roh Kudus. Jadi di antara kedua
belas rasul itu tidak boleh kurang satu atau lebih satu. Kedua belas orang itu mempunyai posisi
istimewa bahkan sampai ke alam kekal. Dalam Wahyu 21:14 dikatakan, "Dan tembok kota
(Yerusalem Baru) itu mempunyai dua belas batu dasar dan di atasnya tertulis kedua belas nama
kedua belas rasul Anak Domba itu." Allah mempunyai banyak sekali pekerja, namun kedudukan
kedua belas rasul itu tidak dimiliki pekerja-pekerja Allah lainnya. Allah mengaruniakan
kedudukan istimewa ini kepada mereka atas dasar kehendak, rencana dan hakNya sendiri.
Hingga langit baru dan bumi baru, kedua belas rasul itu tetap mempunyai kedudukan yang
istimewa.

PARA RASUL DI JAMAN ROH KUDUS

Sebagai rasul, Tuhan adalah rasul unik, tetapi Dia tidak dapat berada terus di bumi.
Kedua belas rasul mempunyai kedudukan istimewa, tetapi mereka juga tidak dapat terus berada
di bumi. Setelah Tuhan pergi, ada dua belas rasul di antara kita; kini, setelah kedua belas rasul
pergi, siapakah yang ada di antara kita?
Setelah Tuhan pergi, datanglah Roh Kudus, dan Roh Kuduslah yang menanggung
kewajiban pekerjaan itu. Sang Anak bekerja bagi Bapa, Roh Kudus bekerja bagi Anak. Sang
Anak datang demi menggenapkan kehendak Bapa, Roh Kudus datang demi menggenapkan
kehendak Anak. Sang Anak datang untuk memuliakan Bapa, Roh Kudus datang untuk
memuliakan Anak. Bapa melantik Kristus sebagai Rasul; Anak, di bumi, melantik dua belas
rasul; Roh Kudus datang juga melantik rasul. Para rasul yang dilantik Roh Kudus meski tidak
sejajar dengan kedua belas rasul itu, tetap disebut rasul.
Bacalah Efesus 4. Rasul-rasul yang dilantik di situ bukan dua belas rasul. Di situ
dikatakan dengan jelas adanya segolongan rasul yang baru dilantik setelah kenaikan Tuhan
Yesus. Mereka adalah karunia-karunia yang diberikan kepada gereja setelah Tuhan Yesus naik ke
sorga. Jelas sekali, mereka bukan kedua belas rasul yang semula; kedua belas rasul yang dilantik
Tuhan Yesus di bumi itu tidak ada kedudukannya dalam surat kiriman yang membahas Tubuh
Kristus serta keesaan Tubuh ini. Kitab ini juga menyinggung segolongan minister (pekerja),
khususnya para rasul, yang ditetapkan untuk pembinaan Tubuh Kristus. Jika Kepala belum eksis
tak mungkin Tubuh ada; jika Kepala belum beroleh kedudukan, tak mungkinlah Tubuh ada.
Maka sebelum Tuhan Yesus menjadi Kepala gereja, ketika Ia masih berada di bumi, para rasul
pembangun Tubuh Kristus yang dikatakan ini tak mungkin ada. Karena itu, kita wajib
membedakan para rasul "saksi kebangkitan Yesus" dengan para rasul "pembangun Tubuh
Kristus" (Kis. 1:22,25). Yang dua belas itu adalah rasul kesaksian kebangkitan Yesus, sedang
para rasul yang dilantik setelah Tuhan naik ke sorga adalah para rasul pembangun Tubuh Kristus.
Yang dua belas itu, di kemudian hari tentunya juga menerima amanat membangun gereja. Tetapi
terlantiknya mereka menjadi kedua belas rasul berbeda dengan para rasul dalam surat Efesus.
Jadi, selain yang dua belas itu, Allah masih memiliki rasul-rasul lainnya.
Sejak Roh Kudus turun, kita nampak, yang mulai bekerja adalah kedua belas rasul itu,
dan mereka bekerja hingga Kisah Para Rasul 12. Mulai Kisah Para Rasul 13, kita nampak Roh
Kudus mulai tampil sebagai Tuan gereja; Ia seolah menjadi "direktur" dari Kristus. Ketika itu, di
gereja Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar. Sewaktu mereka melayani Allah sambil
berpuasa, Roh Kudus berkata, "Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagiku, untuk tugas yang
telah Kutentukan bagi mereka" (Kis. 13:1-2). Kini ada dua orang telah diutus oleh Roh Kudus.
Apakah sebutan kedua orang itu? Rasul. Ketika Paulus dan Barnabas bekerja di Ikonium
"ada yang memihak kepada orang-orang Yahudi, ada pula yang memihak kepada kedua rasul
itu" (Kis. 14:4). Barnabas rasul, Paulus pun rasul. (Istilah rasul disini, dalam bahasa Yunani
berbentuk jamak). Pada ayat 14 juga dijelaskan, ". . . kedua rasul itu, Barnabas dan Paulus"
(Tl.). Ini menunjukkan kepada kita, kedua orang utusan Roh Kudus ini adalah rasul. Walau
mereka bukan termasuk rasul yang dua belas itu, namun mereka tetap rasul.
Siapakah rasul? Rasul adalah pekerja Allah, yakni yang diutus melakukan "tugas yang
Ku (Roh Kudus) tentukan bagi mereka". Tugas pekerjaan ada di tangan mereka. Dalam arti luas,
semua saudara melakukan pekerjaan Allah, keempat jenis orang dalam ministri itu, lebih-lebih
melakukan pekerjaan Allah. Namun, golongan para rasul lebih khusus melakukan pekerjaan
Allah; tugas pekerjaan Allah itu khusus teremban di atas diri mereka. Mereka sendiri adalah
pekerja Allah, dan tugas kewajiban mereka adalah pekerjaan Allah.
Di sini kita segera nampak ajaran Alkitab tentang kerasulan. Allah melantik AnakNya
sebagai rasul; Kristus melantik dua belas rasul untuk bekerja bagiNya; Roh Kudus pun, di luar
kedua belas rasul itu, melantik sekelompok rasul. Rasul pertama itu tunggal, hanya Dia
seorang; kedua belas rasul itu, khusus dan tidak dapat ditambah satu. Tetapi, sesudah kedua belas
rasul itu, bukan tidak ada rasul lagi. Sebab Roh Kudus kini sedang memilih orang untuk menjadi
rasul. Pemilihan Tuhan atas kedua belas rasul itu sudah berlalu. Kini, di luar kedua belas rasul
itu, Roh Kudus tetap terus memilih rasul, dan yang dipilihNya adalah rasul-rasul tingkat lain.
Berapa lamanya Roh Kudus berada di bumi, selama itu pula Ia memilih terus.
Dalam Alkitab, kita tidak saja nampak Barnabas dan Paulus sebagai rasul, masih banyak
rasul sejenis itu yang dibangunkan Roh Kudus. Entah berapa banyak para rasul tingkatan baru
seperti ini. Selain Paulus dan Barnabas, masih banyak rasul yang sedemikian. Surat I Korintus
4:9 mengatakan, "Sebab menurut pendapatku Allah memberikan kepada kami, para rasul,
tempat yang paling rendah (akhir)" Siapakah yang dimaksudkan di sini? Karena dikatakan
"kami", sudah tentu selain Paulus masih ada orang lain. Siapa itu? Dengan membaca ayat-ayat di
atasnya, kita segera tahu, Apolos juga sekerja. Jika membaca I Korintus 1:1, Sostenes pun
termasuk di dalamnya. Maka "kami" yang dimaksud di sini jika bukan Apolos tentu Sostenes,
atau kedua-duanya. Di sini kita nampak, bukan Paulus saja sebagai rasul, Apolos dan Sostenes
juga rasul.
Dalam II Korintus 8:23 dikatakan, "Titus adalah temanku yang bekerja bersama-sama
dengan aku untuk kamu, saudara-saudara yang lain itu adalah utusan gereja-gereja . . ." (Di sini
utusan dalam bahasa Yunani ialah rasul). Saudara-saudara ini diutus Paulus membawa uang
bantuan kepada saudara-saudara yang berkekurangan di Yudea. Walau nama mereka tidak
disebut, tetapi mereka adalah rasul terkenal, sebab Alkitab mengatakan mereka adalah utusan
gereja-gereja.
Lagi dalam Roma 16:7 dikatakan, "Salam kepada Andronikus dan Yunias, saudara-
saudaraku sebangsa, yang pernah dipenjara bersama-sama dengan aku, yaitu orang-orang
yang terpandang di antara para rasul". "Orang-orang yang terpandang di antara para rasul"
berarti di sini ada rasul, bukan hanya rasul, tetapi rasul-rasul yang terpandang. Dari sini kita bisa
melihat, bukan Paulus dan Barnabas saja adalah rasul yang dilantik Roh Kudus, tetapi masih
banyak lagi.
Dalam I Tesalonika 2:6 dikatakan, ". . . kami sebagai rasul-rasul . . ." Di sini sekali lagi
Paulus berkata, ". . . kami, sebagai rasul-rasul." Ini jelas mencakup Silas dan Timotius (1:1)
yang bersama-sama menandatangani surat dengan Paulus. Maka kedua pemuda yang bekerja
sama dengan Paulus itu adalah rasul juga.
Dalam I Korintus 15:5 dikatakan, "Bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan
kemudian kepada kedua belas muridNya." Ayat 7 mengatakan, "Selanjutnya Ia menampakkan
diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul." Jelas, selain kedua belas rasul masih ada
"semua rasul". Semua rasul yang dimaksud di sini pasti bukan kedua belas rasul itu, melainkan
yang dilantik Roh Kudus untuk melanjutkan pekerjaan rasul.
Banyak orang yang beranggapan keliru, yakni mengira Paulus adalah rasul yang terakhir,
dan di belakangnya tidak ada rasul lagi. Namun Alkitab tidak berkata demikian, Paulus pun tidak
mengaku demikian. Alkitab mengatakan, "Dan yang paling akhir dari semuanya, Ia
menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya.
Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul . . ." (I Kor. 15:8-9). Perhatikan
bagaimana Paulus menggunakan istilah "paling akhir" dan "paling hina" dalam ayat tersebut. Ia
tidak berkata, bahwa dirinya adalah rasul yang "terakhir", melainkan ia adalah "yang paling
akhir" melihat penampakan tubuh kebangkitan Tuhan. Ia mengaku dirinya "paling hina" dari
semua rasul, tidak mengatakan dirinya sebagai rasul yang "paling akhir". Kalau Paulus adalah
rasul "paling akhir", berarti di belakangnya tidak ada rasul lagi. Ia hanya mengatakan, di antara
orang-orang yang telah nampak penyataan diri Tuhan setelah Ia bangkit, dirinya adalah yang
paling akhir; Paulus bukan rasul yang paling akhir.
Dari ayat-ayat di atas kita nampak, Roh Kudus melanjutkan pekerjaan Tuhan di bumi dan
juga memilih para rasul di bumi untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Banyak yang mengira tidak
ada rasul lagi selain kedua belas rasul, padahal setelah kedua belas rasul itu, Allah tetap memilih
rasul-rasul, mengutus mereka pergi bekerja. Sekelompok orang ini juga adalah rasul seperti
halnya kedua belas rasul, hanya mereka tidak memiliki kedudukan istimewa seperti yang
dimiliki kedua belas rasul itu.

MAKNA RASUL

Apa dan siapakah orang-orang utusan Allah hari ini? Dalam bahasa Yunani arti kata
"rasul" tidak lebih dari "utusan", sama sekali tak perlu ditambah tafsiran apa-apa. Rasul adalah
utusan, kecuali itu tidak ada makna lain.
Bagaimanakah segolongan orang ini? Mereka bukan orang-orang yang berkarunia
istimewa, melainkan utusan Allah semata. Jadi, setiap utusan Allah adalah rasul. Istilah ini
mengacu kepada utusan biasa, bukan orang yang punya karunia khusus. Hari ini orang mengira
harus berbuat ini atau berbuat itu, baru bisa menjadi rasul. Ketahuilah, "bisa atau tidak bisa" itu
masalah karunia, tetapi "rasul atau bukan rasul" itu masalah utusan. Dalam gereja ada suatu
konsepsi, yakni mengira rasul adalah satu orang yang luar biasa; padahal siapa saja yang diutus,
dialah rasul. Banyak orang memiliki karunia yang tidak sebesar karunia Paulus, tetapi jika
mereka diutus, maka samalah jabatan mereka dengan Paulus. Rasul tidak tergantung pada besar
kecilnya karunia, melainkan tergantung pada utusan. Siapa yang diutus, dialah rasul; besar
kecilnya karunia tidaklah menjadi soal. Rasul bukan mewakili orang berkarunia sangat besar,
melainkan mewakili orang yang khusus diutus Allah untuk bekerja.
Lukas 11:49 mengatakan, "Aku akan mengutus kepada mereka nabi-nabi dan rasul-rasul
dan separuh dari antara nabi-nabi dan rasul-rasul itu akan mereka bunuh dan mereka aniaya . .
." Setiap utusan yang pergi ke bani Israel disebut rasul. Siapakah nabi-nabi dan rasul-rasul itu?
Apakah mereka rasul dalam Perjanjian Baru? Bukan. Di sini dikatakan, bahwa Allah terlebih
dulu mengutus nabi dan rasul kepada bani Israel, tetapi mereka tidak menerima, kemudian
barulah Ia mengutus AnakNya. Jadi, nabi-nabi dan rasul-rasul itu semua adalah yang diutus
kepada bani Israel sebelum kedatangan Tuhan Yesus. Karena itu, mereka adalah rasul-rasul
Perjanjian Lama. Tetapi dari kitab Kejadian hingga Maleakhi, dapatkah Anda temukan seorang
rasul? Satu pun tidak. Mengapa Tuhan Yesus berkata demikian? Itu tak lain karena rasul adalah
suatu sebutan yang umum dan biasa, bukan mengacu kepada orang berkarunia istimewa. Rasul
adalah utusan Allah semata, satu sebutan biasa. Maka Tuhan berkata semua orang yang diutus
kepada bani Israel dalam Perjanjian Lama adalah rasul.
Bagaimana Tuhan menyebut orang-orang yang diutusNya pada zaman Perjanjian Baru?
Kata Tuhan, "Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya, atau
seorang utusan daripada dia yang mengutusnya" (Yoh. 13:16). "Utusan" di sini, dalam bahasa
Yunani sama dengan "rasul". Tuhan menyinggung rasul di sini tidak mengandung arti lain,
mereka hanyalah seorang utusan, bukan orang-orang "bergengsi" yang berkedudukan luar biasa.
Bagaimana tentang pekerjaan rasul? ". . . jika ada seorang datang memberitakan Yesus
yang lain daripada yang kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain daripada
yang telah kamu terima atau Injil yang lain daripada yang telah kamu terima. Tetapi menurut
pendapatku sedikitpun aku tidak kurang daripada rasul-rasul yang tidak ada taranya (besar)
itu" (II Kor. 11:4-5) Dari ayat ini kita nampak, bagaimana pekerjaan seorang rasul. Mereka
diutus untuk pergi memberitakan Injil, memberitakan Tuhan Yesus, agar orang beroleh selamat
dan beroleh Roh Kudus. Orang-orang yang demikian dulu disebut rasul, hari ini tetap disebut
rasul. Dulu, sekelompok orang yang diutus Roh Kudus adalah rasul-rasul, hari ini, orang-orang
yang diutus Roh Kudus juga disebut rasul.
Dalam II Petrus 3:2 dikatakan, "Supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu
telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat
yang telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu." Di sini ternyata, bahwa pekerjaan rasul
adalah pekerjaan menyampaikan perkataan. Para rasul menyampaikan sabda Tuhan kepada anak-
anakNya. Kalau dulu yang menyampaikan sabda Allah kepada anak-anak Allah adalah rasul,
demikian pula hari ini, orang-orang seperti itu juga disebut rasul.
Hari ini, orang-orang yang diutus Tuhan keluar memberitakan Injil tidak menyebut
dirinya sendiri rasul, tetapi mengaku dirinya sebagai "misionaris". Ketahuilah, istilah ini adalah
bahasa Latin, artinya "utusan", sama persis dengan "apostolos" dalam bahasa Yunani. Kedua
istilah ini sinonim. Saya tidak tahu mengapa para penginjil hari ini tidak langsung saja menyebut
dirinya "rasul", melainkan "misionaris". Tetapi istilah ini sudah menunjukkan, bahwa para
penginjil hari ini mengakui mereka adalah utusan Allah, seperti halnya orang-orang utusan Allah
pada masa lampau.
Rasul tidak ditentukan oleh ada tidaknya pekerjaan (mata pencarian) di dunia. Bukan
berarti orang yang mempunyai pekerjaan tidak bisa menjadi rasul, yang tanpa pekerjaan baru
bisa menjadi rasul. Paulus adalah seorang yang mempunyai pekerjaan. Mungkin hanya rasul-
rasul lainnya tanpa pekerjaan. Hanya saja pekerjaan Paulus itu bersifat tidak menetap, yakni
dapat dipindah-pindahkan sewaktu-waktu. Seseorang menjadi rasul ditentukan oleh ada tidaknya
panggilan dan pengutusan terhadap dirinya. Itulah pokok masalahnya. Ada ini, ia adalah rasul,
tanpa ini, ia bukan rasul. Rasul atau bukan rasul tidak ditentukan oleh ada tidaknya pekerjaan.
Maka anggapan hari ini, yang menganggap rasul harus tanpa pekerjaan duniawi, adalah opini
manusia, bukan pikiran Allah. Namun, saya percaya, seorang rasul tidak boleh memiliki
pekerjaan yang tidak dapat dipindah-pindahkan.

BUKTI KERASULAN

Apakah yang menjadi bukti dari sekelompok orang yang menjadi rasul ini? Orang macam
apakah baru bisa menjadi rasul? Dalam I Korintus 9:1-2 dikatakan, "Bukankah aku rasul?
Bukankah aku orang bebas? Bukankah aku telah melihat Yesus, Tuhan kita? Bukankah kamu
adalah buah pekerjaanku dalam Tuhan? Sekalipun bagi orang lain aku bukan rasul, tetapi bagi
kamu aku adalah rasul. Sebab hidupmu dalam Tuhan adalah meterai (bukti) dari kerasulanku."
Dari ayat ini kita nampak, bahwa seorang rasul ada buktinya. Tuhan tidak mengutus seseorang
bekerja tanpa bukti. Dalam suratnya kepada kaum imani di Korintus, Paulus pernah
memperdebatkan masalah ini. Kaum imani di Korintus ada yang tidak mengakui kerasulan
Paulus. Paulus berkata, bahwa ia adalah rasul, dan ia punya bukti kerasulannya. Katanya, "Sebab
hidupmu dalam Tuhan adalah meterai (bukti) dari kerasulanku." Tanpa aku, kalian tidak akan
beroleh selamat, di Korintus pun tidak akan ada gereja. Kalau bukan Allah mengutus aku datang
ke Korintus, maka di Korintus tidak akan ada kalian. Benar tidaknya Allah mengutus seseorang
menjadi rasul, terbukti dari ada tidaknya buah dari pekerjaannya di tempat itu. Di mana ada
perintah Allah, di situ ada wewenang Allah. Di mana ada wewenang Allah, di situ ada kekuatan
Allah. Di mana ada kekuatan Allah, di situ ada buah-buah rohani. Wewenang berasal dari
perintah Allah, kekuatan berasal dari wewenang Allah, buah berasal dari kekuatan Allah. Jadi
buah pekerjaan kita itulah bukti posisi pekerjaan kita.
Mungkin ada yang bertanya, Paulus berkata, "Bukankah aku telah melihat Yesus, Tuhan
kita." Apakah berarti orang yang telah melihat Tuhan yang bangkit layak menjadi rasul? Kita
harus tahu, dalam I Korintus 9:1 itu, Paulus menyinggung empat perkara: 1) bukankah aku orang
bebas; 2) bukankah aku rasul; 3) bukankah aku telah melihat Yesus, Tuhan kita; 4) bukankah
kamu adalah buah pekerjaanku dalam Tuhan. Pada ayat 2 Paulus merangkaikan dua fakta di
antaranya, dan dua fakta lainnya dihapuskan. Fakta dia sebagai rasul dan orang-orang Korintus
sebagai buah pekerjaannya dalam Tuhan dirangkaikannya, sedang fakta dirinya sebagai orang
bebas dan telah melihat Yesus dihapusnya. Maka kita tahu, bahwa yang Paulus jadikan bukti
kerasulannya adalah buah pekerjaannya, bukan karena ia pernah melihat Yesus atau menjadi
orang bebas. Jika tidak demikian, bukankah orang-orang yang bebas semuanya menjadi rasul?
Paulus tak pernah jadi budak. Di sini Paulus hanya mengungkapkan tiga jenis kualifikasinya,
tidak berarti harus memiliki ketiga syarat itu baru terbukti sebagai rasul.
Ada satu bukti lagi, yaitu I Korintus 15:5-9, "Bahwa Ia telah menampakkan diri kepada
Kefas dan kemudian kepada kedua belas rasulNya. Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada
lebih dari lima ratus saudara sekaligus, kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang .
. . Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul. Dan yang
paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku . . . karena aku adalah yang
paling hina (kecil) dari semua rasul . . ." Apakah dalam ayat-ayat ini hal menjadi rasul dan hal
melihat Tuhan yang bangkit disejajarkan oleh Paulus? Tidak. Di sini kita nampak sangat jelas,
rasul Paulus tidak mengatakan melihat Tuhan sebagai syarat menjadi rasul. Judul pasal ini adalah
menyaksikan kebangkitan Tuhan, dan yang disaksikan di sini bukan tentang bukti menjadi rasul,
melainkan bukti kebangkitan Tuhan Yesus. Lagi pula, Tuhan tidak hanya menyatakan diri kepada
Kefas, kedua belas rasul, Yakobus dan lima ratus saudara. Jadi rasul yang melihat kebangkitan
Tuhan adalah rasul, rasul yang tidak melihat kebangkitan Tuhan juga adalah rasul. Kelima ratus
saudara itu bukan rasul, meski telah melihat Tuhan yang bangkit, mereka tetap bukan rasul.
Maka mengatakan, melihat Tuhan yang bangkit, barulah bukti kerasulan, itu hanyalah anggapan
manusia. Alkitab tidak mengatakan begitu, dan kita harus menyingkirkan kesalahpahaman ini.
Benar, rasul harus ada buktinya. Surat II Korintus 12:11-12 mengatakan, ". . . Karena
meskipun aku tidak berarti sedikitpun, namun di dalam segala hal aku tidak kalah terhadap
rasul-rasul yang luar biasa itu. Segala sesuatu yang membuktikan, bahwa aku adalah seorang
rasul, telah dilakukan di tengah-tengah kamu dengan segala kesabaran oleh tanda-tanda,
mujizat-mijuzat dan kuasa-kuasa." Bukti sebagai rasul ada pada Paulus. Satu perkara yang pasti,
jika seseorang dipanggil oleh Allah menjadi rasul, pada dirinya pasti ada tanda-tanda kerasulan,
sehingga begitu orang melihatnya, segera mengetahui, bahwa ia adalah rasul. Tanda kerasulan
Paulus di sini terlihat dengan adanya dua jenis kekuatan: kekuatan rohani dan kekuatan
adikodrati. Kekuatan rohani yang terbesar ialah kesabaran. Penyataan terbesar dari kekuatan
rohani ialah kemampuan bersabar hati dan lapang dada dengan sukacita (Kol. 1:11) Kesabaran
paling memerlukan kekuatan, maka kesabaranlah kekuatan rohani yang terbesar. Dapat tidaknya
Anda bersabar hati, membuktikan besar kecilnya kekuatan rohani Anda. Ketika I Korintus 13
membahas penyataan kasih, kalimat pertama adalah: "kasih itu sabar", dan kalimat terakhir
adalah: "sabar menanggung segala sesuatu". Kesabaran adalah tanda kerasulan, yakni suatu
semangat yang pantang mundur dan tak terpatahkan. Orang yang mudah lepas tangan, tanpa
daya sabar, tentu tidak pernah nampak Allah, dan tidak memiliki realitas rohani. Mungkinkah
orang semacam itu menerima panggilan Allah? Boleh jadi mereka adalah rasul, tetapi tanpa
tanda kerasulan; mereka tidak mirip rasul. Seorang rasul tidak hanya memiliki kekuatan rohani
sebagai tanda kerasulannya, juga ada kekuatan adikodrati di belakangnya. Allah mengabulkan
doa mereka, dan dengan mujizat-mujizat Allah membuktikan bahwa mereka adalah rasul
utusanNya. Betapa perlunya hal ini bagi mereka ketika mereka bekerja di kalangan orang kafir.
Namun harus kita perhatikan: bukan semua orang yang dapat melakukan mujizat adalah
rasul. Ingatlah, bahwa dalam I Korintus 12:28, di luar rasul masih ada orang yang dapat
melakukan mujizat dan dapat menyembuhkan. Ada orang yang dapat melakukan mujizat dan
bersamaan dengan itu ia memang adalah rasul, ada juga orang yang dapat melakukan mujizat
tetapi ia bukan rasul, ia hanyalah orang yang berkarunia melakukan mujizat semata. Surat I
Korintus 12 memperlihatkan kepada kita perbedaan antara orang yang dapat melakukan mujizat
dengan rasul. Hanya saja, ada rasul yang dapat melakukan mujizat, ada pula pelaku mujizat yang
bukan rasul.

RASUL PALSU

Rasul palsu itu ada; bukan saja pada hari ini, bahkan pada jaman dulu pun ada. Surat II
Korintus 11:13 mengatakan, "Sebab orang-orang itu adalah rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja
curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus." Alkitab mengatakan dengan jelas tentang
adanya rasul-rasul palsu. Mereka bukan murid-murid palsu; boleh jadi mereka benar-benar
adalah murid-murid, orang-orang yang sudah dilahirkan kembali dan beroleh selamat. Namun
mereka memanfaatkan perkara ibadah sebagai cara untuk memperoleh keuntungan (I Tim. 6:5).
Mereka ingin menjadi kaya melalui jalur agama. Mereka menaruh harapan pada orang-orang
Korintus agar beroleh sesuatu. Maka Paulus mengingatkan kaum imani Korintus untuk waspada.
Adakalanya, setelah rasul sejati memperoleh hasil dari pekerjaannya, lantas ada orang yang ingin
menarik keuntungan dari hasil-hasil tersebut. Orang semacam inilah rasul palsu. Maka Alkitab
mengatakan, bahwa rasul sejenis itu harus diuji. Gereja di Efesus pernah menguji orang-orang
yang menyebut dirinya rasul, padahal bukan rasul (Why. 2:2); mereka adalah pendusta.
Pengujian semacam itu jelas diperkenan oleh Tuhan.
Ujian terbesar untuk membuktikan seseorang itu rasul palsu atau bukan adalah melihat
sikapnya terhadap uang. Barangsiapa tidak beres, ada main dan serakah dalam hal keuangan, ia
pasti rasul palsu. Rasul palsu kalau tidak mencari nama tentu mencari harta. Barangsiapa cinta
uang, ia pasti rasul palsu. Ketika Paulus mengirimkan bantuan kepada kaum saleh di Yerusalem,
ia khusus mengutus dua orang saudara pergi membawakan uang ke sana. Dalam hal ini, sikapnya
luar biasa jernih dan terang. Barangsiapa bersikap tamak atas hal uang, pasti ia rasul palsu.
Begitu hati kita terjamah oleh uang, dan pekerjaan kita bukan sepenuhnya untuk Tuhan karena
mengasihi Tuhan, melainkan dipengaruhi oleh uang, maka kita berkemungkinan berubah dari
rasul sejati menjadi rasul palsu! Kita wajib belajar seperti kaum imani Efesus, tahu bagaimana
menguji orang-orang yang mengaku dirinya rasul, padahal bukan rasul.
Syukur kepada Allah, Roh Kudus masih ada di sini. Syukur kepada Allah, bukan karena
tidak memiliki karunia istimewa, maka kita tidak bisa menjadi rasul. Syukur kepada Allah, bukan
setelah nampak Tuhan dengan mata jasmani, baru layak menjadi rasul. Syukur kepada Allah,
baik kita sebagai nabi, pengajar atau pemberita Injil, asalkan kita ada panggilan Allah, kita sudah
layak menjadi rasul. Hari ini, semua orang yang terpanggil, apa pun karunia yang dimilikinya,
pernah melihat Tuhan atau tidak, asal ia terpanggil oleh Tuhan, maka dialah rasul yang
meneruskan urutan kerasulan Paulus dan Barnabas. Meskipun kita bukan satu di antara kedua
belas rasul itu, tetapi kita adalah rasul. Walau kita bukan rasul besar, kita adalah salah satu rasul
paling kecil dari semua rasul. Jatah rasul belum jenuh dan ini bisa menjadi bagian setiap orang
yang menerima amanat Tuhan, menjadi bagian setiap orang yang diutusNya.

SAUDARI SEBAGAI RASUL

Adakah rasul perempuan (saudari)? Ada. Dalam Roma 16:7 kita nampak ada dua rasul
yang terkenal di antara para rasul, seorang bernama Andronikus, dan seorang lainnya bernama
Yunias. Berdasarkan kitab bahasa Yunani yang berwibawa, Yunias adalah sebuah nama feminin.
Jadi Yunias adalah seorang perempuan, dan dia adalah salah seorang rasul terkenal. Maka kita
nampak, bahwa di antara rasul terdapat rasul perempuan. Memang di antara kedua belas rasul itu
tidak ada rasul perempuan, tetapi di antara para rasul ada saudari. Meski tidak ada bukti lain,
tetapi nama Yunias ini merupakan satu bukti. Mungkin dalam bahasa lain ada nama seorang laki-
laki yang mirip dengan nama wanita, tetapi dalam bahasa Yunani tidak mudah ada kekeliruan.

PARA RASUL KECIL

Satu hal lagi, yakni meski kita boleh jadi adalah rasul-rasul, tetapi itu tidak berarti setiap
orang sama besar kecilnya. Ada rasul yang terbesar, ada pula rasul yang terkecil. Dalam Alkitab
rasul terbagi menjadi yang besar dan kecil. Ada rasul, karena amanat yang Allah bebankan lebih
banyak, maka jabatan kerasulannya lebih besar. Rasul besar itu tidak saja karena amanat yang
diterimanya lebih banyak daripada yang lain, iapun bekerja lebih keras daripada yang lain (I Kor.
15:10). Dalam II Korintus 11:5 dikatakan, "Sedikitpun aku tidak kurang daripada rasul-rasul
yang tak ada taranya itu", dan II Korintus 12:11 mengatakan, "Karena meskipun aku tidak
berarti sedikitpun, namun di dalam segala hal aku tidak kalah terhadap rasul-rasul yang luar
biasa itu." Dari ayat-ayat tersebut kita nampak, bahwa Alkitab tidak menyamakan setiap rasul.
Di sini kita wajib bersyukur kepada Allah. Hari ini walau kita tidak terpanggil sebagai
rasul besar, kita lebih kecil daripada rasul yang terkecil, tetapi kita benar-benar adalah utusan
Tuhan. Dibandingkan dengan rasul-rasul dalam Alkitab, kita memang sangat kecil, dan
dibandingkan dengan rasul utusan Allah hari ini, kita pun jauh lebih kecil. Namun, demi kasih
karunia, kita tahu siapakah pengutus kita. Terhadap rekan sekerja, saya katakan, kita harus selalu
mengambil satu sikap, yaitu kita memang tidak setara dengan orang lain. Kita tidak dapat berkata
seperti Paulus, "Sedikit pun aku tidak kurang daripada rasul-rasul besar"; tetapi kita dapat
berkata seperti Paulus, "Aku adalah yang paling hina dari antara rasul-rasul." Dalam pekerjaan,
meski Paulus bekerja keras luar biasa dan sangat dipakai Allah, dan meski ia benar-benar seorang
rasul besar, tetapi ia selalu menaruh sikap: Aku tak layak jadi rasul, aku adalah rasul yang paling
kecil. Apa lagi kita hari ini, benar-benar adalah rasul kecil. Kalau tidak, pasti kita akan
bersaingan atau bergesekan dalam pekerjaan. Ke"besar"an yang harus kita tonjolkan bukan
dalam perkataan, kedengkian atau kesombongan, melainkan dalam kesabaran, kerja keras dan
motivasi. Kalau demikian, barulah kita dapat setia terhadap jabatan kita, barulah kita dapat
dengan sehati memberitakan Injil Tuhan dan membangun gerejaNya.
Bab 3

PENGUTUSAN DAN JEJAK PARA RASUL

-- Kisah Para Rasul 13-14 --

Rasul pertama, Tuhan Yesus, adalah utusan Bapa sendiri. Kedua belas rasul itu adalah
utusan Anak di bumi. Pekerjaan rasul pertama secara jasmani telah berlalu, demikian pula
pekerjaan kedua belas rasul itu. Rasul utusan Bapa dan Anak sudah berlalu, yang ada sekarang
tinggal para rasul utusan Roh Kudus (wakil Tuhan yang telah naik ke sorga) di bumi. Bagaimana
Bapa mengutus Anak, dan bagaimana Anak mengutus Roh Kudus, semuanya itu sudah kita
ketahui. Sekarang kita akan melihat bagaimana Roh Kudus mengutus kita. Dalam Kisah Para
Rasul 13, kita nampak awal mula Roh Kudus mengutus orang secara resmi. Hal tersebut tak
pernah terjadi sebelumnya.
Gereja di Antiokhia adalah satu "contoh" (teladan) gereja yang tercantum dalam Alkitab,
sebab gereja ini baru terbangun setelah gereja-gereja di kalangan orang Yahudi dan orang kafir
terbangun. Dalam Kisah Para Rasul 2, tercatat terbangunnya gereja bagi kalangan orang Yahudi
di Yerusalem; sedang dalam Kisah Para Rasul 10, tercatat terbangunnya gereja bagi orang-orang
kafir di rumah Kornelius. Gereja di Antiokhia baru didirikan setelah ada gereja-gereja di Yudea
dan di tanah kafir. Karena itu, gereja di Antiokhia merupakan contoh/teladan gereja. Gereja di
Yerusalem berada pada masa transisi dan sudah tentu masih berbau agama Yahudi; lain halnya
dengan gereja di Antiokhia yang berdiri pada kedudukan gereja secara tuntas dan riil. Di
Antiokhialah untuk pertama kalinya murid-murid disebut "Kristen" (Kis. 11:26). Sifat
Kristiani dan karakteristik kekristenan secara khusus terekspresi di Antiokhia; seolah-olah
Yerusalem pun kurang memadai. Sebab itu, gereja di Antiokhia adalah sebuah contoh gereja;
para nabi dan pengajar di sana adalah "contoh"; begitu pula rasul-rasul yang dipilih di sana.
Pengutusan para rasul yang dilakukan di Antiokhia bertumpu pada kedudukan gereja, dan
merupakan kali pertama Roh Kudus memilih rasul secara resmi. Maka pengutusan rasul oleh
gereja "contoh" di Antiokhia kali ini merupakan teladan pengutusan yang sangat penting.
Sejak rampungnya Perjanjian Baru, dalam sejarah, banyak orang yang diutus Roh Kudus
pergi ke seluruh dunia demi melaksanakan pekerjaan yang diperintahkan Tuhan. Tetapi secara
serius boleh dikatakan, semua itu tidak dapat menjadi teladan kita. Kita harus mengamati
bagaimana Roh Kudus berbuat untuk pertama kali, itulah yang patut menjadi teladan kita.
Sekarang, mari kita kaji bagaimana seluk beluk Roh Kudus pada mulanya memilih dan
memanggil orang. Untuk ini, kita perlu kembali kepada ayat-ayat Alkitab yang bersangkutan.
Kisah Para Rasul 13 adalah sejarah Roh Kudus pertama kali mengutus orang, maka sekarang kita
ingin memeriksa Kisah Para Rasul 13 dengan seksama.

PANGGILAN DAN SIMPATI (DUKUNGAN)

Kisah Para Rasul 13:1-3 mengatakan, "Pada waktu itu dalam gereja di Antiokhia ada
beberapa nabi dan pengajar, yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang
Kirene, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan Saulus. Pada
suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus:
Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagiKu untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.
Maka berpuasa dan berdoalah mereka, dan setelah meletakkan tangan ke atas kedua orang itu,
mereka membiarkan keduanya pergi."
Hal pertama yang harus kita perhatikan di sini ialah ada satu gereja di Antiokhia, gereja
lokal, dan di gereja ini ada beberapa nabi dan pengajar. Kemudian dari orang-orang itu Roh
Kudus memilih dua orang untuk pergi melakukan pekerjaanNya. Roh Kudus tidak mungkin
memilih orang yang tidak mempunyai karunia atau yang tak pernah melakukan pekerjaanNya.
Sebelum terpanggil, para rasul itu sudah mempunyai karunia, mereka sudah menjadi nabi dan
pengajar, yakni sudah sebagai minister dalam "ministri" itu. Jadi mereka sudah berkarunia
sebelum menjadi rasul. Seperti kata Spurgeon kepada seorang pelajar, "Allah tidak mungkin
memanggil orang yang bisu untuk memberitakan Injil." Jika Allah memanggil seseorang untuk
menjadi mulut, orang itu pasti diberiNya peta lidah. Ini jelas mengacu kepada aspek alamiah.
Demikian pula, Allah tak mungkin memilih orang yang tidak mempunyai karunia untuk bekerja;
Roh Kudus pun tak mungkin memilih orang yang menyembunyikan karunia atau yang tanpa
beban rohani untuk melakukan pekerjaan utusan. Mereka itu sudah merupakan kader "pekerjaan
ministri itu" di lokal mereka sendiri, sudah merupakan petugas pekerjaan rohani yang
memperhatikan serta melaksanakan pekerjaan Tuhan di situ. Mereka bukan orang-orang yang
menetap dan tidak mau bergerak dari satu lokal, yang baru aktif setelah ada panggilan Roh
Kudus untuk pergi ke berbagai tempat. Justru ketika mereka sedang menunaikan tugas lokal,
datanglah suara dari Roh Kudus yang mengutus mereka pergi melakukan pekerjaan di setiap
lokal. Roh Kudus memilih dua orang di antara beberapa nabi dan pengajar. Saya tidak dapat
memastikan apakah mereka itu nabi atau pengajar, atau kedua-duanya. Yang berani saya pastikan
ialah, bahwa mereka adalah orang-orang berkarunia dan yang sudah bekerja di lokal mereka
sendiri.
Siapakah mereka? Barnabas adalah orang yang baik. Simeon mungkin dulunya bukan
orang yang terpandang, sebab "niger" berarti "hitam". Lukius, orang Kirene adalah Negroid dari
benua Afrika. Menahem adalah seorang bangsawan, sebab ia pernah diasuh bersama raja wilayah
Herodes. Saulus adalah seorang pemikir cerdas yang sarat pengetahuan. Ditinjau dari segi
mental, pengetahuan atau status sosial, mustahil kelima oknum itu bisa hidup bersama, sebab
perbedaan mereka satu dengan yang lain besar sekali. Latar belakang dan sejarah satu dengan
yang lain sangat jauh berbeda. Tetapi di hadapan Allah, mereka sama-sama menerima kasih
karunia sebagai nabi dan pengajar.
"Ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus." Mereka
sering mendekati Tuhan, melayani Tuhan, sehingga Tuhan mempunyai kesempatan berbicara
dengan mereka. Begitu tekunnya mereka melayani Tuhan, sehingga menghentikan perkara yang
paling wajar -- makan -- untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Dengan demikian, Roh Kudus
mempunyai kesempatan berbicara serta memanggil dua orang di antara mereka untuk pergi
bekerja. Di sini kita harus memperhatikan satu hal: setiap pengutusan pekerja bertolak dari Roh
Kudus, bukan karena ada kebutuhan atau kesenangan, atau pengaturan lingkungan. Tujuan
kelima orang itu ialah melayani Tuhan, karena itu, Roh Kudus baru dapat mengutus mereka
untuk melakukan pekerjaan Allah. Belum tentu setiap orang yang melakukan pekerjaan Allah itu
melayani Allah. Tetapi mereka berlima datang ke hadapan Allah bukan ingin bekerja bagi Allah,
melainkan melayani Allah. Ketika mereka sedang melayani Allah, Roh Kudus memanggil
mereka.
"Berkatalah Roh Kudus: Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagiKu untuk tugas yang
telah Kutentukan bagi mereka." Setiap pekerjaan yang resmi harus bertitik tolak pada kalimat
tersebut. Walau idenya sudah sempurna, alasannya sudah cukup, orangnya sudah memenuhi
syarat, dan kebutuhannya pun sangat mendesak, tetapi jika Roh Kudus tidak berkata,
"Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagiKu untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka",
maka tidak layaklah orang itu menjadi rasul. Mereka layak menjadi nabi atau pengajar, tetapi
mereka tidak layak menjadi rasul. Seorang rasul harus diutus oleh Roh Kudus. Rasul jaman itu
harus diutus oleh Roh Kudus, rasul jaman kini juga harus diutus oleh Roh Kudus. Orang yang
belum beroleh panggilan Roh Kudus tidak layak pergi melakukan pekerjaan rasul. Memang
Allah ingin manusia melayani Dia, melakukan pekerjaanNya, namun Allah tidak ingin manusia
melakukan pekerjaanNya menurut kemauan manusia itu sendiri. Maka motivasi untuk membantu
gereja, membina kaum imani atau menyelamatkan orang dosa, itu masih bukan kualifikasi
seseorang untuk keluar bekerja. Hanya ada satu kualifikasi, yakni pengutusan Allah. Jadi bukan
"wajib militer" dengan kerelaannya sendiri, melainkan menerima undangan/panggilan Allah.
Allah tidak mau memakai orang yang masuk tentara dengan tekad dan kegairahannya sendiri;
hanya orang yang dipanggil Allah baru bisa dipakai olehNya.
Roh Kuduslah yang berkata, "Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagiKu untuk tugas
yang telah Kutentukan bagi mereka." Ia terlebih dulu memanggil orang menjadi murid,
kemudian dari antara murid-murid itu, memanggil orang menjadi rasul. Tanpa panggilan, tak
mungkin menjadi murid. Demikian pula, tanpa panggilan tak mungkin menjadi rasul. Sebab itu,
semua rasul wajib menerima panggilan Roh Kudus. Melayani Allah adalah motivasi mereka,
berpuasa adalah penyataan sikap mereka, sedang yang berbicara dengan mereka adalah Roh
Kudus; ini mutlak perlu. Kualifikasi kerasulan diperoleh melalui menerima panggilan Roh
Kudus. Tanpa surat tugas, tak mungkin orang bekerja pada instansi pemerintah; demikian pula,
tanpa panggilan Roh Kudus, tak mungkin ada jabatan rasul. Masalahnya hari ini ialah ada orang
yang mengangkat dirinya sendiri sebagai rasul, tanpa panggilan Roh Kudus. Para rasul dalam
Alkitab adalah orang yang dipanggil Roh Kudus. Jika tidak mengakui panggilan Roh Kudus,
berarti tidak mengakui penyertaan Roh Kudus. Di sini ada satu hal yang harus khusus
diperhatikan, yaitu bagi setiap orang yang ingin menjadi rasul, perkara yang terpenting ialah
menerima panggilan atau tidak. Nasihat orang, pengaturan lingkungan, desakan kebutuhan,
dorongan saudara senior, . . . , semuanya tidak berguna.
Di sini, pertama-tama Roh Kudus memanggil dan mengutus Barnabas dan Saulus untuk
melakukan pekerjaanNya, kemudian kita nampak saudara-saudara melepas mereka pergi. Boleh
jadi saudara-saudara berkata, "Pada diri Anda ada panggilan," lingkungan sekitar dan orang-
orang selokalpun berkata, "Anda ada panggilan". Tetapi persoalannya, Anda sendiri ada
panggilan atau tidak? Kalau Anda sendiri tidak ada panggilan, meski adakalanya opini saudara
itu sangat mustika, namun itu tak mungkin mewakili wahyu Anda di hadapan Allah. Meski
pengutusan lembaga (kelompok) adakalanya sangat membantu, namun itu tidak dapat
menggantikan terang Anda di hadapan Allah. Opini saudara maupun utusan lembaga memang
berharga, tetapi itu bukan Perjanjian Baru. Kita harus menerima wahyu dari Allah sendiri, itu
barulah Perjanjian Baru.
Panggilan adalah awal mula segala pekerjaan. Manusia tidak mungkin dengan tekad atau
keberaniannya sendiri berjuang bagi kerajaan Allah. Orang yang demikian tidak terpakai
olehNya. Jika Allah ingin melakukan sesuatu, Ia sendiri akan memanggil dan mengutus orang
melakukannya. Ia tidak memakai manusia menjadi penasihatNya. Semua kegairahan yang
diprakarsai darah daging manusia tidak ada faedahnya. Perkara utama bagi pekerja Allah ialah
mengerti panggilan Allah; tanpa itu, tidak ada pekerja dan pekerjaan. Itulah titik tolak segala-
galanya, sebab panggilan menunjukkan Allah yang memulai, bukan manusia yang memulai.
Panggilan juga meletakkan Allah pada nomor satu dalam pekerjaanNya. Panggilan Allah adalah
melalui "Roh Kudus berkata". Terpanggilnya seseorang boleh jadi melalui manusia, atau Alkitab,
atau lingkungan, atau khotbah. Bagaimanapun Roh Kudus harus berkata; Roh Kudus harus
berbicara di balik segala perkara itu. Roh Kudus bisa langsung berkata kepada manusia, Iapun
bisa berkata melalui manusia, perkara atau benda. Adakalanya Ia bisa berkata melalui visi dan
mimpi. Hanya mimpi, tanpa ayat Alkitab atau lingkungan, itu tidak berguna. Yang terpenting
adalah Roh Kudus berbicara; bagaimanapun Roh Kudus harus berbicara. Semua orang dalam
Perjanjian Baru bisa mengetahui Roh Kudus berbicara kepada dirinya atau tidak. Bukan orang
mengatakan, "Pergi", baru Anda pergi, juga bukan karena Anda diundang orang, baru Anda
pergi, atau karena keadaan sekitar menghimpit Anda, ataupun karena terdesak oleh kebutuhan.
Bukan diutus oleh sebuah misi atau seseorang, melainkan mutlak diutus oleh Roh Kudus.
Memang manusia kemudian bisa "membiarkan" Anda pergi, tetapi manusia hanya dapat
membiarkan orang yang telah diutus oleh Roh Kudus. Kehidupan Tubuh memang sangat
penting, tetapi itu sekali-kali tidak dapat menggantikan perintah Roh Kudus. Kita wajib saling
menaati, namun itu tidak seharusnya membuat kita kehilangan kemandirian di dalam Roh Kudus.
Dengan dalih kehendak Tuhan lalu mengabaikan petunjuk rekan sekerja, itu memang tidak benar.
Tetapi hanya menghiraukan perkataan rekan sekerja, tanpa mendengar perintah Roh Kudus, itu
juga tidak benar.
Pada aspek lainnya, ini tidak berarti kita boleh mandiri, tidak seorang pun boleh menilai
aku sebagai rasul atau bukan rasul. Roh Kudus melarang orang berbicara sembarangan. Ya,
memang Roh Kudus memanggil Barnabas dan Saulus, tetapi Roh Kudus juga berkata kepada
para nabi dan pengajar yang tinggal bersama mereka, "Khususkanlah Barnabas dan Saulus
(Paulus) bagiKu untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka." Roh Kudus tidak hanya
berbicara kepada Barnabas dan Saulus, juga berbicara kepada para nabi dan pengajar yang
tinggal bersama mereka. Roh Kudus bukan berkata kepada gereja di Antiokhia, "Khususkanlah
Barnabas dan Saulus", melainkan berkata kepada beberapa nabi dan pengajar di gereja
Antiokhia. Roh Kudus tak mungkin berbicara kepada seluruh gereja di Antiokhia, sebab orang-
orang di dalam gereja itu ada yang dewasa, ada pula yang hijau. Banyak yang tanpa tuntutan dan
selera rohani, mustahil mereka dapat mendengar suara Allah. Maka tidak mungkin gereja lokal
mengetahui perihal Allah mengutus seseorang. Roh Kudus berbicara kepada beberapa nabi dan
pengajar saja, karena mereka adalah orang-orang yang mempertahankan "pekerjaan ministri itu"
di lokal itu. Mereka adalah orang-orang yang berpengalaman rohani, berbeban rohani, dan yang
berminat terhadap kehendak Allah; mereka tidak mau melewatkan hari-hari mereka dengan
sembarangan. Karena itu, Roh Kudus berbicara kepada mereka saja. Semua yang menjadi rasul
wajiblah beroleh wahyu dari Roh Kudus secara langsung, ini adalah dasar mutlak dan satu-
satunya bagi seorang rasul. Tetapi, hanya ada itu saja tidak cukup, masih perlu ada
simpati/dukungan para sekerja yang mempunyai wahyu Allah, selera rohani dan mengenal
kehendak Allah.
Dalam hal ini kita nampak dua fakta yang mustika: pertama, kita tidak boleh menuruti
perkataan orang lain, termasuk perkataan nabi atau pengajar. Kedua, kita harus mempunyai
pembuktian dan simpati nabi dan pengajar, mereka dan kita sama-sama beroleh wahyu dari Roh
Kudus.
Sebagai hasilnya, mereka "berpuasa dan berdoa, meletakkan tangan ke atas kedua orang
itu dan membiarkan keduanya pergi" (Kis. 13:3). Setelah ada panggilan Roh Kudus, harus pula
ada pelepasan nabi dan pengajar. Kedua hal tersebut dapat mencegah orang dari tindakan
individual. Terpanggil adalah masalah individual, tetapi pelepasan adalah masalah korporat.
Tetapi korporat ini bukan mengacu kepada seluruh gereja lokal, melainkan beberapa orang
berkarunia dalam gereja lokal, dan yang mempunyai beban rohani sama.
Tak sedikit saudara yang berkarunia, namun tanpa sikap rohani, sehingga masalah mereka
sendiri saja tidak sempat mereka atasi, maka tak mungkinlah mereka mengetahui tentang
terpanggilnya orang lain. Jika Anda bertanya kepada mereka tentang panggilan, mereka tidak
bisa memberi penjelasan apa-apa, sekalipun mereka menjelaskan sesuatu, tetap tidak bisa
diandalkan. Mereka mungkin ada karunia, tetapi tidak mempunyai sikap rohani yang wajar.
Namun, lain halnya dengan beberapa nabi dan pengajar ini, mereka adalah orang-orang yang
bersama-sama melayani Tuhan, dan bersama-sama berdoa, maka mereka bisa menganggap
urusan orang lain seperti urusan sendiri; mereka mempunyai sikap yang senang membawakan
urusan orang lain ke hadapan Allah, dan mereka mempunyai sikap yang memungkinkan Allah
bersabda kepada mereka. Karena itu, mereka dapat mengetahui apakah Allah telah memanggil
orang, juga memungkinkan Roh Kudus berkata, "Khususkanlah si Anu dan si Anu bagiKu".
Di sini ada satu teladan yang patut kita perhatikan: bahwa puasa merupakan titik awal
dan titik akhir pelepasan rasul. Titik awal pelepasan rasul adalah berpuasa, beribadah kepada
Tuhan, dan titik akhir pelepasan rasul juga berpuasa dan berdoa. Orang yang tidak berpuasa,
melayani Tuhan, tidak mungkin mendengar suara Allah. Bila tidak berpuasa dan berdoa,
pembuktian mereka bisa keliru. Karena itu, orang-orang yang melepas utusan, haruslah orang-
orang yang berpuasa, berdoa dan melayani Tuhan.
Terpanggil adalah perkara yang langsung, sedang diutus adalah perkara yang tidak
langsung. Panggilan merupakan perkataan Roh Kudus langsung terhadap orang yang dipanggil,
sedangkan pengutusan/pelepasan merupakan perkataan Roh Kudus melalui sekerja kepada orang
yang terpanggil itu. Sebab itu, bila saudara-saudara yang berkarunia hendak mengutus saudara
lain sebagai rasul, mereka harus bertanya kepada diri sendiri apakah hal tersebut bisa mewakili
perbuatan Roh Kudus atau tidak. Kalau Anda tidak yakin dan agak memaksa, itu tak bernilai
sama sekali. Andaikan Anda mengutus orang sebagai rasul, Anda harus berani berkata bahwa
Roh Kudus sudah mengutusnya. Kalau tidak, maka tindakan Anda tidak ada nilai rohaninya.
Memang ia rasul, tetapi rasul siapa? Jika ia rasul manusia, manusia boleh mengutusnya; tetapi
jika ia rasul Allah, ia harus diutus Allah. Setelah manusia terpanggil oleh Roh Kudus, barulah ia
diutus oleh para nabi dan pengajar setelah mereka berpuasa dan berdoa.
Tujuan berpuasa di sini tidak hanya untuk mengenal kehendak Allah, juga untuk
kesukaran di depan, dan berdoa di sini bukan hanya untuk melaksanakan kehendak Allah, juga
untuk kasih karunia di hari depan. Peletakan tangan di sini sama dengan peletakan tangan dalam
Perjanjian Lama, yakni sebagai pernyataan simpati, bersatu dan pengharapan kelancaran masa
depan. Mereka tidak hanya berpuasa, berdoa, juga meletakkan tangan. Peletakan tangan bukan
tanda pelantikan, sebab mereka sudah dilantik oleh Roh Kudus, jadi mereka hanya menyatakan
simpati semata. Maksudnya: kalian pergi berarti kami pergi; kalian memberitakan Injil, berarti
kami memberitakan Injil. Jika ada orang yang memberi Anda peletakan tangan, berarti ada orang
yang mendoakan Anda dari belakang, ada yang memperhatikan, bersehati, berharap, serta ada
yang menantikan kabar berita Anda. Setelah mereka menerima peletakan tangan, barulah mereka
berangkat.
Setiap utusan Allah wajib memperhatikan kedua aspek ini: pertama, harus ada panggilan
pribadi, harus tahu keadaan terpanggilnya diri sendiri. Kedua, harus ada pembuktian dari rekan
sekerja, yakni pembuktian dari orang-orang yang sama-sama menjadi nabi dan pengajar. Sudah
tentu para nabi dan pengajar ini haruslah orang yang membuka hati, yang bisa menerima wahyu
Roh Kudus dan yang dapat bersimpati terhadap rekan sekerja di hadapan Allah. Prinsip
pengutusan rasul oleh Roh Kudus hari inipun sama dengan yang diterapkanNya pada kali
pertama itu. Gereja lokal hanya menangani urusan gereja lokal; nabi dan pengajar menangani
pekerjaan gereja lokal, maka mereka harus menyatakan simpati.

PERJALANAN PENGINJILAN

Bagaimanakah tindak lanjut para rasul setelah mereka menerima panggilan Roh Kudus
dan simpati dari rekan sekerja? Ingatlah, orang-orang yang mengutus mereka hanya meletakkan
tangan dan menyatakan simpati belaka, mereka tidak berkuasa mengendalikan para rasul itu.
Puasa, doa dan peletakan tangan mereka hanya menyatakan simpati saja, tetapi tidak
bertanggung jawab apapun atas aktivitas, tunjangan dan keperluan para utusan tersebut. Dalam
Alkitab tidak pernah ada catatan tentang seorang rasul yang dikendalikan oleh manusia. Mereka
dipanggil Roh Kudus, dan rekan sekerja hanya menyatakan simpati saja. Mereka tidak punya
peraturan dan atasan. Mereka hanya memiliki Roh Kudus sebagai komandan mereka, dan
mereka maju ke depan hanya menurut pimpinan Roh Kudus.
Untuk kali pertama Roh Kudus mengutus dua rasul terlihat dalam Kisah Para Rasul 13
dan 14. Setelah membaca kedua pasal itu, kita nampak bagaimana seharusnya jejak perjalanan
para rasul. Kedua pasal itu merupakan catatan penginjilan rasul yang pertama kalinya, juga
pengalaman penginjilan mereka yang pertama kalinya, supaya kita sebagai rasul hari ini tahu
harus bagaimana berbuat. Meskipun kita hari ini tidak mungkin menuju Seleukia, Derbe atau
Listra, namun pengalaman perjalanan mereka boleh menjadi teladan kita. Walau dari segi luaran
pimpinan Roh Kudus pada kita mungkin tidak sama dengan mereka, tetapi pada prinsipnya, jejak
perjalanan mereka adalah teladan kita.
"Oleh karena disuruh (diutus) Roh Kudus, Barnabas dan Saulus berangkat ke Seleukia,
dan dari situ mereka berlayar ke Siprus. Setiba di Salamis, mereka memberitakan firman Allah
di dalam rumah-rumah ibadat orang Yahudi . . . Mereka mengelilingi seluruh pulau itu sampai
ke Pafos . .." (13:4-6). Dari beberapa ayat ini kita nampak, bahwa jejak rasul adalah bergerak
terus. Anda tidak akan melihat mereka tinggal menetap di suatu tempat. Dengan kata lain,
seorang rasul adalah seorang yang bergerak, bukan seorang yang bercokol/terpaku di satu
tempat.
"Lalu Paulus dan kawan-kawannya meninggalkan Pafos dan berlayar ke Perga di
Pamfilia; . . . Dari Perga mereka melanjutkan perjalanan mereka, lalu tiba di Antiokhia di
Pisidia . . . (Antiokhia lain)" (ayat 13-14). Setelah rasul meninggalkan Antiokhia dan sebelum
tiba di Antiokhia Pisidia, mereka sudah memberitakan Injil di tempat-tempat yang disinggahi,
tetapi mungkin hasilnya tidak seberapa. Setelah rasul tiba di Antiokhia Pisidia berbedalah
keadaannya. Silakan baca ayat-ayat di bawah ini:
"Setelah selesai ibadah, banyak orang Yahudi dan penganut-penganut agama Yahudi
yang takut akan Allah, mengikuti Paulus dan Barnabas . . ." (ayat 43). Itulah hasil penginjilan
mereka di Antiokhia Pisidia. Mereka menarik banyak orang berpaling ke dalam nama Tuhan.
Berselang seminggu, rasul berkhotbah lagi kepada mereka dan nyaris orang seisi kota datang
berhimpun untuk mendengar firman Allah. Hasilnya, ada beberapa orang Yahudi iri hati, lalu
membantah perkataan Paulus, bahkan memfitnahnya. Paulus dan Barnabas kemudian beralih ke
kalangan orang kafir dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi
percaya (ayat 43-48). Pada hari Sabat pertama ada orang-orang Yahudi diselamatkan, dan pada
hari Sabat ini ada orang-orang kafir diselamatkan, jadi, banyak orang yang beroleh selamat.
Karenanya muncullah gereja di Antiokhia Pisidia.
Tetapi, pekerjaan rasul tidak berhenti di Antiokhia Pisidia. Rasul tidak berkata, "Aku
sudah bekerja di sini, dan gereja sudah mulai berdiri, maka kita harus menetap di sini untuk
membina atau menggembala mereka." Setelah mendirikan gereja lokal, rasul tidak menetap terus
di situ untuk melakukan pembinaan, melainkan "firman Tuhan disiarkan di seluruh daerah itu"
(13:49). Rasul tidak mementingkan satu lokal saja, melainkan seluruh daerah itu. Alkitab tidak
memberi teladan seorang utusan menetap terus di suatu lokal untuk menjaga kawanan domba,
seperti yang kita lihat hari ini, melainkan memperhatikan "seluruh daerah itu".
Mereka memberitakan Injil dan mendapatkan beberapa orang, tetapi orang-orang Yahudi
menghasut perempuan-perempuan terkemuka yang takut akan Allah dan pembesar-pembesar di
kota itu, lalu menimbulkan penganiayaan atas Paulus dan Barnabas serta mengusir mereka dari
daerah itu. Bagaimana reaksi rasul? "Paulus dan Barnabas mengebaskan debu kaki mereka . . .
lalu pergi ke Ikonium" (ayat 51). Mereka bukan orang-orang yang bercokol di rumah, bukan
orang-orang yang tinggal di "gereja" menjadi penjaga domba, melainkan orang-orang yang
"menjelajahi jalan". Satu ciri seorang penginjil ialah kaki mereka berdebu. Bila Anda tanpa
debu, Anda sudah kehilangan ciri seorang penginjil, kehilangan ciri seorang rasul. Apakah rasul?
Rasul adalah utusan. Tidakkah sangat bertentangan jika seorang utusan tidak sering bepergian?
Semua utusan harus pergi, harus berdebu, itulah yang diperlihatkan Alkitab kepada kita. Kita
tidak boleh menetap seenaknya, tidak boleh menjadi penjaga pintu, melainkan harus pergi keluar.
Kaki Anda harus berdebu, baru Anda bisa mengibasnya. Maka ciri-ciri orang-orang yang diutus
Tuhan ialah: tidak menetap di satu lokal sebagai penggembala, melainkan sebagai perintis
"semi" Injil. Hal ini harus kita perhatikan secara khusus.
Bagaimana keadaan gereja lokal sepeninggal rasul? "Murid-murid di Antiokhia penuh
dengan sukacita dan dengan Roh Kudus" (ayat 52). Ini benar-benar ajaib! Menurut pikiran kita,
orang-orang itu baru saja menerima Injil dan beroleh selamat, bagaimana dengan mereka jika
ditinggal para rasul? Mereka tidak berkata kepada para rasul, "Mengapa kalian begitu takut
teraniaya dan ingin buru-buru pergi? Mengapa tidak tinggal beberapa hari lagi untuk membina
kami? Jika kalian pergi, kami akan menjadi domba yang tanpa gembala. Sedikitnya seorang di
antara kalian harus tinggal sesaat di sini." Atau berkata, "Bukankah kami seperti bayi-bayi yang
baru lahir? Bagaimana kami bisa menghadapi aniaya yang sedahsyat itu kalau kalian
meninggalkan kami?" Tidak, mereka tidak berkata demikian. Di sini kita harus memperhatikan
satu perkara: Roh Kudus di sini telah memancangkan suatu teladan, yakni rasul tidak bercokol
terus untuk pekerjaan peneguhan. Mereka bukan meninggalkan orang-orang yang beroleh
selamat itu setelah mereka agak bertumbuh. Malahan setelah mereka pergi, murid-murid itu
penuh dengan sukacita. Murid-murid tersebut memang berniat menjadi orang Kristen yang
sesuai dengan Alkitab. Secara pribadi saya yakin, bahwa di dalam gereja semula tidak ada orang
Kristen seperti hari ini. Dalam gereja semula, masing-masing orang menganggap gereja adalah
kewajiban mereka sendiri, dan urusan dalam gereja adalah urusan mereka sendiri. Lain dengan
hari ini, orang menjadi Kristen hanya ikut "kebaktian Minggu" dan mendengarkan khotbah
belaka. Sebenarnya, dalam Perjanjian Baru tidak ada orang Kristen model ini. Orang Kristen
model ini sebenarnya adalah ciptaan agama Katholik yang muncul di kemudian. Dalam Alkitab,
bila seseorang menjadi milik Tuhan, maka dia sendirilah menjadi orang Kristen, dan dia sendiri
pula yang menjalin hubungan yang wajar dengan gereja.
Walau para rasul pergi, murid-murid penuh dengan sukacita. Penuh dengan sukacita,
karena mereka sudah beroleh selamat. Penuh dengan sukacita, karena mereka sekarang melayani
Allah. Penuh dengan sukacita, karena mereka telah menerima terang dari Allah. Penuh dengan
sukacita, karena sejak kini orang-orang Ikonium berkesempatan mendengar Injil. Mereka tidak
seperti orang Kristen hari ini, yakni selalu menaruh harapan pada seorang gembala/pendeta yang
terus-menerus memelihara mereka. Sejarah, latar belakang dan kebiasaan gereja hari ini ialah
selalu menaruh harapan kepada seorang pendeta tetap. Namun, dalam gereja yang semula sama
sekali tidak ada konsepsi yang demikian, bahkan sama sekali tidak dikenal konsepsi ini.
Mereka tidak hanya penuh dengan sukacita, mereka juga "penuh dengan Roh Kudus".
Para rasul sudah pergi, tetapi Roh Kudus masih hadir. Para rasul teraniaya dan meninggalkan
mereka, namun Roh Kudus tak mungkin meninggalkan mereka. Setelah para rasul pergi,
kehadiran Roh Kudus malah lebih diperlukan. Andaikan di sana ada seorang pendeta, mungkin
mereka tidak begitu merasa penting terhadap hal dipenuhi dengan Roh Kudus. Jika ada seorang
pendeta di sana, dipenuhi Roh Kudus pun dirasa tidak berguna, tidak dipenuhi Roh Kudus pun
tidak dirasa rugi. Karena ada seorang gembala yang khusus mengurusi urusan rohani bagi
mereka, maka mereka tidak merasa perlu dipenuhi oleh Roh Kudus. Dalam Alkitab tidak ada
konsepsi seorang rasul menetap lama dan menjadi pendeta di suatu lokal. Yang ada dalam
Alkitab ialah seorang gembala yang Allah bangkitkan di gereja lokal itu untuk menggembalakan
saudara-saudara lainnya di lokal tersebut. Mereka adalah saudara yang berkarunia dari antara
orang-orang yang diselamatkan di lokal itu juga, bukanlah seorang rasul yang menetap terus di
sana untuk menjaga sebuah gereja. Tetapi, bila rasul pergi namun di sana tidak dipenuhi Roh
Kudus, tentu akan sulit. Karena itu, Allah harus memenuhi mereka dengan Roh Kudus. Hari ini
orang-orang tidak dipenuhi Roh Kudus, ini dikhawatirkan, karena ada manusia yang bekerja
menggantikan Allah!
Dalam 14:1 dikatakan, "Di Ikonium kedua rasul itu masuk ke rumah ibadat orang
Yahudi, lalu mengajar sedemikian rupa, sehingga sejumlah besar orang Yahudi dan orang
Yunani menjadi percaya." Untung ada aniaya di Antiokhia yang membuat mereka menghindar ke
Ikonium. Jika tidak, di Ikonium tentu tidak begitu banyak yang diselamatkan. Pekerjaan rasul
selalu maju ke depan; terus menyelamatkan jiwa dan terus mendirikan gereja. Setelah beberapa
hari tinggal di sana, "Orang banyak di kota itu terbelah menjadi dua: ada yang memihak kepada
orang Yahudi, ada pula yang memihak kepada kedua rasul itu" (ayat 4). Lihatlah, orang yang
percaya bertambah banyak, sehingga muncullah gereja di Ikonium. "Maka mulailah orang-
orang yang tidak mengenal Allah dan orang-orang Yahudi bersama-sama dengan pemimpin-
pemimpin mereka menimbulkan suatu gerakan untuk menyiksa dan melempari kedua rasul itu
dengan batu" (ayat 5) Aniaya bertambah hebat, kali ini mereka menggunakan kekerasan.
"Setelah rasul-rasul itu mengetahuinya, menyingkirlah mereka ke kota-kota di Likaonia, yaitu
Listra dan Derbe, dan daerah sekitarnya. Di situ mereka memberitakan Injil" (ayat 6-7). Mereka
pergi lagi. Mereka tidak berkata, "Aniaya yang diderita kaum imani di Ikonium sangat besar,
maka kita harus menanggungnya bersama-sama, dan kita harus melindungi mereka, serta
menolong mereka." Tidak, mereka malah menyingkir ke Listra dan Derbe. Mereka pergi, baik
dengan damai sejahtera oleh pimpinan Roh Kudus maupun dengan sengsara oleh aniaya atau
penghinaan manusia. Bagaimanapun, mereka selalu berjalan, pergi. Apakah yang mereka
lakukan di Listra dan Derbe? Mereka memberitakan Injil di sana dan di sekitarnya.
Bagaimana akibat penginjilan mereka di sana? "Tetapi datanglah orang-orang Yahudi
dari Antiokhia dan Ikonium dan mereka membujuk orang banyak itu memihak mereka. Lalu
mereka melempari Paulus dengan batu dan menyeretnya ke luar kota, karena mereka
menyangka, bahwa ia telah mati. Akan tetapi ketika murid-murid itu berdiri mengelilingi dia,
bangkitlah ia lalu masuk ke dalam kota . . ." (ayat 19-20). Kini aniaya lebih dahsyat daripada dua
kali sebelumnya. Kita tak tahu ada berapa orang yang beroleh selamat, namun dengan adanya
murid-murid berdiri mengelilingi Paulus, boleh jadi ketika itu ada delapan atau sembilan orang,
atau mungkin ada dua tiga puluh orang, bahkan mungkin seratus atau dua ratus orang. Maka
sebuah gereja lagi muncul di Listra. Keesokan harinya Paulus "berangkat bersama-sama dengan
Barnabas ke Derbe . . . memberitakan Injil di kota itu dan memperoleh banyak murid . . ." (ayat
20-21). Di Derbe mereka memperoleh sekelompok orang lagi. Perjalanan penginjilan Paulus
yang pertama berakhir di Derbe.
Dari ayat-ayat Alkitab di atas, kita nampak satu prinsip terbesar dalam jejak perjalanan
rasul, yakni mereka menginjil dan mendirikan gereja dari satu lokal ke lokal lain. Mereka tidak
bercokol terus di satu lokal. Tidak ada rasul utusan yang duduk santai di rumah. Dalam Alkitab
tidak ada rasul yang tidak bepergian. Teladan jelas telah diperlihatkan Alkitab kepada kita,
bahwa tugas rasul adalah memberitakan Injil dari satu lokal ke lokal lain; mereka tidak bertugas
menetap dan menggembalakan kaum imani di suatu lokal tertentu.

PEKERJAAN PENGULANGAN

Tetapi, kini ada satu pertanyaan, yakni: siapakah yang menggembala orang-orang yang
telah diselamatkan itu? Siapa yang mengurus mereka? Bagaimanakah gereja disusun? Jika rasul
tidak tinggal di antara mereka, siapakah yang akan melakukan pekerjaan itu di antara mereka?
Selanjutnya, kita melihat bahwa pekerjaan rasul selalu berpola pergi dan pulang. Setelah mereka
pergi, mereka masih akan kembali lagi. Ketika mereka kembali lagi, masalah-masalah itu
dibereskan. Meskipun mereka sendiri tidak tinggal menetap, tetapi ketika mereka kembali,
semua masalah itu diatasi. Mari kita lihat perkara apa yang terlebih dulu mereka lakukan.
"Lalu kembalilah mereka ke Listra, Ikonium dan Antiokhia. Di tempat itu mereka
menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam
iman, dan menyatakan bahwa untuk masuk ke dalam kerajaan Allah kita harus mengalami
banyak sengsara" (ayat 21-22). Mereka sekarang kembali melakukan tugas perawatan atau
pembinaan. Tetapi mereka bukan menetap terus di situ untuk membina. Pekerjaan penginjilan
oleh rasul dilakukan dari satu lokal ke lokal lain, pekerjaan pembinaan oleh rasul juga dilakukan
dari satu lokal ke lokal lain. Jadi, rasul tidak tinggal di satu lokal terus, baik untuk menginjil
maupun membina. Perjalanan rasul yang pertama adalah mendirikan gereja, dan dalam
perjalanan kembalinya adalah membina atau meneguhkan gereja. Perjalanan pergi dan pulang
rasul kali ini memakan waktu lebih dari setahun. Dalam jangka lebih dari setahun ini Paulus
telah mendirikan banyak gereja, dan telah membina banyak gereja pula. Kali pertama rasul
melakukan pekerjaan pendirian, dan kali kedua rasul melakukan pekerjaan pembinaan. Ketika
rasul pergi ke suatu lokal, mereka mendirikan gereja lokal; ketika mereka kembali di suatu lokal,
mereka melakukan pembinaan. Dalam Alkitab tidak ada contoh seorang rasul menetap terus di
satu lokal untuk memelihara satu gereja, atau menggembala satu gereja, melainkan mereka pergi
mendirikan gereja, dan pulang membina gereja.

MELANTIK PARA PENATUA

Kalau demikian, bagaimanakah kelanjutan urusan-urusan gereja di kemudian hari? Para


rasul tidak berunding siapa di antara mereka yang harus menetap di satu lokal, pun tidak
mengirim surat ke Antiokhia untuk minta dikirimkan orang ke situ, melainkan, "Di tiap-tiap
gereja rasul-rasul menetapkan penatua-penatua bagi gereja itu dan setelah berdoa dan
berpuasa, mereka menyerahkan penatua-penatua itu kepada Tuhan" (ayat 23). Para rasul adalah
pekerja yang Allah bangkitkan untuk memberitakan Injil di tiap-tiap lokal, dan hasil pekerjaan
mereka adalah didirikannya gereja-gereja di tiap lokal. Setelah mereka mendirikan gereja,
mereka tidak menetap terus di satu lokal. Pada zaman rasuli, setelah rasul pergi menginjil dan
mendirikan gereja, maka ketika mereka kembali, mereka membina gereja itu. Berapa lama waktu
yang dipergunakan, tidak kita ketahui. Selesai membina, menjelang pergi, lalu di setiap gereja
mereka memilih beberapa orang yang agak bertumbuh dari antara kaum imani setempat untuk
melantik mereka menjadi penatua, yakni yang disebut penilik dalam Alkitab. Berapa banyak
gereja lokal yang mereka dirikan, di gereja-gereja itulah mereka melantik penatua. Mereka bukan
menunggu suatu gereja mencapai suatu tingkat tertentu baru melantik penatua, melainkan di
setiap gereja lokal mereka melantik para penatua.
Prosesnya sangat sederhana. Setelah rasul memberitakan Injil di suatu lokal dan ada
beberapa orang diselamatkan, maka sudahlah ada pendirian gereja. Lalu rasul meninggalkan
tempat itu sejangka waktu, dan kemudian kembali lagi ke situ. Dengan sendirinya akan terjadi
tiga macam keadaan: 1) ada sebagian orang yang tidak dapat mengikuti; ketika rasul pergi,
mereka pun mengundurkan diri; 2) ada sebagian orang bersikap biasa-biasa saja, mereka tetap
datang berhimpun; tidak mundur, namun juga tidak giat menuntut kemajuan; 3) ada sebagian
orang agak bertumbuh, mereka menaruh minat dalam hal rohani, dan ada tuntutan. Maka, dari
antara sebagian orang yang agak bertumbuh inilah rasul memilih dan melantik beberapa orang
menjadi penatua. Para penatua itulah yang lebih banyak bertanggung jawab atas penggembalaan,
pembinaan dan pengajaran di gereja lokal mereka. Jadi, merekalah yang mengemban kewajiban
administrasi dan pengaturan gereja.
Para penatua tersebut bukan bekerja bagi (menggantikan) saudara-saudara setempat,
melainkan mengawasi mereka bekerja. Dalam Alkitab, "penatua" berarti "penilik" atau
"pengawas". Dalam Alkitab selamanya tak pernah nampak seorang rasul menetap lama di satu
lokal untuk mengurus satu gereja; itu tugas penatua, bukan tugas rasul. Rasul sudah pergi, tetapi
mereka melantik para penatua dari lokal itu sendiri, untuk mengurus urusan lokal.
Setelah rasul melantik para penatua, maka dengan berpuasa dan berdoa, diserahkanlah
mereka kepada Tuhan yang mereka percayai. Sebagaimana ketika mereka sendiri diutus, mereka
diserahkan kepada Tuhan melalui puasa dan doa para nabi dan pengajar, kini mereka juga
melalui berpuasa dan berdoa, menyerahkan para penatua itu kepada Tuhan.
Inilah teladan pekerjaan rasul. Hari ini kita juga harus bekerja menurut apa yang
dikerjakan rasul. Jika kita menaati teladan rasul, wajiblah kita memiliki jejak rasul, perjalanan
rasul dan cara kerja rasul. Kalau kita memiliki kekuatan rasul, persembahan rasul dan cara kerja
rasul, kita pasti akan mendapatkan hasil seperti rasul, juga derita aniaya rasul. Jika kita hari ini
tidak ada hasil seperti rasul, salah satu sebabnya ialah, karena kita tidak menggunakan cara kerja
rasul.

KEMBALI KE ANTIOKHIA

"Mereka menjelajahi seluruh Pisidia dan tiba di Pamfilia. Di situ mereka memberitakan
firman di Perga, lalu pergi ke Atalia, di pantai. Dari situ berlayarlah mereka ke Antiokhia, di
tempat itulah mereka dulu diserahkan kepada kasih karunia Allah untuk memulai pekerjaan,
yang telah mereka selesaikan. Setibanya di situ mereka memanggil jemaat berkumpul, lalu
mereka menceritakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka, dan
bahwa Ia telah membuka pintu bagi bangsa-bangsa lain kepada iman" (ayat 24-27). Begitu
mereka kembali, mereka menceritakan segala yang telah mereka lakukan di luar, kepada gereja
di Antiokhia. Sebab mereka asalnya adalah dua saudara dari gereja di Antiokhia, dan yang
semula diutus pergi dari gereja di Antiokhia, maka mereka pulang memberi laporan kepada
gereja tersebut. Dalam Alkitab kita nampak, memberi laporan kerja kepada orang-orang yang
bersimpati dan yang membantu dalam doa itu diperbolehkan, bahkan diharuskan. Tetapi itu
adalah laporan, bukan iklan, maka tidak boleh mengandung sifat iklan. Membuat laporan atau
korespondensi mengenai perkembangan pekerjaan kepada anak-anak Allah itu sangat berharga.
Tetapi kalau sifatnya berubah, dan mengandung maksud lain, itu tidak diperkenan Allah. Jika
kita merasa rendah diri (minder, bersikap menutup diri yang milik sukma), namun mengira
berbuat demikian berarti lebih luhur daripada orang lain, itupun bukan contoh rasul. Segalanya
tergantung pada motivasi. Bagi orang yang bersih, segalanya bersih; bagi orang yang najis,
segalanya najis. Inilah jejak para rasul, sebagai teladan yang ditinggalkan di antara kita, yang
patut kita teladani. Semoga Allah merahmati kita!
Bab 4

PENATUA YANG DILANTIK RASUL

Sebutan penatua berasal dari Perjanjian Lama. Pada jaman Perjanjian Lama, orang Israel
mempunyai penatua, dan ada penatua di tiap kota. Dalam keempat kitab Injil Perjanjian Baru
juga sering disebut adanya penatua, tetapi itu juga penatua orang Israel. Bagian depan kitab
Kisah Para Rasul juga membahas penatua, (4:5,8; 6:12) tetapi itu tetap para penatua bangsa
Israel.
Mulai kapankah ada penatua dalam gereja? Alkitab mencatat, bahwa di Yerusalem ada
penatua, tetapi tidak dicatat bagaimana pelantikan mereka. Alkitab juga tidak membicarakan
bagaimana gereja di Yerusalem diatur, sebab Allah tidak bermaksud menjadikan gereja di
Yerusalem sebagai contoh atau teladan gereja lokal. Karena murid-murid itu baru disebut orang
"Kristen" ketika gereja di Antiokhia berdiri; Kekristenan resmi dimulai dari Antiokhia. Walau
ada penatua di Yerusalem, tetapi Alkitab tidak mencatat bagaimana para penatua tersebut
dilantik; hanya eksistensi mereka saja yang tercatat dalam kitab Kisah Para Rasul. Dalam pasal
11:30 tercatat, bahwa Barnabas dan Paulus mengantarkan uang bantuan gereja kepada para
penatua di sana. Ini merupakan catatan kali pertama tentang penatua gereja dalam Perjanjian
Baru. Tetapi di sini kita tidak diberitahu siapakah penatua-penatua itu, dan siapa pula yang
melantik mereka? Kemudian, dalam lima belas pasal terakhir, meski berkali-kali disinggung
tentang para penatua di Yerusalem, tetapi tidak pula diperlihatkan kepada kita siapa mereka itu?
Bagaimana mereka dilantik? Hanya dalam Kisah Para Rasul 14:23, ketika mengisahkan untuk
kali pertama rasul keluar memberitakan Injil, dikatakan, "Di tiap-tiap jemaat rasul-rasul itu
menetapkan penatua-penatua bagi jemaat itu, dan setelah berdoa dan berpuasa, mereka
menyerahkan penatua-penatua itu kepada Tuhan." Ini merupakan ayat pertama yang mencatat
pelantikan penatua. Kedua rasul itu memberitakan Injil, ada orang yang diselamatkan, maka
gereja berdiri, dan kemudian para penatua dilantik. Dari sini kita nampak, teladan pelantikan
para penatua baru berawal ketika para rasul pergi bekerja dari Antiokhia.

PELANTIKAN PENATUA

Setelah para rasul memberitakan Injil di suatu tempat dan ada orang beroleh selamat,
maka berdirilah gereja di tempat itu. Setelah ada gereja, perlu ada orang-orang yang menjadi
penilik mereka; sebab mereka perlu pengurusan, pembinaan dan penggembalaan. Kendatipun
kaum imani dalam Alkitab tidak seperti "anggota gereja" hari ini, yang hampir semuanya pasif,
dan meskipun mereka sendiri bisa mengemban kewajiban gereja, tetapi mereka memerlukan
orang-orang yang menaruh perhatian atas kerohanian mereka di dalam Tuhan. Mereka memang
dapat bekerja dengan spontan, tetapi mereka juga memerlukan orang yang memimpin mereka.
Siapakah yang bertanggung jawab mengurus dan membina gereja? Para penatua yang dilantik
rasul! Menurut Alkitab, pengurusan dan pembinaan gereja adalah kewajiban para penatua.
Urusan gereja ada di tangan para penatua, bukan di tangan para rasul. Allah tidak pernah
memanggil seorang rasul untuk bertanggung jawab mengurus gereja lokal, ataupun membina
sebuah gereja lokal. Walau Paulus di Korintus bermukim selama lebih dari setahun, bermukim di
Roma dua tahun, dan di Efesus tiga tahun, tetapi ia hanya bertanggung jawab atas pekerjaan
ministrinya sendiri, bukan pekerjaan gereja lokal. Yang bertanggung jawab atas tugas gereja
lokal adalah para penatua, bukan para rasul. Dalam Alkitab ada penatua di Efesus, tidak ada rasul
di Efesus. Alkitab tidak mencantumkan adanya rasul di Filipi, hanya ada penilik di Filipi. Rasul
hanya mengemban kewajiban pekerjaan utusan, tidak mengemban kewajiban pekerjaan gereja
lokal. Jiwa-jiwa sebagai hasil pekerjaan rasul semua diserahkan kepada para penatua.
Karena itu, kehendak Allah bukan tanpa "gembala", bukan tanpa orang yang
memperhatikan dan membina gereja setempat, melainkan harus ada kerja sama antara rasul
dengan para penatua. Tugas rasul adalah khusus berkeliling ke setiap lokal, sedang penatua
hanya bertugas di satu lokal. Ciri-ciri rasul adalah pergi, sedang ciri-ciri penatua adalah tinggal.
Rasul selamanya tidak tinggal di satu gereja lokal sebagai gembala, itu adalah tugas penatua.
Pekerjaan yang dikerjakan oleh apa yang disebut "pendeta" dalam sistem "kependetaan" hari ini
sebenarnya adalah pekerjaan yang seharusnya dikerjakan para penatua. Pekerjaan rasul utusan
Tuhan tidak seharusnya berhenti di satu lokal. Para penatua tidak tentu mengemban pekerjaan
(pelayanan) sebagai pekerjaan (dalam arti profesi, mata pencarian) mereka. Sebaliknya, mereka
justru adalah saudara-saudara yang berpekerjaan di lokal itu, hanya saja mereka sekaligus
sebagai pewajib gereja lokal. Walau adakalanya, karena banyaknya urusan gereja lokal, mereka
boleh melayani dengan sepenuh waktu, namun ciri-ciri mereka ialah mengemban tugas gereja
lokal berdasarkan kualifikasi mereka sebagai saudara di lokal itu. Firman Allah
memperlihatkan kepada kita bahwa Allah tidak pernah melantik rasul untuk mengurus satu
gereja lokal. Rasul adalah untuk pekerjaan tiap-tiap lokal. Gereja dalam Alkitab semua berbatas
lokalitas dan terbagi atas lokalitas. Demi menjaga kemandirian administrasinya dan
kemanunggalan kerohaniannya, maka kecuali perbedaan lokal, Allah tidak mengijinkan adanya
perbedaan lain. Maka, semua penatua yang menilik gereja dijabat oleh saudara-saudara yang
senior, bukan oleh orang-orang yang dikirim dari tempat lain. Dengan demikian barulah sifat
lokalitas gereja bisa terpelihara. Jika tidak, akan ada beberapa gereja yang khusus dikelola oleh
seorang pekerja, dan segera akan muncul sekta atau denominasi.
Bagaimanakah terlahirnya para penatua? Setelah rasul menyelamatkan orang di tiap lokal
dan mendirikan gereja lokal, di gereja-gereja itu dengan sendirinya ada sebagian orang yang
rohaninya lebih maju. Mereka itulah yang dilantik rasul sebagai penatua. Dulu kita mengira,
terlahirnya penatua di sebuah gereja harus memakan waktu tujuh atau delapan tahun, karena jika
tidak ada orang-orang yang lebih "tua" (dalam hal rohani), bagaimana mungkin ada penatua?
Namun, kita harus ingat Kisah Para Rasul 14 yang mencatat pelantikan para penatua. Sudah
tentu itu bukan terjadi ketika pemberitaan Injil yang pertama, melainkan ketika rasul kembali
untuk kedua kalinya. Sewaktu pergi adalah memberitakan Injil, dan sewaktu kembali barulah
melantik para penatua. Sangatlah cepat, boleh jadi di suatu tempat hanya beberapa bulan, dan
boleh jadi ada yang hanya beberapa minggu. Pelantikan para penatua tidak harus menunggu
berapa lama. (Kepergian rasul yang pertama hingga kembali tidak lebih dari dua tahun).
Lagi pula, pelantikan itu dilakukan "di setiap gereja". Dengan kata lain, sewaktu rasul
kembali, tidak hanya melantik para penatua di dua atau tiga gereja, melainkan di setiap gereja.
Bukan karena ada satu gereja tidak begitu maju, maka di situ tidak diadakan pelantikan penatua,
dan di suatu gereja lain nampaknya lebih maju, maka di situ ada pelantikan penatua. Pelantikan
itu dilakukan rasul di setiap gereja. Mungkin ada yang bertanya: Jika ada sebuah gereja tidak
begitu beres, saudarinya sedikit, saudaranya pun sangat dangkal, bagaimana mungkin di situ
penatua terlantik? Ada satu perkara yang perlu Anda perhatikan dengan khusus: Dalam Alkitab
masalah kepenatuaan selalu terbatas pada satu lokal. Orang yang layak menjadi penatua di lokal
A, belum tentu layak menjadi penatua di lokal B. Misalkan di suatu tempat ada lima sampai
delapan orang saudara. Meskipun mereka sangat hijau, tetapi di antara mereka pasti ada orang
yang relatif tidak hijau. Penatua tidak mempunyai kualifikasi mutlak. Barangsiapa lebih maju
daripada orang lain di tempat itu, mereka adalah penatua. Sudah tentu jika mereka dipindah ke
tempat lain, mereka bukan penatua. Tetapi di tempat itu mereka adalah penatua. Demikian pula
sebuah keluarga. Ada keluarga yang berjumlah tujuh puluh sampai delapan puluh jiwa, di
dalamnya ada paman kecil dan paman besar. Dalam keluarga besar ini, Anda tidak bisa dengan
semaunya sendiri menjadi kakak terbesar. Tetapi ada pula keluarga yang hanya beranggotakan
lima jiwa. Walau Anda masih berusia dua puluhan, Anda sudah menjadi kakak terbesar. Anda
bukan menjadi kakak terbesar di rumah orang lain, melainkan di rumah Anda yang kecil itu.
Begitu pula dalam gereja. Mungkin kerohanian semua orang di suatu gereja lokal lumayan
bertumbuh, di situ tentu ada beberapa orang yang lebih maju daripada yang lain. Mereka itu bisa
menjadi penatua, Anda tidak bisa menjadi penatua. Jika Anda pergi dan menetap di suatu tempat
yang saudara-saudaranya sangat hijau, di situ Anda bisa menjadi penatua. Ini disebabkan ada
masalah lokalitas. Lain halnya dengan para rasul. Mereka melayani tiap gereja lokal berdasarkan
berbagai karunia yang diperoleh dari Tuhan, karena itu mereka tidak terbatas oleh lokalitas. Ke
mana pun mereka pergi, di luar jabatannya, mereka dapat menerapkan semua karunianya.
Ingatlah, bahwa penatua hanya bisa mengemban kewajiban di satu tempat.
Jadi, teladan Alkitab tentang pelantikan para penatua ialah ketika rasul kembali
menjenguk saudara-saudara setelah lewat beberapa saat, dan mereka dipilih dari antara saudara-
saudara yang telah diselamatkan itu. Pada waktu rasul tidak ada di situ, dengan sendirinya ada
orang yang lebih maju, lebih rela bertanggung jawab, lebih stabil dan serius, mereka itulah yang
dilantik menjadi penatua. Bukan harus menunggu gereja bertumbuh sampai ke tingkat yang
bagaimana, baru kemudian melantik para penatua. Walaupun kadang-kadang tidak dapat dilantik
segera oleh rasul, tugas pelantikan tersebut tetap harus diserahkan kepada orang lain, misalnya
Titus. Tugas tersebut paling penting, karenanya hal ini disinggung paling depan dalam surat
Titus. Di situ dipesankan, bahwa di Kreta, "Engkau (Titus) menetapkan penatua-penatua di tiap
kota" (Titus 1:5). Para rasul meninggalkan teladan bagi kita, yakni begitu mereka kembali,
pelantikan itu segera dilaksanakan. Dari antara orang-orang yang beroleh selamat itu dipilih
beberapa yang agak bertumbuh, stabil, rohani dan bertanggung jawab, untuk menjadi penatua.
Tatkala rasul pergi, orang-orang tersebut bangkit mengemban kewajiban gereja setempat, dan
mereka adalah penatua.
Ada satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu rasul bukan melantik orang-orang yang
mereka sukai, melainkan melantik yang telah dilantik Allah. Karena itu, ia dapat berkata kepada
para penatua gereja di Efesus, "Karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik
untuk menggembalakan jemaat Allah" (Kis. 20:28). Jadi rasul melantik mereka yang telah
ditetapkan Roh Kudus. Kita harus ingat, jabatan-jabatan dalam gereja diperoleh seseorang bukan
karena ia dilantik oleh manusia. Semua bersifat rohani. Roh Kudus terlebih dulu melantik
seseorang, kemudian, setelah rasul mengetahui kehendak Roh Kudus, rasul melantiknya lagi.
Jika Roh Kudus tidak melantiknya, bagaimanapun rasul melantiknya, ia tak mungkin menjadi
penatua. Segala sesuatu dalam gereja dituani oleh Roh Kudus, manusia tak dapat berbuat apa-
apa. Semua yang berasal dari Roh Kudus baru dapat bertahan di dalam gereja. Jika tidak, semua
akan tak bernilai sama sekali. Karena itu, seseorang menjadi penatua bukan karena ia sendiri
mengira dirinya layak atau karena rasul mau melantik, melainkan dilantik oleh Roh Kudus
berdasarkan kemajuan kerohaniannya dan pemberian karunia oleh Roh Kudus yang relatif
memadai. Sebelum ia dilantik, ia sudah dengan rendah hati mengasuh saudara-saudara. Karena
posisi kerohaniannya itulah, meskipun belum dilantik sebagai penatua oleh rasul, namun ia sudah
sejak dini menyatakan dirinya sebagai penatua di dalam gereja. Rasul bukan tiba-tiba dari
"barisan belakang" mengundang seseorang maju ke depan untuk menjadi penatua, melainkan
Roh Kudus sudah menyatakan kedudukannya secara rohani.
Para penatua ini adalah oknum setempat. Mereka menjabat sebagai penatua untuk
mengurus urusan gereja lokal. Mereka terbatas oleh lokalitas. Orang yang menjadi penatua di
Smirna, bukanlah penatua di Efesus; orang yang menjadi penatua di Efesus, bukanlah penatua di
Smirna. Dalam Alkitab, tidak ada rasul lokal, demikian pula tidak ada penatua "superlokal"
(melampaui lokal). Semua penatua adalah milik lokal; semua rasul adalah milik "superlokal".
Tidak ada rasul yang mengurus sebuah gereja lokal, tidak ada pula penatua yang mengurus
beberapa lokal. Semua rasul mengurus pekerjaan di tiap-tiap lokal, dan tugas rasul ialah
mendirikan gereja. Setelah suatu gereja didirikan, tugas untuk mengurus gereja itu diserahkan
rasul kepada para penatua setempat; rasul segera lepas tangan, dan sama sekali tidak bertanggung
jawab atas gereja lokal. Kewajiban gereja lokal sepenuhnya di tangan para penatua. Bila rasul
kembali ke tempat itu, jika para penatua senang, boleh menerimanya, bila tidak senang, boleh
menolaknya. Andaikata rasul sampai ditolak oleh penatua gereja lokal, apa boleh buat, ia hanya
bisa meninggalkan lokal tersebut dan pergi ke tempat lain. Rasul tidak ada wewenang untuk
memaksa para penatua, sebab wewenang gereja lokal ada di tangan mereka, bukan di tangan
rasul.
Bagaimana cara Paulus menanggulangi kaum imani yang melakukan perzinahan di
Korintus? Andaikata kita adalah Paulus hari ini, kita akan menulis surat kepada gereja di
Korintus dan berkata, "Orang itu sudah kupecat, demikianlah hal ini kuberitahukan kepada
kalian." Tetapi Paulus hanya bisa menasihati gereja di Korintus untuk mengucilkan orang
tersebut. Jika mereka rohani, tentulah mereka menerima nasihat rasul. Jika mereka menolak
nasihat Paulus, Pauluspun tidak dapat berbuat apa-apa. Kalau mereka menolak nasihat Paulus,
mereka memang keliru secara rohani, tetapi menurut prosedurnya mereka tidak salah. Sebab
mereka adalah gereja lokal yang sangat otonom dan independen. Bila mereka tidak menerima
nasihat Paulus, paling-paling Paulus hanya bisa menerapkan wewenang rohani, yakni demi nama
dan kuasa Tuhan Yesus menyerahkan orang itu kepada setan, untuk membinasakan tubuhnya.
Maksud Paulus, "Aku tidak ada wewenang memecat atau mengucilkan orang tersebut. Aku
hanya berdoa, mohon Tuhan saja yang menanggulanginya." Perkara gereja lokal memang sama
sekali independen, tidak ada yang bisa campur tangan. Dalam Alkitab, semua kewajiban lokal
diserahkan kepada para penatua setempat.
Mungkin ada yang akan bertanya: Mengapa Petrus dan Yohanes juga menjadi penatua di
Yerusalem? (I Ptr. 5:1; II Yoh. 1; III Yoh. 1). Itu karena mereka tidak saja mengemban kewajiban
pekerjaan di tiap-tiap lokal, juga mengemban kewajiban pekerjaan di satu tempat. Waktu mereka
keluar, mereka mengemban kewajiban pekerjaan sebagai rasul, sedang waktu mereka pulang,
mereka mengemban kewajiban gereja sebagai penatua. Persoalannya di sini, di gereja lokal
tempat rasul menetap, jika si rasul jarang bepergian, ia boleh merangkap sebagai penatua
setempat. Maka Yohanes adalah rasul bila ia bepergian, dan penatua bila ia pulang kembali ke
lokalnya. Tetapi, mereka menjadi penatua di Yerusalem bukanlah berdasarkan status kerasulan
mereka, melainkan berdasarkan status saudara. Jadi kepenatuaan Petrus dan Yohanes di
Yerusalem adalah karena mereka memang tinggal di tempat tersebut. Alkitab tidak memberi
contoh sebuah gereja yang didirikan oleh rasul dari luar, lalu mengijinkan rasul tersebut di
samping sebagai rasul, juga sebagai penatua gereja yang didirikannya sendiri. Ia hanya bisa
menjadi rasul, tidak bisa menjadi penatua. Namun, jika di tempat tinggalnya sendiri, di gereja
lokalnya itu, ia adalah seorang saudara, ia boleh menjadi penatua. Tetapi, di gereja yang
didirikannya, demi memelihara sifat lokal gereja itu, dan demi memelihara sifat ke-"superlokal”-
an rasul, ia tidak diijinkan menjadi penatua. Paulus berasal dari Tarsus, ia memberitakan Injil di
Efesus dan mendirikan gereja. Walau Paulus tinggal di Efesus selama tiga tahun, ia hanya
melakukan pekerjaan rasul, tanpa mengemban tugas sebagai penatua; karena Paulus bekerja di
Efesus berdasarkan status kerasulan dan telah mendirikan gereja di Efesus, ia tidak dapat
merangkap menjadi penatua di Efesus. Kalaupun Paulus tinggal lebih lama beberapa tahun lagi
di Efesus, ia tetap hanya layak melakukan pekerjaan rasul, tak dapat mengemban tugas sebagai
penatua. Lain halnya dengan Petrus atau Yohanes, yang memang rasul, tetapi juga sebagai
penatua di Yerusalem. Paulus sendiri senantiasa menjadi rasul, tak pernah menjadi salah satu
penatua gereja lokal. Ada satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu di dalam gereja Allah yang
universal, selamanya tak pernah ada penatua, sebaliknya, di dalam gereja lokal selamanya tak
pernah ada rasul.

KEWAJIBAN PENATUA

Alkitab menunjukkan kepada kita, setelah seseorang beroleh selamat, ia mempunyai


pekerjaannya sendiri; bukan seorang rasul bekerja untuk (menggantikan) semua orang, bukan
pula seorang penatua bekerja mewakili semua orang. Penatua adalah penilik (Kis. 20:28; Tit.
1:5,7). Penatua menilik atau mengawasi saudara-saudara bekerja. Seorang pengawas bukan
menggantikan orang lain bekerja, melainkan mengawasi pekerja-pekerja yang bekerja. Dalam
Alkitab, saudara-saudaralah yang bekerja, penatua hanya mengawasi. Dalam Alkitab tidak ada
saudara yang menganggur, setiap saudara harus bekerja. Sewaktu para saudara bekerja, penatua
tampil menilik atau mengawasi mereka bekerja. Kita harus ingat, penatua bukan memborong
atau mewakili melakukan urusan gereja, melainkan mengawasi gereja melakukan urusan.
Penatua adalah pemrakarsa, hanya sebagai penilik. Pekerjaan mutlak dilakukan oleh setiap
saudara, penatua hanya bertugas sebagai komandan. Mungkin ada saudara yang nyalinya agak
kecil, sehingga tidak berani bekerja dan tidak berani keluar, maka penatua datang memberinya
dorongan. Atau di suatu tempat ada kebutuhan yang tidak diketahui saudara-saudara, maka
penatua datang mengingatkan. Atau mungkin ada beberapa saudara bertindak terlampau cepat,
maka penatua datang mengeremnya. Penatua bukan menggantikan mereka bekerja atau
memonopoli, melainkan mengawasi mereka bekerja dari samping. Penatua dalam Alkitab adalah
penilik, bukan perwakilan atau pemborong.
Dalam Alkitab kita nampak, bahwa tugas kewajiban penatua mempunyai dua aspek
khusus: pertama yang bersifat urusan; kedua yang bersifat rohani. Bila disimpulkan: mengurus,
menggembalakan dan mengajar. Jadi, tugas utama penatua adalah "mengurus gereja Allah" (I
Tim. 3:5) Penatualah yang harus bertanggung jawab atas semua rencana dan pelaksanaan
administrasi, urusan, personalia dan lain-lain dalam suatu gereja lokal. Tetapi, gereja menurut
Alkitab, bukanlah sekelompok orang yang secara pasif dikomando seseorang (atau beberapa
orang), atau membiarkan orang ini mewakili sekelompok orang melakukan segala hal, sedang
sekelompok orang itu hanya menjadi orang-orang yang menikmati semata; itu bukanlah gereja.
Segala yang ada di dalam gereja selalu bersifat "saling", atau "timbal-balik", atau "seorang
dengan yang lain". Karena sifat gereja adalah "masing-masing adalah anggota seorang
terhadap yang lain" (Rm. 12:5), dan tanpa siapa sebagai kepala (hanya Kristus sebagai Kepala),
maka pengurusan penatua dalam Alkitab bukan "memerintah" melainkan "menjadi teladan" (I
Ptr. 5:3). Yang dimaksud dengan memerintah ialah: hanya Anda sendiri bekerja, orang lain tidak
bekerja, atau orang hanya bekerja secara pasif, sedang Anda sendiri hanya mengeluarkan
perintah saja tanpa bekerja. Yang dimaksud dengan teladan ialah: Anda sendiri bekerja sebagai
contoh dan mengajak orang lain bekerja bersama. Orang lain bekerja, Anda sendiri juga bekerja,
bahkan Anda bekerja lebih banyak dan lebih baik, menjadi teladan bagi orang lain. Itulah gereja.
Itulah prinsip dan cara pengurusan gereja yang Alkitabiah. Maka praktik seorang atau beberapa
orang pendeta melakukan segala urusan gereja dan membiarkan saudara-saudara menjadi pasif,
seperti di kalangan kekristenan hari ini, tidak sesuai dengan prinsip "menjadi teladan". Yang
selalu memerintah orang lain bekerja namun ia sendiri tidak menggerakkan satu jari pun, tidak
dapat "menjadi teladan". Jadi yang dimaksud "menjadi teladan" adalah Anda sendiri harus
bekerja, dan juga memimpin orang lain bekerja. Semuanya bekerja, Anda sendiri juga bekerja,
itulah yang berarti "menjadi teladan".
Tetapi, kewajiban penatua bukan hanya mengurus atau mengatur gereja. Jika ia
berkarunia, ia juga harus mengemban kewajiban pada aspek rohani. "Penatua-penatua yang baik
pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah
berkhotbah dan mengajar" (I Tim. 5:17). Kewajiban para penatua pada umumnya adalah
mengurus atau mengatur gereja. Tetapi ada beberapa penatua yang berkarunia lain, mereka juga
nabi dan pengajar, maka mereka juga bisa berkhotbah dan mengajar orang. Sebab itu, Paulus
berkata kepada Titus, bahwa penatua wajib "berpegang kepada perkataan yang benar, yang
sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu
dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya" (Tit. 1:9). Jadi, pengajaran atau
pengkhotbahan dalam gereja lokal bukan tugas rasul, melainkan tugas saudara yang berministri
di tempat itu, khususnya para penatua yang berministri. Dengan kata lain, pengkhotbahan dan
pengajaran adalah urusan lokal, sama dengan pengurusan. Fungsi rasul sama sekali bukan untuk
satu lokal. Terhadap ministri (pelayanan) setempat, terutama para penatua yang berministri,
seyogyanya lebih banyak bertanggung jawab.
Penggembalaan juga khusus sebagai tugas para penatua. Tidak hanya Paulus yang
berpesan kepada para penatua di Efesus, bahwa mereka harus "menjaga seluruh kawanan . . .
menggembalakan gereja Allah . . ." (Kis. 20:28), Petrus pun berpesan kepada para penatua kaum
imani Yahudi yang tersebar di berbagai tempat, "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang
ada padamu" (I Ptr. 5:2). Allah tidak mengabaikan pekerjaan penggembalaan, tetapi orang-orang
(gembala-gembala) yang ditetapkan Allah itu jauh berbeda dengan para gembala dalam konsepsi
kita. Cara Allah adalah memilih orang yang relatif maju dari antara orang-orang setempat untuk
tugas penggembalaan, bukan menghendaki para pemberita Injil, yang juga mendirikan gereja,
yang datang dari luar, menetap di situ untuk pekerjaan penggembalaan. Dengan kata lain,
gembala adalah milik lokal itu sendiri, yakni dari antara saudara setempat, bukan kiriman atau
pindahan/pengaturan dari tempat lain, dan kemudian menetap. Salah satu penyebab kegagalan
pekerjaan hari ini ialah kekurang-jelasan kita dalam membedakan tugas kewajiban rasul dan
penatua.

PARA PENATUA

Namun, petugas yang menangani penggembalaan demikian itu bukan hanya seorang
dalam satu lokal, seperti "pendeta" hari ini. Sistem kepengurusan gereja yang monopolistik itu
tidak Alkitabiah. Dalam Alkitab tidak ada contoh satu orang memonopoli segala urusan, atau
satu orang menangani semua kewajiban rohani dalam sebuah gereja lokal, sebagaimana yang
dipraktikkan "gereja" hari ini. Eksistensi penggembala (pendeta) memang Alkitabiah, tetapi
sistem kependetaan - kepengurusan yang dimonopoli oleh satu orang - itu adalah penemuan
kedagingan manusia.
Dalam Alkitab, penatua atau penilik satu gereja lokal selamanya tidak pernah berbilangan
tunggal, melainkan jamak. Allah tidak suka memakai seorang saudara untuk berdiri pada satu
posisi istimewa, dan menyuruh saudara-saudara lain tunduk kepadanya. Allah senang memakai
beberapa saudara untuk mengelola satu gereja. Kepengurusan yang monopolistik oleh satu orang
sangat mudah membuat orang tinggi diri, menganggap dirinya sangat penting dan menekan
saudara-saudara lain (III Yoh. 9-10). Cara Allah justru hendak melindungi gereja lokal agar tidak
dikendali oleh satu orang kuat, membuat suatu gereja menjadi milik pribadi, dan membuat gereja
mengenakan warna orang tersebut. Maka perlu ada beberapa penatua yang bertanggung jawab
atas satu gereja lokal, agar tidak ada orang tertentu bertindak sekehendak dirinya sendiri, dan
membuat gereja Allah sebagai pusakanya sendiri. Dengan kepengurusan yang "non-
monopolistik" baru semuanya bisa belajar memperhatikan pendapat saudara lain, dan supaya
semuanya ingat, bahwa kawanan domba itu adalah kawanan domba Allah, bukan kawanan
domba seseorang. Semuanya adalah anggota Tubuh, tak seorang pun dapat menjadi kepala orang
lain. Gereja bersifat saling (timbal balik); yang tidak timbal balik itu bukanlah gereja.

FAEDAH KEPENGURUSAN GEREJA OLEH PARA PENATUA

Begitu gereja lokal didirikan, maka semua wewenang dan tugas pekerjaan gereja lokal
harus segera diserahkan kepada gereja lokal itu sendiri, dan rasul tidak mempunyai wewenang.
Kalaupun rasul kembali dan bekerja lagi di situ, hasilnya tetap diserahkan kepada gereja lokal.
Dengan kata lain, tidak ada seorang rasul boleh menguasai seorang saudara. Tangan rasul selalu
kosong. Secara pribadi, rasul adalah hamba Allah, bukan majikan manusia, maka tangan rasul
harus selalu kosong.
Mengapa Allah menerapkan pola demikian? Sebab merekrut seorang pelayan dari luar
untuk mengurus satu gereja lokal itu adalah tindakan yang idealistis, sedang pengurusan satu
gereja lokal oleh beberapa penatua di tempat itu sangat realistis. Target pengurusan gereja lokal
oleh seorang pelayan (minister) tentu lebih tinggi, sedang target pengurusan gereja lokal oleh
penatua setempat, itu lebih realistis. Pola kerja pelayan itu spesialis/khusus, tetapi peran penatua
di dalam gereja lokal lebih efektif.
Namun, bukan berarti setelah itu rasul sama sekali tidak mau tahu tentang urusan gereja
lokal, rasul tetap membantu para penatua gereja lokal, supaya mereka mengetahui bagaimana
caranya mengurus gereja lokal mereka, seperti yang dilakukan Paulus terhadap gereja di Efesus.
Paulus mengutus orang dari Miletus ke Efesus untuk mengundang para penatua dan membantu
mereka bagaimana mengurus gereja di Efesus, agar gereja maju dan bertumbuh. Jadi rasul
mengasuh saudara-saudara dengan perantaraan tangan para penatua, sedang yang langsung
mengurus gereja adalah para penatua itu.
Andaikata rasul mengetahui kesalahan gereja lokal tertentu, ia tetap boleh menulis surat
untuk menasihati mereka. Hanya saja, terhadap mereka rasul hanya ada wewenang rohani, tanpa
wewenang resmi; wewenang resmi ada di tangan para penatua. Kita perlu membedakan kedua
wewenang ini. Jika para penatua itu rohani, rendah hati dan lemah lembut, mereka pasti sudi
menerima nasihat rasul. Tetapi jika mereka bersikeras, ingin benar sendiri dan sombong, tentu
nasihat rasul tidak diacuhkan. Kalaupun demikian, mereka hanya bersalah secara rohani, secara
resmi mereka tidak bersalah. Sebab merekalah yang mengurus gereja secara resmi. Namun,
apakah faedahnya jika suatu gereja tidak rohani?
Bila di suatu tempat ada orang diselamatkan, dan di sana sudah ada saudara-saudara,
sudah ada satu kelompok (gereja), maka mereka harus puas dengan gereja lokal di tempat
mereka berada. Gereja justru adalah sekelompok saudara-saudara itu. Di dalam lembaga ini tentu
ada beberapa saudara yang relatif lebih rohani, mereka itulah para penatua. Para penatua
hanyalah beberapa saudara yang lebih baik di antara yang lain. Di sini Roh Allah menghendaki
kita nampak, bahwa pengasuhan dan pembinaan di dalam gereja adalah bersifat timbal balik,
bersifat saling.
Bab 5

GEREJA YANG DIDIRIKAN PARA RASUL

Para rasul pergi ke berbagai tempat bekerja. Setelah ada orang diselamatkan, di berbagai
tempat itu mereka mendirikan gereja. Kemudian, mereka melantik penatua di gereja-gereja
tersebut, agar para penatua itu menangani urusan gereja lokal masing-masing. Setelah itu, para
rasul pergi ke tempat lain lagi. Sampai di sini, kita dapat bertanya: Gereja bagaimanakah yang
didirikan rasul di antara mereka? Mengapa rasul mendirikan banyak gereja di berbagai tempat
itu? Menurut Alkitab, bukankah gereja hanya ada satu, mengapa dikatakan pula bahwa rasul di
berbagai tempat mendirikan gereja-gereja? Gereja adalah Tubuh Kristus, hanya satu, mengapa
sekarang timbul banyak gereja? Sekarang kita akan menggunakan sedikit waktu untuk
membahas masalah ini.
Makna istilah "gereja" dalam bahasa Yunani sangat sederhana, yaitu "orang-orang yang
dipanggil keluar". Kelompok apakah itu? Yakni orang-orang yang dipanggil keluar, itulah yang
disebut gereja. Istilah ini hanya muncul dua kali dalam keempat kitab Injil, masing-masing
dalam Matius 16 dan 18. Kecuali itu tidak pernah disinggung lagi. Memang istilah ini banyak
terdapat dalam kitab Kisah Para Rasul. Tetapi dalam keempat kitab Injil hanya dipakai dua kali,
diucapkan oleh Tuhan sendiri, dan kedua kali itupun dipakai secara berbeda.

GEREJA DAN GEREJA-GEREJA

Matius 16:18 mengatakan, "Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan
di atas batu karang ini Aku akan mendirikan gerejaKu . . ." Gereja apakah ini? Di sini, "batu
karang" mengacu kepada "Kristus" sendiri. Petrus mengakui Tuhan adalah Kristus dan Anak
Allah, maka gereja justru dibangun di atas "batu karang" ini. Tuhan akan mendirikan gereja di
atas kesaksian Dia sebagai Anak Allah (statusNya sendiri) dan Kristus Allah (pekerjaanNya
sendiri). Ia akan mendirikan gerejaNya di atas batu karang ini. Gereja yang demikian meliputi
segenap orang yang memiliki hayat Allah, orang yang ditebus oleh darah adi Tuhan Yesus, orang
yang dilahirkan ulang oleh Roh Kudus, semua orang yang berpaling ke dalam nama Tuhan di
segala jaman dan seluruh dunia. Ini adalah gereja yang universal, gereja Allah yang tunggal.
Gereja ini adalah Tubuh Kristus.
Ini jauh berbeda dengan gereja dalam Matius 18:17. "Jika ia tidak mau mendengarkan
mereka, sampaikanlah soalnya kepada gereja. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan gereja,
pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai." Di
manakah letak perbedaan antara gereja di sini dengan gereja terdahulu? Sudah pasti ruang
lingkup gereja dalam pasal 18 tidak sebesar ruang lingkup gereja dalam pasal 16. Gereja dalam
pasal 16 tidak mengenal batas waktu dan ruang; segenap umat milik Tuhan termasuk di
dalamnya. Gereja dalam pasal 18 adalah gereja yang bisa menanggapi laporan Anda. Gereja
dalam pasal 16 mencakup seluruh anak-anak Allah, sedang gereja dalam pasal 18 hanya
mencakup anak-anak Allah yang tinggal setempat dengan Anda. Karena setempat, maka bisa
timbul masalah, dan Anda boleh menyampaikan masalah itu kepada gereja setempat itu. Jadi
gereja dalam pasal 18 bukan mengacu kepada gereja yang universal, melainkan mengacu kepada
gereja di satu lokal. Hanya kepada gereja yang menetap di satu tempat yang sama dengan Anda
barulah Anda bisa menyampaikan suatu persoalan kepada mereka. Jika itu gereja universal,
mungkinkah Anda menghimpun seluruh anak-anak Allah dan menyampaikan masalah Anda
kepada mereka? Maka gereja semacam ini adalah gereja yang ada di tiap-tiap lokal, berbentuk
jamak.
Jadi jelaslah, bahwa gereja terbagi dalam dua aspek: pertama adalah gereja yang unik,
tunggal; dan yang kedua adalah gereja di tiap-tiap lokal. Yang pertama adalah gereja, yang kedua
adalah gereja-gereja. Gereja itu tak berbentuk, sedang gereja-gereja itu berbentuk. Gereja yang
universal itu tanpa struktur (organisasi), gereja-gereja itu berstruktur. Kita semua mengetahui
adanya gereja universal, tetapi kita tidak tahu bagaimana bentuknya. Sebab ia rohani, tidak
berupa dan tidak berbentuk. Namun, gereja-gereja lokal itu kelihatan dan ada bentuknya. Kalau
gereja universal adalah yang hayati, adalah satu kesatuan yang organik, maka gereja-gereja di
tiap lokal adalah yang berbentuk, karena itu, ada struktur organisasinya, di sana ada para penatua
dan diaken.
Problem yang timbul dalam gereja dewasa ini, semua tidak terjadi pada gereja universal,
tetapi pada gereja-gereja lokal. Sebab gereja universal itu tanpa bentuk/rupa, dan bersifat rohani,
maka manusia tak dapat campur tangan. Tetapi gereja-gereja lokal berbentuk, berstruktur, maka
bisa mengalami banyak masalah. Anda tidak pernah mendengar orang berselisih atas surat
Efesus, sebab surat tersebut membahas masalah rohani. Tetapi banyak perselisihan akan timbul
bila orang membaca surat Korintus; ada yang mengatakan itu perkara yang sudah berlalu, ada
pula yang mengatakan ini atau itu tak benar. Karena surat Korintus khusus menanggulangi
gereja-gereja lokal yang berbentuk. Gereja semacam ini sangat praktis, dan tertampak dalam
hidup sehari-hari. Maka gereja universal yang tanpa bentuk, rohani dan adikodrati itu, tidak
terhitung sebagai ujian ketaatan kita; sebaliknya, gereja-gereja lokal yang berstruktur itulah yang
menjadi ujian ketaatan kita.

DASAR PENDIRIAN GEREJA-GEREJA

Bagaimanakah gereja terbagi menjadi gereja-gereja? Bagaimanakah gereja tunggal dalam


Alkitab itu terbagi menjadi banyak gereja? Alkitab menyebut gereja sebagai "gereja Allah" (I
Kor. 10:32). Gereja ini berbentuk tunggal. Gereja Allah hanya satu. Tetapi dalam I Tesalonika
2:24 dikatakan pula "gereja-gereja Allah". Pada satu aspek disebut gereja Allah, hanya satu; pada
aspek lain dikatakan gereja-gereja Allah, berarti tidak hanya satu. Mengapa Alkitab mengatakan
gereja Allah hanya satu, lalu mengapakah pula gereja Allah tidak hanya satu? Satu menjadi
banyak, gereja tunggal menjadi gereja jamak; bagaimanakah proses perubahannya? Dengan cara
apakah Alkitab membagi gereja menjadi gereja-gereja?
Setelah membaca Alkitab, kita menjadi jelas, bahwa gereja tunggal terbagi menjadi
gereja-gereja, tak lain karena adanya perbedaan lokal. Dengan perbedaan lokal inilah Allah
membagi gereja tunggal itu menjadi banyak gereja. Jadi mendirikan gereja menurut lokal adalah
cara satu-satunya dalam Alkitab, dan itupun adalah alasan satu-satunya yang diperkenan Alkitab.
Bagaimanakah cara memisahkan gereja-gereja dalam Alkitab? Misalkan pada kitab
Wahyu pasal 2 dan 3, ada gereja di Efesus, gereja di Smirna, gereja di Pergamus, gereja di
Tiatira, gereja di Sardis, gereja di Filadelfia dan gereja di Laodikia. Mereka terbagi menjadi tujuh
gereja karena perbedaan lokal (berbedanya tempat tinggal kaum imani). Jadi gereja-gereja itu
terpisah karena perbedaan lokasi. Efesus, . . . Laodikia, semua adalah nama tempat. Mereka
adalah tujuh tempat yang berlainan, maka di situ ada tujuh gereja yang berlainan. Gereja terpisah
menjadi tujuh buah, oleh sebab berbedanya satu lokal dengan lokal lain. Bukan hanya ketujuh
gereja dalam kitab Wahyu pasal 2 dan 3 yang didirikan berdasarkan lokalitas, di tempat lainnya
dalam Alkitab pun sama. Misalnya gereja di Yerusalem, gereja di Listra, gereja di Korintus,
gereja di Derbe, gereja di Kolose, gereja di Troas, gereja di Filipi, gereja di Roma, gereja di
Tesalonika, gereja di Antiokhia, dan lain sebagainya.
Ini disebabkan gereja Allah adalah Tubuh Kristus yang hanya satu dan tidak dapat
dipisah-pisahkan. Semua manusia milik kelompok ini, sama dalam segala perkara. Tetapi tempat
mereka bermukim itu tidak sama. Pada hakekatnya gereja hanya satu, tak mungkin terpisahkan,
sekalipun mereka terpisah karena lokalitas, tetap disebut gereja di tempat anu, tetap gereja!
Secara lokal, walau gereja di tempat anu berbeda, mereka tetap gereja. Karena itu, dalam Alkitab
hanya ada satu alasan yang diijinkan untuk memisahkan gereja menjadi banyak gereja yakni
terpisah oleh lokal. Kecuali ini tidak ada cara lain untuk membagi gereja menjadi gereja-gereja,
dan kecuali ini tidak ada cara halal atau alasan yang sudah digariskan untuk memisahkan gereja.
Ini satu fakta, semoga hal ini terukir dalam kalbu kita, yaitu: gereja hanya dapat dipisahkan
karena lokalitas, kecuali ini, cara atau alasan apapun berasal dari manusia dan berasal
dari daging; itu tidak terdapat dalam Alkitab.
Gereja yang didirikan rasul tak lain adalah menurut lokalitas. Hasil pekerjaan mereka
ialah mendirikan gereja lokal di berbagai tempat. Mereka tidak mampu mendirikan gereja yang
tunggal itu, karena itu adalah Tubuh Kristus, hanya Kristus yang dapat mendirikan. Siapa pun
tidak ada bagian dalam pendirian gereja itu. Namun, pendirian gereja lokal ini memang yang
diamanatkan Allah kepada para rasul. Rasul seolah-olah telah memisahkan satu gereja menjadi
banyak gereja. Saya tidak berkata, bahwa mereka telah terpisah dengan sesungguhnya,
melainkan saya katakan "seolah-olah" terpisah. Di sini ada satu cara pemisahan yang
diperbolehkan Allah.

BATASAN LOKAL

Semua gereja dalam Alkitab adalah gereja lokal. Tetapi lokal yang sebesar apa baru
terhitung satu lokal? Kita harus ingat: lokal-lokal di tempat gereja ada dalam Alkitab bukan
sebuah negara, sebuah propinsi atau sebuah daerah atau distrik. Dalam Alkitab, bukan tempat-
tempat tersebut yang terhitung sebagai unit lokal, sebagai batasan gereja. Dalam Alkitab sama
sekali tidak ada gereja negara, atau gereja propinsi, atau gereja distrik. Yang ada ialah gereja di
Efesus, gereja di Roma, gereja di Yerusalem, gereja di Antiokhia, gereja di Derbe, gereja di
Filipi, gereja di Ikonium, gereja di Korintus, dan seterusnya. Efesus, Roma, Yerusalem,
Antiokhia, Derbe, Filipi, Ikonium, Korintus dan sebagainya, sebenarnya semua itu tempat apa?
Kalau menurut istilah hari ini, ada yang sebagai pelabuhan, desa atau kota. Tetapi pada masa itu
semua disebut kota, sebab pada masa itu setiap tempat pemukiman dan perlindungan, semua
disebut kota. Maka pada satu aspek, Alkitab mencatat, bahwa rasul "di tiap-tiap gereja
menetapkan penatua-penatua di gereja itu" (Kis. 14:23). Pada aspek lain mencatat, rasul
memerintahkan Titus "menetapkan penatua-penatua di setiap kota" (Tit. 1:5). Ini disebabkan
kota merupakan batasan gereja pada masa itu. "Tiap gereja" itu berada di "tiap kota". Semua
tempat, seperti Efesus dan sebagainya, adalah sebuah kota. Sebab semua tempat itu adalah
tempat pemukiman.
Dalam struktur yang rumit hari ini terdapat perbedaan status tempat, seperti kota
metropolitan, kota propinsi, kota kabupaten, kota kecamatan, kota kecil dan seterusnya.
Adakalanya sebuah kota hanya sebesar satu kecamatan, adakalanya pula sebuah kota nyaris
sebesar satu kabupaten yang sekaligus berstatus propinsi (daerah istimewa). Karena itu, kita tak
dapat mendefinisikan "kota" pada masa itu dengan pengertian perkotaan hari ini. Sebaliknya, kita
wajib ingat, bahwa makna "kota" dalam Alkitab adalah sebuah tempat yang terlindung dan
dihuni sekelompok penduduk. Maka semua perkotaan yang disebut orang hari ini pada
hakekatnya identik dengan "kota" pada masa itu. Pada jaman ini walau semua disebut kota, tetapi
terbagi pula menjadi kota propinsi, kota keresidenan, kota kabupaten dan sebagainya. Demikian
pula pada jaman kuno.
Justru "kota-kota" inilah yang menjadi batasan gereja pada masa itu. Dalam Alkitab, tidak
ada gereja yang lebih besar daripada "kota", pun tidak ada gereja yang lebih kecil daripada
"kota". Jadi "kota" adalah satuan/unit lokal dalam Alkitab. Jika hari ini kita akan menentukan
tempat yang bagaimana yang merupakan satu unit lokal, kita cukup bertanya, apakah tempat
tersebut merupakan tempat orang bermukim bersama. Ada dua pertanyaan lagi yang dapat
membantu kita: apakah tempat itu merupakan unit terendah dalam pemerintahan, dan apakah ia
memiliki sebuah nama yang unik, sebuah nama paling kecil? Sebab bila kita baca kitab Kejadian,
ketika Yosua membagi-bagi tanah, kita nampak bahwa kota pada masa itu adalah unit terendah
dalam pemerintahan, dan tempat-tempat itu mempunyai sebutan tersendiri. Maka jika satu
tempat merupakan tempat pemukiman manusia dan mempunyai sebutan tersendiri, serta
merupakan unit terendah dalam pemerintahan, itulah satu unit lokal, yakni batasan lingkungan
sebuah gereja lokal.
Menurut Alkitab, unit tempat pendirian gereja adalah kota tempat sekelompok penduduk
bermukim bersama. Maka tempat Anda tinggal, baik itu kota propinsi, kota keresidenan, kota
kebupaten, kota kecamatan, semua boleh terhitung sebagai satu lokal, tempat sebuah gereja
berdiri. Jadi bukan sebesar satu kecamatan, satu kabupaten, satu propinsi atau satu negara,
melainkan sebesar tempat sekelompok masyarakat bermukim bersama. Tempat seperti itulah
yang menjadi batas lingkungan gereja dalam Alkitab. Gereja-gereja Allah justru dibagi menurut
ruang lingkup ini. Kota besar Roma atau Yerusalem boleh terbilang satu lokal, satu unit. Kota
kecil Ikonium atau Troas pun boleh terbilang satu lokal, satu unit. Lokal itu tak lain setiap
tempat sekelompok orang bermukim bersama. Kecuali lokal semacam itu, dalam Alkitab
tidak ada ruang lingkup lain untuk gereja.
Cara memisahkan gereja dengan lokal semacam ini benar-benar hikmat Allah, demi
menghindarkan anak-anak Allah dari banyak kesulitan. Jika Allah memakai negara sebagai
batasan gereja, maka batasan gereja akan sering berubah, karena negara sering berubah. Kalau
negara musnah atau berubah, batasan gereja tentu harus berubah mengikutinya. Jika Allah
memakai propinsi sebagai batasan gereja, ini juga sering berubah. Jika propinsi diubah, batasan
gereja juga harus diubah. Bukankah ini akan menyulitkan? Itulah sebabnya Allah tidak memakai
negara atau propinsi atau suatu wilayah kerja sebagai unit gereja. Seperti telah kita ketahui,
batasan negara sering berubah, batasan propinsi juga sering berubah. Tetapi, batasan kota paling
sulit berubah. Pengaruh politik terhadap kota/lokal, boleh dikata paling kecil, bahkan hampir
tidak ada. Banyak kota, yang ratusan tahun yang lalu, batasan dan namanya, tetap sama sampai
hari ini. Banyak kota yang mungkin sudah menjadi milik negara lain atau berganti pemerintahan,
tetapi ia tetap sebagai kota itu, tidak berubah. Karena kota (lokal) merupakan satuan yang paling
kokoh dalam politik, maka Allah menetapkannya sebagai batas lingkungan gereja lokalNya.
Gereja dalam Alkitab, pada aspek positifnya, didirikan menurut lokal. Pada aspek
negatifnya, ada dua fakta, yakni gereja tidak boleh lebih kecil dari lokal, pun tidak boleh lebih
besar dari lokal. Dengan kata lain, dalam Alkitab hanya ada dua jenis gereja: gereja universal,
yang bukan menurut pendapat manusia, sebab bukan disusun oleh tangan manusia; dan gereja
lokal, yaitu gereja di suatu lokal, yang sebesar lokal itu dan beruang lingkup lokal itu. Kecuali
itu, tidak ada gereja macam ketiga; tidak ada yang lebih kecil daripadanya, pun tidak ada yang
lebih besar daripadanya. Satuan gereja lokal adalah gereja paling kecil. Selain gereja universal,
gereja lokal adalah gereja yang terkecil; tidak mungkin membaginya menjadi lebih kecil lagi.
Bersamaan dengan itu, ia pun yang paling besar, maka mustahil orang menggabungkan beberapa
gereja lokal menjadi gereja yang lebih besar. Sebab kalau begitu, ia bukan lagi sebuah gereja di
satu lokal. Jadi, yang lebih kecil daripada gereja lokal bukanlah gereja lokal, yang lebih besar
daripada gereja lokal juga bukan gereja lokal.

TAK DAPAT LEBIH KECIL DARIPADA LOKAL

Dalam I Korintus 1 dikatakan "gereja di Korintus". Korintus hanyalah sebuah lokal, dan
gereja di Korintus pun hanyalah sebuah gereja. Maka gereja semacam ini barulah gereja satu
unit. Tetapi di gereja ini, orang-orangnya bergolong-golongan sehingga terpecah menjadi empat
golongan, dan orang-orang dari keempat golongan itu ingin memecah belah orang-orang dalam
gereja di Korintus menjadi empat kelompok yang berbeda. Maka Paulus menegor mereka, ". . .
kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau
aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus. Adakah Kristus terbagi-bagi? Adakah
Paulus disalibkan karena kamu? Atau adakah kamu dibaptis dalam nama Paulus?" Macam
apakah keempat kelompok orang itu? Mereka tidak memenuhi syarat mendirikan gereja. Hanya
semua orang di Korintus, yang dikuduskan dalam Kristus Yesus, yang terpanggil menjadi kaum
saleh, yang menyeru nama Tuhan Yesus, dan yang menjadi anak-anak Allah di tempat itu,
mereka barulah gereja. Korintus adalah sebuah kota, dan unit gereja adalah sebuah kota (lokal);
sebuah kota metropolitan atau sebuah kota kecil. Tempat atau lokal yang sebesar kota
metropolitan atau kota kecil itu baru memenuhi syarat sebagai tumpuan gereja. Kota-kota
sebesar itulah baru cukup sebagai unit. Gereja yang lebih kecil daripada satu lokal tidak cukup
sebagai unit, maka tidak memenuhi syarat sebagai tumpuan sebuah gereja. Sebuah gereja lokal
adalah sebuah gereja yang paling kecil. Gereja tidak boleh lebih kecil lagi daripada gereja lokal.
Maka jika orang ingin di dalam satu lokal mendirikan beberapa gereja, itu mutlak mustahil dan
mutlak tidak diperbolehkan. Gereja di Korintus sudah gereja yang paling kecil, mustahil orang
ingin membaginya menjadi empat kelompok, menjadi empat gereja. Sebuah gereja harus
sebesar lokal tempat ia berada, barulah benar. Jika lebih kecil daripada lokal, itu bukan
sebuah gereja, paling-paling hanya suatu perkumpulan. Gereja tidak bisa menjadi gereja jika
Anda memotongnya kecil-kecil.
Orang yang mengatakan aku dari golongan Paulus, aku dari golongan Apolos atau aku
dari golongan Kefas jelas telah bergolong-golongan. Orang yang mengatakan aku dari golongan
Kristus, walau perkataan ini sangat mustika, tidak cukup beralasan untuk mendirikan gereja lagi,
dan itu tetap perbuatan daging. Sebab perkataan itu bukan menyatakan persamaan Anda dengan
anak-anak Allah di tempat itu. Orang yang mengatakan dari golongan Paulus, Apolos atau Kefas
bermaksud menyatakan perbedaan mereka dengan orang Kristen setempat. Perkataan "Aku dari
golongan Kristus" pada saat-saat biasa adalah perkataan yang sangat baik. Tetapi sangatlah
keliru, jika perkataan tersebut dipakai untuk membedakan diri sendiri dengan anak-anak Allah
lainnya. Sebab di suatu lokal Allah menghendaki anak-anakNya menjadi satu gereja. Ia tidak
mengijinkan mereka di sebuah lokal membedakan diri dengan orang lain berdasarkan alasan atau
cara apa pun.
Menurut Alkitab, semua anak-anak Allah yang berada bersama di satu lokal adalah
saudara-saudara kita. Selain dengan ruang lingkup satu lokal, sekalipun membedakan atau
mengklaim dengan alasan kita adalah khusus dari golongan Kristus, itu pun tidak diperbolehkan.
Tidak peduli orang lain berada di sekte/denominasi apa, jika mereka ada terang Allah, dengan
sendirinya mereka akan sadar. Jika mereka beroleh kasih karunia Allah, dengan sendirinya
mereka bisa menanggulanginya. Namun jangan karena mereka berada di dalam denominasi lalu
kita memandang mereka dengan sikap lain dan membedakan mereka. Jika kita berbuat demikian,
berarti kita tidak membatasi gereja berdasarkan lokal, melainkan berdasarkan alasan lain. Segala
sesuatu yang memotong gereja lokal menjadi kecil bukanlah gereja, dan itu adalah tindakan
daging.
Tidak peduli siapa, asalkan ia ada hayat Allah dan tinggal di tempat yang sama dengan
kita, dialah saudara kita; dia adalah orang yang ada bersama kita di satu gereja. Sebab batasan
gereja adalah lokal. Ini adalah penyusunan Allah terhadap gereja lokal.
Ruang lingkup kita bukanlah orang-orang di satu lokal yang sama-sama mengaku "aku
dari golongan Kristus", melainkan orang-orang yang "menjadi milik Kristus" di lokal itu. Saya
tidak mengatakan, bahwa perkataan "kita dari golongan Kristus" itu salah. Tetapi jika perkataan
ini kita ambil sebagai batas perbedaan kita dengan anak-anak Allah lainnya, itu tidak dibenarkan
Alkitab. Semua orang Kristen, asalkan mereka tinggal di tempat yang sama dengan kita, sama-
sama berada di satu gereja. Secara individual, saya hanya dapat menjadi satu orang milik Kristus,
tidak menjadi milik denominasi apa pun. Namun saya tidak memakai perkataan itu untuk
membedakan diriku dengan orang lain. Andaikan "gereja" saya tidak sebesar lokal, itu adalah
perkumpulan buatan manusia, bukan gereja yang didirikan Allah.

TAK DAPAT LEBIH BESAR DARIPADA LOKAL

Di pihak lain, gereja pun tak dapat lebih besar daripada lokal; lebih besar itu tidak benar.
Tidak sedikit kaum imani di Yerusalem pada masa pertama, sekali dibaptis tiga ribu orang,
kemudian lima ribu orang. Tetapi Alkitab hanya menyebut mereka gereja di Yerusalem. Karena
Yerusalem adalah sebuah lokal, maka di Yerusalem hanya ada satu gereja. Karena Yerusalem
adalah sebuah lokal, Yerusalem hanya dapat menjadi satu unit. Jika Anda hendak memecahkan
gereja, Anda harus lebih dulu memecahkan lokal. Dalam Alkitab tidak ada gereja-gereja di
Yerusalem, tidak ada gereja-gereja di Efesus, tidak ada gereja-gereja di Korintus, sebab tempat-
tempat itu hanya terhitung sebagai satu lokal. Jika lokal tidak dapat dibagi, gereja yang didirikan
menurut lokal pun tidak dapat dibagi. Selama Yerusalem, Efesus dan Korintus adalah suatu lokal,
gereja di dalamnya hanya satu.
Tetapi, dalam Alkitab pun tidak ada gereja di Makedonia, gereja di Galatia, atau gereja di
Yudea, atau gereja di Galilea, sebab Makedonia adalah sebuah propinsi; Galatia juga sebuah
propinsi; Yudea adalah sebuah daerah; demikian pula Galilea. Dalam propinsi atau daerah
tersebut entah tercakup berapa banyak lokal. Propinsi dan daerah bukanlah satu unit lokal,
melainkan mencakup banyak unit lokal. Karena gereja dalam Alkitab berunitkan satu lokal, dan
dibatasi oleh satu lokal, dalam satu propinsi atau daerah tentu ada banyak gereja. Karena itu,
tidak boleh ada sebuah gereja propinsi atau gereja daerah. Jika demikian, itu bukan gereja lokal,
melainkan gereja gabungan lokal-lokal. Justru karena itu, demi gereja lokal, Alkitab tidak pernah
mencatat adanya gereja propinsi anu, atau gereja daerah anu. Setiap menyinggung propinsi atau
daerah, sebutannya lain lagi.
Mari kita tinjau bagaimana Alkitab mengatakan gereja semacam itu. "Berangkatlah ia
mengelilingi Siria dan Kilikia sambil meneguhkan gereja-gereja di situ" (Kis. 15:41). Di sini
tercatat gereja-gereja, sebab Siria dan Kilikia adalah satu daerah yang luas, dan di dalamnya
terdapat banyak lokal. Tiap lokal ada gerejanya masing-masing, karena itu, disebut gereja-gereja.
Dalam Alkitab tidak tercatat fakta bergabungnya gereja-gereja itu menjadi satu gereja besar.
Berbagai lokal itu boleh bergabung menjadi Siria atau Kilikia, namun Allah tidak
mengorganisasikan atau mempersatukan kaum imani di lokal-lokal yang berbeda itu menjadi
gereja di Siria atau Kilikia. Lokal boleh bergabung menjadi kabupaten, propinsi dan negara.
Tetapi dalam Alkitab tidak ada gereja kabupaten, gereja propinsi atau gereja negara, hanya ada
gereja lokal, yakni gereja lokal yang sebesar kota.
". . . Kepada mereka bukan aku saja yang berterima kasih, tetapi semua gereja bukan
Yahudi (kafir)" (Roma 16:4). Di luar Yudea ada gereja-gereja orang kafir. Namun, mereka tidak
bergabung menjadi satu gereja orang kafir, sebab gereja dibagi berdasarkan lokal, bukan
berdasarkan negara atau bangsa.
"Salam kepadamu dari gereja-gereja di Asia Kecil" (I Kor. 16:19). Asia Kecil adalah
sebuah propinsi. Tetapi tidak ada sebuah gereja propinsi, melainkan gereja-gereja di sebuah
propinsi. Dalam Alkitab tidak ada satu gereja propinsi, pun tidak ada satu gereja negara atau
bangsa; hanya ada satu gereja, yakni gereja lokal. Dalam Alkitab hanya ada gereja lokal, yang
merupakan tempat sekelompok masyarakat bermukim bersama.
"Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia
yang dianugerahkan kepada gereja-gereja di Makedonia" (II Kor. 8:1) Makedonia adalah
sebidang tanah dataran luas, karenanya gereja di sana disebut gereja-gereja.
". . . kepada gereja-gereja di Galatia" (Gal. 1:2) Galatia juga sebuah propinsi, karenanya
rasul menulis surat kepada gereja-gereja di Galatia.
". . . gereja-gereja Kristus di Yudea" (Gal. 1:21) Yudea merupakan satu daerah atau
distrik, maka di sini disebut gereja-gereja.
Kini kita mengetahui cara Alkitab membagi gereja. Alkitab tidak mengijinkan kita
mengiris sebuah gereja lokal, itu adalah perbuatan daging. Alkitab juga tidak mengijinkan kita
menggabungkan setiap gereja lokal, itu pun adalah tindakan daging. Dengan perkataan lain,
sekte di suatu lokal, atau denominasi yang menggabung beberapa lokal, tidak sesuai dengan
Alkitab. Dalam Alkitab hanya ada satu lokal satu gereja, tidak pernah ada satu gereja lokal
terbagi menjadi beberapa gereja, pun tak pernah ada beberapa gereja lokal bergabung menjadi
satu gereja. Jadi, yang lebih kecil dari lokal bukan gereja, yang lebih besar dari lokal pun bukan
gereja. Sebab Alkitab memberi batasan gereja dengan lokal.
Mari kita ambil sebuah contoh: Shanghai adalah sebuah lokal, Soochow juga sebuah
lokal. Shanghai adalah satu unit, maka di situ terdapat gereja di Shanghai. Soochow juga satu
unit, maka di situ ada gereja di Soochow. Walau jarak kedua lokal tersebut sangat dekat,
keduanya adalah dua unit. Di antara mereka hanya ada hubungan rohani, tidak ada kesatuan
administrasi. Hubungan antara Shanghai dengan Soochow tak berbeda dengan hubungan antara
Shanghai dengan Nanking dan London. Meskipun London adalah kota di sebuah negera lain,
lagi pula jaraknya sangat jauh dari Shanghai, tetapi seperti halnya dengan Soochow, London juga
satu unit. Karena itu, hubungan Shanghai dengan London sama dengan hubungan Shanghai
dengan Soochow. Bukan karena dekat lalu menjadi istimewa intim, juga tidak karena jauh lalu
istimewa renggang. Unit yang terbesar di dunia adalah negara, lalu propinsi, kemudian distrik.
Namun, Alkitab tidak mempedulikan perbedaan negara, propinsi atau distrik. Unit dalam Alkitab
ialah satu lokal, tempat sekelompok masyarakat bermukim bersama sehari-hari. Inilah batasan
gereja lokal yang ditetapkan Alkitab. Gereja-gereja semacam inilah - gereja lokal - yang
didirikan para rasul di tiap-tiap tempat.
Camkanlah baik-baik, gereja adalah milik lokal, bahkan sangat lokal. Bila orang
memasukkan yang lain, itu bukanlah gereja yang disebut Alkitab.
KEMANDIRIAN GEREJA

Alkitab tidak menggabungkan tiap-tiap gereja lokal menjadi satu organisasi.


Administrasi, kewajiban dan keputusan setiap gereja lokal adalah mandiri (independen). Kita
harus ingat, bahwa kitab Wahyu membicarakan tujuh gereja di Asia, bukan gereja di Asia.
Tegoran atau celaan Tuhan terhadap Efesus, tidak dapat dilimpahkan ke atas Smirna. Kesetiaan
Smirna di hadapan Tuhan tidak dapat dijadikan jasa Efesus. Kekacauan Pergamus tidak dapat
menyalahkan Tiatira. Keduniawian Tiatira tidak dapat ditanggungkan kepada Sardis. Kematian
Sardis tidak dapat dilemparkan ke Filadelfia, dan saling kasih Filadelfia tidak dapat diambil alih
oleh Laodikia. Kesombongan Laodikia pun tidak dapat menjadi celaan gereja-gereja lainnya.
Tiap-tiap gereja mempunyai tanggung jawabnya masing-masing. Sebuah gereja tidak
bertanggung jawab atas gereja lainnya. Andaikata ketujuh gereja itu digabungkan, tentu tidak
perlu menulis tujuh pucuk surat, melainkan cukup menulis satu surat saja kepada gereja pusat,
biar pusat yang mengatur. Tetapi karena ada tujuh lokal, maka ada tujuh gereja. Alkitab memberi
peringatan atau pujian terhadap masing-masing gereja lokal.
Di bumi ada tujuh gereja, di sorga pun ada tujuh kaki dian menjadi wakil mereka. Yang
ada di sorga bukan satu kaki dian terbagi tujuh carang, melainkan tujuh kaki dian yang berbeda.
Kalau dalam Perjanjian Lama satu kaki dian mempunyai tujuh carang, maka dalam Perjanjian
Baru ada tujuh kaki dian berdiri sendiri. Andaikata dalam Perjanjian Baru juga ada satu kaki dian
dengan tujuh carang, maka kaum imani di tujuh gereja di Asia pun boleh bergabung menjadi satu
gereja. Namun, di Asia ada tujuh gereja, di sorga ada tujuh kaki dian. Alkitab bahkan
mengatakan, "Tuhan berjalan di antara kaki dian emas" (bukan di dalam). Ini menunjukkan
kepada kita bahwa tiap kaki dian itu mandiri dan terpisah. Andaikata hanya satu kaki dian,
bagaimana mungkin Tuhan berjalan di antaranya? Tuhan ternyata berjalan di antara ketujuh kaki
dian itu, maka ketujuh gereja di hadapan Tuhan tidak bergabung menjadi satu gereja.
Setelah para rasul pergi memberitakan Injil, menyelamatkan jiwa, mereka memilih dan
melantik orang di tempat itu untuk menjadi penatua. (Rasul pada masa itu tidak meninggalkan
seorang pekerja tertentu untuk menjadi penatua di situ). Kemudian, pergi lagi ke tempat lain
memberitakan Injil dan memperoleh jiwa lagi, dan di tempat itu pula mereka mendirikan gereja.
Kita pun harus demikian, harus memberitahu semua saudara setempat, bahwa setiap orang yang
di dalam Kristus, asalkan ia tinggal di tempat yang sama, adalah orang dalam satu gereja, tidak
peduli siapa dan bagaimana orang tersebut. Harus memelihara sifat lokal gereja, jangan
memisahkan saudara di lokal itu, juga jangan menggabungkan saudara di tempat itu dengan
saudara di tempat lain, sehingga menjadi satu gereja besar. Hal ini harus kita perhatikan secara
khusus, dan harus kita praktikkan baik-baik.
HUBUNGAN ANTAR GEREJA

Namun, ini tidak berarti gereja di satu lokal tidak perlu berhubungan dengan gereja-
gereja lokal lain, dan tidak saling memperhatikan. Meskipun tidak bergabung secara organisasi,
sehingga menjadi sebuah lembaga besar, tetapi harus bersama gereja-gereja lainnya memelihara
kesatuan dalam Tuhan, dan menuntut keseragaman langkah. Sebab keesaan kita di dalam Tuhan
tidak dapat dipisahkan oleh lokalitas. Bila mengetahui gereja lain mengalami kesukaran,
wajiblah menunjang dengan sekuat tenaga. Bila sebuah gereja lokal beroleh terang di hadapan
Allah, maka gereja lain harus belajar darinya dan meneladaninya. Namun, sebuah gereja lokal
tetap mandiri dalam hal administrasi dan organisasi.
Setiap gereja lokal langsung bertanggung jawab kepada Tuhan dan dikendalikan oleh
Tuhan. Bersamaan dengan itu, Alkitab juga mengatakan, "Siapa bertelinga, hendaklah ia
mendengarkan apa yang dikatakan Roh Kudus kepada gereja-gereja." Inilah keseimbangan
kebenaran. Pada satu aspek, Roh Kudus berbicara kepada malaikat gereja di Efesus, namun pada
penutupnya dikatakan, bahwa perkataan itu juga ditujukan kepada gereja-gereja. Di atas
dikatakan bahwa surat itu ditulis kepada malaikat gereja di Efesus, Smirna, Pergamus dan
seterusnya, tetapi di bawah dikatakan, bahwa surat itu harus didengar dan ditaati oleh gereja-
gereja. Di atas dikatakan, bahwa surat itu ditujukan kepada satu gereja tertentu, yang
bertanggung jawab secara langsung kepada Allah, tetapi di bawah dikatakan, bahwa setiap gereja
wajib mendengarkan apa yang dikatakan Allah kepada gereja lain. Karena itu adalah perkataan
Roh Kudus kepada gereja-gereja, maka barangsiapa bertelinga harus mendengarkannya. Ini
membuktikan, apa yang harus ditaati oleh satu gereja, harus pula ditaati oleh gereja-gereja.
Kewajiban tiap gereja lokal memang ditanggungnya sendiri di hadapan Allah, tetapi pergerakan
semua gereja lokal adalah bersama-sama. Itulah sebabnya, meski suratnya ditulis kepada Efesus,
namun isi surat itu ditujukan kepada seluruh gereja. Inilah keseimbangan kebenaran.
Dalam surat rasuli juga terdapat ajaran serupa, ". . . Ia akan memperingatkan kamu akan
hidup yang kuturuti dalam Kristus Yesus, seperti yang kuajarkan di mana-mana dalam setiap
gereja" (I Kor. 4:17) Bagaimana Paulus mengajar orang di mana-mana dalam setiap gereja, itu
juga harus diperingatkan di gereja di Korintus. Bukan di Korintus ajarannya begini, di tempat
lain ajarannya lain lagi. Bagaimana rasul mengajar orang di setiap gereja, itu juga perlu
diperhatikan oleh setiap gereja. Tidak hanya dalam ajaran demikian, dalam perintah pun sama.
Misalkan Paulus berkata, ". . . hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah
ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. Inilah ketetapan
yang kuberikan kepada semua gereja" (I Kor. 7:17). Sebuah gereja tidak mungkin beroleh satu
perintah dari Tuhan yang sama sekali berlainan dengan yang diterima gereja lain. Semua perintah
Allah harus ditaati oleh setiap gereja, tidak ada satu yang terkecuali.
Meskipun mandiri dalam administrasi, tetapi dalam masalah perilaku, keluarga dan
masyarakat, setiap gereja adalah sama. Misalkan dalam masalah posisi wanita; bagaimana laki-
laki harus menjadi kepala, dan bagaimana perempuan berdiri pada posisi bertudung kepala.
Paulus menegaskan, "Tetapi jika ada orang yang mau membantah, kami maupun gereja-gereja
Allah tidak mempunyai kebiasaan yang demikian" (I Kor. 11:16). Dalam hal di atas, terang yang
diperoleh setiap gereja, atau perintah yang diterima, semuanya sama, tidak ada satu yang
terkecuali. Andaikata saudari-saudari di Korintus ingin menjadi kepala, tidak berdiri pada
posisinya, tidak rela bertudung kepala, maka gereja-gereja Allah lainnya tidak mempunyai
kebiasaan itu; lain halnya jika kaum imani di Korintus memang ingin lebih istimewa daripada
yang lain! Di sini kita nampak, betapa sempurnanya Alkitab. Pada satu aspek, yakni secara
administrasi dan organisasi, kita nampak sebuah gereja lokal sangatlah mandiri. Pada aspek lain,
kita juga nampak, bahwa perintah atau pesan Allah itu wajib ditaati oleh setiap gereja. Jika ada
orang mau membantah (berdebat), gereja tidak mempunyai kebiasaan itu.
Kesamaan ini tidak hanya dalam hal kedudukan saudari, dalam hal saudari mengajar di
dalam sidang pun sama, "Sama seperti dalam semua gereja orang kudus, perempuan-perempuan
harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan gereja" (I Kor. 14:34). Sangat mengherankan,
dalam surat Korintus, Paulus selalu mementingkan gereja-gereja Allah. Sebab kaum imani di
Korintus ingin selalu mengandalkan diri sendiri dan mandiri dalam segala perkara. Maka Paulus
mengoreksi mereka. Tetapi kasihan sekali, hari ini terlalu banyak "gereja" yang mencontoh
gereja di Korintus! Akibatnya, gereja-gereja yang hari ini ingin menaati perintah Allah, malah
dianggap tidak mirip dengan "gereja-gereja orang kudus" hari ini! Yang semula istimewa, hari
ini tidak istimewa; yang semula tidak istimewa, hari ini istimewa. Namun, kehendak Allah ialah,
kalau gereja-gereja Allah begitu, maka kita tidak bisa terkecuali; kita pun harus menaatinya.
Bagaimana kata orang, kita tak peduli. Kita wajib mempedulikan bagaimana kata Alkitab. Jika
manusia yang keliru, kita tidak mau mengikuti manusia; tetapi jika "kekeliruan" itu karena
Alkitab mengatakan demikian, kita rela memiliki "kekeliruan" itu.
Dalam masalah "bantuan" juga demikian. "Tentang pengumpulan uang bagi orang-orang
kudus, hendaklah kamu berbuat sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang kuberikan kepada gereja-
gereja di Galatia" (I Kor. 16:1). Bagaimana yang diperbuat gereja-gereja di Galatia, kalian di
Korintus juga harus berbuat seperti itu. Memang kalian mandiri, tetapi kalian harus meneladani
mereka. Kalau gereja-gereja di Galatia memberi bantuan kepada kaum saleh yang kekurangan
karena bencana kelaparan di Yudea, maka kalian, gereja di Korintus juga harus mencontoh
mereka. Bila gereja lain mengalami kesukaran, gereja-gereja lainnya harus menolong.
Bagaimana gereja lain membantu, kita pun harus meneladaninya. Masalah saling membantu
adalah perbuatan yang harus dilakukan bersama. Saling meneladani juga merupakan tindakan
yang harus dimiliki bersama.
Bila suatu gereja mempunyai kelebihan, gereja-gereja lain wajib meneladaninya.
Misalkan yang dilakukan saudara-saudara di Tesalonika, "...telah menjadi penurut gereja-gereja
Allah di Yudea" (I Tes. 2:14). Karena usia mereka di dalam Tuhan lebih tua, maka kalian, gereja-
gereja yang lahir belakangan, harus mencontoh mereka.
Ajaran Alkitab sangatlah seimbang. Pada satu aspek, satu gereja lokal dengan gereja lokal
lain saling mandiri, tidak saling bergabung. Pada aspek lain, satu gereja lokal harus meneladani
gereja-gereja lain, harus mengikuti teladan mereka, dan mengambil langkah yang seragam
dengan mereka. Tetapi tanpa pimpinan Roh Kudus, segalanya tidak benar, tanpa menurut teladan
Alkitab juga tidak benar.

MAHKAMAH AGUNG

Karena sebuah gereja lokal dengan gereja-gereja lokal lain memiliki hubungan rohani di
dalam Tuhan, maka hal ini membuat sebuah gereja lokal tidak berani melakukan perkara yang
disukainya sendiri, tidak berani menganggap mempunyai wewenang sehingga boleh bebas
menentukan perkara dengan sembarangan, atau sembarangan bertindak sendirian. Pergerakan
satu gereja harus mendatangkan faedah bagi semua gereja, menimbulkan simpati dari gereja-
geraja. Pada pihak lain, karena gereja lokal mutlak mandiri, maka keputusan gereja lokal adalah
keputusan yang tunggal. Keputusan gereja lokal adalah keputusan yang tertinggi, adalah
keputusan terakhir. Di atas maupun di bawahnya tidak ada instansi lainnya. Gereja lokal tidak
mempunyai atasan atau bawahan apa pun.
Andaikata seseorang diterima atau ditolak oleh gereja lokal, maka keputusan gereja lokal
adalah keputusan terakhir. Kendatipun keputusan gereja lokal itu tidak benar, Anda hanya dapat
memohon gereja untuk meninjau kembali keputusan itu. Andaikata gereja lokal tidak mau
menanggapi permohonan Anda, kecuali Anda pindah ke tempat lain, Anda tidak dapat berbuat
apa-apa. Gereja lokal adalah instansi yang tertinggi. Kalau gereja lokal lain tidak menyetujui
tindakan satu gereja, selain menasihati, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Sebab gereja lokal satu
dengan gereja lokal lain hanya memiliki hubungan rohani, tidak memiliki hubungan resmi atau
formal.
Andaikata di gereja di Nanking ada seorang saudara terkena pengucilan, kemudian ia
datang ke Soochow dan dapat membuktikan, bahwa dirinya tidak seharusnya dikucilkan, maka
gereja di Soochow punya wewenang penuh untuk menerima dia, tanpa harus menghiraukan
keputusan gereja di Nanking. Apa yang dilakukan gereja di Soochow adalah bertanggung jawab
kepada Allah, bukan bertanggung jawab kepada gereja di Nanking. Soochow adalah satu gereja
yang berwewenang menetapkan sendiri untuk melakukan sesuatu. Tetapi, demi menghindari
perselisihan, Soochow sebaiknya menunjukkan kesalahan tindakan tersebut kepada Nanking
sebelum menerima saudara itu. Kalau gereja di Nanking rohani, niscaya mau menerima
pernyataan gereja di Soochow. Tetapi kalau gereja di Nanking tidak mau mendengar perkataan
gereja di Soochow, gereja di Soochow pun tak dapat menghukum gereja di Nanking. Karena
gereja di Nanking adalah satu gereja lokal yang juga bertanggung jawab langsung kepada Tuhan;
ia boleh menetapkan sendiri untuk melakukan sesuatu. Ia tidak bertanggung jawab kepada gereja
di Soochow. Andaikata setiap gereja lokal rohani, tentu tidak ada kesulitan; jika tidak, Allah
sudah sejak dini menetapkan, pemerintahan masing-masing lokal adalah otonom!
Tidak ada satu gereja yang mempunyai wewenang dan organisasi yang lebih tinggi
daripada gereja-gereja lainnya. Alkitab sama sekali tidak memperlihatkan kepada kita adanya
satu gereja lokal, di mana pun, yang memiliki wewenang lebih tinggi daripada gereja-gereja lain.
Ada orang mengira gereja di Yerusalem adalah gereja induk, sebenarnya bukan demikian. Setiap
gereja lokal adalah otonom, bertanggung jawab langsung kepada Kristus, tidak bertanggung
jawab kepada instansi atau gereja mana pun. Sebuah gereja lokal adalah instansi tertinggi dari
kekristenan di bumi. Di bumi tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi daripadanya. Tidak
ada lagi pengadilan di atasnya untuk naik banding. Jadi, struktur tertinggi adalah gereja lokal,
unit terendah pun adalah gereja lokal. Dalam Alkitab, tidak ada Roma sebagai pusat, dan gereja-
gereja lain harus menerima pengendaliannya. Ini disebabkan Kristus yang di sorga ingin
mempertahankan posisiNya sebagai Kepala. Walau masing-masing gereja lokal wajib
memelihara kesaksian Tubuh itu, setiap gereja lokal wajib menjadi miniatur Tubuh Kristus,
namun masing-masing gereja harus bertanggung jawab langsung kepada Kristus, bukan kepada
gereja lainnya. Jadi, setiap gereja seharusnya hanya menerima pengendalian Kristus, tidak
menerima pengendalian gereja atau instansi mana pun.
Kali itu, rasul pergi ke Yerusalem dikarenakan ada beberapa orang dari Yudea datang ke
Antiokhia dan mengajar saudara-saudara di Antiokhia, "Jikalau kamu tidak disunat menurut
adat istiadat yang diwariskan Musa, kamu tidak dapat diselamatkan" (Kis. 15:1). Sebab itu,
Paulus dan Barnabas pergi ke Yerusalem menemui para rasul dan para penatua. Karena beberapa
saudara itu berasal dari Yerusalem, maka Paulus dan Barnabas menyelesaikannya dengan para
pewajib di Yerusalem. Yerusalem adalah tempat terjadinya peristiwa. Karenanya Paulus dan
Barnabas pergi ke Yerusalem untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kepercayaan para rasul
dan para penatua di Yerusalem terhadap masalah tersebut, dan bagaimana cara mereka
mengatasinya. Jadi, maksud Paulus dan Barnabas ke Yerusalem tak lain untuk menghindari
kesalahpahaman, karena masalah itu ditimbulkan oleh saudara-saudara dari Yerusalem. Mereka
tidak menganggap Yerusalem sebagai pusat gereja atau induk gereja. Mereka ke sana adalah
untuk menjernihkan masalah. Gereja lokal adalah satu-satunya lembaga di suatu lokal, dan
kecuali lembaga ini tidak ada lembaga yang lain.
BAGAIMANA MEMELIHARA SIFAT LOKAL

Berhubung gereja yang didirikan Allah melalui rasul sangat bersifat lokal, maka kita
harus memelihara sifat lokalnya itu, yaitu harus memelihara batasan atau ruang lingkup lokalnya.
Jika kehilangan ini, sifat lokal gereja akan hilang, dan menjadi "sekte". Sekte adalah "gereja"
yang kehilangan sifat, batasan atau ruang lingkup lokal. Jika sebuah gereja merusak ruang
lingkup lokal dan menjadikan Paulus atau Apolos sebagai ruang lingkupnya, ia akan menjadi
sekte. Sekte takkan terjadi jika ruang lingkupnya lokal. Maka bila orang selain gereja lokal
mendirikan lembaga lain, itu berarti tidak menjadikan lokal sebagai ruang lingkupnya, dan
mereka akan segera menjadi sekte.
Jika kita ingin memelihara sifat lokal dalam gereja, ada dua perkara yang harus kita
perhatikan dan cegah.
Gereja adalah milik lokal, tidak bersangkut paut dengan pekerja. Pekerja tidak boleh
memiliki satu gereja pribadi di tempat mana pun. Jiwa-jiwa yang diselamatkan pekerja di suatu
tempat, harus diserahkan kepada gereja lokal itu; pekerjaannya semua harus bagi gereja lokal.
Gereja lokal adalah satu ruang lingkup yang merangkum seluruh umat Tuhan. Asalkan kaum
imani bermukim di tempat yang sama, mereka harus tercakup di dalamnya. Rasul tidak cuma
satu, rasul juga tidak bisa pergi ke seluruh tempat. Andaikata ada satu gereja atau beberapa gereja
didirikan melalui seorang rasul, lalu mereka menganggap, bahwa mereka boleh menjadi milik
rasul tersebut, hal itu berarti memisahkan/membedakan gereja-gereja di tempat lainnya; karena
mereka didirikan melalui rasul lain, dan menjadi milik rasul lain. Jika demikian, para rasul akan
menjadi dalang berbagai sekte! Berapa luasnya ruang lingkup aktivitas seorang rasul, seluas itu
pula ruang lingkup sektenya. Gereja yang didirikan oleh rasul yang berbeda, akan menjadi unsur
sekte yang berbeda. Hal ini sangat tidak diperkenan Tuhan.
Sifat lokal justru untuk mencegah timbulnya dampak buruk ini. Maka untuk memelihara
gereja agar tidak menjadi sekte, ada satu hal yang harus khusus diperhatikan: jangan sekali-kali
membiarkan seorang pekerja mempengaruhi gereja (mengacu kepada aspek formal/resmi, bukan
aspek rohani). Rasul adalah sejenis jabatan yang melampaui lokal. Allah tidak mengijinkan
seorang rasul mengatur sebuah gereja. Begitu rasul mengatur sebuah gereja, maka gereja itu
kehilangan sifat lokalnya, dan akan mengenakan warna rasul yang mengaturnya itu. Bila sebuah
gereja dimiliki oleh seorang rasul, gereja itu akan berubah menjadi sekte. Gereja yang dikelola
oleh rasul bukanlah gereja lokal lagi. Menurut pengaturan Allah, setelah rasul bekerja dan
memperoleh jiwa di berbagai tempat, maka dari antara saudara yang agak lumayan dan agak
maju, ia memilih dan melantik beberapa orang sebagai penilik. Sesudah ada penatua di sebuah
gereja lokal, rasul harus segera lepas tangan. Jika rasul tidak lepas tangan, gereja itu pasti akan
diwarnai oleh sifat rasul itu, tanpa sifat lokal.
Surat Korintus memberi kita terang yang indah. Pertama kali kasus bergolong-golongan
di gereja Korintus ialah adanya orang yang berkata, "Aku dari golongan Paulus, aku dari
golongan Apolos, dan aku dari golongan Kefas," sebagai alasan perbedaan. Masing-masing
golongan mendukung tokoh yang memberitakan Injil dan menyelamatkan mereka. Terjadinya
kekhilafan ini karena mereka tidak nampak, bahwa gereja adalah milik lokal. Seandainya mereka
tahu, bahwa dirinya adalah milik lokal, tentu tidak mungkin mereka berkata, "Aku dari
golongan Paulus, aku dari golongan Apolos, atau aku dari golongan Kefas." Jika mereka
mengenal dengan tepat ruang lingkup gereja adalah lokal, tentu tidak mungkin terjadi sekte. Sifat
lokal dapat memelihara sebuah gereja sehingga tidak mungkin menjadi sekte. Pada saat Anda
mengorbankan sifat lokal, saat itulah sekte mulai muncul. Makna sekte ialah: di luar Tuhan dan
di luar lokal, menjadi milik sesuatu yang lain.
Di sinilah letak persoalannya dewasa ini, yakni orang yang bekerja dan
lembaga/kelompok yang bekerja, tidak nampak bahwa Allah tidak membenarkan pekerja atau
lembaga yang bekerja menahan atau mengelola kaum imani dan mengambil alih mereka ke
bawah nama pribadi pekerja atau lembaga tertentu. Jika seorang pekerja mengurus satu gereja,
niscaya gereja tersebut menjadi gereja Paulus, atau gereja Apolos, atau gereja Kefas. Orang-
orang itu akan menjadi ciri-ciri gereja. Untuk mencegah gereja menjadi sekte karena kekhilafan
pekerja seperti yang dikatakan di atas, maka Allah khusus menetapkan lokal sebagai batasan
gereja.
Terbentuknya sekte justru karena ada beberapa orang yang sangat berpengetahuan, sangat
berpengalaman, atau sangat terang, dan menarik sebagian orang untuk mengikuti mereka, dan
justru orang-orang itulah yang menjadi sekte. Jika mereka nampak, bahwa pekerjaan adalah
untuk mendirikan gereja lokal, bukan mendirikan lembaga perorangan atau suatu kelompok
orang, tidak mungkinlah sekte terbentuk. Karena itu gereja harus mempertahankan sifat lokalnya,
baru tidak sampai menjadi sekte. Para pekerja Allah harus lepas tangan. Kalau tidak lepas
tangan, gereja tidak dapat menjadi gereja lokal. Bila pekerja lepas tangan dan membiarkan
saudara setempat yang bertanggung jawab, gereja itu akan menjadi gereja lokal. Dengan kata
lain, sebagai pekerja Allah, kita wajib sekuat tenaga mempertahankan sifat lokal setiap gereja,
tidak memberinya warna apa pun, khususnya warna pribadi kita sendiri. Kita adalah hamba
semua orang, bukan majikan siapa pun. Tidak ada satu gereja yang bersangkut paut dengan
pekerja (kecuali pada aspek rohani). Pekerjaan kita adalah untuk setiap gereja. Ada orang beroleh
selamat, itu milik mereka; ada orang maju kerohaniannya, juga milik mereka. Tidak pada
tempatnya sebuah gereja dimiliki pekerja, tidak pada tempatnya pula satu orang imani dimiliki
pekerja. Ingatlah selalu, gereja adalah milik lokal.
Seandainya semua orang yang dipakai Allah dalam sejarah gereja nampak kebenaran
lokalitas gereja, (bukan karena setelah mendengar Injil atau menerima bantuan rohani dari
seseorang atau lembaga tertentu, lalu menjadi gereja seseorang atau lembaga tertentu), niscaya
tidak akan muncul sekte sebanyak hari ini. Begitu mendapatkan jiwa di suatu tempat, para rasul
segera mendirikan gereja dan kemudian melantik penatua. Ini justru untuk mencegah pekerja
menjadi "majikan" gereja. Pengaturan Allah yang demikian justru agar gereja tidak kehilangan
sifat lokalnya.
Untuk memelihara sifat lokal gereja, masih ada satu perkara lagi yang sangat penting,
yakni jangan membiarkan ruang lingkup gereja melampaui ruang lingkup lokal. Praktik yang
populer dewasa ini ialah bergabungnya kelompok-kelompok yang sepaham dari beberapa tempat
menjadi satu "gereja". Atau dengan satu misi sebagai pusat, dan mendirikan satu "gereja" misi,
yang mencakup banyak lembaga/organisasi. "Gereja" sejenis ini jelas tidak bersifat lokal, sebab
mereka sudah melampaui ruang lingkup lokal. Mereka mengambil doktrin atau misi sebagai
ruang lingkup mereka. Jadi, ruang lingkup mereka sudah melampaui ruang lingkup yang
ditetapkan Alkitab.
Allah tidak mengijinkan kita mendirikan gereja yang menggabungkan kelompok-
kelompok kaum imani di berbagai tempat, sebab berbuat demikian bisa merusak prinsip lokal
yang ditetapkanNya, dan akan membuat kelompok ini menjadi kelompok yang tak keruan.
Hanya sejenis gereja yang sesuai dengan kehendak Allah, yakni gereja yang beruang lingkup
lokal. Semua yang melampaui ini tidak dikehendakiNya. Setiap gereja yang berpusatkan misi,
yang mengkoordinir tiap lembaga/organisasi, pasti melampaui ruang lingkup lokal. Kendatipun
lembaga-lembaga itu tetap eksis di berbagai lokal, tetapi pusat persatuan mereka adalah misi,
maka ruang lingkup mereka adalah misi juga. Sebab adanya satu pusat akan melahirkan satu
ruang lingkup. Di luar lokal, mereka akan memiliki sebuah batasan perbedaan. Tujuan Allah
yang semula ialah agar AnakNya, Kristus, menjadi pusat atau inti perhimpunan setiap gereja,
sedang setiap gereja itu sendiri ruang lingkupnya adalah batasan perbedaan lokal. Jadi jelas,
bahwa gereja-gereja misi semacam itu telah melampaui batasan lokal sehingga kehilangan sifat
lokalnya.
Karena itu, jika kita mengkoordinir kelompok-kelompok kaum imani di beberapa lokal
dengan dogma, doktrin, atau tokoh apa pun sebagai pusat/inti, sehingga membentuk sebuah
gereja "persatuan", itu pasti akan menjadikan pusat itu sebagai ruang lingkup, dan akan
kehilangan batasan yang ditentukan Allah. Kita tidak berkata, bahwa mereka telah menolak
Kristus, dan sama sekali meninggalkanNya; mereka masih tetap mengakui Kristus. Namun kita
harus ingat, inti adalah ruang lingkup. Bila di luar atau selain Kristus, Anda memiliki suatu inti
atau pusat, itulah yang menjadi ruang lingkup Anda; hal ini pasti terjadi demikian. Jika seseorang
memiliki dua inti atau pusat, maka ia dapat mengabaikan yang besar, tetapi memperhatikan yang
kecil. Lagi pula, sifat alami manusia tidak mau memperhatikan apa yang dimiliki umum,
melainkan apa yang dimiliki pribadi. Akibatnya, inti yang kedualah yang lebih diperhatikannya.
Dengan inti ini pula ia menilai siapa orang kita, dan siapa bukan. Sebuah inti pasti akan menjadi
batas perbedaan. Siapa yang berinti ini dianggap orang dalam, siapa yang tak berinti ini dianggap
orang luar. Pasti ini yang terjadi! Jika demikian, batasan lokal itu segera rusak, dan terhapuslah
batasan lokal tersebut.
Sebab itu, kalau anak-anak Allah ingin mempertahankan sifat lokal gereja, jangan sekali-
kali memiliki pusat atau inti (misalkan doktrin, misi) lain kecuali Kristus. Bila anak-anak Allah
mempunyai persatuan yang melampaui lokal, apa pun alasannya, mereka bukan lagi bersifat
lokal, dan bila mereka bukan bersifat lokal, mereka pun bukan lagi milik gereja, sebab dalam
Alkitab hanya ada gereja lokal!
Saya tidak tahu harus bagaimana menjelaskan hal ini. Namun, satu perkara yang saya
ketahui, yakni Allah ingin memelihara gerejaNya menjadi gereja lokal. Sebab itu, dalam
pekerjaan kita, kita harus selalu memelihara sifat lokal gereja. Kita harus belajar tidak mengelola
gereja, tidak menggabungkan gereja-gereja menjadi suatu lembaga, agar anak-anak Allah tidak
dirugikan.

FAEDAH MANDIRI

Allah mendirikan banyak gereja, dan membiarkan masing-masing gereja lokal langsung
bertanggung jawab kepada Allah, yaitu membiarkan penilik/penatua mengawasi saudara-saudara
setempat melakukan urusan gereja lokal mereka. Hal ini sangat berfaedah.
1) Gereja adalah mandiri, bukan bergabung, karena itu tidak ada kemungkinan bagi rasul
palsu yang berambisi untuk memupuk kekuasaannya. Juga membuat segolongan saudara yang
bertalenta namun berambisi tidak berdaya menggabungkan beberapa lokal menjadi sebuah
lembaga besar untuk membina kekuasaannya sendiri. Bila dalam sebuah gereja lokal segala
sesuatunya ditangani oleh penatua lokal, niscaya gereja itu tidak akan jatuh ke tangan pekerja-
pekerja semacam itu. Setelah rasul pergi, kewajiban untuk mengurus gereja berada di tangan
penatua. Hal ini akan tidak memberikan kemungkinan kepada para rasul palsu mengurus sebuah
gereja lokal secara langsung.
Terbentuknya kekuasaan Roma adalah karena gereja meninggalkan sifat lokalnya.
Andaikata tidak ada persatuan/penggabungan dan andaikata semua wewenang gereja dipegang
oleh penatua setempat, maka kejahatan/dosa yang timbul, akan berkurang entah berapa
banyaknya. Kalau hanya ada gereja lokal, tentu tidak mungkin ada gereja Roma. Gereja Roma
ada karena gereja lokal lenyap. Dalam sejarah masa lalu, manusia dapat memperalat gereja untuk
melakukan banyak dosa, bersaing dengan kekuasaan politik, bahkan mengendalikan kekuasaan
politik, semuanya itu disebabkan gereja sudah bukan lagi gereja lokal, tetapi "gabungan". Gereja
gabungan memang sangat kuat, tetapi itu bukan kekuatan rohani, melainkan kekuatan duniawi.
Tujuan Allah yang semula ialah menghendaki gerejaNya yang di bumi seperti biji sesawi,
penuh dengan hayat, kecil tanpa keanehan. Hari ini, gereja bisa menjadi Tiatira adalah akibat
penggabungan. Karena itu, oknum-oknum yang ambisius, yang tidak memperoleh kekuasaan di
tempat lain, beralih ke gereja untuk memperalat kekuasaan agama ini. Ini jelas bukan kehendak
Allah. Kegagalan besar Protestan ialah tidak kembali ke gereja lokal; mereka dengan gereja yang
diorganisir menggantikan gereja Roma. Namun ingatlah, gereja Allah di bumi adalah gereja-
gereja Allah.
2) Bukan itu saja, kemandirian gereja juga dapat mencegah menjalarnya berbagai
kekeliruan dan bidah. Bila di satu tempat terjadi kekeliruan, maka kekeliruan itu tak akan
menular ke tempat-tempat lain. Jika lokal sebagai ruang lingkup gereja, sekalipun di salah satu
lokal timbul ajaran-ajaran sesat, maka tempat itu saja yang rugi. Tidak seperti denominasi
dewasa ini, satu tempat keliru, banyak tempat ikut keliru.
Roma adalah satu contoh yang nyata. Karena struktur mereka menyatu, maka kekeliruan
mereka pun menyatu secara merata. Lain halnya jika gereja dibatasi oleh lokal, yakni mengurus
lokalnya masing-masing; jika terjadi bidah, mudah dikarantinakan. Tetapi, bila pada sebuah
gereja yang terorganisir timbul bidah, tidak mudahlah cabang-cabang mereka tidak terpengaruh.
Belakangan ini banyak "gereja-gereja" di Amerika menghadapi masalah, dan semuanya
dikarenakan "gereja" mereka bukan gereja lokal, melainkan salah satu cabang dari gereja yang
terorganisir itu.
3) Faedah terbesar dari adanya gereja lokal ialah mencegah kemungkinan terjadinya sekte
atau denominasi. Mungkin Anda mempunyai pandangan Anda yang khusus, atau ajaran Anda
yang istimewa, jika Anda ingin mendirikan sebuah lembaga lain untuk menyebarkan pendapat
atau ajaran Anda, itu tidak akan dapat Anda lakukan. Segala-galanya untuk gereja lokal,
karena itu Anda tidak dapat mengeluarkan sekelompok orang dari gereja lokal, dan mendirikan
sebuah lembaga lain. Dengan demikian secara otomatis sekte atau denominasi tidak mungkin
terjadi. Begitu gereja kehilangan sifat lokalnya, gereja menjurus ke jalan sekte. Tetapi bila gereja
mempertahankan sifat lokalnya, kemungkinan untuk menjadi sekte itu tidak ada. Sekte terjadi
karena melampaui batasan lokal. Jika ada orang bekerja di lokal A, lalu jiwa-jiwa yang
diselamatkan, semuanya diserahkan ke gereja lokal A, dan ketika ia pergi, ia tidak membawa
sekelompok orang itu, niscaya tidak mungkin terbentuk sekte. Gereja itu milik lokal, bukan milik
siapa pun. Kalau ingin mendirikan sekte, harus terlebih dulu mendobrak batasan lokal. Dengan
sendirinya, saya akui, secara organisasi, kemungkinan terbentuknya sekte tidaklah ada; tetapi,
daging yang secara rohani tidak menerima penanggulangan itu adalah masalah lain lagi. Ya, Roh
Allah, kiranya anak-anak Allah menaatiMu!
Bab 6

DASAR KESATUAN DAN PEMECAHAN/PEMISAHAN

Pendirian Gereja Lokal

Telah kita katakan, bahwa istilah "gereja" dalam Kitab-kitab Injil hanya dipakai dua kali,
dan kedua kali itu terdapat dalam Injil Matius. Istilah tersebut kemudian dipakai terus dalam
kitab Kisah Para Rasul. Kitab Kisah Para Rasul tidak memberitahu kita bagaimana gereja itu
didirikan. Pada awal kitab Kisah Para Rasul hanya dikatakan ada tiga ribu dan lima ribu orang
beroleh selamat, tidak dijelaskan bahwa mereka itu terbentuk menjadi gereja. Namun,
selanjutnya mereka disebut gereja. Kisah Para Rasul 5:11 mengatakan, "Maka sangat
ketakutanlah seluruh gereja dan semua orang yang mendengar hal itu." Inilah ayat pertama
dalam kitab Kisah Para Rasul yang menggunakan istilah gereja. Demikianlah orang-orang yang
diselamatkan itu dilukiskan secara sederhana dan biasa sebagai "gereja". Dalam pasal 2, 3 dan 4,
golongan orang yang beroleh selamat itu tidak disebut gereja, hingga pasal 5 barulah mereka
disebut gereja. Dalam pasal 2 ada orang yang mendapatkan hayat, dalam pasal 3 juga ada orang
yang mendapatkan hayat, namun baru pada pasal 5 mereka disebut sebagai "gereja". Ketika
terjadi kasus Stefanus, maka istilah ini dipakai lebih nyata. Kisah Para Rasul 8:1 mengatakan,
"Pada waktu itu mulailah penganiayaan yang hebat terhadap gereja di Yerusalem pada
hakekatnya adalah gereja di Yerusalem. Sejak saat itu kita tahu apakah yang disebut gereja.
Gereja tak lain sebuah kelompok yang terbentuk dari semua orang yang diselamatkan di suatu
tempat. Kemudian, Paulus memberitakan Injil di berbagai tempat dan ada orang yang beroleh
selamat. Alkitab (Kis. 13 dan 14) tidak mengatakan Paulus mengorganisir mereka menjadi
gereja. Tetapi pada 14:23 dengan tegas orang percaya dan yang diselamatkan di tiap lokal disebut
gereja. "Di tiap-tiap gereja rasul-rasul itu menetapkan penatua-penatua bagi gereja itu ..."
Ketika Paulus kembali, Roh Kudus menyebut orang-orang yang beroleh selamat di tiap-tiap
lokal sebagai gereja. Jadi, sekelompok orang yang beroleh selamat di suatu lokal otomatis
menjadi gereja di lokal itu, tanpa melalui rekomendasi atau pernyataan. Maka dalam Alkitab,
pendirian gereja tidak memakai prosedur tertentu di luar penginjilan, tak memakai cara tertentu
sebagai tambahan. Bila orang telah mendengar Injil, menerima Tuhan sebagai Juruselamat,
orang-orang ini adalah gereja, tidak ditambah dengan prosedur tertentu; tidak ada prosedur
kedua. Dengan kata lain, bila seseorang telah mendengar Injil, percaya kepada Tuhan Yesus,
otomatis ia menjadi salah satu unsur dalam gereja. Bila ada dua atau tiga orang semacam itu di
suatu lokal, dengan sendirinya gereja telah muncul.
Karena itu, kita harus memperhatikan penggunaan istilah ini dalam kitab Kisah Para
Rasul. Pendirian gereja tidak ada prosedur tertentu. Gereja dengan otomatis berdiri setelah ada
penginjilan dan ada orang yang beroleh selamat. Herannya, pada pasal 2 dan 3 istilah gereja
tidak dipakai, dan pada pasal 5, tanpa penjelasan apa-apa, orang-orang yang diselamatkan itu
disebut gereja. Pula tidak dijelaskan, bahwa sebutan itu mengacu kepada mereka; hanya
demikian menyebutnya, namun dengan sendirinya para pembaca mengerti gereja itu adalah
orang-orang tersebut. Demikian pula, hingga pasal 13 dan 14, yakni ketika kedua rasul itu
memberitakan Injil. Di mana ada orang percaya Tuhan, di sanalah gereja berdiri. Bila di satu
tempat ada orang percaya Tuhan, dengan spontan gereja pun muncul di tempat itu. Gereja berdiri
karena ada orang yang menerima Injil. Begitu seseorang menerima Injil, ia segera menjadi salah
satu unsur di gereja lokal itu. Masalah berikutnya ialah sejauh mana mereka menempuh hidup
gereja itu.
Bila satu orang imani di suatu lokal sudah menerima Kristus sebagai Juruselamatnya,
maka di lokal itu ia adalah satu anggota gereja lokal, tidak perlu melakukan prosedur lain untuk
masuk ke dalam gereja. Kalau dia milik Tuhan, dia sudah menjadi orang dalam gereja lokal
tersebut, tidak peduli melalui prosedur memasuki atau tidak. Karena itu, setiap orang imani yang
bermukim selokal, tidak peduli bagaimana keadaan mereka, mereka adalah orang-orang yang
satu gereja dengan kita. Asalkan mereka telah mendengar dan percaya kepada Injil, mereka
sudah merupakan saudara saudari dalam gereja kita, dan tidak seharusnya mereka dituntut untuk
menempuh prosedur lain sebagai syarat pengakuan kita. Jangan menuntut mereka harus begini
atau begitu, baru terhitung sebagai saudara kita. Kalau demikian, maka "gereja kita" yang kita
miliki itu pasti bukan gereja Allah. Gereja Allah di lokal kita, terdiri dari orang-orang yang
mendengar Injil dan menerima Kristus. Mereka sudah dianggap orang dalam, tanpa prosedur
lain. Andaikata di "gereja kita" ada prosedur tertentu sebagai syarat, maka "gereja kita" ini pasti
bukan gereja Allah, melainkan sejenis kelompok lain. Maka ingatlah, semua orang yang beroleh
selamat, yang tinggal selokal dengan kita, tak peduli mereka mempunyai hubungan lain atau
tidak, asalkan mereka sudah benar-benar beroleh selamat, dan kita sendiri benar-benar berada
dalam gereja Allah, bukan organisasi manusia, maka mereka sudah satu gereja dengan kita.
Mereka adalah anggota gereja kita. Ini disebabkan sebuah gereja lokal mencakup semua anak-
anak Allah di lokal itu.
Sebab itu, kita harus senantiasa memperhatikan, bahwa kita menerima orang karena ia
sudah diterima Tuhan. Penerimaan kita hanyalah mengakui orang yang diterima Tuhan.
Tegasnya, kalau ia milik Tuhan, ia ada di dalam gereja, kalau ia bukan milik Tuhan, ia tidak ada
dalam gereja. Maka, setiap kali kita menerima orang, kita hanya melihat sudahkah ia diterima
oleh Tuhan, cukup itu saja. Kalau tidak, kita adalah sebuah sekte. Dalam Alkitab, hanya ada
orang yang ditambah ke dalam gereja, tidak ada orang yang masuk ke dalam gereja, karena tidak
ada orang bisa masuk ke dalam gereja, tetapi Allah bisa menambah jumlah orang ke dalam
gereja.

MASALAH DI DALAM ATAU DI LUAR LINGKARAN

Bila di suatu tempat ada orang memberitakan Injil, lalu ada yang percaya Tuhan dan
beroleh selamat, mereka adalah saudara kita, mereka adalah gereja lokal di situ. Tetapi,
masalahnya tidak sesederhana itu. Sebab pada satu aspek, ada sekte yang telah memecah belah
anak-anak Allah, dan di aspek lain, ada orang dunia yang menyelundup ke dalam kalangan anak-
anak Allah. Kesulitan pada masa kini adalah banyak yang disebut "gereja" malah menutup di luar
pintu, orang-orang yang seharusnya ada di dalam, namun merangkum orang-orang yang
seharusnya di luar. Di manakah sebenarnya garis batas dalam dan luar ini? Bagaimana pula agar
yang di luar berada di luar dan yang di dalam tetap di dalam? Orang macam apakah yang dapat
dianggap sebagai salah satu unsur gereja? Orang bagaimana yang boleh kita terima? Dengan
tuntutan apakah baru kita tidak dapat tercerai dengan mereka? Dengan kualifikasi apakah kita
menentukan siapa anak-anak Allah dan siapa bukan anak-anak Allah? Dengan syarat apakah kita
menentukan saudara atau bukan saudara? Jika batasan itu tidak jelas, niscaya orang-orang yang
di dalam gereja akan kita kucilkan di luar, dan orang-orang yang di luar akan kita rangkum ke
dalam.
Siapakah sebenarnya orang Kristen? Bagaimana baru bisa terhitung sebagai orang
Kristen? Mengenai hal ini, Alkitab menunjukkan kepada kita dengan jelas: semua orang milik
Allah mempunyai satu titik persamaan, yakni oleh iman mereka kepada Kristus, mereka
mempunyai Kristus dalam hati melalui tinggalnya Roh Kudus dalam hati mereka, "Tetapi jika
orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus" (Roma 8:9). Inilah titik persamaan
mutlak dari setiap orang Kristen. Mereka boleh berlainan dalam ribuan perkara, tetapi dalam
perkara ini, mereka sama. Siapa milik Tuhan, ada ini; siapa bukan milik Tuhan, tidak ada ini.
Jika kita ingin mengenal siapa milik Tuhan dan siapa bukan milik Tuhan, cukup melihat apakah
ia memiliki Roh Kudus atau tidak. Sebab, kaum imani sejati pasti memiliki Roh Kudus. Jadi,
yang memiliki Roh Kudus adalah orang dalam, yang tidak memiliki Roh Kudus adalah orang
luar. Gereja Allah minum dari satu Roh dan juga dibaptis dari satu Roh. Barangsiapa ada bagian
dalam Roh Kudus, ia ada bagian dalam gereja ini (Tubuh), barangsiapa tidak ada bagian dalam
Roh Kudus, tidak ada bagian dalam gereja ini. Gereja yang universal demikian, gereja-gereja
lokal pun demikian. Orang yang memiliki Roh Kudus barulah milik gereja Allah dan milik
gereja-gereja Allah. Titik persamaan mutlak dari kaum imani ialah berhuninya Kristus dalam hati
melalui Roh Kudus. Tidak ada seorang milik Tuhan yang sejati yang terkecuali. "Apakah kamu
tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam hatimu?" (II Kor. 13:5).
Siapakah orang Kristen? Orang yang telah bersatu dengan Kristus oleh Roh Kudus.
Siapakah anak-anak Allah? Orang yang beroleh Roh Anak sehingga bisa memanggil, "Ya Aba,
ya Bapa." Siapakah saudara kita? Orang yang beroleh Roh hayat yang sama dengan kita.
Siapakah gereja? Orang-orang yang oleh Roh Kudus terbentuk menjadi tempat kediaman Allah.
Semua orang yang demikian adalah orang yang bersama kita di dalam gereja. Orang yang tidak
demikian adalah orang yang di luar gereja. Jadi, siapa yang kita cakup ke dalam dan siapa yang
kita pisahkan di luar, tergantung apakah mereka mempunyai hubungan hayati oleh Roh Kudus
dengan Tuhan. Ini adalah yang dimiliki bersama oleh setiap orang yang telah ditebus darah adi;
ini tidak mungkin dimiliki oleh orang-orang yang binasa dalam dosa. Antara gereja dan dunia
terdapat satu batasan yang subjektif. Yang ada di dalam semuanya sudah beroleh selamat, yang
ada di luar semuanya masih binasa. Garis batasan ini tak lain adalah Roh Kudus yang berhuni
dalam batin kita.

KESATUAN ROH KUDUS

Jadi, kita tahu, perbedaan antara kaum imani dan orang dunia ialah pada ada tidaknya
Kristus, ada tidaknya Roh Kudus. Yang beroleh Roh Kudus adalah milik Tuhan, yang tidak
beroleh Roh Kudus, Tuhan pun tidak dimilikinya. Kita juga tahu, semua orang yang mendengar
dan percaya Injil, beroleh selamat serta beroleh Roh Kudus, tanpa melalui prosedur langkah
kedua, sudah otomatis menjadi anggota dalam gereja. Jika mereka tinggal selokal, dengan
sendirinya mereka adalah unsur gereja lokal tersebut. Jika tinggal terpencar di berbagai lokal,
dengan sendirinya adalah unsur gereja universal. Meskipun jumlahnya banyak, asalkan mereka
orang Kristen sejati, semuanya dengan otomatis bersatu menjadi esa. Mengapa demikian?
Mengapa anak-anak Allah yang jumlahnya sebanyak itu, dan tinggal terpisah di berbagai
lokal, serta hidup di dalam waktu yang berbeda, namun di hadapan Tuhan tetap sebagai satu
gereja? Bagaimana mungkin banyak orang imani di satu lokal tetap merupakan satu gereja di
lokal tersebut? Mengapa mereka bersatu, dan bagaimana orang Kristen yang sebanyak itu
menjadi satu? Latar belakang, suku bangsa, kewarganegaraan, pendidikan, status sosial, dan
pengalaman orang-orang itu tidak sama, bagaimana mereka bisa menjadi satu? Berdasarkan apa
kekristenan bisa menyatukan orang-orang Kristen yang berbeda latar belakang itu? Ingatlah,
kesatuan orang Kristen bukanlah buatan manusia, bukan hasil mufakat satu dengan yang lain.
Kesatuan orang Kristen berasal dari "kesatuan" yang dikaruniakan Allah di dalam batin kita
ketika kita percaya kepada Kristus, dan "kesatuan" ini dimiliki bersama oleh setiap orang milik
Tuhan. Karena setiap anak-anak Allah beroleh "kesatuan" yang misterius ini, maka mereka bisa
bersatu, dan "kesatuan" ini disebut Alkitab "kesatuan Roh Kudus" (Ef. 4:3).
Apakah "kesatuan Roh Kudus" ini? Ini tak lain adalah Roh Kudus yang dimiliki setiap
orang Kristen. Roh Kudus yang bersemayam dalam hati kita masing-masing ini adalah satu Roh
Kudus. Karena itu, Ia membuat setiap orang yang dihuni olehNya dapat saling bersatu, seperti
Dia sendiri adalah satu. Melalui inilah Allah memisahkan mereka dari dalam dunia; melalui ini
pula Allah membuat mereka saling bersatu. Di sinilah letak perbedaan antara kaum imani
dengan orang dunia; di sini pula letak persamaan di antara kaum imani. Titik bersatunya
kaum imani justru adalah titik yang membuat mereka berbeda atau terpisah dari orang dunia. Hal
inilah yang menentukan apakah seorang milik Kristus atau bukan. Melalui ini pula terjadi
kesatuan antar umat Kristen. Kristus yang di dalam Roh Kudus inilah yang membuat kita
berbeda dengan orang dunia, dan membuat kita, kaum imani, saling bersatu.
Umat Kristen menjadi satu kelompok, tidak dapat diceraikan dengan alasan apa pun
(kecuali kelainan lokal), justru karena di dalam kita masing-masing ada satu kesamaan yang
mendasar ini. Jika seseorang tidak memiliki ini, tidak dapatlah kita menganggapnya sebagai
saudara, dia adalah orang luar. Jika ia memiliki ini, dia adalah orang dalam, dan kita sudah
menjadi manusia yang bersatu. Dengannya kita tidak boleh berpisah karena alasan apa pun.
Semua orang yang mempunyai Roh Kudus sudah bersatu sedemikian, tak mungkin berpisah lagi,
sebab kita sudah bersatu pada dasarnya, yakni bersatu di dalam hayat dan di dalam roh. Karena
itu, Paulus berkata, "Sebab itu, aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena
Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan
panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjukkanlah
kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan
damai sejahtera . . ." (Ef. 4:1-3). Perlu kita perhatikan, di sini Paulus tidak berkata, "harus saling
bersatu," melainkan "harus memelihara kesatuan." Kita tidak mungkin memelihara sesuatu yang
tidak kita miliki. Kita hanya dapat memelihara sesuatu yang sudah kita miliki. Paulus menasihati
kita untuk memelihara kesatuan yang sudah kita miliki ini, maka sekarang kita wajib
memeliharanya. Tuhan tidak menyuruh kita bersatu dengan kaum imani lain, juga tidak
menyuruh kita menciptakan satu kesatuan, melainkan memelihara kesatuan yang telah kita
miliki di dalam Tuhan, yaitu yang telah kita peroleh melalui Roh Kudus. Kita telah menerima
kesatuan ini ketika kita percaya Tuhan. Kita berpisah dengan dunia oleh karena Roh Kudus, dan
kita saling menjadi satu karena Roh Kudus yang bersemayam di batin kita ini. Sekarang kita
tidak perlu menciptakan satu kesatuan antar kaum imani, namun kita harus memahami, melihat
dan mengakui, bahwa Roh Kudus yang kita terima itulah kesatuan di antara kaum imani.
Walaupun kita tak dapat menciptakan kesatuan, sebab kita sudah bersatu di dalam Kristus
melalui Roh Kudus, tetapi kita bisa merusak fungsi kesatuan ini, sehingga ia tidak dapat
dinyatakan di antara anak-anak Allah. Itulah sebabnya perintah yang kita terima ialah: hendaklah
kita berusaha memelihara kesatuan ini. Sungguh kasihan, kita sering tidak memelihara kesatuan
itu, malah merusaknya.
Jadi, siapakah saudara kita? Kita tidak melihat sama tidaknya mereka dengan kita atas
ajaran Alkitab, atau sama tidaknya mereka dengan kita atas pengalaman rohani, atau sama
tidaknya selera, adat istiadat, kebiasaan, kehidupan, kegemaran mereka dengan kita. Semua
orang yang tertebus oleh darah adi, yang menjadi anak-anak Allah, yang memiliki Roh Kudus
berhuni di dalam mereka, itulah saudara kita. Kita tak dapat menuntut kesatuan daging, kesatuan
opini, atau kesatuan lainnya. Kita hanya wajib melihat kesatuan Roh Kudus. Bila ia memiliki
kesatuan ini, dialah orang di dalam Tuhan. Orang-orang yang memiliki kesatuan ini, yang tinggal
selokal dengan kita, adalah orang-orang yang satu gereja dengan kita. Kita berpisah dengan
orang, hanya dapat dikarenakan ia tidak mempunyai kesatuan ini; kita bersatu dengan orang,
juga hanya karena masing-masing memiliki kesatuan ini.
Kerapkali ketika kita bepergian, di kereta api atau di kapal laut, kita bertemu dengan
orang yang tenang dan takwa. Kita lalu menduga apakah ia orang Kristen. Setelah berbicara
sejenak dengannya, tahulah kita, bahwa ia memang seorang milik Tuhan. Ia telah ditebus darah,
dan ia adalah seorang saudara sejati. Tadinya, Anda tidak mengenalnya sama sekali, tetapi begitu
bertemu, seolah sudah kenal lama, dan hati kita merasa sangat sukacita bisa berjumpa dengan
seorang saudara. Ketika itu, dalam hati kita dengan spontan timbul kasih terhadapnya. Ini karena
adanya "kesatuan Roh Kudus" di dalam kita dan dia. Perasaan hati kita itulah fungsi kesatuan
Roh Kudus. Pada saat itu, kekuatan dalam batin benar-benar telah melampaui perbedaan suku,
kewarganegaraan dan status sosial, sehingga membuat kita sama sekali bersatu di dalam Roh
Kudus. Tetapi, ketika kita lebih jauh memperbincangkan soal kebenaran Alkitab, boleh jadi ia
sangat berbeda dengan kita dalam menafsirkan nubuat, sehingga kasih kita terhadapnya mulai
bocor dan berkurang. Sadarkah Anda, sekarang Anda berada di suatu posisi lain lagi; Anda
berusaha menemukan kesatuan, bukannya memelihara kesatuan, lebih-lebih bukan berusaha
memelihara kesatuan Roh Kudus ini. Hasilnya, kita akan berpisah dengan rasa tidak gembira.
Berpisahnya anak-anak Allah hari ini, dikarenakan mereka tidak berusaha memelihara kesatuan
ini.
Bagaimanakah kita tahu orang lain ada kesatuan ini? Andaikata orang mempunyai
kesatuan Roh Kudus ini, secara luaran, bagaimana kita dapat mengetahuinya? Bagaimana kita
dapat mengetahui dia juga saudara? Paulus memberitahu kita, jika orang telah memiliki kesatuan
Roh Kudus, ia pasti memiliki tujuh hal lain yang sama dengan kita. Kita tak dapat mengharap dia
sama dengan kita dalam segala perkara, tetapi kita dapat mengharap dia sama dengan kita dalam
tujuh hal. Ketujuh hal itu membuktikan benar tidaknya seseorang memiliki kesatuan Roh Kudus
ini. Karena ketujuh hal tersebut menyatakan kesatuan Roh Kudus, kita wajib berusaha
memeliharanya, mementingkannya. Walau hal-hal lainnya juga penting, tetapi ketujuh hal inilah
yang memastikan persekutuan Kristiani kita. Maka tuntutan kita terhadap orang haruslah terbatas
pada ketujuh hal tersebut.
Apakah ketujuh hal itu?
TUJUH KESATUAN ILAHI

"Satu tubuh, dan satu roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan
yang terkandung dalam panggilanmu. Satu Tuhan, satu iman, satu baptisan. Satu Allah dan
Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua" (Ef. 4:4-6). Di
sini ada tujuh "satu" yang semuanya berkaitan dengan kesatuan pemberian Roh Kudus. Setiap
orang yang percaya Kristus berada dalam gereja, dan kita dapat menyebutnya saudara, bisa
bersekutu dengannya, itu semua karena kesatuan Roh Kudus; dalam ketujuh hal ini kita mutlak
sama. Ketujuh "satu" ini dimiliki oleh setiap orang Kristen. Lebih satu tidak perlu, kurang
satu tidak mungkin. Kesamaan ketujuh hal ini adalah tuntutan persekutuan kita dengan orang.
Tidak boleh lebih banyak, pun tidak boleh kurang dari itu. Sebab kalau lebih banyak dari itu,
akan ada saudara yang kita tutup di luar pintu, jika kurang dari itu, kita akan memasukkan orang
yang bukan saudara ke dalam gereja. Ketujuh "satu" yang dikatakan di sini mutlak harus
dipunyai setiap orang yang percaya. Maka setiap orang yang percaya Tuhan telah memiliki
kesatuan Roh Kudus, dan secara maksimum telah memiliki kesamaan tujuh hal tersebut. Orang
yang memiliki ketujuh hal tersebut adalah milik Allah, yang tidak memiliki ketujuh hal itu bukan
milik Allah. Kalau kita ingin memelihara kesatuan yang dikaruniakan Roh Kudus ini, perlulah
kita memperhatikan ketujuh hal tersebut, dan tidak ada masalah dengan anak-anak Allah lainnya
dalam ketujuh hal tersebut. Ketujuh "satu" ini sangat sederhana. Mari kita tinjau satu persatu.
1) Satu Tubuh -- Pertanyaan pertama tentang dapat tidaknya kita bersatu dengan orang
lain ialah apakah ia anggota dalam Tubuh Kristus. Tubuh Kristus justru adalah ruang lingkup
kesatuan kita dengan orang lain. Orang yang tidak berada di dalam Tubuh, sudah tentu tidak
bersangkut paut dengan kita. Tapi setiap orang yang berada di dalam Tubuh Kristus, mempunyai
persekutuan dengan kita. Kita tidak boleh mempunyai persekutuan pilihan di dalam Tubuh
Kristus. Apakah Tubuh Kristus itu? Tubuh Kristus ialah orang-orang yang berbagian di dalam
Kristus. Satu lambang terindah bagi Tubuh Kristus ialah seketul roti yang Anda pecah-pecahkan
dan makan setiap hari Tuhan itu. Walau roti itu telah masuk ke dalam perut saudara dan saudari,
bila digabungkan tetaplah seketul itu. Itulah Tubuh Kristus, yang terbentuk oleh kesatuan setiap
manusia yang memiliki hayat Kristus. Anda memiliki hayat Kristus, aku memiliki hayat Kristus,
bila hayat-hayat ini disatukan, itulah keseluruhan Kristus. Kita masing-masing adalah sebagian
dari Tubuh Kristus. Karena itu, ketika kita hendak menerima seseorang, janganlah menghiraukan
apa latar belakangnya, apa jenjang statusnya, dan apa doktrin ajarannya. Yang terpenting kita
harus bertanya, sudahkah ia berbagian di dalam Tubuh Kristus? Kalau di dalam batinnya ada
Kristus, ia adalah saudara kita. Jika kita dengan berbagai alasan hendak menolak seseorang
sebagai saudara, beranikah kita mengatakan ia bukan satu anggota dalam Tubuh Kristus? Jika ia
benar-benar anggota Tubuh Kristus, tak peduli bagaimanapun keadaannya (kecuali alasan yang
disebutkan dalam Alkitab) kita harus menerimanya. Kita tak boleh menerima beberapa anggota
yang ini, menolak beberapa anggota yang itu. Kita bersama-sama ada di dalam satu Tubuh, tidak
mungkin terpisah-pisah. Andaikata kita dengan dia merupakan dua Tubuh, kita punya alasan
untuk menolaknya. Tapi kalau kita tak dapat memastikan dia bukan anggota dalam Tubuh yang
sama, maka kita harus memelihara kebersatuan kita dengan dia. Jadi tuntutan kita terhadap setiap
orang ialah, jika ia sebagai satu anggota dalam Tubuh Kristus, ia adalah saudara atau saudari
kita. Kecuali ini, tidak ada lagi tuntutan lainnya.
2) Satu Roh -- Orang Kristen tidak hanya memiliki hayat Kristus di batinnya. Ketika ia
percaya, Roh Kudus juga tinggal di batinnya. Aku telah beroleh Roh Anak, ia pun telah beroleh
Roh Anak. Mungkin seleranya berbeda dengan seleraku, jalan dan caranya juga berbeda. Tetapi
Roh Kudus yang ada di batinnya sama dengan Roh Kudus yang ada di batinku, itu sudah cukup.
Benarkah yang diterimanya itu Roh Kudus? Dapatkah kukatakan Roh Kudus tidak berada
di batinnya? Dapatkah kukatakan yang diterimanya itu roh jahat? Boleh jadi ketika ia menerima
Roh Kudus, penampilan luarannya agak aneh dan tak lazim dalam pandangan Anda; boleh jadi
biasanya Anda sangat menentang keadaan Pentakosta semacam itu. Namun Roh Kudus hanya
satu. Alkitab tidak mengatakan, bahwa yang sama sekali tanpa gerakan adalah Roh Kudus, yang
berapi-api dan bergairah itu bukan Roh Kudus. Alkitab tidak mengukur benar tidaknya Roh
Kudus dengan penampilan luaran. Alkitab menguji benar tidaknya Roh Kudus dengan "mengaku
Yesus adalah Tuhan" (I Kor. 12:3). Jadi dalam diri Anda, Roh yang memungkinkan Anda
mengaku, "Yesus adalah Tuhan," itulah Roh Kudus. Maka jika Roh di dalam dia juga
memungkinkannya mengaku, "Yesus adalah Tuhan", itu juga Roh Kudus.
Kalau yang diperolehnya adalah Roh Kudus, yang Anda peroleh juga Roh Kudus, Roh
Kudus itu satu, maka kita sekalian di dalam Tuhan adalah satu, dan tidak mungkin terpisah-
pisahkan.
3) Satu pengharapan panggilan -- Di sini tidak dikatakan semua pengharapan adalah
sama. Di sini hanya ada sebutir, yakni adanya pengharapan yang sama yang dikarenakan
panggilan; sebagai orang Kristen, maka ada pengharapan yang sama. Apakah pengharapan kita?
Kita mengharap beserta dengan Kristus dalam kemuliaan sampai selama-lamanya. Tak seorang
pun yang menjadi milik Tuhan tanpa pengharapan mulia ini, dan tak seorang pun milik Tuhan
yang mengharapkan bumi bukan mengharapkan sorga. Karena menerima panggilan, kita
mempunyai satu pengharapan yang mulia. Tidak ada satu orang Kristen yang selamanya tidak
mendambakan sorga dan kemuliaan; jika ada, orang yang demikian pasti bukan milik Tuhan.
Kelak di sorga, kita akan tinggal bersama selama-lamanya, dan hari ini kita di bumi mungkin
terpisahkan. Kita mempunyai masa depan yang sama, maka kita harus menempuh jalan yang
sama.
4) Satu Tuhan -- Hanya satu Tuhan, yakni Yesus. Kita mengaku, bahwa Yesus orang
Nazaret telah ditetapkan Allah sebagai Tuhan dan Kristus, karena itu, kita ingin melayani Dia.
Tuhan mereka adalah Tuhan kita. Di antara kita satu sama lain, yang kita akui dan layani adalah
satu Tuhan. Karena itu, kita tak mungkin terpecah-belah.
5) Satu iman -- Iman di sini adalah kepercayaan. Jadi arti "satu iman" di sini bukan
mengacu kepada keyakinan yang sama terhadap doktrin atau kebenaran Alkitab. Tuntutan
demikian tidak ada dalam Alkitab. Satu iman di sini mengacu kepada kepercayaan yang dimiliki
bersama oleh orang Kristen, yaitu percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah. Ia mati untuk
menyelamatkan orang dosa, Ia menanggung segala dosa orang dosa. Tanpa kepercayaan
demikian bukanlah milik Kristus. Semua anak-anak Allah boleh mempunyai pandangan berbeda
atas tafsiran kebenaran atau doktrin, tetapi harus sama dalam kepercayaan asasi ini. Siapa yang
tidak mempunyai kepercayaan ini, ia tidak ada sangkut pautnya dengan kita; tetapi yang
mempunyai iman ini, ialah saudara atau saudari kita. Tuntutan kita tak boleh kurang dari ini. Jika
tidak, kita akan membaurkan orang non Kristen ke tengah-tengah kita. Kita pun tidak boleh
menuntut lebih banyak dari ini. Jika tidak, kita akan mengucilkan orang Kristen sejati di luar
pintu.
6) Satu Baptisan -- Apakah itu dicelup, dipercik, dicelup sekali, dicelup tiga kali, dengan
wajah mendongak atau menunduk . . . Cara atau corak pembaptisan sangat banyak. Andaikata itu
dijadikan titik perbedaan, maka banyak orang Kristen sejati yang akan terkucil di luar. Sebab
banyak anak Allah sama sekali tidak dibaptiskan, di antaranya seperti aliran The Quaker dan
Bala Keselamatan. Apakah makna baptisan di sini? Di tempat lain, Paulus telah menerangkan
dengan jelas kepada kita tentang baptisan ini. Katanya, "Adakah Kristus terbagi-bagi? Apakah
Paulus disalibkan karena kamu? Atau adakah kamu dibaptis dalam nama Paulus?" (I Kor. 1:13).
Dari ayat ini kita nampak, bahwa arti satu baptisan ialah dalam nama siapakah kita dibaptiskan?
Tak peduli Anda dicelup atau dipercik, atau dicelup sekali, atau dicelup tiga kali, mendongak
atau menunduk, dengan cara rohani atau dengan air; yang penting dalam atau demi nama siapa
Anda dibaptiskan? Jika Anda menerima baptisan dalam nama Tuhan, cukuplah sudah! Jadi
makna satu baptisan ialah baptisan yang kita terima dalam nama Tuhan. Jika seseorang telah
dibaptiskan dalam nama Tuhan, dia sudahlah saudara atau saudari kita. Saya tidak mengatakan,
bahwa tidak dibaptis itu benar. Menurut Alkitab, dibaptis itu dicelup, tidak benar jika bukan
dicelup. Namun di sini, bukan ini yang diperhatikan Paulus. Yang diperhatikannya ialah dalam
nama siapakah kita dibaptiskan. Jika orang dibaptis dalam nama Kristus, itu berarti bersatu.
7) Satu Allah -- Apakah Anda percaya kepada Allah? Apakah Allah yang Anda percayai
itu Bapa Anda? Yang kita percayai memang satu Allah yang sama, dan sama sebagai satu Bapa.
Allah ini adalah Bapa segala sesuatu, di atas semua, oleh semua dan di dalam semua, pun tinggal
di dalam kita semua. Dia berada di atas kita, di tengah-tengah kita, dan di dalam kita. Apakah
yang kita percayai ini adalah Allah yang bepersona? Apakah Allah yang melampaui segalanya?
Dan apakah Allah ini Bapa Anda? Kalau yang kita percayai bukan Allah ini, kita bukan orang
Kristen. Jika kita semua percaya kepada Bapa dari semua ini, yaitu Allah yang bepersona ini,
tiadalah alasan bagi kita untuk berpecah-belah.
Ketujuh butir di atas adalah tujuh kesatuan ilahi yang merupakan pusaka milik bersama
segenap gereja. Dengan inilah kita menguji benar tidaknya seseorang sebagai orang Kristen, dan
ini pula dasar kesatuan Kristiani kita. Setiap orang Kristen, tak peduli ia manusia jaman apa dan
bangsa apa, pasti ia adalah manusia yang lengkap dengan ketujuh butir ini. Karena kita semua
bersama-sama memiliki ketujuh butir ini, maka kita semua telah terikat menjadi satu dengan erat
oleh ketujuh butir ini. Ketujuh butir ini merupakan tali rangkap tujuh yang telah mengikat
dengan erat seluruh kaum imani dalam segala jaman dan di segala tempat, sehingga
mempersatukan mereka menjadi suatu kelompok yang tak terceraikan. Roh Kudus di dalam
mengaruniakan kita satu kesatuan rohani, dan menyatakan pula kesatuan ini dengan ketujuh butir
yang sama ini. Walau di antara orang Kristen terdapat ribuan perkara yang berbeda, tetapi semua
itu tidak boleh memecah- belahkan dan membeda-bedakan kita, sebab kita sama atas ketujuh
butir ini, kita telah memiliki kesamaan yang tak mungkin terhapuskan. Ketujuh butir kesatuan ini
bersifat ilahi, abadi, rohani dan melampaui segala-galanya. Ketujuh butir ini memungkinkan kita
menjadi orang Kristen, pun membuat orang yang sama atas ketujuh butir ini bersatu selama-
lamanya. Dunia bisa tamat, waktu bisa berlalu, namun ketujuh butir ini tinggal tetap selama-
lamanya. Maka kita yang saling bersatu dengan ketujuh butir ini juga tak dapat terpecah-belah.
Jika kita menuntut atau menghendaki lebih banyak satu hal lagi saja, itu sudah keliru.
Kita akan segera menjadi sekte. Jika Anda ingin bersekutu dengan seseorang, tetapi dengan
syarat ia harus percaya kepada baptisan celup, atau percaya kepada keterangkatan sebelum
malapetaka, atau percaya kepada keharusan pencurahan Roh Kudus, atau percaya kepada doktrin
kekudusan tertentu, itu sudah berlebihan. Allah hanya mengijinkan kita menguji apakah
seseorang itu saudara kita dengan ketujuh butir kesatuan ini, maka kita tidak boleh di luar
kesatuan tujuh butir ini menambahkan syarat tertentu. Asalkan seseorang memiliki ketujuh
kesatuan ini, dengan sendirinya ia adalah orang gereja. Kita wajib nampak satu perkara, yakni
semua orang yang memiliki tujuh kesatuan ini adalah orang gereja. Bila seseorang memiliki
tujuh kesatuan ini, tidak peduli ia dari denominasi mana, ia adalah saudara kita. Ia berada dalam
denominasi atau tidak, itu urusan pribadinya. Bila ia ada terang, dengan sendirinya ia akan
nampak mana yang benar, mana yang salah. Kita bukan dan tidak seharusnya menjadikan non-
denominasi sebagai syarat kesatuan, melainkan menganggap orang yang memiliki ketujuh butir
ini sebagai saudara kita, dan harus berupaya memelihara hati yang bersatu terhadap mereka,
tanpa menghiraukan mereka berada dalam denominasi atau tidak. Hal ini sangat penting.
Kesatuan kita bukan bertumpu di atas kebenaran gereja, bukan pula bertumpu pada perkara
meninggalkan sekte dan berdiri di atas posisi yang unggul, melainkan berdasarkan apakah orang
memiliki ketujuh kesatuan ilahi ini -- apakah mereka sama dengan kita dalam ketujuh butir ini.
Kalau sama, janganlah hiraukan ketidaksamaannya dalam perkara lain. Yang pasti mereka adalah
saudara saudari kita. Jika kita tidak memiliki sikap demikian, mengira walau mereka sudah sama
dalam ketujuh butir itu, tapi kita masih mengharap mereka memiliki "kesamaan" yang lain, dan
masih menuntut mereka harus memiliki kesamaan lainnya, maka kita adalah sebuah sekte yang
paling besar dan paling jahat.

GEREJA LOKAL

Kalau begitu, apakah gereja lokal? Gereja lokal, gereja Allah, adalah kelompok orang-
orang milik Tuhan, meliputi segala bangsa dalam segala jaman, yang memiliki kesatuan Roh
Kudus dan yang sama sekali sama atas ketujuh butir ini. Karena kesamaan ketujuh butir ini,
maka gereja Allah tidak mungkin bercerai. Namun, demi kemudahan administrasi, organisasi,
kesaksian dan pengelolaannya, maka terbagi menjadi banyak gereja lokal menurut tempatnya.
Inilah gereja-gereja Allah. Allah menetapkan lokal sebagai satu-satunya alasan yang sah untuk
memisahkan gereja menjadi gereja-gereja. Pada esensinya, gereja-gereja Allah tidak berbeda
dengan gereja Allah. Ketidaksamaannya ialah yang satu merangkum semua bangsa dalam segala
jaman, sedang yang satu lagi hanya merangkum satu lokal. Pada esensinya, semua memiliki
kesatuan Roh Kudus, dan mutlak sama pada ketujuh butir itu. Perbedaan antara gereja Allah
dengan gereja-gereja Allah terletak pada ruang lingkupnya, bukan pada esensinya. Apakah gereja
lokal? Gereja lokal ialah kelompok yang terbentuk dari orang Kristen yang tinggal di satu
tempat yang memiliki kesamaan dalam ketujuh butir itu. Setiap orang yang sama dalam ketujuh
butir itu adalah orang di dalam gereja Allah. Di suatu lokal, setiap orang yang memiliki
kesamaan dalam ketujuh butir itu adalah orang-orang di dalam gereja lokal. Hari ini, tak peduli
orang itu siapa, asalkan ia sama dengan kita dalam ketujuh butir itu, dan juga tinggal di lokal
yang sama dengan kita, ia adalah saudara kita, yakni orang di dalam gereja tempat kita tinggal.
Mereka dengan kita adalah orang di dalam gereja yang sama. Tak perlu prosedur lain untuk
menjadikan mereka saudara atau saudari kita; mereka adalah saudara saudari kita secara spontan.
Batasan gereja lokal adalah sebatas lokal itu, namun mencakup semua orang yang sama dalam
ketujuh butir itu. Cara pembagian lokal merupakan cara pembagian yang ditetapkan Allah.
Ada satu hal yang patut kita camkan, yaitu pada esensinya, gereja hanya ada satu. Iman
kepercayaannya satu (bukan hanya sama), baptisannya pun satu, mereka menerima satu Roh
Kudus, menjadi satu Tubuh, memiliki satu pengharapan, melayani satu Tuhan dan beroleh satu
Allah sebagai Bapa mereka. Karena itu, mereka satu sama lain juga telah manunggal. Maka tak
ada apa pun yang bisa menceraikan mereka. Pada esensinya gereja Allah mustahil dipisah-
pisahkan. Kecuali jika ketujuh "satu" ini bisa dipisahkan, barulah gereja di dalam Roh Kudus ada
kemungkinan kehilangan kesatuannya itu. Semua pemisahan buatan manusia hanya bisa tidak
memelihara kesatuan ini, sehingga ia tak dapat terwujud, namun tak mungkin merusak kesatuan
ini, sehingga membuatnya bubar.
Gereja Allah tetap tidak bisa dipecahbelahkan, sekalipun dengan cara pembagian lokal
yang diperbolehkan Allah. Perbedaan geografis tak mungkin membuat gereja Allah terpecah
belah. Mungkinkah iman kita dipecahbelahkan? Berbedakah baptisan yang kita terima? Tidak
samakah Roh Kudus yang kita terima? Bolehkah Tubuh tempat kita berada dipotong-potong?
Berlainankah pengharapan kita? Bukankah Allah Bapa dan Tuhan kita itu satu? Jika semuanya
itu tak mungkin terpisah-pisahkan, gereja pun tak mungkin dipecahbelahkan. Jika secara
geografis tak mungkin memisahkan semuanya itu, niscayalah secara geografis pun tak mungkin
memecah belah gereja. Gereja adalah satu, seperti halnya Allah adalah satu, maka geografi
mustahil memecahbelahkannya.
Kalau demikian, mengapa Allah memerintahkan kita memakai lokalitas sebagai dasar
pemisahan gereja? Mengapa tidak hanya mendirikan satu gereja, melainkan mendirikan banyak
gereja lokal? Ini disebabkan hal tersebut bukan mengacu kepada perpecahan pada aspek
esensinya. Secara esensial gereja mustahil terpecah belah, sama seperti Allah tak mungkin
terpecah belah. Namun pembagian secara lokal bukanlah pembagian secara esensial, melainkan
pada administrasi, manajemen dan organisasinya. Gereja tidak hanya memiliki aspek rohani,
tetapi ketika ia masih berada di bumi dan merangkum begitu banyak orang, dengan sendirinya ia
perlu ada organisasi, manajemen dan administrasi. Karena seluruh umat milik Tuhan di dunia
mustahil tinggal di satu lokal dan bersidang di satu lokal; pada aspek organisasi, manajemen, dan
administrasinya tak dapat tidak terbagi-bagi menjadi gereja-gereja. Itulah gereja-gereja lokal
dalam Alkitab. Itulah alasan Allah yang dengan khusus menetapkan lokalitas sebagai batasan
gereja-gereja.
Kita harus jelas, bahwa esensi gereja-gereja ini mutlak sama. Bukan di sebuah gereja
lokal ada sejenis unsur, sedangkan di gereja lokal lain ada sejenis unsur lain; mereka mutlak
sama. Yang berlainan hanya lokal tempat mereka berada. Selaku orang Kristen, pada esensinya
kita telah mendobrak semua batasan sehingga tiada lokal apa pun yang dapat membatasi
kesamaan dan kesatuan kita. Tetapi pada aspek lainnya, kita masih sebagai manusia dan tinggal
di dalam daging, dan masih hidup di dalam waktu, karena itu kita tak dapat tidak terkendali oleh
ruang. Dalam sementara waktu ini, pada aspek urusan, kita tak dapat tidak terbatas oleh geografi.
Jadi, pada aspek esensinya, gereja-gereja lokal mutlak sama dan bersatu, mustahil terpecah
belah. Namun pada aspek ruang lingkupnya, mereka saling berbeda, saling mandiri dan dapat
dibagi-bagi. Jadi pendirian gereja-gereja lokal bukanlah untuk memecah belah kehidupan gereja
Allah, melainkan memisahkan manajemen, organisasi dan administrasinya. Alangkah
mustikanya! Anak-anak Allah di mana-mana sama, tidak ada alasan geografis yang dapat
membuat mereka menjadi manusia yang berbeda. Yang kita percayai sama, yang kita peroleh
juga sama, dan tujuan kita kelak pun sama.
Mengapa harus dibagi dengan alasan lokalitas, bukan alasan lain? Sebab cara pembagian
lain dapat "dielakkan" dan memang tidak seharusnya. Hanya cara pembagian lokalitaslah yang
tak mungkin terhindarkan, bahkan seyogianya. Asalkan kita masih hidup sehari di tempat ini,
maka kita tak dapat tidak terkendali oleh batas ruang. Perbedaan geografis ini alamiah, bukan
ciptaan manusia. Karena itu, gereja yang bersaksi di dunia ini hanya dapat dibagi menurut
lokalitas. Gereja berunitkan kaum imani, sedangkan kaum imani tidak dapat hidup di luar lokal
tempat ia tinggal. Maka gereja yang terbentuk oleh kesatuan kaum imani pun tak mungkin tidak
terkendali oleh tempat tinggal. Itulah alasan cara pembagian lokalitas.
Tidak hanya demikian, cara pembagian lokalitas pun sahih, sedangkan cara pembagian
lain bersifat kedagingan. Pendukungan terhadap tokoh/pemimpin, kesombongan etnis/suku,
membanggakan kebangsaan, mempertahankan doktrin tertentu, berselisih opini, diskriminasi
status sosial, kepongahan atas hal-hal adikodrati dan sebagainya, tidak ada satu yang tidak
bersifat kedagingan. Karena manusia belum beroleh wahyu Allah, sehingga nampak kedagingan
dirinya sendiri, maka ia tidak merasa ganjil terhadap hal-hal tersebut. Tetapi kalau orang pernah
menerima penanggulangan Allah, niscayalah akan mengetahui betapa kejinya semuanya itu.
Sebab itu, jika hal-hal itu yang dijadikan cara untuk pembagian gereja Allah, gereja tidak hanya
akan terbagi-bagi pada ruang lingkupnya, pada esensinya pun akan terbagi-bagi. Namun
pembagian secara lokalitas tidak akan melukai kehidupan gereja, sedangkan cara pembagian
lainnya akan melukai kehidupan gereja. Maka cara pembagian yang lain adalah apa yang disebut
Alkitab "bergolong-golongan". Hanya cara pembagian lokalitaslah yang berlaku
(diperkenankan) di bumi ini.
Semua cara pembagian lain, tak dapat dihindarkan akan mempengaruhi esensi gereja,
paling tidak akan membuat esensi ini tidak tertampil. Tapi cara pembagian lokalitas memenuhi
kebutuhan keterkendalian hidup manusia oleh batas ruang, maka ia hanya bisa memisahkan
gereja secara regional, tidak bisa mengubah gereja secara esensial. Maka pembagian lokalitas
pada hakekatnya tidak berarti terpecah belah, sebab sifatnya tetap sama. Lain halnya dengan
pembagian menurut cara lainnya, itu benar-benar memecah belah, sebab sifatnya telah
terpengaruh. Pembagian lokalitas hanya menyentuh masalah regional tanpa ketidaksamaan yang
lainnya; ketujuh keidentikan dan kesatuan tetap tidak terpecah belah dan berantakan. Jadi, hanya
pembagian ini yang benar-benar bukan perpecahan. Itulah sebabnya Allah membagi-bagi
gerejaNya menjadi gereja-gereja menurut cara ini. Karena itu, selanjutnya kita nampak, walau
telah mengalami pembagian sedemikian, gereja tetap gereja, tidak ada perubahan. Mulanya
adalah gereja Allah, kini adalah "gereja Allah di Korintus". Tetap gereja, hanya saja ditambah
dengan ruang lingkup tempat ia berada.
TUJUH PEMECAHAN/PEMBAGIAN YANG TERLARANG

Meskipun Allah telah menetapkan demikian, namun manusia memiliki banyak cara
pembagian berdasarkan diri manusia sendiri. Dalam sejarah gereja selama dua ribu tahun,
manusia justru menemukan banyak cara baru untuk membagi (memecah belah) gereja Allah.
Alkitab tidak hanya dari segi positif mewahyukan kepada kita, bahwa gereja dibangun dengan
ruang lingkup apa, juga dari segi negatif memberitahu kita, gereja tidak dapat dibagi/dipecah-
belah dengan apa.

TOKOH ROHANI

Surat I Korintus 1:12 mengatakan, "Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-
masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari
golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus." Ayat 13 mengatakan, "Adakah Kristus
terbagi-bagi?" Di sini Paulus berkata, bahwa mereka dalam kedagingan dan tidak benar. Mereka
ingin memecah belah gereja Allah. Dengan cara apakah mereka memecah belah gereja Allah?
Mereka memecah belah menurut beberapa rasul yang dipakai Allah. Dengan kata lain mereka
memecah belah gereja Allah dengan beberapa tokoh rohani. Ingatlah, ini bukan dasar pendirian
gereja dalam Alkitab. Dalam Alkitab adanya gereja di Korintus atau gereja di Efesus memang
diperbolehkan. Adanya beberapa gereja di Galatia juga diperbolehkan, sebab mereka adalah
tempat/lokal yang berbeda, maka boleh ada gereja yang berbeda. Bukankah Kefas itu baik? Ya,
ia dipakai oleh Allah. Bukankah Apolos itu baik? Ya, dialah tokoh yang sangat bergairah.
Bukankah Paulus itu baik? Ya, dialah rasul yang banyak menderita susah. Walaupun mereka
semua baik, tetapi Allah tidak mengijinkan gereja berpecah belah karena mereka. Tak peduli
betapa rohaninya mereka, betapa dipakainya mereka oleh Allah, dan betapa mereka banyak
menderita susah bagi Allah, Allah hanya mengijinkan gereja dibagi menurut lokalitas, tidak
mengijinkan gereja dibagi menurut tokoh ini atau tokoh itu. Semua perpecahan menurut raksasa
rohani atau tokoh yang dipakai Allah secara besar-besaran, tidak diperkenan Allah. Di sinilah
kita nampak penyebab kegagalan banyak orang Kristen.
Penyanjungan terhadap manusia merupakan kecenderungan alamiah manusia dalam
kedagingan. Karena orang atau tokoh yang disanjung berbeda dengan yang lain, maka mudahlah
timbul sikap bergolong-golongan. Di antara Paulus, Kefas dan Apolos, karena mereka masing-
masing adalah hamba Allah, tentu tidak terdapat ketidaksatuan atau ketidakrukunan. Tetapi, para
penyanjung merekalah yang telah memecah belah mereka, membuat mereka menjadi alasan
perpecahan.
Banyak nasihat tokoh-tokoh rohani memang sangat mustika. Wahyu yang mereka miliki
memang sangat menggerakkan kita. Kehidupan iman mereka pun patut dipuji dan ciri-ciri
mereka yang melayakkan mereka dipakai Allah memang dapat mendorong semangat kita.
Mereka memang memiliki kualifikasi yang baik untuk menjadi pemimpin rohani. Tetapi, Allah
tidak mengijinkan mereka menjadi dasar pendirian gereja. Dalam Alkitab hanya ada satu dasar
yang sah, yakni perbedaan lokal, bukan perbedaan tokoh rohani yang disanjung.

ASAL USUL KESELAMATAN

Ayat ini juga memberi kita satu ajaran lain, yakni perpecahan itu dikarenakan asal usul
keselamatan mereka berbeda. Ada yang diselamatkan karena penginjilan Kefas, lalu mengira aku
adalah dari golongan Kefas. Ada yang beroleh selamat melalui khotbah Apolos, lalu mengira
dirinya dari golongan Apolos. Ada yang beroleh selamat karena penginjilan Paulus, lalu
menganggap dirinya milik Paulus. Namun, menurut Alkitab, tidak saja tidak boleh berpecah
belah dengan alasan menjadi milik tokoh rohani tertentu, juga tidak boleh berpecah belah dengan
alasan diselamatkan melalui siapa. Gereja Allah hanya boleh terbagi karena perbedaan geografis,
tidak boleh karena alasan perbedaan asal usul keselamatan itu.
Alangkah spontan dan umumnya orang berpikir: aku beroleh selamat melalui orang atau
"gereja" anu, dengan sendirinya aku milik orang atau "gereja" anu. Tetapi dalam Alkitab hanya
ada gereja lokal, tidak ada gereja misi. Alangkah spontan dan umum pula orang atau "gereja"
yang menyelamatkan orang menganggap jiwa-jiwa yang diselamatkan seyogianya menjadi milik
"gereja"nya. Sungguh disayangkan, mereka tidak menyadari, bahwa semua pekerjaan adalah
untuk mendirikan gereja lokal. Semua hasil pekerjaan pun untuk gereja lokal, bukan untuk diri
sendiri. Setiap pribadi maupun lembaga yang bekerja hanya patut menjadi orang yang melayani
gereja lokal, tidak seharusnya menjadi tuan/majikan suatu gereja independen.

AKU DARI GOLONGAN KRISTUS

Ada sebagian orang tidak berkata, "Aku dari golongan Kefas", atau "Aku dari golongan
Apolos", atau "Aku dari golongan Paulus", mereka berkata, "Aku dari golongan Kristus."
Maksud mereka mungkin mengira orang lain penuh dengan konsepsi sekte, itu tidak benar, maka
mereka tidak mau dimiliki siapa pun, mereka mengaku milik Kristus, dari golongan Kristus.
Dengan demikian mereka menganggap dirinya lebih unggul daripada orang lain, sebab mereka
mengira mereka milik Kristus, yang melampaui Kefas, Apolos, maupun Paulus; mengira orang
lain punya sekte, mereka tidak punya sekte; mereka tidak menjadi milik siapa pun selain Kristus.
Walau orang lain juga milik Kristus, tapi juga menjadi milik orang lain. Mereka mencela orang
lain bergolong-golongan di atas Tubuh Kristus, dan mereka tidak mau mengikuti perbuatan itu.
Mereka berkata, "Kami adalah orang-orang milik Kristus, dan jauh berbeda dengan kalian."
Namun, Allah pun menegor mereka sebagai orang berdosa. Mengapa? Bila seseorang
hanya menjadi milik Kristus saja tidaklah salah, malah itu sangat penting. Bila seseorang tidak
mau bergolong-golongan seperti orang-orang lainnya yang bergolong-golongan, itu sangat
mustika. Bila seseorang menolak mengambil bagian dalam sekte/denominasi apa pun, tetapi
hanya ingin menjadi orang Kristen sederhana, itu adalah hal yang paling baik. Tetapi, di sini ada
orang yang dihakimi juga oleh Allah, sebab walaupun nampaknya ia menentang perpecahan,
namun tanpa disadari ia sendiri pun menjadi sekte; ia telah terperosok ke dalam dosa yang
disalahkannya sendiri.
Apa sebabnya demikian? Sebab Anda berkata, "Aku dari golongan Kristus". Apakah
orang lain bukan? Jika Anda berkata, "Aku dari golongan Kristus" hanya untuk menyatakan
opini Anda terhadap sekte, itu boleh saja. Tetapi jika Anda berkata, "Aku dari golongan Kristus",
untuk menyatakan perbedaan diri Anda dengan orang Kristen lain, itu tidak benar. Ide Anda
untuk membedakan anak-anak Allah seperti itu berasal dari sekte yang lahir dari kedagingan.
Membedakan/memisahkan anak-anak Allah itulah sekte. Meninggalkan sekte berarti tidak lagi
membedakan/memisahkan anak-anak Allah. Jika Anda mengira orang lain itu sekte, lalu
memisahkan atau membedakan diri Anda sendiri karena Anda menganggap diri sendiri milik
Kristus, itu juga sekte. Tak peduli Anda dengan apa membedakan/memisahkan anak-anak
Allah, dengan Kristus sekalipun, Anda adalah sekte.
Yang bagaimanakah baru benar? Segala pembedaan/pemisahan adalah salah, yang
benar adalah merangkum seluruhnya. Tidak ada sekte tentu tidak ada perbuatan
pembedaan/pemisahan, dan tentu akan ada sikap yang merangkum seluruhnya. Sekte yang
berbentuk jelas keliru; kita harus sama sekali tidak ada bagian dalam sekte atau kesektean. Tetapi
apabila kita dengan sikap "aku dari golongan Kristus" membedakan/memisahkan anak-anak
Allah, dan berkata, "Orang lain bersekte, kita tidak bersekte; mereka milik sekte anu, kita adalah
milik Kristus", sikap demikian itu sudah berarti sekte.
Memang kita adalah milik Kristus, tetapi persekutuan kita tidak terbatas pada orang-
orang yang berkata, "Kita adalah milik Kristus" itu saja, melainkan seluruh orang yang
menjadi milik Kristus. Jadi bukan hanya dengan orang yang berkata, "Aku milik Kristus",
melainkan semua orang yang milik Kristus. Walaupun mereka ada yang berkata, "Aku milik
Paulus", "Aku milik Kefas", atau "Aku milik Apolos", tetapi pada hakekatnya mereka adalah
milik Kristus. Tak peduli mereka pada lahirnya bersekte atau tidak, kita hanya bertanya: apakah
mereka milik Kristus atau bukan. Kalau mereka benar-benar milik Kristus, mereka adalah
saudara kita.
Perkataan "aku dari golongan Kristus" tidak salah, tetapi jika perkataan ini dijadikan
batasan untuk memisahkan anak-anak Allah, itu keliru. Persekutuan kita harus mencakup
seluruh orang Kristen yang ada di satu lokal, bukan sebagian orang Kristen yang "non-
sekte" di satu lokal. Semua orang Kristen yang ada di lokal itu adalah orang dalam gereja kita.
Mereka boleh melakukan pembedaan antar sekte, tapi kita tak boleh melakukan pembedaan
"non-sekte". Mereka boleh memisahkan anak-anak Allah, tapi mana boleh kita memisahkan
mereka karena mereka memisahkan anak-anak Allah? Mereka juga anak-anak Allah! Mereka
keliru, sebab mereka adalah orang pertama yang melakukan pemisahan. Jika kita adalah orang
kedua yang melakukan pemisahan, tidakkah kita juga keliru? Kalau mereka memisahkan orang
lain itu salah, maka kalau kita memisahkan mereka bukankah kita juga bersalah?
Dasar Allah mendirikan sebuah gereja adalah satu lokal. Maka orang-orang Kristen di
satu lokal adalah orang-orang dalam satu gereja, hal ini tak dapat berubah selamanya. Satu
"kota" adalah batasan gereja. Kita tak dapat mengubahnya menjadi: orang-orang Kristen yang
non-sekte di satu lokal barulah orang-orang dalam satu gereja. Bila kita tidak menjadikan lokal
sebagai batasan gereja, melainkan dengan non-sekte atau meninggalkan sekte sebagai batasan,
maka kita sudah kehilangan sifat lokal, dan sudah merupakan satu sekte pula. Jadi yang benar
adalah gereja lokal (yang mencakup seluruh orang Kristen di lokal itu), bukan "gereja"
sekte/denominasi, pun bukan "gereja" sekte yang non-sekte.
Karena itu, sikap orang Kristen haruslah merangkum bukan membedakan. Kita harus
merangkum semua orang Kristen, baik yang bersekte maupun yang non-sekte, bukan
membedakan yang tanpa sekte atau yang membuang sekte. Di suatu lokal, barangsiapa
membedakan anak-anak Allah, ialah sekte. Kita harus jelas, bahwa pekerjaan kita adalah
mendirikan gereja lokal, bukan mendirikan gereja yang non-sekte. Perbedaan di sini jauhnya tak
terukur dengan kilometer. Gereja lokal memang tanpa sekte, tapi gereja yang non-sekte adalah
sekte. Gereja di Korintus itu benar, tetapi di tengah-tengah Korintus orang berkata, "Aku dari
golongan Kristus", itu salah. Pekerjaan kita haruslah mendirikan gereja lokal secara positif dan
konstruktif, bukan menarik orang keluar dari sekte/denominasi secara negatif dan destruktif.
Kini ada satu hal yang sangat penting: melalui usaha pelayanan sekerja kita di berbagai
tempat selama tahun-tahun ini, syukur kepada Allah, tidak sedikit orang yang menerima
kesaksian kita. Tetapi karena kita sendiri tanpa sekte, maka mereka yang menerima kesaksian
kita dengan sendirinya tidak memasuki sekte, ada pula yang keluar dari sekte. Ini memang benar,
tapi di sinilah bahayanya. Bila hati seseorang tidak mengandung hati Kristus yang mengasihi
gereja, ia tidak mungkin memiliki hati yang mengasihi saudara. Dengan spontan ia tidak melihat,
bahwa seluruh orang Kristen di lokal itu adalah saudara-saudara kita, tetapi ia hanya nampak
orang yang tidak bersekte saja sebagai saudara-saudara kita. Jika demikian, orang akan sangat
mudah mengira, bahwa kita mendirikan gereja yang non-sekte, tidak memahami bahwa tujuan
kita adalah mendirikan dan membangun gereja lokal. Kita mutlak bukan mendirikan dan
membangun gereja yang non-sekte. Non-sekte (non-denominasi) bukan alasan yang cukup
baik yang boleh kita pakai sebagai dasar pendirian gereja. Hanya ada satu alasan yang cukup
baik, yakni lokal. Karena itu, kita harus memperhatikan, agar saudara-saudara di tiap lokal
nampak kebenaran gereja lokal, dan jangan memperhatikan masalah sekte. Kita harus
menunjukkan kepada mereka, bahwa ruang lingkup persekutuan yang Alkitabiah adalah seluruh
kaum imani di lokal itu, bukan kaum imani yang non-sekte di lokal itu. Setiap kali mereka
menyebut "kita" haruslah merangkum seluruh saudara di dalam Tuhan, bukan hanya merangkum
saudara yang bersidang dengan mereka saja. Begitu kita menyebut "saudara kita", tapi "kita" nya
bukan mengacu kepada seluruh saudara, hanya mengacu kepada saudara-saudara yang bersidang
bersama kita, itu berarti kita sendiri adalah sekte. Kita harus belajar mengurangi berkata "saudara
kita", tetapi banyak memperhatikan "saudara di dalam Tuhan". Membangun gereja lokal barulah
pekerjaan kita.
Saya tidak berkata, bahwa sekte itu benar, saya pun tidak berkata, kita tidak perlu
meninggalkan sekte. Tapi saya berkata, bahwa menarik orang keluar dari sekte bukanlah
pekerjaan kita. Pekerjaan kita adalah sama seperti yang dilakukan para rasul dulu yakni
mendirikan gereja lokal. Kita perlu membimbing orang mengenal Tuhan, mempersembahkan diri
kepada Tuhan, belajar menaati Tuhan dan mohon Tuhan memberi terang agar bisa menempuh
jalan di dalam Roh Kudus sambil menolak perbuatan daging. Jika demikian, Anda akan nampak,
Anda tak perlu menyinggung masalah sekte, tapi Roh Allah sendiri akan memimpinnya
menanggulangi masalah ini. Jika seseorang tidak belajar hidup dalam Roh Kudus, dan taat
kepada Allah karena mengenal Dia, walau ia telah meninggalkan denominasi, apakah faedahnya?
Gereja kita harus merangkum lokal tempat kita berada, dan merangkum seluruh orang Kristen di
lokal itu. Semua cara pembagian orang Kristen lainnya tidak diijinkan Allah.

PERBEDAAN DOKTRIN

Galatia 5:20 mengatakan, ". . . roh pemecah" (bahasa aslinya: sekte). Dalam ayat ini
tercantum banyak perbuatan daging yang tidak diperkenan dan ditolak Allah. Satu di antaranya
ialah "sekte" (dalam Alkitab bahasa Indonesia diterjemahkan "roh pemecah"). Dalam bahasa
Yunani berarti "berpecah belah menjadi sekte karena berbeda doktrin dengan orang lain".
Sedangkan J.N. Darby menerjemahkannya menjadi "berbeda opini". Istilah ini tidak mesti
berarti ajaran-ajaran serong, melainkan mengacu kepada ajaran yang berbeda dengan ajaran
orang lain, atau berarti "mencipta perbedaan". Dalam bahasa aslinya belum tentu mengacu
kepada kesalahan. Hanya karena aku mempunyai ajaran-ajaran tertentu yang berlainan dengan
ajaran orang lain, maka aku berpisah dengan orang lain. Boleh jadi ajaranku benar atau boleh
jadi ajaranku salah; tetapi penekanannya di sini bukan masalah benar atau salah, melainkan
berpecah belah dengan orang karena perbedaan ajaran tersebut. Di sini sama sekali tidak
terkandung masalah benar atau salah, yang ada hanya perpecahan akibat perbedaan ajaran.
Di sini kita segera menemukan satu pelajaran, yakni Allah juga tidak mengijinkan orang
berpecah belah karena perbedaan ajaran. Sebagai contoh: ada anak-anak Allah yang percaya
keterangkatan kaum imani terjadi sebelum kesusahan besar, ada pula yang percaya hal itu terjadi
sesudah kesusahan besar; ada yang percaya pembaptisan harus diselam ke dalam air, ada pula
yang percaya dipercik saja sudah boleh. Kita tidak boleh karena ini lalu berpecah menjadi dua
kelompok; itu tidak diijinkan Allah. Perbedaan-perbedaan itu tidak dapat dijadikan alasan kaum
imani untuk berpecah menjadi dua gereja. Satu-satunya alasan yang Alkitabiah untuk mendirikan
sebuah gereja ialah satu lokal baru. Bila kita tiba di satu lokal, tidak boleh ada dua gereja. Jika
lokalnya satu, gerejanya pun satu. Jika kita tinggal di Korintus, ialah gereja di Korintus. Jika kita
tinggal di Efesus, ialah gereja di Efesus. Jika kita tinggal di kota A, ialah gereja di kota A. Jika
kita tinggal di kota B, ialah gereja di kota B. Perpecahan karena perbedaan doktrin yang
mengakibatkan adanya lebih dari satu gereja di satu lokal, tidak diijinkan Allah. Bukan hanya
ajaran sesat, ajaran sehat pun, tidak diijinkan Allah menjadi batasan perpecahan dan sebagai
alasan perpecahan.
Dengan sendirinya, pada aspek pelaksanaannya banyak kesulitan. Betapa banyaknya
pergesekan akan terjadi bila banyak orang yang berbeda opini berhimpun di dalam satu gereja.
Alamiah/daging manusia memang senang menghimpun orang yang seopini menjadi satu
kelompok, dan mengucilkan orang yang berbeda opini di luar pintu. Namun, Allah tidak setuju
demikian. Berkumpulnya orang-orang yang berbeda opini memang membuat daging menderita,
tetapi itu berfaedah terhadap hidup rohani. Allah tidak mengatasi kesulitan itu dengan cara
memisahkan mereka, melainkan menghendaki anak-anak Allah banyak belajar saling mengasihi,
saling tenggang rasa dan sabar. Dalam situasi demikian, Anda akan nampak, jika tidak ada kasih,
tentu akan timbul kegusaran; jika tidak ada tenggang rasa, pasti akan timbul pertikaian; dan jika
tidak ada kesabaran, pasti akan bubar berantakan. Boleh jadi apa yang Anda percayai itu benar,
tetapi sekarang yang penting adalah benar tidaknya kasih Anda. Boleh jadi pengetahuan Anda
tidak salah, tetapi sekarang yang penting adalah kasih Anda salah atau tidak. Betapa mudahnya
satu orang imani dipenuhi oleh ide dan pengetahuan rohani tanpa sikap dan kehidupan rohani
sedikit pun. Maka orang-orang yang berbeda opini atas doktrin di dalam gereja lokal akan
menelanjangi Anda, apakah kerohanian Anda hanya di atas kepala (otak), atau di dalam hati.
Apakah yang Anda hayati dalam kehidupan lebih banyak daripada yang Anda ketahui, atau
sebaliknya?
Dalam Roma 14 kita nampak bagaimana sikap kita seharusnya terhadap seorang saudara
yang berbeda pandangan terhadap doktrin tertentu. Andaikata hari ini kita melihat orang Kristen
yang pantang makan daging, atau yang memelihara hari Sabat, bagaimana reaksi kita? Mungkin
kita tak tahan untuk hadir bersamanya dalam satu gereja. Namun, baginilah perintah Allah:
"Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya . . . siapakah
kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu
adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia
terus berdiri . . . Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi!" Inilah sikap kita yang
dikehendaki Allah. Betapa bedanya itu dengan sikap kaum imani hari ini! Oh, inilah kelapangan
dada orang Kristen! Inilah toleransi orang Kristen! Alangkah kasihan, hari ini justru banyak
orang yang terlampau gairah terhadap doktrin, asal melihat orang yang imannya berbeda
dengannya, segera menganggapnya bidah atau ajaran sesat, dan menjauhinya seolah air bah dan
binatang buas. Namun Allah menghendaki anak-anakNya "hidup (bersikap) menurut tuntutan
kasih" (ayat 15). Ini sangat mustika!
Tetapi ini tidak berarti, bahwa di dalam sebuah gereja lokal setiap orang imani boleh
bertindak menurut kemauannya sendiri, dan percaya kepada apa yang dibenarkan oleh dirinya
sendiri. Hanya saja cara penanggulangannya bukan menolak, mengucilkan atau keluar dan
mendirikan kelompok lain, melainkan dengan pengajaran yang tekun dan sabar, agar "semua
mencapai kesatuan iman" (Ef. 4:13). Jika tidak terlaksana dalam waktu singkat, haruslah sabar
menanti waktu Allah. Pada saat Anda menanti, mungkin Allah akan merahmati orang yang
menentang Anda, atau mungkin Anda sendiri akan beroleh rahmat sehingga menyadari, bahwa
diri Anda bukan seorang pelayan sebaik itu, seperti yang Anda bayangkan sendiri. Sangat jarang
ada satu kasus yang menguji seorang pengajar seperti tentangan orang terhadap ajarannya!
Surat Filipi harus kita baca secara khusus. Jika kaum imani dapat menaruh pikiran dan
perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, rendah hati, yang seorang menganggap yang
lain lebih utama daripada dirinya sendiri, sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu
tujuan . . . niscayalah kita akan memelihara kesatuan gereja di satu lokal tanpa timbul
perpecahan.
Masih ada beberapa cara lagi yang juga tidak diijinkan oleh Allah. Mari kita baca I
Korintus 12:13, "Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi maupun orang Yunani,
baik budak maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi
minum dari satu Roh." Di sini kita nampak gereja juga tidak boleh terpecah belah karena:

ETNIS (SUKU BANGSA)

Gereja adalah satu Tubuh, dan di dalam Tubuh ini semuanya mempunyai hubungan hayat
yang tidak dapat dipecahbelahkan. Perbedaan etnis atau suku bangsa di dunia sangatlah hebat.
Misalkan sukuisme pada orang Yahudi. Mereka menganggap setiap orang bukan Yahudi sama
dengan anjing, sebagai keturunan hina, sampai-sampai makan bersama pun mereka enggan.
Namun Paulus menunjukkan kepada kita, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani telah
menjadi satu Tubuh di dalam Kristus. Menurut Alkitab, gereja tidak dapat dipecah belah menurut
tokoh rohani, atau menurut asal usul keselamatan, atau dengan mengaku dari golongan Kristus
sebagai golongan unggul, atau dengan perbedaan doktrin. Menurut Alkitab gereja pun tidak
dapat dipecah belah karena perbedaan etnis. Bila dipecah belah menurut etnis, itu bukan lagi
gereja. Segala perbedaan di dalam Adam telah lenyap karena keberadaan kita di dalam Kristus.
Gereja berada di dalam Kristus. Gereja yang universal adalah tunggal, gereja lokal adalah yang
berbatas lokal. Maka gereja etnis tidak bisa masuk ke dalamnya.
Dewasa ini, di tempat-tempat yang dihuni oleh macam-macam etnis, ada yang
mendirikan gereja orang kulit putih, gereja orang kulit hitam, atau gereja orang Asia, gereja
orang Barat, semua itu disebabkan ketidakjelasan mereka, bahwa gereja beruanglingkupkan
"kota" atau lokal. Selain karena perbedaan lokal, Allah tidak mengijinkan orang mendirikan
gereja yang berbeda karena perbedaan warna kulit, adat istiadat atau cara kehidupan. Sebaliknya,
Allah menghendaki semua orang itu berhimpun bersama dalam satu gereja lokal, dan
menyatakan bahwa hayat AnakNya dan Roh Kudus mampu mendobrak segala batasan alamiah
manusia. Semua yang berasal dari Adam, tidak ada satu pun yang tidak dapat dibasmi di dalam
Kristus. Lokal adalah ruang lingkup gereja. Di sebuah lokal yang sama, tidak ada satu alasan pun
yang patut diajukan untuk memecah belah anak-anak Allah. Jadi, segala masalahnya tergantung
pada apakah Kristus mampu menumpas segala sesuatu yang di dalam daging. Siapakah yang
lebih berkuasa? Adam atau Kristus? Yang manakah yang lebih perkasa di atas diriku? Aku kini
hidup di dalam daging atau di dalam Kristus? Dapatkah segala perbedaan karena kedagingan
tenggelam di dalam Kristus oleh karena Kristus? Apakah di dalam gereja ada kedudukan daging?

KEWARGANEGARAAN

Pada orang Yahudi dan Yunani tidak saja ada masalah etnis, juga ada masalah
kewarganegaraan. Tetapi baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik orang Cina maupun
orang Amerika semuanya telah menjadi satu Tubuh di dalam Kristus. Kita tidak boleh berpecah
belah menurut etnis, kita juga tidak boleh berpecah belah menurut kewarganegaraan. Semua
orang yang tinggal di lokal (kota) itu, tak peduli ia warga negara apa, asal ia memiliki hayat
Kristus, ia adalah orang dalam gereja itu. Jika ia tinggal di tempat lain, tak peduli ia warga
negara apa, ia adalah orang dalam gereja lain. Dalam Alkitab hanya ada gereja lokal, tidak ada
gereja negara, juga tidak ada gereja negara anu di kota anu.
Karena gereja milik lokal, bila ada seorang saudara, tak peduli ia warga negera apa,
pribumi atau asing, pindah (bukan pelancong) dari satu lokal ke lokal lain, maka ia adalah
saudara di gereja lokal terakhir ia tinggal, tidak lagi sebagai saudara di gereja lokal terdahulu.
Kewargaan gereja seseorang tidaklah ada hubungannya dengan kewargaan negaranya. Itu
ditentukan oleh tempat kediamannya. Begitu ia pindah tempat tinggal, berpindah pulalah
kewargaan gerejanya. Begitu ia pindah rumah maka pindah/ganti pula gerejanya. Misalkan ia
pindah dari kota A ke kota B, maka kewargaan gereja sekarang adalah B, bukan A lagi. Ia tidak
dapat menjadi saudara A lagi, kecuali ia pulang kembali ke A. Ia tak dapat tinggal di B, sambil
menjadi saudara A dari jauh. A tidak berhak menguasai saudara yang tinggal di luar A. Jika ia
seorang saudara yang pindah dari luar negeri ke sebuah lokal di dalam negeri, prinsipnya tetap
sama. Gereja tidak mengenal negeri, hanya mengenal kota. Sebuah gereja hanya dapat
menganggap kaum imani selokal dengannya sebagai "anggota gereja", tidak bisa mendobrak
batasan lokal dan memperluas ruang lingkupnya sendiri ke lokal lain. Dengan kewarganegaraan
sebagai alasan melintasi batas juga tidak boleh. Bila seorang saudara pindah ke lokal lain, ia
sudah menjadi orang gereja lain. Dalam gereja selamanya tidak ada hak di luar kekuasaan. Maka
perbuatan semacam lintas batas dan ada saudara di lokal lain, itu dikarenakan tidak mengetahui,
bahwa batasan gereja hanya sampai pada lokal. Allah menghendaki gereja membatasi
pemerintahannya pada lokal, maka kita pun hanya boleh memerintah sebatas lokal.
Sebab itu, saudara-saudara harus hati-hati. Bila Anda keluar negeri, jangan sekali-kali
mendirikan gereja Cina di luar negeri. Kamar dagang Cina, sekolah Cina atau organisasi Cina itu
boleh, lainnya juga boleh, tetapi tidak boleh ada gereja Cina. Gereja adalah milik lokal. Begitu
Anda tiba di sebuah lokal di luar negeri, Anda segera menjadi seorang saudara di gereja lokal itu,
sama halnya dengan Anda pindah dari satu lokal ke lokal lain di dalam negeri. Di dalam gereja
sama sekali tidak ada masalah kewarganegaraan. Bila kewarganegaraan dimasukkan, maka
gereja tak dapat tidak dirugikan. Betapa mulianya, jika di sebuah kota semua orang Kristen bisa
sama sekali tidak menghiraukan dari mana asalnya, dari negeri mana, dan sama sekali tidak
memperhatikan perbedaan mereka di dunia, tetapi bisa bersatu sepenuhnya di dalam Kristus!
"Kita adalah orang-orang percaya Kristus di kota anu", betapa mustikanya kesatuan yang
demikian!
Apakah gereja? Suatu kali ada beberapa saudara mengajukan pertanyaan ini kepada saya.
Saya menjawab, "Kristus yang ada di dalam satu orang Kristen, ditambah dengan Kristus yang
ada di dalam satu orang Kristen lain, ditambah lagi dengan Kristus yang ada di dalam satu orang
Kristen lain, dan ditambah lagi dengan Kristus yang ada di dalam orang-orang Kristen yang tak
terhitung jumlahnya, lalu dikurangi Adam di dalam orang Kristen pertama, dan dikurangi lagi
Adam di dalam orang Kristen kedua, dan dikurangi lagi Adam di dalam orang Kristen ketiga,
dan dikurangi lagi Adam di dalam orang-orang Kristen yang tak terhitung jumlahnya, maka
kesatuan orang-orang yang demikianlah yang disebut gereja." Hari ini, saya layak berada di
dalam gereja, karena di dalam saya ada Kristus. Hari ini, Anda layak berada di dalam gereja, juga
karena di dalam Anda ada Kristus. Baik Anda orang kulit putih, baik Anda orang kulit hitam,
baik Anda orang apa, baik Anda orang negeri lain, Anda bisa beroleh bagian di dalam gereja
karena Kristus yang ada di dalam Anda, sama sekali tidak ada hubungannya dengan diri
Anda sendiri. Maka etnis dan kewarganegaraan bukan masalah, dan tidak seharusnya menjadi
masalah. Seluruh masalahnya adalah: di dalam Anda ada Kristus atau tidak? Di manakah Anda
tinggal? Ada tidaknya Kristus di dalam Anda menentukan apakah Anda berada di dalam gereja.
Tempat tinggal Anda menentukan Anda berada di gereja mana. Terhadap orang dunia Allah
menanyakan, "Apakah ia milik Kristus," tetapi terhadap kaum imani Ia menanyakan, "Di
manakah ia berada." Jadi perihal etnis dan kewarganegaraan tidak menjadi masalah.

STATUS SOSIAL

Masalah status sosial juga tidak cukup menjadi alasan untuk memecah belah gereja. Tak
peduli Anda orang merdeka atau budak, di dalam Kristus sudah menjadi satu Tubuh. Pada masa
Paulus, masa itu berada di bawah kekuasaan Roma. Semua budak tidak ada hak kebebasan dan
tidak ada perlindungan hukum; meninggal pun tidak dihiraukan orang. Tetapi setiap rakyat Roma
yang merdeka tidak boleh dihukum tanpa melalui proses peradilan; berbeda dengan budak-budak
yang tidak memiliki hak warganegara. Namun di dalam gereja tidak ada perbedaan orang
merdeka atau budak. Kita tidak boleh mendirikan gereja "kaum sopir". Tak peduli ia sopir atau
kepala negara, asal mereka orang Kristen yang tinggal di satu lokal, mereka semua adalah
saudara dalam satu gereja lokal itu. Kita tidak boleh mendirikan gereja yang berbeda berdasarkan
perbedaan status sosial. Selamanya tidak ada gereja para pembesar atau gereja kaum awam. Baik
yang merdeka maupun budak, jika berada di satu lokal, maka sama-sama berada di dalam satu
gereja, tidak ada perbedaan.
Jadi, dalam Alkitab setidak-tidaknya ada tujuh butir ajaran yang melarang berpecah
belah. Jika diurut menurut ketujuh fakta tersebut, maka alasan-alasan lain pun dilarang Allah.
Sebab selain menurut lokalitas, tidak ada alasan sah lainnya yang diijinkan untuk mendirikan
gereja.

PARA PEMENANG DALAM GEREJA

Ruang lingkup gereja adalah lokal, manusia tak boleh memecah belahnya dengan alasan
apa pun. Tetapi bila kerohanian saudara saudari di sebuah gereja lokal lesu dan hambar,
bagaimanakah sikap kita? Bolehkah beberapa orang yang kerohaniannya agak baik menghimpun
tiga atau lima lalu bersidang bahkan mendirikan kelompok lain? Jawaban Alkitab: tidak boleh!
Allah hanya mengijinkan kita mendirikan gereja menurut lokalitas, dan tinggi rendahnya, atau
baik buruknya kerohanian tidak dapat dijadikan alasan untuk berpecah belah. Andaikata mutu
kerohanian dijadikan alasan perpecahan, akibatnya ialah: jika hari ini Anda tidak rohani, aku
akan mendirikan sebuah kelompok lain; jika besok aku tidak rohani, dia pun akan mendirikan
sebuah kelompok lain. Akibatnya, tidak lama kemudian, akan berdiri entah berapa banyak
kelompok denominasi.
Bukan tingkat kerohanian saja yang tidak memenuhi syarat sebagai alasan perpecahan,
organisasi, metode, administrasi . . . lokal pun tidak pada tempatnya dijadikan alasan perpecahan.
Sebab Alkitab tidak mengijinkan baik buruknya administrasi atau organisasi sebagai syarat
perpecahan. Alkitab hanya mengijinkan pemisahan menurut lokalitas. Hanya ada satu alasan
dalam Alkitab yang mengijinkan pemisahan, yakni menurut perbedaan batasan lokal, kecuali ini,
tidak ada alasan apa pun yang diijinkan bagi gereja untuk berpecah belah.
Entah kebenaran yang diyakini orang di sebuah gereja lokal berbeda dengan Anda, atau
doktrin tentang pencurahan Roh Kudus yang mereka pegang berlainan dengan yang Anda yakini,
atau tentang pemuliaan yang akan datang, atau tentang doktrin kesucian, atau tentang doktrin
keselamatan kekal dan lain sebagainya, semuanya itu tidak boleh menjadi alasan perpecahan.
Alkitab hanya membenarkan satu cara perpecahan, yaitu perpecahan menurut ruang lingkup
lokal. Kita tidak boleh berpecah belah karena kondisi kerohanian, sistem, penafsiran doktrin dan
sebagainya. Kita semua tinggal di satu lokal, karenanya kita hanya boleh berada di dalam
satu gereja. Tidak mungkin kita meninggalkannya. Anda harus meninggalkan tempat/lokal itu
dulu, barulah Anda bisa meninggalkan gereja lokal tersebut. Alkitab hanya mengijinkan kita
meninggalkan sekte/denominasi, tidak mengijinkan kita meninggalkan gereja. Selain sekte,
Alkitab tidak pernah memperlihatkan kepada kita, bahwa kita boleh meninggalkan gereja karena
keadaan kerohanian atau perbedaan doktrin. "Gereja" yang bukan berbatasan lokal, melainkan
dengan alasan-alasan lainnya, ialah sekte, Anda boleh meninggalkannya. Jika ia sebuah gereja
lokal, Anda tak mungkin meninggalkannya. Andaikata Anda meninggalkannya karena alasan-
alasan itu, maka Anda serta orang-orang yang bersidang dengan Anda adalah satu sekte,
sekalipun kondisi kerohanian Anda lebih tinggi dan organisasi Anda lebih sempurna.
Dalam Wahyu 2 dan 3 ada tujuh gereja yang berlainan, namun di antaranya ada dua
gereja yang dipuji Tuhan, yakni Smirna dan Filadelfia. Gereja yang lain seperti Efesus, hanya
ada perilaku luaran; Pergamus ada kekeliruan doktrin; Tiatira ada kekeliruan moral; Sardis
sangat mati; dan Laodikia hanya memperhatikan kemuliaan yang sia-sia. Mereka semua telah
dicela oleh Tuhan. Kelima gereja itu sungguh sangat buruk. Tapi walaupun mereka lemah,
mereka adalah lima gereja lokal, mereka bukan sekte. Mereka adalah gereja, hanya saja gereja
yang lemah. Walau secara rohani mereka bersalah, namun secara posisi mereka tidak bersalah.
Karena itu, Allah hanya memerintahkan anak-anakNya menjadi pemenang di gereja tempat ia
berada, Allah tidak memerintahkan mereka meninggalkan gereja itu. Kita tak mungkin
meninggalkan sebuah gereja lokal, maka bagaimanapun Anda harus berada di dalam gereja lokal
itu. Jika dapat, Anda harus dengan kekuatan doa membangunkan seluruh gereja itu. Jika Anda
tak berdaya mengubah seluruh gereja itu, maka Anda harus menjadi pemenang di dalamnya.
Anda harus memelihara kebersihan pribadi Anda di hadapan Tuhan. Jika tidak, lebih baik Anda
pindah ke tempat lain. Anda seharusnya meninggalkan sekte, sebab Alkitab menghukum sekte.
Tapi Alkitab selamanya tak pernah memerintahkan Anda meninggalkan gereja lokal. Begitu
Anda meninggalkan gereja lokal, Anda akan segera menjadi sekte. Maka kalau Anda ingin
mengundurkan diri dari sebuah gereja, Anda harus selidiki dulu, apakah ia sebuah sekte atau
sebuah gereja lokal. Jika ia adalah gereja lokal, begitu Anda meninggalkannya, Anda adalah
seorang pemecah belah.
Sangat disayangkan bila di sebuah gereja lokal (bukan sekte) ada beberapa saudara
saudari yang agak rohani mengadakan sidang lain, mendirikan kelompok lain karena merasa
kebanyakan saudara saudari di situ terlalu hijau kerohaniannya! Mereka harus sadar, bahwa
mereka tidak berwewenang bertindak demikian. Kewajiban mereka ialah menjadi pemenang di
dalam gereja itu, membantu saudara saudari lainnya dan mewakili mereka berseru kepada Allah
sampai Allah merahmati semua anak-anakNya. Daging manusia sangat mudah tidak memandang
orang-orang yang tidak sebaik dirinya sendiri, dan sangat senang berhimpun dengan orang-orang
yang setingkat dengan dirinya sendiri, menikmati saat-saat yang menggembirakan hati, sekalipun
itu adalah kegembiraan rohani. Keangkuhan rohani dan kedambaan akan kegembiraan sering
membuat orang-orang yang agak rohani lupa, bahwa gereja harus merangkum semua anak-anak
Allah di satu lokal, sebaliknya, mereka menyeleksi (memilih) sebagian anak-anak Allah menurut
kesukaannya, sehingga menciutkan persekutuan Allah. Namun hal demikian tidak diperkenan
Allah. Organisasi yang demikian adalah satu sekte bukan satu gereja.
Orang yang berbuat demikian harus ingat, bahwa gereja Allah bukan tangsi tentara yang
dihuni orang-orang yang berusia sebaya dan berukuran tubuh sebanding. Gereja Allah adalah
sebuah keluarga, di dalamnya ada anak kecil, orang muda (remaja) dan orang tua. Anda tak
mungkin di dalam gereja menemukan orang yang sama persis besar kecilnya. Karena itu, kita
harus belajar memikul beban orang lain, teristimewa harus banyak melakukan doa syafaat. Tidak
saja kita sendiri menjadi pemenang, harus pula dengan sekuat tenaga memimpin orang lain
menjadi pemenang. Karena Anda menabur dengan air mata, Allah pasti akan membuat Anda
menuai dengan sukacita!
Ruang lingkup gereja adalah lokal, maka tidak ada kemungkinan untuk meninggalkan.
Lain masalahnya jika itu sekte. Pada masa Paulus dan Petrus, ketika mereka tiba di suatu tempat
dan melihat gereja lemah, pernahkah mereka berkata, "Mari kita mengadakan sidang lain?"
Tidak. Ingatlah: walaupun mereka lemah, mereka adalah domba-domba Tuhan. Tuhan justru
datang dan mati untuk mereka. Semoga kita mau merawat domba-domba Tuhan itu!
Bab 7

ANTAR PEKERJA

Gereja-gereja yang tercantum dalam Alkitab bersifat lokal, maka selamanya tak pernah
ada masalah persatuan gereja-gereja. Memang, kita bersatu dengan semua saudara di setiap
lokal, sebab walaupun banyak, kita adalah satu Tubuh. Kesatuan kita berunitkan kaum imani.
Unit gereja universal adalah kaum imani, bukan gereja lokal. Kita adalah anggota Tubuh
Kristus, bukan satu demi satu gereja lokal sebagai anggota Tubuh Kristus. Unit ini adalah kaum
imani, bukan gereja lokal. Gereja lokal sudah merupakan organisasi terbesar dari gereja di bumi,
maka kita tidak dapat mempersatukannya lagi.
Tapi pada aspek pekerja, yang diperlihatkan kepada kita tidaklah demikian. Ada
persatuan para rasul. Para rasul boleh bergabung atau tidak bergabung. Ada orang, karena
dahulunya mempunyai kesan yang mendalam terhadap sistem manusia, akibatnya ia mempunyai
suatu konsepsi keliru, yakni mengira kalaupun gereja-gereja tidak ada persatuan, maka pekerja-
pekerja juga sama sekali tidak ada persatuan.
Karena tidak mengerti bahwa struktur gereja berbeda dengan sistem antar para rasul,
banyak orang mengira kalau antar gereja tidak ada persatuan, melainkan sangat independen,
maka antar para pekerja Allah pun tidak ada persatuan, dan juga sangat independen. Namun itu
sama sekali berlawanan dengan ajaran Alkitab. Gereja-gereja memang tidak ada
persatuan/gabungan, tetapi antar pekerja ada persatuan. Karena sebuah gereja lokal harus
memelihara sifat lokalnya, ia (gereja lokal itu) tidak boleh bersatu atau bergabung dengan gereja
lokal lain sehingga menjadi satu lembaga. Bila gereja-gereja saling bergabung, mereka akan
melampaui ruang lingkup lokal, sifat lokalnya akan berubah dan batasan lokalnya pun akan
segera terusak. Karena itu, Alkitab tidak mengijinkan adanya gabungan gereja. Namun dalam
Alkitab ada persatuan para rasul, hanya saja ini tidak berarti seluruh rasul bergabung menjadi
sebuah organisasi. Alkitab tidak membenarkan adanya gabungan seluruh rasul untuk mengelola
seluruh pekerjaan. Jadi para pekerja tidak bergabung menjadi sebuah organisasi yang
mempunyai pusat. Itu adalah cara Roma, bukan cara Alkitab. Persatuan yang ada dalam Alkitab
ialah para rasul bersatu sekelompok demi sekelompok. Kita nampak dengan jelas, bahwa Paulus
satu kelompok dengan Lukas, Silas, Apolos, Timotius dan Titus; sedang Petrus bersatu dengan
Yohanes dan Yakobus sebagai kelompok lain. Yang dari Antiokhia merupakan satu kelompok,
yang dari Yerusalem merupakan satu kelompok lain. Walaupun mereka masing-masing bukan
membentuk sebuah misi, namun masing-masing mempunyai "kawan-kawan seperjalanan"
(Kis. 20:34). Dengan menelusuri sejarah mereka dalam kitab Kisah Para Rasul, kita akan
mengetahui, bahwa semula ada beberapa rasul bekerja di Yerusalem. Mereka inilah yang ke
Samaria dan Kaisarea, berapa orang yang ikut pergi, kita tidak tahu. Kemudian ada satu
permulaan lain terjadi di Antiokhia (pasal 13), oleh Paulus dan Barnabas, dan disertai Silas,
Lukas, Apolos, Timotius . . . entah berapa jumlahnya, kita juga tidak tahu. Di luar kitab Kisah
Para Rasul, kita pun nampak ada sekelompok pekerja yang bekerja karena iri hati dan
perselisihan (Filipi 1). Jelas mereka tidak sekelompok dengan Paulus maupun Petrus.
Kendatipun motivasi mereka tidak patut dicontoh, tapi ini membuktikan, bahwa pada masa itu
pekerja-pekerja Allah adalah sekelompok demi sekelompok. Dengan kata lain, pekerjaan dan
pekerja Allah dalam Alkitab memang mempunyai kelompok, tidak sama dengan gereja-gereja.
Jika gereja-gereja berkelompok, ia akan menjadi denominasi.
Ada orang mengira, jika kita tidak memiliki organisasi denominasi, para pekerja tentu
akan berantakan; masing-masing menempuh jalannya sendiri, menurut kesenangannya sendiri;
masing-masing menjadi pausnya sendiri atau menjadi pasturnya sendiri. Gereja lokal memang
independen, itu tidak ada masalah. Gereja lokal seharusnya tidak saling mencampuri urusan
masing-masing. Tetapi pekerjaan ada kelompoknya, walau itu bukan kelompok organisasi. Cara
gereja berbeda dengan cara pekerjaan. Dalam pekerjaan ada kelompoknya, ada penumpangan
tangan, pengaturan, pemutasian dan pengutusan. Antar gereja lokal tidak saling mencampuri
urusan masing-masing; gereja di A tidak dapat mencampuri urusan gereja di B, gereja di B pun
tak dapat mencampuri urusan gereja di A. Bila sebuah gereja lokal tertimpa malapetaka, gereja-
gereja lain boleh menolongnya untuk menyatakan saling bersatu. Tapi administrasi masing-
masing gereja tidak saling bersangkut paut, masing-masing mengelola dirinya sendiri. Lain
halnya dengan pekerjaan. Pekerjaan mempunyai konsep, rencana, pengaturan, dan ruang
lingkupnya tidak terbatas pada satu lokal, melainkan banyak lokal. Maka kalau gereja tidak ada
gabungan beberapa gereja, tapi rasul ada gabungan beberapa orang, hanya saja tidak ada apa
yang disebut "misi" atau "tim penginjilan" dan lain sebagainya, seperti yang dibuat orang hari
ini.

FAKTA DALAM ALKITAB

Dari kasus-kasus yang terjadi dalam pekerjaan menurut catatan Alkitab, kita dapat
membuktikan, bahwa pekerjaan ada kelompoknya, yaitu ada pengaturannya; bersamaan dengan
itu pekerjaan juga melampaui batasan lokal.
". . . berkatalah Paulus kepada Barnabas: Baiklah kita kembali kepada saudara-saudara
kita di setiap kota, di mana kita telah memberitakan firman Tuhan, untuk melihat bagaimana
keadaan mereka. Barnabas ingin membawa juga Yohanes yang disebut Markus; tetapi Paulus
dengan tegas berkata, bahwa tidak baik membawa serta orang yang telah meninggalkan mereka
di Pamfilia dan tidak mau turut bekerja sama dengan mereka. Hal itu menimbulkan perselisihan
yang tajam, sehingga mereka berpisah dan Barnabas membawa Markus juga sertanya berlayar
ke Siprus. Tetapi Paulus memilih Silas, dan sesudah diserahkan oleh saudara-saudara itu
kepada kasih karunia Tuhan, berangkatlah ia mengelilingi Siria dan Kilikia sambil meneguhkan
jemaat-jemaat di situ" (Kis. 15:36-40)
"dan Paulus mau supaya dia (Timotius) menyertainya . . ." (Kis. 16:3-4).
"Setelah Paulus melihat penglihatan itu, segeralah kami mencari kesempatan untuk
berangkat ke Makedonia, karena dari penglihatan itu kami menarik kesimpulan, bahwa Allah
telah memanggil kami untuk memberitakan Injil kepada orang-orang di sana" (Kis. 16:10).
"Orang-orang yang mengiringi Paulus menemaninya sampai di Atena, lalu kembali
dengan pesan kepada Silas dan Timotius, supaya mereka selekas mungkin datang kepadanya"
(Kis. 17:15).
". . . karena itu ia memutuskan untuk kembali melalui Makedonia. Ia disertai oleh
Sopater anak Pirus, dari Berea, dan Aristarkus dan Sekundus, keduanya dari Tesalonika, dan
Gayus dari Derbe, dan Timotius dan dua orang dari Asia, yaitu Tikhikus dan Trofimus. Mereka
itu berangkat lebih dahulu dan menantikan kami di Troas" (Kis. 20:3-5).
"Kami berangkat lebih dahulu ke kapal dan berlayar ke Asos, dengan maksud untuk
menjemput Paulus di situ sesuai dengan pesannya, sebab ia sendiri mau berjalan kaki melalui
darat. Ketika ia bertemu dengan kami di Asos, kami membawanya ke kapal, lalu melanjutkan
pelayaran kami ke Metilene" (Kis. 20:13-14).
"Jika Timotius datang kepadamu, usahakanlah supaya ia berada di tengah-tengah kamu
tanpa takut, sebab ia mengerjakan pekerjaan Tuhan, sama seperti aku. Tentang saudara Apolos:
telah berulang-ulang aku mendesaknya untuk bersama-sama dengan saudara-saudara lain
mengunjungi kamu, tetapi ia sama sekali tidak mau datang sekarang. Kalau ada kesempatan
baik nanti, ia akan datang" (I Kor. 16:10,12).
"Sebab itu kami mendesak kepada Titus, supaya ia mengunjungi kamu dan
menyelesaikan pelayanan kasih itu sebagaimana ia telah memulainya" (II Kor. 8:6).
"Syukur kepada Allah, yang oleh karena kamu mengaruniakan kesungguhan yang
demikian juga dalam hati Titus untuk membantu kamu. Memang ia menyambut anjuran kami,
tetapi dalam kesungguhannya yang besar itu ia dengan sukarela pergi kepada kamu. Bersama-
sama dengan dia kami mengutus saudara kita" (I Kor. 8:16-18).
"Bersama-sama dengan mereka kami utus seorang lain lagi, yakni saudara kita, yang
telah beberapa kali kami uji dan ternyata selalu berusaha untuk membantu . . . Titus adalah
temanku yang bekerja bersama-sama dengan aku untuk kamu; saudara-saudara kami yang lain
itu adalah utusan jemaat-jemaat dan suatu kemuliaan bagi Kristus" (II Kor. 8:22-23).
"Supaya kamu juga mengetahui keadaan dan hal ihwalku, maka Tikhikus, saudara kita
yang kekasih dan pelayan yang setia di dalam Tuhan, akan memberitahukan semuanya kepada
kamu. Dengan maksud inilah ia kusuruh kepadamu, yaitu supaya kamu tahu hal ihwal kami dan
supaya ia menghibur hatimu" (Ef. 6:21-22).
"Tetapi dalam Tuhan Yesus kuharap segera mengirimkan Timotius kepadamu, supaya
tenang juga hatiku oleh kabar tentang hal ihwalmu" (Flp. 2:19).
"Sementara itu kuanggap perlu mengirimkan Epafroditus kepadamu, yaitu saudaraku
dan teman sekerja serta teman seperjuanganku, yang kamu utus untuk melayani aku dalam
keperluanku" (Flp. 2:25).
"Semua hal ihwalku akan diberitahukan kepada kamu oleh Tikhikus, saudara kita yang
kekasih, hamba yang setia dan kawan pelayan dalam Tuhan" (Kol. 4:7).
"Salam kepadamu dari tabib Lukas yang kekasih dan dari Demas" (Kol. 4:14).
"Dan sampaikanlah kepada Arkhipus: Perhatikanlah, supaya pelayanan yang kau terima
dari Tuhan, kau jalankan sepenuhnya" (Kol. 4:17).
"Kami tidak dapat tahan lagi, karena itu kami mengambil keputusan untuk tinggal
seorang diri di Atena. Lalu kami mengirim Timotius, saudara yang bekerja dengan kami untuk
Allah dalam pemberitaan Injil Kristus, untuk menguatkan hatimu dan menasihatkan kamu
tentang imanmu" (I Tes. 3:1-2).
"Berusahalah supaya segera datang kepadaku, karena Demas telah mencintai dunia ini
dan meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia dan
Titus ke Dalmatia. Hanya Lukas yang tinggal dengan aku. Jemputlah Markus dan bawalah ia ke
mari, karena pelayanannya penting bagiku. Tikhikus telah kukirim ke Efesus. Jika engkau
kemari bawa juga jubah yang kutinggalkan di Troas di rumah Karpus dan juga kitab-kitabku,
terutama perkamen itu" (II Tim. 4:9-13).
"Erastus tinggal di Korintus dan Trofimus kutinggalkan dalam keadaan sakit di Miletus.
Berusahalah kemari sebelum musim dingin" (II Tim. 4:20-21).
"Aku telah meninggalkan engkau di Kreta dengan maksud ini, supaya engkau mengatur
apa yang masih perlu diatur dan supaya engkau menetapkan penatua-penatua di setiap kota,
seperti yang telah kupesankan kepadamu" (Titus 1:5).
"Segera setelah kukirim Artemas atau Tikhikus kepadamu, berusahalah datang
kepadaku di Nikopolis, karena sudah kuputuskan untuk tinggal di tempat itu selama musim
dingin. Tolonglah sebaik-baiknya Zenas, ahli Taurat itu, dan Apolos, dalam perjalanan mereka,
agar mereka jangan kekurangan suatu apa" (Titus 3:12-13).

PENGAJARAN DARI FAKTA

Setelah membaca ayat-ayat di atas, kita nampak tiga fakta: 1) pekerjaan mempunyai
kelompok; 2) dalam pekerjaan ada pengaturan; dan 3) ruang lingkup pekerjaan tidak terbatas
pada satu lokal.
Dengan mengamati catatan orang-orang dalam kitab Kisah Para Rasul dan surat-surat
kiriman rasul, kita tahu, bahwa para pekerja Allah mempunyai kelompoknya, mereka bekerja
sama dengan menggabungkan diri; bukan Anda dan aku masing-masing melakukan pekerjaan
sendiri-sendiri. Demikianlah pola yang dipraktikkan oleh sekelompok pekerja di Yerusalem. Kita
sangat hafal beberapa pekerja di Yerusalem. Yang paling kita kenal di antaranya ialah Petrus,
Yohanes dan Yakobus. Mereka tidak bekerja sendirian. Pada hari Pentakosta kita nampak "maka
bangkitlah Petrus berdiri dengan keduabelas rasul itu" (Kis. 2:14). Yang bekerja di Gerbang
Indah adalah Petrus dan Yohanes; mereka berdua pula yang pergi ke Samaria. Di rumah
Kornelius, Petrus didampingi enam saudara. Di Yerusalem mereka mempunyai tim pekerja.
Walaupun belum tentu setiap kali yang bekerja sama adalah beberapa orang itu, pekerjaan
mereka bukan bersifat individual, melainkan korporat. Mereka pergi bekerja selalu membawa
kawan sekerja. Mengenai Paulus dengan rekan sekerjanya di Antiokhia, sayang kita hanya
memperhatikan pribadi Paulus, tanpa memperhatikan rekan-rekan sekerjanya.
Kita melihat, ketika di Troas, Lukas masuk ke dalam kelompok kerja mereka, dan
memutuskan keharusan menerima seruan dari Makedonia. Kemudian ketika kembali dari
Makedonia, Paulus disertai Sopater, Aristarkus, Sekundus, Gayus, Timotius, Tikhikus dan
Trofimus. Kemudian bergabung pula Apolos, Priska, dan Akwila. Lalu bagaimana Paulus
mengirim Timotius, mendesak Apolos, dan menganjurkan Titus ke Korintus, dan kemudian
beroleh Epafroditus sebagai rekan sekerja. Saya sangat senang membaca kalimat pertama surat
kiriman rasul, "Dari Paulus . . . dan dari Sostenes, saudara kita" - "Dari Paulus . . . dan dari
Timotius, saudara kita" - "Paulus, Silas dan Timotius" . . . Alkitab tidak saja memperlihatkan
kepada kita ada pekerja, bahkan ada rekan-rekan sekerja. Jangan kita salah paham, mengira
karena tidak boleh ada organisasi manusia, atau misi yang didirikan manusia, lalu menganggap
para pekerja tidak boleh ada persatuan. Gereja memang tidak boleh berupa gabungan beberapa
kelompok, tetapi pekerja Allah boleh ada persatuan. Banyak yang salah mengerti, mengira kita
tidak ada organisasi, maka para pekerja atau rasul Allah boleh bertindak bebas, yakni
mengerjakan sendirian pekerjaan yang dianggap baik oleh masing-masing. Tidak, gereja
memang tidak seharusnya bergabung menjadi organisasi gabungan, tetapi pekerja Allah harus
memiliki rekan sekerja dan bergabung dengan rekan sekerjanya menjadi satu kelompok atau tim
untuk bekerja sama, namun tidak membentuk sebuah kelompok penginjilan yang mempunyai
pusat.
Ada satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu walaupun mereka mempunyai satu kelompok
atau tim, itu bukan semacam kelompok yang terorganisir, melainkan sebuah kelompok rohani.
Besar sekali perbedaan antara kedua kelompok itu. Mereka adalah kelompok orang yang
memiliki satu tekad dan sejalan. Karena sama-sama mengasihi satu Tuhan, sama-sama senang
melayani Tuhan, sama-sama menerima panggilan dan utusanNya, maka mereka bergabung dan
bekerja sama. Ada yang sudah hadir sejak semula, ada yang menggabungkan diri kemudian.
Mereka benar-benar merupakan sebuah kelompok, sebuah tim kerja. Tetapi mereka tidak
mempunyai organisasi, tanpa pembagian kedudukan maupun jabatan. Para anggotanya pun
bukan dari undangan atau latihan, melainkan ditemukan ketika rasul dalam perjalanan
penginjilan ke luar. Mereka dapat saling berjumpa atas pengaturan Allah dan saling menarik serta
saling bekerja sama. Tanpa ada yang disebut ujian, persyaratan atau prosedur lainnya. Segalanya
ada dalam penguasaan Allah, manusia hanya menyetujui belaka. Dalam kelompok atau tim ini,
siapa pun tidak beroleh posisi atau jabatan tertentu. Tanpa "manajer tim" atau "ketua" atau
"penilik", yang lain tidak perlu dikatakan lagi. Jabatan mereka berasal dari Tuhan. Tuhan
mengaruniakan jabatan ini dan mereka memegang kedudukan ini. Kelompok ini tidak memberi
mereka jabatan apa-apa. Hubungan mereka satu dengan yang lain adalah rohani, bukan
posisional. Persatuan mereka juga rohani, bukan organisasi buatan manusia.
Alkitab juga memperlihatkan kepada kita, bahwa di antara para pekerja Allah ini, bukan
karena siapa pun tidak menerima tunjangan dari siapa, maka siapa pun tidak dapat memutasikan
siapa. Bukan karena aku langsung bersandar kepada Allah, maka tidak ada seorang pun yang
dapat memutasikan diriku; bukan karena aku langsung bersandar kepada Allah, maka tidak ada
orang yang dapat mencampuri masa depanku. Sebaliknya, kita nampak Paulus "meninggalkan
Titus di Kreta" untuk meneruskan pekerjaannya yang belum rampung, kemudian "mengutus
(mengirim) Artemas atau Tikhikus" sebagai penggantinya, dan kemudian "menyuruhnya datang
ke Nikopolis". Kita sangat hafal bagaimana Paulus berulang-ulang mengirim Timotius,
Epafroditus, Tikhikus untuk pergi bekerja, dan bagaimana ia mendesak Titus dan Apolos pergi ke
Korintus. Dalam pekerjaan Allah, tidak hanya ada kelompok, bahkan ada komando dari pekerja
yang lebih rohani daripada kita. Jadi, rekan sekerja harus bisa menerima pengutusan atau
ditinggalkan atas nasihat.
Karena itu, kita harus jelas tentang perbedaan antara wewenang posisional dan wewenang
rohani. Dalam suatu organisasi, semua wewenang yang ada adalah wewenang posisional, bukan
yang rohani. Dalam sebuah organisasi, tak peduli orang itu sendiri memiliki wewenang rohani
atau tidak, segala wewenang yang dimilikinya dalam organisasi tersebut hanya posisional. Apa
itu wewenang posisional? Wewenang posisional ialah wewenang yang dimiliki seseorang karena
ia memiliki posisi atau kedudukan. Bila ia tidak berada pada posisi itu, maka tak dapatlah ia
melaksanakan wewenangnya. Jadi wewenang posisional itu berada di luar pemiliknya, tidak
bersangkut paut dengan dirinya sendiri. Ia memiliki wewenang itu karena kedudukannya semata;
dan semua wewenangnya berasal dari kedudukannya. Justru dengan wewenang semacam inilah
semua organisasi mengendalikan perjalanan orang lain. Siapa sebagai ketua atau pimpinan,
dialah yang mengomando pekerjaan orang lain. Pusat organisasi adalah posisi, dan posisi atau
kedudukan merupakan hayat sebuah lembaga organisasi; orang menjalankan wewenangnya
melalui kedudukannya itu. Namun kelompok kerja dalam Alkitab tidak memiliki organisasi. Ada
wewenang di dalamnya, tapi bukan yang posisional, melainkan yang rohani. Sebab tanpa
kedewasaan rohani, kepenuhan kekuatan dan keakraban persekutuan, tiadalah wewenang itu.
Rasul Paulus dapat memberi komando kepada orang lain, bukan karena ia memiliki posisi lebih
tinggi, melainkan karena ia memiliki kerohanian lebih dalam. Siapa yang lebih berbobot dalam
kerohanian, ia memiliki wewenang. Bila seseorang gagal dalam kerohaniannya, ia akan
kehilangan wewenangnya. Dalam sebuah organisasi, orang yang memiliki kerohanian, belum
tentu memiliki wewenang itu, dan orang yang memiliki posisi, belum tentu memiliki wewenang
itu. Namun, kelompok kerja dalam Alkitab bukan sebuah lembaga organisasi, karena itu, orang-
orang yang senior dalam kerohaniannya bisa jadi "komandan", dan orang yang dipenuhi
kekuatan roh bisa menjadi penilik. Setiap orang yang rohani wajib mendengar dan taat. Dalam
suatu organisasi, Anda tidak boleh tidak taat, tapi dalam kelompok rohani, Anda boleh saja tidak
taat, hanya kalau demikian, walau dalam hal ini Anda tak bersalah secara formal, Anda telah
bersalah secara rohani.
Di samping masalah wewenang rohani, masih ada berbagai masalah ministri. Setiap
hamba Tuhan memang ada di dalam ministri itu, tapi mereka di hadapan Tuhan memiliki ministri
khususnya masing-masing. Ministri-ministri itu berbeda. Kalau di dalam organisasi, ada
kedudukan yang ditetapkan manusia, maka dalam pekerjaan rohani ada ministri yang
dikaruniakan oleh Tuhan. Karena ada perbedaan ministri, maka selain harus menaati Tuhan,
harus pula saling menaati. Ketaatan mereka kepada saudara lain, bukan karena orang lain itu
memiliki posisi lebih tinggi, melainkan karena ministri masing-masing saling berkaitan dan
berbeda seorang dengan yang lain. Ini mutlak rohani bukan posisional.
Hari ini orang-orang telah nampak hal ini, maka mereka membentuk sebuah kelompok,
memilih seorang pemimpin untuk memimpin pekerja lainnya. Namun hari ini kebanyakan
pemimpin berasal dari kedudukan dalam organisasi bukan dari ministri rohani. Kepemimpinan
Paulus jelas berasal dari ministrinya. Demikian pula Titus dan Timotius menerima pimpinan
Paulus dari ministri mereka. Hari ini, kebanyakan pimpinan berasal dari kedudukan manusia,
bukan karena kekayaan pengalaman rohani atau kelebihan atau lebih besarnya posisi ministri.
Hari ini begitu seseorang memiliki posisi yang ditetapkan manusia, tak peduli bagaimana
kerohaniannya, ia sudah boleh memimpin orang. Begitu mempunyai posisi, segera itu pula
mempunyai wewenang. Ini tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Yang menjadi dasar Alkitab
adalah kerohanian. Dalam Alkitab ada wewenang, tapi wewenang rohani bukan posisional.
Alkitab menghendaki orang memiliki kekuasaan rohani, amanat rohani, pengalaman rohani dan
tugas rohani. Ini sangat berbeda dengan orang-orang hari ini yang menjalankan wewenangnya
karena kedudukannya semata.
Kita nampak betapa Timotius mengasihi Tuhan, intim dengan Tuhan dan setia melayani
Tuhan; ia benar-benar sebuah bejana yang khusus dipilih Tuhan. Namun ia berulang-ulang
menerima pengutusan Paulus. Ia tak pernah berkata, "Masakan aku sendiri tak bisa bekerja?
Apakah aku sendiri tidak bisa memberitakan Injil? Apakah aku sendiri tidak bisa membangun
gereja? Apakah aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa?" Syukur kepada Allah, Timotius bisa,
tapi ia tetap pergi bekerja menurut perintah Paulus. Dalam pekerjaan rohani, memang ada
seseorang menerima perintah dari yang lain. Ada posisi Paulus, ada pula posisi Timotius.
Hari ini kita wajib belajar menjalin hubungan yang wajar dengan rekan sekerja pada satu
aspek dan menerima pimpinan Roh Kudus pada aspek lainnya. Kedua hal ini harus dipelihara
dan seimbang. Dalam surat kiriman yang kedua kepada Timotius, cukup banyak tempat yang
memperlihatkan kepada kita bagaimana cara kerja sama antar sekerja, dan bagaimana seorang
sekerja yunior menaati sekerja senior. Seorang sekerja yunior di samping menuruti perintah Roh
Kudus, juga harus menaati pesan Paulus yang senior. Paulus pernah mengutus Timotius keluar,
pernah pula meninggalkannya di Efesus, dan Timotius menaatinya di dalam Tuhan. Ini
merupakan teladan pekerja yunior. Betapa mustikanya kesatuan pekerjaan semacam ini. Di
samping menerima pimpinan Roh Kudus, juga dapat bekerja dengan serasi bersama rekan
sekerja lainnya. Dalam hal ini kita tak dapat melemparkan seluruh tanggung jawabnya ke atas
diri Timotius, kita pun tak dapat melemparkan seluruh tanggung jawabnya ke atas diri Paulus.
Sebab orang yang menasihati harus tahu bagaimana memberi nasihat. Bila orang yang
memimpin, menasihati, menetapkan dan mengutus orang lain bertindak menurut alamiah dan
kemauannya sendiri, orang lain pasti tidak akan mau menaatinya. Sudah tentu Timotius harus
belajar bagaimana bekerja sama dengan Paulus, tapi Paulus pun harus belajar bekerja sama
dengan Timotius. Kalau demikian Timotius akan terhindar dari hanya bisa menuruti Roh Kudus,
tidak bisa menaati Paulus, dan Paulus pun akan terhindar dari berbicara mewakili Tuhan. Jika
tidak, tentu akan timbul banyak kesulitan.
Para pekerja Allah wajib bersatu, tapi ada sejenis persatuan yang menakutkan, yakni
sejenis organisasi manusia yang membuat hamba-hamba Allah tidak mungkin menerima
pimpinan Roh Kudus, melainkan hanya menerima pengaturan manusia, dan menjadi hamba
manusia; membuat mereka melakukan pekerjaan tertentu tanpa beroleh beban di hadapan Allah,
tapi hanya karena pimpinan orang yang lebih tinggi atau lebih besar daripada mereka. Ada orang
mengira, Roh Kudus di bumi perlu direktur, padahal Roh Kudus di bumi sudah sebagai direktur
Kristus; Dia tidak membutuhkan direktur. Problem kita hari ini ialah adanya seseorang yang
berposisi lebih tinggi untuk mengatur orang lain, seolah-olah melalui dia baru kita dapat
mengerti kehendak Allah. Namun menurut Alkitab, manusia tidak dapat bergabung menjadi
sebuah organisasi, dan manusia tidak dapat memberi komando melalui sebuah organisasi tanpa
menghiraukan beban orang lain di hadapan Allah.
Di pihak lain, ada segolongan orang yang telah memahami kehendak Allah; telah beroleh
panggilan, telah beroleh pimpinan Allah, telah beroleh suplai dari Allah, lalu mengira: "Aku
boleh menempuh jalanku sendiri dan mengerjakan pekerjaanku sendiri."
Alkitab di satu pihak tidak memperbolehkan kita memiliki semacam organisasi manusia
untuk mengatur pekerja-pekerja Allah, di pihak lain memperlihatkan kepada kita, bahwa demi
ministri rohani, harus ada kesehatian antar pekerja untuk mengerjakan pekerjaan Tuhan dengan
menaati wewenang Roh Kudus. Tanpa organisasi itu adalah fakta, tetapi tidak berarti dalam
pekerjaan tanpa persatuan antar rasul. Dalam pekerjaan rohani, individualisme dalam bekerja,
praktik pengutusan/misi dalam organisasi denominasi bukanlah kehendak Allah. Perlu secara
pribadi memahami kehendak Allah, juga perlu beberapa orang bersama-sama memahami
kehendak Allah. Contoh ini tertampak pada panggilan Paulus dan Barnabas. Yang ada di hadapan
Allah bukan dua orang nabi dan pengajar, melainkan lima nabi dan pengajar. Kisah Para Rasul
13 telah meninggalkan teladan baik ini yakni pekerjaan mempunyai kelompoknya. Tapi bukan
persatuan yang berkedudukan besar dan kecil, melainkan persatuan yang berministri besar dan
kecil. Sebagai orang-orang yang bekerja sama, kita mempunyai hubungan timbal balik. Pimpinan
yang kita peroleh dari Tuhan, harus saling dikuatkan oleh pimpinan yang diterima saudara
lainnya. Kita harus mempunyai semacam koordinasi timbal balik seperti beberapa nabi dan
pengajar di Antiokhia, supaya yang terlampau cepat berhenti sejenak, yang terlampau lamban
didorong agak maju. Walau tanpa hubungan organisatoris, tetapi ada hubungan hayati dan
rohani.
Selain itu kita nampak, bahwa ruang lingkup pekerjaan mereka sangatlah luas. Ada yang
diutus ke Efesus, ada yang disuruh datang kepada Paulus; ada yang ditinggalkan di Korintus, ada
yang ditinggalkan di Miletus, ada yang ditempatkan di Kreta, ada yang kembali dari Tesalonika,
ada yang pergi ke Galatia, dan lain sebagainya. Inilah pekerjaan. Aktivitas ini bukan urusan
gereja, sebab gereja hanya menangani urusan dalam ruang lingkup satu lokal. Efesus hanya
menangani urusan Efesus, Kolose hanya menangani urusan Kolose, Roma hanya menangani
urusan Roma. Urusan-urusan dalam lingkungan lokal itulah yang harus dikerjakan gereja. Efesus
tak perlu meninggalkan orang di Kolose, Kolose tak perlu mengirim orang ke Roma. Tetapi
pekerjaan melampaui lokal. Efesus, Kolose dan Roma semuanya berada dalam hati para pekerja.
Para pekerja Allah menganggap lokal-lokal yang Tuhan bagikan kepada mereka sebagai "ladang
pelayanan" mereka. Maka para pekerja perlu bersama-sama berunding atas pekerjaan mereka di
lokal-lokal itu; perlu pemutasian dan pengaturan. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh gereja lokal.
Gereja lokal hanya dapat mengelola urusan dalam lingkungan lokalnya sendiri. Tapi dalam
pekerjaan, barangsiapa diutus Tuhan, harus saling bertanggung jawab atas pekerjaan di berbagai
lokal.
ANTAR PEKERJA TIDAK ADA PENGENDALIAN GABUNGAN

Para pekerja dalam Alkitab memang mempunyai kelompok atau tim, tapi tidak ada
persatuan seluruh rasul menjadi sebuah lembaga yang dikendalikan secara gabungan dan tunduk
di bawah sebuah wewenang pusat. Walau Paulus mempunyai "teman sekerja", Petrus
mempunyai "rekan sekerja", tapi mereka hanya beberapa di antara semua rasul. Jadi bukan
sebuah lembaga yang terbentuk dari seluruh rasul yang menggabung seluruh rasul. Ini tidak
terdapat dalam Alkitab. Berdasarkan ajaran Alkitab, sejenis pekerjaan khusus berkaitan dengan
beberapa pekerja, karena itu, mereka lalu bergabung menjadi satu kelompok/tim; mungkin
beranggotakan puluhan orang, atau mungkin pula ratusan orang. Karena mereka sama-sama
menerima amanat tertentu, maka mereka boleh bergabung. Alkitab selamanya tidak pernah
mencantumkan kekuasaan pusat untuk menguasai seluruh rasul. Ada kelompok, tapi ia tak
pernah membesar hingga merangkum dan menyatukan seluruh rasul.
Dalam surat Filipi pasal 1, tercantum ada orang yang memberitakan Kristus karena
dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakannya dengan maksud baik. Mereka
memberitakan Kristus karena kasih, tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan
maksud bergolong-golongan. Karena daging belum ditanggulangi, dengan sendirinya timbul
kedengkian. Surat Filipi memperlihatkan adanya fakta demikian, membuktikan bahwa pekerjaan
pada masa itu tidak digabung. Andaikata cara gabungan diterapkan, tentu tak mungkin ada
segolongan orang seperti itu. Kalau ada, pasti akan ditindak sejak dini. Tetapi sikap Paulus ialah,
"Sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan
jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita." Kalimat-kalimat ini
menunjukkan fakta pada jaman "rasul", bahwa pekerja Allah adalah sekelompok-sekelompok.
Kendatipun ada kelompok pekerja yang bermaksud baik, dan ada pula yang bermaksud palsu,
dengki dan bergolong-golongan, tetapi Paulus dan para rasul besar lainnya tidak menindak atau
melarang mereka, sebab pada masa itu tidak ada masalah pengendalian gabungan para pekerja.
Ada beberapa fakta yang perlu diperhatikan:
1) gereja lokal tidak seyogyanya bergabung dengan gereja lainnya menjadi sebuah
lembaga besar, sebab gereja lokal sudah merupakan sebuah lembaga kaum imani yang terbesar;
2) para pekerja atau para rasul boleh bergabung. Baik para rasul yang tinggal di Antiokhia
maupun yang tinggal di Antiokhia Pisidia, mereka boleh bergabung;
3) Alkitab tidak mempersatukan seluruh pekerja menjadi sebuah lembaga besar. Hal ini
tidak saja sangat gamblang dalam Filipi 1, dalam surat Korintus pun demikian.
Surat II Korintus 11:12-13 mengatakan, "Tetapi apa yang kulakukan, akan tetap
kulakukan untuk mencegah mereka yang mencari kesempatan guna menyatakan, bahwa mereka
sama dengan kami dalam hal yang dapat dimegahkan. Sebab orang-orang itu adalah rasul-
rasul palsu, pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus." Ayat 22-23
mengatakan, "Apakah mereka orang Ibrani? Aku juga orang Ibrani! Apakah mereka orang
Israel? Aku juga orang Israel! Apakah mereka keturunan Abraham? Aku juga keturunan
Abraham! Apakah mereka pelayan Kristus? - Aku berkata seperti orang gila - aku lebih lagi . . ."
Di sini kita nampak, di Korintus ada segolongan rasul palsu yang menyesatkan kaum imani
Korintus, mengatakan bahwa Paulus bukan rasul. Mereka mengira diri mereka lebih baik dari
Paulus. Kita lihat, secara administratif Paulus tidak berdaya menanggulangi mereka, sebab para
pekerja Allah tidak memiliki suatu organisasi persatuan secara administratif. Jika ada,
barangsiapa tidak memiliki "Kartu Ijin Kerja", ia tak dapat menginjil. Jika setiap pekerja harus
ada "ijin" tersebut baru layak keluar, tentulah tidak ada kesulitan ini. Namun bergabungnya para
rasul adalah hal yang rohani, karena itu, ada segolongan orang lain yang menjadi rasul-rasul
palsu. Allah tidak menghendaki seluruh rasul bergabung menjadi satu lembaga, sebab kerugian
yang diakibatkan oleh penggabungan semacam ini akan jauh lebih besar daripada adanya rasul-
rasul palsu tadi. Karena itu, Allah hanya mengijinkan beberapa pekerja utusanNya bergabung
menjadi sebuah lembaga, karena sama-sama menerima amanat yang sama.
Galatia 4:17 mengatakan, "Mereka dengan giat berusaha untuk menarik kamu, tetapi
tidak dengan tulus hati, karena mereka mau mengucilkan kamu, supaya kamu dengan giat
mengikuti mereka". Juga 6:17 mengatakan, "Selanjutnya janganlah ada orang yang
menyusahkan aku, karena pada tubuhku ada tanda-tanda milik Yesus." Sudahkah Anda nampak
keserasian kedua ayat itu? Ada orang yang pergi ke Galatia lalu dengan segala usaha menarik
orang-orang Galatia untuk beroleh keuntungan besar dari orang-orang Galatia. Bagaimanakah
sikap Paulus terhadap mereka? Paulus berkata, "Aku benar-benar bekerja untuk Tuhan.
Janganlah kalian melakukan tipu daya itu atas diriku." Paulus tidak mempunyai kekuasaan
politik untuk menanggulangi mereka.
Mengapa dalam Alkitab tidak ada organisasi dan pengendalian yang umum? Tidak lain
karena Allah tidak mau menggunakan kekuatan organisasi manusia untuk menggantikan
kekuatan Roh Kudus. Pada saat manusia tanpa pengendalian gabungan, jika manusia taat kepada
pimpinan Roh Kudus, maka segalanya akan terlaksana dengan baik. Tapi bila manusia tidak
menuruti Roh Kudus, melainkan bekerja dengan kedagingan, pekerjaannya akan gagal.
Organisasi yang ketat sering kali menggantikan kekuatan Roh Kudus. Walau kekuatan hayati di
dalamnya sudah tiada, pekerjaan tetap tidak runtuh, karena disangga oleh organisasi di luar.
Selama organisasi itu tetap ada, pekerjaan itu tetap berlangsung. Namun Allah tidak
menghendaki manusia berbuat demikian. Bila kekuatan rohani lenyap, Allah pun menghendaki
pekerjaan itu runtuh, dan ikut lenyap. Begitu kemuliaan Allah meninggalkan bait suci, saat itu
pula Allah lebih suka melihat tiada sebuah batu berada di atas batu lainnya. Tak jarang, di
dalamnya sudah kering kerontang, tapi karena kerangka organisasinya yang di luar masih ada,
maka orang tidak merasakan kondisi sebenarnya yang di dalam. Tetapi Allah menghendaki
manusia sama luar dan dalam, Ia ingin manusia nampak apa yang Ia nampak. Allah lebih suka
pekerjaan kita runtuh daripada ada dukungan yang semu, agar kita sesudah runtuh mau dengan
rendah hati kembali mencari wajahNya. Organisasi persatuan yang dikendalikan oleh induk atau
pusat, banyak sekali kerugiannya. Ia dapat memberi kesempatan kepada orang-orang yang bukan
hamba Allah untuk menyelinap, mudah pula menciptakan kedudukan Paus hari ini, membuat
pekerjaan Allah di bumi menjadi sebuah kekuatan raksasa, bersamaan dengan itu membuat
hamba-hamba Allah tidak lagi dipimpin oleh Roh Kudus. Maka adalah fakta, bahwa pekerja
mempunyai kelompok, tetapi pekerja tidak dapat membentuk sebuah persatuan yang berpusat.

KERJASAMA ANTAR PEKERJA

Sekarang ada satu pertanyaan, bagaimana seharusnya kerja sama antar para pekerja
dengan kelompok pekerja itu? Ada sekelompok pekerja memiliki pekerjaan khusus dari Allah,
dan ada sekelompok pekerja lain memiliki amanat khusus dari Allah. Bagaimanakah kedua
kelompok pekerja itu bekerja sama? Petrus memiliki rekan-rekan sekerjanya, Paulus juga
memiliki rekan-rekan sekerjanya. Allah tidak menggabungkan mereka untuk bekerja bersama.
Kalau demikian, ketika mereka saling bertemu bagaimanakah seharusnya mereka bekerja sama?
Penggabungan itu tidak benar, sebab kelompok atau tim mereka berdiri sendiri-sendiri. Lalu
bagaimana seharusnya para pekerja dan kelompok-kelompok itu saling bekerja sama?
Baiklah sekarang kita bahas beberapa butir pokok pekerjaan para pekerja:
1. Setiap pekerja (termasuk kelompok), ministri apa pun yang mereka terima dari Allah,
pekerjaan khusus apa pun yang akan mereka lakukan, begitu mereka tiba di suatu lokal yang
belum ada gereja, maka perkara pertama yang harus mereka lakukan ialah mendirikan gereja di
lokal itu.
2. Bila mereka tiba di sebuah lokal yang sudah ada gereja, mereka hanya dapat
menyuplaikan pengajarannya, agar gereja itu beroleh manfaatnya. Ia tidak boleh membuat gereja
itu menjadi gerejanya atau gereja kelompoknya.
Andaikata seorang atau beberapa orang pekerja tiba di suatu lokal yang belum ada gereja,
lalu mendirikan "gereja" yang mendukung pengajarannya, maka Anda tidak dapat bekerja sama
dengan mereka, sebab ia atau mereka di situ mendirikan sekte. Demikian pula jika mereka tidak
hanya menyuplaikan pengajarannya, melainkan ingin mengubah orang lain menjadi cabang
"gereja" kelompoknya, Anda pun tidak mungkin bekerja sama dengan mereka. Pantangan
terbesar bagi pekerja ialah tidak mendirikan gereja lokal, atau tidak membina gereja lokal, dan
bermaksud mengubah kelompok lokal menjadi kelompok mereka sendiri. Kedua praktik tersebut
tidak diijinkan oleh Alkitab.
Ketika Paulus dari Antiokhia tiba di Korintus, melalui penginjilannya ada sekelompok
orang beroleh selamat, dan kemudian muncullah sebuah kelompok kaum imani di sana.
Kelompok apakah yang Paulus dirikan di Korintus? Gereja di Korintus. Ia bukan mendirikan
cabang gereja Antiokhia di Korintus. Tak lama kemudian, mungkin Petrus juga tiba di Korintus
menginjil dan beroleh sekelompok orang. Dapatkah Petrus berkata, "Paulus, Anda datang dari
Antiokhia, aku datang dari Yerusalem, sebab itu aku harus mendirikan sebuah kelompok lain"?
Atau, "Aku akan mendirikan sebuah cabang gereja Yerusalem"? Tidak bisa! Petrus hanya dapat
berkata, "Kalau Paulus mendirikan gereja di Korintus, maka jiwa-jiwa yang kuperoleh harus
diletakkan ke dalam gereja ini." Bukan Petrus saja yang berbuat demikian, Apolos yang datang
kemudian pun berbuat demikian. Mereka semua berbuat serupa, yakni menyerahkan jiwa-jiwa
yang diselamatkan itu kepada gereja lokal. Dengan demikian, di Korintus hanya ada satu gereja
Allah, tidak ada sekte atau perpecahan macam apa pun. Andaikan Paulus telah memberitakan
Injil dan menyelamatkan orang di Korintus lalu berkata, "Aku berasal dari Antiokhia, maka aku
harus mendirikan sebuah cabang gereja Antiokhia, atau mendirikan sebuah cabang gereja
Paulus." Andaikan juga Petrus tiba dan berkata, "Paulus telah mendirikan cabang gereja
Antiokhia, apa hubunganku dengan gereja Antiokhia? Aku tidak sudi menyerahkan orang ke
dalam cabang gerejamu, aku di sini akan mendirikan pula cabang gereja Yerusalem". Demikian
pula Apolos datang mendirikan cabang gereja Apolos. Anda mendirikan sebuah cabang gereja
Anda, aku mendirikan cabang gerejaku, dan dia juga mendirikan sebuah cabang gereja dia,
maka terbentuklah berbagai sekte. Kalau demikian, kedatangan mereka bukan mendirikan gereja
lokal, melainkan cabang gereja asal mereka. Mereka bukan mendirikan gereja, melainkan
memperluas kelompok asal mereka. Jika demikian jelaslah tidak mungkin bekerja sama.
Maka prinsip terpenting bagi pekerjaan para pekerja atau tim kerja ialah: pekerjaan kita
haruslah membangun gereja lokal di tempat kita berada, bukan mendirikan gereja dari kota asal
kita; bukan memperluas gereja dari kota asal kita ke tempat atau lokal kita berada sekarang,
melainkan ke mana kita pergi, kita mendirikan gereja lokal di lokal itu. Baik Yerusalem maupun
Antiokhia tidak mempunyai cabang. Setiap gereja bersifat lokal. Kita tak dapat memperluas
sebuah gereja lokal ke lokal lain, kita hanya bisa mendirikan gereja lokal di lokal itu. Gereja
yang didirikan rasul di Efesus adalah gereja di Efesus; ketika tiba di Filipi, yang didirikan adalah
gereja di Filipi. Gereja yang didirikannya di puluhan lokal adalah gereja-gereja di lokal-lokal itu
pula. Tak pernah kita melihat mereka mendirikan kelompok lain. Memperluas gereja Allah itu
boleh, tapi tidak boleh memperluas gereja Allah dari kota asal kita. Kita berada di lokal mana,
maka gereja yang kita dirikan pun adalah gereja lokal itu.
Tujuan pengabaran Injil sebenarnya melulu untuk menyelamatkan orang dosa, tetapi itu
akan mengakibatkan di tempat yang kita kunjungi itu muncul gereja. Tujuannya adalah
menyelamatkan orang dunia, tapi akibatnya ialah mendirikan gereja. Di sini ada satu bahaya,
yaitu orang senang membuat atau menyusun orang-orang yang diselamatkan menjadi
cabang kelompoknya, bukan membentuknya menjadi gereja lokal. Akibatnya, karena
berbedanya kelompok yang dimiliki masing-masing pekerja, maka berdirilah banyak cabang
gereja kelompok yang berbeda-beda, dan timbullah banyak pertikaian. Saya yakin, tujuan
pekerjaan para pekerja Allah selamanya tidak akan berbentrokan. Siapakah yang menginjil tanpa
bermaksud menyelamatkan jiwa? Siapakah yang tidak ingin Tuhan menyelamatkan orang lebih
banyak? Namun hasil pekerjaan, sedikit yang sama. Syukur kepada Allah, ada pekerja yang
bekerja untuk mendirikan gereja lokal. Tapi sayang, lebih banyak orang, jika bukan memperluas
denominasinya sendiri, tentu memperluas misinya sendiri. Inilah titik yang saya dan rekan
sekerja saya perselisihkan dengan segolongan teman.
Dari lubuk hati kita bersyukur kepada Allah, karena selama seabad yang lampau, Ia telah
mengutus banyak hambaNya yang setia datang ke Cina memberitakan Injil, sehingga banyak
orang Cina yang berada dalam kegelapan berkesempatan mendengar dan percaya. Pengorbanan,
penderitaan, ketaatan dan kegairahan mereka benar-benar menjadi teladan kita. Sering kali bila
kita menengadahkan mata kita memandang wajah-wajah "menderita" dari para penginjil Cina
dan Barat yang keluar dari pedalaman, sungguh tak dapat tidak kita terharu dan tak dapat tidak
kita berdoa, "Tuhan, semoga aku pun bisa sama seperti mereka!" Semoga Tuhan memberkati dan
membalas mereka!
Mengenai pekerjaan penginjilan saudara-saudara kita itu, kita benar-benar sedikit pun
tidak bisa mengeritik mereka, kita hanya mendambakan. Sebenarnya kita seperti janin yang
belum cukup umur; sebenarnya tak layak berpartisipasi dalam pekerjaan Allah. Tetapi karena kita
beroleh rahmatNya dan menerima panggilan kasih karuniaNya untuk melakukan pekerjaanNya,
maka kita tak dapat tidak menuntut kesetiaan. Karena itu, kita tak dapat tidak merasa, bahwa
pekerjaan penginjilan dari saudara-saudara senior dalam Tuhan itu memang patut diapresiasikan;
namun kita meragukan cara mereka menata hasil Injil, yakni orang-orang yang diselamatkan.
Sebab dalam pekerjaan mereka seabad yang lampau, saudara-saudara senior dalam Tuhan itu
bukan mendirikan gereja di lokal tempat mereka berada, melainkan mendirikan cabang gereja
misi mereka! Menurut hemat kita, ini sungguh tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Dalam Alkitab
hanya ada pendirian gereja lokal tempat kita berada, tidak mendirikan denominasi mana pun
yang lain. Mohon Allah memaafkan saya, jika perkataan saya salah!

HASIL PEKERJAAN ADALAH GEREJA LOKAL?


ATAU GEREJA DARI GEREJA ANU?

Ijinkan saya menyinggung sebuah kisah pribadi. Tahun lalu di Shanghai saya berjumpa
dengan seorang pekerja gereja anu. Ia bertanya kepada saya, apakah saya bisa bekerja sama
dengan gereja anu? Saat itu, karena tidak tahu harus bagaimana menjawab, maka saya tidak
segera menyawabnya. Tahun ini saya bertemu lagi dengannya di Kunming, Yunnan. Lagi-lagi ia
menanyakan hal itu. Karena saya sudah beroleh terang yang lebih jelas, maka saya jawab
demikian: "Misi anu yang kalian dirikan itu saya tidak berani menentang. Saya tahu misi itu
kalian dirikan karena kalian menerima pimpinan Allah untuk memudahkan sekelompok saudara
di negara Barat yang mengasihi Tuhan datang menginjil dan bekerja di Cina. Untuk ini saya
sedikit pun tidak berani mengeritik. Saya sedikit pun tidak berani menyalahkan kelompok misi
kalian, sebab pekerjaan dalam Alkitab memang ada kelompoknya. Jika kalian merasa kalian
harus mempunyai nama organisasi untuk misi itu, kalian sendiri harus bertanggung jawab di
hadapan Allah. Siapakah saya sehingga berani mengeritik hamba Tuhan? Tetapi saya sendiri
tidak berani berbuat demikian, sebab Allah tidak memimpin saya demikian. Maka mengenai misi
anu, bagi saya tidak ada masalah, malahan saya mengaku saya beroleh banyak bantuan rohani
setiap kali membaca riwayat hidup pendiri misi kalian. Hati saya sejak dulu sudah bersatu
dengan kalian. Tetapi saya sangat keberatan dengan gereja misi anu kalian."
"Terhadap kalian - sekelompok penginjil - kami sama sekali tidak ada masalah. Namun
bagaimana cara kalian memperlakukan hasil pekerjaan penginjilan kalian? Inilah yang menjadi
masalah. Terhadap misi anu kalian kami tidak berani berkomentar apa-apa, tapi kami ingin
bertanya, bagaimana dengan hasil misi anu? Jika misi anu hanya sebuah misi, kami tidak berani
mengeritik apa-apa, tetapi jika misi anu menjadi gereja, masalahnya menjadi lain lagi. Kalian
sendiri adalah misi anu, bagaimana dengan orang-orang yang kalian selamatkan? Apakah kalian
membuat mereka menjadi gereja misi anu, atau membuat mereka menjadi gereja lokal di tempat
mereka berada? Misi anu adalah sekelompok "penginjil" yang datang ke Cina untuk menginjil.
Setelah memperoleh hasil di berbagai tempat, kalian tidak mempunyai wewenang Alkitab untuk
membentuk hasil-hasil itu menjadi gereja anu. Kalian sendiri boleh menjadi misi anu, tapi kalian
tidak boleh membentuk mereka menjadi gereja anu. Alkitab tidak melarang kalian mendirikan
misi anu, tetapi Alkitab melarang kalian mendirikan gereja anu!"
Selanjutnya saya tunjukkan teladan rasul kepada mereka. Ke mana pun rasul bekerja,
hasilnya dijadikan gereja di lokal mereka berada. Mereka selamanya tak pernah membuat buah
atau hasil kerja di berbagai tempat menjadi cabang kelompok mereka sendiri. Jika tidak, gereja
masa itu pasti sudah terpecah belah tak karuan. Dapat kita bayangkan, andaikata mereka tiba di
suatu lokal bukan mendirikan sebuah gereja di lokal itu, tetapi memperluas gereja dari tempat
asal mereka, apakah yang terjadi di lokal tersebut?
Saya katakan kepadanya lagi, "Pekerjaan di Ta-li adalah pekerjaan kalian. Kami
bersyukur kepada Allah! Tetapi apakah orang-orang yang misi kalian selamatkan di Ta-li? Jika
mereka adalah gereja di Ta-li, bila saya tiba di Ta-li, saya pasti akan membaurkan diri ke
dalamnya. Saya tak peduli bagaimana kondisi kerohaniannya dan bagaimana strukturnya. Saya
pasti terjun ke antara mereka. Jika tidak, saya adalah sekte. Tapi jika kalian membentuk mereka
menjadi gereja anu, berarti kalian bukan mendirikan gereja di Ta-li, melainkan mendirikan gereja
anu di Ta-li. Maaf, saya tidak dapat masuk ke dalam "gereja" semacam itu. Saya hanya dapat
bekerja lagi di Ta-li dengan harapan agar di situ muncul gereja di Ta-li -- bukan gereja kami di
Ta-li."
"Semua kelompok penginjilan dalam Alkitab adalah mendirikan gereja lokal, tidak
pernah ada yang mendirikan cabang kelompok mereka. Jika kita semua pergi hanya mendirikan
gereja lokal, barulah kita memiliki kemungkinan untuk bekerja sama sepenuhnya. Mendirikan
misi anu itu boleh saja, tetapi mendirikan gereja anu tidak sesuai dengan Alkitab. Coba Anda
pikirkan: andaikata gereja anu Anda tiba di Ta-li, lantas mendirikan gereja anu; gereja Pentakosta
tiba di Ta-li, lalu mendirikan gereja Pentakosta; gereja Anglikan tiba di Ta-li, lalu mendirikan
gereja Anglikan, masing-masing mendirikan cabang gereja atau kelompoknya sendiri. Ini seperti
Paulus mendirikan cabang gerejanya, Petrus pun mendirikan cabang gerejanya, maka tak
mungkinlah kita bekerja sama. Karena kami mengetahui dengan jelas, bahwa Allah menghendaki
kita menuruti teladan yang ditinggalkanNya dalam Alkitab untuk mendirikan gereja lokal di
setiap lokal."
Jika kita tiba di suatu tempat untuk mendirikan gereja, haruslah bersifat lokal tanpa
mengenakan warna apa pun. Anda datang ke Ta-li, Anda harus mendirikan gereja di Ta-li; saya
tiba di Ta-li, saya pun mendirikan gereja di Ta-li. Semua yang datang ke Ta-li, tak peduli mereka
berlatar belakang misi apa, tapi tujuannya adalah mendirikan gereja di Ta-li. Kalau demikian,
tidak mungkin kita melahirkan sekte. Saya tidak berani mengatakan misi anu keliru, sebab
mereka adalah hamba Allah. Tapi jika mereka datang ke mana-mana dan mendirikan cabang
gereja misi anu, itu berarti mereka tidak hanya memberitakan Injil, juga memperluas kelompok
mereka. Kita dapat bekerja sama dengan semua pemberita Injil, namun tidak dapat bekerja sama
dengan orang yang ingin memperluas kelompoknya sendiri. Karena itu, apakah seseorang tiba di
berbagai lokal mendirikan gereja-gereja lokal, sangat menentukan dapat tidaknya kita saling
bekerja sama. Bila mereka di samping menginjil juga mendirikan kelompok mereka sendiri, tak
mungkin kita bekerja sama dengan mereka. Kita tidak mau menurut tujuan manusia memperluas
kelompok manusia. Tak peduli mereka dari misi mana, asalkan mereka tiba di satu lokal bukan
mendirikan "gereja" mereka sendiri, melainkan mendirikan gereja lokal, maka kita
berkemungkinan bekerja sama.
Semoga Allah merahmati kita agar kita nampak dengan tuntas, bahwa gereja itu bersifat
lokal. Mohon Allah menyelamatkan kita dari kekeliruan berpecah belah, agar gereja Allah
terbangun di mana-mana.
8

PEKERJAAN DAN GEREJA

RASUL DAN GEREJA

Kita harus ingat hubungan antara rasul dengan gereja. Ministri rasul adalah untuk
memberitakan Injil dan mendirikan gereja. Walau Alkitab juga mengatakan, bahwa dalam gereja
(universal) yang ditetapkan Allah pertama-tama adalah rasul, namun ministri rasul (bukan
pribadi) sebenarnya mutlak berbeda dengan gereja (lokal). Terlebih dulu ada kedua belas rasul
kemudian baru ada pendirian gereja di Yerusalem; terlebih dulu ada Paulus dan Barnabas,
kemudian baru ada pendirian gereja-gereja di berbagai lokal. Jadi pekerjaan rasul sepenuhnya
mendahului gereja; ada rasul dulu, kemudian baru ada gereja. Karena itu, pekerjaan rasul jelas
bukan merupakan tambahan dalam gereja lokal.
Kita pernah membahas firman yang tercantum dalam Kisah Para Rasul 13, "Berkatalah
Roh Kudus: Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagiKu untuk tugas (pekerjaan) yang telah
Kutentukan bagi mereka." Di sini ada sesuatu yang disebut "pekerjaan" yang ditentukan oleh
Roh Kudus bagi rasul. Kita sebenarnya tidak tahu semua pekerjaan yang dilakukan Paulus
selanjutnya disebut apa. Menurut istilah orang sekarang, itu adalah "misi". Tapi istilah tersebut
tidak terdapat dalam Alkitab. Itu pun bukan gereja, sebab setiap gereja justru hasil dari segalanya
itu. Firman Allah menyebut semua itu "pekerjaan". Maka segala yang dilakukan Paulus dan
kawan-kawannya selanjutnya oleh Alkitab disebut pekerjaan. Pekerjaan ini khusus menjadi
tanggung jawab rasul. Maka, dalam Alkitab semua aktivitas rasul disebut "pekerjaan". Istilah
pekerjaan ini dipakai Roh Kudus untuk menyebut segala sesuatu yang dilakukan, ditanggung dan
dirampungkan oleh rasul. Karena rasul yang demikian khusus menanggung kewajiban pekerjaan
ini, maka kita dapat secara khusus menyebut rasul sebagai pekerja Allah, sebab mereka memang
pekerja Allah yang khusus.
Karena rasul menanggung kewajiban pekerjaan untuk mendirikan gereja, maka gereja
hanyalah hasil pekerjaan rasul, dan karenanya gereja tidak dapat merangkum pekerjaan. Jika
kita ingin memahami kehendak Allah tentang pekerjaanNya, kita perlu tahu perbedaan antara
pekerjaan dengan gereja. Dalam Alkitab, kedua garis ini berbeda sama sekali. Segalanya akan
menjadi tak beres dan keliru bila keduanya dicampur aduk. Kita sangat mudah mengerti makna
dan isi istilah "gereja", sebab ia banyak dipakai dalam Alkitab. Namun kita kurang cukup
menaruh perhatian terhadap "pekerjaan", sebab istilah ini dalam Alkitab tidak disinggung secara
nyata. Namun di sini Roh Kudus telah mewahyukan kepada kita secara menyeluruh, yaitu bahwa
segala yang dilakukan Paulus dan kawan-kawannya kelak adalah pekerjaan mereka, dan itulah
yang disebut "pekerjaan".
Kita telah membahas, bahwa gereja bersifat lokal, dan sama sekali tidak dicampuri dan
mencampuri sesuatu di luar lokal. Urusan interennya ditanggung dan diawasi oleh kaum imani
setempat yang agak rohani, yang dilantik menjadi penatua. Jabatan rasul tidak ada dalam sebuah
gereja lokal. Pekerjaan penginjilan di berbagai lokal dikerjakan oleh rasul yang menjadi utusan
khususNya. Sebelum ada gereja lokal, sudah ada rasul, dan merekalah yang datang menginjil
dan mendirikan gereja. Di tempat yang sudah ada gereja lokal, walau rasul boleh datang
melakukan pekerjaan peneguhan, tapi di dalam struktur organisasi gereja lokal, mereka tidak ada
kedudukan. Maka pekerjaan rasul dan gereja lokal merupakan dua kelompok yang mutlak
berlainan.
Rasul adalah untuk pekerjaan yang diamanatkan Allah kepada mereka. Walau mereka
sendiri adalah saudara lokal, tapi dalam pekerjaan Allah, mereka merupakan orang di luar gereja
lokal. Gereja lokal adalah untuk menanggung kewajiban anak-anak Allah yang diserahkan Allah
di lokal itu, karenanya harus saling berhimpun/bersidang, dan saling membantu. Mereka adalah
kelompok di luar pekerjaan. Dalam Alkitab, pekerjaan adalah "milik" para rasul, yakni yang
ditanggung oleh orang-orang yang dipanggil Allah untuk bekerja, sedang gereja adalah milik
kaum imani, dan ditanggung oleh seluruh orang yang diselamatkan di lokal itu. Bagaimana kaum
imani lokal tak dapat mencampuri urusan pekerjaan, demikian pula rasul tidak dapat
mencampuri secara langsung urusan lokal. Karena itu, kita harus bertanya, "Allah memanggil
aku untuk menjadi penatua atau untuk menjadi rasul?" Jika untuk menjadi penatua, kita hanya
menangani urusan lokal; jika rasul, kita melampaui lokal. Ruang lingkup gereja hanya sebatas
lokal, tapi ruang lingkup pekerjaan tidak terbatas satu lokal. Yang terbatas satu lokal itu adalah
gereja, yang tak terbatas satu lokal itulah pekerjaan.
Gereja lokal tidak menanggung kewajiban resmi apa pun terhadap pekerjaan, meski
mereka mempunyai kewajiban rohani. Jika gereja lokal rela membantu pekerjaan, maka
alasannya bukan bersifat resmi, melainkan bersifat sukarela. Tapi tidak berarti, karena tidak ada
kewajiban resmi maka tidak ada pula kewajiban rohani. Pada aspek rohani tetap ada
kewajibannya. Mereka harus menyadari, bahwa pekerjaan Allah adalah pekerjaan mereka, sebab
itu, mereka wajib membantu dengan sukarela. Mereka harus menganggap walau secara resminya
kewajiban itu ditanggung rasul, tetapi secara rohaninya kewajiban itu ditanggung oleh seluruh
saudara di tiap lokal. Maka kita wajib membedakan kewajiban resmi dan kewajiban rohani. Yang
dimaksud kewajiban resmi ialah, jika tidak dilakukan berarti menyalahi prosedur, dan yang
dimaksud kewajiban rohani ialah yang secara prosedurnya tidak usah dilakukan, namun tetap
dilakukan karena alasan rohani. Menurut kewajiban resmi, rasullah yang menanggung kewajiban
pekerjaan sepenuhnya; ia tidak dapat meminta bantuan bila kekurangan sesuatu. Tetapi menurut
kewajiban rohani, setiap saudara harus menyadari, bahwa pekerjaan Allah adalah milik kita
semua. Maka, apa saja yang dapat membantu pekerjaanNya, kita rela mempersembahkannya.
Jadi kewajiban resmi untuk perluasan kerajaan Allah ditanggung di atas pundak rasul, bukan
gereja lokal, tapi gereja lokal mempunyai kewajiban rohani tersebut. Demikian pula, rasul tidak
berhak mencampuri langsung urusan lokal. Rasul hanya dapat mengingatkan, mengusulkan, atau
menganjurkan. Karena kewajiban resmi gereja lokal berada di atas bahu penatua, yang dimiliki
rasul hanya sekadar kewajiban rohani. Jika kondisi gereja normal, mereka tentu akan menerima
nasihat rasul. Jika kondisi rohani mereka tidak normal, mungkin mereka tidak mau menerima
nasihat rasul. Kalaupun mereka tidak mau menerima, itu memang kesalahan besar secara rohani,
tapi secara resminya mereka berhak menentukan sendiri. Gereja terhadap pekerjaan tidak
mempunyai hubungan resmi, hanya mempunyai hubungan rohani. Berulang-ulang saya tegaskan,
bahwa gereja bersifat lokal, mutlak lokal, tapi pekerjaan mutlak melampaui lokal. Jika kita tidak
menjernihkan kedua hal ini, banyak kesulitan akan timbul.

PEKERJAAN -- MILIK PRIBADI BUKAN MILIK LOKAL

Hubungan pekerjaan dan gereja adalah ibarat berbisnis. Jika ada seorang saudara atau
beberapa saudara berbisnis, itu boleh saja. Tetapi jika gereja berbisnis, itu salah besar. Ada
saudara yang membuka sebuah hotel atau restoran, itu benar, tapi kalau gereja yang membuka
usaha-usaha tersebut, itu salah besar. Apa yang dapat dilakukan seseorang atau beberapa saudara
belum tentu dapat dilakukan oleh gereja. Ruang lingkup gereja sama sekali berbeda dengan
ruang lingkup pekerjaan saudara secara pribadi. Ruang lingkup gereja hanya bersidang, saling
memperhatikan dan saling membina; inilah pekerjaan gereja. Kecuali berdoa, menyelidiki
Alkitab, memecahkan roti, menginjil, menggunakan karunia dan sebagainya, maka pekerjaan-
pekerjaan lainnya adalah milik pribadi.
Berdasarkan Alkitab, segala pekerjaan adalah milik pribadi saudara, bukan milik gereja.
Jadi segala pekerjaan dilakukan oleh satu orang atau beberapa orang; ditanggung oleh satu orang
atau beberapa orang. Tidak hanya pada masalah bisnis demikian, pada semua pekerjaan lain juga
demikian. Sebab itu, pekerjaan rohani juga adalah milik pribadi, bukan menjadi milik gereja.
Kewajiban yang ditanggung gereja adalah hubungan antara saudara dengan saudara. Kewajiban
yang ditanggung gereja adalah urusan berbagai jenis sidang, seperti penginjilan, sidang doa,
sidang pemecahan roti, sidang pemahaman Alkitab, sidang penggunaan karunia dan sebagainya.
Kecuali perkara-perkara tersebut, Alkitab tidak meninggalkan teladan, bahwa gereja masih
menyelenggarakan usaha-usaha lain, misalkan rumah sakit, sekolah dan sebagainya; atau usaha
lain yang bersifat lebih rohani, misalkan usaha penginjilan luar negeri dan sebagainya. Alkitab
tidak pernah memberikan contoh tentang adanya pekerjaan gereja semacam itu. Kalau ada
seorang atau beberapa orang ingin mendirikan rumah sakit atau sekolah, itu boleh. Kalau ada
seorang atau beberapa orang saudara bertanggung jawab melakukan pekerjaan penginjilan ke
luar negeri, itu boleh juga. Tapi kalau gereja melakukan pekerjaan tersebut, itu tidak ada dasar
Alkitabnya. Kalau seorang atau beberapa orang melakukan pekerjaan itu, bukan saja tidak
dilarang oleh Alkitab, bahkan itu bisa jadi merupakan pimpinan Allah. Gereja hanya menangani
urusan-urusan gereja lokal, tidak bisa menangani pekerjaan lain. Alkitab tak pernah mengijinkan
gereja menyelenggarakan pekerjaan organisasi apa pun.
Pekerjaan penginjilan ke luar itu milik satu orang, atau beberapa orang. Dalam Kisah
Para Rasul 13, yang mengutus rasul pergi bekerja bukan gereja di Antiokhia, melainkan
beberapa nabi dan pengajar di gereja di Antiokhia. Pada Januari tahun 1937, ketika diadakan
sidang rekan sekerja, ada saudara bertanya kepada saya, "Mengapa yang mengutus rasul pergi
bukan gereja di Antiokhia, tetapi beberapa nabi dan pengajar?" Waktu itu kita belum bisa
menjawab dengan jelas. Tapi sekarang kita telah mempunyai terang yang jelas atas masalah
tersebut. Karena ruang lingkup gereja hanya terbatas pada satu lokal; setiap perkara yang
bersangkutan dengan lokal barulah urusan gereja. Tapi pekerjaan adalah urusan pekerja Allah
dan melampaui lokal, maka yang mengutus rasul pergi bekerja adalah beberapa nabi dan
pengajar di lokal itu, yang menjadi milik ministri itu, bukan gereja di Antiokhia secara
keseluruhan. Karena itu, pekerjaan penginjilan dan pendirian gereja di tiap lokal adalah milik
pribadi, bukan milik gereja.
Alasan Allah memanggil orang keluar menjadi rasul dan mempercayakan kewajiban
pekerjaan kepada rasul, tak lain agar sifat lokal gereja dapat dipertahankan. Andaikata sebuah
gereja menangani pekerjaan lokal lain, maka gereja akan berubah menjadi bukan gereja lokal,
sebab sifat lokalnya sudah hilang. Ia tidak lagi sebatas lokal, melainkan lebih besar daripada
lokal. Allah tidak ingin membiarkan sebuah gereja lokal kehilangan sifat lokalnya. Allah hanya
mengijinkan gereja mengurusi urusan lokal, Ia tidak mengijinkan gereja lokal mengurusi urusan
pekerjaan di luar ruang lingkup lokal. Maka penatua dalam Alkitab, selamanya hanya mengurusi
urusan gereja lokal, tidak mengurusi urusan pekerjaan di luar batas lokal. Kewajiban pekerjaan
itu Allah serahkan kepada rasul, dan itu melampaui lokal, karena kewajiban resmi pekerjaan
yang khusus dilakukan oleh orang yang dipanggilNya bersifat pribadi (Walau kewajiban
rohaninya bersifat korporat).
Karena itu, bila penatua Efesus tiba di Filipi, ia bukan lagi penatua. Ia hanya dapat
menjadi penatua Efesus, tidak dapat menjadi penatua Filipi. Demikian pula bila penatua Filipi
tiba di Efesus, ia bukan lagi penatua. Sebab penatua terbatas oleh lokal. Paulus bisa dari Miletus
mengutus orang ke Efesus untuk mengundang para penatua datang; tetapi tidak ada rasul di
Efesus. Rasul adalah rasul semua gereja bukan rasul satu gereja. Seperti tercantum dalam surat
Korintus, bahwa kedua saudara itu adalah rasul semua gereja. Maka sifat rasul adalah untuk
pekerjaan dan melampaui lokal; sedang kewajiban penatua adalah untuk gereja Allah, milik
lokal, ia tidak dapat mengurusi pekerjaan di luar lokal. Rasul tidak boleh kehilangan sifat
melampaui lokal, maka rasul tidak boleh mengurusi pekerjaan gereja. Bila gereja mengurusi
pekerjaan, hilanglah sifat lokalnya, bila rasul mengurusi gereja, hilanglah sifat melampaui
lokalnya. Bila keduanya bercampur aduk, maka rusaklah batasan perbedaan antara pekerjaan
dengan gereja yang diatur Allah.
Boleh jadi ada orang ingin bertanya, "Mengapa ketika timbul masalah sunat, Paulus dan
Barnabas naik ke Yerusalem menghadap rasul dan penatua?" Itu dikarenakan beberapa saudara
yang menyebarkan ajaran sunat itu berasal dari Yerusalem. Sebab itu, mereka harus pergi ke
Yerusalem untuk memperoleh kejelasan sikap Yerusalem. Ibarat kita hari ini, bila melihat
seorang bocah nakal lalu kita membawanya kepada orang tuanya. Hasilnya, para rasul yang
tinggal di Yerusalem dan penatua di Yerusalem memberi satu penyelesaian yang sangat jelas.
Penatua bukan penatua yang tinggal di Yerusalem, melainkan penatua Yerusalem; rasul bukan
rasul Yerusalem, melainkan rasul yang tinggal di Yerusalem. Yang satu adalah wakil setempat,
yang lainnya adalah wakil pekerjaan Allah. Penatua mewakili gereja, rasul mewakili pekerjaan.
Kedua golongan orang ini harus memutuskan, dapatkah orang beroleh selamat tanpa menerima
sunat Musa. Dari permintaan mereka kepada rasul dan penatua untuk memutuskan kasus ini, kita
nampak, bahwa baik para penatua sebagai pewajib setempat maupun para rasul, tidak membuat
ketentuan tersebut. Kemudian ketika rasul mengunjungi berbagai kota, ketentuan rasul dan
penatua di Yerusalem itu diserahkan kepada murid-murid untuk ditaati (Kis. 16:4). Ini tidak
berarti para penatua Yerusalem memiliki wewenang khusus untuk menyuruh gereja lokal lain
menaati ketentuan mereka, melainkan menyatakan, bahwa ajaran semacam itu tidak saja tidak
disetujui oleh rasul yang tinggal di Yerusalem, juga tidak disetujui oleh para penatua di
Yerusalem. Maka orang-orang yang keluar dari Yerusalem tidak ada alasan lagi untuk
mempertahankan ajaran tersebut. Hanya itu saja penyebabnya, lain tidak.
Maka para pekerja harus ingat, bahwa pekerjaan kita adalah pekerjaan rasul, harus mutlak
berbeda dengan gereja lokal.

RUMAH YANG DISEWANYA SENDIRI

Sebuah contoh yang sangat baik dapat kita jumpai dalam gereja di Roma. Paulus menulis
surat kepada mereka, bahwa ia berulang-ulang berharap dapat pergi kepada mereka (1:10-11). Ini
membuktikan, bahwa di Roma sudah ada gereja sebelum ia pergi ke sana. Kemudian, karena
Paulus dianiaya oleh orang-orang Yahudi, maka ia pergi ke Roma untuk naik banding kepada
Kaisar. Andaikata hari ini Paulus tiba di Roma, boleh jadi gereja di Roma akan berkata, "Puji
Tuhan, selamat datang para rasul, kami sangat memerlukan bantuan Anda. Silakan ambil alih
tugas pekerjaan gereja di sini. Kami senang menyerahkan segala kewajiban pekerjaan di sini
kepada Anda. Binalah dan kelolalah gereja ini!" Tetapi ada kata-kata yang mengherankan tercatat
dalam Alkitab, "Dan Paulus tinggal dua tahun penuh di rumah yang disewanya sendiri itu; ia
menerima semua orang yang datang kepadanya. Dengan terus terang dan tanpa rintangan apa-
apa ia memberitakan kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus" (Kis. 28:30-
31). Dua tahun penuh Paulus tinggal di rumah yang disewanya sendiri, bahkan menerima orang-
orang yang datang kepadanya dan menyampaikan berita dan mengajar. Walau Alkitab mencatat
hal tersebut secara sederhana, tapi dari sini kita segera nampak sebuah prinsip, yaitu: pekerjaan
rasul selamanya tidak bercampur aduk dengan gereja lokal. Di Roma sudah ada gereja lokal,
dengan sendirinya mereka pun sudah memiliki tempat bersidang. Mungkin rumah satu orang
atau rumah beberapa orang menjadi tempat persidangan mereka. Tapi mereka tidak memakai
balai sidang mereka sebagai tempat pekerjaan Paulus. Mereka tidak mengundang Paulus
mengambil alih tugas pelayanan gereja di Roma. Di luar gereja lokal di Roma, Paulus
memiliki pekerjaan sendiri yang lain. Paulus tidak mengambil alih pekerjaan gereja di Roma.
Paulus bekerja di rumah yang disewanya sendiri!
Maka setiap rasul Allah harus belajar bekerja di rumah yang disewanya sendiri; belajar
jangan membiarkan gereja lokal menanggung kewajiban pekerjaannya. Pekerjaan pribadi
selamanya jangan dicampur aduk dengan gereja. Pekerjaan Allah itu milik pekerja Allah,
sedangkan gereja selamanya milik lokal. Pekerjaan bersifat sementara, tapi gereja itu kekal. Di
suatu lokal pekerjaan bersifat sementara, sedangkan gereja di suatu lokal bersifat kekal. Sewaktu
ada pekerja, waktu itu ada pekerjaan; sewaktu pekerja pergi, pekerjaan pun berhenti. Gereja
selalu berada di suatu lokal. Maka gereja lokal bagaimanapun harus berusaha sendiri dan bekerja
sendiri, lain dengan pekerjaan, yang bisa dihentikan atau dipindahkan sewaktu-waktu. Misalnya,
Paulus berniat meninggalkan Korintus, tapi pada malam itu Tuhan berbicara kepadanya dalam
penglihatan, mengatakan kepadanya, bahwa di Korintus masih banyak umatNya, maka Paulus
kemudian tinggal di sana selama setahun setengah. Tetapi Paulus tetap bisa meninggalkan tempat
itu sewaktu-waktu. Begitu ia meninggalkan tempat itu, pekerjaannya pun pergi bersamanya.
Pekerjaan pribadinya usai, namun gereja di Korintus tetap ada dan berlangsung terus. Gereja
tidak dipengaruhi oleh kepergian pekerja. Ke mana saja setiap pekerja bekerja, ia harus menjaga
batasan yang jelas dengan gereja lokal.
Kita harus tahu dan harus memperhatikan, bahwa pekerjaan rasul dengan pekerjaan
gereja lokal adalah "paralel" bukan "bertumpukan". Paralel di sini berarti sementara rasul
melakukan pekerjaan yang diamanatkan Allah kepada pribadinya, bersamaan dengan itu gereja
tetap berjalan. Bertumpukan di sini berarti ketika rasul bekerja, maka pekerjaan gereja berhenti
untuk sementara dan membiarkan rasul yang bekerja; semua pekerjaan gereja ditanggung oleh
rasul. Bila rasul akan meninggalkan tempat itu, ia harus menyerah-terimakan pekerjaannya
kepada gereja. Itu bukan cara dan teladan yang Alkitabiah. Di mana pun kita bekerja dan kapan
saja meninggalkan tempat itu, hendaknya kita tidak mempengaruhi gereja lokal. Selama pekerja
utusan Allah bekerja di suatu lokal, hendaknya pekerjaan gereja lokal tetap berlangsung. Itulah
yang diwahyukan Alkitab kepada kita.
"Paulus tinggal di rumah yang disewanya sendiri". Kalimat yang singkat ini memberi
kita sebuah prinsip yang sangat baik, yaitu pekerja Allah hendaknya bekerja di rumah yang
disewanya sendiri, sedang gereja lokal hendaknya tetap menanggung kewajibannya sendiri
seperti sediakala. Pekerjaan adalah pekerjaan, gereja adalah gereja, sedikit pun tidak boleh
bercampur aduk.
Misalkan kita pergi menginjil di Kweiyang untuk menyelamatkan orang dan mendirikan
gereja, bagaimanakah pelaksanaan kita? Pertama-tama, ketika kita tiba di Kweiyang, dengan
sendirinya kita tinggal di penginapan atau menyewa rumah. Kemudian kita mulai menginjil.
Setelah ada orang diselamatkan apa tindakan kita selanjutnya? Kekeliruan yang lampau, ya,
kekeliruan misi selama lebih dari seabad ini (semoga Allah merahmati saya, agar saya tidak
salah bicara!), yaitu setelah pekerja-pekerja Injil memimpin orang beroleh selamat, mereka
segera menyediakan sebuah tempat dan memanggil orang-orang yang telah selamat itu datang
bersidang di situ. Tetapi cara demikian tak pernah terdapat dalam Alkitab. Teladan Alkitab ialah:
setelah Anda menginjil dan memimpin orang beroleh selamat di suatu lokal, Anda harus segera
menyuruh mereka membaca Alkitab, berdoa dan bersaksi sendiri, bersamaan dengan itu
mereka pun bersidang dan memecahkan roti sendiri. Anda harus memberitahu mereka,
bahwa tempat atau rumah yang Anda sewa itu untuk Anda bekerja. "Kalian sekarang sudah
menjadi orang Kristen, maka ada beberapa kewajiban "dasar" sebagai orang Kristen yaitu:
berdoa, membaca Alkitab, bersaksi dan saling bersidang. Bersidang merupakan satu kewajiban
utama orang Kristen. Kalian sendiri yang wajib menanggung sidang kalian. Maka kalian sendiri
sekarang harus mencari sebuah tempat yang memadai untuk bersidang. Bukan kami yang
mewakili kalian membaca Alkitab, berdoa dan bersaksi, tetapi kalian sendiri yang harus
melakukannya. Demikian pula, bukan kami yang mewakili kalian memimpin sidang kalian dan
mewakili kalian menyediakan tempat sidang kalian. Bukan kami yang menanggung semua
kewajiban itu, melainkan kalian sendiri yang menanggungnya." Jadi mereka sendiri harus
mencari sebuah tempat. Apakah di rumah seseorang atau di tempat lainnya. Mereka sendiri harus
memulai sidang mereka. Bukan kita yang menyediakan tempat lalu mengundang saudara-
saudara setempat datang bersidang, melainkan mereka sendiri menyediakan tempat, dan mereka
sendiri bersidang.
Kita harus memperhatikan, bahwa pekerjaan rasul bukan persidangan gereja, sebab
persidangan gereja adalah milik lokal. Maka bila ada orang beroleh selamat, pekerja Allah harus
menyuruh mereka berdoa sendiri, menyelidiki Alkitab sendiri, bersaksi sendiri, bersidang
memecahkan roti sendiri . . . dan menyuruh mereka sendiri menyediakan tempat atau menyewa
rumah. Mereka harus menanggung kewajiban mereka sendiri. Beritahukan kepada mereka,
bahwa rumah yang kita sewa adalah untuk pekerjaan bukan untuk persidangan gereja.
Di pihak lain, selain "rumah yang kita sewa sendiri" dipakai untuk menginjil dan
membina orang, kita wajib menghadiri sidang yang diadakan di tempat sidang lokal; datang
ke tengah-tengah mereka untuk memecahkan roti, datang ke tengah-tengah mereka untuk berdoa,
datang ke tengah-tengah mereka untuk bersidang, menggunakan karunia. Begitu di suatu lokal
ada gereja, maka kita sendiri hanyalah salah seorang saudara di lokal tersebut, karena itu kita
wajib bersidang dengan mereka. Merekalah gereja, kita bukan gereja. Kita mewakili pekerjaan,
merekalah yang mewakili gereja. Kita menanggung kewajiban pekerjaan, tapi persidangan gereja
ditanggung bersama oleh saudara-saudara di lokal itu. Jadi kita tidak boleh mewakili mereka
menanggung kewajiban.
Walaupun kita bekerja di Kweiyang, bila di sana sudah ada gereja, kita pun hanya sebagai
seorang saudara di gereja di Kweiyang. Maka kita wajib pergi ke sana untuk bersidang bersama
mereka; mengikuti sidang doa mereka, mengikuti pemecahan roti mereka. Bukan mereka yang
datang mengikuti sidang-sidang kita. Jika tidak, maka kita akan menjadi penunggu, dan bila kita
ingin meninggalkan tempat itu, kita harus mencarikan pengganti. Jika selalu memelihara batasan
pekerjaan sebagai pekerjaan dan gereja sebagai gereja, maka kapan saja kita meninggalkan
mereka, yang kurang di antara mereka paling banyak hanya seorang saudara, bukan kehilangan
seorang "pendeta". Sebab di dalam gereja tidak ada "pekerja", tidak ada rasul.
Pekerjaan dan gereja harus kita bedakan dengan tegas. Jika tidak, pasti akan timbul
banyak kesulitan, yaitu seluruh gereja akan terlibat ke dalam pekerjaan sehingga membuat gereja
tidak dapat bertumbuh, pekerjaan juga tidak dapat berkembang.
Belakangan ini ada sebuah motto, yakni gereja harus berdiri sendiri, memelihara sendiri,
dan memberitakan sendiri. Timbulnya prakarsa ini disebabkan bercampur aduknya gereja
dengan pekerjaan, tidak dipisahkan dengan jelas. Dengan kata lain, misi bercampur aduk dengan
gereja. Misi yang menyediakan gedung bagi mereka, misi yang menyelenggarakan sidang doa
bagi mereka, misi yang mengadakan sidang pemahaman Alkitab bagi mereka, dan seterusnya.
Akibatnya, jika kemudian menghendaki mereka berdiri sendiri, memelihara sendiri dan
memberitakan sendiri, sangatlah sulit. Andaikan sejak permulaan sudah menurut cara Alkitab,
pasti sama sekali tidak akan timbul masalah-masalah tersebut.
Orang Kristen yang tidak ingin menjadi orang Kristen sejati, tidak perlu dikatakan; tetapi
jika ingin menjadi orang Kristen sejati, maka Anda harus menganjuri mereka mengadakan sidang
sendiri, saling membantu dan saling menasihati. Setiap orang Kristen mempunyai kewajiban
alami Kristiani mereka sendiri. Bila seseorang telah menjadi Kristen, dia sendirilah yang harus
bersyukur, dia sendirilah yang harus membaca Alkitab, dia sendirilah yang harus berdoa, dan
bersidang pun demikian. Semua itu adalah kewajiban alami mereka. Tidak seperti gereja hari
ini, yang menjadi orang Kristen hanya pergi mendengar khotbah di gedung kebaktian yang
disediakan oleh misi. Tetapi itu bukan "bersidang". Sebab sidang (perhimpunan) dalam Alkitab
adalah yang ditanggung saudara-saudara setempat sendiri. Jika tidak bersidang, tidak mirip orang
Kristen. Misalkan ada orang memastikan diri ingin menjadi orang Kristen, tapi berkata kepada
Anda, "Saya mau menjadi orang Kristen, tapi saya tidak mau berdoa sendiri, Andalah yang
berdoa bagi saya. Saya juga tak mau membaca Alkitab sendiri, Andalah yang membacakan bagi
saya." Walaupun berdoa dan membaca Alkitab bukan syarat untuk menjadi orang Kristen, tapi
jika ia sejak awal sudah berkata demikian, dapatkah Anda percaya bahwa ia orang Kristen?
Boleh jadi ia orang Kristen, tetapi ia tidak mirip orang Kristen. Demikian pula, jika orang
Kristen tidak bersidang sendiri, melainkan menghendaki pekerja yang menyediakan sidang
baginya, boleh jadi ia orang Kristen, namun ia sudah tidak mirip orang Kristen. Maka setelah
seseorang beroleh selamat, bersidang adalah kewajiban alaminya. Kewajiban gereja adalah
kewajiban alaminya.

HASIL PEKERJAAN

Hamba Allah hanya dapat mendirikan gereja ketika ia tiba di suatu lokal; ia tidak boleh
sebelum mendirikan gereja terlebih dulu mendirikan pekerjaan kelompok lainnya. Pekerjaan
adalah untuk membantu gereja lokal. Jiwa-jiwa dari hasil penginjilan rasul harus diserahkan
kepada gereja. Bila rasul mengadakan pembinaan dan kaum imani beroleh faedahnya, itu pun
untuk gereja. Tujuan pekerjaan ialah menghasilkan buah untuk diserahkan kepada gereja. Jadi
segala yang dihasilkan oleh pekerjaan adalah untuk gereja lokal, sama sekali tidak untuk pribadi.
Prinsip ini jelas sekali tercantum dalam Alkitab. Bila seorang rasul tiba di suatu gereja
dan mengucapkan sesuatu, ia mengucapkannya dengan status saudara, bukan dengan status rasul.
Saudara-saudara pun wajib memandangnya sebagai seorang saudara dan berbicara dengan status
saudara. Jika pada segi penerapannya kita tidak menurut cara Alkitab, niscaya akan segera timbul
banyak masalah.
Kita wajib ingat, bahwa pekerjaan adalah seperti profesi rasul yang bersifat individual.
Gereja adalah satu-satunya kelompok kaum imani di sebuah lokal. Seluruh hasil pekerjaan rasul
adalah untuk gereja lokal. Karena itu saya berkata, bahwa seorang rasul adalah hamba semua
orang, bukan juragan siapa pun. Bila rasul berhasil memperoleh jiwa dalam pekerjaannya, harus
segera diserahkan kepada gereja. Tangan rasul selamanya kosong. Semua hasil pekerjaannya
ditinggalkan di gereja lokal itu dan tidak ada hubungannya dengan rasul itu.
Jika demikian, di manakah letak penyakit misi hari ini? Berdasarkan prinsip Alkitab,
setelah seorang pekerja Allah bekerja, hasil pekerjaannya harus sepenuhnya diberikan kepada
gereja lokal di tempat ia berada. Tetapi setelah misi bekerja, hasil-hasil itu dimilikinya sendiri,
yakni membuat orang-orang itu menjadi anggota misinya. Itulah praktik misi di mana-mana.
Hasilnya, misi mereka menjadi sebuah lembaga besar, dan tidak ada eksistensi gereja lokal.
Karena tidak ada gereja lokal, maka harus mengutus pekerja pergi ke lokal itu untuk menjadi
pendeta pengasuh. Maka akhirnya pekerjaan tidak mirip dengan pekerjaan, gereja pun tak mirip
dengan gereja.
Kita harus tahu, pekerjaan bersifat melampaui lokal dan tidak boleh bercampur aduk
dengan gereja lokal, sedang gereja adalah milik lokal, ia harus ada sidangnya sendiri. Orang-
orang dari hasil pekerjaan rasul harus diletakkan ke dalam gereja lokal. Semua orang yang
terpanggil melakukan pekerjaan Allah menerima satu perintah, yakni mendirikan gereja di setiap
lokal. Allah tak pernah bermaksud menyuruh mereka memperluas kekuatan mereka sendiri.
Beberapa orang bergabung bekerja sama itu boleh, tapi hasil pekerjaannya harus diserahkan
kepada gereja lokal. Misi paling-paling hanya boleh dianggap sebagai kelompok rasul; misi tidak
seharusnya mendirikan gereja lain di luar gereja lokal.
Bila rasul dipimpin Allah bekerja di suatu lokal agak lama, dan di lokal tersebut sudah
ada gereja, maka ia harus membuat batasan perbedaan yang jelas dengan gereja lokal tersebut.

DUA JALUR PEKERJAAN

Ada dua jalur pekerjaan bagi pekerja Allah untuk bekerja di mana saja. Bila sebuah
gereja di suatu lokal merasa perlu, dan merasa pekerjaan seorang pekerja berfaedah bagi mereka,
gereja itu boleh mengundangnya datang bekerja. Atau bila seorang beroleh wahyu dari Allah
untuk pergi bekerja di suatu tempat, maka bolehlah ia pergi ke sana. Jika di tempat itu sudah ada
gereja, ia boleh menulis surat kepada mereka, seperti Paulus menulis surat kepada gereja di
Korintus dan di Roma, memberitahu mereka, bahwa ia ingin datang ke tempat mereka. Jika di
tempat itu sudah ada gereja dan saudara di situ mengundang Anda memimpin sidang selama
sepuluh hari atau setengah bulan atau sebulan, Anda boleh pergi. Selesai bekerja, Anda boleh
meninggalkan tempat itu. Ini sesuai dengan Alkitab. Jika Allah menghendaki Anda di lokal itu
bekerja dalam jangka panjang, Anda wajib menetap di situ. Waktunya entah berapa lama, tapi
semua kewajiban harus Anda tanggung sendiri. Bila seorang pekerja menanggung kewajiban
pekerjaan suatu tempat cukup lama, ia harus mempunyai tempat sendiri dan harus menanggung
semua kewajiban dirinya sendiri serta pekerjaannya. Pekerjaan pekerja Allah sama sekali tidak
boleh bercampur aduk dengan pekerjaan gereja lokal di tempat itu. Pekerjaan mereka dengan
pekerjaan gereja lokal hanya boleh bersifat paralel, tidak boleh bertumpukan. Mereka hanya
boleh ada pekerjaan, tidak boleh ada sidang yang identik dengan gereja lokal. Tidak boleh ada
sidang apa pun di luar ruang lingkup pekerjaan dan di dalam ruang lingkup gereja. Bila
pekerjaan rasul bertumpukan dengan pekerjaan gereja, bukan paralel, tentu akan terjadi masalah
serah terima. Begitu mereka pergi, gereja akan mengalami kesulitan.
Bila pekerja tiba di suatu lokal dan bekerja dalam jangka panjang, ia wajib menyediakan
sendiri segala kebutuhannya. Jika tak dapat tinggal di rumah yang disewanya sendiri seperti
halnya Paulus, ia tetap harus mengeluarkan harga yang memadai untuk menyewa rumah kepada
gereja lokal. Pekerjaan tidak boleh membebani gereja lokal, pekerjaan tidak boleh menyuruh
gereja memikul kewajiban apa pun. (Kewajiban rohani tentu merupakan masalah lain. Jika gereja
rohani, mereka pasti akan menanggung kewajiban rohani juga). Semua pekerjaan ditanggung
oleh pekerja itu sendiri, supaya gereja nampak, bahwa pekerjaan dengan gereja benar-benar
merupakan dua perkara. Pada aspek lain, pekerja juga dapat baik-baik belajar menanggung
kewajiban pekerjaan, dan juga dapat baik-baik belajar di hadapan Allah, menengadah kepada
suplaiNya untuk segala keperluan pekerjaannya.
Bila pekerja Allah tiba di suatu lokal yang ada gereja, ia harus ingat bahwa wewenang
gereja bukan ada pada dirinya. Andaikata gereja di tempat Anda hendak bekerja menolak Anda,
mengatakan, "Kami tidak memerlukan pekerjaan Anda, walau Anda seorang pekerja yang baik",
maka Anda harus pergi dari situ. Sebab mereka berkuasa menerima atau menolak seorang
pekerja. Begitu gereja lokal berdiri, wewenang gereja sudahlah diserahkan kepada penatua.
Kendati gereja didirikan oleh rasul, di dalam gereja tidak ada kedudukan rasul. Walau gereja
didirikan oleh pekerja, di dalam gereja tidak ada eksistensi pekerja.
Andaikata Anda dipimpin Tuhan untuk pergi ke tempat anu menginjil atau membina, tapi
Anda ditolak oleh gereja bersangkutan, apakah yang harus Anda lakukan? Jika Anda benar-benar
jelas kehendak Tuhan, dan memang gereja yang khilaf; jika Anda ingin menaati perintah Tuhan,
Anda boleh tidak mempedulikan segalanya, menyewa tempat dan mulai bekerja di sana. Namun
Anda sekali-kali tidak boleh mengadakan sidang lain yang mirip dengan gereja. Anda tak boleh
berkata, "Kalian sungguh jahat. Baiklah, sekarang saya bekerja. Begitu saya memperoleh orang,
saya akan mendirikan sebuah 'gereja'." Perbuatan demikian tidak dibenarkan Alkitab. Seorang
pekerja di suatu tempat hanya dapat mendirikan atau membangun satu gereja. Jika di luar gereja
lokal ia mendirikan satu "gereja" lain, maka "gereja" itu bukan satu gereja, melainkan satu sekte.
Gereja terpisah menurut lokal, bukan menurut apakah mereka menerima Anda atau tidak. Semua
jiwa hasil penginjilan harus diserahkan kepada gereja lokal itu. Tak seorang pun boleh
menghimpun jiwa-jiwa hasil pekerjaannya untuk mendirikan satu "gereja" lain. Sebab semua
tujuan pekerjaan adalah untuk membangun gereja lokal itu. Semua yang disebut "gereja" di luar
gereja lokal adalah sekte.
Gereja di Korintus pernah menaruh syak wasangka terhadap Paulus, tetapi Paulus hanya
bisa menasihati mereka agar tidak terkena perangkap orang. Demikian pula gereja di Galatia.
Paulus pun hanya meminta agar mereka tidak bertolak belakang dengan ajaran yang mereka
terima. Sekalipun gereja di Korintus tidak mau mengucilkan kaum imani yang berdosa, ia pun
hanya bisa menggunakan wewenang rohaninya, yakni hanya dapat berdoa kepada Allah agar
Allah menyuruh mereka bertobat. Jadi, Anda tidak dapat karena gereja lokal itu menolak nasihat
Anda, lantas Anda mendirikan satu "gereja" lain. Itu adalah sekte atau tindakan berpecah-belah
produksi kedagingan. Semua perbuatan mendirikan "gereja" di luar gereja lokal adalah tindakan
yang tidak rohani. Hasil pekerjaan Anda seluruhnya harus diberikan kepada gereja lokal. Tidak
peduli bagaimana sikap gereja lokal itu terhadap Anda, menyukai atau menolak Anda, hasil
pekerjaan Anda adalah milik mereka.
Semua rasul yang bekerja bagi Tuhan wajib banyak menuntut dalam hal rohani, harus ada
terang dalam kebenaran rohani, harus pula ada pengalaman dalam jalan rohani. Jadilah seorang
pekerja yang diperkenan Allah maupun semua gereja. Bila Anda ingin kemenangan, raihlah
kemenangan itu dengan kerohanian Anda, bukan dengan kekuasaan Anda. Jika Anda rohani,
Anda wajib belajar tunduk di bawah wewenang gereja setempat. Jika gereja setempat tidak
menerima Anda, Anda hanya boleh melewati mereka, tetapi jangan mendirikan apa yang disebut
"gereja" yang mempunyai hubungan khusus dengan Anda. Banyak sekte justru timbul karena
hamba-hamba Allah enggan tunduk di bawah wewenang gereja setempat. Munculnya banyak
"gereja" yang percaya pada doktrin khusus, justru karena ada orang yang ditolak oleh gereja
lokal, lantas dia mengumpulkan sekelompok orang demi mempertahankan doktrin tertentu. Itu
adalah sekte.
Bila kita benar-benar telah beroleh terang dari Allah, ketika kita tiba di suatu tempat, kita
harus mohon Allah membukakan pintu bagi kita. Kita bersyukur kepada Allah bila gereja lokal
anu menerima kebenaran kita. Bila gereja itu menolak ajaran kita, kita pun hanya bisa
menantikan Allah membukakan pintu bagi kita. Kebanyakan hamba Allah hanya percaya Allah
bisa mewahyukan kebenaran, namun tak percaya Allah bisa membukakan pintu bagi kebenaran.
Kita percaya Allah bisa memberi kita terang, tapi tak percaya bahwa Allah adalah pemegang
kunci. Karenanya kita lalu dengan kekuatan daging melakukan usaha pemencaran dan perusakan
di antara anak-anak Allah, dan menarik sekelompok orang menjadi pengikut kita. Atau di luar
gereja lokal mendirikan lagi sebuah "gereja" lain, sehingga merusak keesaan gereja lokal,
merugikan gereja Allah. Jika Allah tidak membukakan pintu bagi kita di dalam keadaan sekitar
kita, kita hanya dapat merasa puas dalam keadaan sekitar yang diatur Allah tanpa bertindak
memecah-belah anak-anak Allah.

MINISTRI DARI BERBAGAI DOKTRIN

Karena itu, masalah hamba Allah terhadap ministri masing-masing dalam hal doktrin,
sangatlah penting. Kita tahu, semua pekerja berada dalam ministri itu, dan semuanya demi
membina Tubuh Kristus. Namun orang-orang yang termasuk dalam ministri itu, masing-masing
memiliki ministri bidang doktrin yang berbeda. Setiap orang memiliki ministrinya masing-
masing, dan jelas, dari masa ke masa Allah sering membangkitkan sekelompok saksi baru, agar
mereka nampak terang baru dalam firman sehingga menjadi saksi yang berguna, yang sesuai
dengan kehendak Allah pada masa tersebut. Dalam ministri firman Allah, mereka adalah yang
baru dan berbeda dengan orang lain. Orang demikian besar sekali gunanya dan benar-benar patut
dimustikakan. Tapi ada satu hal yang patut diingat, bila Allah mengaruniakan kepada seseorang
suatu ministri doktrin khusus, jangan sekali-kali ia menaruh sebuah motif, yaitu ingin mendirikan
satu "gereja" dengan doktrin khusus atau ministri khususnya itu. Setiap hamba Allah hendaknya
jangan mempunyai satu ambisi, yakni agar doktrinnya sendiri beredar; ia hanya boleh
menantikan Allah dalam keadaan sekitar; ia hanya boleh berdoa, mohon Allah membukakan
pintu agar doktrinnya beredar luas. Tetapi ia selamanya tidak boleh mendirikan "gereja" lain
untuk mempertahankan kesaksiannya. Misalkan seseorang mendapat terang baru atas doktrin
kemenangan, dan yang lain lagi ada perolehan baru atas doktrin pralambang. Semua itu baik.
Tetapi baik itu diterima maupun ditolak orang janganlah Anda dengan itu mendirikan satu
"gereja" untuk mempertahankan kebenaran yang Anda tekankan itu. Dalam Alkitab semua
kebenaran adalah untuk gereja. Dalam Alkitab selamanya tidak pernah ada sebuah "gereja" untuk
mempertahankan satu kebenaran. Alkitab hanya mengakui satu kelompok yakni gereja lokal.
Ada satu hal yang wajib terukir dalam hati setiap pekerja, yaitu pekerjaan kita adalah
untuk ministri kita, dan ministri kita adalah untuk gereja. Gereja selamanya tidak boleh
jatuh di bawah suatu ministri. Ministri harus tunduk di bawah gereja. Gereja bukan untuk
ministri, tapi ministri untuk gereja. Pekerjaan adalah untuk menggenapkan ministri, sedang
ministri adalah untuk melayani gereja. Pekerjaan hamba Allah adalah untuk menyukseskan
ministrinya sendiri, dan ministrinya untuk membina gereja lokal. Tetapi sayang sekali, minister-
minister hari ini kebanyakan menginginkan gereja tunduk di bawah ministri mereka! Orang yang
menghendaki banyak gereja tunduk di bawah pengendalian ministrinya mengakibatkan gereja
menjadi bukan milik lokal, melainkan milik sekte. Maka dalam sejarah gereja, tiap sekian tahun
berselang, ministri-ministri khusus yang khusus dibangkitkan Allah harus bersikap bagaimana
barulah benar? Ada satu hal yang wajib kita perhatikan, yakni bila muncul sebuah kebenaran
baru, dengan sendirinya ada segolongan orang yang mengikutinya. Bila segolongan orang itu
tidak masuk ke dalam gereja lokal agar gereja lokal diperluas, melainkan mendirikan satu
"gereja" baru, itu berarti ingin mendirikan gereja milik ministri, dan ingin menaruh gereja di
bawah ministri. Namun kehendak Allah ialah ministrilah yang harus tunduk di bawah gereja dan
melayani gereja. Tapal batas gereja adalah lokal, bukan ministri. Maka bila anak-anak Allah
bermaksud menyuruh gereja tunduk kepada ministri, itu adalah titik awal sekte baru. Dari sejarah
gereja kita nampak, semua sekte nyaris bertitik awal dari adanya ministri baru, kemudian diikuti
oleh pengikut-pengikut baru, dan yang mengakibatkan munculnya kelompok baru. Maka tak
terelakkan, gereja tunduk kepada ministri, dan bukan lagi milik lokal.
Karenanya, kalau Tuhan menangguhkan kedatanganNya, kalau kita setia dan jika itu
kehendak Allah, maka sewaktu-waktu akan ada kemungkinan munculnya ministri baru. Allah
mengaruniakan kepada orang satu kebenaran khusus yang melaluinya anak-anak Allah beroleh
faedah. Tetapi tidak semua orang dapat menerima sebuah kebenaran baru, malah mungkin
mencurigai dan menolak, bahkan menilainya bukan kebenaran tetapi bidat. Jika demikian,
bagaimanakah seharusnya sikap seorang minister? Anda wajib ingat dengan tuntas: Satu lokal
hanya ada satu gereja. Bila khotbah Anda diterima orang, Anda harus bersyukur kepada Allah.
Bila ada yang menolak, Anda pun harus bersyukur kepada Allah. Anda jangan di luar gereja
lokal melakukan usaha memecah belah. Anda wajib menyerahkan kebenaran Anda ke dalam
gereja lokal dan jangan di luar gereja lokal mendirikan satu "gereja" yang merangkum orang-
orang yang menerima kebenaran Anda. Andaikata dalam gereja ada beberapa orang menerima
kebenaran Anda, maka orang-orang itu tetap harus berada di dalam gereja lokal. Mereka boleh
memperoleh orang dengan ajaran dan kekuatan rohani. Mereka hanya dapat mengharukan orang
dengan doktrin dan buah rohani, tapi selamanya tidak dapat memecah belah anak-anak Allah
dengan cara lainnya. Gereja Allah adalah milik lokal. Saya terus-menerus mengatakan, bahwa
ruang lingkup gereja adalah lokal. Dengan mengingat ini kita akan terhindar dari banyak sekte.
Kalian yang menjadi minister hanya boleh menengadah kepada Allah agar kebenaran itu
bisa diterapkan di dalam gereja. Tapi jangan karena doktrin Anda itu menjadi populer pada saat
itu, lalu Anda mendirikan sebuah "gereja" lain. Apakah ministri Anda diterima oleh gereja lokal
atau ditolak, Anda hanya dapat menantikan pengaturan Allah. Jangan mempromosikannya dan
mempertahankan kesaksian Anda dengan memakai cara organisasi apa pun.
Misalkan Anda telah beroleh ministri khusus dari Allah. Bila Anda tiba di suatu tempat
yang belum ada gereja lokal, Anda harus mendirikan dulu gereja lokal di sana, kemudian baru
Anda meletakkan ministri Anda ke dalam gereja tersebut. Anda hanya boleh mendirikan gereja
lokal, tidak boleh mendirikan gereja ministri. Anda tidak boleh berdasarkan perbedaan ministri
mendirikan sebuah gereja ministri. Anda hanya boleh dengan alasan lokalitas mendirikan sebuah
gereja lokal.
Sekarang kita ambil sebuah perumpamaan dangkal untuk menyatakan hubungan antara
berbagai ministri dengan gereja-gereja lokal. Ada saudara A membuka toko kertas, saudara B
membuka toko bunga dan saudara C membuka toko pakaian. Mereka masing-masing bertujuan
menyediakan komoditi mereka sebanyak mungkin dan menjualnya sebanyak mungkin. Apakah
artinya mendirikan gereja dengan ministri? Itu ibarat Anda dengan komoditi Anda membuka
cabang toko, yang khusus menjual komoditi Anda di mana-mana. Misalkan Anda yang menjual
kertas mendirikan cabang toko kertas di mana-mana; yang menjual bunga mendirikan cabang
toko bunga di mana-mana; yang menjual pakaian juga mendirikan cabang toko pakaian di mana-
mana. Seperti itulah orang yang mendirikan "gereja" dengan ministri khusus. Namun itu tidak
sesuai dengan cara yang dikehendaki Allah, dan tidak Alkitabiah.
Cara Alkitab ialah terlebih dulu mendirikan satu gereja di suatu lokal, kemudian baru
mengisi gereja ini dengan berbagai ministri yang berbeda. Alkitab tidak mengijinkan orang
mendirikan gereja dengan ministri. Ajaran Alkitab ialah dengan ciri-ciri ministri itu menyuplai
gereja. Karena itu, bila Anda tiba di suatu tempat, bukan terlebih dulu membuka cabang toko
bunga Anda, melainkan terlebih dulu mendirikan sebuah toko serba ada. Sesudah ada toko serba
ada barulah Anda memajangkan kertas Anda, bunga Anda atau pakaian Anda di dalamnya. Jadi
bukan hanya sejenis komoditi, melainkan memberikan tempat untuk menampung komoditi
lainnya. Setiap kita tiba di suatu tempat, kita selalu harus membuka toko serba ada. Barang saya
diletakkan di dalamnya, barang Anda diletakkan di dalamnya dan barang dia pun diletakkan di
dalamnya. Kehendak Allah ialah: ada gereja dulu di sebuah lokal, kemudian para hamba Allah
mempersembahkan ministri mereka yang berbeda-beda kepada gereja ini. Gereja bukan hanya
milik satu ministri, melainkan banyak ministri. Semua ministri adalah untuk gereja lokal. Semua
ministri tunduk di bawah gereja lokal. Sebagaimana dalam toko serba ada terdapat banyak
macam barang, demikian pula dalam gereja Allah, tidak hanya ada sejenis ministri. Jika hanya
menjual sejenis komoditi, hanya menampung ministri-"ku" saja, itu adalah sekte.
Maka perkara pertama yang kita lakukan begitu tiba di suatu tempat ialah mendirikan
gereja lokal. Bila gereja telah berdiri, kita boleh menyuplainya sekuat tenaga dengan ministri
kita. Sesudah itu kita boleh meninggalkannya. Kita harus berani setia bersaksi dengan ministri
kita, kita pun harus berani memberi kesempatan bagi ministri orang lain. Ini merupakan sikap
yang wajib dimiliki setiap hamba Allah. Jangan sekali-kali mengharap hanya ada ajaran kita di
dalam gereja. Kita harus membiarkan gereja Allah memiliki berbagai jenis ajaran. Bila ajaran
saya disambut baik oleh banyak orang, saya bersyukur kepada Allah. Sekalipun ajaran saya
ditolak, saya tetap bersyukur. Ketika ministri saudara kita diberkati Allah, kita harus lebih
bersyukur kepada Allah! Bagaimanapun kita tidak boleh mempunyai hati ingin memonopoli
gereja. Kita harus memberi kedudukan bagi ministri saudara kita yang lain. Kita tidak
seharusnya melindungi "jemaat" kita dengan tidak menerima bantuan wajar dari orang lain.
Ministri ada dalam tangan Allah, maka Allah akan bertanggung jawab memelihara ministri kita
sejauh mana ia berfungsi. Jika kita mendirikan "gereja" dengan ministri, berarti kita bermotif
menjadi paus.
Maka kalau Allah membangkitkan ministri baru, ia hanya untuk mengabdi kepada gereja
lokal, dan tidak karenanya lalu timbul denominasi atau organisasi baru. Di luar gereja lokal,
ministri baru bagaimanapun tidak boleh membentuk "gereja" baru yang lain.
PEKERJAAN IMAN

Ini tak berarti di luar rasul dan ministri berbagai doktrin tidak ada lagi pekerja Allah yang
lain. Kita tahu, bahwa Allah mempunyai banyak pekerja. Para pekerja dalam ministri itu hanya
satu di antara yang lainnya. Allah mempunyai sekelompok pekerja yang secara lahiriah
pekerjaan mereka seolah tidak serohani pekerjaan para rasul dan ministri-ministri lain. Akan
tetapi realitas dan tujuan pekerjaan mereka juga sama rohaninya. Itulah yang saya maksud
dengan "pekerjaan iman". Akhir-akhir ini banyak pekerjaan iman bermunculan, dan sungguh
bermanfaat bagi gereja. Pekerjaan iman tersebut adalah pekerjaan Allah, walau tidak harus
berupa penginjilan seperti yang dilakukan rasul, atau mempersaksikan kebenaran seperti yang
dilakukan ministri bidang doktrin. Manusia boleh ada di dalam ministri itu, manusia pun boleh
ada di dalam ministri lainnya, tetapi bersamaan dengan itu menerima amanat Allah untuk
melakukan pekerjaan iman. Misalkan George Muller, panti asuhannya adalah suatu pekerjaan
yang demikian. Allah memanggil dia dan dia bangkit melakukan pekerjaan tersebut bukan
mengandalkan kekuatan manusia, melainkan mengandalkan janji Allah. Mulanya ia memiliki
beberapa rekan sekerja, kemudian menantunya yang meneruskan pekerjaannya. Apa yang
dilakukan Muller dan rekan-rekannya itu juga sejenis pekerjaan. Mereka bukan khusus menjadi
rasul atau minister firman tertentu, pun bukan khusus bekerja di dalam gereja lokal. Tetapi
pekerjaan mereka benar-benar adalah pekerjaan Allah.
Mereka ada panggilan Allah untuk melakukan pekerjaan panti asuhan, bagaimanakah
hasil pekerjaan mereka? Hasil pekerjaan mereka ialah memperoleh orang dari panti asuhan itu,
tapi tidak menjadikan mereka gereja panti asuhan, melainkan diberikan kepada gereja lokal.
Panti asuhan juga sejenis pekerjaan. Tetapi usaha ini selamanya tak memenuhi syarat untuk
menjadi gereja, hanya lokallah yang layak mendirikan gereja. Di panti asuhannya terdapat
banyak yatim piatu, bahkan ada banyak saudara. Jumlah kaum imani di Bristol malah tidak
sebanyak kaum imani di dalam panti asuhan itu. Tetapi Bristol layak mendirikan gereja. Panti
asuhan merupakan suatu pekerjaan, ruang lingkupnya tidak sebesar lokal, dan ia bukan satu kota,
maka ia tak layak mendirikan gereja. Tak peduli bagaimana besarnya dan bagaimana majunya
pekerjaan iman itu, kita tak dapat mendirikan gereja dalam ruang lingkup pekerjaan. Kalau kita
mendirikan gereja di dalam ruang lingkup pekerjaan, andaikan di satu kota terdapat beberapa
pekerjaan, maka akan berdiri beberapa gereja di kota itu. Kalau begitu, bukan lokal yang menjadi
batasan gereja, melainkan pekerjaan.
Lima tahun yang silam, ketika saya berada di kota Tsinan, ada saudara dari universitas
Chiloo bertanya, "Bagaimana kalau kami memecahkan roti di sini?" Saya balik bertanya, "Itu
untuk Universitas Chiloo atau untuk Tsinan?" "Tentu untuk Chiloo", jawab mereka. Lalu saya
berkata, "Kalau begitu, saya tidak dapat mengambil bagian dalam pemecahan roti itu."
"Mengapa?" tanya mereka. Saya menjawab, "Apakah tumpuan kalian? Alkitab tidak mengijinkan
ada meja Tuhan di Universitas Chiloo. Alkitab hanya mengijinkan ada meja Tuhan di Tsinan."
Mereka bertanya lagi, "Bila di Tsinan hanya ada belasan orang yang beroleh selamat di
universitas Chiloo, bolehkah kami memecahkan roti bersama?" Saya berkata, "Jika untuk
universitas Chiloo, lebih banyak orang pun tidak boleh. Sebaliknya, jika untuk Tsinan, lebih
sedikit dari itu pun boleh. Sebab ruang lingkup universitas Chiloo tidak cukup besar, maka tidak
layak untuk memecahkan roti, dan tidak layak untuk mendirikan gereja. Ruang lingkup gereja
adalah lokal. Ruang lingkup universitas Chiloo bukan ruang lingkup lokal, melainkan ruang
lingkup universitas. Yang menjadi persoalan bukan banyak atau sedikitnya orang, melainkan
berbatasan lokal atau bukan. Jadi tumpuan universitas Chiloo tidak layak memecahkan roti, tapi
tumpuan Tsinan layak mendirikan gereja."
Jika seseorang yang menerima amanat Allah memperoleh hasil dari pekerjaannya, ia
tidak boleh memiliki hasil itu dengan mendirikan gereja di dalam lingkungan usahanya itu. Tidak
boleh, sebab usaha Anda tidak memenuhi syarat. Ruang lingkup gereja yang ditetapkan Allah
adalah sebesar lokal, maka yang tidak sebesar lokal tidak memenuhi syarat gereja.
Pernah sekali di Shanghai, beberapa penginjil Barat menemui saya seusai saya
berkhotbah. Mereka bertanya bagaimana pendapat saya terhadap lembaga anu? Saya berkata,
bahwa saya sangat setuju dengan usaha semacam itu. Kalau bisa saya harap dapat membantu
mereka sekuat tenaga. Mereka menginjil di sana untuk menyelamatkan jiwa, itu baik sekali.
Hanya saja lembaga anu itu adalah pekerjaan semata, bukan gereja! Mereka bertanya lagi, "Kami
menginjil di sana dan ada orang yang beroleh selamat, juga sudah ada sidang doa dan sidang
lainnya, mengapa Anda mengatakan di sana tidak ada gereja?" Jawab saya, "Memang kalian
sudah ada semuanya itu, tapi tetap tidak memenuhi syarat untuk mendirikan gereja. Ruang
lingkup lembaga anu terlampau kecil, tidak seluas lokal. Yang memenuhi syarat untuk
mendirikan gereja adalah Shanghai; gereja harus seluas kota Shanghai. Karenanya saya berkata,
bahwa mereka hanya ada pekerjaan tanpa gereja.
Maka di hadapan Allah, lembaga semacam itu walau tidak seperti rasul dan ministri
lainnya, tetapi Allah sesungguhnya juga menggunakan pekerjaan mereka. Mereka sering
menghasilkan banyak buah. Namun mereka wajib nampak, bahwa mereka adalah suatu
pekerjaan, bukan gereja; dan pekerja-pekerja atau orang-orang yang mengelola pekerjaan itu
harus merendahkan diri menjadi saudara dalam gereja lokal itu. Jangan sekali-kali menganggap,
Anda mempunyai pekerjaan rohani tertentu, lantas mengambil alih kedudukan tuan, tidak mau
masuk ke dalam gereja lokal, dan mengira pekerjaan itu boleh menggantikan gereja.
Kita harus ingat:
1) Pekerjaan adalah milik pekerja, tetapi ruang lingkup pekerjaan tidak cukup besar untuk
menjadi satu gereja, karena ruang lingkup pekerjaan bukan ruang lingkup lokal.
2) Semua rekan sekerja di dalam pekerjaan harus rendah hati menjadi saudara di dalam
gereja lokal. Walau di dalam pekerjaan ia adalah seorang pekerja. Tapi di dalam gereja lokal
tempat ia berada, ia hanya seorang saudara. Di dalam gereja lokal hanya ada saudara, tidak ada
kedudukan pekerja.
3) Tujuan pekerjaan sepenuhnya untuk mendirikan gereja lokal. Jika orang mendirikan
"gereja" lain dengan hasil pekerjaannya, itu tidak dibenarkan Alkitab. Semua hasil adalah untuk
membantu gereja lokal. Janganlah mendirikan lembaga apa pun untuk menggantikan gereja.
Tidak peduli betapa jayanya pekerjaan itu, Allah tidak mengijinkannya menggantikan gereja
lokal. Bila kita dengan pekerjaan mendirikan satu "gereja" lain, kita sudah membangun sekte.
Seperti panti asuhan yang kita katakan tadi dan lembaga anu, semua itu adalah pekerjaan
iman. Apa yang kita kenal sebagai tim pelayanan rohani, kursus tertulis, tempat pemahaman
Alkitab, rumah retret, institut Alkitab, persekutuan doa, studio radio penyebaran Injil, dan
berbagai sekolah Alkitab, semua itu adalah usaha atau pekerjaan. Bila kelak ada saudara yang
ingin mendirikan rumah sakit, sekolah, atau usaha sosial lain, itu pun pekerjaan. Allah memang
bisa memanggil orang melakukan usaha-usaha tersebut dan memberkati usaha-usaha tersebut.
Tetapi kita harus ingat: pekerjaan bukanlah gereja, dan tidak dapat mewakili atau menggantikan
gereja. Karena itu setiap pekerja harus dengan rendah hati mengikuti sidang-sidang gereja di
gereja lokal tempat ia berada, dan menjadi seorang saudara di sana. Semua hasil pekerjaannya
pun harus diserahkan kepada gereja lokal itu. Itulah kehendak Allah.
Semua ministri yang Allah karuniakan kepada orang adalah saling mendatangkan faedah,
tidak saling berbentrokan; tujuannya pun satu, yakni mendirikan/membangun gereja lokal. Allah
hanya bermaksud mendirikan satu kelompok, hatiNya pun hanya ingin memberkati satu
kelompok, yakni gerejaNya. Gereja yang berwujud adalah yang dibatasi oleh lokal. Pekerjaan
bukanlah sasaran Allah, melainkan semacam prosedur belaka. Jika tujuan kita hanya untuk
pekerjaan, itu berarti kita belum mencapai sasaran Allah, kita hanya berhenti pada prosedur
Allah.
Bila anak-anak Allah tidak tahu, bahwa ministri tidak dapat menggantikan gereja,
pekerjaan tidak dapat menggantikan gereja; jika Tuhan lebih lama kembali, dan ini terus
berlangsung demikian, maka pekerjaan Allah entah akan berkembang ke tingkat apa, dan gereja
Allah pun entah akan merosot ke tingkat apa pula. Gereja harus ibarat toko, pekerjaan harus
ibarat pabrik. Allah memang ingin pabrik memproduksi barang untuk menyuplai toko. Di suatu
lokal boleh ada banyak pabrik, tapi hanya boleh ada satu toko untuk memelihara kesatuan toko
tersebut. Kalau pabrik menggantikan toko maka pasti akan timbul masalah perpecahan. Lagi pula
toko akan bangkrut karena tidak ada barang. Kita harus ingat baik-baik: pekerjaan tidak boleh
menggantikan gereja.
Bab 9

MASALAH KEUANGAN

Ada satu fakta yang ajaib dalam kitab Kisah Para Rasul, yakni hampir semua masalah
yang berkaitan dengan rasul utusan Allah yang keluar bekerja bagi Allah, tercatat dengan terinci,
tapi masalah yang dianggap paling besar oleh manusia - masalah keuangan - malah tidak
disinggung sepatah katapun. Kita sama sekali tidak nampak siapakah yang menanggung
kewajiban pekerja atas keperluan pribadi maupun kebutuhan pekerjaannya, dan bagaimana cara
pengaturan dan penentuannya. Kebungkaman dalam hal ini sungguh ajaib! Ini menunjukkan
kepada kita, bahwa masalah yang dianggap paling penting oleh manusia, pada pandangan rasul
masa itu sama sekali bukan masalah. Karena orang-orang yang keluar bekerja untuk Tuhan
waktu itu semuanya adalah orang yang terdorong oleh kasih Tuhan. Mereka pergi bekerja bagi
Tuhan sepenuhnya karena mengasihi Tuhan semata. Pada saat itu, pekerjaan Allah belum
merosot menjadi semacam pekerjaan mencari nafkah. Lagi pula mereka adalah orang-orang yang
percaya kepada Allah. Mereka mengenal kesetiaan Allah, mereka bersandar kepada kasih setia
Allah. Sebab itu, mereka sama sekali tidak meributkan masalah ini. Orang yang benar-benar
beriman memang tidak perlu membicarakan masalah ini.
Tetapi masalah ini memang sangat penting. Dalam kasih karunia, Allah adalah kekuatan
paling besar; tetapi di dalam dunia, Mamonlah pengaruh/kekuatan yang paling besar. Manusia
memerlukan sandang, pangan, papan, dan sebagainya. Tanpa uang, sehari pun sukar dilalui.
Karena itu bila pekerja Allah tidak bisa menyelesaikan masalah keuangan, hal-hal lain nyaris tak
terselesaikan. Bila masalah keuangan sudah beres, hal-hal yang lain nyaris sudah beres lebih dari
separuh. Sikap mereka terhadap masalah suplai menjadi petunjuk sudahkah mereka menerima
amanat di hadapan Allah. Berhubung pekerjaan bersifat rohani, maka cara suplainya juga harus
rohani. Jika tidak, pekerjaan yang rohani akan menjadi urusan duniawi. Kalau perihal uang tidak
diatasi dengan jelas, segala perkara lainnya pasti hanya bersifat idealistis. Sebab dalam
pekerjaan, tidak ada satu hal yang lebih riil daripada masalah suplai. Apa saja mungkin idealistis,
tetapi masalah keuangan ini tak mungkin idealistis. Maka masalah ini paling ampuh untuk
menguji seorang pekerja.

PENTINGNYA HIDUP BERIMAN

Bagi pekerja yang dipanggil Allah, apa pun jenis ministri yang dimilikinya, ia harus
mempunyai iman untuk menanggung kewajiban keuangan atas dirinya sendiri dan pekerjaannya.
Dalam Alkitab tidak pernah ada perkara pekerja Allah menerima gaji dari orang. Anda tidak
nampak Paulus membuat perjanjian atau kontrak dengan gereja di Efesus yang menetapkan
selama setahun atau dua tahun mereka harus membayarnya sekian dinar per minggu atau per
bulan. Pada masa itu, kejadian demikian sama sekali tidak terbayangkan dalam pikiran. Dalam
Perjanjian Lama hanya ada Bileam yang pernah mengkomersialkan karunia nabinya, dan hanya
ada Gehazi yang loba untuk memperoleh imbalan karena pekerjaan tuannya, tapi karena itu
kemudian ia terkena penyakit kusta (II Raja-raja 5:27). Dalam Alkitab tak pernah ada seorang
hamba Allah yang menuntut gaji kepada orang. Semua pekerja yang melayani Allah bisa bekerja
(untuk memenuhi kebutuhan keuangan) - itu paling baik -, atau bisa memiliki sumber pendapatan
lain, itu pun baik. Jika tidak, ia harus menengadah kepada Allah untuk menyuplai keperluannya.
Seorang pekerja tidak boleh menengadah kepada seseorang atau suatu kelompok agar
menggajinya secara rutin. Kedua belas rasul pertama dalam Alkitab semuanya menengadah
kepada suplai Allah. Selama tiga tahun mengikuti Tuhan, mereka tidak menerima gaji tetap. Para
rasul yang diutus Roh Kudus sesudah kenaikan Tuhan juga hidup oleh iman kepada Allah,
mereka tidak pernah mengandalkan seseorang sebagai donatur. Maka, para rasul hari ini pun
harus menengadah kepada Allah sama seperti para rasul semula itu.
Jika seseorang bisa beriman kepada Allah, barulah ia boleh keluar bekerja. Jika ia tidak
beriman kepada Allah, ia tidak memenuhi syarat bekerja bagi Allah. Manusia selalu mengira, jika
hidupnya sudah tenang, ia akan lebih mantap dalam mengerjakan pekerjaan Allah. Padahal,
pekerjaan rohani justru memerlukan kondisi hidup yang tidak stabil, sebab pekerjaan rohani
berbeda dengan pekerjaan duniawi. Melakukan urusan duniawi cukup asal Anda mempunyai
kemampuan dan kemauan. Tetapi pekerjaan rohani memerlukan persekutuan dengan Allah,
wahyu kehendak Allah dan pemeliharaanNya dari sorga. Bila hidup seseorang makin stabil,
makin berkuranglah hatinya menengadah kepada Allah. Ia akan tidak butuh bersekutu secara
hidup dengan Allah, melainkan mengandalkan karunia dan kegairahannya belaka. Tetapi Allah
tidak mengijinkan hambaNya menerima gaji tetap supaya hidupnya stabil, melainkan
menghendakinya selalu menengadah kepadaNya, selalu bersandar kepadaNya, selalu bersekutu
denganNya, selalu menuntut untuk mengenal kehendakNya dan mendambakan pemeliharaanNya
dari sorga. Dengan demikianlah baru ia dapat mengerjakan pekerjaan yang baik bagi Allah. Bila
hidupnya semakin sulit dan bisa semakin menengadah dan bersekutu dengan Allah, niscayalah
kualitas pekerjaannya akan semakin rohani. Kebuntuan jalan manusia adalah jalan keluar bagi
Allah. Dalam pekerjaan rohani makin sedikit unsur manusia makin baik, makin banyak unsur
Allah makin baik. Orang yang hidupnya mengandalkan gaji, unsur Allah dalam pekerjaannya
pasti sangat sedikit. Itu dikarenakan bila seseorang memiliki pendapatan tetap, ia akan malas
bersandar kepada Allah.
Manusia selalu berpikir, "Jika aku setiap bulan menerima pendapatan tetap, sehingga
hidupku bisa lebih stabil, tentu aku bisa bekerja lebih tekun." Padahal ini bukan syarat utama
bagi pekerjaan. Ini tidak saja tidak bisa membantu pekerjaan, malah sebaliknya akan
merusak/merugikan pekerjaan. Pekerjaan tidak dapat dilakukan tanpa beriman. Entah berapa
banyak perkara yang perlu kita atasi dengan iman. Tanpa iman yang hidup, pekerjaan kita
mustahil sukses. Namun iman kita terhadap pekerjaan terlatih dan terbina melalui kekurangan
dan suplai jasmani. Ini disebabkan tidak ada satu perkara yang lebih riil daripada suplai
kebutuhan hidup kita. Mungkin dalam urusan lain kita gampang berkata, bahwa kita percaya
kepada Allah, tetapi dalam urusan nafkah, kita tidak dapat, sebab ini adalah perkara yang amat
riil. Jika dalam hal ini kita bisa beriman kepada Allah, maka dalam perkara lain pun kita bisa
beriman kepada Allah. Ini benar-benar ujian besar bagi iman kita. Jika mulut kita dapat berkata
bahwa Allah adalah Allah yang hidup selamanya, tapi dalam hati kita tidak bisa percaya, bahwa
Dia mampu menyuplai kebutuhan jasmani kita, bukankah itu suatu kontradiksi?
Lagi pula, uang adalah kekuasaan. Barangsiapa memegang pundi uang, dialah yang
berkuasa. Uang bisa mengendalikan orang. Bila kita menerima suplai keuangan dari seseorang,
pekerjaan kita pun akan dikendalikan olehnya. Bila kita mendengar suara uang orang, tak lama
lagi kita pun akan mendengar suara perkataannya. Di dunia ini tidak ada orang yang menerima
uang orang tanpa menerima pengaturannya. Maka begitu iman kita bertumpu pada seseorang,
sejak saat itu pula kita tidak mungkin melakukan pekerjaan yang sama sekali tidak dipengaruhi
orang. Kesulitan hari ini ialah, di samping ingin mendapatkan uang dari manusia, orang juga
ingin melakukan pekerjaan Allah. Akibatnya, ia tidak disenangi manusia juga tidak diperkenan
Allah. Hari ini, kita sangat sulit menemukan seseorang yang menerima gaji dari manusia, tapi
tidak terpengaruh oleh manusia dan bisa bekerja dengan tekun bagi Allah. Bila kita menerima
uang, kita pun akan menerima pengaturan dari pemberinya. Ini sudah pasti.
Allah tidak ingin pekerjaNya dikendalikan manusia, Allah ingin Dia sendiri yang
mengendalikan pekerjaNya. Mereka yang berpengalaman di antara kita tahu, betapa Roh Kudus
Allah menguasai kita melalui uang. Ketika kita hidup di dalam kehendak Allah, terpenuhinya
kebutuhan kita tidak jadi masalah. Tetapi bila hubungan kita dengan Allah mengalami hambatan,
suplai kita pun akan jadi masalah. Allah memakai masalah suplai sebagai petunjuk apakah kita
berada di jalan kehendakNya atau bukan. Seringkali Allah juga dengan masalah suplai
membimbing pekerjaan kita. Banyak perkara yang menurut angan-angan kita harus kita
kerjakan, tetapi Allah menghalanginya dengan masalah keuangan. Di saat lain Allah dengan hal
ini pula melarang kita agar kita tidak keluar dari relNya. Hidup di hadapan Allah dan
dikendalikan olehNya sedemikian adalah hidup yang sangat mustika! Bila kita tidak menempuh
hidup bersandar iman, kita akan kehilangan latihan yang mustika ini.
Dalam kewajiban pribadi setiap pekerja Allah, yang dipikirkan pertama kali adalah uang.
Masalah pertama yang wajib diatasi oleh pekerja Allah ialah ia harus bertanya kepada diri
sendiri, "Aku dipanggil untuk melayaniNya, dapatkah aku menengadah kepada Allah dan hanya
bersandar kepadaNya dalam menempuh hidup? Kalau tidak bisa, aku tidak layak bekerja." Sebab
jika kita tidak mampu mandiri dalam masalah keuangan, pekerjaan pun tidak bisa mandiri. Jika
dalam hal keuangan kita tidak dapat bersandar kepada Allah, dalam pekerjaan pun kita tidak
dapat bersandar kepada Allah. Uang bisa mengendalikan manusia. Kalau kita bisa beriman
kepada Allah dalam menempuh hari-hari kita, maka kita sendiri, karena Allah, bisa menanggung
kewajiban diri sendiri dan tidak akan dikendalikan oleh manusia. Setiap pekerja Allah, jika
belum siap dalam iman, lebih baik jangan menempuh jalan ini. Saya menganjuri kalian jangan
keluar bekerja, lebih baik sambil menyandang pekerjaan dunia sambil melayani Tuhan. Seorang
pekerja harus bersandar kepada Allah.
Jika ada saudara-saudara yang menyuplai, itu baik, Anda harus bersyukur kepada Allah;
kalau tidak, Anda tetap harus bersyukur kepada Allah. Setiap pekerja sama sekali tidak boleh
menaruh harapan kepada seorang saudara. Harus selalu mempunyai sebuah hati yang "unggul",
sama sekali tidak menghiraukan bagaimana perlakuan saudara terhadap Anda. Para pekerja harus
sepenuhnya mandiri terhadap masalah uang, sedikit pun tidak terpengaruh oleh kondisi di luar.
Tak jarang orang tidak mengetahui panggilan Allah, tanpa iman yang hidup, tak tahu bagaimana
hidup bersandar kepada Allah. Akibatnya, melihat air sungai Kerit sudah kering, sang gagak
tidak kunjung datang dan tidak ada bantuan si janda itu. Mata mereka selalu menatap pada
lingkungan sekitar sehingga membuat pekerjaan terkena aib dan nama Tuhan tidak dapat
dimuliakan. Semua pekerja harus selalu menengadah kepada Allah. Ada bantuan saudara,
bersyukur kepada Allah, tidak ada bantuan saudara, juga tidak menengadah kepada mereka.
Karena kita sendiri bersandar kepada Allah, maka kita harus menanggung semua
kewajiban, tidak boleh mendambakan bantuan orang. Jangan berharap kepada kasih manusia,
tapi harus ada iman yang berharap kepada Allah. Harus bersyukur, baik saudara menaruh kasih
atau tidak. Jangan begitu keluar bekerja, sudah menoleh ingin mendapat bantuan dari manusia.
Kalau demikian, pekerjaannya bukan berasal dari iman, dan orang demikian tidak layak
melakukan pekerjaan Tuhan. Saya sering berkata, "Bila mata Anda menengadah kepada saudara,
itu memalukan Allah dan memalukan rekan sekerja." Anda sudah bukan lagi hidup bersandar
kepada kesetiaan Allah, melainkan bersandar kepada kasih saudara. Tak sedikit orang yang
ketika baru keluar memang bersandar iman, tetapi selang beberapa saat mereka menunggu kasih
manusia, dan pada akhirnya hanya tinggal harapan untuk bisa hidup saja. Iman, harapan dan
kasih yang demikian tidak seharusnya dimiliki seorang pekerja.
Setiap pekerja harus sangat mandiri terhadap masalah keuangan. Karena beriman kepada
Allah, maka berani tidak bersandar kepada manusia; karena beriman kepada Allah, maka berani
menolak manusia. Bila kita terus-menerus berharap kepada suplai manusia, begitu sumbernya
kering, sumber kita pun ikut kering; bila kita bersandar kepada manusia, begitu manusia itu
menghadapi masalah, kita pun ikut menghadapi masalah. Syukur kepada Allah, Dia adalah batu
karang kita, dibangun di atas batu karang ini, kita selamanya tidak akan tergelincir. Walau
manusia bisa berubah, situasi bisa berubah, tapi yang kita sandari bukan mereka, maka kita tidak
goyah. Kita harus ingat, bahwa lembu dan kambing di seluruh bukit dan segala emas dan perak
adalah milik Allah. Setiap orang yang hidup di dalam kehendakNya, tidak kuatir kehilangan
suplai.
Banyak orang yang pernah memberi kepada kita, seolah boleh menjadi sandaran, namun
banyak di antara mereka yang lenyap setelah sejangka waktu. Tetapi demi kasih karunia dan
kesetiaan Allah, kita masih utuh hingga hari ini. Andaikata kita mengandalkan bantuan mereka,
begitu mereka habis, kita pun habis. Di dalam dunia ini, uang ingin menggantikan Allah meraja
atas manusia. Kalau kita ingin melayani Allah dengan setia, kita harus belajar menerima suplai
kita dari tangan Allah. Jika tidak, mata kedagingan kita mudah sekali memandang tangan
Mamon!
Dalam pekerjaan ada dua langkah: 1) memperoleh suplai Allah melalui berdoa dengan
iman; 2) melakukan pekerjaan secara resmi. Yang pertama ialah iman atas masalah keuangan,
yang kedua adalah pelaksanaan pekerjaan. Kesulitan hari ini ialah manusia tidak mempunyai
iman yang sebagai langkah pertama, namun selalu ingin melakukan pekerjaan langkah kedua.
Mereka damba mempunyai simpanan uang untuk segala kebutuhan, untuk dipakai dalam
pekerjaan. Tapi itu hanya ada langkah kedua, tanpa langkah pertama, dan itu tidak ada nilai
rohaninya. Apa pun harus diawali oleh iman, bila iman lenyap, pekerjaan rohani pun lenyap.
Maka iman adalah langkah pertama, segalanya harus dimulai dari iman atas masalah keuangan.
Tanpa iman atas hal suplai, tak peduli bagaimana berhasilnya pekerjaan itu, tetap akan gagal.
Bila suplai itu terhenti, pekerjaan pun tak dapat dilanjutkan.

HIDUP DARI PEMBERITAAN INJIL

Paulus berkata, bahwa pekerja beroleh upah itu wajar, dan pemberita Injil harus hidup
dari pemberitaan Injil (I Kor. 9:14). Itu benar. Tetapi apa maksud pemberita Injil harus hidup dari
pemberitaan Injil? Apakah itu berarti ia menerima suplai tetap dari manusia, ataukah menerima
gaji dari gereja? Tidak. Ketika Paulus mengucapkan kata-kata ini, sama sekali tidak terkandung
maksud menerima gaji seperti hari ini. Maksud Paulus ialah pekerja Allah boleh karena
menginjil menerima kiriman/pemberian dari orang (Flp. 4:18). Ini sifatnya tidak berkala, tidak
tentu banyaknya, tanpa kewajiban dan tanpa paksaan. Hal tersebut tak lain dikarenakan hati
kaum imani tergerak oleh kasih Allah sehingga rela mengirimkan kebutuhan hidup kepada
pekerja Allah. Meskipun pekerja menerima kiriman itu dari tangan kaum imani, mereka tetap
menengadah kepada Allah. Hati mereka bersandar kepada Allah, mata mereka memandang
kepada Allah dan karena Allah mengabulkan doa mereka, maka Ia menggerakkan hati saudara
untuk memberi kiriman kepada mereka agar mencukupi kekurangan mereka. Menerima kiriman
uang secara demikianlah yang dimaksud hidup dari pemberitaan Injil. Ketika berada di
Tesalonika, Paulus menerima kiriman dari gereja di Filipi (Flp. 4:16), dan ketika berada di
Korintus, ia menerima bantuan dari Makedonia (II Kor. 11:9). Hal itu adalah semakna. Jadi,
hidup dari pemberitaan Injil bukan mengacu kepada suplai tetap yang ditanggung oleh gereja.
Di sinilah letak persoalannya: dari manakah sebenarnya pekerja utusan Allah itu beroleh
suplai hidup mereka? Ya, pemberita Injil harus hidup dari pemberitaan Injil, pekerja menerima
upah itu wajar. Tapi untuk siapakah sebenarnya mereka memberitakan Injil? Dari siapakah
sebenarnya mereka menerima upah? Jika mereka pekerja gereja, mereka boleh mengambil gaji
dari gereja. Jika mereka pekerja Allah, mereka hanya boleh menerima suplai dari Allah, tidak
boleh meminta gaji kepada gereja. Alkitab memberi kita ajaran yang cukup jelas, bahwa
pekerjaan mutlak terpisah dengan gereja. Karena itu, secara lahiriah, pekerja harus menanggung
sepenuhnya kewajiban keuangan pekerjaan. Tetapi pada realitasnya, Allah adalah Tuan segala
pekerjaan, maka Ia pasti akan menanggung semua kewajiban keuangan mereka.
Semua persoalannya tergantung pada adakah panggilan Allah atau adakah pengutusan
Allah. Jika ada panggilan dan pengutusan Allah, maka Allah harus menanggung semua
kewajiban keuangan pekerjaan Anda, dan Anda boleh hidup dari pemberitaan Injil Anda. Allah
pasti akan mengabulkan doa Anda, dan menggerakkan hati saudara untuk memberi kiriman,
untuk mencukupi kebutuhan hidup Anda. Kalau bukan diutus Allah, melainkan tekad kemauan
Anda sendiri, maka mungkin saja Anda tidak dapat hidup dari pemberitaan Injil, karena Allah tak
mau bertanggung jawab atas segala kekurangan Anda. Ketika saudari M. E. Barber bermaksud
datang ke Cina untuk melayani Tuhan, ia dapat merasakan betapa ia akan menjadi seorang yang
sebatang kara di negeri asing dan sulit bersandar kepada Allah. Maka ia minta petunjuk kepada
Wilkinson yang kaya pengalamannya di dalam Tuhan. Wilkinson berkata, "Merantau sebatang
kara di negeri asing yang jauh itu bukan masalah. Masalahnya hanya satu, yakni: Anda sendiri
yang mau pergi, atau Allah yang mengutus Anda pergi?" Saudari Barber menjawab, "Allah yang
menghendaki aku pergi." Wilkinson berkata, "Jika demikian, Anda tidak perlu bertanya apa-apa
lagi. Karena Allah yang menyuruh Anda pergi, Allah pasti bertanggung jawab terhadap Anda.
Anda tak perlu bertanya kepadaNya bagaimana cara Dia bertanggung jawab terhadap Anda. Tapi
jika Anda sendiri yang ingin pergi, akibatnya pasti keaiban dan kemiskinan." Sudahkah Anda
nampak, apakah yang memungkinkan Anda hidup dari pemberitaan Injil?
Di Korintus, Paulus sendiri hidup sebagai pembuat tenda. Ia tidak cukup hidup dari
penginjilannya (I Kor. 9). Dari sini kita nampak adanya dua jalur cara beroleh kebutuhan hidup
bagi pekerja Allah: bekerja dengan tangan sendiri dan menengadah pada suplai Allah dengan
pemberitaan Injil. Hidup dari pemberitaan Injil bukan berarti meminta saudara saudari dalam
gereja untuk memikul kewajiban menyuplai kebutuhan hidup kita, melainkan menengadah dan
percaya bahwa Allah bisa menyuplai. Jadi, bekerja dengan tangan sendiri adalah satu cara, dan
percaya pada suplai Allah adalah cara lain. Selain itu tidak ada cara ketiga.
Paulus bekerja dengan tangannya sendiri, itu sangat baik. Tapi apa yang dikerjakannya itu
agak istimewa, itu bukan pekerjaan yang rutin, melainkan cara yang dipakai hamba Allah untuk
menyesuaikan diri dengan situasi, dan bukan yang harus dicontoh oleh orang lain. Paulus juga
mengakui, orang lain tidak harus demikian. Ini diungkapkannya dengan jelas dalam I Korintus 9.
Mari kita baca dari ayat 11 sampai 15, "Jadi, jika kami telah menaburkan benih rohani bagi
kamu, berlebih-lebihankah, kalau kami menuai hasil kebutuhan jasmani dari pada kamu? Kalau
orang lain mempunyai hak untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami
mempunyai hak yang lebih besar? Tetapi kami tidak mempergunakan hak itu. Sebaliknya, kami
menanggung segala sesuatu, supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil
Kristus. Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat
penghidupannya dari tempat kudus itu dan mereka yang melayani mezbah, mendapat bagian
mereka dari mezbah itu? Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang
memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu. Tetapi aku tidak pernah
mempergunakan satu pun dari hak-hak itu. Aku tidak menulis semuanya ini, supaya aku pun
diperlakukan demikian. Sebab aku lebih suka mati daripada . . . ! Sungguh kemegahanku tidak
dapat ditiadakan siapa pun juga!" Ayat 18, "Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini:
bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku
sebagai pemberita Injil." Dari sini kita nampak, ada satu hak Injil yang bisa dipergunakan oleh
setiap pemberita Injil. Tetapi hak ini tidak dipergunakan oleh Paulus. Itu disebabkan Paulus
adalah: 1) orang yang menerima amanat khusus Allah; 2) ia berada dalam situasi luar biasa. Bila
ada orang seperti Paulus, itu boleh saja, tetapi itu jarang sekali. Itupun bukan cara yang lazim
diterapkan dalam Alkitab. Bagi segolongan pekerja Allah, Allah tetap menghendaki mereka
hidup bersandar dan beriman kepada Allah.
Ini tidak berarti Paulus tidak pernah menerima bantuan dari gereja. Mari baca II Korintus
11:7-10, "Apakah aku berbuat salah, jika aku merendahkan diri untuk meninggikan kamu,
karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu dengan cuma-cuma? Jemaat-jemaat lain
telah kurampok dengan menerima tunjangan dari mereka, supaya aku dapat melayani kamu!
Dan ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorang pun,
sebab apa yang kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari
Makedonia. Dalam segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi beban bagi kamu,
dan aku akan tetap berbuat demikian. Demi kebenaran Kristus di dalam diriku, aku tegaskan,
bahwa kemegahanku itu tidak akan dirintangi oleh siapa pun di daerah-daerah Akhaya." Ada
gereja-gereja yang biasa mengirimkan uang kepada Paulus, dan ia menerimanya juga, hanya saja
ia enggan menerima uang seperti yang di Korintus itu. Di beberapa tempat, Paulus seperti orang
lain, menggunakan hak penginjilannya, menerima bantuan dari manusia, yang hatinya
digerakkan oleh Allah. Tetapi di daerah Akhaya, ia tak mau menggunakan hak tersebut karena
situasinya berbeda. "Upah" yang Allah berikan melalui menggerakkan gereja lain diterimanya,
tapi ia tak mau menerima yang dari Korintus. Sebab sikap kaum imani Korintus tidak benar.
Dari sini kita nampak penetapan Allah. Paulus berkata, bahwa ada satu hak, yakni
penabur benih rohani bisa menuai kebutuhan hidupnya dari orang. Tetapi Paulus tidak pernah
menggunakan hak itu terhadap orang Korintus. Ini tidak berarti Paulus tidak pernah menanyakan
tentang uang kepada mereka, melainkan ia tidak mau menerima uang mereka. Itu tak lain karena
motivasi mereka terhadapnya tidak benar. Paulus mau menerima kiriman uang dari orang Filipi;
Paulus mau menggunakan hak ini. Sering kali bila seseorang memberi, walaupun nilainya kecil,
lebih baik tidak kita terima, sebab di baliknya ada maksud lain. Begitulah keadaan orang
Korintus. Paulus tak mau menerima uang dari mereka. Jadi harus kita bedakan antara Korintus
dengan Filipi sebagai perbandingan. Bila orang memberikan uangnya karena mengasihi Allah
dan diperkenan Allah, uang itu boleh diterima. Itu berarti kita mewakili Allah menerima uang
mereka, agar mereka boleh beroleh berkatNya. Jika tidak, lebih baik kita tidak menerimanya,
agar kita tidak menyalahgunakan hak penginjilan kita.

PRINSIP MENERIMA

Kita harus ingat, tidak hanya bantuan gereja yang bersifat rutin tidak boleh diterima, yang
tidak rutin pun belum tentu boleh diterima. Prinsip ini telah dinyatakan Paulus terhadap gereja di
Korintus. Kalau orang mengirim untuk kita, karena ia menaruh belaskasihan terhadap kita, maka
kita tidak boleh menerima kirimannya. Jika kirimannya bukan terlebih dulu demi Allah,
melainkan menghendaki kita berterima kasih kepadanya, kita jangan menerimanya. Jika ada
kiriman yang bertujuan agar ia bisa mengendalikan kita, kiriman semacam itu pun jangan kita
terima. Semua pekerja Allah tidak hanya percaya Allah bisa memberikan kebutuhannya, ketika
orang memberikan uang, kita pun harus membedakan apakah uang itu diterima Allah atau tidak,
dan apakah Allah setuju kita terima atau tidak.
Pada Perjanjian Lama, orang Israel mempersembahkan lembu dan kambing kepada Allah
melalui orang Lewi. Jadi, orang Lewi berdiri di atas kedudukan mewakili Allah, menerima
persembahan. Persembahan itu ditujukan kepada Allah, bukan kepada orang Lewi. Hari ini kita
juga berdiri di atas kedudukan orang Lewi. Yang menerima uang adalah Allah, bukan kita, maka
Allahlah yang berterima kasih kepadanya, bukan kita. Kita selamanya tidak menerima budi
manusia, kita pun selamanya tidak berhutang budi. Bila orang memberi kiriman kepada kita
dengan maksud supaya kita berterima kasih kepada kebajikannya, maka kiriman itu tidak
seharusnya kita terima. Kita tidak menerima sepeser pun dari manusia, yang menerima uang
manusia adalah Allah. Jika orang itu ingin beroleh terima kasih, Allah sendirilah yang
memberikan kepadanya. Jika orang itu ingin beroleh pahala, Allah sajalah yang memberikan
kepadanya; dan jika orang itu ingin beroleh kemuliaan, hanya Allah pulalah yang memberikan
kepadanya.
Jika orang memberi kita uang dengan maksud agar kita berhutang budi kepadanya, kita
tidak bisa menerima uang itu. Pada aspek lain, ketika kita menerima uang orang, kita harus
bertanya, apakah hal itu akan membuat Allah berhutang budi kepadanya. Jika kita dengan
sembrono menerima pemberian orang, maka kita bisa jadi akan memaksa Allah harus
menyatakan terima kasih kepada orang itu, sedang hal itu bukan perkara yang senang
dilakukanNya. Kalau demikian, Allah akan merasa "serba salah". Tidak jarang ada orang yang
tidak diperkenan Allah, memberi kita uang. Bila kita menerima uang mereka, mana mungkin
Allah berkenan pada uang mereka? Ada kalanya mereka masih sebagai orang dosa, tapi sangat
rela menyumbangkan uang, bagaimanakah Allah terhadap mereka kelak di hadapan takhta
putihNya? Andaikata mereka berkata kepada Allah, "HambaMu Paulus pun pernah
menggunakan uangku!" Apakah yang harus Allah perbuat? Menurut aturannya, Allah tetap harus
berterima kasih kepada mereka! Sebab itu, ketika kita menerima uang orang, kita harus bertanya,
apakah uang itu diterima juga oleh Allah. Itu suatu persembahan atau suatu kewajiban?
Maaf, saya akan menyinggung sebuah kisah pribadi saya. Pada tahun 1929, seorang
kerabat saya mengirimkan uang 200 Yuan kepada saya. Saat itu saya sedang sakit dan sangat
kekurangan uang. Tetapi Allah menunjukkan kepada saya, bahwa kerabat saya itu walaupun
seorang beragama Kristen, namun belum tentu sudah beroleh selamat. Allah memberi saya
perasaan untuk menulis surat kepadanya menanyakan apakah memberi uang kepada saya sebagai
orang Kristen terhadap pekerja, atau sebagai kerabat terhadap kemenakan? Jika ia mengirim 200
Yuan itu kepada saya sebagai kemenakannya, saya boleh menerimanya. Sebab atas relasi daging,
saya boleh menerima uangnya. Tapi jika pengirimannya kerena saya sebagai pekerja, saya tidak
boleh menerima. Sebab saya tidak dapat menyuruh Allah berterima kasih kepada orang yang
belum diperkenan olehNya. Dari segi relasi rohani, saya tidak dapat menggunakan uangnya.
Karena itu, saya tak dapat tidak menulis surat, bertanya kepadanya, dengan status apakah ia
mengirimkan uang itu? Kemudian ternyata pengiriman itu dilakukan sebagai kerabat kepada
kemenakan, maka akhirnya saya terima.
Ada juga orang yang mempersembahkan dengan motivasi baik, tetapi setelah
dipersembahkan, sang pemberi ingin berkuasa untuk mengendalikan pekerjaan. Menentukan
penggunaan uang itu boleh saja, tetapi tidak boleh karena uang itu, lalu ingin mengendalikan
pekerjaan. Para pekerja Allah tidak boleh karena uang lalu membuat pekerjaan tak dapat
dikerjakan menurut pimpinan Roh Kudus, melainkan menurut kemauan orang yang memberinya.
Yang sesuai dengan prinsip Alkitab ialah: orang yang memberi persembahan boleh menunjukkan
penggunaan uang yang dipersembahkannya itu, tetapi setelah dipersembahkan, tangannya harus
diangkat, jangan ada usaha campur tangan selanjutnya. Jika mereka percaya kepada pekerja
Allah, boleh diserahkan kepada mereka, jika tidak, maka tidak perlu diserahkan kepada mereka.
Maka setiap pekerja Allah harus ingat, jika pemberi uang itu bukan setelah uang lepas dari
tangannya, lalu berhenti sampai di situ dan tidak disinggung lagi, maka kita tidak boleh
menerima uangnya.
Prinsip Alkitab ialah pekerja yang bekerja, bukan uang yang bekerja. Para pekerja yang
dipilih dan diutus Allah sendiri boleh bekerja menurut pimpinan Allah. Cara kerja mereka harus
ditanggung mereka sendiri. Namun tidak ada cara pekerjaan ditentukan oleh orang yang
memberi uang persembahan itu. Dalam perkara dunia, orang yang mengeluarkan uang itulah
yang paling berkuasa. Namun dalam perkara rohani, yang paling berkuasa adalah pekerja itu
sendiri. Dalam Alkitab selamanya hanya ada masalah pekerja memakai uang, tidak pernah ada
masalah uang memakai pekerja. Orang yang dipanggil dan diutus bekerja itu yang bertanggung
jawab atas cara pekerjaan, bukan orang yang mempunyai uang dan yang mau mempersembahkan
uangnya itu. Maka jika ada saudara atau saudari ingin bekerja bagi Tuhan, kalau Anda merasa
Allah memimpin Anda untuk membantu mereka, Anda boleh membantu mereka. Kalau Anda
tidak ada pimpinan Allah dan tidak merasa harus membantu mereka, Anda pun tak usah
membantu mereka. Jika Anda bisa percaya kepadanya, Anda boleh menyerahkan uang
kepadanya. Jika Anda tidak bisa percaya kepadanya, tidak usah menyerahkan uang kepadanya.
Jadi Anda harus mencari orang yang dapat Anda percayai, dan menyerahkan uang kepadanya
untuk bekerja. Tetapi bila uang itu sudah terlepas dari tangan Anda, kuasa apa pun harus terlepas
dari tangan Anda. Pekerja itu sendiri tidak berterima kasih kepada Anda. Begitu uang itu lepas
dari tangan Anda, saat itu pula semuanya lepas dari Anda.
Akhir-akhir ini muncul sejenis usaha, dan diusahakan dengan sangat baik. Tetapi
belakangan ini sudah berhenti. Sebabnya tidak lain, karena bukan pekerja yang menanggung
kewajiban keuangannya, melainkan kaum imani kaya yang menunjang dananya. Maka ketika
terjadi perbedaan pandangan antara pekerja dan donaturnya dan ketika sumber dananya terhenti,
semua pekerjaan itu pun turut macet. Itu sebenarnya bukan persembahan, itu pun bukan
pekerjaan. Pada satu pihak, pekerja harus dengan iman menanggung kewajiban keuangan; pada
pihak lain, jika kaum imani menerima pimpinan Allah, ketika memberikan bantuan material
haruslah percaya kepada pekerja, agar mereka boleh menuruti pimpinan Allah, melakukan
pekerjaan yang ditanggung mereka itu.
Maka pekerjaan yang kita kerjakan hari ini harus kita lakukan, baik ada uang maupun
tidak ada uang. Sekalipun uang kita mungkin hanya tinggal satu dolar, kita tidak seharusnya
menengadah atau memohon belaskasihan kepada siapa pun. Ada uang atau tidak ada uang,
seorang pekerja tidak seharusnya bertanggung jawab kepada manusia. Bila seorang pekerja
menunjukkan sikap hina ketika menerima uang dari saudara yang kaya, ia benar-benar patut
dibenci. Sebab sikap itu sangat memalukan Allah dan rekan sekerja. Hari ini kita berdiri di atas
kedudukan sebagai wakil Allah untuk menerima uang. Dalam masalah keuangan, kita hanya
berhubungan langsung dengan Allah. Jika tidak demikian, kita tidak layak bekerja. Paulus
memiliki kemegahan dalam masalah keuangan. Dengan kata lain, ia bisa bermegah atas hal
keuangan. Kita pun wajib memiliki kemegahan kita sendiri. Hal ini tak dapat dijamah oleh orang
lain. Jadi, pekerjaan pekerja tidak boleh dikendalikan oleh orang yang mempersembahkan uang.
Tetapi jika orang merasa, bahwa pekerjaan si pekerja itu tidak benar, apakah yang harus ia
lakukan? Bila orang yang mempersembahkan uang merasa pekerja itu tidak benar, ia boleh
melakukan satu perkara, yakni sejak saat itu ia tidak memberi persembahan lagi untuk pekerjaan
tersebut.

SIKAP TERHADAP ORANG KAFIR

Satu sikap yang selamanya harus dipegang oleh seorang pekerja yang keluar bekerja bagi
Tuhan ialah, tidak menerima (mengambil) uang dari orang kafir. Prinsipnya ialah: "Tidak
menerima sesuatu pun dari orang-orang yang tidak mengenal Allah" (III Yohanes 7). Pekerjaan
Allah selamanya tidak perlu ditunjang oleh orang kafir. Orangnya harus diperkenan dulu, baru
persembahannya diperkenan Allah. Yang diperkenan Allah baru kita terima; yang ditolak Allah,
tidak boleh kita terima. Tetapi ini tak berarti tidak boleh menerima traktir sekali makan saja dari
orang kafir. Andaikata kita seperti Paulus berada di satu pulau dan dijamu dengan ramah tamah
selama tiga hari oleh Publius, maka kita pun boleh menerima. Bila terjadi peristiwa demikian, di
bawah pengaturan Allah, kita pun senang menerimanya. Tetapi itu mengacu pada pengaturan
Allah dan merupakan kasus insidentil, bukan prinsip Allah yang terus-menerus. Prinsip kita
terhadap orang kafir haruslah: tidak menerima sesuatu pun dari mereka. Bila kita menerima uang
dari orang kafir, kita akan membuat pekerjaan Allah merosot.

GEREJA MENYUPLAI PEKERJA

Wajibkah gereja menyuplai pekerja? Dalam Alkitab ada ajaran yang jelas tentang
masalah ini. Menurut Alkitab, penggunaan uang gereja adalah untuk tiga aspek:
1) untuk kaum saleh miskin. Alkitab sangat memperhatikan kaum saleh miskin. Maka
sebagian besar dari persembahan gereja lokal adalah untuk menyuplai kaum saleh miskin;
2) untuk penatua gereja lokal. Demi keperluan saudara-saudara, adakalanya mereka
meninggalkan usaha mereka, adakalanya mereka harus mengorbankan lebih banyak waktu demi
melayani gereja, karena itu mereka menderita kerugian dalam hal keuangan. Maka saudara
setempat wajib menutupi kerugian keuangan yang diderita mereka (I Tim. 5:17);
3) untuk pekerja dan pekerjaan. Ini adalah dipersembahkan kepada Allah, bukan
gaji/honorarium untuk pekerja.
Paulus berkata kepada orang Korintus, "Gereja-gereja lain telah kurampok dengan
menerima tunjangan dari mereka, supaya aku dapat melayani kamu! Dan ketika aku dalam
kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorang pun, sebab apa yang
kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia" (II Kor. 11:8-
9). Di sini kita nampak, bahwa saudara-saudara itu karena kasih Tuhan, telah mencukupkan
kekurangan pekerja dan pekerjaan.
Paulus juga berkata kepada orang Filipi, "Kamu sendiri tahu juga, hai orang-orang
Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia,
tidak ada satu gereja pun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain
dari pada kamu. Karena di Tesalonika pun kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan
kepadaku. Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan buahnya, yang makin
memperbesar keuntunganmu. Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan
lebih daripada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus,
suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah"
(Flp. 4:15-18). Di sini kita melihat betapa gereja di Filipi memperhatikan keperluan pekerja dan
pekerjaan Allah.
Sebenarnya, bila gereja itu rohani, bila saudara saudari mengasihi Tuhan, pasti mereka
menaruh banyak perhatian atas kekurangan dan keperluan pekerja dan pekerjaan. Jika tidak,
mereka akan menganggap pekerjaan "tidak berhubungan" dengan gereja. Jika mereka tidak ada
kewajiban resmi, maka mereka pun tidak ada beban rohani. Kita harus ingat satu hal, yaitu dalam
surat-surat kiriman rasul memang disinggung tentang nasihat membantu orang miskin dalam
Tuhan dan penatua setempat, tetapi tidak pernah ada nasihat tentang membantu pekerja. Ini
disebabkan surat-surat kiriman adalah pekerjaan pekerja, maka nasihat itu tidak pantas
disinggung. Rasul harus menengadah hanya kepada Allah, percaya bahwa Allah bisa
menggerakkan hati orang untuk memperhatikan keperluan pekerjaan dan kekurangan pekerja.
Karena itu, hari ini kita pun harus sama, yaitu tidak berbicara apa-apa untuk diri sendiri. Kita
percaya, bahwa Allah mengetahui segalanya, dan Dia tidak akan mengabaikan kebutuhan kita.
Dalam perkataan Paulus terhadap orang Filipi, kita nampak betapa lapang sikapnya,
sedikitpun tidak merengek dan sedikitpun tidak mengeluh miskin. Kita memang boleh mengaku
"emas perak kami tak punya", tetapi perkataan ini hanya boleh dikatakan kepada orang yang
tidak percaya dan kekurangan, tidak boleh dikatakan kepada saudara saudari di dalam gereja.
Paulus berani berkata kepada satu-satunya gereja yang membantunya, "Aku berkelimpahan . . ."
Ia sama sekali tidak kuatir karena perkataan ini, kali lain mereka tidak mengirimkan bantuan
kepadanya lagi! Pekerja tidak boleh sampai dikasihani orang, pekerja pun tidak boleh
mengisyaratkan kebutuhannya kepada orang. Demi percaya kepada Allah, pekerja harus berani
berkata, "Saya tidak kekurangan apa pun." Betapa indahnya kesaksian saudari Barber, ketika ia
memakai habis satu dolar yang terakhir, ia masih bisa menulis syair demikian: "pialanya penuh
melimpah, selalu berlebihan." Allah tidak mempunyai hamba yang mengeluh miskin!
Karena pekerja bekerja sebagai wakil Allah dan mempersaksikan kesetiaanNya, maka
dalam masalah keuangan, mereka harus sangat mandiri, dan dalam perilaku, sikap, serta tutur
kata menyatakan, bahwa Allah benar-benar Tuhan penyuplai mereka. Bila kita lemah sedikit saja,
Allah tidak bisa beroleh kemuliaan dalam hal ini. Para pekerja wajib menunjukkan kepada
gereja, bahwa Allah kita sungguh kaya. Pekerja tidak boleh menampakkan kemiskinannya
kepada gereja dan mengharap belaskasihan dari gereja. Sungguhpun kita miskin, di hadapan
gereja lokal kita seharusnya menyatakan kekayaan kita, tidak boleh menyatakan kemiskinan kita.
Walau kita tidak boleh pura-pura, tapi kita wajib menyembunyikan kemiskinan kita. Jangan
memakai penampilan miskin untuk membantu Allah menggerakkan hati orang. Kita percaya
bahwa Allah akan menyuplai kebutuhan kita menurut kekayaanNya di dalam Kristus, bukan
menurut kemiskinan kita di hadapan manusia. Kita berani menciptakan suatu keadaan sekitar
yang sukar bagi Allah, sebab kita tahu bahwa mujizat Allah tidak perlu bantuan kita. Kita
selamanya tidak menerima belaskasihan dari manusia yang manapun. Bila ada orang
mengirimkan uang, itu adalah dipersembahkan kepada Allah. Kita berdiri di atas kedudukan
wakil Allah untuk menerima uang. Jika kita menerima uang kasihan dari orang, itu berarti
memalukan Allah dan rekan sekerja. Jika kita sengaja bersikap kasihan sehingga orang
mengasihani kita, itu benar-benar berdosa. Lebih baik membiarkan orang salah sangka, mengira
kita kaya dan kita menengadah kepada Allah secara diam-diam, daripada orang lain mengetahui
kemiskinan kita dan mengasihani kita.
Di sini kita wajib nampak dua perkara: 1) bahwa hamba Allah terhadap masalah
keuangan harus sangat mandiri, bagaimanapun jangan sampai ada orang menilainya hidup oleh
bantuan orang. Ia harus memuliakan Allah dalam hal keuangan. 2) Gereja lokal wajib sedapat
mungkin membantu pekerja dan pekerjaan Allah, wajib sedapat mungkin mengirimkan uang
untuk pekerjaan. Jangan mengirimkan uang kepada saudara pekerja yang tinggal di lokal Anda
saja, melainkan harus seperti orang Filipi, yang satu dua kali mengirimkan bantuan kepada
Paulus, dan seperti orang Makedonia, yang melengkapi kebutuhan Paulus. Tidak seperti gereja
hari ini, satu lokal hanya menyuplai satu "pendeta". Anda harus nampak keperluan pekerja dan
pekerjaan di berbagai lokal. Allah menghendaki Anda mengirimkan uang ke mana, kirimlah ke
sana. Apalagi mengirim uang dengan pos wesel atau bank begitu mudahnya di saat ini. Jika
anak-anak Allah hanya memperhatikan satu lokal saja, itu benar-benar tidak mempunyai
pandangan rohani yang jauh.
Kedua masalah tersebut harus kita lihat dengan pandangan yang seimbang. Di aspek
pekerja, jangan mengharap orang menyuplainya apa-apa. Begitu ia menengadah kepada suplai
manusia, ia akan segera kehilangan kedudukannya sebagai pekerja. Tapi di aspek lain, gereja
menyuplai pekerja adalah seharusnya. Pada satu aspek, pekerja sendiri harus menanggung
kewajiban pekerjaannya, sama sekali tidak boleh menengadah kepada saudara atau gereja. Tetapi
pada aspek lain, sebuah gereja lokal wajib membantu pekerjaan di berbagai lokal dengan sekuat
tenaga. Hasil pekerjaan adalah untuk gereja lokal, dan tujuannya adalah membangun gereja.
Allah tidak memakai pekerja yang tak beriman, Ia pun tidak memakai gereja lokal dan
saudara saudari yang tidak mempunyai kasih. Saya sangat menyukai kisah Ester. Haman
ingin membunuh orang Yahudi. Mordekhai menyuruh orang membawakan surat kepada Ester
yang mengatakan, "Sebab sekalipun (bila) engkau pada saat ini berdiam diri saja, bagi orang
Yahudi akan timbul juga pertolongan dan kelepasan dari pihak lain, dan engkau dengan kaum
keluargamu akan binasa" (Ester 4:14). Artinya, "Allah berkenan kepadamu, Ia mau melepaskan
orang Yahudi melalui tanganmu. Jika kamu tidak berbuat apa-apa, Allah akan berbuat melalui
tangan orang lain. Bagaimanapun Allah ingin menolong orang Yahudi." Saya menyukai
perkataan Mordekhai ini. Bagaimanapun Allah pasti akan menyuplai keperluan pekerjaanNya.
Hanya saja siapa atau gereja mana yang beroleh kemuliaan tersebut. Bila orang ini tidak datang
membantu, Allah akan membangkitkan orang lain, tapi orang pertama akan kehilangan
kemuliaan dalam hal membantu pekerjaan Allah.
Kalau sebuah gereja lokal baik (normal) kerohaniannya, pasti mereka tahu bagaimana
menyuplai pekerja. Gereja di Korintus takut kalau-kalau Paulus memakai uang mereka, karena
itu Paulus tidak mau memakai uang mereka. Orang Korintus hidup dalam kedagingan, mereka
kuatir uang mereka dipakai Paulus, karena itu Paulus tidak rela menerima uang mereka. Kaum
imani Filipi agak rohani, mereka satu dua kali mengutus orang menyuplai keperluan Paulus. Saat
mata pekerja memandang kepada gereja, saat itulah ia merosot. Saat gereja tidak bersedia
menyuplai pekerja, saat itu pula gereja merosot. Karena itu, setiap pekerja Allah harus
mengambil sikap seperti Paulus, dan setiap gereja harus mengambil sikap seperti gereja di Filipi.
Jika gereja lokal rohani, mereka akan setia terhadap pekerja yang datang dan bertamu di
tengah-tengah mereka, dan membantu mereka "dalam perjalanan mereka" (III Yohanes 5-6).
Namun sekalipun gereja lokal tidak menyuplai, secara prosedur gereja tidak bersalah, gereja
hanya bersalah secara rohani. Sebab dalam kewajiban rohani, gereja lokal memang seharusnya
membantu pekerjaan.
Seorang pekerja harus mempunyai batasan yang jelas dengan gereja lokal; semua
kewajiban keuangan harus pula ada batasan yang jelas dengan gereja lokal. Andaikata pekerja
bermukim di suatu lokal dalam jangka pendek, yakni diundang gereja lokal untuk bekerja dalam
jangka pendek, ia boleh menerima sepenuhnya apa yang disediakan. Jika untuk jangka waktu
panjang, pekerja harus menanggung kewajibannya sendiri, tidak boleh menerima perlakuan baik
orang. Bila kita menerima perlakuan baik orang dalam jangka panjang, pasti kita akan
kehilangan iman untuk menengadah kepada Allah. Sekalipun orang dengan senang hati
melakukan hal itu, kita harus menolaknya. Kita tidak boleh mengesampingkan iman dan hidup
bersandarkan kasih saudara; kita hanya boleh hidup demi iman. Kendatipun saudara kita ada
kasih, mereka tidak seharusnya menanggung kewajiban pekerja. Saudara hanya boleh seperti
orang Filipi, yaitu mengirimkan bantuannya kepada pekerja. Maka prinsip pengiriman yang
dilakukan orang Filipi itu sangat penting, Allah hanya mengijinkan pengiriman, Allah tidak
mengijinkan tanggung jawab.
Misalkan seorang pekerja tiba di suatu tempat. Gereja lokal boleh menampungnya untuk
jangka pendek, tetapi tidak boleh terlalu lama. Jika gereja lokal menanggung kewajiban pekerja,
itu akan membuat pekerja hidup tanpa iman, melainkan mengandalkan kasih manusia. Karena
itu, gereja lokal lebih baik menuruti teladan pengiriman orang Filipi, tanpa menanggung
kewajiban lainnya. Lebih baik memberikan uang makan kepada mereka dan mereka sendiri
yang membayar, bukan gereja yang membayarkan bagi mereka. Dengan demikian, gereja akan
membuat pekerja Allah senantiasa hidup dengan menengadah kepada Allah.
Setiap orang yang terpanggil untuk mengerjakan pekerjaan Allah harus dengan tekun
menengadah kepada Tuhan untuk menyuplai segala keperluannya. Gereja tidak bertanggung
jawab atas kebutuhan pekerja, pun tidak bertanggung jawab atas perolehan kebaikan apa pun dari
pekerja, itu semua ditanggung oleh pekerja sendiri. Gereja lokal boleh menyatakan kasih, tapi
tidak bertanggung jawab apa-apa. Jika gereja lokal harus bertanggung jawab secara resmi atas
keperluan pekerja, itu salah besar. Gereja lokal memberi bantuan berdasarkan kasih, tetapi tidak
ada kewajiban yang harus ditanggung. Gereja lokal mutlak tidak bertanggung jawab atas segala
sesuatu pekerja. Gereja lokal tidak saja tidak menanggung kewajiban gaji pekerja, bahkan
ongkos sewa rumah dan transportasi pun tidak. Segala yang berkaitan dengan pekerja harus
ditanggung oleh pekerja itu sendiri.
Paulus berkata kepada kaum imani Korintus, "Kami tidak pernah berbuat salah
(berhutang) terhadap seorangpun, tidak seorangpun yang kami rugikan" (II Kor. 7:2), dan
dikatakannya lagi, "Sebab dalam hal manakah kamu dikebelakangkan dibandingkan dengan
gereja-gereja lain, selain dari pada dalam hal ini, yaitu bahwa aku sendiri tidak menjadi suatu
beban kepada kamu . . ." (II Kor. 12:13). Ia pun berkata kepada kaum imani Tesalonika, "Karena
kami tidak pernah bermulut manis - hal itu kamu ketahui - dan tidak pernah mempunyai maksud
loba yang tersembunyi - Allah adalah saksi" (I Tes. 2:5); dan "Sebab kamu masih ingat,
saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang dan malam,
supaya jangan menjadi beban bagi siapapun juga di antara kamu, kami memberitakan Injil
Allah kepada kamu" (I Tes. 2:9). Katanya lagi, "Dan tidak makan roti orang dengan percuma,
tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi
siapapun di antara kamu" (II Tes. 3:8). Itulah sikap rasul. Bagaimanapun kita harus ingat: jangan
sampai menjadi beban bagi gereja manapun, dan jangan menjadi beban bagi saudara manapun.
Jangan membonceng keuntungan orang dan jangan timbul maksud loba. Ini adalah sikap yang
seharusnya dimiliki seorang pekerja Allah. Kita bukan hanya tidak menjadi orang upahan dan
tidak mengambil gaji tetap dari gereja, bahkan tidak membonceng keuntungan apa pun. Lebih
baik gereja yang membonceng keuntungan pekerja, tetapi pekerja sama sekali tidak boleh
membonceng keuntungan gereja.
Sungguh memalukan jika orang berpredikat pekerja Allah yang hidup bersandar kepada
Allah, namun selamanya tidak pernah nampak kedudukannya sendiri dan kemuliaan Allah,
malahan mengira bahwa dirinya adalah orang miskin, "yang hidup bersandar Allah", sehingga
patut dikasihani orang dan membonceng keuntungan orang. Padahal, tidak ada seorang pun yang
seharusnya lebih lapang daripada pekerja Allah. Mereka bisa menolak keuntungan kecil dari
orang dan tidak membonceng kebaikan orang karena mereka bersandar kepada Allah; lebih-lebih
terhadap gereja. Dalam keadaan bagaimanapun jangan sekali-kali kita numpang menikmati
listrik, air, akomodasi/konsumsi, rumah, surat kabar dan lain-lain milik gereja. Kemurahan hati
gereja menerima kita untuk sementara waktu boleh kita nikmati, tetapi dalam motivasi dan sikap
kita haruslah diperhatikan dengan ketat agar jangan ada perilaku membonceng atau numpang
menikmati kebaikan gereja. Pikiran yang mengira pekerja boleh numpang menikmati kebaikan
gereja adalah pikiran yang memalukan Allah. Bagaimana saudara biasa tidak berhak numpang
menikmati kebaikan gereja, demikian juga seorang pekerja. Tidak ada satu perkara yang lebih
dapat mengungkap pribadi pekerja daripada sikapnya terhadap kebaikan-kebaikan yang kecil itu.
Orang yang tidak memperhatikan hal itu, lebih baik mencari pekerjaan lain.
Uang memang sangat mudah mempengaruhi orang! Karena itu pelayan Allah harus
benar-benar beriman kepada Allah. Perjalanan pekerja dalam pekerjaannya sangat penting. Maka
dalam hal menerima kiriman hendaknya jangan mempengaruhi perjalanan kita. Bila kita
mempunyai iman yang sejati dan benar-benar menaati kehendak Allah, kita tidak akan membuat
perjalanan pekerjaan kita dipengaruhi oleh keuangan gereja. Bila perjalanan pekerjaan kita
terpengaruh oleh suplai keuangan, itu sudah sama dengan mencari nafkah, itu sangat
memalukan! Dalam perjalanan pekerjaan kita harus bertanya kepada diri sendiri, apakah saya
sepenuhnya demi kehendak Allah atau saya juga dipengaruhi oleh keuangan gereja? Jangan
sekali-kali karena di lokal anu kita bisa menerima banyak persembahan lalu kita lebih sering ke
sana, sedangkan di lokal lainnya persembahan tidak begitu banyak, maka kita jarang pergi ke
sana. Ingatlah, kita melayani Allah, bukan mencari nafkah!

PEKERJA DAN PEKERJAAN


Bukan hanya dalam kebutuhan pribadinya, pekerja harus bersandar kepada Allah,
kebutuhan pekerjaan juga harus sepenuhnya bersandar kepada Allah. Jika Anda terpanggil oleh
Allah, Andalah yang bertanggung jawab atas pekerjaan itu, dan keperluan keuangannya pun
harus Anda tanggung sendiri. Seorang pekerja harus bertanggung jawab atas keuangan
pribadinya, dan harus bertanggung jawab pula atas keuangan pekerjaannya. Bagaimana
kewajiban pribadi pekerja harus ditanggung oleh pekerja, kewajiban keuangan pekerjaanpun
harus ditanggung oleh pekerja, bukan ditanggung oleh orang lain.
Kalau seorang saudara bekerja di suatu tempat, ia wajib bertanggung jawab atas
segalanya. Bukan hanya permulaan pekerjaan itu harus ditanggungnya, kelanjutan pekerjaan itu
pun harus ditanggungnya. Pekerja yang tidak mampu menanggung kewajibannya sendiri tidak
layak menjadi pekerja. Demikian pula bila pekerja tak mampu menanggung kewajiban
pekerjaannya. Pekerja harus bertanggung jawab atas keuangan pekerjaan, seperti ia menanggung
kewajiban keuangan pribadinya. Paulus senantiasa menanggung kewajiban pekerjaannya sendiri,
tidak pernah membebani gereja.
Setiap pekerja wajib menanggung kewajiban keuangan pribadinya masing-masing, juga
menanggung keuangan pekerjaannya masing-masing. Misalkan seorang saudara dipanggil Allah
pergi memberitakan Injil di daerah perbatasan yang terpencil. Seluruh kebutuhan untuk merintis
pekerjaan di situ, seperti biaya sewa rumah, kursi, perabotan dan lain sebagainya, setidaknya
harus memakai sejumlah uang. Siapakah yang bertanggung jawab membayarnya? Bukan
mengharap suplai dari suatu gereja, bukan pula menantikan bantuan dari saudara atau saudari
anu, melainkan ditanggung oleh pekerja itu sendiri dengan beriman dan menengadah kepada
Allah. Bila Allah mengutus orang bekerja, maka orang itu tidak hanya harus bertanggung jawab
atas dirinya sendiri, ia pun harus bertanggung jawab atas pekerjaannya. Jika Anda merasa Allah
menghendaki Anda merintis pekerjaan di suatu tempat, Anda harus berdoa untuk beroleh suplai
demi bertanggung jawab sepenuhnya atas pekerjaan tersebut. Saya ingat, ketika di Goangchou,
saya pernah berkata demikian. Ada seorang saudara berkata, "Sebenarnya aku ingin keluar
bekerja. Sekarang maksudku itu buyar karena perkataan Anda." "Lebih baik begitu," jawab saya.
Memang, seorang pekerja wajib menanggung kewajiban keuangan seluruh pekerjaan. Kita tidak
mempunyai instansi untuk menyuplai keuangan pekerjaan. Semua rekan sekerja kita masing-
masing bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan pekerjaan mereka. Kalau Anda merasa jelas
Allah menghendaki Anda mengerjakan sesuatu, kerjakanlah. Tapi Anda tidak boleh menengadah
kepada gereja atau saudara, atau suatu instansi. Anda harus menengadah kepada Allah, agar Ia
membuat Anda mampu menanggung sepenuhnya kewajiban keuangan pekerjaan Anda itu.
Pekerjaan adalah milik pekerja. Bukan hanya dalam hal menginjil, dalam perkara lain
pun demikian. Bila kaum imani merasa, bahwa pekerjaan ini berasal dari Allah, mereka boleh
membantu pekerjaan tersebut. Jika tidak, mereka pun tidak usah membantu. Pekerjaan yang
berasal dari iman yang manapun sama sekali tidak bersangkut paut dengan gereja lokal secara
organisatoris. Panti asuhan yang didirikan George Muller di Bristol adalah sebuah contoh yang
baik. Muller adalah salah seorang anggota gereja di lokal itu, tetapi panti asuhan itu didirikan
oleh dia bersama rekan sekerjanya, dan merekalah yang bertanggung jawab. Tetapi mereka tidak
menengadah kepada gereja lokal untuk menyuplai panti asuhan mereka, melainkan menengadah
sepenuhnya kepada Allah, sebab mereka merasa bahwa itu adalah pekerjaan yang ditugaskan
Allah kepada mereka. Jika saudara saudari setempat mau membantu, itu boleh saja, tetapi
kewajiban panti asuhan tersebut bukan ditanggung oleh mereka. Usaha itu sukses atau gagal
adalah tanggung jawab Muller dan kawannya. Mereka tidak bersandar kepada suplai dari gereja
di Bristol, melainkan bersandar kepada suplai dari Allah. Usaha apa pun prinsipnya sama, yaitu
menjadi tanggung jawab seorang atau beberapa orang di hadapan Allah.
Ada seorang saudara bertanya, baikkah kita memiliki sebuah mobil penginjilan? Saya
akui hal itu sudah lama terkandung dalam hati saya. Tapi Allah belum membangkitkan orang
yang melakukan hal itu. Memohon Allah memberi uang untuk membeli sebuah mobil itu sangat
mudah, tapi kita tidak dapat membeli sebuah mobil lalu mengundang orang untuk pergi bekerja,
sedangkan kewajiban keuangannya kita yang pikul. Jika demikian, pekerja menjadi tidak
bertanggung jawab atas keuangan pekerjaan. Bila mereka kekurangan biaya bahan bakar,
onderdil dan lain sebagainya, lalu akan datang meminta kepada kita. Kalau begitu mereka hanya
bekerja, tanpa bertanggung jawab atas kebutuhan keuangan pekerjaan. Ini tidak sesuai dengan
Alkitab. Maka jika nampak keperluan itu, kita sendirilah yang harus bangkit memikulnya, atau
berdoa mohon Allah menggerakkan orang melakukannya, yaitu menyuplai keperluan mereka.
Harus ada pekerja yang sanggup bertanggung jawab atas keperluan keuangan barulah pekerjaan
itu menjadi nyata. Andaikata ada dua atau tiga orang nampak, bahwa itu adalah pekerjaan yang
Allah tugaskan kepada mereka, mereka sendiri harus bertanggung jawab sepenuhnya, baik ada
yang membantu atau tidak ada yang membantu. Kita paling banyak hanya bisa membantu
menurut kehendak Allah dari samping, kewajibannya harus mereka sendiri yang memikulnya.
Kita tidak dapat membeli sebuah mobil lalu menyuruh orang menjadi pekerja yang tidak
menanggung kewajiban keuangan. Selamanya tidak pernah ada pribadi atau gereja lokal yang
memikul kewajiban pekerjaan. Pekerjaan harus ditanggung oleh pekerja. Jangan sekali-kali
melemparkan kewajiban ini ke atas bahu orang lain atau gereja. Jika Anda tidak sanggup
bertanggung jawab, lebih baik jangan melakukannya.
Kita juga harus membedakan uang itu untuk pribadi atau untuk kita bekerja. Semua uang
yang ditujukan kepada pribadi boleh kita gunakan, tapi jika uang itu untuk pekerjaan, kita tidak
boleh memakainya untuk pribadi, melainkan hanya boleh dipakai untuk pekerjaan. Kita harus
belajar adil, yaitu membedakan penggunaan uang untuk pribadi dengan uang untuk pekerjaan.
Tak seorang pekerja pun boleh memakai uang pekerjaan untuk kepentingan pribadi. Saya
selamanya tidak lupa akan sebuah artikel yang berjudul "Bapaku adalah kondektur". Tulisan
tersebut mengisahkan pengalaman Hudson Taylor ketika ia ingin pergi bekerja ke Sint Louis.
Sejumlah uang telah diterimanya dari banyak orang. Ia harus mengejar waktu untuk bersidang di
suatu tempat, tetapi kereta api yang memungkinkan dia tiba tepat pada waktunya ke sana telah
berangkat. Ia harus menunggu di stasiun untuk naik kereta berikutnya. Tiba-tiba datang tuan
Brook dan memberinya sejumlah uang. Hudson berkata, "Lihat, Allah sekarang baru mengirim
ongkos perjalanan saya!" Dengan sangat heran tuan Brook bertanya, bukankah ia sudah
menerima banyak uang? Hudson menjawab, "Ya, tetapi saya tak pernah menggunakan uang yang
tidak dijelaskan untuk pribadi saya." Maka uang yang diberikan tuan Brook kepadanya itu
barulah ongkos perjalanan yang Allah sediakan baginya. Sebab itu, ia memakai uang itu untuk
keperluan pribadinya. Kemudian Allah mengatur agar ia bisa naik kereta berikutnya dan tiba di
tempat tepat pada waktunya. Kisah yang saya peroleh ketika saya baru mulai belajar bekerja
untuk Tuhan ini, entah sudah membantu saya berapa banyak. Syukur bagi Allah!
Saya tahu dalam hari-hari ini orang lebih memperhatikan pekerjaan Allah daripada
pekerja Allah. Tetapi sebenarnya kita melayani siapa? Kalau kita sungguh-sungguh bersandar
kepada Allah, kita akan nampak, bahwa orang yang percaya dan bersandar kepadaNya tidak akan
menjumpai keaiban. Allah kita itu hidup. Ketika membaca riwayat George Muller, kita nampak
ia tidak pernah menyatakan kebutuhannya kepada siapa pun, tapi Allah tidak hanya menyuplai
keperluan pekerjaannya, juga menyuplai keperluan pribadinya dengan berlimpah-limpah. Ia pun
seorang pekerja yang membedakan dengan jelas uang pribadi dan uang pekerjaan. Bila pekerjaan
ada kekurangan, pekerja harus bertanggung jawab sepenuhnya; bila pekerjaan ada kelebihan,
pekerja tidak boleh mengambilnya untuk keperluan pribadi. Bagaimanapun pekerja tidak boleh
ikut menikmati keuntungan pekerjaan. Allah kita adalah Allah yang hidup, bila Ia bisa menyuplai
kebutuhan pekerjaan, Ia pun bisa menyuplai kebutuhan pribadi kita. Kita ibarat burung kecil di
udara, ibarat bunga bakung di padang! Kita harus beriman kepadaNya. Jangan mencampur aduk
uang pekerjaan dengan uang lainnya.

HUBUNGAN ANTAR SEKERJA

Di antara rekan sekerja, setiap pekerja harus ingat, bahwa kita saling berbeda latar
belakang, penghidupan, ukuran iman dan karunia yang diterima dari Tuhan, maka tidak ada yang
didambakan dan tidak ada yang diirikan. Jika ada saudara beroleh lebih banyak, itu iman
pribadinya, dan karunia yang diterimanya sendiri dari Allah. Jika ada saudara beroleh sedikit, itu
pun imannya sendiri dan karunianya sendiri dari pemberian Allah. Hubungan kita seorang
dengan yang lain bersifat rohani, bukan bersifat resmi. Karenanya tidak ada yang harus
didambakan atau diirikan.
Di antara rekan sekerja ada satu hal yang perlu diperhatikan: jika seorang pekerja hanya
bisa menerima dari orang lain, tapi tak bisa memberikan kepada orang lain, ini adalah satu
perkara yang paling hina dan memalukan. Dalam Perjanjian Lama ada sebuah contoh, yaitu
walaupun orang Lewi mewakili Allah menerima persembahan dari orang, tapi mereka pun harus
mengambil sepuluh persen dari persembahan itu lalu dipersembahkan kepada Allah. Di antara
rekan sekerja, syukur kepada Allah, walau pengalaman kita sudah demikian, tetapi pada
prinsipnya kita harus lebih memperhatikan. Kita harus sering belajar memberi. Kita harus ingat
perkataan Paulus, "Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk
memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku" (Kis. 20:34). Kita
tidak seharusnya kuatir adakah yang akan kita pakai; kita harus senantiasa bertanya, "Apakah
kita ada sesuatu untuk diberikan kepada orang." Jika kita hanya ingat keperluan pribadi kita dan
keperluan pekerjaan kita sebagai keperluan satu-satunya, tapi kita tidak ingat akan keperluan
rekan sekerja, kita sudah sangat merosot. Kita wajib ingat, bahwa kawan-kawan seperjalanan
kita juga ada keperluan. Allah selamanya tidak memberkati orang yang hanya bisa menerima
tanpa memberi. Orang yang demikian adalah pekerja yang paling memalukan. Kita wajib
mempunyai satu sikap, yaitu "aku dan kawan-kawan seperjalananku". Uang Allah tidak hanya
untuk diriku juga untuk kawan-kawan seperjalananku. Ada seorang saudara berkata kepada saya,
"Buat apa Anda menghiraukan urusan begitu banyak? Bukankah Allah bisa memberi mereka
juga? Anda bukan misi, buat apa memikirkan urusan orang lain?" Namun ia sudah melupakan
kawan-kawan seperjalanannya. Baik tidaknya seorang pekerja atau sekerja teruji dari apakah ia
ingat akan rekan sekerjanya dalam hal suplai. Semua pekerja harus berpikir untuk memberi uang
kepada rekan sekerjanya. Jika ada orang berbuat demikian, Anda tidak seharusnya menyalahkan
dia, tetapi Anda malah harus menyalahkan diri sendiri.
Prinsip Allah dalam hal keuangan ialah: "Orang yang mengumpulkan banyak tidak
kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit tidak kekurangan." Orang yang ingin
mengumpulkan banyak harus menjadi orang yang tidak kelebihan. Bila orang yang
mengumpulkan banyak mau menjadi orang yang tidak kelebihan, maka dapatlah orang yang
mengumpulkan sedikit menjadi orang yang tidak kekurangan. Sebaliknya, jika tidak, orang yang
mengumpulkan banyak akan kelebihan, orang yang mengumpulkan sedikit sudah pasti
kekurangan. Kita harus ada hati untuk membantu orang yang mengumpulkan sedikit agar mereka
tidak kekurangan. Jika demikian, Allah bisa membuat kita mengumpulkan banyak. Jika tidak,
Allah akan membiarkan kita menjadi orang yang mengumpulkan sedikit dan menjadi orang yang
tidak kekurangan. Alangkah bahagia orang yang berhak membantu saudara-saudara lain! Orang
yang hanya bisa menggemukkan dirinya sendiri dan tidak bisa membantu orang lain pasti tidak
bisa mengumpulkan banyak. Dalam hal ini kita tidak hanya menumpang keuntungan orang,
bahkan harus dengan sekuat tenaga membuat orang lain menerima faedah. Uang selamanya
makin dipakai makin banyak, dan uang yang disimpan adalah uang yang akan berkarat, dan yang
siap dicuri oleh pencuri.
Di antara pekerjaan dengan pekerjaan juga harus saling memperhatikan dan saling
membantu. Jangan kuatir pekerjaan orang lain lebih diberkati Allah dan beroleh suplai lebih
banyak. Di antara saudara, kita harus belajar menyuruh orang memperhatikan pekerjaan orang
lain dan keperluan pekerjaan orang lain. Harus belajar mempromosikan pekerjaan orang lain.
Kita harus dapat membeberkan urusan orang lain di hadapan saudara. Jangan takut, jangan iri
hati. Semua yang akan Allah berikan kepada Anda tidak ada satu pun yang bisa jatuh ke tangan
orang lain. Anda harus percaya kepada Allah, harus mengasihi pekerja lain. Bila Anda
melupakan diri sendiri untuk membantu orang lain, Anda akan nampak Allah akan bertanggung
jawab, agar Anda beroleh apa yang Anda perlukan. Saya benar-benar percaya, bahwa keperluan
Paulus dan rekan sekerjanya sangat banyak. Namun ia hanya membeberkan keperluan kaum
saleh dan keperluan penatua di hadapan gereja-gereja. Kenyataannya Allah pun mencukupi
semua kebutuhannya!
Ketika misi pedalaman Sudan yang bekerja di Abesinia baru didirikan, pengurus misi itu
mengunjungi direktur Misi Pedalaman Cina di Toronto, menanyakan bagaimana caranya
membuat kaum imani di kota itu memperhatikan pekerjaan di Sudan. Saudara itu lalu
memberinya banyak nama orang dan mengatakan, bahwa mereka adalah orang-orang yang
sangat memperhatikan penginjilan luar negeri, yang sering membantu kaum imani pedalaman
Cina. Ia pun memperkenalkannya kepada mereka. Pengurus misi itu lalu bertanya, "Apakah
Anda tidak kuatir kalau-kalau uang kalian kelak dialihkan kepada misi pedalaman Sudan?"
Saudara itu menjawab, "Setiap dolar yang Allah berikan kepada kami pasti jatuh ke tangan kami,
tidak mungkin jatuh ke tangan Anda. Anda selamanya tidak mungkin menerima uang yang Allah
berikan kepada kami. Bila anak-anak Allah memberi lebih banyak uang kepada kalian, mereka
pun akan memberi lebih banyak uang kepada kami." Betapa besar iman dan kasihnya!
Penerimaan uang mereka di kemudian hari membuktikan apa yang dikatakannya itu benar.

MENGAPA TIDAK MENDIRIKAN MISI IMAN

"Jika kalian merasa, bahwa pekerja Allah wajib hidup bersandar kepada Allah, dan kalian
percaya, bahwa pekerjaan mempunyai kelompoknya, sedang pekerja kalian jumlahnya cukup
banyak, mengapa kalian tidak membentuk misi iman?" Inilah yang ditanyakan oleh banyak
orang kepada kita. Benar, mengapa kita tidak bersatu mendirikan misi iman? Apakah misi iman?
Suatu kelompok penginjilan yang tidak memberi gaji tetap kepada anggota-anggotanya,
melainkan membagi rata semua uang yang terkumpul kepada setiap pekerja. Pendapatan mereka
bukan berasal dari meminta sokongan dari orang, melainkan diperoleh dari berdoa. Setelah
mereka beroleh penerimaan, lalu dibagi-bagi menurut perorangan tiap bulan atau tiap minggu.
Itulah yang disebut misi iman. Bila menerima banyak, banyak pula yang dibagikan; bila sedikit,
sedikit pula yang dibagikan. Misi anu, misalnya, adalah kelompok hidup beriman yang demikian.
Ada orang bertanya kepada saya, kalau tidak mau mendirikan misi biasa, mengapa tidak
mendirikan misi iman? Jika sebuah instansi penginjilan yang menerima honorarium salah, tentu
misi iman tidak salah.
Tetapi, kita harus ingat dua hal: pertama, Alkitab menunjukkan, antara sekerja hanya ada
kesatuan rohani, tidak ada instansi resmi. Jika ada sebuah instansi kerja sama yang resmi, maka
tidak hanya ada kelompok rohani, juga ada kelompok resmi. Jika demikian, maka hubungan
rohani antar sekerja di hadapan Allah akan menjadi hubungan resmi, dan sebuah kelompok
rohani akan menjadi sebuah instansi resmi. Kedua, walau misi iman dikatakan semuanya
bersandar kepada Allah, tetapi bersandar kepada Allah secara kolektif tidak lebih baik daripada
bersandar kepada Allah secara pribadi. Dalam Alkitab hanya ada iman pribadi, tidak ada iman
kolektif.
Ketika diadakan sidang sekerja tahun lalu, ada seorang saudari bertanya kepada saya,
"Ada sebuah misi penginjilan baru didirikan berdasarkan iman dan pekerjaan mereka lumayan
baik, bolehkah kita juga mengadakan misi penginjilan seperti mereka?" Saya berkata, "Mereka
berbuat begitu, saya bersyukur kepada Allah. Tetapi kita tidak mau memiliki sebuah iman yang
kolektif, kita hanya mau iman pribadi. Sebab dalam Alkitab kita hanya nampak iman pribadi,
tidak ada iman kolektif. Lagi pula, misi iman itu sedikit banyak pasti memperoleh pendapatan,
dan orang-orangnya sedikit banyak pasti menerima sebagian. Nah, ini akan mudah disusupi
orang-orang yang tak beriman, sebab baik beriman maupun tidak beriman, asal masuk kelompok
itu, pasti boleh mendapatkan satu bagian. Maka walau misi semacam ini hidupnya berdasarkan
iman, tetapi karena secara "semi-tetap" ia memberi suplai kepada anggotanya, dengan sendirinya
akan ada suatu benda yang ditaruh di situ untuk membuat orang menengadah kepadanya. Karena
di jalan ini sedikit banyak pasti ada pembagian, maka dikuatirkan akan menyusup orang yang
tidak benar-benar beriman, untuk bersandar kepada pembagian itu. Pertama kali orang memasuki
kelompok ini, boleh jadi ia beriman. Tetapi karena ada kelompok suplai ini, tak lama kemudian
ia tidak perlu hidup bersandar kepada Allah lagi. Orang yang mengenal kedagingan tahu, bahwa
mata kita paling pandai menengadah kepada sesuatu yang di luar Allah, dan paling mudah
kehilangan iman terhadap Allah. Laksaan manusia dan laksaan instansi tidak dapat diandalkan
dan tidak berguna; daging kita memang sejak lahir sudah bisa menengadah kepada mereka.
Alangkah sukarnya kita menengadah kepada Allah! Hati manusia sangat jahat. Dengan
sendirinya, kita akan lemah sedemikian rupa sehingga bukan menantikan burung gagak di udara,
melainkan menantikan pos wesel. Kita benar-benar tidak dapat diandalkan! Bukankah demikian,
saudara-saudara? Jika saya salah berkata, mohon Allah dan kalian memaafkan saya."
"Karena mata kita sering melupakan sumber air, tapi memperhatikan pompa air;
melupakan hati yang penuh kasih setia, tapi memperhatikan tangan yang menyampaikan
pemberian; maka langit akan kering. Setelah itu baru ada air sungai dan burung gagak. Air
sungai Kerit juga akan mengering dan burung gagak Allah juga akan tidak kunjung datang.
Setelah itu, barulah kita menengadah kepada Allah untuk beroleh kiriman dari janda itu. Allah
perlu sering mengganti tangan pemberi, agar jangan karena mengenal tangan itu, kita lupa bahwa
Allahlah sumber segala-galanya, dan kita lalu mengharap manusia menjadi sumber kita. Karena
itu, iman yang kolektif tidak membantu orang."
"Dalam Alkitab hanya ada iman pribadi, tidak ada iman kolektif. Allah menangani
seseorang, bukan menangani satu kelompok. Orang bisa saja tanpa iman pribadi tetapi tetap
memiliki suatu iman kolektif yang semu. Maka misi iman tidak mungkin membina iman pribadi.
Inilah yang kami anggap sebagai yang diwahyukan Allah kepada kita. Jika ini keliru, mohon
kalian memaafkan kami."
"Di sini kita ingin menyatakan dengan serius, yaitu karena Allah tidak memimpin kita
berbuat demikian, maka kita tidak mempunyai organisasi misi. Tapi ini tidak berarti kita
menentang organisasi misi. Kita menganggap, bahwa di dalam Alkitab tidak ada organisasi misi.
Namun tidak ada pula larangan yang harfiah. Jika saudara kita merasa itu adalah pimpinan Allah,
semoga Allah memberkati mereka. Kita tidak menerima pimpinan serupa, maka kita tidak
berbuat seperti mereka. Jika kita ceroboh melakukannya juga, itu salah besar. Semoga kalian
memaafkan kami dalam hal itu." Tetapi satu hal yang pasti, yakni Allah menghendaki semua
kelompok panginjilan, baik yang berorganisasi misi maupun tanpa organisasi misi, tidak
seharusnya memperluas kelompok sendiri, melainkan membangun gereja lokal. Kiranya umat
Allah bisa sehati dengan kita dalam hal ini, agar kita semua melayani gereja menurut ministri
yang diamanatkan Tuhan kepada masing-masing.
Ada orang bertanya, "Mengapa kalian tidak kumpulkan saja semua uang, kemudian baru
dibagi-bagikan kepada sekerja di berbagai tempat? Dengan demikian bukankah tidak sampai ada
yang menerima terlalu banyak, dan ada yang menerima terlalu sedikit? Dan yang bekerja di desa
tidak kekurangan, sedang yang bekerja di kota tidak kelebihan?" Tetapi saya balik bertanya,
"Siapakah kepala gereja? Siapakah Tuan dari hamba-hamba ini?" Jika kita bisa percaya, bahwa
Allah mengatur gagak dan janda itu, maka tidaklah ada perbedaan antara desa dan kota. Menurut
sejarah masa lalu, ada pekerja yang kebutuhannya banyak, maka suplai Allah pun banyak
kepadanya; ada yang kebutuhannya sedikit, maka suplai Allah pun sedikit. Kalau kita
menguasainya dengan kedagingan, memang kita bisa menguasai banyak sedikitnya penerimaan,
namun kita tidak mungkin menguasai berapakah kebutuhan itu. Uang bisa dikuasai, tetapi
kebutuhan tidak bisa dikuasai. Kita tak mungkin menguasai sampai berapakah kebutuhan itu,
lalu untuk apa menguasai uang sebanyak itu? Maka penguasaan semacam itu tidak ada
faedahnya.
Percayakah kita akan pengaturan Allah? Kalau bukan kehendakNya tidak ada seekor
burung pipit pun yang bisa jatuh dari langit ke bumi. Masakan ada satu perkara yang menimpa
diri kita tidak melalui tanganNya? Setiap suplai kita adalah melalui tangan Allah, dan melalui
pertimbanganNya. Percaya sajalah kepada pengaturan Allah! Begitu tangan manusia menguasai,
Roh Kudus akan segera kehilangan hakNya. Kita wajib beriman kepada Allah, Dia bisa
mengatur suplaiNya sesuai dengan keperluan kita.
Kebutuhan saudara yang di desa belum tentu sedikit, adakalanya malah lebih banyak
daripada saudara yang di kota. Lagi pula, suplai saudara yang di desa pun belum tentu lebih
sedikit daripada saudara yang di kota, ada kalanya malahan lebih melimpah. Semuanya berada
dalam pengaturan Allah. Kalau kita tidak beriman, tak usah dikata. Kalau kita beriman kepada
Allah, kita wajib percaya, bahwa Allah akan menyatakan hak dan kuasaNya dalam segala
perkara.
Semoga Allah merahmati kita, agar kita berdiri di hadapanNya, tidak mempertahankan
sesuatu dengan cara manusia. Kita hanya menengadah kepada kuasa Roh Kudus, hanya
menengadah kepada wewenang Tuhan, dan hanya menengadah kepada pengaturan Allah. Kita
harus menolak segala cara yang berasal dari manusia. Kalau Allah tidak menolak kita, Dia akan
mengatur segala suplai yang kita perlukan di atas jalan ini. Kalau Allah menolak kita, tentu kita
akan bersandar kepada manusia.

PEKERJAAN IMAN

Kita tahu, banyak pekerjaan iman yang merupakan pekerjaan yang sangat mustika.
Tujuan Allah tidak hanya menghendaki manusia dengan iman keluar bekerja bagiNya, Ia pun
senang banyak orang melakukan banyak pekerjaan karena beriman kepadaNya. Saya pribadi
yakin, jika Allah mendapatkan kita lebih banyak, maka pekerjaan-pekerjaan semacam ini akan
lebih banyak dibangkitkan.
Di jaman ini, Allah mempunyai banyak pekerjaan yang hendak dikerjakanNya. Jika ada
orang bangkit dan mengerjakan menurut kehendakNya, alangkah indahnya hal itu. Misalkan
pekerjaan literatur. Walau itu sudah ada saudara-saudara yang melaksanakannya, tapi tidak
berarti sudah cukup. Masih banyak yang perlu diusahakan, seperti tempat pembinaan kaum
remaja, atau semacam tempat menuntut pertumbuhan rohani, atau tempat untuk retret, atau usaha
sosial seperti panti asuhan, panti jompo dan seterusnya, semua itu sangat diperlukan. Usaha-
usaha semacam itu tidak harus melanglang buana seperti rasul, namun Allah juga menghendaki
orang melakukan pekerjaan semacam itu.
Saya sungguh damba ada lebih banyak saudara nampak ministri khusus yang Allah
karuniakan kepada mereka untuk membangkitkan pekerjaan iman itu. Tidak hanya menjadi rasul,
tetapi juga melakukan banyak pekerjaan yang khusus itu. Dengan demikian gereja Allah akan
terbangun. Bukan hanya rasul membantu gereja, pekerjaan-pekerjaan itu pun membantu gereja.
Tak peduli itu panti asuhan, usaha sosial, usaha pendidikan atau yang lainnya, asalkan
penyelenggaranya benar-benar menengadah kepada Allah, dan benar-benar dengan sekuat tenaga
memberitakan Injil di dalamnya, pasti akan membuat gereja beroleh banyak faedah. Saya harap
saudara-saudara banyak berdoa, banyak beriman dan dapat mendengar panggilan Allah untuk
melakukan usaha-usaha yang demikian. Penginjilan di negeri Cina boleh dikata sudah ada, tetapi
pekerjaan-pekerjaan semacam ini benar-benar masih kurang. Saya harap Allah membangkitkan
banyak orang untuk melakukannya, agar Allah beroleh kemuliaan.
Ada satu perkara yang tak dapat tidak membuat saya prihatin, yakni walau tidak sedikit
rekan sekerja kita hari ini, kita semua menengadah kepada Allah dan secara langsung melakukan
penginjilan, tetapi pekerjaan yang diprakarsai rekan sekerja kita tidak banyak. Maka di hadapan
Allah dan demi beriman kepadaNya, hendaklah kita lebih agresif, lebih kreatif dan lebih
produktif. Jika kita adalah orang yang percaya kepada Allah, kita tidak seharusnya tidak mampu.
Kita harus mempunyai iman yang agresif untuk melaksanakan apa yang hendak dilakukan Allah.
Beberapa pekerjaan sudah ada, tapi masih banyak yang belum ada, dan masih bisa dilakukan.
Dewasa ini, walau kita mempunyai Perpustakaan Injil yang bisa menyuplai jutaan lembar traktat
tiap tahun, dan sebuah tempat pemahaman Alkitab untuk membina saudara remaja, juga ada
beberapa pos penginjilan di tiap lokal, akan tetapi entah masih berapa banyak pekerjaan iman
yang harus dan bisa kita lakukan. Kita tidak seharusnya hanya memberitakan Injil di satu tempat.
Itu memang harus ada orang yang melakukan, namun masih banyak pekerjaan yang harus kita
lakukan. Semoga kita banyak menghampiri Allah, banyak memahami kehendak Allah, banyak
memiliki iman untuk membuka lapangan kerja, melakukan banyak pekerjaan, agar Allah beroleh
kemuliaan yang lebih besar!
Bab 10

ORGANISASI GEREJA LOKAL

- "PENDETA", "KEBAKTIAN", "GEDUNG" -

Dalam struktur organisasi gereja hari ini, benarkah dapat tidaknya sebuah gereja didirikan
di suatu lokal, selain ditentukan oleh saudara-saudara, juga harus ada pendeta, kebaktian dan
gedung kebaktian? Menurut tradisi hari ini, ketiga hal tersebut adalah tiga unsur besar gereja.
Coba pikir, dapatkah sebuah gereja disebut gereja jika tidak memiliki "pendeta" atau tidak
memiliki "kebaktian" atau tidak memiliki "gedung kebaktian"? Jangankan tidak memiliki tiga
perkara itu, tidak memiliki satu di antaranya pun akan tidak mirip sebuah gereja. Maka ketika di
sebuah lokal ingin didirikan gereja, yang diperhatikan kaum imani pertama kali adalah ketiga
perkara itu. Jika ada ketiga hal itu, gereja baru dapat didirikan; jika tidak ada, gereja tak mungkin
didirikan. Akan tetapi, apakah itu sesuai dengan Alkitab? Pada mulanya, apakah manusia harus
memiliki ketiga hal itu baru bisa mendirikan gereja?
Hari ini, di mana saja, jika orang ingin mendirikan gereja, maka:
1) harus ada seorang "pendeta", atau "penginjil", atau seorang "pekerja", tak peduli Anda
menamainya apa, pokoknya harus ada orang sejenis itu. Orang itu adalah orang yang khusus
dipisahkan dari orang lain dan yang khusus ditugaskan untuk mengelola semua pekerjaan gereja.
Boleh jadi orang itu pernah menerima latihan khusus, boleh jadi ia didatangkan dari tempat lain.
Orang itulah yang khusus bertanggung jawab atas kewajiban rohani dan urusan sebuah gereja,
dan ia pula yang mengatur perkara-perkara gereja serta mewakili saudara-saudara menangani
urusan gereja. Kalau saudara-saudara lainnya bekerja menurut ministri mereka masing-masing,
maka orang itu memborong pekerjaan gereja.
2) Harus ada kebaktian, yakni mengadakan persidangan atau kebaktian paling tidak sekali
pada hari Minggu. Sidang-sidang lainnya, seperti sidang doa, sidang pemahaman Alkitab dan
sebagainya dalam seminggu boleh ada, boleh tidak ada, karena hal itu tidak mempengaruhi
eksistensi gereja. Tapi tiap hari Minggu harus ada suatu "kebaktian Minggu", yang tujuannya
agar kaum imani pergi ke gedung kebaktian dengan taat, untuk mendengarkan khotbah sang
pendeta. Pekerjaan seorang "pendeta" yang paling penting pun menasihati "anggota" untuk
mengikuti "kebaktian Minggu". Hal itu juga dianggap sebagai kewajiban paling penting oleh
orang Kristen. Jika seorang "anggota" bisa hadir tanpa absen dalam "kebaktian Minggu" setahun
52 kali, maka ia akan merasa sangat baik, oleh pendetanya pun ia dianggap sangat baik. Lagi
pula gereja tidak terbilang sebagai gereja jika pada hari Minggu tidak ada kebaktian
mendengarkan khotbah. Sidang semacam itu boleh Anda namakan kebaktian atau mendengar
khotbah, namun sidang itu merupakan tumpuan nyawa gereja.
3) Harus ada sebuah gedung kebaktian, sebuah tempat yang khusus dipakai untuk
bersidang, bukan untuk keperluan lain. Anda boleh menyebutnya gedung kebaktian atau balai
sidang. Apa pun namanya, pokoknya harus ada sebuah tempat seperti itu untuk mewakili
kelompok itu. Ketika orang datang ke situ, orang bisa mengatakan, bahwa mereka datang ke
gereja. Jika ingin ada sebuah gereja, maka harus ada sebuah balai sidang. Tak peduli Anda
menamakannya apa, yang jelas tempat itu harus ada.
Hari ini banyak lokal telah diinjili dan telah banyak orang beroleh selamat. Tapi karena
tidak ada pekerja yang bisa memikul kewajiban berkhotbah, dan tidak punya balai sidang resmi,
atau kurang satu dari tiga perkara itu, maka di tempat itu dianggap tidak dapat didirikan gereja.
Jadi menurut kebiasaan hari ini, gereja tak mungkin didirikan tanpa pekerja (pendeta), kebaktian
(pengkhotbahan) dan balai sidang (gedung kebaktian).
Pertanyaan kita ialah: bagaimanakah pandangan Alkitab terhadap ketiga perkara tersebut?
Apakah konsepsi manusia yang demikian sesuai dengan Alkitab? Apakah harus ada ketiga hal
itu, baru gereja dapat didirikan? Mari kita kaji ajaran Alkitab.

"PENDETA" YANG MENGELOLA GEREJA

Apakah dalam Alkitab ada seorang "pendeta" yang mengelola gereja? Apakah ada
seorang pekerja yang memikul tanggung jawab seluruh gereja, yakni membina dan
menggembalakan mereka? Tidak ada! Organisasi personalia gereja lokal ialah sebuah gereja
diawasi oleh penatua, bukan dikelola oleh pekerja. Dalam gereja yang sesuai dengan teladan
Alkitab, tidak pernah ada seorang pendeta atau yang sejenis itu seperti hari ini. Kita telah
nampak, bukan seorang pendeta mengelola sebuah gereja seperti yang berlaku dewasa ini,
melainkan beberapa penatua bersama-sama menanggung kewajiban sebuah gereja. Dalam gereja
yang tercatat dalam Alkitab, hanya ada penatua yang memelihara gereja, tidak ada kedudukan
lainnya.
Dalam Filipi 1:1 tercantum, ". . . kepada semua orang kudus dalam Kristus Yesus di
Filipi, dengan para penilik gereja dan diaken." Tidak ada ayat yang mengungkapkan organisasi
gereja yang lebih baik dari ayat ini: semua orang kudus dalam Kristus, para penilik dan para
diaken. Inilah sebuah gereja lokal. Gereja lokal dibentuk oleh semua orang kudus, ditambah para
penilik, ditambah para diaken. Diaken adalah orang yang melayani orang lain, atau boleh disebut
hamba. Mereka bertugas membantu saudara-saudara dalam urusan-urusan biasa. Kita tidak
memperhatikan mereka sekarang. Dalam gereja masih ada penilik, siapakah penilik? Penilik
adalah penatua. Hal ini cukup jelas terwahyu dalam Kisah Para Rasul 20:17,28 dan Titus 1:5,7.
Penatua mengacu kepada orangnya sedang penilik mengacu kepada pekerjaannya. Allah
menugaskan penatua menunaikan pekerjaan menilik gereja lokal, agar gereja dapat
melangsungkan eksistensinya dan dapat maju bertumbuh. Mereka bukan orang-orang yang
menangani urusan-urusan biasa, melainkan yang memimpin dan mengawasi. Selain diaken dan
penilik, ada orang-orang kudus. Tidak ada lagi orang lain selain mereka. Maka menurut ajaran
Alkitab, personalia dalam gereja hanya ada: orang-orang kudus, para penilik, dan para diaken.
Mustahil memasukkan orang lain ke dalamnya, sebab di dalam gereja hanya ada ketiga jenis
orang itu.
Kita perlu memperhatikan beberapa poin tentang penatua dan diaken agar kita memahami
ketetapan dan cara Allah. Para penatua bukan segolongan manusia yang khusus diutus Allah
untuk bekerja. Dalam pekerjaan Allah mereka tidak ada jabatan. Mereka bukan yang diutus Allah
dari satu lokal ke lokal lain. Penatua sebenarnya adalah salah seorang saudara lokal yang beroleh
selamat karena penginjilan rasul. Tetapi setelah beroleh selamat, mereka sangat berminat
sehingga lebih maju daripada orang lain, dan karena mengasihi Tuhan mereka pun dengan
spontan senang merawat orang-orang yang sama-sama dirahmati Tuhan. Ketika rasul tiba untuk
kedua kalinya maka orang-orang itulah yang dilantik rasul sebagai penatua, yang bertugas
menilik semua orang kudus dan memimpin para diaken melayani gereja.
Karena itu, mengenai penatua ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, penatua
dipilih dari saudara-saudara biasa. Mereka asalnya bukan "pekerja", bukan orang yang khusus
diutus Allah untuk bekerja, melainkan orang imani biasa yang mempunyai pekerjaan(mata
pencaharian), keluarga dan mempunyai reputasi. Kedua, penatua adalah saudara setempat yang
dipilih untuk menanggung kewajiban gereja. Mereka bukan orang yang dimutasikan dari tempat
lain, melainkan yang dipilih dari saudara yang sudah ada di lokal itu (Kis. 14:23; Titus 1:5).
Maka sebagaimana seluruh kaum saleh dalam gereja lokal adalah orang-orang lokal, demikian
pulalah para penatua yang dipilih dari antaranya. Sebagaimana gereja tidak mempunyai
"transmigran" di tempat lain untuk mendirikan gereja, begitu pula gereja tidak memutasikan
saudara ke tempat lain untuk menjabat sebagai penatua. Bila kita ingat kedua sifat dari
kepenatuaan ini, niscaya kita tidak akan melakukan kekeliruan dalam hal organisasi gereja lokal.
Karena penatua asalnya adalah seorang saudara biasa, bukan utusan Allah, maka di dalam
sebuah gereja lokal sama sekali tidak ada kedudukan rasul. Dalam sebuah gereja lokal hanya ada
orang-orang kudus, para penilik dan para diaken, tanpa rasul. Tugas kewajiban rasul adalah pergi
mendirikan gereja lokal, dan mereka melampaui gereja. Paulus selamanya tak pernah menjadi
rasul sebuah gereja lokal. Di setiap lokal, bila ada gereja tentu ada penatua, dan segera itu pula
mereka sendiri bertanggung jawab melayani dan mengelola urusan gereja.
Dalam gereja lokal hanya ada kedudukan penatua, tidak ada kedudukan rasul. Dalam
Alkitab tidak ada contoh rasul di suatu lokal mengelola sebuah gereja. Kedudukan rasul tidak
dapat diletakkan dalam gereja lokal, sebab dalam organisasi gereja lokal tidak ada kedudukan
bagi mereka. Walaupun gereja lokal didirikan oleh rasul, tetapi rasul berada di luar gereja lokal.
Dalam organisasi gereja lokal hanya ada penilik dan diaken, tanpa rasul. Jika rasul tinggal di
suatu lokal yang ada gereja, maka kehadiran mereka dalam sidang adalah dengan status saudara.
Karena penatua adalah saudara setempat, maka semua cara pemutasian orang dari lokal
lain untuk mengelola sebuah gereja tidaklah sesuai dengan Alkitab. Tak peduli orang itu telah
menerima latihan khusus untuk melakukan pekerjaan khusus, atau ia diutus manusia atau diutus
Allah, jika ia diundang dari tempat lain ke tempat ini untuk mengelola gereja, hal itu tidak
diperbolehkan. Kita harus ingat baik-baik, bahwa gereja ditanggung oleh penatua, dan penatua
adalah saudara setempat. Jadi, memutasikan semua orang dari luar ke suatu gereja untuk
bertanggung jawab, bukanlah cara Allah. Namun, saudara yang pindah ke lokal tersebut adalah
masalah lain lagi.
Di sini kita nampak lagi perbedaan pekerjaan dengan gereja. Apa yang tidak boleh
dilakukan di dalam gereja tidak hanya boleh dilakukan dalam pekerjaan, bahkan sering kali harus
dilakukan. Misalkan dalam pekerjaan seorang saudara boleh menerima utusan untuk
menanggung kewajiban pekerjaan di lokal lain, atau menerima utusan untuk menangani suatu
pekerjaan, tapi gereja adalah milik lokal dan di bawah penilikan penatua. Penatua adalah saudara
setempat.
Gereja lokal tidak dikelola oleh rasul yang tinggal di lokal itu. Bukan seorang utusan
Tuhan memberitakan Injil di suatu lokal dan mendirikan gereja, lalu tinggal menetap untuk
melakukan penggembalaan. Kalau demikian, di lokal itu hanya ada pekerjaan, tidak ada gereja.
Misalkan kita hari ini menginjil di daerah perbatasan dan memenangkan 50 atau 100 jiwa. Jika
kita meninggalkan seorang pekerja untuk menetap terus di situ untuk menggembalakan mereka,
maka di tempat tersebut belum ada gereja, paling-paling hanya ada suatu pekerjaan. Sebab
segalanya masih berada di tangan pekerja, belum di tangan saudara-saudara setempat. Yang ada
di tangan pekerja adalah pekerjaan, sedangkan gereja harus ada di tangan saudara-saudara
setempat. Dalam Alkitab, tidak ada contoh seorang pekerja ditetapkan di suatu lokal untuk
menggembalakan atau menangani gereja, yaitu sebagai "pendeta". Menurut Alkitab, penatua
adalah orang yang dipilih dari saudara-saudara yang agak maju, dan mereka ditugaskan untuk
menilik gereja. Dalam Alkitab hanya ada pelantikan penatua setempat, tidak ada penggembalaan
oleh pekerja dari luar.
Paulus pernah meninggalkan Titus di Kreta, tapi bukan menyuruhnya mengurus gereja
secara langsung, melainkan menyuruhnya menetapkan penatua di tiap lokal, agar penatua-
penatua itu menanggung kewajiban gereja. Tugas pekerja adalah mendirikan gereja dan melantik
penatua. Mereka selamanya tidak memikul kewajiban gereja secara langsung. Andaikata seorang
rasul memikul kewajiban gereja, ia akan merendahkan status kerasulannya, jika tidak
menghilangkan sifat gereja. Sebab rasul telah menjadi "penatua"! Rasul dari luar tidak layak
menjadi penatua sebuah gereja lokal. Sebab Alkitab hanya membenarkan saudara setempat
dipilih menjadi penatua. Dalam Alkitab, setelah rasul mendirikan gereja, ia tidak bercokol di situ
untuk menjadi penatua, melainkan melantik saudara setempat yang agak maju untuk menjadi
penatua, dan ia sendiri meninggalkan tempat itu, lalu bekerja di tempat lain.
Sebab itu, ketika melakukan pekerjaan, kita harus menunjukkan kepada kaum imani di
berbagai lokal, bahwa Allah tidak menyuruh kita tinggal di mana pun untuk menjadi "pendeta"
mereka. Allah tidak menghendaki pekerja utusanNya menetap di suatu lokal untuk menanggung
kewajiban gereja itu secara langsung. Maka mereka tidak seharusnya menaruh harapan seperti
itu. Pekerja boleh kembali mengunjungi mereka, kadang-kadang boleh juga menjenguk mereka
sambil membina mereka dua atau tiga kali. Namun untuk tinggal menetap sebagai gembala, itu
tidak pada tempatnya. Karena hal itu selain tidak tercantum dalam Alkitab, juga tidak disetujui
Alkitab.
Mereka harus bertanggung jawab sendiri; saudara-saudara setempat harus memikul
kewajiban gereja setempatnya sendiri. Mereka harus puas dengan penatua yang dilantik rasul
untuk lokal mereka. Mereka harus belajar patuh dan menghargai penatua setempat, tanpa
mendambakan seorang pekerja dari luar untuk menangani urusan gereja secara langsung.
Kedambaan yang demikian adalah karena ketidaktahuan dan ketidaktaatan atas firman Allah.
Dalam Alkitab, tak pernah ada contoh sebuah gereja mendambakan pemerintahan rasul dan
menolak kepengurusan penatua. Sudah tentu, untuk belajar menaati seorang saudara yang sudah
kita kenal setiap hari itu memerlukan kasih karunia Allah!
Jika demikian, hubungan antara gereja dan pekerjaan menjadi sangat sederhana. Bila
rasul keluar menginjil dan memperoleh sekelompok orang, maka dari orang-orang itulah dipilih
beberapa yang agak rohani dan maju, serta menyuruh mereka bertanggung jawab mengelola
urusan gereja lokal mereka sendiri. Dengan demikian, terbentuklah sebuah gereja lokal.
Kemudian rasul sendiri, menurut pimpinan Roh Kudus, pergi ke tempat lain. Hanya dengan cara
demikianlah gereja baru dapat maju dan bertumbuh (sebab mereka bertanggung jawab sendiri);
Injil dapat disebar luaskan (sebab para rasul boleh beroperasi ke mana-mana); sifat lokal gereja
akan terpelihara, dan sifat "timbal balik" saudara pun dapat diwujudkan. Alangkah baiknya hal
ini!
Manusia sering mengira, bila tidak ada seorang "penunjang" dalam sebuah gereja, gereja
itu mustahil berdiri. Maka bila seseorang datang ke suatu gereja, ia akan bertanya, "Siapakah
penunjangnya?" Jika tidak ada seorang "penginjil" atau seorang "pekerja" atau seorang "pendeta"
yang mengelolanya, maka seolah-olah gereja itu mustahil terbentuk. Namun, perkara demikian
tidak kita jumpai dalam Alkitab!
Semua anak Allah yang tinggal di sebuah lokal adalah saudara, dan merekalah yang
bertanggung jawab atas urusan gereja lokal itu. Walaupun sudah ada penatua, mereka tetap saling
membantu dan bekerja sama. Penatua hanya mengawasi saudara-saudara yang bekerja. Dalam
Alkitab, bukan pula seorang atau sekelompok penatua yang memikul kewajiban seluruh gereja.
Semuanya adalah saudara. Walau ada penatua, mereka bukan pengganti atau wakil, mereka
hanyalah penilik.
Karena itu, di dalam gereja sama sekali tidak ada masalah pasif. Jika hanya pekerja atau
pendeta yang bergerak, itu bukan gereja, melainkan misi, instansi penginjilan atau lembaga
pekerjaan. Dalam gereja, seluruh saudara bekerja dan para penatua melakukan pengawasan.
Bukan saudara-saudara tidak bekerja, juga bukan para penatua mewakili mereka bekerja,
melainkan saudara-saudara bekerja dan para penatua mengawasi mereka bekerja.
Jadi, organisasi gereja dalam Alkitab sangat sederhana. Pertama-tama rasul diutus Allah
menginjil di suatu tempat. Setelah ada orang beroleh selamat, maka mereka sudah sebagai gereja
di lokal tersebut. Pekerja lalu memberitahu mereka berbagai kewajiban orang Kristen, di
antaranya ialah mereka berkewajiban menanggung urusan-urusan gereja setempat mereka.
Mereka wajib saling membantu dan membina di antara sesama saudara. Tidak seharusnya
mendambakan seorang rasul Allah datang menjadi "pendeta" mereka untuk menangani berbagai
urusan mereka. Saudara-saudara yang maju di antara mereka akan dilantik Allah menjadi
penatua, untuk mengawasi semua saudara. Mereka harus bersyukur kepada Allah, karena
pemimpin yang dikaruniakan Allah kepada mereka. Mereka sendiri harus bekerja dan harus
merasa puas, dengan adanya penatua setempat sebagai pemimpin mereka.

SIDANG GEREJA

Saya rasa, sebelum kita mengerti makna persidangan gereja, kita harus memahami dulu
sifat gereja. Jika kita tidak memahami apa itu gereja, kita pun tidak akan memahami apa itu
persidangan gereja. Kita tahu bahwa Kristus adalah Kepala gereja, dan gereja adalah Tubuh
Kristus, sedang pribadi kita di dalam gereja adalah "walaupun banyak, adalah satu Tubuh di
dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain"
(Roma 12:5). Selain Kristus, gereja tidak memiliki Kepala lain. Di dalam gereja, kita masing-
masing adalah anggota, dan tidak ada anggota yang menjadi kepala. Kita sekalian saling menjadi
anggota. Jadi, gereja bersifat "saling" atau "timbal balik". Semua hubungan yang ada di dalam
gereja adalah hubungan antara anggota dengan anggota, bukan antara kepala dengan anggota.
Ciri-ciri khas gereja ialah semua orang yang di dalam gereja adalah anggota, tidak ada seorang
pun yang menjadi kepala. Karena itu, segala sesuatu dalam gereja bersifat saling, timbal balik.
Hal itu sudah pasti.
Tetapi tidak demikian dengan pekerjaan. Menurut ketetapan Allah, pekerjaan mempunyai
penyelenggaranya, di antaranya adalah para rasul. Di antara para rasul pun ada yang ministrinya
kecil dan ada yang ministrinya besar. Karena itu, kita nampak dalam pekerjaan ada pengutusan,
pemutasian, ada nasihat dan ada ketaatan. Pada saat pekerjaan dilakukan, para pekerja bertindak
spontan dan orang yang digarapnya bersikap pasif. Sifat pekerjaan tidak timbal balik, melainkan
aktif dan pasif. Pekerjalah yang aktif, sedang orang-orang yang digarap bersikap pasif. Semua
pekerjaan mengandung sifat sepihak. Yang aktif adalah sepihak, bukan dua pihak. Itulah
perbedaan antara sifat pekerjaan dengan gereja. Kalau pekerjaan bergerak sepihak, maka gereja
bergerak bersama, yaitu semua bergerak.
Setelah mengerti hal ini, maka kita dapat memahami masalah persidangan yang
tercantum dalam Alkitab. Sebab asalkan kita melihat sifatnya, kita sudah mengetahui ruang
lingkup yang memilikinya.
Konsepsi orang hari ini tidak hanya harus ada seorang penopang yang mengelola gereja,
bahkan harus ada sebuah persidangan, yakni apa yang disebut "kebaktian". Ini adalah sebuah
sidang pengkhotbahan, yakni seorang berkhotbah di atas mimbar, sedang orang banyak duduk
mendengarkannya. Kalau sudah ada itu barulah berarti sebuah gereja. Andaikata kebaktian
semacam itu dihapus, maka lenyaplah segalanya. Jadi seolah-olah gereja berdiri di atas
"kebaktian". Mereka mengira, masalah berkhotbah dan mendengarkan khotbah adalah perkara
yang paling penting. Namun tidaklah demikian dalam Alkitab. Bagaimanakah yang kita nampak
dalam Alkitab? Begitu saudara-saudara membentuk gereja, segeralah ada sidang "gereja".
Sidang gereja yang saya katakan ini berbeda sama sekali dengan sidang pengkhotbahan. Kalau
dalam sidang pengkhotbahan, satu orang berkhotbah di atas mimbar dan orang banyak duduk
mendengarkannya; seorang yang memimpin di atas mimbar dan banyak orang yang mengikuti di
bawah mimbar. Itu bukan sidang gereja, sebab itu bukan dilakukan secara saling atau timbal
balik. Sidang semacam itu adalah sidang pekerjaan, bukan sidang gereja. Ingatlah, sidang gereja
harus bersifat saling atau timbal balik; sidang pekerjaan baru bersifat searah, aktif sepihak.
Dalam Alkitab ada dua jenis sidang yang berbeda. Jika kedua jenis sidang ini tidak
dibedakan, maka akan mengacaukan pekerjaan dan gereja, sehingga pekerjaan tidak mirip
pekerjaan, gereja juga tidak mirip gereja. Dalam Alkitab ada sejenis sidang yang bersifat rasuli,
ada sejenis sidang yang bersifat gerejani. Sidang yang bersifat rasuli ditangani oleh rasul, ia
sendiri yang berkhotbah dan orang banyak mendengarkan khotbahnya. Sidang yang bersifat
gerejani adalah "hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu; yang seorang
mazmur, yang lain pengajaran atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia
untuk menafsirkan bahasa roh . . ." (I Kor. 14:26). Jadi sidang gereja bukan ditangani oleh satu
orang, tetapi ditangani bersama. Kalau sidang rasuli adalah milik satu orang, maka sidang gereja
adalah milik dua atau tiga, bahkan segenap kaum imani berhak mempersembahkan sesuatu.
Dengan kata lain, sidang gereja itu timbal balik. Alkitab dengan jelas membedakan kedua jenis
sidang tersebut.
Sidang rasuli boleh dibagi dua jenis, yaitu yang ditujukan kepada orang yang belum
beriman dan yang ditujukan kepada kaum imani. Misalkan ketika Petrus dan kesebelas rasul
berdiri dan dengan suara nyaring berkata kepada orang banyak pada hari Pentakosta di
Yerusalem (Kis. 2:14), itu jelas ditujukan kepada orang-orang yang belum percaya, itu adalah
sidang rasuli. Demikian pula khotbah Petrus kepada orang Israel di serambi Salomo (Kis. 3:12).
Khotbah Paulus di Antiokhia Pisidia juga bukan dalam sidang gereja, melainkan dalam sidang
rasuli (Kis. 13). Jika kita membaca kitab Kisah Para Rasul, kita akan temukan banyak sekali
"sidang rasuli" alias penginjilan semacam itu. Ketika Paulus berkhotbah di Troas, itu juga sidang
rasuli, hanya saja ditujukan kepada kaum imani. Di situ Paulus bukan menginjil, melainkan
berkhotbah kepada kaum imani, tetapi sidang itu pun bersifat rasuli, sebab sidang itu dilakukan
oleh satu pihak (Paulus), bukan oleh segenap gereja (jemaat). Paulus berkhotbah di Troas karena
ia singgah di tempat itu. Hal ini boleh dipraktikkan oleh gereja lokal, yakni ketika ada rasul
melalui lokal Anda, Anda boleh mengambil kesempatan untuk mengundangnya berkhotbah.
Ketika kemudian Paulus tiba di Roma, banyak orang datang ke rumahnya dan Paulus
menerangkan dan memberi kesaksian kepada mereka tentang kerajaan Allah dari pagi sampai
sore. "Dan Paulus tinggal dua tahun penuh di rumah yang disewanya sendiri itu, ia menerima
semua orang yang datang kepadanya" (Kis. 28:23, 30-31). Itu pun sidang rasuli; rasul sendiri
yang berbicara, orang banyak mendengarkannya. Jadi kita harus ingat, bahwa dalam kekristenan
ada dua jenis sidang, jenis pertama ialah satu orang berkhotbah, yang lain mendengarkan. Sidang
ini dapat juga disebut sidang pekerjaan.
Sidang jenis berikutnya tercatat dalam I Korintus 14:23. Ini adalah sidang gereja lokal.
Sidang itu bukan ditangani satu orang, bukan satu orang yang berkhotbah dan yang lain
mendengarkan, melainkan "tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur,
yang lain pengajaran atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk
menafsirkan bahasa roh . . ." Dalam sidang ini tidak ditentukan siapa yang berbicara, mungkin
saya, mungkin Anda, mungkin dia. Maka prinsip sidang ini adalah saling dan timbal balik. Hari
ini mungkin saya yang berbicara, kali lain mungkin dia. Hari ini boleh jadi Anda tergerak oleh
Roh Kudus untuk membina saudara saudari, dan kali lain boleh jadi saya. Ini adalah sidang "dua
atau tiga orang" (I Kor. 14:27-29). Sidang semacam ini disebut sidang gereja, sebab sifat sidang
tersebut adalah saling dan timbal balik.
Dalam Alkitab kita jumpai setidak-tidaknya empat macam sidang dalam sidang gereja
ini:
1) Sidang doa. "Berserulah mereka bersama-sama kepada Allah . . . dan ketika mereka
sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu . . ." (Kis. 4:24-31). Di sini kita melihat
ada sidang doa. Pada pasal 12, kita sekali lagi nampak sidang doa bersifat gerejani. "Tetapi
gereja dengan tekun mendoakannya (Petrus) kepada Allah" (ayat 4). Dalam sidang ini bukan
satu orang yang memimpin, lalu orang-orang lain berdoa menurut apa yang diatur oleh seorang
itu. Dalam Alkitab, sama sekali tidak ada hal yang demikian, melainkan semua orang berdoa
menurut pimpinan Roh Kudus; Anda berdoa, saya pun berdoa.
2) Sidang membaca firman Allah. Kaum imani hari itu belum memiliki Kitab
Perjanjian Baru seperti hari ini, mereka hanya memiliki Kitab Perjanjian Lama. Karena mereka
bangsa Yahudi, maka "sejak jaman dulu hukum Musa telah diberitakan di tiap-tiap kota, dan
sampai sekarang hukum itu dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah ibadat" (Kis. 15:21).
Penyelidikan Alkitab yang dilakukan orang Berea juga merupakan aktivitas kelompok.
Sedangkan pembacaan Kitab Perjanjian Baru kita nampak dilakukan oleh kaum imani di
Antiokhia, "mereka memanggil seluruh jemaat berkumpul . . . setelah (jemaat) membaca . . ."
(15:30-31), dan di Kolose, "Dan bilamana surat ini telah dibacakan di antara kamu,
usahakanlah, supaya dibacakan juga di gereja Laodikia dan supaya surat yang untuk Laodikia
dibacakan juga kepadamu" (Kol. 4:16). Contoh-contoh itu dapat dijadikan dasar sidang
pembacaan Alkitab gereja, walau kita tahu, bahwa pada masa itu tidak seberapa formal. Dalam
sidang tersebut, setiap orang imani boleh saja berbicara atau mengutarakan wahyu dan
pengajaran yang mereka peroleh dari firman Tuhan.
3) Sidang pemecahan roti. "Apabila kamu berkumpul, . . . berkumpul untuk makan
jamuan Tuhan" (I Kor. 11:20). Dalam sidang ini semuanya datang memperingati Tuhan. Bukan
seorang yang berbuat sesuatu, melainkan "kita sama-sama menerima darah Kristus dan sama-
sama mendapat bagian dalam roti yang satu itu" (I Kor. 10:16-17). Dalam sidang ini, Anda
boleh memuji Allah dengan doa, saya pun boleh memuji Allah dengan mazmur.
4) Sidang penerapan karunia-karunia rohani, yakni sidang yang tercantum dalam I
Korintus 14. Sidang ini dengan jelas menyatakan sidang gerejani. Karena itu berulang-ulang
dikatakan "dalam gereja" (ayat 28, 34-35). Sifat sidang ini adalah, "kamu semua boleh
bernubuat seorang demi seorang". Praktik ini sangat besar bedanya dengan sidang seorang
berkhotbah dan yang lain mendengarkan. Dalam sidang ini, semua karunia rohani yang berguna
untuk membina gereja boleh diterapkan oleh siapa saja dengan bebas, menurut pimpinan Roh
Kudus.
Namun, ada satu macam sidang yang tidak ada dalam gereja lokal, yang seharusnya
memang tidak layak ada dalam gereja lokal, yaitu sidang pengkhotbahan seperti hari ini. Dalam
sidang ini, seorang bicara, yang lain mendengarkan. Jenis sidang ini sebenarnya tidak terdapat
di dalam lingkungan gereja lokal. Kita ingat akan fakta yang tercatat dalam Alkitab, yakni
gereja lokal selamanya tak pernah mengadakan sidang yang bersifat aktif sepihak. Semua
sidang gereja dalam Alkitab hanya bersifat "saling" atau "seorang dengan yang lain". Kecuali itu
tidak ada corak sidang yang lain. Maka apa yang disebut "kebaktian" atau "sidang
pengkhotbahan" atau yang Anda beri nama lain hari ini, yang dipimpin satu orang dan diikuti
orang lain, itu adalah sidang rasuli, bukan sidang gereja. Sidang semacam ini tidak seharusnya
dan tidak mungkin diadakan oleh gereja lokal. Bila sidang semacam ini diterapkan ke dalam
gereja, akan timbul banyak kesulitan dan kerugian dalam gereja.
Tetapi, hari ini sidang ala "kebaktian" ini telah menjadi sidang umum dalam gereja,
bahkan telah menjadi sidang utama di dalam gereja. Hampir seluruh gereja dibangun di atas
dasar sidang ini; gereja seolah akan runtuh tanpa sidang ini. Siapakah anggota gereja yang baik?
Mereka yang dalam setahun, 52 minggu, tanpa absen mengikuti kebaktian dan mendengarkan
khotbah sang pendeta. Tetapi, menurut Alkitab itu pasif dan mati. Walau mereka sudah 52 kali
setahun mendengarkan khotbah dalam kebaktian, mereka masih belum pernah datang ke
"gereja"! Belum pernah mengikuti persidangan gerejani! Mereka hanya mengikuti persidangan
pekerjaan, persidangan rasuli. Ini bukan berarti kita tidak boleh mengadakan persidangan
semacam itu, tetapi persidangan semacam itu adalah yang ditanggung oleh pekerja. Bila pekerja
hadir barulah boleh mengadakan persidangan semacam itu; jika tidak ada pekerja, tidak
seharusnya ada persidangan itu. Jadi, secara rutin gereja lokal sendiri tidak mengadakan
persidangan itu. Maka hari ini gereja-gereja lokal yang masih mengadakan sidang semacam itu
harus menghentikannya secepat mungkin. Alkitab tidak menghendaki kita mempertahankan
sidang semacam itu. Sebab bila sidang semacam itu dipertahankan lama-lama, akibatnya akan
membuat banyak saudara menjadi orang malas dan tidak bertumbuh. Karena setiap orang hanya
bertujuan mendengarkan khotbah orang lain, hanya ingin menerima bantuan orang lain. Setiap
orang hanya menjadi orang pasif. Itu tidak sesuai dengan prinsip Perjanjian Baru. Prinsip
Perjanjian Baru ialah saling membantu, saling membina. Bila saudara terus-menerus menjadi
orang pasif, hanya mendengarkan khotbah orang lain, itu akan kehilangan sifat gereja! Berabad-
abad lamanya gereja menjadi demikian lemah justru karena para hamba Allah menerapkan
persidangan pekerjaan ke dalam gereja, sehingga anak-anak Allah salah paham, mengira asalkan
rajin mengikuti "kebaktian" dan mendengarkan khotbah, itu sudah menjadi orang Kristen yang
benar. Hasilnya, banyak anak Allah tidak menunaikan kewajiban mereka di dalam persidangan,
sama sekali pasif, tidak berselera terhadap perkara rohani dan tidak memiliki kekuatan yang
dinamis.
Lagi pula, demi mempertahankan sidang pengkhotbahan hari Minggu ini, gereja harus
mempertahankan seorang yang pandai berkhotbah. Dengan demikian, tidak hanya perlu ada
seorang pekerja untuk mengelola gereja, juga harus ada seorang pekerja untuk mempertahankan
sidang pengkhotbahan. Karena kebutuhan inilah, maka pekerja/rasul Allah harus tinggal
sebagai pendeta. Jika tidak, dalam gereja lokal, siapa yang mau menanggung kewajiban tersebut
- berkhotbah setiap hari Minggu. Bila sebuah gereja lokal tiap hari Minggu perlu mengadakan
sidang pengkhotbahan, sedangkan di gereja lokal itu tidak ada yang bisa menanggung kewajiban
itu, maka sebagai akibat alamiahnya ialah rasul Allah harus menetap di situ sebagai pendeta
untuk mempertahankan sidang hari Minggu!
Cobalah kita baca ulang catatan penginjilan ke luar yang pertama oleh Paulus. Di situ kita
akan nampak, setelah di suatu lokal ada orang diselamatkan dan gereja berdiri, rasul tak pernah
mengajarkan mereka tentang keharusan mengadakan "kebaktian" tiap hari Minggu - sidang
pengkhotbahan - oleh seseorang. Kita sama sekali tidak nampak perkara itu. Memang rasul
memerintahkan mereka harus bersidang, tapi itu bukan sidang pekerjaan, melainkan sidang
gereja. "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita . . . tetapi
marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang
mendekat" (Ibr. 10:25).
Maka akibat dari kekacauan sifat persidangan itu sangatlah serius. Di satu pihak, hal itu
membuat saudara saudari lembam, tidak hidup/dinamis; di pihak lain, karena pekerjaan harus
menyebarkan begitu banyak pekerja di berbagai gereja lokal untuk menanggung tugas
berkhotbah, maka (karena pekerja menetap di satu lokal) Injil Allah tidak dapat disebarluaskan.
Karena itu pula banyak orang tidak sempat beroleh selamat. Ini tak lain karena orang mengira
gereja harus mengadakan sidang pengkhotbahan - "kebaktian". Siapakah yang pandai berkhotbah
seperti pekerja Allah? Akibatnya, pekerja-pekerja pada menetap untuk mempertahankan sidang
pengkhotbahan itu. Dampaknya jelas, Injil tak dapat disebarluaskan, orang dosa tak dapat
beroleh selamat. Sudahkah gereja lokal beroleh faedahnya? Mereka akan selamanya menjadi
pendengar dalam pekerjaan, bukan menjadi saudara dalam gereja!
Banyak orang begitu tiba di suatu lokal, memberitakan Injil dan memperoleh sekelompok
saudara, lalu mendirikan sebuah gereja. Karena mereka tidak nampak perbedaan persidangan
pekerjaan dan persidangan gerejani, maka hal-hal yang bersifat pekerjaan menggantikan hal-hal
yang bersifat gerejani. Mereka menyewa tempat, mengundang kaum imani selalu datang ke
tempat itu untuk mendengarkan khotbah atau mengadakan pemahaman Alkitab. Kaum imani
terus-menerus disuruh menghadiri sidang pekerjaan mereka. Mereka tidak sadar, bahwa mereka
seharusnya memiliki sidang sendiri. Dalam sidang itu mereka senantiasa menjadi pendengar
yang pasif, mungkin juga beroleh bantuan dan pembinaan, tapi pasif, dan akibatnya ialah tidak
dapat menyatakan sifat gereja, yakni saling membantu dan membina satu dengan yang lain.
Ajaran Alkitab tidaklah demikian. Jika kita bekerja menurut prinsip Alkitab, terhadap orang yang
beroleh selamat, kita wajib berkata, "Kami di sini adalah sidang pengkhotbahan, sidang
pekerjaan, bukan sidang gereja. Kalian sekarang sudah menjadi gereja, maka kalian harus
memiliki sidang kalian sendiri. Kalian boleh bersidang di rumah salah seorang saudara atau
menyewa sebuah rumah. Kalian sendiri harus mengadakan sidang doa, sidang pemecahan roti
atau sidang penggunaan karunia dan lain-lain. Dalam sidang-sidang itu, kalian harus belajar
saling membantu, saling membina. Setiap orang boleh mempersekutukan apa yang diterima dari
Allah. Bukan satu orang memonopoli suatu sidang, melainkan setiap saudara boleh belajar
membantu saudara lain menurut pimpinan Roh Kudus dan bersandar pada kekuatan Roh Kudus."
Kita harus memberitahu mereka, begitu mereka diselamatkan, mereka harus mengadakan sidang
mereka sendiri, termasuk sidang doa, sidang pemahaman Alkitab, sidang pemecahan roti, sidang
penggunaan karunia dan lain-lain. Itulah sidang-sidang gereja.
Dengan demikian, sejak awal kaum imani sudah tahu, bahwa mereka tidak seharusnya
mengharapkan setiap hari Minggu mendengarkan khotbah yang indah. Persidangan pekerjaan
bersifat sementara. (Kecuali bila seorang pekerja bermukim secara permanen di suatu lokal
untuk mempertahankan suatu kesaksian). Mereka (saudara-saudara) adalah saudara setempat,
maka sidang yang bersifat saling dan timbal balik itulah baru terhitung sidang gereja. Walaupun
mereka hijau, tidak mengerti kebenaran dengan jelas dan tidak bisa mengajarkan Alkitab, tetapi
mereka harus merasa puas dengan bantuan yang sudah ada di dalam sidang-sidang mereka
sendiri. Tidak seharusnya berkhayal ingin mendengar banyak khotbah yang indah. Mereka
seyogianya berharap Roh Kudus menyatakan karuniaNya atas diri mereka, agar mereka bisa
nampak terang, mengenal kebenaran dan beroleh peta lidah untuk dapat mengutarakannya.
Kaum imani hari ini sungguh sudah terlalu banyak mendengarkan khotbah! Telinga
mereka sudah terdidik dan tahu membedakan khotbah yang baik. Namun apakah manfaat semua
itu bagi kerohanian mereka? Mereka adalah orang yang statis dan pasif. Mereka selamanya tidak
pernah belajar membantu orang lain, demi menunaikan kewajiban mereka. Kita harus tahu,
bahwa persidangan saudara-saudara lokal memang hijau, tetapi persidangan pekerjaan tidak
dapat mewakili tingkat kerohanian gereja lokal. Hanya sidang gereja yang dapat menyatakan
kondisi gereja lokal yang sebenarnya. Pada saat rasul berkhotbah dan para pendengar
menganggukkan kepala, seolah-olah kerohanian gereja itu sangat unggul. Tetapi pada saat
mereka bersidang sendiri, barulah tertampak keadaan rohani mereka sebenarnya. Bagaimanapun
saudara-saudara lokal harus menerima ajaran, jangan memberatkan sidang pekerjaan dan
meringankan sidang gereja, sehingga selalu berharap menjadi orang yang menerima bantuan
secara sepihak, dan melupakan saling membantu dan saling menasihati.
Sidang pekerjaan hanya merupakan satu sarana kerja. Bila pekerja pergi, pekerjaan pun
berhenti. Tetapi sidang gereja harus diadakan terus. Hari ini orang tidak nampak perbedaan
antara sidang pekerjaan dan sidang gereja. Karena itu, bila pekerja pergi, gereja malah tidak bisa
bersidang, sebab tidak ada orang yang bisa berkhotbah dengan baik, tidak ada yang bisa
menanggung kewajiban itu. Keduanya itu harus dipisahkan, jika tidak, itu akan membuat anak-
anak Allah tidak bisa membantu orang lain. Di sinilah letak kegagalan hari ini, anak-anak Allah
tidak bisa membantu orang lain; gereja dikira numpang hidup di dalam pekerjaan, asalkan ada
berkhotbah, ada yang mendengarkan, sudah merasa cukup.
Dalam ajaran Alkitab, di dalam gereja tidak ada kedudukan "pekerja". Semuanya adalah
saudara. Dalam sidang gereja, bukan hanya satu orang yang berdoa, memilih nyanyian,
memecahkan roti dan sebagainya. Semua saudara adalah imam-imam. Pekerja bukanlah imam
mereka; bukan pekerja dapat melakukan sesuatu, dan mereka tidak bisa melakukan sesuatu.
Maka bukan pekerja yang mewakili mereka berdoa, mewakili mereka menangani urusan-urusan
rohani, melainkan mereka sendiri datang ke hadapan Allah.
Bagaimanakah saudara-saudara lokal dapat saling membina? Berdasarkan Alkitab,
setelah orang beroleh selamat, segera itu pula ia boleh menerima pencurahan Roh Kudus, dan
begitu ia beroleh pencurahan Roh Kudus, Allah sudah mengaruniakan karunia kepadanya. Hanya
saja, karunia orang tidak sama. Ada yang dapat diterapkan di dalam persidangan, ada yang tidak
dapat diterapkan di dalam persidangan. Misalkan karunia-karunia nabi, pengajaran, pengetahuan,
hikmat, bahasa lidah dan penerjemahannya, itu semua bisa diterapkan di dalam persidangan.
Allah justru membina gereja lokal melalui orang-orang yang berkarunia itu. Sidang-sidang gereja
bisa membuat saudara-saudara membagi-bagikan berkat yang mereka peroleh dari karunia
mereka kepada orang lain, untuk membina gereja lokal. Cara Allah yang normal, yang ditetapkan
untuk membina gereja lokal, adalah melalui sidang gereja, bukan melalui sidang pekerjaan. Jika
terus menerus hanya seorang yang berkhotbah, semua orang mendengarkan, akibatnya selain
pekerja-pekerja, siapa pun tidak mau mencampuri urusan rohani, siapa pun tidak mau membantu
orang lain. Jika demikian, walau ada sidang, namun hanya milik pekerjaan sepihak, bukan milik
gereja secara keseluruhan. Dapatkah gereja bertumbuh?
Mengapa gereja bisa merosot separah hari ini? Ini dikarenakan gereja dibangun di atas
persidangan pekerjaan, tanpa persidangan gerejani seperti dalam I Korintus 14. Mengapa hari ini
ada persidangan pekerjaan tanpa persidangan gerejani? Sebab jika ingin ada persidangan seperti
yang tercantum dalam I Korintus 14, harus ada pencurahan Roh Kudus. Tanpa pencurahan Roh
Kudus, sekalipun ada sidang, itu hanya sama dengan formalitas. Sebab itu, kita tidak dapat tidak
memimpin orang mengalami pencurahan Roh Kudus dulu. Jika tidak, walau Anda menyuruh
mereka memulai mengadakan sidang gereja, itu tidak akan efektif, tidak ada kekuatan.
Nabi dan pengajar adalah orang yang mendayagunakan karunia mereka di dalam gereja
lokal. Karunia-karunia yang demikianlah yang dikaruniakan Allah kepada kaum imani, agar
mereka dapat membangun gereja. Karena itu, di sini kita nampak segala pengaturan Allah. Pada
aspek jabatan, kita nampak yang bertanggung jawab dalam pekerjaan adalah para rasul; sedang
di dalam gereja lokal, yang bertanggung jawab adalah para penatua. Dalam lingkungan ministri
itu ada rasul, nabi dan pengajar (penginjil), di antaranya rasul adalah untuk pekerjaan di berbagai
tempat; sedangkan nabi dan pengajar untuk lokal. Maka kita nampak ada dua jalur dalam gereja
lokal: pada aspek pengelolaan (aspek jabatan), ada para penatua dan para diaken; pada aspek
pembinaan (aspek karunia), ada para nabi dan pengajar. Pengelolaan untuk gereja; karunia untuk
persidangan. Penatua untuk gereja; nabi dan pengajar untuk persidangan. Jika penatua juga
berkarunia, ia tidak hanya memiliki jabatan guna mengelola gereja, ia pun memiliki kewajiban
berkhotbah dan mengajar, namun ia mengelola dengan posisi penatua, dan ia membina dengan
kualifikasinya sebagai nabi atau pengajar. Para rasul tidak bertanggung jawab atas pengelolaan
gereja lokal secara langsung, hal itu menjadi kewajiban penatua sepenuhnya. Namun jika rasul
juga sebagai nabi dan pengajar, ia boleh berdasarkan kualifikasinya sebagai saudara,
memanfaatkan karunianya dalam persidangan gereja lokal demi membantu orang lain. Maka
walaupun tidak ada kedudukan rasul dalam I Korintus 14, rasul dapat juga memasukinya dengan
kualifikasinya sebagai nabi atau pengajar.
Jika seluruh kaum imani mengetahui kekuasaan Roh Kudus, maka di luar rasul Allah
pasti akan membangkitkan banyak karunia guna menyempurnakan seluruh kaum saleh,
membangun Tubuh Kristus dan merampungkan pekerjaan ministri itu. Dengan membaca surat I
Korintus kita mengetahui, betapa Allah memberikan karunia-karunia itu ke dalam gereja lokal,
sehingga mereka bisa saling membina, bisa mengadakan sidang gereja, dan tidak perlu
mengandalkan rasul yang menetap di tempat mereka. Kegagalan gereja hari ini ialah akibat
manusia lebih memperhatikan pekerja daripada Roh Kudus. Karunia yang dimiliki pekerja
menggantikan karunia yang bisa diberikan Roh Kudus, sehingga sebuah gereja lokal hanya bisa
mengadakan sidang pekerjaan, tidak bisa mengadakan sidang gereja.
Apakah sidang pekerjaan dan apakah pula sidang gereja? Setiap sidang meja bundar
itulah sidang gereja, sedang setiap sidang mimbar itulah sidang pekerjaan. Dalam Alkitab, Allah
selalu ingin mempertahankan kedua sidang yang berlainan jenis ini. Hanya ada persidangan
rasuli saja tidak cukup, harus pula ada persidangan gerejani. Bila ada pekerja melalui lokal kita,
kita boleh mengadakan sidang pekerja. Tetapi sidang seperti itu bersifat insidentil, bukan rutin.
Sidang gereja bersifat rutin. Sidang gereja berbentuk meja bundar, sebab dalam sidang ini Anda
memberi saya, saya memberi Anda, semua saling atau timbal balik. Hari ini, jika kita ingin
meluaskan Injil Allah dan ingin mempertumbuhkan gerejaNya, maka yang pertama harus
ditiadakan dalam gereja lokal adalah sidang mimbar seperti hari ini. Dengan demikian barulah
pekerja Allah dapat maju ke depan dengan bebas, menuju tempat yang belum diinjili, tidak
bekerja dengan menetap di suatu lokal. Pada waktu yang sama, gereja lokal juga dapat
membiarkan pekerja Allah maju ke depan dengan bebas, dan mereka sendiri baru dapat menuntut
di hadapan Allah, baru dapat tidak seumur hidup menjadi pendengar khotbah yang pasif, dan
baru dapat secara dinamis memperhatikan perkara rohani. Bila mimbar tidak ditiadakan, tidak
mungkin ada sidang gereja, dan gereja lokal tidak akan bertumbuh! Sidang mimbar hanya bisa
ada bila rasul hadir, dan bila rasul pergi, tiadalah sidang itu. (Jika sewaktu-waktu ada nabi,
pengajar atau penginjil datang dan ingin mengumpulkan saudara-saudara, itu boleh dilakukan,
tetapi itu merupakan sidang istimewa, bukan sidang rutin milik gereja lokal).
Jika kita membaca kitab Kisah Para Rasul, kita akan mengetahui keadaan semula itu.
Tercatat dalam Kisah Para Rasul 2:42, "Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan
dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." Banyak
orang beroleh selamat karena mendengar pemberitaan rasul Petrus. Setelah mereka beroleh
selamat, mereka lalu saling bersekutu, memecahkan roti dan berdoa. Rasul tidak mendirikan satu
persidangan sentral bagi mereka, melainkan mereka sendiri yang saling bersekutu, memecahkan
roti dan berdoa.
Kisah Para Rasul 2:46 mengatakan, "Dengan bertekun dan dengan sehati mereka
berkumpul (bersidang) tiap-tiap hari dalam bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah
masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus
hati." Demikianlah keadaan pada waktu itu. Kaum imani waktu itu bersidang di bait Allah dan
bersidang di rumah-rumah; hari ini di rumah ini, besok di rumah itu, bergiliran. Bukan setiap hari
mendengar pemberitaan rasul. Sidang gereja sama sekali terpisah dengan sidang rasuli. Hari ini,
jika rekan sekerja kita ingin membangun gereja lokal, haruslah memisahkan gereja dari
pekerjaan. Bila gereja dipisahkan dari pekerjaan, kemungkinan terbentuknya sidang gereja
barulah ada. Ada banyak karunia akan diberikan Allah kepada gereja lokal. Hari ini karena gereja
numpang hidup dalam pekerjaan, maka banyak karunia yang bisa diperoleh gereja lokal dan
banyak orang yang bisa dipakai Allah telah terpendam.

TEMPAT (BALAI) SIDANG GEREJA

Masih ada satu hal lagi yang dianggap amat penting oleh orang-orang dalam gereja hari
ini, yaitu sebuah tempat sidang, atau apa yang disebut "gedung kebaktian" (padahal ini tidak
seberapa nilainya). Kebanyakan orang mengira, sebuah gereja lokal harus memiliki pekerja alias
pendeta, ditambah kebaktian pengkhotbahan, ditambah sebuah gedung kebaktian atau yang biasa
disebut orang "gereja", baru layak disebut gereja. Orang berkonsepsi, jika tidak ada tempat
sidang, seolah-olah gereja pun tidak ada. Maka orang bisa menggantung merek yang bertuliskan
kata-kata "gereja anu" di atas dinding sebuah rumah, padahal itu sama sekali tidak tepat, tidak
sesuai dengan Alkitab. Rumah hanya merupakan tempat sidang gereja anu, bukan gereja anu itu
sendiri. Memang balai sidang kita mempunyai alamat, tapi gereja kita tanpa alamat. Ketika saya
hendak meninggalkan Shanghai, seorang saudara bertanya kepada saya, bagaimana kita menulis
alamat gereja kita? Saya berkata, bahwa gereja hanya mempunyai alamat untuk surat menyurat,
gereja tidak memiliki alamat. Misalkan jalan anu, nomor anu, itu hanya merupakan alamat untuk
surat menyurat, tidak dapat dikatakan alamat gereja. Gereja di bumi hanya mempunyai alamat
untuk surat menyurat, tanpa alamat. Gereja dalam Alkitab sepenuhnya mengacu kepada kaum
imani, bukan mengacu kepada balai sidangnya.
Bagaimana Alkitab menampilkan istilah gereja untuk pertama kali setelah hari
Pentakosta? Ketika Ananias dan istrinya Safira mati karena mendustai Roh Kudus, Alkitab
mengatakan, "Maka sangat ketakutanlah seluruh gereja dan semua orang yang mendengar hal
itu" (Kis. 5:11). Dengan jelas di sini kita melihat, apa itu gereja. Gereja itu hidup, sebuah
kelompok, yakni orang-orang yang percaya. Dalam Matius 18:17 Tuhan berkata, "Jika ia tidak
mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada gereja. Dan jika ia tidak mau juga
mendengarkan gereja, pandanglah ia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah (kafir) atau
seorang pemungut cukai." Ayat ini juga dengan jelas menunjukkan kepada kita, apa itu gereja?
Gereja adalah sebuah kelompok yang hidup, yakni manusia-manusia yang percaya itu. Gereja
bukanlah sebuah balai sidang atau gedung kebaktian. Di mana saja ada sebuah kelompok kaum
imani, di situ ada gereja. Gereja adalah sekelompok manusia hidup, bukan sebuah balai sidang.
Di mana ada kaum imani, di situ ada gereja. Ada atau tidak ada balai sidang, itu tidak menjadi
masalah.
Lagi pula, dalam Alkitab tidak ada petunjuk, bahwa kaum imani harus memiliki balai
sidang. Orang Yahudi mempunyai sinagoge (rumah ibadah) untuk mendengarkan hukum Taurat
mereka. Pada waktu itu sinagoge-sinagoge itu terdapat di mana-mana, dan di tempat yang ada
warga Yahudinya pasti ada sinagoge. Andaikata sinagoge juga dibutuhkan dalam kekristenan,
maka pasti rasul pun mendirikannya di mana-mana. Para rasul sendiri adalah bangsa Yahudi.
Menurut kebiasaan mereka, mereka perlu mendirikan sinagoge. Tetapi mereka selamanya tak
pernah membangun sinagoge macam apa pun bagi umat Kristen. Dalam Alkitab, Anda tidak
akan menemukan rasul menguduskan sebidang tanah untuk keperluan balai sidang. Kalau orang-
orang Yahudi tidak memiliki tradisi/peraturan mendirikan sinagoge, bisa jadi para rasul tidak
memikirkan masalah mendirikan sinagoge. Namun mereka berada di bawah pengaruh
tradisi/peraturan itu, tapi mengapa mereka mengabaikan hal itu dan tidak mendirikan sebuah
balai sidang untuk orang Kristen? Hal ini patut kita perhatikan secara khusus!
Pada aspek lain, mereka tidak saja tidak mendirikan balai sidang di mana-mana bagi
orang Kristen, mereka juga seolah-olah sengaja tidak menghiraukan masalah tersebut. Yang
menganggap harus ada satu tempat yang dikuduskan untuk menyembah Allah adalah agama
Yahudi. Kekristenan tidak memiliki tempat suci. Bait suci dalam Perjanjian Baru bukan
berbentuk rumah, melainkan orang-orang yang hidup itu; mereka adalah rumah/bait Allah yang
rohani. Karena bait suci Perjanjian Baru bersifat rohani, maka balai sidang gereja hari ini tidak
menjadi masalah penting. Balai sidang itu asal cocok dipergunakan sudah boleh. Sekarang mari
kita tinjau apa kata Alkitab tentang balai sidang.
Ketika Tuhan Yesus masih berada di dunia, tempat sidangNya sering diadakan di atas
bukit. Tiga kali khotbahNya yang terpenting justru diadakan di atas bukit. Suatu kali Ia
membicarakan realitas kerajaan sorga di atas bukit (yang sering disebut bukit "delapan
bahagia"); satu kali tentang nubuatan, di atas bukit Zaitun; satu kali lagi Ia membicarakan
penampilan luaran kerajaan sorga, di tepi laut, permulaannya di atas perahu, kemudian masuk ke
dalam rumah. Pada malam terakhir, Tuhan berkumpul di rumah orang, yaitu di atas loteng yang
luas. Di sini pula untuk pertama kali gereja mengadakan jamuan malam. Setelah
kebangkitanNya, di dalam rumah pula Ia menyatakan diri dua kali kepada murid-murid (Yoh.
20:19, 26). Itulah tempat sidang mereka.
Sepuluh hari sebelum hari Pentakosta, para murid berkumpul (bersidang) di ruang atas
sebuah rumah, tempat mereka tinggal. Baik menyelenggarakan jamuan malam maupun
menerima pencurahan Roh Kudus semua dilakukan di atas loteng. Kemudian terjadi tiga ribu
jiwa beroleh selamat. Adakalanya mereka berpencar-pencar di rumah orang, adakalanya
bersidang bersama di bait suci orang Yahudi. "Dengan bertekun dan dengan sehati mereka
berkumpul tiap-tiap hari dalam bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing
secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati" (Kis. 2:46). Di
sini kita temukan satu cara: karena jumlah mereka banyak, maka biasanya, mereka bersidang di
rumah masing-masing secara bergilir, dan bila ingin berkumpul bersama, mereka lalu berkumpul
di lapangan luas yang terdekat atau di bait Allah, bait suci orang Yahudi. Hari ini, jika kita di
suatu lokal yang tidak banyak kaum imaninya, kita boleh bersidang di satu tempat; jika orangnya
agak banyak, kita pun boleh bersidang di beberapa "rumah" secara terpisah. Ini tidak berarti,
gereja tidak boleh berhimpun bersama di satu tempat. Jika hal itu dirasa perlu, boleh saja
berhimpun bersama di satu tempat. Jika orangnya banyak dan perlu bersidang secara khusus, itu
boleh menyewa "bait" atau tempat umum lainnya. Akan tetapi pada waktu-waktu biasa, boleh
bersidang terpisah di banyak rumah.
Sesudah hari Pentakosta, ketika para rasul dibebaskan, mereka pergi ke tempat "teman-
teman" (anggota gereja) mereka (Kis. 4:23). Apa yang mereka lakukan bersama anggota gereja
itu? Mereka berdoa, dan "ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu
dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Tuhan dengan
berani" (Kis. 4:31). Tempat mereka bersidang justru adalah rumah anggota gereja, bukan gedung
kebaktian, atau balai penginjilan. Mereka bersidang justru di rumah-rumah anggota gereja.
Bukan sebuah bangunan resmi, baru layak menjadi tempat bersidang, melainkan rumah-rumah
anggota gereja sudah layak menjadi tempat bersidang.
Di jaman para rasul, bila orangnya banyak, adakalanya mereka berkumpul di Serambi
Salomo (Kis. 5:12), itulah tempat mereka mengadakan sidang seluruh gereja. Di dekat bait suci
pada masa itu terdapat sebidang pelataran atau lapangan luas. Ketika jumlah anggota gereja
sangat banyak, mereka sering bersidang di tempat tersebut. Pada waktu itu tidak ada gedung
kebaktian yang atapnya lancip dan megah. Bila orangnya banyak, mereka lalu mencari sebuah
tempat luas yang disebut Serambi Salomo sebagai tempat sidang mereka. Tiap hari mereka
"melanjutkan pengajaran mereka di bait Allah dan di rumah-rumah orang dan memberitakan
Injil tentang Yesus yang adalah Mesias" (Kis. 5:42). Persidangan mereka yang biasa diadakan di
rumah-rumah anggota gereja, bila orangnya banyak, mereka menyewa atau meminjam tempat
umum.
Ketika Petrus ditahan dalam penjara, gereja dengan tekun mendoakannya kepada Allah
(Kis. 12:5). Di sini Anda nampak, seluruh gereja di Yerusalem mendoakannya kepada Allah. Kita
tahu, jumlah anggota gereja di Yerusalem tidak sedikit, sekali dibaptis tiga ribu orang, sekali lagi
lima ribu orang, seluruhnya mungkin sepuluh ribu orang. Mereka tidak berkumpul di satu
tempat, melainkan terpisah di rumah-rumah, namun Alkitab menyebut mereka gereja. Di
manakah buktinya mereka bersidang terpisah di rumah-rumah? Alkitab mengatakan, setelah
Petrus keluar dari penjara, ia berpikir sebentar, lalu pergilah ia ke rumah Maria, ibu Yohanes
yang disebut juga Markus. Di situ banyak orang berkumpul dan berdoa (Kis. 12:12). Jadi, bukan
seluruh gereja berhimpun di satu tempat. Mereka tidak punya sebuah balai sidang yang material.
Jika perlu membangun balai sidang, tentunya para rasul sudah sejak dini membangun sebuah
balai sidang untuk mereka, sebab ketika itu jumlah mereka sangat banyak. Namun mereka tidak
ada kebutuhan itu, sebab ada sebagian orang berdoa di rumah ini, dan ada sebagian lagi di rumah
itu. Ketika itu, Petrus harus berpikir sebentar, mau ke rumah mana, dan akhirnya ia memutuskan
ke rumah Maria, ibu Markus. Itu adalah salah satu tempat sidang gereja pada waktu itu. Maka
bila anggota gereja di satu lokal tidak banyak dan tempatnya cukup besar, mereka bersidang di
situ; jika jumlahnya sangat banyak, sedangkan tempatnya kurang memadai, mereka harus
bersidang secara terpisah di rumah-rumah, kadang-kadang menyewa tempat umum untuk
bersidang bersama seluruh gereja. Demikianlah cara bersidang secara terpisah atau bergabung
yang kita nampak dalam Alkitab.
Sampai Kisah Para Rasul 13 hingga 14, ada satu permulaan lain dari Antiokhia. (Yang
terdahulu adalah garis Yerusalem). Bagaimanakah praktik para rasul? Bersidang di manakah
Paulus ketika ia dari luar kota kembali ke Antiokhia? "Setibanya di situ, mereka (Paulus dan
kawan-kawannya) memanggil jemaat berkumpul, lalu mereka menceritakan segala sesuatu yang
Allah lakukan dengan perantaraan mereka, dan bahwa Ia telah membuka pintu bagi bangsa-
bangsa lain karena iman." (Kis. 14:27). Yang dipentingkan di sini adalah jemaat, bukan balai
sidang. Jadi balai sidang itu mungkin pinjaman, mungkin pula rumah salah seorang saudara, itu
bukan masalah yang penting.
Waktu Paulus tiba di Troas, "Pada hari pertama pada minggu itu, ketika kami berkumpul
untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara . . . Pembicaraan itu berlangsung sampai
tengah malam. Di ruang atas di mana kami berkumpul, dinyalakan banyak lampu. Seorang
muda bernama Eutikhus duduk di jendela. Karena Paulus amat lama berbicara, orang muda itu
tidak dapat menahan kantuknya. Akhirnya ia tertidur lelap dan jatuh dari tingkat ketiga ke
bawah. Ketika ia diangkat orang, ia sudah mati. Tetapi Paulus turun ke bawah. Ia merebahkan
diri ke atas orang muda itu, mendekapnya, dan berkata: "Jangan ribut, sebab ia masih hidup ...
Sementara itu mereka mengantarkan orang muda itu hidup ke rumahnya, dan mereka semua
merasa sangat terhibur" (Kis. 20:7-12). Di sini kita lihat, tempat mereka bersidang adalah di
ruang atas tingkat ketiga! Lagi pula ada orang (pemuda tadi) duduk di jendela. Sidang mereka di
Troas nampaknya sangat informal! Tidak seperti hari ini, setiap gedung kebaktian gereja begitu
indah dan megah, sehingga sangat menarik perhatian orang dan seolah memasang iklan bagi
orang-orang kaya. Namun ketika kaum imani di Troas bersidang, tempat mereka adalah di ruang
atas tingkat ketiga, dan ada yang duduk di jendela! Ini lebih tidak mirip balai sidang. Balai
sidang dalam Alkitab sangat sederhana. Peserta-pesertanya ada yang duduk di jendela seperti
Eutikhus, duduk di lantai seperti Maria pun boleh. Persidangan kekristenan hari ini sungguh
terlalu formal! Kita harus memulihkan sistem di ruang atas (loteng). Ruang bawah adalah tempat
jual beli, tempat orang berlalu lalang, sedang ruang atas agak lebih mirip kekeluargaan. Jamuan
malam terakhir diadakan di ruang atas, turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta juga di ruang
atas; sidang di sini juga di ruang atas. Pada prinsipnya, Allah menghendaki tempat sidang kita
"di ruang atas", yang tidak begitu formal, yang di dalamnya kita bisa saling menikmati suasana
kekeluargaan lebih banyak.
Allah berkenan anak-anakNya bersidang bersama dan di dalamnya mengandung suasana
kekeluargaan. Karena itu dalam Alkitab tidak ada catatan tentang tempat atau balai sidang resmi.
Bagaimanakah bentuk balai sidang dalam Alkitab? Bentuknya ialah, gereja tidak mempunyai
balai sidang resmi, gereja sering bersidang di rumah-rumah anggotanya. Alkitab mencatat
beberapa kali, bahwa gereja bersidang di rumah orang. Misalnya "Salam juga kepada jemaat
(gereja) di rumah mereka - Priska dan Akwila." (Roma 16:5; I Kor. 16:19). "Sampaikan salam
kami kepada saudara-saudara di Laodikia; juga kepada Nimfa dan jemaat (gereja) yang ada di
rumahnya" (Kol. 4:15). ". . . kepada Filemon yang kekasih, teman sekerja kami . . dan kepada
jemaat (gereja) di rumahmu” (Flm.2). Perjanjian Baru setidak-tidaknya ada tiga "gereja di
rumah". Apa artinya gereja di rumah? Itu berarti jumlah orang di gereja itu tidak banyak dan
rumah seorang saudara cukup luas, maka mereka bersidang di rumahnya; maka gereja semacam
itu disebut gereja di rumah si anu. Pada masa rasul, tempat sidang gereja tidak harus sebuah balai
sidang atau gedung resmi yang besar. Lain halnya dengan tempat penginjilan yang diperlukan
pekerjaan.
Maka segala perkara harus dimulai dari awal. Bila Anda tiba di suatu tempat dan
menginjil dan ada orang beroleh selamat, Anda harus menjelaskan kepada mereka, tidak saja
masalah mendengarkan khotbah, beroleh selamat, dan kemenangan itu sangat penting, bersidang
pun penting. Bukan pekerja yang menyelenggarakan sidang bagi mereka, melainkan mereka
sendiri harus bangkit mengadakan sidang. Misalkan sidang pemahaman Alkitab, sidang doa,
sidang pemecahan roti dan sidang penggunaan karunia; . . . semua itu harus mereka tanggung
sendiri. Sebagai gereja lokal, mereka harus menentukan tempat sidang mereka sendiri. Paling
baik di rumah-rumah saudara. Tempat sidang itu di sebuah rumah atau di beberapa rumah, harus
mereka sendiri yang mencari dan menetapkannya.
Kekeliruan hari ini ialah, tempat atau balai sidang gereja adalah tempat yang disewa atau
dibeli oleh pekerja. Ketika ada orang beroleh selamat, pekerja bukan menyuruh mereka sendiri
yang mencari tempat untuk bersidang, melainkan mengundang mereka mengikuti sidang di balai
sidang yang telah disewa atau dibeli oleh pekerja itu. Akibatnya gereja lokal tidak memiliki
sidang mereka sendiri, yang ada hanya sidang pekerja. Di samping itu, hal itu pun akan membuat
saudara-saudara menyalahpahami sifat kekristenan yang sesungguhnya, dan membuat mereka
dari awal tidak belajar menanggung kewajiban gereja dan kewajiban rohani. Padahal pada gereja
lokal, keperluan balai sidang sangat sedikit. Pada umumnya rumah-rumah saudara sudah boleh
digunakan untuk bersidang. Balai sidang diperlukan untuk pekerjaan, sebab pekerjaan perlu
sebuah tempat untuk bekerja. Karena itu, dari permulaannya kita sudah harus menjelaskan
kepada saudara-saudara yang baru percaya, bahwa tempat yang kita sewa atau beli adalah untuk
pekerjaan, dan hal itu tidak boleh dicampur aduk dengan gereja yang mereka dirikan sekarang.
Lain halnya dengan pekerjaan. Sering kali pekerjaan memang harus memiliki sebuah tempat
yang resmi. Namun kalian lebih baik bersidang di rumah. Karena itu mereka harus dari antara
orang percaya, mencari rumah siapa yang lebih memadai untuk bersidang. Bila orangnya banyak
dan lingkungannya luas, boleh saja ditambah dengan dua atau tiga rumah lagi. Kalian sendiri
harus bertanggung jawab dalam mencari dan menetapkan tempat-tempat sidang itu. Diwaktu-
waktu biasa kalian boleh bersidang secara terpisah di rumah. Bila perlu, sebulan sekali
mengadakan sidang gabungan kaum imani sekota; untuk memudahkan persekutuan atau
pembinaan, bolehlah meminjam atau menyewa tempat umum. Bila kekuatan keuangan
mengijinkan, boleh juga menyediakan tempat yang permanen. Bila ingin mengadakan sidang
istimewa, atau mengadakan suatu sidang untuk seluruh kaum imani dengan waktu yang agak
panjang, tidak ada salahnya menyewa atau meminjam tempat tertentu. Namun sidang gereja
yang rutin lazimnya diadakan di rumah-rumah.
Sidang gereja di rumah-rumah saudara adalah metode yang tepat dari gereja. Gedung
kebaktian yang besar dan megah seperti terlihat hari ini, sebenarnya merupakan kemuliaan
duniawi dan kebanggaan daging. Kita harus memiliki sidang di rumah-rumah, karena sidang di
rumah-rumah banyak faedahnya. Di sini suasananya jauh lebih bebas. Kita dapat berbincang-
bincang tentang masalah rohani bersama-sama tanpa ada suatu tekanan atau batasan. Jika orang
yang sama dibawa ke balai sidang, ia akan duduk dengan disiplin, seperti orang yang tidak punya
perasaan. Akibatnya, ia akan menjadi orang pasif, membiarkan orang lain saja yang berkhotbah.
Ini bukan sidang gereja. Sidang gereja selalu penuh dengan suasana kekeluargaan. Semua yang
hadir, selain terkendali oleh Roh Kudus, tidak terikat oleh apa pun. Karena itu, bila ada saudara
ingin mengajukan pertanyaan dalam sidang pun tidak dilarang (I Kor. 15:35).
Lagi pula, sidang rumahan seperti ini akan membuat saudara-saudara merasa, bahwa
perkara-perkara gereja adalah milik mereka, juga dekat dengan mereka. Tidak sedikit orang
imani yang merasa urusan gereja itu agung dan besar dan dengan mereka terpaut entah berapa
jauhnya. Hal itu disebabkan adanya sebuah balai sidang yang megah, yang segala urusannya
ditanggung hanya oleh para pekerja. Tapi jika tempat sidang ada di rumah, di dalam keluarga,
tidak akan ada perasaan yang demikian. Kaum imani akan merasa gereja itu sangat dekat dan
menyadari kewajiban rohani mereka.
Sidang rumahan juga akan membuat para tetangga kita mengetahui, bahwa keluarga kita
adalah orang Kristen. Hal ini besar sekali manfaatnya bagi kesaksian dan pemberitakan Injil.
Berapa banyak orang enggan pergi ke "gereja" (gedung kebaktian atau balai sidang), namun mau
datang ke rumah.
Sidang rumahan pun dapat menghindari kerugian material. Orang Kristen pada abad
ketiga bisa tahan penganiayaan Roma justru karena gereja pada masa itu bersidang di ruang
bawah tanah dan digua-gua di pegunungan. Tempat-tempat sidang seperti itu tidak mungkin
ditemukan oleh lawan, kecuali ada orang yang menunjukkan. "Gedung kebaktian" model
bangunan besar dan megah seperti hari ini terlalu mudah ditemukan! Apakah sebenarnya
kekristenan? Tempat sidang rutin orang Kristen jaman dulu tidak sebesar itu, dan tidak demikian
menarik perhatian orang, pun tidak begitu boros. Gedung kebaktian hari ini adalah buatan
manusia, bukan kehendak Allah yang semula. (Balai sidang pekerjaan lain masalahnya.)
Ingatlah, kita tidak mengatakan gereja tidak boleh memiliki sebuah tempat sidang. Yang
saya tekankan ialah, bagaimanapun kita harus menjadikan sidang keluarga sebagai sidang
standar gereja. Sebuah tempat sidang umum bukanlah tempat persidangan yang rutin. Satu
Korintus 14:23 belum tentu merupakan satu tempat umum. Andaikata ada sebuah tempat umum,
itu pun tidak dapat dijadikan alasan untuk meniadakan sidang rumahan.
Tercatat dalam I Korintus 14:23, "Kalau seluruh gereja berkumpul bersama-sama . . ."
Jelas, gereja ada saatnya berkumpul bersama-sama. Pada hari Pentakosta, murid-murid
berkumpul bersama-sama (Kis. 2:1), kemudian ada kalanya mereka pun berkumpul di Serambi
Salomo (Kis. 5:12). Sering kali gereja boleh mencari satu tempat untuk bersidang bersama-sama.
Namun juga tidak boleh kehilangan cita rasa kekeluargaan. Kita harus sering bersidang. Dalam
Alkitab, tidak pernah ada sebuah balai sidang resmi seperti hari ini.
Karena itu, keputusan kita sangat sederhana, yakni bila di suatu lokal ada orang beroleh
selamat, segeralah mengadakan sidang rumahan. Bila orangnya sedikit, diadakan di satu rumah,
jika orangnya banyak, dibagi di beberapa rumah. Ketika seluruh gereja ingin berkumpul
bersama-sama, sebulan atau setengah bulan sekali, bolehlah menyewa sebuah tempat yang agak
luas. Ini adalah sidang gereja. Pola sidang pekerjaan lain lagi, itu ditanggung oleh para pekerja,
bukan oleh gereja. Jadi balai sidang ada dua macam, yang satu untuk sidang gereja lokal dan
balai sidangnya mengutamakan keluarga/rumah; satu lagi untuk pekerjaan para pekerja, ini
bukan untuk sidang gereja, melainkan untuk pekerjaan pekerja. Itulah prinsip Paulus menyewa
rumah di Roma.
Kita telah nampak bahwa gereja di Roma sudah didirikan sejak dulu, dan sejak dulu
sudah ada saudara bersidang di situ. Tetapi ketika Paulus tiba di Roma, ia tidak menggunakan
tempat gereja lokal untuk pekerjaannya, melainkan menyewa sebuah rumah lain untuk bekerja.
Ini adalah teladan baik yang ditinggalkan Paulus untuk kita ikuti. Jika seorang pekerja tiba di
suatu lokal untuk tinggal di situ dalam jangka waktu yang pendek, ia boleh menerima akomodasi
gereja lokal. Misalkan Paulus tinggal di Troas hanya delapan hari, tak perlulah ia menyewa
rumah untuk bersidang. Setelah Paulus pergi, walau sidang pekerjaan berakhir, saudara-saudara
di Troas tetap memiliki sidang mereka sendiri. Karena Paulus di Roma akan menetap cukup
lama, ia harus menyewa rumah sendiri untuk menerima banyak orang yang datang
mengunjunginya, guna mengajarkan kebenaran tentang kerajaan Allah. Bila seorang pekerja
berencana bekerja agak lama di suatu lokal, ia harus menyewa sebuah rumah atau membangun
sebuah rumah untuk keperluan pekerjaannya. Metode ini boleh diterapkan oleh pekerjaan, tetapi
sebaliknya, gereja tidak perlu/harus memiliki balai sidang resmi. Misalkan untuk panti asuhan
George Muller, mereka malah perlu mendirikan beberapa rumah, sebab itu bersifat pekerjaan.
Tetapi, dalam Alkitab, bagaimanapun gereja mempunyai lebih banyak sidang-sidang yang
bersifat kekeluargaan.
Tiga masalah ini sekarang sudah dapat kita bereskan.
(1) Menurut Alkitab dalam gereja hanya ada saudara yang maju, yang bangkit menjadi
penilik, tidak ada pekerja dari luar yang menetap di situ untuk mengelola gereja itu. Begitu ada
gereja, pekerja sudah boleh dari antara saudara-saudara setempat memilih penatua untuk
bertanggung jawab. Pekerja sendiri boleh pergi ke tempat lain menurut pimpinan Tuhan.
Saudara-saudara lokal harus nampak perihal penatua mengelola gereja adalah metode yang tepat
dalam Alkitab. Mereka tidak boleh mengharap ada orang dari luar lokal itu yang diundang ke
tempat mereka untuk khusus menanggung kewajiban gereja.
(2) Sidang-sidang gereja bukan menjadi tanggung jawab pekerja, melainkan saudara-
saudara lokal itu sendiri melayani sesama saudara menurut karunia dari Allah kepada masing-
masing, dan bersifat saling dan timbal balik; bukan aktif sepihak. Bila ada saudara pekerja
singgah ke tempat itu, boleh mengadakan sidang istimewa selama beberapa hari atau, sepuluh
hari, atau dua pekan. Pada waktu-waktu biasa ketika saudara-saudara bersidang, harus saling
membina, menasihati satu sama lain dengan mazmur, penyataan, pengajaran, bahasa roh dan lain
sebagainya. Tetapi untuk mengadakan sidang semacam ini, setiap pekerja harus sekuatnya
memimpin orang mengalami pencurahan Roh Kudus. Jika tidak, maka sidang I Korintus 14 itu
tidak mungkin terlaksana.
(3) Tempat sidang tidak harus resmi, melainkan bersifat kekeluargaan. Jika orangnya
sedikit, bersidang di satu rumah; jika orangnya banyak, dibagi dalam beberapa rumah. Bila ingin
mengadakan sidang bersama (bergabung), boleh mencari tempat umum lainnya.
Dengan pola kerja demikian, maka persoalan berdiri sendiri, memelihara sendiri dan
memberitakan sendiri tidak akan timbul dalam gereja. Lagi pula, gereja dapat menghemat
banyak pengeluaran, pengeluaran lokal tidak seberapa dan dapat memanfaatkan semua
persembahan untuk membantu kebutuhan kaum imani yang miskin, seperti di Korintus; atau
membantu keperluan pekerjaan dan pekerja, seperti di Filipi. Hasilnya, setiap aspek akan
berkembang dengan leluasa tanpa mengalami hambatan.

Anda mungkin juga menyukai