Anda di halaman 1dari 15

Rencana Allah Bagi Anda

J.I. Packer

Bab 1 - Bahaya! Theolog Sedang Berkarya


Buku ini mengajak pembacanya menjadi seorang teolog. Teolog berasal dari dua kata Yunani,
Theos yang berarti Allah dan Logos yang berarti ilmu, maka teolog berarti percakapan tentang Allah
atau pemikiran tentang Allah yang dinyatakan dalam penyataan-penyataan tentang Allah. Pemikiran
tentang Allah hanya tepat jika sejalan dengan pikiran Allah tentang diri-Nya. Teologi bisa
disebut baik hanya jika kita membiarkan kebenaran Allah yang disingkapkan – yaitu pengajaran
Alkitab – meresapi pemikiran kita. Jadi sebelum bicara, kita perlu mendengar, yaitu mendengar dari
Roh Kudus yang berbicara dalam Kitab Suci. Kemudian, kita menerapkannya untuk memperbaiki dan
mengarahkan hidup kita. Julukan teolog diberikan kepada mereka yang membantu proses ini.

Dalam satu pengertian, setiap orang Kristen adalah teolog. Namun dalam pembicaraan di
kalangan orang Kristen, sebutan teolog ditujukan bagi mereka yang dalam pengertian tertentu
mengkhususkan diri dalam mempelajari kebenaran Allah.

Apakah peranan mereka? Adakah tugas tertentu yang dapat kita harapkan untuk mereka
lakukan bagi kita? Ada. Peranan mereka adalah mendeteksi dan mengurangi pencemaran intelektual
dan untuk memastikan, sejauh yang mampu dilakukan manusia, bahwa kebenaran Allah Sang
Pemberi Hidup, mengalir dengan murni tanpa tercemar, ke dalam hati orang Kristen. Panggilan
mereka mewajibkan mereka mengupayakan kebenaran bisa disampaikan melalui khotbah,
pengajaran, dan penelaahan Kitab Suci.

Bab-bab berikut membahas sejumlah pertanyaan penting yang sering membingungkan


orang Kristen. Semua pertanyaan ini berkaitan langsung dengan setiap orang. Apakah
rencana Allah dalam dunia-Nya yang membingungkan dan menyusahkan? Siapa yang berhak
menyebut diri sebagai sahabat-Nya? berbagai pertanyaan penting ini sering dijawab secara
salah.

Apa yang harus dilakukan oleh seorang teolog ketika menghadapi pertanyaan-pertanyaan
tersebut? Dia harus memetakan setiap masalah kehidupan, dengan semua faktor manusiawi yang
terlibat di dalamnya, dan kemudian melapisinya dengan semua pengajaran dan pemahaman alkitabiah
yang terkait. Peta ini diperlukan bagi dirinya dan jemaat untuk melintasi kehidupan selama berziarah
dan menjadi musafir yang mengikuti Tuhan.
Peta teologis yang terbaik harus jelas dan memiliki tujuh syarat dasar. Pertama, peta tersebut akurat
dalam penyajian materinya, baik secara manusia maupun Alkitab. Ini merupakan syarat mutlak.
Kedua, peta tersebut berpusat pada Allah, menyadari kedaulatan Allah di dalam segala sesuatu, yang
terlihat maupun yang dibayangkan. Ketiga, peta tersebut bersifat doksologis, memuliakan Allah atas
karya-Nya, mendorong sukacita, penyembahan, dan pemujaan dalam segala keadaan. Keempat, peta
ini berorientasi ke masa depan, sebab Kekristenan merupakan agama pengharapan. Kelima, peta ini
terkait dengan Kristus dalam dua hal, peta ini menyatakan sentralitas Kristus dalam segala rencana
Allah, di sisi lain peta ini memandu kita untuk mengikuti Yesus, memikul salib, dan menyangkal diri
dalam segala hal. Keenam, peta semacam ini berpusat pada Gereja sebagai pusat rencana Allah.
Ketujuh, peta ini berfokus pada kebebasan karena telah ditebus oleh Kristus bukan hukum Taurat
namun dengan rela menjalankan hukum tersebut karena mengasihi Kristus.

Apakah teologi dapat berbahaya seperti judul bab ini? Pada dirinya sendiri tidak, kecuali jika
ia diterapkan berdasarkan prinsip yang keliru. Mereka yang menggeluti teologi harus melawan
pencobaan kembar. Yang pertama adalah menganggap diri sebagai orang Kristen superior karena
tahu lebih banyak dari orang lain. Yang kedua adalah membebaskan diri dari berbagai kewajiban
yang mengikat orang lain, seolah-olah keahlian mereka memasukkan mereka ke dalam kelas
tersendiri yang tak tersentuh oleh peraturan-peraturan biasa.

Bab 2 - Rencana Allah


Orang zaman sekarang merasa tersesat dan terhilang. Kehidupan mengejek pengharapan kita
dengan realitas kejahatan di dalam dunia. Banyak orang yang mengalihkan pengharapan mereka
kepada materi dan obat-obatan, bahkan ada yang ingin segera mengakhiri hidup. Manusia diberi hidup
oleh Allah, maka hanya Allah yang dapat memberikan maknanya. Untuk menemukan makna
kehidupan, maka kita harus kembali kepada Allah. Kembali kepada Allah berarti kembali kepada
apa yang dikatakan Alkitab.

Kita harus membaca Alkitab, sayangnya kita sering salah membaca Alkitab. Kita tidak
melihat Alkitab sebagai kesatuan antar kitab-kitab yang ada di dalamnya. Kita sering membaca pasal-
pasal bahkan ayat-ayat tertentu saja tanpa melihat keseluruhan pemikirannya. Alkitab harus dibaca
seperti sebagai buku –sebuah kisah dengan sebuah tema. Kitab Suci kita merupakan pikiran Allah
yang dinyatakan kepada kita. Berasal dari satu pikiran yaitu pikiran Allah. Alkitab memiliki
keterkaitan di antara setiap bagiannya. Sebagai kewajiban, kita harus memikirkan apa yang dikatakan-
Nya. Jangan berharap bahwa Alkitab akan membius pikiran kita sehingga tidak lagi memikirkan apa-
apa, lalu dengan tenang mengerti segala kenikmatan bersama Allah. Justru Alkitab menuntut diri
kita untuk membacanya dengan pemikiran yang penuh.
Apakah yang kita temukan jika kita membaca Alkitab sebagai satu kesatuan yang utuh dan
dengan menyelidiki fokusnya? Inilah yang kita temukan: Alkitab tidak terutama berbicara tentang
manusia. Tokoh utamanya adalah Allah, Sang Pahlawan dalam kisah Alkitab. Alkitab
menyurvei karya-Nya di dunia ini, dulu, kini, dan kelak, berikut penjelasan dari para nabi, pemazmur,
orang bijak, dan rasul. Tema utamanya bukan keselamatan manusia, melainkan karya Allah
yang mempertahankan tujuan-Nya dan memuliakan diri-Nya dalam alam semesta yang
berdosa dan kacau. Dia melakukannya dengan mendirikan kerajaan-Nya dan meninggikan Putra-
Nya, dengan menciptakan suatu umat untuk menyembah dan melayani Dia, dan dengan membongkar
dan menata ulang segala yang ada, yang berarti mencabut dosa dari dunia-Nya.

Kebenaran dasar pertama yang harus kita sadari adalah “Tuhan bertakhta.” Allah di dalam
segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya (Efesus 1:1). Ketuhanan Allah yang
berdaulat merupakan dasar dari pesan Alkitab dan fakta mendasar iman Kristen.

Tujuan akhir dari iman Kristen adalah memuliakan Allah karena Allah mengerjakan segala
sesuatu bagi kemuliaan-Nya. Allah bukan seperti manusia yang dipenuhi rasa egois dan serakah akan
kemuliaan. Manusia menjadi berdosa ketika memuliakan dirinya sendiri karena ia tidak pantas untuk
itu. Namun Allah adalah pantas untuk dimuliakan.

Orang saleh tidak menyangkal bahwa panggilan tertinggi manusia adalah menjadi alat bagi
kemuliaan-Nya. Kesalehan adalah kualitas hidup yang terdapat di dalam diri mereka yang mengejar
kemuliaan Allah. Sehingga memuliakan Allah adalah sumber kepuasan orang saleh. Hasrat ini
adalah bagian dari citra Allah yang telah diperbaharui di dalam mereka. Allah mengenal orang saleh
yang melayani Dia seperti saat dia berlutut dan berdoa. Sejauh doanya, sejauh itu Allah mengenal-
Nya.

Bab 3 – Bertemu dengan Allah


Satu hari kelak kita akan berjumpa dengan Allah. Kita akan dihakimi di hadapan-Nya. Jika
kita meninggalkan dunia ini tanpa terlebih dulu diampuni, betapa mengerikan peristiwa itu. Namun,
ada cara untuk berjumpa dengan Allah di bumi, yang akan menyingkirkan segala ketakutan dari
perjumpaan kelak.

Kita bertemu dengan Allah sebagai Bapa sorgawi yang penuh kasih, setelah terlebih dahulu
mengenal Putra-Nya, Yesus Kristus, sebagai Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Kita bertemu dengan Allah
di saat kita menerima Yesus sebagai Juruselamat dan Sahabat kita, dan menerima-Nya sebagai Guru
dan Tuhan kita.

Ini berarti tak ada orang yang bertemu dengan Allah, atau bertemu dengan Kristus, jika
pengalaman titik balik Yesaya belum menjadi realitas dalam hidupnya. Yesaya melihat kekudusan
Allah. Perhatikanlah kekudusan Allah dalam arti yang penuh dan luas. Seperti spektrum warna yang
membentuk cahaya, spektrum dari berbagai kualitas ini bersatu membentuk kekudusan. Kisah Yesaya
memaparkan lima realitas tentang Allah, yang berpadu membentuk kekudusan Allah.

(1) Ketuhanan atau kedaulatan Tuhan. (2) Keagungan adalah unsur kedua. (3) Kedekatan dan
kemahahadiran. (4) Kemuliaan berarti hadirat Allah dinyatakan supaya natur dan kuasa-Nya terlihat.
(5) Dalam kekudusan Allah adalah kemurahan – kemurahan yang memurnikan dan menyucikan, yang
Yesaya alami ketika ia mengakui dosanya.

Gereja dan masyarakat masa kini suka bermain. Kita tidak mengakui natur Allah yang
sebenarnya. Kita tidak bertemu dan berurusan dengan Dia sebagaimana seharusnya. Bahkan para
pekerja Kristen bisa gagal memahami, atau bisa kehilangan sentuhan dengan kekudusan Allah, sama
seperti yang pernah dialami oleh Yesaya. Perhatikanlah kesalahan-kesalahannya; bisa jadi Anda
melakukannya.

Kesalahan pertama, apa yang dibuat saat ia memasuki Bait Suci adalah menganggap Allah
sebagai sosok yang jinak – yang bisa diatur, dikendalikan dan dipanggil untuk bertindak sesuai
permintaannya, bagai jin dari lampu Aladdin. Kesalahan kedua adalah menganggap bahwa dirinya
pasti diterima – bahwa sebagai nabi, tentu tidak akan ada masalah dalam relasi pribadinya dengan
Allah. Kesalahan ketiga adalah ketika Yesaya menyadari kekudusan Allah, ia bukan hanya berpikir
bahwa dosanya menjauhkan dia dari Allah (pemikiran yang benar), tetapi juga berpikir bahwa ia akan
binasa untuk selama-lamanya. Sesungguhnya, kasih yang kudus mengatasi kuasa dosa yang
menghakimi dan menghancurkan jiwa kita. Kesalahan Yesaya yang keempat adalah merasa berhasil
dalam melayani Allah.

Kesimpulan dari semua ini adalah pertama, karena Allah adalah kudus, tak seorang pun
dapat bersekutu dengan-Nya kecuali didasarkan pada penebusan yang Allah sendiri sediakan dan
terapkan. Kedua, tidak ada orang yang dapat berbicara dengan Allah secara sepatutnya, kecuali ia
menyadari kekudusan Allah, keberdosaannya, objektivitas penebusan Kristus, dan kemurahan Allah
yang memampukannya beriman dan meyakinkannya akan pengampunan. Ketiga, jangan ada orang
yang beranggapan bahwa hati, pesan, atau pelayanannya gagal karena ia tidak melihat keberhasilan
seketika itu juga. Yang benar adalah bertekun dalam kesetiaan menanti sampai tiba saatnya bagi Allah
untuk memberkati. Keempat, ibadah pribadi – pujian dan penyembahan – harus menjadi sandaran
utama dari kehidupan pelayanan Kristen.

Bab 4 – Agama Bak Air Hangat


Nenek moyang kita beristirahat agar segar saat bekerja; kita bekerja agar bebas beristirahat.
Zaman materialistis menyamakan hidup dengan tamasya, liburan, perjalanan, olahraga, hiburan rakyat,
kesenian – yang semuanya dalam satu atau lain hal dilambangkan oleh bak air hangat. Hedonisme
membengkokkan kekudusan dan hedonisme hari ini sangat kuat mencengkeram prioritas kita.

Ritme hidup yang meliputi relaksasi jelas diperbolehkan; perintah keempat menunjukkan hal
itu. menikmati tubuh selagi bisa, dan bukannya membencinya, merupakan bagian dari disiplin
mengucap syukur kepada Pencipta kita.

Tetapi jika kekristenan tidak lebih dari faktor-faktor bak air hangat ini, yaitu kita memuja
hedonisme relaksasi dan perasaan bahagia yang egois, sambil mengelakkan tugas-tugas berat,
mengambil sikap yang populer, dan mempertahankan relasi yang melelahkan, kita pasti akan
kehilangan keberpusatan pada Allah dan memikul salib, yang merupakan panggilan Yesus pada kita.
Ini berarti kita mengiklankan kemerosotan kita kepada dunia.

Dalam hal rohani maupun alami, kebahagiaan bisa didapat hanya sebagai hasil sampingan dari
mementingkan hal lain yang bernilai, berharga, dan agung. Kebahagiaan dapat didasarkan pada sukacita
karena mengetahui kasih Allah Bapa dan Allah Putra yang menebus kita, dan menunjukkan rasa syukur
yang aktif. Upaya memperkenan Allah merupakan saluran yang mengalirkan damai sejahtera ke hati
Anda. Fakta bahwa kenikmatan sejati tak dapat dipisahkan dari kesalehan sejati, ini merupakan
kebenaran teologi yang manis dan mendalam.

Kita perlu menekankan warisan orang Kristen dalam hal kenikmatan (Mzm. 36:9; 43:4; 9:3;
Rm. 14:7; 15:3). Kekristenan tidak menghasilkan kemurungan tetapi justru menjauhkannya. Dosa
mendatangkan dukacita, kesalehan mendatangkan kenikmatan. Sukacita lebih mendalam dan tidak
tergantung pada kenikmatan. Seperti sukacita, kenikmatan adalah berkat Allah, tetapi jika sukacita itu
aktif, nikmat itu pasif. Kenikmatan adalah bagian kondisi manusia yang ideal (Why. 7:16-17).

Kenikmatan (kesenangan yang disadari) tidak memiliki kualitas moral intrinsik. Yang membuat
kenikmatan benar, baik dan berharga, atau salah, buruk, dan berdosa adalah apa yang menyertainya.
Perhatikan motivasi dan akibat dari apa yang Anda nikmati.

Teosentrisitas yang menolak egosentrisitas dengan mengakui bahwa dalam pengertian yang
hakiki, kita ada demi Allah dan bukan Dia demi kita, merupakan dasar kesalehan yang sesungguhnya.
Tanpa peralihan yang radikal dari berpusat pada diri menuju berpusat pada Allah, agama apa pun
merupakan kebohongan belaka.

Yesus Kristus menuntut penyangkalan diri sebagai syarat mutlak pemuridan (Mat. 16:24; Mrk.
8:34; Luk. 9:23). Penyangkalan diri merupakan panggilan untuk tunduk pada kedaulatan Allah sebagai
Bapa, kedaulatan Yesus sebagai Tuhan, dan menyatakan perang seumur hidup dengan egoisme naluriah
kita. Yesus mengaitkan penyangkalan diri dengan memikul salib. Memikul salib pada zaman itu
dituntut bagi mereka untuk siap dihakimi masyarakat, kehilangan hak-hak, dan digiring keluar untuk
disalibkan. Agama bak air hangat gagal menangani persoalan ini dan berusaha memanfaatkan kuasa
Allah untuk memprioritaskan keberpusatan diri.

Meskipun demikian, orang Kristen bukan berarti hidup tanpa sukacita. Ada hikmat yang
dimiliki orang Kristen dalam mendukun dan memerintahkan sukacita yang disediakan oleh
pemeliharaan Allah. Hal ini tidak sama dengan hedonisme. Hikmat ini menawarkan tiga perintah
sebagai jawaban atas pertanyaan bagaimana kita seharusnya hidup, yaitu beribadah (takut akan Allah),
ketaatan (menjalani perintah-Nya), dan pengharapan.

Bab 5 – Gaya Hidup Kristen


Gaya hidup adalah label untuk bentuk ideal yang menjadi tujuan dari berbagai pilihan
kehidupan kita, sekaligus label untuk bentuk gaya aktual yang dihasilkan oleh pilihan kita itu. konsep
gaya hidup berada di antara bagaimana kita ingin hidup (directional), dan bagaimana kita sebenarnya
hidup (descriptive).

Masalah apa saja yang kita hadapi sehubungan dengan waktu luang dan gaya hidup? Ada tiga
masalah yang jelas memiliki implikasi teologis, moral, dan penyembahan.

Masalah pertama adalah pemberhalaan, yaitu penyembahan terhadap allah palsu. Ada dua
prinsip alkitabiah yang penting dalam hal ini. 1) apa pun yang mengendalikan dan membentuk hidup
seseorang adalah allah yang disembah orang itu dan 2) manusia tidak bisa tidak mengabdi kepada
sesuatu. Dalam mengidolakan benda-benda yang kita inginkan, kita mengidolakan diri, si empunya
keinginan itu; dan dengan demikian kita jatuh ke dalam pemberhalaan ganda.

Masalah kedua adalah hedonisme dan lawannya, anti-hedonisme. Alkitab berkata bahwa
memuliakan Tuhan melalui ibadah dan pelayanan merupakan sasaran manusia sejati, bahwa bersukacita
di dalam Tuhan merupakan inti ibadah, dan bahwa buah-buah kesenangan kekal akan diberikan kepada
kita kelak. Jika kita mencari kesenangan lebih dari mencari Tuhan, maka kita terancam kehilangan
keduanya.

Masalah ketiga adalah utilitanianisme, yaitu pandangan bahwa nilai ditentukan oleh
kegunaan dan produktivitas untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Utilitarian mengabaikan fakta
bahwa alat untuk mencapai tujuan dapat memiliki nilai intrinsik, dan karenanya perlu dihargai dan
diperhatikan di luar fungsinya untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan prinsip apakah kehidupan yang telah ditebus harus dihidupi? Pertama, kehidupan
merupakan kewajiban terhadap Allah – yaitu memuliakan Dia melalui ketaatan yang timbul dari rasa
syukur atas anugerah-Nya. Kedua, kehidupan mengasihi sesama. Kasih mengusahakan kebaikan dan
kemajuan dalam segala hal yang mungkin dilakukan bagi orang yang dikasihi; kasih lebih merupakan
soal pikiran dan kehendak daripada perasaan, lebih merupakan soal komitmen jangka panjang daripada
intensitas sesaat. Kewajiban mengasihi sesama – seperti kewajiban mengasihi Allah – memerlukan
disiplin hidup. Ketiga, kehidupan yang bebas (Gal. 1:51): bebas dari keharusan mengusahakan
keselamatan, bebas dari kekangan hukum Perjanjian Lama, bebas menggunakan dan menikmati segala
hal ciptaan (1Tim. 4:4-5; 6:17), dan bebas dalam pengertian suatu kepenuhan dan kepuasan untuk
bekerja bagi Tuhan (“melayani Tuhan adalah kebebasan sempurna”). Terakhir, kehidupan yang
diselamatkan adalah kehidupan dalam pengharapan kepada Allah, untuk menerima Firman dan
pemberian-Nya.

Uang dimaksudkan untuk dipakai demi kebaikan. Uang bukan untuk dicintai dan ditumpuk;
sebaliknya, untuk dikelola demi melayani Tuhan dan sesama. Orang Kristen seharusnya menghemat,
bukan mengonsumsi berlebihan. Jika itu berarti orang Kristen tidak dapat hidup sama seperti orang-
orang terkaya di dunia, tidak masalah. Masih banyak hal lebih penting untuk dilakukan.

Bab 6 – Bimbingan
Berbeda dengan kebanyakan umat Katolik Roma dan liberal, kaum Injili terus disibukkan oleh
perihal bimbingan. Bagi mereka, tidak ada hal lain yang lebih menarik atau lebih diingini pada hari ini
daripada mengetahui kehendak Allah. Mengapa? Hasrat untuk dibimbing dengan ketidakpastian akan
bagaimana kita akan mendapatkannya, dan ketakutan jika kita tidak mendapatkannya. Semua ini
menjadi sumber kecemasan. Orang yang cemas akan terpikat pada setiap bentuk kepastian yang
ditawarkan, bahkan yang paling tidak masuk akal. Seperti mencari pesan-pesan pribadi dalam Kitab
Suci yang sesungguhnya tidak sesuai dengan makna asli. Bahkan ada yang mencari dengan cara
mengosongkan pikiran lalu menyatakan klaim bahwa hal tersebut merupakan petunjuk langsung dari
Tuhan.

Terdapat sepuluh petunjuk sebagai suatu rangkuman tentang pendekatan alkitabiah terhadap perihal
bimbingan:

1. Ajukanlah pertanyaan: “Hal terbaik apakah yang bisa aku perbuat bagi Allahku?”
2. Perhatikanlah instruksi dari Kitab Suci.
3. Ikutlah teladan orang-orang saleh dalam Kitab Suci.
4. Biarkanlah hikmat menilai rangkaian tindakan yang terbaik; hikmat dari teman-teman dan
pembimbing dalam persekutuan Kristen.
5. Perhatikanlah dorongan yang berasal dari Allah, yang menghampiri Anda.
6. Cintailah damai ilahi yang Paulus sebut sebagai “pasukan pengawal” bagi hati mereka yang
berada dalam kehendak Allah (Flp. 4:7).
7. Selidikilah batasan kemungkinan yang ditetapkan oleh keadaan.
8. Bersiaplah jika Allah memimpin Anda untuk menahan diri, sampai tiba saatnya mengambil
keputusan.
9. Bersiaplah jika Allah mengarahkan Anda kepada sesuatu yang tidak Anda sukai dan mengajar
Anda menyukainya!
10. Jangan pernah lupa bahwa jika Anda mengambil keputusan yang buruk, itu bukan akhir dari
segala-galanya.

Pengajaran Allah dalam Kitab Suci merupakan dasar bimbingan bagi hidup kita. Bimbingan adalah
karunia Allah bagi mereka yang mencari-Nya untuk menyelamatkan mereka dari dosa – yang berarti
mencari Yesus Kristus. Allah umumnya memimpin anak-anak-Nya melalui keputusan yang mereka
ambil berdasarkan hikmat Alkitab.

Bab 7 – Sukacita
Kita menginginkan sukacita dan diciptakan untuk bersukacita. Allah tidak menjadikan seorang
pun untuk menderita. Jika kita sengsara, itu karena kita memilih untuk berkata tidak pada sukacita.
Allah bermaksud memberi kita sukacita sejak semula.

Tujuan tertinggi manusia adalah memuliakan Allah, dan [dengan melakukannya] menikmati
Dia selama-lamanya. Sukacita merupakan inti kehidupan yang memuaskan. Ia juga inti dari Kekristenan
yang sejati dan dapat dipercaya, yaitu Kekristenan yang memuliakan Allah dan mengguncang dunia.

Sukacita yang memberikan kredibilitas kepada orang Kristen juga memberi mereka semangat.
Di masa penganiayaan, orang Kristen yang penuh sukacita terbukti kuat berada di bawah tekanan. Di
masa sulit, orang-orang Kristen yang penuh sukacita menolak untuk tawar hati dan menunjukkan
keteguhan. Mereka yang berdukacita harus diberi tahu bahwa Allah menawarkan sukacita walau apa
pun keadaan mereka, sebab jaminan ini berlaku bagi mereka sama seperti ia berlaku bagi orang lain.

Sukacita adalah suatu kondisi yang dialami, tetapi lebih dari sekedar perasaan; ia
terutama adalah suatu kondisi pikiran. Sukacita bisa disebut sebagai kondisi yang di dalamnya
pikiran dan perasaan bergabung untuk menghasilkan perasaan bahagia sepenuhnya.

Paulus dalam Surat Filipi meneladankan dan merumuskan sukacita Kristen, yaitu sukacita “di
dalam Tuhan,” yang mengalir dari relasi seseorang dengan Yesus Kristus. Sumber sukacita pertama
adalah kesadaran bahwa kita dikasihi. Sumber sukacita kedua adalah menerima situasi sebagai hal yang
baik. Sumber sukacita ketiga adalah memiliki sesuatu yang berharga. Sumber sukacita yang keempat
adalah memberikan sesuatu yang berharga.

Rahasia sukacita bagi orang percaya terletak pada seni berpikir Kristen. Dengan sarana
ini Roh Kudus secara teratur – bukan hanya sesekali pada saat-saat sukacita khusus – memelihara
sukacita yang menandakan bahwa kita ini milik Kristus.
Bab 8 – Kitab Suci dan Pengudusan
Dalam Yohanes 17:17, Kebenaran mengandung pengertian teologis: deklarasi dan
penyingkapan realitas seperti yang Allah ketahui. Karena seluruh Kitab Suci merupakan Firman
kebenaran, kita bisa menyimpulkan bahwa pengajaran alkitabiah merupakan sarana pengudusan yang
Yesus doakan.

Apakah pengudusan itu? akar istilah ini bersifat relasional atau posisional: menyucikan atau
menguduskan berarti mengkhususkan sesuatu atau seseorang bagi Allah, baik dalam pengertian umum
dan inklusif, maupun untuk tujuan tertentu, dan membuatnya diterima oleh Allah berdasarkan tujuan
tersebut. Pengudusan Yesus merupakan pengkhususan diri-Nya sebagai korban untuk menebus
dosa murid-murid-Nya; pengudusan mereka dan pengudusan kita merupakan pengkhususan inklusif
sebagai umat Allah yang kudus dalam segala aspek, bagian, kegiatan, dan relasi hidup kita.

Masalahnya, banyak orang Kristen telah meninggalkan kekudusan. Kaum Injili yang dulu pernah
berjuang di medan ini telah undur dari pertempuran. Keberanian pengkhotbah-pengkhotbah dalam
memberitakan kekudusan tinggal kenangan, seperti jalan di tengah hutan yang telah terhapus oleh cuaca
dan hujan.

1. Konteks pengudusan adalah pembenaran oleh iman melalui Kristus.


2. Dasar pengudusan adalah persatuan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya.
3. Perantara pengudusan adalah Roh Kudus, yang memampukan kita untuk terbiasa dan aktif
menghendaki dan memuliakan Allah.
4. Pengudusan bertentangan dengan dosa yang tinggal dalam hati, yang tak henti-hentinya
merongrong kita.
5. Kekudusan diatur oleh hukum Allah. Inti kekudusan kita adalah kasih kepada Allah dan
sesama, yang timbul dari hati yang penuh ucapan syukur dan maksud baik.

Bagaimanakah kaitan otoritas Kitab Suci dengan pengudusan? Pertama, Kitab Suci menunjukkan
bahwa pengudusan adalah karya Allah, suatu “misteri Injil.” Kedua, Kitab Suci memaparkan standar
pengudusan. Ketiga, Kitab Suci mengajarkan perlunya pengudusan. Akhirnya, pentingnya kekudusan
berasal dari natur Allah, perintah hakiki-Nya kepada umat-Nya, penyingkapan rencana anugerah,
penyingkapan natur manusia, dan penyingkapan syarat-syarat keselamatan.

Bab 9 – Rute Transformasi


Untuk memulai kita perlu menyadari bahwa pengudusan berarti penyucian dan pertobatan yang
dijalani dalam kuasa Roh Kudus, dan bahwa transformasi berarti apa yang akan terjadi ketika kita
menjalaninya. Hal ini menghasilkan pola perilaku yang Paulus sebut sebagai buah Roh.
Kita perlu jelas bahwa hati adalah tempat perubahan dimulai. Melaluinya, Allah memulihkan
hati kita dengan menyatukan kita dengan Yesus Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya, sehingga
kita mulai menjalani hidup baru yang berbagian dalam hidup-Nya yang telah bangkit.

Apakah akibat dari perubahan ini? Jika sebelumnya hati kita diperintah oleh hasrat untuk
menyenangkan dan menikmati diri sendiri dalam segala yang kita perbuat, kini kita diperintah oleh
hasrat untuk memperkenan dan menikmati Allah dalam segala perbuatan kita – mengasihi,
menghormati, menaati, meninggikan, memuji, menyembah, memuliakan, dan bergembira di dalam Dia.

Ada beberapa hal setelah anugerah yang mendorong transformasi, yaitu hidup dalam iman dan
pengharapan, hidup dalam pertobatan dan ketaatan, hidup dalam kebergantungan dan penantian, hidup
dalam penundukan dan pemantapan, hidup dalam doksologi dan devosi, serta hidup dalam persekutuan
dan pelayanan kepada Allah.

Bab 10 – Kesehatan yang Buruk


Kesehatan yang buruk merupakan kenyataan hidup sejak Kejatuhan. Karena dosa ada, maka
penyakit merupakan akibat hukuman dosa, dan keduanya bersifat universal. Tetapi disilaukan oleh
kehebatan obat-obatan modern, dunia hari ini bermimpi untuk menghapus seluruh kesehatan yang
buruk. Kita beranggapan bahwa bebas dari penyakit dan cacat tubuh adalah salah satu hak alami kita.
Tidak heran jika orang Kristen masa kini begitu tertarik pada kesembuhan ilahi.

Namun, sering diklaim bahwa kesembuhan melalui doa, dan karunia penyembuhan, selalu
tersedia bagi orang percaya. Dan jika mereka tidak disembuhkan, itu berarti mereka kurang beriman.
Ini adalah logika yang salah dan merusak.

Selain kemurahan hati-Nya, kesembuhan yang diberikan Tuhan Yesus pada saat itu adalah
tanda untuk memperlihatkan identitas-Nya sebagai Mesias. Jika demikian halnya, maka penyembuhan
supranatural hari ini mungkin takkan selimpah seperti masa Yesus hidup di bumi. Perlu diingat bahwa
keselamatan berbicara tubuh dan jiwa, namun jaminan kesehatan yang utuh tidak kita temukan di dunia,
melainkan saat di bumi dan langit yang baru.

Bab 11 – Kekecewaan, Putus Asa, Depresi


Kekecewaan bisa menghasilkan keputusasaan yang bisa menyebabkan depresi. Depresi
merupakan kondisi jiwa dan raga yang kompleks, dan banyak faktor seperti temperamen, fisik, keadaan,
dan rohani yang bisa memunculkannya. Depresi adalah keadaan tanpa pengharapan yang terkait dengan
kesedihan sementara atau jangka panjang.

Hal yang paling efektif dalam menyembuhkan jiwa yang bermasalah adalah menemukan bahwa
kehancuran hati yang menyebabkan perasaan terasing, tak berpengharapan, dan kebencian terhadap
semua hal yang menggembirakan, sebenarnya terdapat dalam Alkitab. Hati yang hancur merupakan
hal yang masuk akal ketika dilihat dari maksud ilahi yang penuh kasih. Kita bisa meyakini bahwa
Alkitab, buku pegangan hidup yang Allah berikan, memiliki sesuatu untuk disampaikan tentang setiap
masalah kehidupan yang berkenaan dengan jalan Allah. Jika kita terluka karena menurut kita Allah
telah mengabaikan kita dan kita tidak menemukan jawaban Kitab Suci atas masalah tersebut, maka
kesalahan tidak terletak pada Alkitab. Kita tidak cukup mengenal Alkitab. Orang-orang Kristen yang
telah dewasa iman atau pembimbing iman kita, dapat menolong dengan bersama-sama membedah dan
melihat kedalaman Alkitab tentang rencana Allah atas hidup kita sebagai jawaban yang tersedia di
dalam Alkitab.

Bab 12 – Kenali Dirimu Sendiri


Mengenal diri sendiri adalah seruan yang terkenal dari sejak para filsuf Yunani. Pengenalan
akan diri dapat mendorong seseorang menjadi begitu berarti dan mengerti bagaimana harusnya
bertindak di tengah dunia. Dunia masa kini menawarkan banyak cara mengenali diri. Mulai dari
psikologi hingga ramalan-ramalan bentuk tubuh yang kita kenal sejak kecil. Namun segala cara yang
ditawarkan tidak dapat membawa kepada pengenalan diri yang sejati.

Perasaan berharga merupakan salah satu hal yang melekat pada citra diri. Citra diri yang rendah
dan perasaan tak berharga yang menyertainya, bukan merupakan penilaian yang rasional; melainkan
suatu serangan emosional yang berfungsi seperti kaca mata hitam yang kita kenakan saat memikirkan
diri kita dalam relasi dengan sesama.

Citra diri yang rendah menghasilkan berbagai perilaku yang malu-malu, komplusif, dan obsesif.
Sekalipun citra diri yang rendah cukup mudah didiagnosis dari perilaku yang dihasilkan, ia bersumber
pada kelumpuhan hati, dan konselor tidak bisa berbuat banyak dalam hal ini.

Citra diri yang rendah merintangi kita untuk bisa sepenuh hati menerima pesan Injil. Semua
pengenalan diri yang sejati merupakan karunia ilahi yang bersifat supranatural. Tidak ada
pengenalan diri tanpa pengenalan akan Allah, dan tidak ada pengenalan akan Allah yang terpisah dari
kebenaran Alkitab yang dimeteraikan dalam pikiran dan hati oleh Penasihat-Penolong-Guru yang Allah
utus yaitu Roh Kudus.

Hal yang kita dapat pelajari dalam mengenal Allah dan mengenal diri melalui Firman dan Roh
adalah bagaimana Kristus memulihkan relasi kita yang hancur dengan Bapa-Nya. Kedua, kita belajar
bagaimana Kristus memperbaharui natur kita yang sebagai penyandang citra Bapa yang telah rusak.

Kedua hal tersebut membawa kita mengenal citra diri yang baru. Ada tiga lapisan dalam citra
diri yang baru, yaitu (1) dalam kaitan dengan Allah, kita harus melihat diri sebagai pewaris. (2) dalam
kaitan dengan hidup ini, kita harus melihat diri sebagai musafir. (3) dalam daya tarik duniawi, dorongan
dosa, dan Iblis, kita harus melihat diri kita sebagai pejuang. Keempat, dalam kaitan dengan orang lain,
dan terutama dengan sesama orang Kristen, kita harus melihat diri sebagai yang peduli, yang ikut
menanggung, dan yang berbagi.

Bab 13 – Jalan Kuasa


Jalan kuasa berarti kemampuan untuk menunaikan serangkaian tugas dengan baik, seperti
berkata jujur, mempertahankan integritas keuangan, mengatasi pencobaan, dan menguasai amarah.
Meskipun di zaman ini, kata kuasa banyak diselewengkan artinya dan orang-orang muak dengan
mendengar kuasa, namun Alkitab banyak berbicara tentang kuasa.

Perjanjian Baru jelas menyatakan bahwa kuasa Allah dimaksudkan untuk mendampingi Injil,
dinyatakan melalui para pemberita Injil dan dalam hidup mereka yang menerima berita tersebut.
Terdapat enam tesis sebagai koreksi dan sarana untuk membangkitkan kerinduan kita mencari
kuasa Allah dalam berbagai bentuknya, yaitu:

1. Tidak salah jika kita menonjolkan hal supranatural dan membangkitkan harapan orang Kristen
terhadapnya.
2. Tidak salah jika kita ingin memakai salah satu karunia Allah dalam pelayanan yang penuh
kuasa dan bermanfaat.
3. Tidak salah jika kita ingin menjadi saluran kuasa ilahi dalam kehidupan orang lain yang
membutuhkan.
4. Tidak salah jika kita ingin melihat kuasa Allah dinyatakan melalui penginjilan.
5. Tidak salah jika kita ingin Allah memampukan kita untuk hidup dalam kebenaran, kemenangan
moral, bebas dari kebiasaan buruk, dan memperkenan Allah.
6. Tidak salah jika kita ingin Allah memampukan kita bersekutu dengan-Nya dalam kasih yang
sesuai dengan pengenalan kita akan kasih-Nya.

Kuasa Allah adalah kuasa milik Allah, dan Ia tetap berdaulat atasnya. Kuasa-Nya tak pernah menjadi
milik kita. Ia tidak pernah memberikan kepada kita kuasa sebagai suatu karunia. Hubungan kita dengan
kuasa Allah seharusnya menjadikan kita sarana kasih karunia-Nya.

Bab 14 – Renungan tentang Kehidupan Iman


Hidup oleh iman tidak sedangkal percaya kepada apa yang kita tahu tidak benar. Kitab Suci
jelas berkata bahwa iman adalah tanggapan yang positif dari diri kita seutuhnya terhadap penyataan
Allah secara total, sebagaimana disadari.

Iman melibatkan pikiran dan hati ketika kita mempelajari apa yang Allah katakan kepada kita
di dalam Kitab Suci tentang diri-Nya dan tentang diri kita; kita gentar mendengar ketersesatan kita tanpa
Kristus; dengan penuh syukur kita memegang janji anugerah Allah bagi orang berdosa, dan memegang
Kristus yang dipaparkan oleh janji tersebut; dan kita menjalankan pengajaran Alkitab tentang karya,
kehendak, dan jalan Allah, sehingga kita bisa melihat sikap apa yang memuliakan Allah dan perbuatan
apa yang memperkenan Dia.

Keseriusan hidup akan berjalan dengan keseriusan iman kita. Bagi siapa kita hidup? Bagi
siapa kita mati? Merupakan pertanyaan yang tajam untuk menata dan merapikan hati kita demi hidup
di hadapan Tuhan. Keseriusan perlu keseimbangan. Kekristenan sering kali jatuh di dalam ekstrem yang
berbeda. Kita memang tidak ahli di dalam hal ini, maka kita harus meminta hikmat dari pada Tuhan
dan kekuatan untuk terus bergantung kepada-Nya.

Kematian merupakan fakta penting yang kini tidak dianggap penting. Setiap orang perlahan
kehilangan kepekaan bahwa setiap orang akan mengalami kematian cepat atau lambat. Kehidupan yang
membaik dan teknologi medis menjadikan kita lupa bahwa usia ada di tangan Allah, bukan pada tangan
ahli-ahli medis.

Kematian begitu menakutkan bagi mereka yang tidak mempersiapkannya. Kekristenan


memperlihatkan bahwa kematian di dalam dosa sungguh mengerikan. Anugerah dari Tuhan melalui
Kristus memberikan pengharapan saat kematian itu tiba. Kematian di dunia, kehidupan kekal di surga.
Bertemunya kita dengan Yesus Tuhan kita.

Itu sebabnya, jika kita mengetahui bagaimana mati maka kita tahu bagaimana hidup. Dag
Hammarskjold menulis bahwa tidak ada filsafat yang tidak bisa membuat kematian menjadi bermakna,
bisa menjadikan hidup ini bermakna. Tidak ada kehidupan yang benar hingga kebenaran tentang
kematian ini berlabuh di dalam hati.

Bab 15 – Reformasi Gereja


Reformasi memperbaharui seluruh vitalitas rohani. Perubahan besar abad keenam belas
yang menata ulang doktrin dan tata gereja, merupakan aspek luar dari suat pembaruan iman dan
penyembahan yang terjadi di dalam diri. Reformasi dan pembaruan atau kebangunan pada dasarnya
adalah satu.

Dalam setiap kasus terdapat dua sisi yang sama. Gerakan ini memiliki sisi luar; imoralitas dan
penyembahan berhala disingkirkan. Tetapi gerakan ini juga memiliki sisi dalam; orang-orang
digerakkan untuk mencari Allah dan memperbarui perjanjian dengan Dia.

Seperti apakah reformasi yang Allah kerjakan dalam gereja kita hari ini? Pertama, adanya
kesadaran tentang otoritas Alkitab – suatu kesadaran bahwa pengajaran alkitabiah merupakan
kebenaran ilahi dan bahwa undangan dan teguran, ancaman dan peringatan, janji dan jaminan Kitab
Suci, menyatakan apa yang Allah pikirkan tentang manusia. Alkitab dihormati kembali sebagai Firman
Allah.
Kedua, adanya keseriusan mengenai hal-hal kekekalan. Sorga dan neraka akan dikhotbahkan,
dipikirkan, dan dibahas kembali. Kehidupan di dunia ini akan kembali dijalani berdasarkan kehidupan
di dunia yang akan datang.

Ketiga, adanya hasrat akan Allah yang melampaui semua minat akan agama atau pemeliharaan
religiositas.

Keempat, adanya cinta kasih akan kekudusan yang tumbuh dari kesadaran yang mendalam
akan dosa, pertobatan yang mendalam, rasa syukur yang mendalam karena diampuni dan disucikan oleh
darah Kristus dan hasrat mendalam untuk memperkenan Allah.

Kelima, adanya kepedulian terhadap Gereja. Umat Kristen akan memahami perspektif
alkitabiah yang menempatkan gereja sebagai pusat dan sasaran rencana Allah, serta tempat penyataan
hikmat Allah yang menyelamatkan dan menguduskan (lihat Efesus 3:1-12).

Keenam, adanya kerelaan untuk berubah, baik dari dosa menuju kebenaran, atau dari
kemalasan menuju semangat, atau dari pola-pola tradisional menuju prosedur baru, atau dari kepasifan
menuju keaktifan, atau bentuk perubahan apa pun yang dibutuhkan.

Reformasi yang sejati merupakan karya Allah yang dapat dirangkum dalam lima hal, yaitu:

1. Reformasi merupakan lawatan ilahi.


2. Reformasi merupakan karya Yesus Kristus.
3. Reformasi adalah tugas yang tetap bagi umat Allah.
4. Reformasi akan terus menghasilkan gerakan penginjilan terus-menerus.
5. Reformasi selalu dimulai dengan pertobatan.

Apakah yang bisa kita lakukan untuk mendatangkan reformasi? Wahyu 3:18-20 merupakan ayat
yang menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, sadar – yaitu menyadari bahaya dari situasi mereka,
seperti Tuhan memanggil jemaat di Laodikia untuk menyadari dalamnya kebutuhan rohani mereka.
Kedua, berdoa. Kita bisa membicarakan kebutuhan kita dengan Yesus, memohon Ia mendekat pada
kita dan dalam kemurahan, menangani kita yang suam-suam kuku. Ketiga, siap sedia (Yesaya 40:3-4).

Kitab Suci mengajarkan kita bukan hanya untuk berpikir melainkan juga bertindak bagi reformasi.
Kita tidak dapat mempercepatnya, tetapi kita bisa menaruh diri kita di jalan yang akan dilaluinya. Apa
yang dapat kita lakukan, sebaiknya kita lakukan. Kita, umat-Nya, harus mengupayakan reformasi
Gereja dalam pengertian yang utuh. Hal ini merupakan bagian dari rencana-Nya bagi kita.

Berikut 15 bab yang dipaparkan di dalam buku ini:

1. Bahaya! Teolog sedang berkarya  Penjelasan tujuan dari bab-bab ini


2. Rencana Allah  Pemaparan mengenai dasar orientasi seorang Kristen
3. Bertemu dengan Allah  Penjelasan mengenai dasar hubungan kristiani.
4. Agama bak air hangat  Pembahasan mengenai “Teologi Kenikmatan” Bagaimana
kenikmatan sejati tak dapat dipisahkan dari kesalehan sejati.
5. Gaya hidup Kristen  Menata kerja, waktu luang, kesenangan dan harta kita. Gaya
hidup adalah label untuk bentuk ideal yang menjadi tujuan dari berbagai pilihan
kehidupan kita, sekaligus label untuk bentuk gaya aktual yang dihasilkan oleh pilihan
kita itu. Masalah apa saja yang kita hadapi sehubungan dengan waktu luang dan gaya
hidup?
6. Bimbingan  Kebanyakan umat Katolik Roma, liberal, dan kaum Injili terus
disibukkan oleh perihal bimbingan. Mengapa? Hasrat untuk dibimbing dengan
ketidakpastian akan bagaimana kita akan mendapatkannya, dan ketakutan jika kita
tidak mendapatkannya. Semua ini menjadi sumber kecemasan. Bagaimana Allah
memimpin kita?
7. Sukacita  Kita menginginkan sukacita dan diciptakan untuk bersukacita. Allah tidak
menjadikan seorang pun untuk menderita. Apa rahasia sukacita bagi orang percaya?
8. Kitab suci dan pengudusan  Banyak orang Kristen telah meninggalkan kekudusan.
Bagaimanakah kaitan otoritas Kitab Suci dengan pengudusan?
9. Rute Transformasi  Apa arti mengikut Kristus?
10. Kesehatan yang buruk  Sering diklaim bahwa kesembuhan melalui doa, dan karunia
penyembuhan, selalu tersedia bagi orang percaya. Dan jika mereka tidak
disembuhkan, itu berarti mereka kurang beriman. Apakah benar? Bagian ini
membahas kesembuhan dan penyembuhan jasmani
11. Kekecewaan, Putus Asa, Depresi  Bagaimana Sang Tabib Agung menjamah
pemikiran yang terganggu?
12. Kenali dirimu sendiri  Jati diri dan Citra diri.
13. Jalan kuasa.  Memperlakukan Roh Kudus secara Serius
14. Renungan tentang kehidupan iman
15. Reformasi Gereja  Pembenahan Penampilan dan pembaruan hati. Seperti apakah
reformasi yang Allah kerjakan dalam gereja kita hari ini? Dan hal apakah yang harus
kita lakukan sebagai umat-Nya?

Anda mungkin juga menyukai