OLEH :
KHARIEZMATHIKA E. KAPANTOW
20503002
1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… 2
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG……………………………………………… 3
B. TUJUAN PENULISAN……………………………………………. 3
BAB 2 PEMBAHASAN
A. KEPERCAYAAN KRISTEN……………………………………… 4
B. MANUSIA…………………………………………………………… 7
C. ETIKA KRISTEN………………………………………………….. 9
BAB 3 PENUTUP
A. KESIMPULAN…………………………………………………….. 18
B. SARAN………………………………………………………………. 18
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk yang paling mulia yang dicptakan Allah. Manusia
hadir ke dunia ini dengan cara istimewa, dan dengan tujuan yang istimewa juga.
Namun, banyak manusia yang tidak mengetahui siapa sebenarnya manusia itu, dan
seber harga manusia di mata Allah.
Etika Kristen sebagai ilmu mempunyai fungsi dan misi yang khusus dalam
hidup manusia yakni petunjuk dan penuntun tentang bagaimana manusia pribadi dan
kelompok harus mengambil keputusan tentang apa yang seharusnya berdasarkan
kehendak dan Fir man Tuhan. Etika Kristen adalah ilmu yang meneliti, menilai, dan
mengatur tabiat dan tingkah laku manusia dengan memakai nor ma kehendak dan
perintah Allah sebagaimana dinyatakan dalam Yesus Kristus.
B. TUJUAN PENULISAN
3
BAB 2
PEMBAHASAN
A. KEPERCAYAAN KRISTEN
Siapakah Allah orang Kristen? Apakah Ia sama dengan Allah yang dikenal dan disembah
agama-agama lain? Pertanyaan ini benar-benar sensitif! Orang Kristen mengklaim bahwa Allah
Trinitarian adalah satu-satunya Allah yang hidup dan benar, klaim ini bukan suatu bentuk
arogansi rohani, tetapi lebih merupakan manifestasi dari iman yang lahir dari ajaran Alkitab.
Allah Trinitas adalah sebuah doktrin yang mendasar bagi iman Kristen, Kepercayaan atau
ketidakpercayaan pada Trinitas menandai Kekristenan sejati atau bukan. Namun demikian
penalaran manusia tidak dapat memahami Trinitas, demikian pula logika tidak dapat
menjelaskannya. Meskipun kata “Trinitas” tidak terdapat dalam Alkitab, tetapi doktrin secara
gambling diajarkan di Alkitab. Sejarah meneguhkan kebenaran ajaran Trinitas ini, sekalipun sejak
abad gereja mula-mula telah timbul ajaran yang berusaha untuk menentang ajaran Trinitas ini.
1. Definisi Trinitas
Istilah “Trinitas” berasal dari kata Inggris “triunity” merupakan gabungan
dari kata “tree” yang berarti “tiga” dan “unity” yang berarti “kesatuan”. Jadi
kata ini digunakan untuk menekankan kesatuan di antara pribadi dalam Trinitas
tetapi juga menekankan keterpisahan dan kesetaraan dari tiga pribadi dalam
Trinitas. Sebuah definisi yamg baik tentang Trinitas menyatakan " Ada satu
Alllah yang benar dan satu-satunya, tetapi di dalam keesaan dari Keallahan ini
ada tiga Pribadi yang sama kekal dan setara, sama di dalam hakekat tetapi beda
di dalam Pribadi. Memang, tidaklah mudah membuat definisi dari Trinitas, hal
ini dikaitkan dengan perlunya keseimbangan penekanan dari keesaan
(ketunggalan) dan ketigaan (kejamakan) Allah. Penekanan yang berlebihan pada
keesaan atau ketigaan dapat menyebabkan kekeliruan dan kesesatan. Alkitab
helas menunjukkan adanya “kejamakan Allah”. Karena itu, dua sikap ekstrim
yang keliru yang harus di hindari, yaitu :
4
Kedua, sikap ekstrim yang menekankan “kesatuan Allah” dan
mengabaikan “kejamakan dalam diri Allah”. Kita tidak bisa hanya
menyoroti ayat-ayat yang menunjukkan ketunggalan Allah, dan lalu
mengatakan bahwa Allah itu tunggal secara mutlak. Ini keliru dan
menyebabkan “Monoteisme Unitarian”. Karena kalau kita melakukan hal
itu, lalu apa yang akan kita lakukan dengan ayat-ayat yang menunjukkan
adanya kejamakan dalam diri Allah? Membuangnya? Mengabaikannya?
Ini tentu tidak mungkin dilakukan oleh orang yang mempercayai Alkitab
sebagai Firman Tuhan
Ajaran Allah Trinitas merupakan satu-satunya jalan untuk mengharmoniskan
ayat-ayat Alkitab yang menyatakan ketunggalan dari kejamakan Allah tersebut.
Jika kita mau menerima doktrin Allah Trinitas, maka kita bisa mengharmoniskan
kedua kelompok ayat tersebut. Kalau kita menolak doktrin Allah Trinitas, ini
berarti kita harus menghadapi kontradiksi (pertentangan) dalam Alkitab yang
tidak mungkin bisa diharmoniskan.
Pertama, Allah orang Kristen adalah Allah yang hanya mau dikenal dan
disembah sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus. Allah memang esa, tetapi
mengenal keesaan-Nya saja tidak menyelamatkan. Seluruh rencana
keselamatan Allah hanya dapat dipahami dan diimani dalam hubungan
dengan keunikan diri Allah, penyikapan dirinya yang progresif, rencana
dan cara kerjanya. Allah ingin kita mempercayai dan mengimani Dia
bukan hanya sebagai Allah yang esa, yang mengingatkan dan
mengajarkan jalan keselamatan dan kehidupan yang di perkenannya,
tetapi ia menginginkan kita mengenal-Nya sebagaimana Dia ada, yaitu
Bapa, Putra, dan Roh Kudus dengan keunikan-Nya masing-masing.
Alkitab menegaskan bahwa Allah tidak mungkin dapat dikenali diluar
dari apa yang Dia sendiri singkapkan.
(Matius 16:17 ; Bandingkan Yohanes 14:6; 15:16)
Kedua, Iman kepada Allah Trinitas adalah salah satu keunikan iman
Kristen yang membedakannya dari Iman semua agama-agama lain.
Tanpa pengenalan akan Ketrinitasan Allah, perbedaan antara iman
Kristen dengan iman agama-agama lain akan menjadi kabur. Demi
membangun jembatan komunikasi dan semangat kesatuan serta toleransi,
kita tidak boleh mengorbankan ajaran essensial Allah Trinitas ini hanya
supaya kita bisa diterima oleh pemeluk kepercayaan agama-agama
lainnya. Alkitab menegaskan bahwa di luar kepercayaan kepada Allah
Trinitas tidak ada keselamatan (1 Yohanes 4:2-3).
5
Ketiga, pengenalan tentang Allah Trinitas bukanlah pengenalan rasional
tetapi pengenalan iman yang lahir dari Kebenaran Alkitab. Penalaran
manusia tidak dapat memahami Trinitas dengan tuntas. Tetapi karena
Alkitab menyatakannya maka kita menerimanya.
Allah ada pada segala waktu, disegala tempat dan pada apa yang Ia ciptakan.
Dengan kata lain, Allah tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu, tempat dan
situasi serta kondisi apapun karena Allah yang hidup dan mahakuasa. Langit
menceritakan kemuliaan-Nya dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-
Nya. Berikut tiga hal mengapa Allah disebut sebagai Pencipta. Tentu ada
beberapa alasan kuat yang membuktikan bahwa Allah itu Pencipta.
6
Karena Allah Pencipta, layaklah semua mengabdi kepada-Nya. Allah
memiliki kedaulatan penuh atas semua yang diciptakan-Nya. Kedaulatan
Allah dapat dilihat dalam : pertama, kedaultan-Nya tidak dapat
dipertanyakan – Yesaya 45:9, kedua, kedaulatan-Nya diwarnai
kebenaran dan keadilan – Yesaya 45:23-24, ketiga, kedaulatan-Nya
bertujuan untuk kebaikan kita – Yeremia 29:11.
B. MANUSIA
Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo Sapiens (Bahasa Latin yang
berarti “manusia yang tahu”), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang di lengkapi
otak berkemampuan tinggi.
7
4. Manusia Sebagai Pendosa
Dosa dapat di artikan sebagai sikap pemberontakan kepada Allah. Yakni penolakan
terhadap hokum yang telah di tetapkan Allah untuk menunjukkan tujuan hidup manusia.
Dosa yang dilakukan itu tentu mendatangkan konsekuensi, namun Allah memberikan
kesempatan untuk memperbaiki kehidupan kita yang penuh dosa itu.
8
C. ETIKA KRISTEN
1. Pengertian Etika
Istilah “etika” berasal dari kata ethos (Yun) yang artinya pemukiman, perilaku,
kebiasaan. Berikut beberapa pandangan dari beberapa ahli tentang istilah “etika” yaitu:
Dr J. Verkuyl
Ethos berarti kebiasaan, adat. Demikian juga Ethikos berarti kesusilaan, perasaan
batin, kecenderungan hati yang membuat seseorang melakukan perbuatan.
Robin W. Lovin
Ethos yang berarti adat (Inggris: Custom), sifat (Inggris: Character). Arti tersebut
menunjuk pada nilai sifat, keyakinan, praktik kelompok, ada hubungannya dengan kultur
atau kebudayaan.
C.H. Preisker
Ethos berarti kebiasaan (Inggris: habit), kegunaan (Inggris: used), adat (Inggris:
custom), peraturan, kultus dan hukum.
Dalam kaitannya dalam bahasa Latin, etika disebut mores yang berarti adat
atau custom (Ing). Istilah ini menunjuk pada kelakuan umum, sehingga perbuatan itu
hanya secara lahiriah dan dapat dilihat. Dalam bahasa Latin disebut mos (tunggal)
dan mores (jamak) yang menjelaskan kehendak, tingkah laku, adat istiadat, kebiasaan,
cara hidup, berkelakuan, baik dan buruk. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika
dijelaskan sebagai ilmu pengetahuan akhlak atau moral. Manusia adalah makhluk yang
sadar akan dirinya. Kesadaran tersebut termasuk apa yang dilakukannya. Kesadaran
inilah yang disebut dengan kesadaran etis. Kesadaran etis adalah kesadaran tentang
norma-norma yang ada di dalam diri manusia. Etika berhubungan erat dengan kelakuan
manusia dan cara manusia melakukan perbuatannya. Kelakuan yang dinyatakan dengan
perbuatan itu menunjuk pada dua hal, yakni positif dan negatif. Pengertian positif
menunjuk pada hal yang baik. Sedangkan pengertian negatif menunjuk kepada hal yang
jahat atau tidak baik. Etika hendak mencari ukuran baik, sebab yang tidak baik atau tidak
sesuai dengan ukuran baik itu adalah buruk atau jahat. Oleh sebab itu, tugas etika adalah
menyelidiki, mengontrol perbuatan-perbuatan, mengoreksi dan membimbing serta
mengarahkan tindakan yang seharusnya dilakukan agar dapat memperbaiki tindakan
atau perbuatannya. Pengertian perbuatan positif adalah “apa yang baik” secara umum
atau memakai ukuran yang merupakan pertimbangan dari tuntutan masyarakat dan
sesuai pula dengan hati nurani atau kata hati
9
Robert P. Borrong
Etika adalah ilmu atau ajaran tentang yang baik dan yang buruk dalam pikiran,
perkataan, dan perbuatan seseorang (individu) maupun masyarakat (kolektif). Moral
adalah perilaku yang baik, benar dan tepat dalam kehidupan pribadi maupun dalam
kehidupan bersama (masyarakat). Nilai-nilai yang terkandung dalam etika dan moral
Kristen adalah nilai-nilai bersumber dari Firman Tuhan. Nilai-nilai yang diyakini umat
beragama sebagai kebenaran mutlak dan karena itu mengungguli nilai-nilai yang ada
dalam tradisi maupun filsafat, termasuk filsafat politik.
Etika Otonom
Dalam bahasa Yunani otonom berasal dari dua suku kata,
yaitu aouto atau autosyang berarti sendiri, pribadi, perorangan, dan nomos yang berarti
aturan, hukum, ketentuan. Etika Otonom adalah etika yang aturannya bersumber dari diri
sendiri atau etika yang bersumber pada diri sendiri, pada hidup pribadi. Ego atau akulah
yang membuat peraturan.
Etika Heteronom
Dalam bahasa Yunani Heteronom berasal dari dua suku kata, yaitu hetero yang
berarti bermacam-macam dan nomos. Etika Heteronom adalah etika yang aturannya
bersumber dari orang banyak. Masyarakatlah yang membuat aturan.
Etika Theonom
Dalam bahasa Yunani theonom berasal dari dua suku kata, yaitu Theos yang
berarti Allah dan nomos. Etika Theonom adalah etika yang aturannya bersumber pada
firman Allah atau penyataan Allah. Misal, dalam Perjanjian Lama ada norma hukum
yang disebut Hukum Sepuluh Perkara atau Dekalog atau Sepuluh Firman (Kel. 20:1-17)
dan dalam Perjanjian Baru disebut hukum kasih (Mat. 22:37-40; Mrk. 12:30-31).
10
2. Pandangan Kristen Mengenai Etika
Ada beberapa karakteristik yang membedakan mengenai etika-etika Kristen, setiap
karakteristik tersebut akan dibahas sebagai berikut:
12
3. Asas-asas Etika Kristen
Iman
Untuk membicarakan hal ini, kita perlu meninjau terlebih dahulu bahwa hakekat
kemanusiaan kita adalah citra Allah (Kej. 1:26-27). Citra Allah itu meliputi gambar Allah
(imago Dei) dan teladan Allah (similitodo Dei). Ini merupakan kelengkapan manusia yang
dianugerahkan Tuhan kepada manusia untuk melakukan tuga-tugas yang telah diberikan-
Nya. Citra Allah adalah potret atau bayangan yang mempunyai kesamaan sifat. Namun
satu hal yang harus kita ketahui adalah kecitraan manusia dengan Tuhan terkait dengan
tugas manusia. Manusia memang segambar dengan Tuhan tetapi bukan sifat atau keadaan
atau tabiat yang imanen dalam diri manusia melainkan kedudukan manusia yang diperoleh
karena berhadapan dengan Tuhan atau karena bersangkut paut dengan Tuhan. Manusia
mencerminkan atau memantulkan cahaya kemulian Tuhan Allah. Citra Allah dimiliki
manusia ketika manusia berada di Eden atau Firdaus.
Manusia yang diciptakan sesuai dengan citra Allah inilah yang ditugasi untuk menguasai
atau memerintah dunia dan segala makhluk. Menguasai dan memerintah dalam hal ini
berarti memelihara, mengusahakan dan membangun (Kej. 1:28, 2:15). Akibat citra
tersebut, manusia didudukkan sebagai wakil atau “Gubernur” Allah atau sebagai penguasa
di dunia ini. Sedangkan seorang Gubernur tidak memerintah atas namanya sendiri, tidak
berdaulat sendiri tetapi hanya seorang wakil atau duta. Manusia dan semua makhluk
lainnya adalah milik Tuhan. Kita adalah milik Tuhan dan bukan milik kita sendiri.
Berkaitan dengan tugas kita untuk memelihara, mengusahakan, dan membangun, timbul
pertanyaan etis, yaitu apa yang seharusnya dilakukan manusia?.
Perbuatan dan tindakan manusia langsung berhubungan dengan etika. Sedangkan etika
sendiri memberi kepada kita pokok-pokok pertimbangan sebagai pengambilan keputusan
etis untuk apa yang perlu dan harus kita lakukan. Ciri khas Etika Kristen adalah dimensi
Kristen. Dimensi Kristen inilah yang membedakan antara Etika Kristen dan Etika Sosial
atau etika pada umumnya atau etika yang lain. Itulah sebabnya asas atau titik pangkal
Etika Kristen adalah iman kepada Tuhan yang telah menyatakan diri dalam Tuhan Yesus.
Didalam diri-Nya kita dapat mengenal Allah Bapa, Pencipta segala sesuatu. Tuhan adalah
pemberi tujuan hidup. Kegiatan Tuhan untuk memelihara setiap makhluk adalah Allah
Pendamai, Allah Penebus, dan Allah Pembebas melalui karya Sang Anak dan Roh Kudus.
Perbuatan etis kita adalah perbuatan baik sebagai terjemahan atau ekspresi dari iman kita
karena kita telah dibenarkan oleh iman kepada Kristus oleh Tuhan (Rm. 3:22; Gal. 2:16).
Hal itu juga karena kita telah diselamatkan oleh Tuhan Yesus Kristus Sang Juruselamat
itu. Iman berkaitan erat dengan perbuatan. Oleh sebab itu, apabila iman tanpa perbuatan,
iman itu menjadi mati atau kosong (Yak. 2:17, 22).
13
Pengakuan tentang Manusia
Asas atau titik pangkal Etika Kristen adalah iman, karya Tuhan dan Pemeliharaan-Nya
terhadap semua makhluk. Dari sini Etika Kristen memperhatikan tindakan manusia karena
pada hakikatnya “...sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Rm. 11:36). Tinjauan secara dogmatis,
Etika Kristen juga berasas atau bertitik pangkal pada pengakuan tentang manusia.
Manusia memang berhadapan langsung dengan masalah-masalah atau kasus-kasus yang
konkret yang ada dalam pergumulan hidup sehari-hari. Oleh sebab itu, etika mempunyai
misi khusus dalam kehidupan manusia. Itu sebabnya pula, mengapa kasus-kasus yang
konkret tersebut menjadi bagian yang utama dari setiap pembicaraan etis.
Dalam dialog antara orang Farisi dengan Tuhan Yesus, Dia mengatakan bahwa Musa
mengizinkan perceraian karena “ketegaran hatimu” (Mat. 19:8). Musa tahu bahwa hal itu
jahat tetapi apa boleh buat. Tuhan Yesus mengatakan, “Barang siapa yang menceraikan
isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah” (Mat.
19:9). Memang perceraian ditolak oleh-Nya, kecuali ...Jadi, hal ini termasuk kasus khusus
dengan kesimpulan apa boleh buat.
Dalam 1 Korintus 7:1 Rasul Paulus menulis, “... Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak
kawin ...”. Namun Paulus melanjutkan, “... tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah
tiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri ...” (1 Kor. 7:2)...hal ini kukatakan kepadamu
sebagai kelonggaran ...” (1 Kor. 7:6). Jadi hal ini pun termasuk pengecualian atau tidak
baik tetapi apa boleh buat.
Masalah yang sama pada zaman Modern ini adalah, misal, masalah perang, penindasan
politik, politik apartheid (ras diskriminasi) di beberapa bagian dunia ini, ketidakadilan
dalam bidang sarana dan prasarana hidup manusia dan sebagainya. Kita harus memikirkan
bagaimana seorang Kristen dalam kenyataan seperti itu. Persoalannya adalah sampai
sejauh mana kita dapat berkompromi dengan kenyataan seperti itu? Inilah persoalan etis-
teologis.
Dari uraian asas-asas di atas, Etika Kristen merupakan prinsip-prinsip yang didasari dari
iman Kristen yang menjadi dasar tindakan kita. Prinsip-prinsip Alkitab memberi kita
standard yang harus kita ikuti dalam situasi-situasi di mana tidak ada petunjuk yang
tersurat. Dengan menggunakan prinsip-prinsip yang kita temukan dalam Kitab Suci
orang-orang Kristen dapat menentukan jalan yang harus ditempuh dalam situasi apapun
dengan penuh tanggung jawab tentunya.
15
4. Implementasi Etika Kristen dalam Tanggung Jawab Pribadi
Ciri etika Perjanjian Lama sangat sesuai dengan apa yang ditekankan dalam etika
Perjanjian Baru. Banyak perintah etis dalam Perjanjian Baru disampaikan dalam konteks
persekutuan dalam Kristus, yaitu jemaat yang hidup, belajar, dan beribadat bersama-sama serta
melayani Kristus dalam dunia. Sebagai contoh, pasal-pasal utama tentang etika dalam Efesus
4 – 6 dimulai dengan panggilan untuk “hidup berpadanan dengan panggilan”. Itu berarti
panggilan untuk menjadi anggota masyarakat Allah yang baru, mujizat pendamaian sosial
kerohanian yang telah diadakan-Nya melalui Kristus. Norma-norma moral Pribadi dalam
pasal-pasal itu dikemukakan atas dasar keanggotaan orang percaya sebagai umat tebusan Allah,
yang diuraikan secara terinci dalam pasal-pasal sebelumnya.
Dengan demikan salah satu cara yang mungkin untuk merakit sejumlah tuntutan moral
yang Allah embankan atas individu adalah membaca pasal-pasal yang terdahulu mengenai
masyarakat Israel dan menghasilkan suatu daftar yang mengandung implikasi-implikasi moral
yang logis bagi individu. Misalnya, kalau Allah menginginkan masyarakat yang
memberlakukan prinsip kesetaraan dan belas kasihan dalam bidang ekonomi, maka tiap-tiap
orang dituntut untuk tidak menguntungkan diri sendiri dari kelemahan sesamanya. Kalau Allah
menginginkan masyarakat hidup dengan adil dan diatur oleh hukum-hukum, maka hakim-
hakim secara perorangan harus adil, tidak memihak ataupun menyeleweng.
Dengan demikian orang dapat hidup sesuai dengan ciri-ciri sosial secara keseluruhan dan
menarik hal-hal yang perlu bagi pribadi. Yang ditekankan ialah soal perspektif, yaitu: sifat
persekutuan yang Allah Kehendaki dan menentukan sifat pribadi yang berkenan kepada-Nya.
Dalam etika Perjanjian Lama unsur-unsur sosial dan pribadi tidak dapat dipisahkan.
Kewajiban masing-masing pemain sepak bola dalam suatu kesebelasan tidak berkurang
karena latihannya bertujuan agar para pemain dalam kesebelasan itu secara bersama-sama
dapat memenuhi harapan-harapan pelatih mereka dan memenangkan pertandingan. Demikian
juga, walaupun Perjanjian Lama menekankan kewajiban bersama dari tuntutan moral Allah,
namun kewajiban pribadi untuk untuk hidup secara benar di hadapan Allah tidak pernah
dilupakan atau dihilangkan.
Ada pertanggung jawaban pribadi yang tersirat dalam pertanyaan yang Allah tujukan
kepada Adam, “Di manakah engkau” (Kej. 3:9), yang mencakup setiap orang yang diwakilinya.
Demikian juga tanggung jawab orang untuk sesamanya secara tersirat terdapat dalam
pertanyaan Allah kepada Kain, “Di manakah adikmu?” (Kej. 4:9). Pertanggungjawaban kepada
Allah untuk diri sendiri dan untuk orang lain adalah hakikat kemanusiaan kita.
16
Riwayat bangsa tebusan Allah dimulai dengan iman dan ketaatan seseorang,
yaitu Abraham.Cerita – cerita tentang para bapak leluhur adalah contoh-contoh tentang
kekuasaan, pemeliharaan dan kesabaran Allah itu di dalam kehidupan individu-individu,
khususnya Yakub/Israel, yang menjadi jelas dan penting dalam sejarah bangsa Allah.Di Sinai
perjanjian Allah dan Abraham demi keturunannya diperbarui dan diperluas hingga generasi
yang menjadi umat tebusan Allah kemudian diterapkan kepada tiap-tiap individu.Hubungan
perjanjian itu pada hakikatnya bersifat kebersamaan: “Aku akan menjadi Allahmu dam kamu
akan menjadi UmatKu”. “Janganlah engkau mempunyai allah-allah lain di hadapanKu”.Hal ini
juga berlaku untuk seluruh DasaTitah dan sejumlah hukum yang terinci dan penting dalam
kelima KitabTaurat.Kumpulan hukum yang paling tua “Kitab Perjanjian.(Kel.21-22), secara
hukum berlaku berdasarkan tanggungjawab dan kewajiban individu dalam hukum.
17
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai umat Kristen kita perlu tahu bahwa Allah orang Kristen adalah Allah yang hanya mau
dikenal dan disembah sebagai Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Iman kepa Allah Trinitas adalah
salah satu keunikan Iman Kristen.
Ada berbagai teori tentang kehadiran manusia, namun yang jelas manusia itu adalah makhluk
ciptaan Allah yang memiliki sifat, kemampuan, tindakan yang melebihi makhluk ciptaan yang
lain sehingga manusia itu menjadi istimewa.
Marilah kita menjadi garam dan terang, menjadi garam artinya kita dapat membuat kehidupan
social masyarakat menjadi damai. Menjadi terang ataupun garam tersebut perlu di sadari oleh
ajaran Kristen, yaitu melakukan perbuatan yang baik.
B. SARAN
Sebagai makhluk yang merupakan gambar dari Allah, maka kita sebagai manusia harus bisa
bertanggung jawab atas diri sendiri dan ciptaan lainnya yang di percayakan Allah kepada kita.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini. Semoga makalah ini berguna penulis dan pembaca.
18