Dalam pasal ketiga kitab Roma, Paulus berbicara tentang orang-orang yang
percaya kepada Tuhan tetapi sebenarnya bukan Tuhan yang benar, Tuhan Yesus,
pada tahun. Belum jelas tuhan mana yang mereka percayai konsep. Intinya,
seseorang berdosa, rusak, tidak murni, dan tidak berguna. 1 Paulus mengatakan
mereka percaya padanya (Tuhan Yesus) tidak berarti bahwa kemungkinan dosa
dihilangkan karena esensinya Dosa tidak bergantung pada iman (agama). Idenya
adalah Jika ini tidak dipahami dengan benar dapat menyebabkan kekecewaan,
bahkan meninggalkan Tuhan.
Dosa adalah perkara terbesar umat manusia, tidak terdapat seorangpun yang
terlepas dari kecenderungan berdosa. Jikalau dosa tidak dibiarkan pada dunia ini
bagaimanakah manusia bisa menyatakan kesetiaannya pada Allah? Sebab terdapat
dosa, manusia pada masa sekarang ini bisa menyatakan kesetiaannya pada Allah &
1
Edwin H Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Lembaga Reformed Injili Indonesia,
1996).
2
Louis Berkhof, “Teologi Sistematika Vol. 1: Doktrin Allah,” in Teologi Sistematika Vol.
1: Doktrin Allah (Surabaya: Momentum, 2008), 49.
keberaniannya buat melawan dosa itu. Manusia akan terus jatuh, maka sadar atau
tidak sadar mempunyai perkara yang besar dan tidak menemukan jalan keluar
menurut dosa tadi yg memadai. Manusia bergumul dan terus mencari jalan keluar
dari dosa-dosanya. Ada orang yang meyakini bahwa menggunakan berbuat baik,
beramal banyak maka dosanya sanggup diampuni Tuhan, banyaknya kebaikan yang
dilakukan baik buat diri sendiri juga buat orang lain. Ada pula orang yg meyakini
bahwa dengan menyakiti diri sendiri hingga kesakitan bahkan hingga berdarah-
darah, dipercaya itu sanggup mengampuni dosanya. 3 Dalam bisnis insan
menuntaskan perkara dosa, dalam akhirnya beliau kecewa lantaran dosa semakin
menggerogoti dan terus menjatuhkan manusia. Namun, terdapat pula orang yang
tidak peduli lagi terhadap dosa, mereka pasrah dan tidak berdaya lagi melawan
dosa, maka mereka terus melakukan dosa dan mengampuni diri sendiri. Orang
semacam ini telah terbiasa dan kebal terhadap dosa, dan tidal terdapat lagi rasa
bersalah bahkan bahagia menggunakan keadaannya yg berdosa.
3
Jetorius Gulo, “Implikasi Praktis Konsep Anugerah Bagi Orang Percaya
Berdasarkan Surat Roma 3: 23-24,” Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika 3,
no. 2 (2020): 228–245.
4
Yesri Esau Talan and Syarah Yakoba Idamaris Faot, “Manusia Pada Dasar
Membutuhkan Keselamatan,” SESAWI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no.
2 (2021): 116–127.
1. MENGUBAH POLA PIKIR
Pada masa sekarang ini banyak aliran gereja yang berkembang dan semakin
beraneka ragam5, tidak dapat di pungkiri bahwa masing-masing aliran gereja secara
sinode atau secara lokal gereja merasa aliran atau sinodenya paling benar dan
memandang sebelah mata pada aliran sinode lain bahkan saling merendahkan dan
menyerang satu sama lain, tanpa di sadari hal inilah yang menciptakan sikap “ekslus
ivisme” dengan sikap seperti ini maka masing-masing aliran gereja saling
membangun tembok pemisah satu sama lain, dan ini tidak selaras dengan firman
Tuhan, gereja harus menyadari esensi dirinya bahwa kita semua hanya seorang
hamba, satu Tuan yang mempunyai banyak hamba pasti hambanya itu berbeda-
beda satu sama lain, tetapi bekerja dengan satu tujuan yaitu untuk kepentingan
Tuan-Nya gereja juga harus sadar bahwa seorang Hamba harus merendahkan diri
satu sama lain, artinya bahwa kita tidak boleh merasa lebih hebat diantara yang lain,
justru gereja yang merupakan Tubuh kristus harus bisa menerima perbedaan satu
sama lain demikianlah anggota tubuh memang berbeda bentuk dan fungsinya tetapi
mempuyai satu tujuan dan gereja harus bersatu demi terlaksananya rencana Tuhan
atas setiap manusia, gereja harus lebih melihat banyak jiwa yang harus dilayani, dari
pada meributkan siapa yang paling benar, Rasul Paulus dalam surat Roma 12:2 me
nasehati jemaat yang sudah memahami dasar-dasar iman untuk berubah dalam pe
mbaharuan budi mereka untuk membedakan mana yang benar dan mana yang sala
h, gereja hendaknya bisa saling menerima perbedaan satu sama lain, dan mulai
bersenergi demi memujudkan rencana besar Tuhan atas dunia ini.
Harus kita akui bahwa beberapa aliran gereja yang ajaranya tidak lagi “Yesus
centris” tetapi lebih pada pemuasan hasrat jemaatnya, egsegesa firman yang
berlandasankan logika dan kebutuhan manusia lah yang menyebabkan lahirnya
teologi-teologi yang bersifat duniawi contohnya munculnya teologi kemakmuran, dan
ini tidak terjadi hanya pada masa sekarang ini, munculnhya reformasi gereja yang di
pelopori oleh Martin Luther disebabkan oleh penyimpangan yang dilakukan oleh
gereja, dengan mempelajari doktrin keselamatan harusnya gereja kembali pada
pokok ajaranya yaitu berpusat pada Tuhan saja, Dalam tradisi reformed, pengertian
5
Jekoi Silitonga, GEREJA IMITASI (Yogyakarta: Andi, 2013).
kembali kepada Firman Tuhan berarti bahwa kembali kepada apa yang dikehendaki
oleh Allah atau apa yang Allah ajarkan melalui para penulis Alkitab, dan bukan
berdasarkan pada apa yang dimengerti atau didapatkan dari pembacaan Firman
Tuhan. Reformasi Calvin tidak hanya mengajak untuk kembali kepada Firman Tuhan
tetapi mengerti kebenaran Firman Tuhan secara komprehensif, kemudian berusaha
melihat Alkitab dari sudut pandang penulis kitab tersebut. Jika hal itu dilakukan maka
tidak mungkin hanya menekankan satu sudut pandang sebab Allah memakai
kreativitas penulis Alkitab sehingga perspektif penulis Alkitab memiliki kontribusi di
dalamnya. Hanya dengan menegakkan otoritas Alkitab, teologi yang mempengaruhi
tradisi dan tindakan praktis dalam gereja dapat berjalan dengan benar. Apabila
otoritas Alkitab tidak ditegakkan maka kehidupan rohani dapat saja dibangun di atas
pemahaman manusia saja dan ini tentu saja secara tidak langsung mengajak jemaat
untuk memahami Alkitab atau firman Tuhan dalam bingkai pikiran manusia dan
mengkaburkan kehendak Allah.
Gereja pada masa sekarang ini tidak lagi memikirkan betapa penting
melaksakan amanat Agung Tuhan Yesus, gereja tidak lagi terbeban oleh
keselamatan orang-orang diluar kekristenan, padahal keselamatan yang di peroleh
adalah suatu anugrah yang cuma-cuma di peroleh dari Tuhan, perkembangan
jumlah gereja pada masa sekarang ini hanya di sebabkan oleh kelahiran dan
perpindahan anggota gereja dari satu gereja ke gereja lain, yang seharusnya
perkembangan gereja terjadi karena penginjilan Sterling W. Huston menegaskan
bahwa tujuan utama penginjilan yang efektif adalah dihasilkannya “murid-murid”
I Katarina, “Implikasi Alkitab Dalam Formasi Rohani Pada Era Reformasi Gereja,”
6
Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika 3, no. 1 (June 15, 2020): 1–19,
http://www.stt-tawangmangu.ac.id/e-journal/index.php/fidei/article/view/119.
Daftar Pustaka
Berkhof, Louis. “Teologi Sistematika Vol. 1: Doktrin Allah.” In Teologi Sistematika Vol.
1: Doktrin Allah, 49. Surabaya: Momentum, 2008.
Katarina, I. “Implikasi Alkitab Dalam Formasi Rohani Pada Era Reformasi Gereja.”
Gnosis 91 (2017): 111.
Palmer, Edwin H. Lima Pokok Calvinisme. Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996.
Talan, Yesri Esau, and Syarah Yakoba Idamaris Faot. “Manusia Pada Dasar
Membutuhkan Keselamatan.” SESAWI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
2, no. 2 (2021): 116–127.