Anda di halaman 1dari 111

1 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

2 MURNIKAN BATINMU SENDIRI


1 MURNIKAN BATINMU SENDIRI
Judul Murnikan Batinmu Sendiri

Sumber Various Dhamma Talks and Essays by Ajahn Brahmāli:


1. The Benefits of Reading Sutta, 2011
2. Dependent Origination, 2009
3. Dependent Liberation, 2012
4. Why Samatha and Vipassanā are Inseparable, 2015
5. Satipaṭṭhāna and Samādhi, 2011, revised 2016

Penyusun Ajahn Brahmāli
Penerjemah Tasfan Santacitta
Penyunting Handaka Vijjānanda
Penata Andreas Dīpaloka & Intan Dhitādhīvarā

Penerbit Ehipassiko Foundation


085888503388
ehipassikofoundation@gmail.com
www.ehipassiko.or.id

Hak Cipta ©2018 Ehipassiko Foundation


ISBN 978-602-8194-80-9
Edisi Jul 2022

E-book ini terbit berkat


kedermawanan Anda.
Donasi bisa disalurkan ke:
BCA 4900333833 Yayasan Ehipassiko
SENARAI ISI

Tentang Ajahn Brahmāli


04

Manfaat Membaca Sutta


06

Kemunculan Bersebab
27

Keterbebasan Bersebab
46

Mengapa Samatha dan Vipassanā Tak Bisa Dipisahkan


65

Satipaṭṭhāna dan Samādhi


89
Tentang Ajahn Brahmāli

Ajahn Brahmāli lahir di Norwegia tahun 1964. Beliau pertama kali


tertarik pada ajaran Buddha dan meditasi pada awal usia 20-an setelah
berkunjung ke Jepang. Setelah menyelesaikan gelar sarjana teknik
dan keuangan, ia memulai latihan monastiknya sebagai anagārika
(yang menjalani delapan sīla) di Inggris, di Pertapaan Amaravati dan
Chithurst.

Setelah mendengar ajaran dari Ajahn Brahm, ia memutuskan pergi


ke Australia untuk berlatih di Pertapaan Bodhinyana. Ajahn Brahmāli
sudah tinggal di Pertapaan Bodhinyana sejak tahun 1994, lalu ditahbis
sebagai bhikkhu, dengan Ajahn Brahm sebagai penahbisnya, pada
tahun 1996.

Ajahn Brahmāli mahir dalam pengetahuan bahasa Pāḷi dan sutta.


Bhikkhu Bodhi yang menerjemahkan sebagian besar Kanon Pāḷi
ke dalam bahasa Inggris menyebutnya sebagai salah satu penolong
besarnya saat mengerjakan terjemahan terbaru “Khotbah Buddha
Menurut Angka” atau Aṅguttara Nikāya. Ia juga telah menerbitkan
dua artikel mengenai Kemunculan Bersebab dan buku yang berjudul
“Keotentikan Naskah Buddhis Awal” dengan Buddhist Publication
Society, hasil kolaborasinya dengan Ajahn Sujato.

Para bhikkhu dan bhikkhuni di BSWA sering meminta bantuannya


5 Tentang Ajahn Brahmāli

untuk menjelaskan dan menjernihkan masalah Vinaya (disiplin


monastik) atau pertanyaan mengenai sutta. Mereka juga sangat
menghargai kelas sutta dan bahasa Pāḷi yang diajarkannya. Lebih
lanjut, beliau berkontribusi penting dalam sebagian besar proyek
pembangunan dan perawatan Pertapaan Bodhinyana dan Hermit Hill
yang baru mulai dibangun di Serpentine.

Selain ceramah rutin di Dhammaloka Centre, di Perth, Ajahn Brahmāli


juga memimpin kursus sinambung mengenai Buddhisme Awal serta
Karma dan Kelahiran Ulang. Ceramah Ajahn Brahmāli yang jelas dan
penuh pemikiran menjadikan ajaran Buddha mudah dipahami semua
orang. Karena pengajaran dan retret sutta-nya di Australia menjadi
makin populer serta ajarannya menyebar, ia mulai diundang ke
Singapura, Indonesia, dan Sri Lanka untuk berbagi pengetahuan dan
pengalaman.
1
Manfaat Membaca Sutta

Menjadikan Buddha Gotama Sebagai Guru Anda

Berdasarkan ceramah Jumat, 14 Januari 2011


di Dhammaloka Buddhist Centre, Perth, Australia

Sabda Buddha

Merupakan fakta sejarah yang menakjubkan bahwa ceramah yang


Buddha ajarkan dua ribu lima ratus tahun yang lalu, yang saat ini
kita sebut sebagai sutta Buddhis awal, masih tersedia untuk kita.
Merupakan fakta sejarah bahwa kita masih memiliki akses langsung
terhadap sabda Buddha. Saya akan menjelaskan nanti bagaimana kita
bisa mengetahui dan meyakini fakta ini.

Dalam buku ini, kita akan membahas mengapa kita seharusnya


menaruh minat terhadap hal-hal yang diajarkan Buddha dan
pentingnya ajaran ini sebagai bagian dari latihan Buddhis. Saya
berharap, sebagian dari Anda akan terdorong untuk mulai membaca
sutta dan terinspirasi langsung oleh kata-kata Buddha sendiri. Pada
saat itu, Anda akan memahami mengapa sabda Buddha begitu pokok
bagi latihan Buddhis yang sejati.
7 Manfaat Membaca Sutta

Aneka Tradisi

Kalau Anda meninjau dunia Buddhis zaman sekarang, Anda


akan melihat banyak sekali sekte dan berbagai tradisi yang telah
berkembang selama ratusan dan ribuan tahun. Sebagian tradisi ini
didirikan oleh para pemimpin karismatik, tren yang terus berlanjut
hingga hari ini. Akibat dari hal ini adalah sebagian besar orang, baik
perumah tangga maupun biarawan, menjadikan bhikkhu, bhikkhuni,
atau perumah tangga Buddhis tertentu sebagai guru mereka.

Seberapa sering Anda mendengar ada orang mengatakan mereka


menjadikan Buddha sebagai guru mereka? Akan tetapi, keabsahan
semua tradisi dan sekte Buddhis bergantung dari seberapa baiknya
mereka merenungi sabda Buddha. Jika Anda tidak membaca sabda
Buddha sendiri, Anda tidak mungkin bisa mengetahui apakah Anda
menjalani ajaran Buddha yang sejati.

Bahaya Masa Depan yang Dihadapi Buddhisme

Buddha pernah berbicara mengenai bahaya masa depan yang dihadapi


Buddhisme. Buddha mengatakan bahwa pada masa mendatang,
orang-orang akan mendengarkan pujangga dan puisi, mendengarkan
orang luar (bukan Buddhis), dan mendengarkan murid-murid (siswa-
siswi Buddha, hingga zaman sekarang). Mereka akan tertarik dan
menyimak ajaran mereka. Namun ketika sabda Buddha diucapkan—
ajaran mendalam yang berkaitan langsung dengan kesunyaan—
mereka tidak akan tertarik, mereka tidak akan menyimak. (AN 5.79;
Khotbah Mengenai Bahaya Masa Depan)

Saya rasa, sabda ini merangkum apa yang terjadi pada sebagian
besar ranah Buddhis. Orang seringnya tidak tertarik untuk mencoba
8 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

memahami sutta mendalam dari Buddha, namun mereka memiliki


hasrat yang nyaris tiada batasnya bagi ajaran orang yang sesungguhnya
hanyalah siswa-siswi Buddha. Alih-alih langsung ke sumbernya, ke
asal dan akar ajarannya, yang terjadi ibarat kita mencari pengetahuan
di antara batang dan ranting pohon Buddhisme yang sangat besar ini.
Menakjubkan sekali betapa dalamnya pemahaman Buddha yang bisa
mengetahui perkembangan Buddhisme pada masa depan.

Untungnya, pada tahun-tahun terakhir ini sudah ada gerakan dalam


ranah Buddhis di berbagai tempat untuk kembali ke sutta. Anda akan
menemukan bahwa berbagai buku terlaris yang diterbitkan para
penerbit Buddhis justru adalah buku yang menampilkan sutta-sutta.

Alasan Sejarah

Ada alasan sejarah yang nyata mengapa orang-orang menaruh minat


lebih besar pada pelbagai tradisi atau guru, alih-alih pada sabda
Buddha. Alasan utama mengapa ini terjadi adalah sampai baru-
baru ini, sutta hanya ada dalam bahasa Pāḷi, atau bahasa yang sudah
mati lainnya seperti Sanskerta atau Mandarin kuno. Dalam periode
Buddhisme yang paling awal, bahasa yang digunakan Buddha dan
murid-murid pertama-Nya adalah bahasa orang biasa. Tiap orang bisa
memahami ajaran Buddha.

Namun seiring waktu, bahasa yang dipakai untuk melestarikan sutta


menjadi makin jauh dari bahasa yang digunakan khalayak ramai.
Hasilnya adalah selama kurun waktu lebih dari dua ribu tahun, tak
seorang pun bisa membaca sutta kecuali kelompok sangat kecil yang
terdiri dari bhikkhu dan bhikkhuni spesialis. Tidak ada orang lain
yang memiliki akses langsung terhadap sabda Buddha. Jika Anda
perumah tangga atau biarawan yang tidak mengerti bahasa Pāḷi, Anda
9 Manfaat Membaca Sutta

harus bergantung kepada para bhikkhu atau bhikkhuni yang ahli ini
agar bisa memahami sutta.

Ajaran kemudian disaring dan ditafsirkan oleh para guru ini. Inilah
salah satu penyebab beragam tradisi berkembang seiring waktu:
guru-guru tertentu yang meneruskan dan menafsirkan sabda Buddha
kepada Anda. Orang-orang menjadi bergantung kepada para guru ini
dan mereka menggunakan ajaran para guru ini sebagai pedoman cara
menjalani jalan Buddhis. Inilah masalah yang berdampak besar.

Mengajar dalam Bahasa Setempat

Bagi Anda yang sudah membaca berbagai sutta, Anda mungkin tahu
bahwa Buddha sendiri mengatakan bahwa Dhamma semestinya
diajarkan dalam bahasa penduduk setempat. (MN 139)

Maka ketika Dhamma sampai ke Sri Lanka, Dhamma mesti diajarkan


dalam bahasa Sinhala, dan di negara berbahasa Inggris, Dhamma mesti
diajarkan dalam bahasa Inggris. Ke mana pun Dhamma pergi, maka
Dhamma mesti diajarkan dalam bahasa negara tersebut agar orang-
orang memahami apa yang diajarkan Buddha.

Cara mengajarkan Dhamma adalah aspek mendasar dari Buddhisme,


akan tetapi kita malah bergerak begitu menjauhnya dari persyaratan
dasar ini. Dalam dasawarsa belakangan, kemajuan telah terjadi di
bidang ini. Terjemahan sutta-sutta Pāḷi kini tersedia di sebagian
besar negara yang menganut aliran Theravāda. Akan tetapi, bahasa
yang digunakan sering kali begitu mengawang-awang dan formal,
termasuk banyak istilah Pāḷi dan Sanskerta, sehingga orang awam
tidak bisa membaca dan memahami terjemahan itu.
10 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Hal ini berlaku di Sri Lanka dan juga di Thailand. Bahkan terjemahan ke
dalam bahasa Inggris terkadang sengaja dibuat dalam cara yang kuno,
karena menganggap bahwa cara ini memberikan nuansa lebih baku
dan berwenang terhadap naskahnya. Namun membaca sutta bahasa
Inggris zaman Victoria akan menciptakan jarak antara pembaca
dengan isi naskah, sehingga pembaca mudah merasa terasing.

Hal ini patut disayangkan karena bukan begitu cara Buddha mengajar.
Buddha menggunakan bahasa yang populer pada saat itu, dan pesan-
Nya saat itu pasti bisa langsung masuk ke hati para pendengar-Nya.

Untungnya, terjemahan yang lebih modern perlahan-lahan mulai


muncul. Sekarang kita sudah memiliki terjemahan dalam bahasa
Inggris modern yang bagus dan andal. Bahasanya masih sedikit
formal, dan banyak orang merasa bahwa itu sulit dibaca, namun
perkembangan ke arah yang baik terjadi dengan pesat. Lebih banyak
terjemahan sedang digarap, sebagian di antaranya semestinya
sangat terjangkau dan mudah dibaca. Dan memang begitulah
seharusnya—kita sekadar mengikuti anjuran Buddha. Dan karena kita
kini memperoleh akses terhadap sutta, kita semestinya mengambil
kesempatan ini untuk mencari tahu apa yang mereka ajarkan. Pada
saat itulah kita menjadi makin mandiri terhadap para guru modern,
dan kita lebih kecil kemungkinannya tersesat seandainya para guru
ini ternyata tidak bisa diandalkan.

Bahaya Bergantung Kepada Guru

Kadang kita bertemu guru yang begitu menginspirasi dan berwibawa.


Mereka terlihat memiliki berlimpah mettā dan orang-orang merasa
tertarik kepada mereka. Namun kemudian, meskipun penampilan
luar mereka demikian, kerap kali kualitas batin mereka tidak semurni
11 Manfaat Membaca Sutta

yang orang-orang sangka. Setelah menaruh keyakinan kepada


para bhikkhu atau bhikkhuni itu, Anda menemukan bahwa mereka
melakukan segala hal yang tidak pantas, seperti hidup mewah, atau
bahkan menjalin hubungan asmara.

Ketika hal ini terjadi, orang-orang merasa sangat kecewa, dan kadang
bahkan kehilangan keyakinan terhadap Buddhisme. Alih-alih melihat
gambaran lebih besarnya, mereka malah menolak dan membuang
keseluruhan ajaran. Mereka pikir Buddhisme itu ternoda. Mereka
pikir ajaran ini tidak bagus. Inilah yang bisa terjadi kalau Anda
bergantung kepada guru atau berbagai guru alih-alih mengandalkan
Buddha sendiri.

Kadang, bisa saja kejadiannya tidak seburuk itu, namun yang seorang
guru ajarkan mungkin tidak selaras dengan yang diajarkan Buddha.
Guru seperti itu tidak menunjukkan jalan Buddha kepada Anda.
Misalnya, mereka tidak membawa Anda pada keadaan damai dan
penuh kebahagiaan yang disabdakan Buddha sebagai sesuatu yang
tersedia dan perlu. Atau mereka tidak membawa Anda ke tujuan yang
sama seperti yang dibicarakan Buddha. Masalahnya, hal ini kerap kali
cukup halus, sulit terlihat, dan sulit diketahui apakah guru tertentu
mengajarkan jalan yang benar. Satu-satunya cara Anda bisa tahu
adalah dengan kembali ke sabda Buddha dan menggunakannya sebagai
standar Anda. Sabda Buddha seharusnya senantiasa menjadi rujukan
pamungkas untuk mengetahui apakah seseorang mengajarkan jalan
yang benar.

Pernaungan Kita

Masalah bergantung kepada guru perorangan adalah masalah


pernaungan. Kita pergi bernaung di tempat yang salah. Buddha
12 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

tidak pernah mengatakan bahwa kita harus pergi bernaung kepada


orang tertentu atau menganggap ajaran mereka sebagai kewenangan
tertinggi. Nyatanya, hal ini justru bertentangan dengan gagasan pergi
bernaung dalam ajaran Buddha.

Pernaungan Buddhis adalah dalam Tiga Permata: Buddha, Dhamma,


dan Saṅgha. Apa artinya? Pertama-tama, gagasan pernaungan adalah
kita memiliki tempat yang bisa dituju guna mencari jawaban atas
pertanyaan dan solusi atas masalah dalam hidup, pada saat mereka
muncul. Tiap orang mengalami masalah dari waktu ke waktu, dan
merupakan berkah untuk memiliki sumber kebijaksanaan dan ajaran
menginspirasi yang bisa membantu kita bila diperlukan.

Namun ajaran Buddha melebihi sekadar memecahkan masalah.


Meskipun kala keadaan berlangsung baik, ajaran ini bisa membantu
kita makin meningkatkan kehidupan kita dan menjamin masa depan
kita lebih cerah dibanding masa lalu. Tiap orang ingin hidupnya
lebih damai, lebih bercukup hati, dan lebih bahagia. Tiap orang
menginginkan lebih sedikit masalah dan kesulitan.

Pernaungan kita, Tiga Permata, adalah Buddha, Dhamma, dan


Saṅgha. Buddha adalah Buddha historis yang hidup dua ribu lima
ratus tahun yang lalu. Sekarang, Anda tidak bisa menemui Buddha
untuk mengajukan pertanyaan karena Buddha sudah tidak di sini.
Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Kita harus pergi ke ajaran-Nya, yaitu
Dhamma. Buddha secara khusus mengatakan dalam Mahāparinibbāna
Sutta bahwa setelah Beliau mangkat, Dhamma-lah yang seharusnya
menjadi guru kita. Dhamma-lah yang dituju untuk bernaung. Maka
pernaungan kita dalam Buddha dan Dhamma ditemukan dalam sutta-
sutta penuh kekuatan yang telah dibabarkan Buddha kepada umat
manusia.
13 Manfaat Membaca Sutta

Pernaungan ketiga adalah Saṅgha, komunitas suciwan. Pernaungan


Saṅgha bukanlah kepada bhikkhu atau bhikkhuni perorangan, namun
kepada Saṅgha secara utuh. Saṅgha terdiri dari orang-orang yang
membaktikan hidupnya untuk Buddhisme; mereka ibaratnya seperti
Buddhis profesional. Karena mereka profesional, maka wajar Anda
bisa mengharapkan mereka untuk memahami ajaran Buddha. Sama
seperti ketika Anda mengunjungi dokter ketika sakit, bukan mencari
tukang pipa, jika Anda memiliki masalah atau pertanyaan spiritual,
Anda menemui Saṅgha alih-alih ke tempat lain. Saṅgha biasanya piawai
dalam ajaran dan menjalani ajaran itu dengan segenap daya upaya.

Namun alasan paling penting mengapa pernaungan kepada Saṅgha


begitu kuat adalah karena Saṅgha meliputi Ariya Saṅgha, yaitu Saṅgha
yang sudah cerah. Mereka adalah orang yang telah memahami ajaran
melalui penembusan langsung. Mereka inilah “profesional” sejati
karena mereka telah memiliki akses langsung terhadap kebenaran
yang sama dengan yang ditemukan Buddha. Apa pun yang dikatakan
orang-orang ini, Anda bisa yakin bahwa Anda memperoleh nasihat
yang baik. Maka di sinilah Anda menemukan pernaungan Anda,
dalam Saṅgha Suci.

Saṅgha suci bisa menggunakan perkataan dan ungkapan mereka


sendiri, mereka mungkin menjelaskan dengan cara yang berbeda
dibanding yang biasa Anda terima, namun ajaran mereka menunjuk
ke sumber yang sama, ke Dhamma yang sama. Jadi, bahkan pernaungan
dalam Saṅgha pun menunjuk kembali kepada Dhamma, kembali ke
sutta-sutta yang sama, yang kita ketahui sebagai sabda Buddha. Jadi
itulah yang disebut Tiga Pernaungan, dan semua itu menunjuk ke
satu arah—kepada sutta, yang berisi ajaran yang indah dan penuh
daya, yang kita warisi dari Buddha.
14 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Siapa yang Cerah?

Ketika Anda bepergian keliling dunia dan bertemu bhikkhu,


bhikkhuni, atau perumah tangga, mereka semua akan bilang, “Guru
saya sudah cerah, guru saya Arahā; saya tidak tahu guru lain, tetapi
guru saya ini Arahā.” Anda menemukan ini terjadi berulang kali, dan
selang beberapa lama, Anda akan berpikir bahwa pasti ada banyak
Arahanta di dunia. Namun Anda segera menyadari bahwa Anda tidak
bisa memercayai hal ini.

Tidaklah penting artinya jika orang mengatakan bahwa guru


mereka seorang Arahā, karena kita semua ingin agar guru kita itu
istimewa. Bagaimana pun, kita merasa wajib memiliki pembenaran
mengapa kita menjadi murid seorang guru tertentu. Mengapa
Anda mau menjadi murid dari guru yang perilakunya tidak sesuai
perkataannya? Kita semua menginginkan guru kita menjadi Arahā.
Ini berarti bahwa pandangan orang lain bukanlah kriteria yang
baik untuk memutuskan hal ini. Anda tahu bahwa Anda tidak bisa
bergantung kepada ujaran belaka.

Pada akhirnya, satu-satunya orang yang kita bisa yakin sudah cerah,
yang sempurna memahami Buddhisme, adalah Buddha sendiri.
Jika Buddha belum cerah, maka yang disebut Buddhisme tak lagi
memiliki fondasi kukuh dan hanya akan runtuh. Semua guru
Dhamma sepanjang sejarah Buddhisme bergantung kepada asumsi
bahwa Buddha merealisasi kecerahan. Jika Buddha tidak merealisasi
kecerahan, maka ajaran mereka pun akan menjadi tidak bermakna.
Karena segala hal dalam ajaran Buddha menunjuk kembali kepada
Buddha dan karena keyakinan akan kecerahan Buddha itu penting,
maka di situlah semestinya kita menaruh keyakinan kita. Inilah alasan
lain mengapa kita harus membaca ajaran-Nya dan mengapa tiap hal
15 Manfaat Membaca Sutta

lain harus dibandingkan terhadap ajaran-Nya. Sabda Buddha adalah


standar tertinggi di mana segala hal lain dapat diukur terhadapnya.
Hanya ajaran yang tidak bertentangan dengan sutta yang bisa diterima
sebagai ajaran yang tulen.

Maka inilah berbagai cara menyikapi atau memikirkan mengenai


Dhamma yang sangat saya anjurkan. Saya harus menambahkan bahwa
sangatlah penting untuk memiliki guru yang hidup, memiliki orang
yang Anda rasa sudah memahami Dhamma. Pada kenyataannya, ada
interaksi antara tradisi Buddhis kuno dengan teladan hidup dari
tradisi itu, sehingga keyakinan dan kepercayaan sejati kerap kali dapat
terwujud. Perlu diingat bahwa jangan sampai keyakinan Anda pada
perorangan bisa menutupi pernaungan Anda dalam Tiga Permata.

Perpaduan Kuno dan Kini

Interaksi antara tradisi kuno dan teladan hidup ini adalah aspek
Buddhisme yang saya temukan sangat hebat. Di satu sisi, kita memiliki
tradisi sejak dua ribu lima ratus tahun, yang sudah teruji berkali-
kali. Ada sesuatu yang menakjubkan mengenai fakta bahwa kita bisa
membaca sutta kuno ini namun masih merasakan suatu keakraban
terhadapnya. Sutta ini tak lekang waktu dan tak tergantung dari
budaya dalam maknanya yang sangat mendalam. Bagi saya, itulah
satu kaki yang menyokong bangunan bernama Buddhisme ini.

Kaki kedua yang menyokongnya adalah Anda memiliki orang-orang


yang menjalani ajaran ini sekarang dan mencapai hasil yang sama
dengan yang diraih dan dibicarakan Buddha pada zaman dulu sekali.
Kombinasi kekunoan dan kekinian ini adalah salah satu dari banyak
hal yang menjadikan Dhamma ini begitu berdaya.
16 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Bayangkan ada guru yang berkeliling mengatakan bahwa ia merealisasi


kecerahan, namun tidak memiliki tradisi yang diikutinya, tanpa silsilah
yang bisa dirujuknya. Ia sendiri tidak memiliki pedoman atau contoh
selain dirinya sendiri. Itu rasanya tidak akan pas: terlalu mudah bagi
ego untuk terlibat di sana. Namun ketika Anda memiliki kecerahan
digabungkan dengan tradisi kuno, maka bahkan master spiritual
dengan realisasi tertinggi dalam ajaran Buddha akan bersujud kepada
tradisi itu, kepada Buddha. Ada mekanisme pengaman dalam hal ini
dan kenyataan ini sungguh menginspirasi. Ego lebih tidak memiliki
ruang untuk menjadi tak terkendali. Sekali lagi, hal ini menunjukkan
betapa pentingnya sutta, yang menjadi pembawa dan penerus tradisi
Buddhis kuno.

Contoh Praktis

Saya ingin menunjukkan bagaimana hal ini bisa bekerja dalam praktik
nyata. Guru saya, Ajahn Brahm, sering menggunakan cerita untuk
menjelaskan hakikat latihan meditasi.

Ajahn Brahm menceritakan bahwa sewaktu masih muda, ia pergi


ke Semenanjung Yucatan di Meksiko untuk melihat peninggalan
kebudayaan Maya kuno. Untuk bisa sampai di sana, ia harus bepergian
melintasi hutan lebat di mana jarak pandang Anda hanya beberapa
meter ke depan. Saat ia sampai ke piramida pertama dan mendakinya,
ia bisa melihat bentangan pemandangan di sekelilingnya untuk
pertama kalinya setelah berhari-hari. Ia bisa melihat jalanan dan
sungai kecil yang membelah hutan, ia bisa melihat piramida lainnya
yang menyembul di antara tutupan rimba, dan nun jauh di sana ia
bisa melihat cakrawala.
17 Manfaat Membaca Sutta

Ajahn Brahm menyadari bahwa ini adalah kiasan menakjubkan


mengenai apa yang terjadi dalam latihan meditasi. Saat Anda
mengalami meditasi mendalam untuk pertama kalinya, ini seolah
Anda melambungkan diri di atas rimba kehidupan dengan segala
permasalahan dan kesibukannya. Tiba-tiba, untuk pertama kalinya,
Anda bisa melihat ke sekeliling Anda, melihat kehidupan, memahami
apa yang disebut keinginan indriawi dan bagaimana kita berfungsi
sebagai manusia. Saya selalu menganggap hal ini sebagai kiasan yang
sangat menarik dan luar biasa. Lalu suatu hari, ketika saya membaca
sutta, saya menemukan ajaran berikut:

Seandainya ada gunung yang tinggi tak jauh dari desa atau
kota. Dua sahabat beriringan mendekati gunung itu. Yang satu
mendaki hingga ke puncak, yang lainnya tetap di kaki gunung.
Kemudian yang di kaki gunung bertanya kepada sahabatnya di
puncak: ‘Apa yang kamu lihat dari puncak gunung?’

‘Aku melihat taman yang indah, hutan yang indah, bentangan


lahan yang indah, dan telaga yang indah.’

‘Tidak mungkin kamu bisa melihat itu.’

Kemudian sahabat yang di puncak gunung turun, menggamit


tangan sahabatnya, dan membimbingnya ke puncak. Setelah
memberi waktu istirahat sejenak bagi sahabatnya, ia bertanya:
‘Nah, apa yang kamu lihat dari puncak gunung?’

‘Aku melihat taman yang indah, hutan yang indah, bentangan


lahan yang indah, dan telaga yang indah.’

‘Tadi kamu baru bilang ini tidak mungkin.’


18 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Sahabatnya itu menjawab: ‘Aku terhalang gunung besar ini,


dan tidak melihat hal-hal yang ada di sana.’
(MN 125, Dantabhūmi Sutta)

Kiasan di atas disampaikan Buddha untuk menggambarkan


bagaimana meditasi mengubah pandangan Anda terhadap realitas.
Seorang bhikkhu baru memberi tahu seorang pangeran bahwa dalam
ajaran Buddha, adalah mungkin mencapai samādhi, keadaan meditasi
mendalam di mana batin sepenuhnya manunggal dan terpusat.
Namun pangeran itu tidak percaya. Tak lama kemudian, Buddha
memberi tahu bhikkhu itu bahwa tentu saja pangeran itu tidak bisa
memahaminya, karena ia terhalang gunung besar, gunung kegelapan
batin, gunung lima rintangan batin. Hal-hal ini menghalangi
Anda melihat segalanya sebagaimana adanya. Anda hanya akan
mendapatkan pandangan menyeluruh ketika tiba di puncak gunung,
dan baru saat itulah Anda mulai memahami apa yang terjadi.

Bagi saya, kesamaan antara kiasan dari sutta dengan cerita Ajahn
Brahm sangatlah bermakna. Saya tidak tahu apakah Ajahn Brahm
pertama-tama membaca sutta ini dan kemudian di bawah-sadarnya
menerapkannya ke pengajarannya sendiri, atau apakah ceritanya
kebetulan serupa dengan yang ada dalam sutta. Pesannya adalah
cerita itu mendapatkan kewenangan dan makna penting saat Anda
melihat bahwa itu berasal dari Buddha. Dan ketika Anda melihat
ungkapan seorang guru begitu dekat dengan sabda Buddha, rasa
hormat Anda terhadap guru itu akan meningkat dengan sangat besar.
Dengan cara inilah sutta memberi kita panduan tentang siapa yang
sudah memahami Dhamma dan siapa yang belum.

Ini bukan berarti kita mesti menghakimi atau ke sana-sini mencela


atau memuji guru. Pesannya adalah bahwa sutta memberi kita
19 Manfaat Membaca Sutta

gambaran kasar ke mana kita mesti menempatkan keyakinan kita.


Kita harus jujur mengenai hal itu, karena ini sangatlah penting.
Sebagian orang layak diyakini, yang lainnya kurang layak diyakini.
Memang demikianlah adanya. Sebagian orang adalah meditator yang
bagus, sebagian lagi tidak; sebagian bijaksana dan sebagian lagi kurang
begitu bijak. Itu tidak berarti kita mesti kecewa dan bersikap negatif
terhadap orang yang kurang begitu bijak. Ini sekadar berarti bahwa
kita berurusan dengan realitas dan bertindak sesuai konsekuensi
realitas itu.

Penting untuk memiliki pengetahuan ke mana kita harus menaruh


keyakinan kita dan sutta-sutta-lah yang membantu kita untuk
memutuskan. Ketika Anda mengakrabi sutta, Anda mulai membuat
penilaian Anda sendiri, dan itu memberi Anda suatu kemandirian.

Sutta Adalah Sabda Buddha

Jadi bagaimana kita tahu bahwa sutta itu memang berasal dari
perkataan Buddha? Ini adalah pertanyaan penting, karena keyakinan
kita pada sutta bergantung dari jawaban atas pertanyaan ini. Selama
sekitar 150 tahun terakhir, ada banyak riset telah dilakukan, terutama
di kalangan akademisi, yang membuat kita mampu menjawab
pertanyaan ini dengan cukup tepat.

Penting untuk menanggapi riset seperti ini dengan serius karena jika
sabda Buddha sama pentingnya dengan yang hendak saya sampaikan,
maka kita perlu memperjelas sedapat mungkin mengenai di mana
sabda Buddha bisa ditemukan. Kita sesungguhnya tidak bisa lagi
mengelabui diri kita dan berpura-pura bahwa suatu ajaran adalah
sabda Buddha, padahal kenyataannya bukan. Saya akan meringkas
hasil riset itu untuk Anda.
20 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Salah satu temuan paling kuat dalam kajian Buddhis modern


adalah sutta-sutta sudah dilestarikan dalam pelbagai tradisi dan
aliran Buddhisme selama kurun waktu yang sangat panjang. Anda
menemukan bahwa sabda Buddha telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Mandarin dan sebagian ke bahasa Tibet. Sebagian lagi
masih ada dalam sumber-sumber bahasa Sanskerta. Beberapa kitab
ditemukan dalam bahasa yang mungkin belum pernah Anda dengar,
seperti bahasa Sogdia atau Khotan, yang termasuk rumpun bahasa
Turki kuno di Asia Tengah sekitar dua ribu tahun silam. Dan saya
bahkan belum menyebut Kanon Pāḷi, yang merupakan kitab paling
lengkap dari sutta-sutta periode awal.

Yang menakjubkan dari fakta ini adalah sumber-sumber yang berbeda


ini semuanya berpangkal dari aliran Buddhisme yang berlainan, aliran
yang saling terpisah sekitar zaman Asoka, hampir 2.300 tahun silam.
Zaman itu hanya berselisih 150 tahunan dari periode kehidupan
Buddha sendiri. Ini berarti ketika Anda membaca sutta-sutta dalam
bahasa Mandarin, misalnya, Anda sedang membaca sutta yang hadir
dan terpisah dari sutta Pāḷi selama hampir 2.300 tahun. Akan tetapi,
menakjubkannya, kalau Anda membandingkan kedua naskah ini, ada
banyak sekali contoh di mana isinya serupa. Di tempat ada perbedaan—
karena kecacatan naskah atau alasan lain—ini biasanya ditemukan di
perincian yang kurang penting. Ajaran intinya dalam banyak kasus
serupa, persis sama. Ini menunjukkan kepada kita betapa saksamanya
ajaran ini dilestarikan, dan ini memberikan landasan yang sangat
kuat untuk menerima bahwa yang kita miliki zaman sekarang ini
memang merupakan ajaran Buddha historis. Inilah hasil pertama
yang ditunjukkan riset ini.

Hasil penting lainnya dari riset ini adalah ajaran yang sama dalam
sumber yang beragam, terutama Mandarin dan Pāḷi, umumnya bisa
21 Manfaat Membaca Sutta

dianggap sebagai yang paling asli. Ini karena apa pun ajaran yang
sama, pasti sudah ada sebelum berbagai aliran itu berpisah jalan. Di
sisi lain, ajaran yang hanya ada pada satu aliran, namun tidak ada di
aliran lainnya, kemungkinan besar muncul setelah aliran itu berpisah.
Maka sekali lagi, mudah sekali untuk memutuskan yang mana yang
sabda Buddha dan yang mana yang harus kita sikapi dengan hati-hati.

Riset ini juga menunjukkan bahwa ajaran yang Anda temukan dalam
Kanon Pāḷi pada umumnya adalah ajaran tersedia saat ini yang paling
terpercaya dan asli. Kadang, Anda bisa menggunakan sutta yang
ditemukan dalam bahasa Mandarin untuk mengoreksi kesalahan yang
telah menyusup ke dalam versi Pāḷi. Namun pada umumnya, empat
Nikāya utama dari Kanon Pāḷi—Dīgha Nikāya (DN), Majjhima Nikāya
(MN), Saṁyutta Nikāya (SN), dan Aṅguttara Nikāya (AN)—adalah tempat
Anda menemukan sabda Buddha. Ini bukan masalah keyakinan,
melainkan fakta yang sudah dibuktikan.

Mandirilah Dalam Dhamma

Maka, saya menganjurkan Anda untuk mengambil kitab pembabaran


itu dan mulai membacanya. Saya rasa Anda akan mendapati kitab
itu menginspirasi. Kadang Anda mungkin tidak memahami suatu
sutta atau bagiannya. Jika demikian, lewatkan saja, dan baru kembali
membacanya kelak. Ketika ada yang sulit dipahami, bermanfaat juga
untuk berkonsultasi dengan seorang guru untuk memandu Anda
melewati berbagai aspek sabda Buddha yang lebih halus. Jadi para
guru masih sangat berguna, dan jika Anda mendayagunakan panduan
mereka dengan bijak, para guru bisa membantu untuk membantu
diri Anda sendiri. Setahap demi setahap, mulailah belajar membaca
sutta sendiri.
22 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Seiring Anda membaca dan belajar dari sutta, Anda mulai memperoleh
sensasi kemandirian, sensasi hakikat diri Anda sendiri. Anda mulai
mendapatkan sensasi Dhamma dan mampu membuat penilaian Anda
sendiri mengenai ajaran itu. Anda memperoleh kadar kemandirian
dalam Buddhisme, dan itu adalah rasa yang sangat menguatkan.
Anda merasakan hubungan langsung dengan Buddha dan Anda kini
berwenang dan bertanggung jawab atas latihan Anda sendiri.

Jadi tujuan memiliki seorang guru adalah membuat Anda mampu


bergerak menuju kemandirian yang makin tinggi. Secara bertahap,
Anda akan merasa makin mandiri dan itu memberi Anda landasan
kukuh untuk terus berjuang dalam latihan untuk jangka waktu
yang lama.

Memperoleh Inspirasi Dengan Membaca Sutta

Kadang orang pikir sutta itu begitu tinggi hingga mereka meragukan
kemampuan mereka sendiri untuk memahaminya. Tetapi
sesungguhnya, sutta itu tidaklah sulit dipahami—sutta ditujukan
untuk orang biasa. Orang-orang yang menjadi bhikkhu dan bhikkhuni
pada zaman Buddha tidaklah berbeda dibanding Anda dan saya.
Dan orang-orang biasa inilah yang merealisasi sāmadhi dan tataran
kecerahan dengan bimbingan Buddha. Jika mereka bisa paham,
demikian pula kita!

Ada beberapa perintang kecil untuk mendapatkan akses ke


sutta, namun perintang ini bisa diatasi dengan mudah jika Anda
mengatasinya dengan cara yang benar. Seperti yang saya sebutkan
tadi, ungkapan atau bagian yang sulit bisa dipahami dengan bantuan
guru yang baik. Kemudian ada masalah pengulangannya, yang
disebabkan karena tradisi lisan pada awal ajaran ini. Membaca sutta
23 Manfaat Membaca Sutta

cukup berbeda dibanding membaca literatur modern. Namun begitu


Anda terbiasa dengan sifatnya yang berulang-ulang, begitu Anda
menembus rintangan itu, Anda menyadari bahwa pengulangan
memiliki keuntungan tersendiri. Ketika diulang, sutta memberi Anda
kesempatan untuk merenungi pesan tersebut dengan lebih saksama.
Saat Anda terbiasa dengan gayanya, Anda sering mendapati bahwa
sutta itu berbicara kepada Anda dengan cara yang sangat langsung,
seolah Buddha sendiri mengajar kepada Anda, dan memang itulah
yang Ia lakukan! Dan itu rasanya sungguh mengagumkan.

Sutta pada umumnya berisi ajaran sederhana dan praktis yang kerap
dapat diterapkan secara langsung dalam hidup Anda. Sering pula, sutta
menggugah, dengan kiasan indah dan kadang cerita, seperti kiasan
gunung yang disebut di atas. Sutta memuat banyak sekali kiasan yang
menjadikan ajaran menjadi hidup dan menambah kekuatan ajaran.
Kiasan membuat Anda merasa terinspirasi dan menggugah perasaan
Anda. Kiasan memberi Anda pemahaman yang lebih baik akan ajaran
yang lebih teoretis, dan bisa menjadi sumber sukacita besar.

Maka membaca sutta bukanlah sekadar mendapatkan pemahaman


intelektual, namun juga memperoleh asupan spiritual yaitu rasa
tergugah dan terinspirasi. Inspirasi itu menjadikan Anda ingin
bermeditasi dan menjalani jalan itu.

Saat Anda telah memiliki landasan pada sutta, Anda menemukan pula
bahwa pengalaman mendengarkan ceramah guru zaman modern
sudah berubah. Anda memahami ajaran mereka dengan cara yang
sepenuhnya baru. Anda mampu melihat bagaimana pesan mereka
cocok dengan konteks ajaran Buddha yang lebih besar. Tiap hal
menjadi lebih jelas dan keduanya saling menyokong.
24 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Mulai dari Mana

Untuk menggali sebanyak mungkin dari sutta, penting untuk mulai


dari tempat yang benar. Salah satunya dengan membaca antologi atau
kumpulan sutta-sutta pilihan. Karya antologi favorit zaman modern
adalah Tipitaka Tematik, kumpulan sutta pilihan yang diterjemahkan
dan ditambahi pengantar oleh Bhikkhu Bodhi.

Begitu Anda merasa cukup nyaman dengan isi utama sutta-sutta ini,
Anda bisa langsung mengakses sutta dalam bentuk tradisionalnya.
Saya pribadi merasa bahwa Majjhima Nikāya, Pembabaran Menengah
Buddha, adalah kitab yang baik untuk memulai. Himpunan ini memuat
kisaran ajaran, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling
agung. Ingat bahwa Anda tidak harus membacanya dari awal sampai
tuntas. Alih-alih, sekadar membalik-balik halaman dan membaca apa
pun yang menginspirasi Anda pada saat itu acap kali lebih baik.

Lokasi favorit lain untuk mulai membaca sutta adalah Dhammapada,


himpunan syair Buddhis. Banyak orang merasa bahwa Dhammapada
sangatlah menginspirasi.

Kemampuan Buddha Membuat Kiasan

Untuk mengakhiri, saya akan memberi Anda satu kiasan lagi dari
sutta, kiasan ini memancing perenungan sekaligus penuh makna.
Kiasan ini juga mengenai gunung. Ada sesuatu yang megah mengenai
gunung: mereka indah pada skala yang sangat besar, dan sering
membangkitkan rasa terpukau dan takjub. Anda bisa menyadari
sendiri mengapa gunung menjadi kiasan yang kuat.

Ada sutta dalam Kosala Saṁyutta di mana Buddha berbincang dengan


25 Manfaat Membaca Sutta

Raja Pasenadi Kosala, salah satu raja paling berkuasa pada masa itu:

Buddha berkata kepada raja: “Bagaimana menurut pendapat


Anda, Raja Agung? Jika ada orang yang datang menemui Anda
dari timur, orang yang terpercaya dan andal, dan ia memberi
tahu Anda: ‘Sudah dipastikan, Raja Agung, Anda harus tahu
mengenai hal ini. Saya datang dari timur dan di sana saya
melihat gunung besar, setinggi awan, bergerak menuju kemari,
menghancurkan semua makhluk. Lakukanlah apa saja yang
perlu Anda perbuat, Raja Agung.’

‘Lalu, orang kedua datang menemui Anda dari barat, lalu yang
ketiga dari utara, dan yang keempat dari selatan, lalu mereka
memberi tahu Anda hal yang sama. Jika, Raja Agung, bahaya
besar seperti itu muncul, kehancuran mengerikan dari hidup
manusia, keberadaan manusia yang begitu sulit diperoleh ini,
maka apa yang perlu diperbuat?”

Lalu Raja menjawab: “Jika, Bhante, bahaya besar seperti


itu muncul, apa lagi yang harus diperbuat selain hidup
sesuai Dhamma, hidup dengan bajik, bertindak piawai, dan
membangkitkan jasa.”

“Saya beritahukan Anda, Raja Agung, Saya katakan kepada


Anda: pelapukan dan kematian sedang bergulir mendatangi
Anda. Ketika pelapukan dan kematian bergulir mendatangi
Anda, Raja Agung, apa yang perlu diperbuat?”

“Karena pelapukan dan kematian bergulir mendatangi


saya, Bhante, apa lagi yang perlu diperbuat selain hidup
sesuai Dhamma, hidup dengan bajik, bertindak piawai, dan
membangkitkan jasa.”
26 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

“Memang demikian, Raja Agung, memang demikian. Karena


pelapukan dan kematian bergulir mendatangi Anda, apa lagi
yang perlu diperbuat selain hidup sesuai Dhamma, hidup
dengan bajik, bertindak piawai, dan membangkitkan jasa.

“Sama seperti gunung karang padat, raksasa,


menjulang ke angkasa,
mendekat bersama-sama dari segala sisi,
menghancurkan segalanya di empat penjuru;
demikianlah pelapukan dan kematian bergulir
mendatangi makhluk:
tanpa ampun sepanjang jalur
mereka datang menghancurkan segalanya.”
(Saṁyutta Nikāya 3.25; Pabbatopama Sutta)

Saya suka sutta ini. Sutta ini mengundang pemikiran dan sangat kuat.
Ketika membaca sutta ini, muncul rasa kemendesakan dalam diri
saya, desakan untuk memusatkan pada hal yang benar-benar penting
dalam hidup. Kita cenderung berlarian ke sana-sini, tiada henti
melakukan berbagai hal, namun tujuan akhir kita senantiasa sama:
pelapukan dan kematian. Mengapa kita dengan gegabah bergegas
menuju kuburan kita? Bagaimana cara terbaik kita menjalani waktu
kita sebelum semuanya terlambat?

Walaupun kiasan ini kuat sekali berkesan bagi saya, namun bagi
Anda mungkin saja berbeda. Bacalah sutta itu sendiri dan temukan
isi yang menginspirasi Anda. Sutta-sutta adalah gudang harta karun
kebijaksanaan, namun harta karun yang cuma terpendam tidak ada
gunanya bagi siapa pun.
27 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

2
Kemunculan Bersebab

Pengantar dari Bhikkhu Bodhi

Kemunculan Bersebab sering dikatakan sebagai pilar utama ajaran


Buddha, dan kitab Nikāya sendiri menunjukkan bahwa Buddha
mengidentifikasi Kemunculan Bersebab sebagai salah satu dari
dua aspek “Dhamma mendalam” yang Buddha temukan pada saat
kecerahan-Nya, yang tak lain adalah Nibbāna (lihat MN I 167). Karena
begitu pentingnya, penghimpun naskah ajaran asli mengkhususkan
satu bab utuh dalam Saṁyutta Nikāya untuk ajaran ini. Lebih lanjut,
dalam Mahānidāna Sutta di Dīgha Nikāya (sutta 15), Buddha menyatakan
bahwa karena belum menembusi Kemunculan Bersebablah, maka
makhluk berkeliaran dan terus mengembara melalui deretan
kelahiran dan kematian yang disebut saṁsāra (lihat DN II 55). Dari hal
ini, kita bisa melihat bahwa pemahaman akan Kemunculan Bersebab
adalah kunci menuju kebijaksanaan yang membebaskan.

Meski doktrin ini penting, namun berbagai pendapat yang saling


bertentangan mengenai penafsiran benarnya sudah bermunculan,
dan pada zaman modern, penafsiran ini makin berlipat ganda.
Penyelesaian mengenai tafsir ini tidaklah penting, karena jika
pemahaman kita mengenai Kemunculan Bersebab itu terlencengkan,
maka pemahaman kita mengenai Dhamma itu sendiri pasti akan tidak
akurat. Cara paling aman menafsirkan Kemunculan Bersebab sesuai
dengan yang Buddha maksud adalah dengan kembali ke sutta awal
28 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

dan menilik mereka dengan saksama, berusaha mendapatkan makna


yang hendak mereka sampaikan, alih-alih mencari pernyataan acak
yang mendukung penafsiran sesuai prasangka kita.

Dalam artikel singkat ini, yang disampaikan dalam ceramah


Dhamma, Ajahn Brahmāli memberikan penjelasan singkat mengenai
Kemunculan Bersebab yang, menurut pandangan saya, menyarikan
prinsip intinya sambil tetap setia dengan maksud aslinya. Gagasan
utama yang disampaikan Ajahn Brahmāli, secara lugas maupun
melalui penjelasannya, adalah kesatuan utuh antara Kemunculan
Bersebab dengan ajaran mengenai kelahiran ulang. Sudah jamak pada
zaman sekarang untuk menafsirkan Kemunculan Bersebab hanya
sebagai penegas konsep ketergantungan dan keterkaitan semua
fenomena, lalu kemudian menyanjungnya sebagai cikal bakal metode
ilmiah. Walaupun Kemunculan Bersebab mungkin saja merujuk
ke prinsip ketergantungan dan skema saling keterkaitan semesta,
namun ini bukanlah tujuan utama gagasan ini. Tujuan utamanya,
seperti yang dapat dilihat dalam sebagian besar naskah Buddhis kuno,
adalah untuk menunjukkan penyebab awal dari duka, yang terasup
persis karena belenggu kita terhadap kelahiran ulang. Sehingga,
dengan mengungkap penyusun yang membuat kita terbelenggu pada
kelahiran berulang, Kemunculan Bersebab juga menunjukkan apa
yang harus dilakukan untuk memperoleh keterbebasan.

Yang harus dilakukan ini, seperti yang ditunjukkan Ajahn Brahmāli


dalam pembahasannya mengenai “penggerak utama” Kemunculan
Bersebab, adalah dengan memutus rantai antara perasaan dan nafsu,
yang dicapai dengan menyingkirkan kekeliruan atau kegelapan batin.
Kegelapan batin pada gilirannya dilenyapkan dengan mengembangkan
Jalan Delapan Faktor Suciwan, gagasan yang juga disampaikan Ajahn
Brahmāli. Karena itu, penjelasannya menunjukkan keselarasan dan
29 Kemunculan Bersebab

keharmonisan internal dari tiga ajaran Buddha yang mendasar:


Kemunculan Bersebab, Empat Kebenaran Suciwan, dan Jalan Delapan
Faktor Suciwan.

***

Ketika Anda membaca sabda Buddha dan mulai meraba-raba apa


yang Buddha ajarkan, Anda akan berkali-kali menjumpai ajaran
Kemunculan Bersebab (paṭicca samuppāda). Tak lama kemudian akan
tampak cukup jelas bahwa ajaran ini adalah bagian yang sangat
penting dari cara Buddha menjelaskan berbagai hal. Namun pada
saat yang sama, ajaran ini sulit untuk dipahami. Maka, tulisan ini
adalah upaya untuk mengungkap aspek terpenting dari Kemunculan
Bersebab, sedemikian rupa sehingga membuatnya lebih mudah
dipahami.

Sebagai permulaan, dengan sangat ringkas, saya akan membahas tiap


dari 12 faktor Kemunculan Bersebab untuk memberikan gambaran
umum mengenainya. Kemudian, saya akan mengambil beberapa
faktor saja dan membahasnya dengan terperinci. Saya juga akan
berupaya menunjukkan bagaimana Kemunculan Bersebab itu selaras
dengan ajaran Buddha lainnya. Ketika kita memahami bagaimana
Kemunculan Bersebab selaras dengan ajaran Buddha secara umum, hal
ini memberikan kita pengertian yang lebih baik tentang pentingnya
ajaran ini dan bagaimana ini bisa digunakan dalam pengembangan kita
dalam jalan Buddhis.

Pertama-tama saya akan membahas singkat masing-masing dari 12


faktor Kemunculan Bersebab untuk membuat kerangka bagi bahasan
selanjutnya.

Yang pertama dari dua belas faktor itu biasanya dikenal sebagai
ketaktahuan (avijjā). Ketaktahuan merujuk ke adanya penyimpangan
30 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

dalam pemahaman kita, tidak melihat realitas sebagaimana adanya,


dan itu memengaruhi semua makhluk kecuali mereka yang sudah
cerah sempurna. Karena ketaktahuan inilah kita melakukan aktivitas
yang memiliki akibat karma mendatang.

Aktivitas ini (saṅkhāra) adalah faktor kedua Kemunculan Bersebab.


Hasil paling penting dari membuat kamma adalah kelahiran ulang
mendatang, munculnya kesadaran pada awal suatu kehidupan tertentu.
Maka, kesadaran (viññāṇa) adalah faktor yang ketiga.

Kesadaran selalu muncul bersama dengan aspek batin lainnya—


perasaan, pencerapan, dan kehendak—dan biasanya juga dengan tubuh
fisik. Batin dan badan ini menjadi faktor yang keempat (nāma-rūpa).

Saat Anda memiliki batin dan badan, maka Anda juga memiliki faktor
yang kelima, yaitu enam indra (saḷāyatana). Semua pengalaman
terjadi melalui enam indra ini, sehingga indra mengizinkan kita
untuk “berkontak” dengan dunia. Maka, kontak (phassa) adalah
faktor yang keenam.

Bagian paling mendasar yang yang kita alami melalui enam indra adalah
perasaan (vedanā). Perasaan menjadi faktor ketujuh Kemunculan
Bersebab. Pengalaman kita biasanya antara menyenangkan atau tidak
menyenangkan, dan jelas sekali kita ingin perasaan menyenangkan
bertahan lama dan perasaan tak menyenangkan segera hilang. Kita
memiliki hasrat terhadap pengalaman yang menyenangkan maupun
yang tidak menyenangkan.

Maka hasrat atau nafsu (taṇhā), yang merupakan faktor kedelapan,


merupakan konsekuensi alami dari perasaan. Nafsu pada gilirannya
membawa pada mengambil, mencengkeram, atau kelekatan. Nafsu
31 Kemunculan Bersebab

membuat Anda menerapkan “strategi” dengan tujuan memenuhi


hasrat tersebut. Kelekatan adalah faktor yang kesembilan (upādāna).

Begitu kita mencengkeram pada sesuatu, begitu kita memutuskan


strategi tertentu untuk memuaskan nafsu kita, maka hidup kita
cenderung bergerak ke arah tertentu. Dan karena kita hidup
dengan cara demikian, kita membuat kamma sesuai dengan cara
hidup tersebut. Inilah faktor yang kesepuluh, yang dikenal sebagai
kemenjadian (bhava). Ketika kita hidup dengan cara tertentu dan
menghasilkan kamma sesuai dengan itu, maka kelahiran ulang (jāti)
akan mengikuti sebagai faktor yang kesebelas.

Melalui kelahiran ulang, kita mengalami yang semua makhluk harus


alami—kita mengalami pelapukan, kita mengalami kematian, dan kita
mengalami segala penderitaan yang muncul bersama keberadaan.
Pelapukan (jarā), kematian (maraṇa), dan penderitaan (dukkha), atau
singkatnya duka belaka, adalah faktor kedua belas dan faktor terakhir
dalam Kemunculan Bersebab.

Salah satu hal yang penting untuk dipahami mengenai urutan dua
belas faktor ini adalah tiap faktor berkembang dari faktor sebelumnya
dan bergantung kepada faktor sebelumnya agar bisa muncul. Justru
karena hubungan saling bergantung di antara rantainya inilah maka
rangkaian ini disebut Kemunculan Bersebab. Ambil contoh kedua
faktor terakhir. Untuk mengalami pelapukan, kematian, dan duka,
pertama-tama Anda harus terlahir. Kelahiran adalah prasyarat agar
Anda bisa mengalami duka dalam hidup; jika Anda tidak terlahir,
Anda tidak akan berduka. Sama pula, tiap dari dua belas rantai ini,
dimulai dari ketaktahuan dan berakhir dengan duka, merupakan
faktor yang diperlukan agar faktor berikutnya bisa muncul. Ini adalah
aspek penting Kemunculan Bersebab, dan begitu Anda memahami hal
32 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

ini, maka keseluruhannya akan menjadi lebih jelas.

Hal yang sangat membantu berikutnya adalah memahami pentingnya


dua ujung pada urutan ini. Pentingnya mata rantai terakhir adalah
menunjukkan kepada kita mengenai tujuan Kemunculan Bersebab.
Tiap mata rantai lainnya hanyalah syarat yang membawa ke mata
rantai yang terakhir; faktor terakhir adalah yang dituju semua faktor
lainnya. Maka tujuan ajaran ini adalah menunjukkan mengapa kita
berduka, menunjukkan kepada kita musabab munculnya duka. Ini
pada gilirannya menjadikan Kemunculan Bersebab sebagai ajaran
yang praktis, karena jika kita memahami mengapa duka muncul,
maka kita memiliki kesempatan untuk melakukan sesuatu terhadap
duka; jika kita memahami hubungan sebab-akibatnya, maka kita bisa
melakukan sesuatu terhadap musabab itu. Ini memberi kita peluang
untuk mengurangi duka dalam kehidupan kita dan pada akhirnya
mengatasi keseluruhan duka itu. Karena kita sudah melihat kelahiran
ulang adalah penyebab langsung duka, maka satu-satunya cara
melenyapkan duka adalah mengakhiri semua kelahiran mendatang.

Gagasan menarik di sini adalah kedua faktor terakhir Kemunculan


Bersebab adalah kelahiran dan duka, atau kelahiran, pelapukan, dan
kematian. Jika kita melihat kelahiran dan kematian menjadi satu,
saat mereka terjadi melalui mekanisme Kemunculan Bersebab, inilah
fenomena yang disebut saṁsāra.

Saṁsāra adalah pengembaraan tiada akhir, terus berputar dan


berputar, dari satu kehidupan ke kehidupan lain, dari kelahiran sampai
kematian, berulang kali. Karena itu, dua faktor terakhir Kemunculan
Bersebab intinya sama dengan saṁsāra. Menilik Kemunculan Bersebab
dengan cara ini menunjukkan kepada kita bagaimana munculnya
saṁsāra, bagaimana bisa hadirnya fenomena seperti saṁsāra.
33 Kemunculan Bersebab

Jika kita membahas mengenai saṁsāra, ada sedikit peringatan: tolong


jangan menganggapnya sebagai alam atau dunia “di luar sana”, atau
sesuatu yang berbeda dari kita. Saṁsāra, alih-alih adalah cara kita
sebagai manusia mengalami dunia, pandangan batin kita, apa yang
terus terjadi dalam batin kita. Karena ini pengalaman pribadi, saṁsāra
tak pelak lagi akan agak berbeda untuk kita masing-masing. Namun
persamaan di antara kita semua adalah: kita mengalami kelahiran
dan kematian berulang yang kelihatannya tiada akhirnya, menderita
tanpa adanya awal atau akhir yang jelas. Maka Kemunculan Bersebab
menunjukkan kepada kita bagaimana saṁsāra dan duka muncul, kedua
hal ini pada hakikatnya sama. Dan sekali lagi, mengetahui bagaimana
pemunculan duka akan memberdayakan kita untuk bisa melakukan
sesuatu guna mengatasinya.

Untuk memahami dengan benar apa yang bisa dilakukan untuk


mengatasi masalah duka, kita harus menuju ke ujung lain dari
Kemunculan Bersebab, yaitu ke titik awalnya, ketaktahuan. Begitu
kita memahami hakikat titik awal ini, maka kita memahami penyebab
mendasar Kemunculan Bersebab, dan apa yang memicunya. Jika kita
hendak menyingkirkan titik awal ini maka Kemunculan Bersebab
akan runtuh, karena musabab tiap faktor bergantung dari faktor
sebelumnya. Ini berarti bahwa jika kita melenyapkan ketaktahuan,
maka tiap faktor berikutnya juga akan dilenyapkan, yang berakhir
dengan lenyapnya duka. Jika kita tidak mampu memotong tuntas
ketaktahuan, namun kita mampu mengurangi atau melemahkannya,
maka kita juga melemahkan duka, karena melemahnya ketaktahuan
akan terasa di seluruh mata rantai itu. Dengan cara ini, kita
mendapatkan manfaat dari sifat sebab-akibat dari Kemunculan
Bersebab.
34 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Untuk mampu mengurangi dan pada akhirnya melenyapkan


ketaktahuan, pertama-tama Anda semua harus jelas dahulu mengenai
apa yang dimaksud ketaktahuan.

Bahasa Pāḷi biasanya mengistilahkan ketaktahuan sebagai avijjā,


yang mungkin lebih pas diterjemahkan sebagai kegelapan batin
atau khayalan (delusi). Masalahnya bukan karena kita kekurangan
pengetahuan, seperti yang tersirat dalam kata “ketaktahuan”, tetapi
kita memiliki pemahaman yang keliru terhadap cara kerja fenomena.
Karena cara pandang kita yang pada dasarnya terkelabui atau
terpelintir, kita tidak melihat segalanya sebagaimana adanya. Cara
pandang ke luar yang terpelintir ini tak lain adalah ketakmampuan
kita melihat tiga ciri keberadaan: kecenderungan kita untuk melihat
hal-hal sebagai tetap padahal sesungguhnya mereka tidak tetap,
melihat kebahagiaan pada hal yang sesungguhnya penderitaan,
dan melihat hal-hal sebagai diri padahal sifatnya tanpa-diri. Inilah
khayalan mendasar yang menyelimuti kehidupan kita dan kesalahan
persepsi ini berada di akar seluruh rantai Kemunculan Bersebab.

Kabar baiknya adalah ketaktahuan atau khayalan itu sendiri


disebabkan oleh faktor lainnya; khayalan bukanlah suatu bentukan
utuh dan tunggal yang eksis secara mandiri di luar segalanya.
Melainkan, dengan memahami sebab dari khayalan itu, kita bisa
melemahkannya. Ketika kita memahami penyebab yang menyokong
kegelapan batin, maka kita juga memahami latihan seperti apa
yang perlu kita lakukan untuk menguranginya dan pada akhirnya
meninggalkannya sama sekali.

Jadi, apakah penyebab yang menopang dan terus mengasup khayalan?


Penyusun ini tak lain adalah lima rintangan batin: keinginan indriawi,
niat buruk, kemalasan dan kelesuan, keresahan dan penyesalan, serta
keraguan. Ini berarti semakin kuat lima rintangan batin ini, semakin
35 Kemunculan Bersebab

kuatlah kegelapan batin kita.

Mengapa demikian? Karena lima rintangan batin ini melencengkan


cara kita melihat dan mengalami. Renungi apa yang terjadi ketika
Anda marah: Anda cenderung melakukan hal-hal yang tidak akan
Anda lakukan dalam keadaan biasa. Di bawah pengaruh kemarahan,
Anda merasa harus memarahi orang atau melakukan hal buruk kepada
mereka. Saat Anda marah, itu terlihat seperti hal yang benar untuk
dilakukan: kita pikir orang itu layak menerimanya, bahwa orang itu
perlu dimarahi atau diperlakukan dengan kasar. Sehingga kita kadang
berakhir melakukan perbuatan yang bodoh. Begitu kemarahan
itu sirna, kita menyadari bahwa kita sudah berbuat kesalahan: kita
seharusnya tidak bersikap buruk terhadap orang itu, kita seharusnya
lebih pengertian, kita seharusnya berusaha memahami maksud
mereka. Kita merasa menyesal dan merasa bersalah. Pesannya adalah
kemarahan kita melencengkan cara pandang kita sehingga kita
melakukan hal-hal yang wajarnya tidak akan kita lakukan. Pada saat
itu, Anda melihat bagaimana kemarahan bertaut dengan khayalan
yang memelintir pemahaman kita akan dunia.

Nafsu indra memiliki efek memelintir yang sama. Contohnya,


mengapa orang melakukan perselingkuhan? Sering kali itu hanya
karena nafsu yang berhasil menaklukkan batin. Anda tidak benar-
benar mengetahui apa yang sedang Anda perbuat, dan karena itu,
sesudahnya, Anda kerap kali menyesalinya. Anda menyadari betapa
banyak derita yang Anda sebabkan kepada pasangan hidup, dan
seringnya, Anda harus membayarnya bila pernikahan Anda runtuh,
bila Anda harus menjual rumah, atau tidak bisa melihat anak Anda.
Namun saat dahulu terjadi, perselingkuhan terlihat seperti hal yang
benar untuk dilakukan. Pandangan Anda terpelintir nafsu Anda.
36 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Kadang Anda bisa melihat pola yang sama dalam kegiatan sederhana
seperti berbelanja. Mungkin Anda melihat barang di toko yang begitu
menarik, sampai tak tertahankan, lalu suatu hasrat yang begitu kuat
muncul sehingga Anda merasa harus membelinya. Kemudian, saat
Anda terbebas dari cengkeraman nafsu, Anda menyadari bahwa
tindakan Anda tadi adalah kesalahan, bahwa sesungguhnya Anda
tidak memerlukan barang tadi.

Jadi lima rintangan batin, terutama kemarahan dan keinginan


indriawi, memelintir pandangan kita akan dunia. Makin kuat lima
rintangan batin, makin besar khayalan kita, dan makin melencenglah
pandangan kita ke luar. Makin sedikit kita memiliki lima rintangan
ini, makin sedikit pelencengan, dan makin jernihlah pandangan
kita akan dunia. Dan karena Kemunculan Bersebab adalah rantai
sebab-akibat, dampak dari rintangan batin mengasup seluruh rantai
ini sampai ke ujungnya, yaitu duka. Maka makin lemah rintangan
batin, makin sedikit duka yang kita alami; makin kuat rintangan
batin, makin besar duka. Menurut penalaran itu, jika Anda ingin
mengurangi ketaktahuan dan duka dalam hidup Anda, maka Anda
harus mengurangi lima rintangan batin, yaitu kotoran batin.

Bagaimana cara kita mengurangi kotoran batin? Tidak lain dengan


menjalani Jalan Delapan Faktor Suciwan. Anda mulai menapaki
jalan ini dengan menjalani keluhuran moralitas. Karena latihan itu,
maka ada beberapa tindakan yang tidak boleh Anda perbuat, dan
karena Anda tak bisa melakukannya, maka Anda mengendalikan
diri, mengekang rintangan batin, mengekang kotoran batin. Seiring
waktu, pengendalian diri seperti itu melemahkan kotoran batin.
Anda mengetahui bahwa memang demikian yang terjadi ketika Anda
menyadari, seiring waktu, bahwa menjalani sīla menjadi lebih mudah,
sampai akhirnya menjadi sifat alami Anda. Menjalani meditasi—
37 Kemunculan Bersebab

mengembangkan cinta kasih, kedamaian, dan semua keadaan batin


yang indah seperti itu—memiliki pengaruh yang sama karena kita
melawan rintangan batin, meninggalkan mereka selangkah demi
selangkah. Maka Jalan Delapan Faktor Suciwan tidak lain adalah
mekanisme untuk menyingkirkan rintangan batin. Ini pada gilirannya
akan mengurangi kegelapan batin, dan karena itu mengurangi duka.
Dengan cara ini, kita bisa melihat bagaimana Jalan Delapan Faktor
Suciwan dan Kemunculan Bersebab saling selaras dengan indah,
membentuk bagian penting dari gambaran besar yang kita sebut
sebagai Dhamma.

Sesungguhnya, bermanfaat sekali jika kita melihat Dhamma seperti


permainan teka-teki susun yang besar, di mana tiap ajaran Dhamma
adalah kepingan kecilnya. Hanya pada saat kita menyusun semua
kepingannya menjadi satu, barulah kita memahami bagaimana
mereka saling cocok, kita bisa melihat gambaran lengkapnya. Dengan
kata lain, meski ajaran Buddha terdiri dari segala potongan dan
kepingan ajaran ini—lima kekuatan, lima gugus keberadaan, empat
jhāna, dan lain-lain, namun semua itu adalah satu kesatuan utuh.
Makin Anda memahami ajaran Buddha, makin Anda memahami teka-
teki susun ini saling cocok. Sehubungan dengan pembahasan ini, saya
sekadar menunjukkan dengan satu cara bagaimana Jalan Delapan
Faktor Suciwan saling selaras dengan Kemunculan Bersebab.

Jadi Jalan Delapan Faktor Suciwan mengurangi kegelapan batin


kita setahap demi setahap, sehingga juga mengurangi duka kita.
Jika kita tetap menjalani jalan ini, maka kita pada akhirnya akan
melenyapkan total duka itu. Bagaimana cara mengurangi rintangan
batin membawa pada ditinggalkannya kegelapan batin dan duka
secara menyeluruh? Ketika Anda mengembangkan jalan ini tahap
demi tahap, Anda lambat laun akan melemahkan lima rintangan batin
38 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

sampai harinya tiba tatkala rintangan batin itu untuk sementara sirna
sepenuhnya, batin jadi murni dan cerah. Karena lima rintangan batin
merupakan penyokong utama kegelapan batin, begitu lima rintangan
batin sepenuhnya tidak ada, maka penopang kegelapan batin itu
disingkirkan. Karena tak lagi ditopang, maka kegelapan batin menjadi
lemah pada tahap ini, sehingga memungkinkan untuk dilenyapkan
secara tuntas. Itulah alasannya keadaan meditasi mendalam di mana
lima rintangan batin sepenuhnya ditinggalkan menjadi landasan yang
begitu kuat untuk memperoleh wawasan mendalam dan memahami
segalanya sebagaimana adanya, yaitu, melenyapkan kegelapan batin.

Ini juga menunjukkan mengapa meditasi mendalam adalah faktor


terakhir dalam Jalan Delapan Faktor Suciwan: hanya pada tahap
inilah yang akhirnya memungkinkan untuk melakukan terobosan
sampai Anda melihat sendiri ajaran Buddha. Selama rintangan batin
menopang kegelapan batin, tidak mungkin bisa ada terobosan.
Namun ketika penyangga bagi kegelapan batin disingkirkan—dengan
mengasumsikan Anda telah memiliki pandangan benar melalui
penguasaan yang layak terhadap ajaran Buddha—barulah batin bisa
menembusi kebenaran, Dhamma, kemudian melenyapkan kegelapan
batin. Saat kegelapan batin dilenyapkan, demikian pula duka, karena
mereka saling bergandengan.1 Inilah penjelasan mengapa kegelapan
batin adalah akar masalahnya dan bagaimana cara memecahkannya.
Setelah membahas kedua ujung Kemunculan Bersebab, berikutnya
kita perlu mempertimbangkan bagaimana mekanisme kegelapan batin
bisa menjadi duka. Mekanisme yang bisa disebut sebagai “pemacu
inti” Kemunculan Bersebab ini, karena itu menunjukkan kepada

1 Ini agak disederhanakan dibanding penjelasan umumnya dalam berbagai Sutta.


Menurut Sutta, ketika kita melihat Dhamma dan menjadi Pemenang Arus, kita tidak
langsung mengakhiri kegelapan batin atau duka saat itu juga, namun memerlukan
waktu paling banyak tujuh masa kehidupan.
39 Kemunculan Bersebab

kita bagaimana saṁsāra itu mengasup atau membahanbakari dirinya


sendiri, yaitu, bagaimana kegelapan batin mengasup proses kelahiran
dan kematian yang memiliki potensi tiada akhir. “Penggerak utama”
adalah proses di mana tanggapan kita terhadap perasaan membawa
kita pada kelahiran ulang. Karena itu, untuk memahami mekanisme
penggerak utama ini, kita perlu memahami proses dinamis yang
menghubungkan faktor-faktor mulai dari perasaan (vedanā) sampai
kelahiran ulang (jāti). Kita mulai dengan perasaan. Dalam ajaran
Buddha, kata perasaan tidak merujuk ke emosi melainkan ”nuansa
rasa” akan pengalaman tertentu sebagai menyenangkan atau tidak
menyenangkan.2

Mengalami hal-hal sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan


adalah bagian dan satu paket keberadaan sebagai manusia, atau
sesungguhnya, makhluk jenis apa pun. Mata rantai Kemunculan
Bersebab sebelum perasaan menunjukkan kepada kita bagaimana
perasaan muncul dari interaksi antara badan dan batin; yaitu, begitu
Anda memiliki badan dan batin, maka Anda pasti juga memiliki
perasaan. Karena sudah pasti bahwa kita mengalami dunia sebagai
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, maka sudah pasti pula
bahwa kita akan memiliki nafsu (taṇhā) sesuai pengalaman tersebut.
Karena kita tak menginginkan hal yang tak menyenangkan, kita
berhasrat menghindari pengalaman tak menyenangkan dan berharap
pengalaman tak menyenangkan yang kita alami saat ini berakhir; dan
karena kita menginginkan kenikmatan, kita mendambakan untuk
memperoleh pengalaman menyenangkan dan agar pengalaman
menyenangkan yang dialami saat ini terus berlanjut. Dengan kata
lain, hasrat atau nafsu adalah tanggapan alami kita saat mengalami
perasaan.

2 Buddha juga membicarakan mengenai perasaan netral, namun dalam bahasan ini
perasaan netral tak disebutkan.
40 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Ini membawa kita menuju mata rantai berikutnya. Begitu memiliki


keinginan, kita ingin memastikan agar nafsu tadi terpuaskan,
karena tidak memuaskan nafsu itu tidaklah menyenangkan. Untuk
melakukan ini, kita mengambil objek, mencengkeramnya, dan
mengikuti strategi tertentu (upādāna). Kita mengenyam pendidikan,
mendapat pekerjaan, menjalin hubungan, membeli rumah, punya
anak, menganut agama, memiliki pandangan politik. Ambil contoh
agama: mengapa kita menjadi umat Buddha? Pada hakikatnya, itu
adalah strategi untuk memuaskan keinginan kita, untuk membantu
kita menemukan kebahagiaan di dunia dan mengurangi penderitaan
dalam kehidupan.

Mengapa kita punya rumah? Karena rumah memberi kita lingkungan


tempat kita bisa menikmati lima indra. Rumah kita adalah tempat
kita biasanya menyantap makanan, bersantai dalam kenyamanan,
menikmati hiburan, dan tempat kita berbagi dengan keluarga. Rumah
juga merupakan tempat yang aman dari dunia di luar sana. Memiliki
rumah merupakan strategi yang sangat penting untuk memuaskan
hasrat kita, dan itulah penyebab orang melekati rumah mereka.
Strategi penting lainnya adalah memperoleh pasangan hidup. Sekali
lagi, karena pasangan hidup memberi kita kebahagiaan, kita sering
melekati pasangan hidup itu. Namun strategi kita bisa juga berupa
jenis yang lebih mendalam. Sebagai umat Buddha, kita mungkin
menjalani meditasi dan gaya hidup yang lebih spiritual. Dalam hal ini,
strategi kita adalah mengembangkan kebahagiaan batin kita. Tentu
saja, strategi ini biasanya tidak hanya satu—sebagian besar umat
Buddha menjalani hidup dengan campuran kebahagiaan indriawi dan
spiritual.

Ini membawa kita ke faktor kemenjadian (bhava). Begitu kita menganut


41 Kemunculan Bersebab

strategi tertentu, kita menjadi mapan dalam pola hidup tertentu;


kita cenderung mengada dalam suatu cara. Karena sebagian besar
strategi orang berpusat pada memuaskan keinginan indriawinya,
mereka menjalani keberadaan yang berbasis indriawi. Batin mereka
disibukkan alam indra; kesadaran mereka didirikan pada alam itu.
Akan tetapi, seorang meditator yang bisa mengakses kenikmatan batin
dalam samādhi, akan cenderung lebih menghargai pengalaman itu
dibanding kenikmatan indriawi, sehingga batin mereka mencondong
ke keadaan meditatif tersebut. Makin mendalam meditasinya,
semakin mereka “eksis” di alam batin dan makin kukuhlah kesadaran
mereka di sana.

Mekanisme ini juga menunjukkan kepada kita mengapa kita harus


berhati-hati terhadap kemarahan dan keadaan batin negatif lainnya.
Semakin kita memiliki keadaan batin yang gelap ini, semakin kita
mengada di alam itu dan semakin kesadaran kita condong berdiri
kukuh dalam kegelapan tersebut. Maka keberadaan kita terbentuk
dari strategi yang kita terapkan untuk menemukan kenikmatan
dan menghindari penderitaan. Dan begitu kita eksis dengan cara
tertentu, demikianlah cara kita menghasilkan kamma. Karena kita
memapankan dan mengukuhkan kesadaran kita sesuai dengan pola
keberadaan kita.

Faktor berikutnya adalah kelahiran (jāti). Karena kita eksis dengan


cara tertentu dan kesadaran kita mapan sesuai dengan cara hidup,
maka saat kita meninggal, kesadaran kita sudah mengada di “alam”
tertentu. Tatkala terlahir ulang, kesadaran kita tidak perlu “pergi”
ke mana pun,3 karena kesadaran sudah kukuh di “alam” tertentu
melalui cara hidup kita dalam kehidupan lampau. Tubuh terurai
dan kesadaran terus berlanjut selaras dengan kebiasaan lampaunya.

3 Kesadaran tak “perlu” pergi ke mana pun, namun bisa memasuki rahim atau
terlahir ulang melalui proses fisik lainnya.
42 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Keberlanjutan itu pada hakikatnya adalah yang menjadi kelahiran


ulang. Jika kita menjalani kehidupan yang menikmati kesenangan
indriawi dan condong terhadap kesenangan indriawi, maka pada
saat tubuh kita terurai saat kematian, kesadaran kita akan kukuh
dalam kenikmatan indriawi dan kita cenderung terlahir ulang di alam
indriawi. Akan tetapi, jika Anda seorang meditator yang piawai, ketika
Anda meninggal, batin Anda lebih mungkin kukuh dalam kedamaian
meditasi. Saat tubuh luruh, batin condong ke alam yang damai, dan
itulah kelahiran ulang Anda. Beginilah kelahiran ulang terjadi sesuai
dengan kamma, sesuai dengan bagaimana batin dikukuhkan dalam
kehidupan yang baru berakhir tadi.4

Kini Anda bisa melihat bagaimana cara kerja seluruh proses ini. Karena
kita mendamba, kita menerapkan strategi untuk memuaskan nafsu;
karena strategi ini, kita cenderung hidup dengan cara tertentu; karena
kita hidup dengan cara tertentu, kesadaran kita dimapankan dalam
cara itu dan kita terlahir ulang sesuai dengan cara hidup itu; karena
kita terlahir ulang, kita menderita, menua, dan meninggal sesuai
dengan kehidupan baru tadi. Penggerak utama inilah mekanisme
yang terus menggerakkan saṁsāra. Kalau begitu, apa hubungan
antara kegelapan batin—akar penyebab Kemunculan Bersebab—
dengan penggerak utama ini? Kegelapan batin adalah alasan mengapa
kita mendamba akibat menanggapi perasaan menyenangkan dan
tidak menyenangkan. Kita memiliki nafsu karena kita pikir kita
bisa menguasai perasaan dengan mengendalikan lingkungan kita;

4 Ini adalah penjelasan yang sangat disederhanakan mengenai bagaimana terjadinya


kelahiran ulang. Pada kenyataannya, ada segala jenis gangguan dan masalah:
kamma dari kehidupan lampau yang masak pada momen kematian kita; kematian
yang malang/mujur yang mengubah keadaan kesadaran kita yang biasa; sesal atau
kegirangan pada saat kematian akibat perbuatan buruk atau baik yang dilakukan,
dan sebagainya. Contoh di atas dimaksudkan hanya sebagai penjelasan umum
prosesnya, bukan penjelasan yang menyeluruh dan terperinci.
43 Kemunculan Bersebab

kita pikir entah bagaimana kita bisa membuat hal-hal cocok dengan
keinginan kita.

Sensasi bahwa kita memiliki kendali yang hakiki terhadap perasaan


kita merupakan aspek utama kegelapan batin. Tidaklah sulit untuk
melihat mengapa sensasi kendali atau menguasai ini bersifat khayal.
Kita semua mengalami lebih banyak duka dan derita—yaitu, lebih
banyak perasaan tak menyenangkan—dalam hidup dibanding yang kita
inginkan. Mengapa demikian? Karena kita tidak memiliki kekuasaan
atas jalannya hidup kita. Duka paling nyata yang tak bisa kita hindari
adalah sakit, tua, dan mati. Jenis duka yang paling menakutkan adalah
kemungkinan kita mengalami kelahiran ulang yang buruk. Dan ini
pun di luar kendali kita. Alasan mengapa Anda tidak bisa menguasai
jalannya peristiwa hidup adalah karena tidak ada yang namanya
diri. Perasaan muncul karena sebab dan syarat, bukan karena ada
yang berkuasa atau mengatur mereka. Adalah khayalan adanya diri
yang memberi kita khayalan akan kendali sehingga menyebabkan
kita mendambakan perasaan yang menyenangkan. Begitu ada nafsu,
seperti yang dijelaskan di atas, akibatnya Anda mengalami kelahiran
ulang dan duka. Inilah bagaimana kegelapan batin menjadi sumber
nafsu yang, pada gilirannya, mengakibatkan kelahiran ulang.
Begitulah caranya kegelapan batin senantiasa memperbarui duka.

Dan bagaimana lenyapnya kegelapan batin memengaruhi penggerak


utama sehingga duka ikut dilenyapkan? Bayangkan suatu momen
tatkala Anda tak lagi memiliki kendali terhadap perasaan dalam badan
dan batin Anda. Apa gunanya nafsu jika Anda tidak bisa memiliki
perasaan yang Anda sukai? Jika Anda tidak memiliki kendali terhadap
perasaan, maka Anda lebih baik sekadar “duduk di belakang” dan
mengamati perasaan datang dan berlalu sesuai hakikat mereka.
Ironisnya, ini jugalah cara untuk mengalami duka yang paling
44 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

sedikit. Dengan nafsu dan berusaha mengendalikan, kita cenderung


hanya menciptakan lebih banyak duka bagi diri sendiri. Dan Buddha
mengatakan bahwa saat kita menembusi kebenaran tanpa-diri,
inilah yang persisnya kita lihat: kita menyadari bahwa, memang
benar, kita tak memiliki kendali akan perasaan kita, bahwa nafsu itu
sia-sia dan nyatanya merugikan.5 Tatkala kita melihat ini, saat kita
melenyapkan kegelapan batin, kita juga meninggalkan nafsu.6 Tatkala
Anda meninggalkan nafsu, Anda tidak membutuhkan strategi apa pun
lagi untuk memuaskannya. Saat Anda meninggalkan semua strategi,
semua cengkeraman dan pengambilan objek Anda, maka Anda tak
lagi eksis melalui cara tertentu7 dan kesadaran Anda tak lagi dibangun
pada apa pun. Karena kesadaran tidak lagi berdiri pada apa pun, maka
saat kematian, ketika tubuh meluruh, kesadaran tidak condong ke
alam tertentu, baik alam kesenangan indriawi atau alam batin yang
murni atau alam apa pun. Maka saat itu tidak akan ada lagi kelahiran
ulang, dan saat tidak ada kelahiran ulang, maka tidak ada duka, usia
tua, dan kematian. Beginilah bagaimana lenyapnya kegelapan batin
diungkapkan menjadi lenyapnya duka.

Bagi sebagian besar orang, akhir dari segala kelahiran ulang mungkin
kelihatan seperti cita-cita yang nun jauh di sana. Namun kita harus
ingat bahwa, kendati kita tidak mencapai berakhir sempurnanya
kelahiran ulang, berkurangnya kegelapan batin adalah berkurangnya

5 Lihat contoh pembabaran Buddha dalam Anattalakkhana Sutta yang terkenal.


6 Sekali lagi, pembabaran lengkap dari sutta lebih terperinci. Ketika kita melihat
kebenaran tanpa-diri, kita menjadi Pemenang Arus, sedangkan lenyap
sempurnanya kegelapan batin hanya terjadi ketika seseorang menjadi Arahā. Akan
tetapi, dalam konteks pembahasan yang sekarang, pembedaan ini tak lagi penting
karena begitu Anda menjadi Pemenang Arus, Anda terjamin akan menjadi Arahā
dalam waktu paling lama tujuh kali kehidupan.
7 Anda tak lagi “eksis melalui cara tertentu” berarti Anda tidak condong terhadap
jenis keberadaan apa pun sehingga Anda tidak menghasilkan kamma apa pun yang
berkaitan dengan keberadaan.
45 Kemunculan Bersebab

duka pada masa mendatang. Bila Anda mengurangi kegelapan batin


dengan mengurangi lima rintangan batin, maka nafsu Anda juga
berkurang. Bila nafsu berkurang, Anda akan lebih damai, dan ini akan
menghasilkan hidup yang lebih bercukup hati di sini dan saat ini juga,
serta menghasilkan kelahiran ulang yang lebih baik.

Inilah, singkatnya, mekanisme Kemunculan Bersebab. Ini


menunjukkan kepada kita bagaimana kegelapan batin, melalui
kelahiran ulang, adalah akar penyebab duka. Penting untuk menyadari
bahwa kelahiran ulang merupakan bagian tak terpisahkan dari skema
ini. Karena kelahiran ulang adalah penyebab langsung duka, maka
jika tak ada kelahiran ulang, maka tidak ada masalah yang perlu
dipecahkan.

Duka yang kita hadapi dalam tiap keberadaan kita sebagai manusia itu
tidaklah begitu penting; masalah sejatinya ada di lingkaran kelahiran
dan kematian berulang yang potensinya tiada akhir. Begitu kita
memahami hakikat sejati duka, dan dengan kuat menyadari fakta
bahwa Kemunculan Bersebab menjelaskan asal mula duka, maka kita
dengan jernih akan melihat bahwa kelahiran ulang tak terpisahkan
dari Kemunculan Bersebab. Maka, yang perlu kita lakukan saat itu
adalah menjalani Jalan Delapan Faktor Suciwan untuk melenyapkan
kegelapan batin. Dengan menyingkirkan kegelapan batin maka kita
mengakhiri segala kelahiran ulang mendatang. Ketika tidak ada lagi
kelahiran ulang, duka akan berhenti selamanya.
46 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

3
Keterbebasan Bersebab

Prakata Ajahn Brahm

Jika diri tidak ada, maka siapa yang melakukan meditasi dan
merealisasi kecerahan? Jawaban pertanyaan ini bisa ditemukan dalam
ajaran seperti Upanisā Sutta, yang diajarkan Buddha dan dijelaskan di
sini oleh Bhikkhu Brahmāli.

Upanisā Sutta menguraikan praktik ajaran Buddha yang berpusat pada


meditasi sebagai proses alami suatu keadaan batin yang menyebabkan
fenomena kedua, yang mengakibatkan pengalaman lainnya … dan
seterusnya hingga akhir pamungkas segala proses, yaitu Nibbāna.

Tidak ada yang “melakukan” meditasi. Meditasi adalah yang terjadi


ketika “pelaku” menyingkir dari jalan, sehingga melepaskan proses
sebab-akibat alami yang mengalir turun sampai kecerahan.

Banyak bagian dari rangkaian peristiwa batin ini adalah keadaan yang
nikmat: kegembiraan (pāmojja), kegiuran (pīti) dan kebahagiaan (sukha).

Ini menekankan bahwa meditasi—menurut ajaran Buddha, alih-alih


menurut pandangan beberapa guru Buddhis lainnya—adalah proses
yang menyenangkan, penuh dengan kegiuran. Adakah cara lebih baik
untuk mengakhiri duka selamanya selain metode yang di dalamnya
meliputi lapis demi lapis sukacita?
47 Keterbebasan Bersebab

Tak ada orang yang merealisasi kecerahan, sama halnya tidak ada
pohon mangga yang menjadi buah mangga yang manis dan lezat.
Kecerahan adalah akhir dari proses tanpa-diri, yang diuraikan dengan
baik oleh Buddha dalam sutta ini.

Mulailah luncuran bola salju yang bergulir menuju meditasi yang


mendalam dan penuh sukacita sekarang juga! Akhiri kegelapan
batin Anda dengan membaca buku ini. Menyingkirlah dari jalan dan
saksikan proses sebab-akibat yang akan mengakhiri Anda!

Mega Mettā,
Ajahn Brahm
Perth, Desember 2012

***

Keterbebasan Bersebab menguraikan psikologi meditasi, yaitu,


bagaimana proses meditasi dialami, dari awal hingga akhir.

Keterbebasan Bersebab terkait erat dengan gagasan Buddhis yang


sudah terkenal, yaitu Kemunculan Bersebab (paṭicca samuppāda).

Bagi mereka yang tidak akrab dengan ajaran Buddha, Kemunculan


Bersebab adalah rangkaian dua belas faktor yang sebab dan akibatnya
saling terkait. Faktor terakhir dari rantai kausalitas ini adalah duka.
Karena ini adalah rantai sebab-akibat, gagasan ini menunjukkan
kepada Anda bagaimana munculnya duka. Faktor pertama dari
dua belas faktor ini adalah ketaktahuan atau kegelapan batin—
ketidakmampuan melihat dunia sebagaimana itu adanya, bagaimana
sesungguhnya dunia ini bekerja. Maka, dimulai dari ketaktahuan, satu
48 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

faktor membawa ke faktor berikutnya menuju duka. Pokok utama


yang hendak ditunjukkan Kemunculan Bersebab adalah: duka adalah
akibat ketaktahuan.

Beginilah cara Buddha menjelaskan mengapa ada duka. Namun


Buddha juga menjelaskan urutan sebab-akibat yang menggambarkan
keterbebasan dari duka. Urutan ini disebut Keterbebasan Bersebab
(SN 12.23).

Keterbebasan Bersebab dimulai dari duka—dengan kata lain, gagasan


ini dimulai dari tempat berakhirnya Kemunculan Bersebab—dan,
melalui urutan dua belas faktor yang sebab-akibatnya saling terkait,
gagasan ini menunjukkan bagaimana Anda pada akhirnya merealisasi
keterbebasan.

Janji pengakhiran segala duka adalah pesan yang sangat positif.


Kadang orang mengatakan bahwa penganut ajaran Buddha itu
pesimis—mereka selalu bicara mengenai duka—akan tetapi, di sini
kita menemukan persis kebalikannya. Buddha mengatakan bahwa
bergantung kepada duka, kita semua bisa melakukan perjalanan
hingga mencapai keterbebasan dari duka itu juga.

Kini, marilah kita membahas dua belas faktor Keterbebasan Bersebab.


Faktor pertamanya adalah duka (dukkha). Ini merujuk bukan hanya
pada fakta bahwa ada duka, namun juga penyadaran kita akan
masalah duka. Hanya saat Anda memahami bahwa ada masalah,
baru Anda akan melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Bagian
dari pemahaman ini adalah memahami dengan jelas mengenai duka
dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, yang lebih penting lagi,
melihat lingkup duka. Pemahaman itu mulai muncul seiring makin
mendalamnya meditasi dan Anda mulai melihat diri Anda dan dunia
49 Keterbebasan Bersebab

dengan cara yang baru. Terutama gagasan kelahiran ulang—jika


Anda secara khusus melihatnya secara langsung—maka hal itu akan
membuat Anda memahami skala sejati masalah ini.

Buddhisme memberitahu Anda bahwa ada penyelesaian terhadap


masalah ini. Begitu Anda memahami bahwa ada masalah dan Anda
mengenali bahwa ada ajaran yang memandu Anda ke solusinya,
Anda memperoleh kepercayaan atau keyakinan (saddhā) pada ajaran
tersebut. Inilah faktor kedua dari rangkaian ini.

Hal mengagumkan dari ajaran Buddha adalah ajaran ini menunjukkan


kepada Anda bahwa solusinya ada di tempat yang sangat, sangat
berbeda ketimbang yang kita sangka. Biasanya, ketika ke sana
kemari di dunia, kita pikir solusi terhadap duka adalah menjalin
hubungan, persahabatan, materi, status, posisi sosial, terpandang,
dipuji, dan sebagainya—hal-hal yang dikenal dalam ajaran Buddha
sebagai “keadaan dunia” (lokadhammā; AN 8.6). Orang-orang biasanya
menganggap bahwa di sinilah terletak jawaban terhadap duka.
Kemudian Buddha datang dan mengatakan bahwa Anda mencari di
tempat yang keliru, Buddha mengatakan bahwa jawabannya bisa
ditemukan di tempat lain.

Gagasan ini sangatlah kuat dan penuh daya. Gagasan ini memberikan
suatu rasa, “Ya, betul!”, bahwa tentu saja jawabannya ada di tempat
lain karena Anda sudah berusaha seumur hidup untuk menemukan
kebahagiaan melalui dhamma duniawi namun Anda masih saja
menderita. Dengan kata lain, itulah tragedi umat manusia: kita
semua menginginkan kebahagiaan, namun kita biasanya mencarinya
di tempat yang salah. Alih-alih kita malah menuai duka. Saat Anda
memahami bahwa ada masalah dan kemudian menemukan ajaran
yang menjanjikan solusi bagi Anda dengan cara yang realistik, maka
50 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

muncullah keyakinan. Anda mengakui bahwa ada sesuatu yang sangat


istimewa mengenai ajaran ini.

Keyakinan adalah hal yang indah. Anda merasa aman karena Anda
memiliki ajaran yang menunjukkan kepada Anda bahwa solusi
terhadap masalah yang merundung Anda. Dikatakan dalam sutta
bahwa orang yang tanpa keyakinan, tanpa pernaungan, itu seperti
orang yang menyeberangi gurun. Kecuali ia bisa menemukan jalan
melintasi gurun, ia pada akhirnya akan ditaklukkan oleh kekuatan
alam—panas, kekurangan air, dan semua masalah kehidupan di
gurun. Namun orang yang memiliki keyakinan itu seperti orang yang
telah menyeberangi gurun (MN 39).

Maka keyakinan akan ajaran Buddha itu sangatlah penting. Kadang


orang pikir keyakinan itu tidaklah begitu penting, dan yang perlu
mereka lakukan hanyalah menyelidiki sendiri apakah sesuatu itu
benar atau salah. Tentu saja, penyelidikan merupakan bagian sentral
dalam ajaran Buddha. Meski demikian, bila keyakinan kuat, itu
menjadi suatu kekuatan; keyakinan menjadi daya yang membuat
Anda melaju dalam jalan dan membuat Anda bergerak ke arah
yang benar. Ini adalah kualitas penting yang perlu kita bawa serta
dalam perjalanan spiritual. Lebih lanjut, bila keyakinan sudah hadir,
semua faktor lainnya yang muncul sesudahnya akan mengikuti,
muncul secara alami sebagai akibatnya. Keyakinan menjadi jalan
yang menyempurnakan dirinya karena tiap faktor membangkitkan
faktor berikutnya, setahap demi setahap, sampai Anda merealisasi
kecerahan sempurna.

Akibat langsung dari keyakinan teguh adalah kegembiraan (pāmojja),


faktor ketiga dari Keterbebasan Bersebab. Ini adalah kegembiraan
yang muncul setelah menemukan sesuatu yang betul-betul berharga.
51 Keterbebasan Bersebab

Anda telah menemukan panduan menuju makna sejati kehidupan


dan Anda merasakan bahwa ajaran ini luar biasa. Hubungan antara
keyakinan dan kegembiraan dijabarkan di banyak tempat dalam
sutta-sutta. Misalnya, beberapa perenungan penting dalam sutta
adalah perenungan terhadap Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Karena
perenungan ini didasari penyadaran akan nilai mendalam ajaran
Buddha, kegembiraan muncul dalam diri Anda. Ini disebut atthaveda
dan Dhammaveda, yaitu inspirasi dalam makna dan inspirasi dalam
Dhamma. Inspirasi penuh kegembiraan yang muncul ini sama dengan
pāmojja yang sedang kita bahas. Maka kegembiraan muncul bersama
inspirasi, dan ini pada gilirannya merupakan buah dari keyakinan (AN
6.10).

Begitu pāmojja bangkit, jalan akan terus tersibak dengan sendirinya.


Ini disebabkan karena kegembiraan membawa serta penyadaran dan
energi. Ketika Anda memiliki penyadaran dan energi, lalu Anda duduk
meditasi, Anda mampu berdiam bersama objeknya dan mengalami
kemajuan dengan mantap. Saat itu, meditasi berhasil. Kelihatannya
sulit mencari tahu secara tepat mengapa meditasi kadang berhasil
dan kadang tidak, namun inilah alasan mengapa meditasi berhasil.
Meditasi berhasil tatkala Anda memiliki kegembiraan dan inspirasi
yang hadir bersama dengan penyadaran dan energi. Maka faktor-
faktor lainnya dalam jalan ini, setelah kegembiraan, sebagian
besar merupakan proses yang berjalan otomatis. Ini adalah proses
meditasi yang membawa Anda, setahap demi setahap, sampai menuju
kecerahan. Inilah intisari proses sebab-akibat dari Keterbebasan
Bersebab.

Jadi, bagaimana proses ini bekerja? Anda duduk, mengamati napas


dengan begitu mudah. Seiring meditasi berkembang, kegiuran
atau kegirangan (pīti) mulai muncul dalam diri Anda. Inilah faktor
52 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

keempat dari rangkaian ini. Seiring meditasi berkembang, pīti mulai


mereda dan Anda memperoleh sensasi ketenangan (passaddhi), yang
merupakan faktor kelima.

Ketenangan itu, ketika berkembang, berubah menjadi sensasi


kecukupan hati dan kebahagiaan mendalam (sukha), yang merupakan
faktor keenam. Ini pada gilirannya membawa menuju kemanunggalan
batin atau keheningan (samādhi), faktor ketujuh, di mana meditasi
menjadi sangat kuat. Saat batin bangkit kembali setelah samādhi
mendalam, Anda memiliki pengetahuan visi sesuai dengan realitas
(yathā-bhūta-ñāṇa-dassana). Inilah faktor kedelapan dari rangkaian
ini. Hal ini terjadi karena samādhi dapat mengatasi rintangan batin—
cemaran batin yang menghentikan Anda melihat hal-hal dengan
benar—Anda kini melihat fenomena secara jernih untuk pertama
kalinya. Tatkala Anda melihat fenomena dengan benar, Anda akan
melihat betapa duka tak pelak lagi terkait dengan keberadaan. Anda
ingin menolak seluruh dunia (nibbidā). Inilah faktor kesembilan. Anda
sadar bahwa Anda harus keluar dari roda saṁsāra. Nibbidā membawa
ke lenyapnya nafsu (virāga), yaitu faktor kesepuluh. Virāga adalah
pengakhiran nafsu, lawan dari hasrat dan keinginan akan dunia. Lalu
ketika hasrat dan nafsu itu lenyap, Anda terbebas (vimutti), yaitu
faktor kesebelas. Saat Anda terbebas, Anda pun memiliki pengetahuan
bahwa Anda terbebas (khaye ñāṇaṁ). Inilah faktor ke-12 sekaligus
faktor terakhir dari rangkaian Keterbebasan Bersebab. Sehingga,
demikianlah bagaimana duka membawa menuju keterbebasan.

Untuk memperoleh perspektif lebih mendalam mengenai


Keterbebasan Bersebab, saya kini ingin melihat ke permulaan
rangkaian ini dari sudut pandang yang agak berbeda. Saya ingin
memusatkan pada langkah-langkah pertama dalam rangkaian
ini, karena menjalani langkah-langkah pertama ini dengan benar
53 Keterbebasan Bersebab

sangatlah penting. Jika beberapa langkah pertama Anda benar, maka


faktor lainnya dalam rangkaian ini akan mengikuti secara alami.

Cara pandang lebih mendalam ini bisa diperoleh dengan


mempertimbangkan variasi umum dari Keterbebasan Bersebab
dengan yang ditemukan dalam sejumlah sutta (mis. AN 11.3). Variasi
ini, alih-alih dimulai dengan duka dan keyakinan, dimulai dengan
keluhuran moralitas. Keluhuran membangkitkan tanpa-sesal
(avippaṭisāra), dan tanpa-sesal membangkitkan kegembiraan, pāmojja.
Faktor lainnya dalam urutan ini pada dasarnya sama dengan yang
dijelaskan di atas.

Bagaimana cara kerja hal ini? Kegembiraan yang muncul dari


keluhuran moralitas bersifat spiritual dan tidak terkait dengan
kenikmatan indriawi. Kegembiraan ini adalah kebahagiaan memiliki
hati yang baik. Kegembiraan seperti ini selalu bergandengan dengan
penyadaran dan energi. Saat Anda gembira, batin memiliki energi
alami, energi yang muncul dari perasaan enak dan positif. Dan Anda
mawas karena kegembiraan spiritual membuat momen kini menjadi
begitu menggembirakan.

Dalam sutta Anda melihat berulang kali bahwa meditasi dimulai


dengan penyadaran. Saat Anda membaca yang Buddha sabdakan
mengenai mengamati napas dalam Ānāpānasati Sutta (MN 118), ketika
Anda membaca bahwa Buddha bersabda dalam Satipaṭṭhāna Sutta
mengenai empat fokus penyadaran (MN 10), Anda menyadari bahwa
penyadaran merupakan prasyarat meditasi. Jika Anda tidak memiliki
penyadaran, maka Anda tidak dapat bermeditasi dengan benar.
Sangatlah penting bagi kita untuk memahami hal itu. Penyadaran
yang tidak mencukupi adalah alasan utama sebagian besar orang
tidak mencapai keadaan meditasi mendalam.
54 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Karena pentingnya penyadaran, Anda perlu belajar menilai


kekuatannya dan mengetahui apakah Anda memiliki kejernihan yang
cukup untuk meditasi. Tanyai diri Anda: “Apakah aku betul-betul
sadar? Apakah aku hadir pada momen kini? Apakah batinku berkelana
ke sana-sini? Apakah aku bingung? Apakah aku jernih mengenai apa
yang sedang terjadi?” Jika batin Anda cukup tenteram dan Anda
mengalami kejernihan batin—bisa saja ada sedikit pikiran tetapi tidak
terlalu banyak, maka itulah saatnya meditasi kemungkinan besar
menjadi benar-benar efektif.

Berhubung tidak ada meditasi yang benar tanpa penyadaran, maka


penyadaran merupakan fondasi yang perlu Anda dirikan dengan
kukuh. Anda perlu memahami dengan jernih cara Anda memperoleh
penyadaran itu. Penyadaran sudah menjadi topik hangat dalam
psikologi Barat selama bertahun-tahun. Umumnya diskusi mengenai
penyadaran berpusat pada bagaimana penyadaran bisa membantu
mengatasi masalah Anda, apa sifat-sifatnya, dan bagaimana
penyadaran bisa diukur secara ilmiah. Semua ini jelas penting dan
bermanfaat. Namun satu hal yang biasanya hilang adalah diskusi yang
justru penting mengenai sebab penyadaran. Memahami penyebab
munculnya penyadaran berarti memahami bagaimana kita bisa sadar.

Orang kerap berpikir bahwa jika Anda menerapkan cukup tekad,


jika Anda berusaha cukup keras, maka Anda akan sadar. Namun
jika batin Anda terdera kotoran batin, walau Anda berjuang sekeras
mungkin, penyadaran tidak akan bangkit. Penyadaran bukan sekadar
tidak bicara atau berjuang keras—itu saja tidak cukup. Anda perlu
menyiapkan batin agar penyadaran bisa muncul.

Jadi, apa yang menimbulkan penyadaran? Dalam variasi Keterbebasan


Bersebab yang ini, faktor yang muncul sebelum pāmojja—yang saya
55 Keterbebasan Bersebab

sebut sebagai yang muncul bersama penyadaran, adalah tanpa-sesal.


Tanpa-sesal pada gilirannya berasal dari keluhuran moralitas—dari
perilaku bermoral, baik hati, dari memiliki hati yang baik.

Dalam konteks ini, penyesalan tidak sekadar berarti bersusah hati


karena sudah melakukan sesuatu yang tidak bermoral. Namun sesal
meliputi segala jenis dampak buruk perilaku diri kita terhadap
batin sendiri. Ketika batin lelah, lembam, gelisah, negatif, atau
apa pun, sering kali itu muncul karena latihan yang tidak cukup
murni. Maka penyesalan di sini mencakup rintangan apa pun yang
menghalangi Anda merasakan kegembiraan, sukacita alami, yang
jika tidak dihalangi, akan muncul dalam batin. Ini berarti penyebab
penyadaran adalah keluhuran moralitas dan tanpa keluhuran itu,
penyadaran menjadi terlalu lemah untuk meditasi. Maka jika meditasi
Anda tidak berhasil atau tidak berkembang dengan benar, Anda perlu
menyelidiki hal yang bisa Anda lakukan untuk mengembangkan
keluhuran moralitas Anda.

Dalam ajaran Buddha, gagasan keluhuran itu sangatlah luas. Jelas


keluhuran mencakup keluhuran perbuatan benar—perbuatan baik,
menghindari perbuatan yang buruk. Ini juga meliputi keluhuran
dari ucapan baik—mengatakan hal-hal yang baik, tak mengatakan
yang buruk. Bagi sebagian besar orang, banyak hal yang perlu
mereka perbaiki pada aspek-aspek ini. Salah satu hal yang penting
untuk diingat adalah keluhuran moralitas bukan hanya sekadar
menghindari melakukan perbuatan jahat, namun juga melakukan
yang baik. Maka, lakukan kebajikan dalam hidup Anda, ucapkan hal-
hal yang baik, lakukan aksi kebajikan kecil. Saat Anda melakukannya,
Anda membangun batin yang indah. Ini akan menjadi penyokong
kuat bagi meditasi Anda.
56 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Namun agar penyadaran berdiri kukuh, keluhuran tindakan dan


ucapan tidaklah mencukupi. Anda juga memerlukan keluhuran
batin. Pada awalnya, saat Anda menjalani keluhuran perbuatan dan
perkataan melalui pengendalian diri, batin Anda masih belum murni.
Untuk mengatasi kotoran batin itu, Anda perlu menggarap batin
Anda sedemikian rupa sehingga mengubah cara Anda berpikir. Orang
kadang pikir ini sulit, namun dengan pengabdian dan ketekunan yang
cukup, itu menjadi sesuatu yang bisa dilakukan siapa saja. Dan hal ini
penting agar meditasi Anda bisa berkembang.

Kotoran batin yang paling penting untuk diatasi adalah kemarahan


dalam berbagai wujudnya, termasuk kekesalan dan suasana batin
negatif (AN 3.68). Kemarahan adalah kualitas batin yang menyebabkan
banyak sekali duka, bagi diri sendiri maupun orang di sekitar kita. Jika
kita memiliki sikap serius terhadap jalan spiritual, maka inilah satu
bidang yang benar-benar perlu kita beri perhatian. Untuk mengatasi
kemarahan, kita perlu menanyai diri kita mengenai bagaimana kita
bisa memandang dunia di sekitar kita dengan cara yang berbeda.
Apakah ada cara melihatnya sehingga keadaan batin yang negatif ini
tidak muncul?

Anda akan menemukan bahwa jika Anda mengerahkan upaya


merenung seperti itu, maka seiring waktu Anda perlahan-lahan
akan berubah—Anda mulai melihat hal-hal dengan cara yang baru;
Anda mulai melihat dunia dengan lebih welas dan baik hati. Seiring
kemarahan, suasana hati negatif, dan kekesalan Anda berkurang,
Anda merasakan sendiri bahwa Anda menjadi orang yang lebih baik,
orang yang lebih murni. Betapa menakjubkannya mengamati hal itu
terjadi dalam diri Anda sendiri. Perlahan-lahan, Anda berubah; Anda
mentransformasi diri sendiri menjadi orang yang baru.
57 Keterbebasan Bersebab

Orang kerap berpikir bahwa kekuatan tekad adalah cara menghadapi


kualitas batin yang merugikan. Mereka pikir mereka bisa memaksa
diri mereka menjadi baik, bahwa mereka bisa menghancurkan
kemarahan, dan batin yang negatif. Dan kadang saat Anda membaca
dalam sutta, kedengarannya seolah memang demikian. Anda membaca
bahwa Anda semestinya “memusnahkan” keadaan batin negatif,
“menyingkirkan”, “melenyapkannya”. Kosakata yang digunakan bisa
jadi sangatlah kuat dan mudah untuk menganggap bahwa naskah ini
merujuk pada kekuatan tekad. Namun sesungguhnya, yang Buddha
katakan sebagai cara terbaik mengatasi keadaan batin negatif adalah
menggunakan kebijaksanaan (MN 19).

Menggunakan kebijaksanaan berarti menanyai diri Anda ke mana


kemarahan itu akan membawa Anda. Jika Anda merenungi hal itu,
maka Anda akan menyadari bahwa kemarahan selalu membawa
menuju penderitaan, bagi diri sendiri maupun orang lain (MN 19).
Kemarahan membawa penderitaan Anda sendiri karena kemarahan
itu menyakitkan, dibanding keadaan batin yang damai. Kemarahan
membawa penderitaan bagi orang lain karena kita cenderung
menindaklanjuti kemarahan itu dengan berbagai cara yang melukai
orang lain. Lebih lanjut, Anda malah membuat karma buruk ketika
Anda marah, terutama jika Anda mengikutinya dengan perbuatan.
Anda menciptakan ketidakbahagiaan bagi diri sendiri di sini dan
saat ini juga serta dalam kehidupan mendatang. Maka seluruh reaksi
berantai berupa akibat yang tidak menyenangkan dan menyakitkan
ini muncul dari kualitas batin yang negatif ini. Ingatkan diri Anda
sendiri tentang hal itu. Renungi hal ini secara rutin.

Kemarahan, suasana batin negatif, melukai—ini adalah daerah bahaya;


ini benar-benar membawa derita bagi diri sendiri dan orang-orang
di sekitar Anda. Semakin kuat Anda bisa mempersepsikan bahwa
58 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

inilah masalah sebenarnya, semakin kuat kemampuan Anda untuk


berpaling darinya. Ketika persepsi bahaya kemarahan menjadi kuat
dan jernih, maka itu menjadi alat yang perkasa untuk dikerahkan
dalam pengembangan batin Anda. Ketika pikiran kemarahan mulai
muncul, semua yang perlu Anda lakukan adalah membangkitkan
persepsi bahaya, dan pikiran itu akan lenyap dengan sendirinya.
Kebijaksanaanlah yang melakukan pekerjaan itu untuk Anda. Tapi
ingat bahwa untuk membangun kebijaksanaan ini butuh banyak
usaha, seperti kebanyakan hal di jalan spiritual.

Persepsi bahaya ini tidak sesulit hal-hal lain, tetapi membutuhkan


keteguhan dan kegigihan. Lambat laun, Anda mulai melihat
bahaya kemarahan dengan makin dan makin jernih. Makin Anda
memahaminya, semakin kuat kemampuan Anda mengatasi kemarahan
pada saat itu muncul. Itulah sebabnya Buddha menggunakan kata-
kata “memusnahkan”, “menyingkirkan”, dan “melenyapkan” untuk
menjelaskan teratasinya pikiran seperti ini. Kata-kata ini tidak merujuk
pada pengerahan kekuatan tekad, namun pada sarana yang jauh
lebih ampuh, yaitu kebijaksanaan. Kebijaksanaan, bila dikembangkan
dengan baik, mampu memotong hal-hal ini—kebijaksanaan seolah
menghancurkan keadaan batin negatif. Keadaan batin itu langsung
lenyap. Jadi teruslah merenungi bahaya kemarahan dalam segala
wujudnya. Pada akhirnya, Anda akan memiliki sarana yang sangat
bermanfaat bagi praktik spiritual Anda.

Konsekuensi buruk kemarahan yang lain adalah kemarahan


menghancurkan kebijaksanaan (MN 19). Kebijaksanaan adalah
kualitas spiritual yang paling penting. Kebijaksanaanlah yang
mengizinkan Anda memahami perbedaan antara kebahagiaan
dengan penderitaan dan, lebih penting lagi, memahami perbedaan
antara yang menyebabkan penderitaan dengan yang menyebabkan
59 Keterbebasan Bersebab

kebahagiaan. Kebijaksanaan adalah hal yang memecahkan masalah


kehidupan kita.

Buddha mengatakan bahwa kebijaksanaan berhenti (paññānirodhika;


MN 19) sebagai akibat dari keadaan batin yang tidak piawai. Mengingat
kebijaksanaan itu begitu penting, bukankah ini sudah menjadi alasan
yang sangat bagus untuk melepas kualitas batin yang tidak piawai,
meninggalkan mereka? Bandingkan batin saat Anda marah dengan
saat Anda tidak marah. Lihatlah perbedaannya. Anda akan mengamati
bahwa sewaktu marah, Anda tidak bisa melihat dunia dengan jernih.
Anda tidak memahami apa yang benar dengan yang salah—semuanya
terbalik, tersimpangkan oleh kemarahan. Lihat bagaimana kemarahan
menghancurkan kebijaksanaan. Inilah perenungan yang kuat.

Perenungan lainnya yang dianjurkan Buddha adalah melihat


bagaimana kemarahan melukai batin (MN 19). Renungi bagaimana
rasanya batin saat Anda marah dan bandingkan itu dengan saat
Anda benar-benar damai. Perbedaannya sangat besar! Anda merasa
terbakar dari dalam ketika marah. Mengapa Anda ingin marah jika
ada pilihan tidak usah marah?

Perenungan seperti itu adalah salah satu aspek paling kuat dari
Dhamma dan cara paling bagus untuk mengatasi keadaan batin yang
tidak piawai. Jika Anda ingin mengubah pola pikir Anda, kebijaksanaan
adalah jalannya, bukan kekuatan tekad.

Seiring waktu, saat Anda mengembangkan cara pandang yang


baru, Anda menyadari bahwa kotoran batin Anda berkurang, dan
pāmojja—kegembiraan—perlahan-lahan bertambah dalam batin
Anda. Kegembiraan muncul dari kemurnian, dari realitas bahwa Anda
menjadi orang yang lebih baik. Dan seiring pāmojja bertambah kuat,
60 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

penyadaran pun bertambah kuat. Kotoran batinlah yang menghalangi


penyadaran menjadi kekuatan spiritual yang sejati. Seiring kotoran
batin berkurang, maka penyadaran menjadi makin kuat. Jika Anda
mampu mengurangi rintangan batin melalui praktik sehari-hari, maka
Anda akan menyadari bahwa tiap kali Anda menjalani retret, Anda
mampu melihat hal-hal yang sebelumnya tidak dapat Anda perhatikan.

Ketika Anda mengamati napas dengan penyadaran yang cukup, batin


cenderung berkelana ke mana saja. Anda tidak benar-benar berkuasa
atas batin Anda—cuma dihela ke sana-sini oleh kotoran batin. Namun
begitu penyadaran hadir, Anda sesungguhnya merasa berkuasa penuh
atas diri Anda. Dan karena Anda memiliki rasa berkuasa penuh, Anda
mampu mengarahkan perhatian Anda terhadap napas atau ke objek
apa pun yang ingin Anda fokuskan. Penyadaran yang dikembangkan
dengan baik adalah suatu kekuatan, dan beginilah penjabarannya
dalam sutta. (SN 50.1). Inilah sebabnya penyadaran begitu penting.

Karena penyadaran muncul dari keluhuran moralitas, terutama


dari keluhuran batin, maka penting untuk mengerahkan upaya
guna mengatasi kecenderungan batin yang negatif. Kadang ini
membutuhkan upaya keras, karena kebiasaan dan kecenderungan kita
biasanya sudah mengakar mendalam. Membutuhkan keteguhan dan
ketekunan untuk mengubah cara pandang Anda, cara perilaku Anda.
Namun secara bertahap, seiring bulan demi bulan, selama bertahun-
tahun, Anda melihat perubahan terjadi dalam diri Anda. Seiring Anda
berubah, meditasi Anda menjadi makin tenang dan mendalam. Betapa
menakjubkannya saat meditasi mulai bekerja, saat Anda mampu tetap
bersama objek, dan melihat kemajuan nyata. Saat Anda memiliki
kekuatan penyadaran itu, termasuk kegembiraan batin, Anda sekadar
duduk, mengamati napas, dan meditasi terjadi dengan sendirinya.
61 Keterbebasan Bersebab

Ketika meditasi terjadi dengan sendirinya, tidak diperlukan tenaga


atau usaha. Yang perlu Anda lakukan hanya duduk, santai, sadar, dan
mengamati napas. Karena Anda memiliki penyadaran, pengamatan
menjadi alami dan mudah, tanpa memerlukan kekuatan tekad. Seiring
menit demi menit bergulir, meditasi menjadi makin lama makin kuat,
makin mendalam. Yang perlu Anda lakukan hanya hadir di sana.

Pada titik tertentu dalam proses ini, pīti, kegiuran mulai muncul. Pīti
adalah perasaan nikmat, sering kali disertai unsur fisiknya. Ini bisa
dialami sebagai gelombang kenikmatan yang mengalir di sekujur
tubuh. Ini sesungguhnya hanyalah makin pekatnya kegembiraan
yang kita miliki sebelumnya. Apa yang kita alami di sini adalah
permulaan dari kenikmatan murni batin, kebahagiaan spiritual.
Setelah meditasi, adalah layak untuk merenungi kualitas perasaan itu
dan bagaimana perbedaannya dibanding kenikmatan indriawi. Anda
akan memerhatikan bahwa pīti adalah hasil dari kemurnian batin,
terutama tidak adanya kemarahan dan nafsu yang kuat.

Kemurnian ini adalah hasil dari keluhuran moralitas Anda sebelumnya.


Anda secara naluri mengetahui bahwa ini adalah perasaan yang bagus.
Pada saat yang sama, rasanya sangat enak. Anda tahu bahwa Anda di
jalan yang benar dan Anda tahu bahwa Anda perlu mengembangkan
ini lebih lanjut. Maka Anda melanjutkan mengamati napas. Lambat
laun, aspek “mengasyikkan” pīti mulai mereda, dan Anda mengalami
kedamaian yang lebih mendalam, passaddhi. Seiring kedamaian makin
mendalam, Anda mengalami rasa kebahagiaan yang mendalam dan
damai, yaitu sukha. Seiring tiap langkah, meditasi menjadi makin
indah dan kuat. Pada titik ini, Anda merasa begitu bercukup hati
sehingga batin tak ingin pergi ke mana pun lagi. Inilah permulaan dari
keheningan, samādhi. Sekali lagi, ini semua terjadi dengan sendirinya.
Anda cukup duduk santai mengamati seluruh prosesnya terjadi.
62 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Samādhi adalah kemanunggalan batin, kemampuan untuk memusatkan


pada objek tanpa usaha, baik itu napas, cahaya dalam batin, atau apa
saja. Pada titik ini, batin sangatlah mapan; batin menetap begitu saja
bersama objek tanpa goyah. Anda mengizinkan samādhi berkembang
sampai lima rintangan batin sepenuhnya ditinggalkan dan batin
bening dan hening penuh. Proses ini berpuncak pada pencapaian
berbagai jhāna.

Setelah Anda bangkit dari samādhi, batin Anda murni dan kuat. Karena
kemurnian itu, Anda mengetahui dan melihat selaras dengan realitas,
yathā-bhūta-ñāṇa-dassana. Melihat segalanya sebagaimana adanya
hanya dapat terjadi setelah samādhi, karena hanya dengan samādhi
barulah rintangan batin—pengotor yang melencengkan proses batin
kita—biasa diatasi dengan sempurna. Lebih lanjut, hanya dengan
jhāna barulah rintangan batin ditinggalkan dengan mantap (MN 68).
Inilah salah satu alasan utama mengapa jhāna sangat menunjang
untuk melihat segalanya sebagaimana adanya.

Saya menyebutkan pada permulaan, bahwa akar duka adalah


kesalahpahaman kita mengenai bagaimana dunia ini bekerja. Kita
melihat kebahagiaan di mana justru ada duka. Kita melihat ada diri
ketika justru itu tidak ada. Kita berpikir segalanya akan langgeng
sementara mereka bisa lenyap kapan saja. Dengan melihat fenomena
sebagaimana adanya, kita meluruskan cara pandang, kegelapan batin
atau ketaktahuan, atau akar penyebab masalah ini.

Maka dengan mengatasi rintangan batin melalui samādhi mendalam,


maka ketaktahuan menjadi lemah dan berkurang kekuatannya. Karena
ketaktahuan adalah faktor pertama dari Kemunculan Bersebab, maka
63 Keterbebasan Bersebab

tiap faktor berikutnya, termasuk duka, akan dipengaruhi kekuatan


khayalan atau kegelapan batin kita. Ini berarti bahwa makin lemah
ketaktahuan, makin berkurang duka, baik saat ini maupun pada masa
mendatang.

Melihat dunia sebagaimana adanya dan memahami cakupan duka secara


menyeluruh, betapa mendalamnya duka mengakar, sesungguhnya
adalah suatu hal yang membuka mata kita. Buddha mengatakan bahwa
pengalaman itu ibarat selama ini Anda terkurung dalam cangkang dan
tiba-tiba cangkang itu terbuka dan Anda melihat dunia untuk pertama
kalinya (MN 53). Ini ibarat Anda selama ini dilingkupi kegelapan dan
tiba-tiba ada orang menyalakan lampu (MN 36).

Melihat Dhamma secara menyeluruh memberi Anda perspektif


kehidupan yang benar-benar baru. Karena Anda melihat gambaran
dan kisaran penuh masalah itu, Anda menyadari bahwa tiada
cara untuk lolos dari duka di alam keberadaan. Lalu Anda akan
mulai menolak seluruh dunia keberadaan ini. Itulah nibbidā, suatu
pengalaman kejemuan, penolakan terhadap segala hal, karena Anda
melihat betapa mendalam dan menyebarnya duka itu. Ketika Anda
merasa jemu atau jijik dengan segalanya, maka tiada lagi yang Anda
cengkerami dan nafsu menjadi hal yang mustahil. Inilah lenyapnya
nafsu, virāga. Karena seluruh dunia adalah duka, maka Anda melepas
dan tidak akan pernah bisa mendamba apa pun lagi.

Saat Anda menyadari bahwa pencarian kebahagiaan itu sia-sia,


maka nafsu akan berakhir untuk selamanya. Itulah keterbebasan,
vimutti. Anda akhirnya terbebas, merdeka dari segala masalah akibat
keberadaan. Pengetahuan muncul dan Anda tahu bahwa Anda
terbebas. Anda telah mencapai kebahagiaan tertinggi yang dapat
dicapai. Itulah yang dijanjikan jalan Buddha kepada Anda.
64 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Ajaran ini sangatlah mendalam. Meski ajaran ini mungkin sulit untuk
kita pahami, saya yakin penting untuk mengetahui keseluruhan
gambar besarnya, untuk mengetahui ke arah mana semua hal ini,
untuk mendapatkan sekilas pandang aspek ajaran Buddha yang lebih
mendalam. Dalam pengalaman saya, sekilas pandang seperti itu
sangatlah memperkuat dan mendorong latihan.

Namun dari sudut pandang praktis, mungkin aspek terpenting dari


Keterbebasan Bersebab adalah konsep ini menunjukkan bahwa
keberhasilan dalam jalan Buddha, keberhasilan dalam meditasi,
bergantung pada kemurnian latihan kita, terutama kemurnian batin.

Hanya dengan begitu Anda mampu mengurangi kotoran dalam batin,


terutama kemarahan dan suasana batin negatif serta aspek nafsu yang
lebih kasar. Barulah meditasi Anda pada akhirnya akan lepas landas,
mengangkasa.

Ini adalah proses bertahap dan tiap langkah di jalan ini membawa
pahalanya sendiri. Jika Anda menginginkan kebahagiaan dan
kecukupan hati yang sejati, inilah satu-satunya jalan.
65 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

4
Mengapa Samatha dan Vipassanā
Tak Bisa Dipisahkan

Berdasarkan ceramah 8 Mei 2015


di Dhammaloka Buddhist Centre, Perth, Australia

Pendahuluan

Cukup sering, orang menelepon ke wihara kami di Perth untuk


bertanya apakah kami mengajarkan meditasi vipassanā. Saya hanya
bisa tercenung ketika mendengar mereka bertanya demikian, dan saya
akan menjawab, “Yah, dalam satu aspek kami memang mengajarkan
meditasi vipassanā, tetapi di sisi lain mungkin tidak.” Atau saya akan
menjawab, “Kami mengajarkan meditasi Buddhis,” atau jawaban
lainnya seperti itu. Saya tidak ingin bersikap terlalu keras kepada
orang yang baru dalam Dhamma dan praktik meditasi.

Gagasan mengenai samatha dan vipassanā merupakan konsep pokok


dalam meditasi Buddhis. Samatha biasanya diterjemahkan sebagai
ketenangan, kedamaian, atau keheningan; sementara vipassanā sering
diterjemahkan sebagai wawasan. Saya merasa “melihat jernih” adalah
terjemahan yang lebih baik untuk vipassanā, seperti yang dibahas di
bawah ini. Karena samatha dan vipassanā adalah aspek inti praktik
66 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

meditasi Buddhis, maka penting untuk memahami apa yang dirujuk


kata-kata ini.

Sabda Buddha

Dalam berbagai sutta, Buddha berbicara mengenai vipassanā dan Ia


berbicara mengenai meditasi, namun Ia tak pernah menggandengkan
kedua istilah ini bersama-sama menjadi frasa meditasi vipassanā.
Menurut saya, penting sekali untuk menyadari bahwa Buddha tidak
pernah menggunakan frasa itu. Kalau begitu, apa itu vipassanā dan
bagaimana kerjanya? Dan bagaimana vipassanā bekerja bersama
samatha? Inilah beberapa pokok yang saya bahas dalam tulisan ini.

Anda bisa memahami kenapa orang tertarik saat mereka mendengar


tentang “meditasi vipassanā”. Sebab vipassanā kedengarannya menarik
dan hebat. Siapa sih yang tidak menginginkan wawasan? Wawasan
berarti kebijaksanaan, pemahaman, memiliki kejernihan akan segala
sesuatu. Ini berarti mengetahui badan dan batin Anda, memahami
semesta, mengetahui mekanisme kerja fenomena. Ketika saya
mendengar istilah meditasi wawasan, tanggapan awal saya adalah,
“Ya, ini persis yang kuinginkan, meditasi yang membawa pada semua
kualitas batin yang positif, yang sebagian besar merupakan aspek
pokok jalan Buddhis.”

Meditasi wawasan adalah istilah yang kedengarannya ampuh dan


mungkin inilah salah satu alasan mengapa meditasi ini naik daun.
Namun sekali lagi, ini menimbulkan masalah karena Buddha tak
pernah menggunakan istilah ini. Ini juga bermasalah karena alasan
lainnya. Salah satu konsekuensi membicarakan tentang meditasi
wawasan adalah Anda memisahkan samatha dari vipassanā. Dengan
67 Mengapa Samatha dan Vipassanā Tak Bisa Dipisahkan

berbicara soal meditasi wawasan, Anda menyiratkan bahwa ada


meditasi lain yang disebut meditasi ketenangan. Namun Buddha
pun tidak menggunakan istilah meditasi ketenangan. Alih-alih,
dalam berbagai sutta, samatha dan vipassanā, ketenangan dan melihat
jernih, merupakan “hasil” dari latihan, bukan latihan itu sendiri.
Dan mereka selalu bergandengan, yang menyusun dua aspek proses
pengembangan batin yang sama.

Selain itu, begitu Anda mengukuhkan gagasan meditasi wawasan


dan Anda menekankan dan memberinya penghormatan melebihi
meditasi lain, maka ini menyiratkan bahwa ada meditasi terpisah
lainnya bernama meditasi ketenangan, yang kalah penting dibanding
meditasi wawasan.

Kenyataan bahwa Anda menekankan satu hal menyiratkan sesuatu


mengenai yang lain, meskipun ini tidak diungkapkan secara langsung.
Inilah alasan mengapa saya tidak membicarakan mengenai meditasi
wawasan: ini menyiratkan adanya penilaian secara menghakimi
mengenai sesuatu yang sangat penting di jalan Buddhis.

Samatha dan Vipassanā

Jadi bagaimana cara kita mendapatkan wawasan jika meditasi


wawasan tidak disebutkan dalam sutta? Sebelum membahas itu, kita
perlu membahas mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan
samatha dan vipassanā.

Samatha (ketenangan)

Makna ketenangan kiranya cukup jelas. Anda duduk, memejamkan


68 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

mata, dan bermeditasi. Secara umum, jika Anda bermeditasi dengan


cara yang benar, maka setelah itu Anda akan merasa lebih tenang. Apa
yang dimaksud dengan merasa lebih tenang? Ini berarti batin Anda
lebih tidak gelisah, dan mengalami lebih sedikit nafsu dan kotoran
batin. Anda merasa lebih santai dan damai. Ini adalah pengalaman
yang sangat positif. Merasa tenang lebih baik dibanding merasa risau,
gelisah, dan perasaan sejenisnya.

Hal menariknya, sepernik ketenangan yang Anda rasakan setelah


meditasi hanyalah permulaan dari perjalanan indah ini dalam
Buddhisme. Kadar ketenangan meningkat, setahap demi setahap,
menjadikannya makin dan makin mendalam sampai Anda merasakan
sensasi kedamaian, ketenangan, yang bahkan tidak pernah Anda
ketahui sebelumnya. Ada suatu sensasi kemendalaman pada
ketenangan ini, dan Anda mulai memahami betapa meditasi bisa
menjadi begitu mendalam. Anda menjadi luar biasa damai, dan seluruh
dunia menjadi geming dan hening. Menjadi betul-betul tenang adalah
hal yang sangat kuat dan indah.

Ketenangan adalah hal yang relatif. Anda pikir sudah tenang setelah
meditasi, namun kala Anda menjadi lebih tenang dan menilik meditasi
sebelumnya, Anda akan berpikir, “Hei, tadi itu tidak tenang sama
sekali; tadi itu gelisah!” Kemudian Anda menjadi makin tenang lagi
dan sekali lagi Anda menilik tingkat ketenangan sebelumnya, “Yang
tadi itu juga bukan sangat tenang.” Seiring Anda meneruskan seperti
ini, setahap demi setahap, Anda mulai memperoleh suatu perspektif
mengenai kehidupan. Makin damai Anda, makin Anda memahami
apa itu duka dan apa itu hakikat kehidupan. Pada akhirnya, Anda
membawa ketenangan dan kedamaian itu ke tingkat yang sangat
mendalam. Inilah samatha itu.
69 Mengapa Samatha dan Vipassanā Tak Bisa Dipisahkan

Vipassanā (melihat jernih)

Sisi lain dari pasangan samatha-vipassanā ini adalah vipassanā,


yang kerap diterjemahkan sebagai wawasan. Pertama, kita perlu
menentukan seberapa bagus terjemahan tersebut. Setelah mempelajari
sabda Buddha dengan cukup terperinci, saya rasa terjemahan yang
lebih baiknya adalah “melihat jernih”. Terjemahan bagus lainnya
mungkin adalah “pemilahan bijak”. Ada perbedaan pokok antara
terjemahan ini. Wawasan merujuk ke sesuatu yang terjadi seketika,
seperti, “Ah, kini aku mengerti!” Wawasan adalah momen ketika kita
memahami sesuatu yang belum kita pahami sebelumnya. Melihat
jernih, kebalikannya, adalah sesuatu yang senantiasa ada atau tidak
ada, dalam berbagai tingkatannya. Saat ini Anda entah melihat hal-
hal dengan jernih atau tidak, atau di antaranya. Maka melihat jernih
adalah terjemahan yang lebih saya pilih untuk vipassanā.

Apa yang dimaksud dengan vipassanā pada praktiknya? Seperti


samatha, setelah meditasi Anda biasanya memiliki lebih banyak
vipassanā dibanding sebelum meditasi. Karena Anda lebih tenang,
lebih damai, Anda melihat hal-hal dengan lebih jernih. Saat Anda
melihat ke dalam batin sendiri, Anda melihat kualitas batin Anda. Alih-
alih batin cuma melesat dari satu hal ke hal lainnya, dari gagasan ke
gagasan, dari keadaan batin ke keadaan batin lain, kini Anda memiliki
kejernihan yang mencukupi untuk melihat apa yang ada dalam batin.
Anda melihat hal-hal muncul dan melihat keberlaluannya. Anda
melihat kotoran batin, Anda melihat nafsu muncul dalam batin dan
melihatnya melenyap. Dan karena Anda melihat apa yang terjadi,
Anda bisa melakukan sesuatu terhadapnya. Inilah makna dasar
vipassanā: kemampuan untuk menyadari apa yang sedang terjadi, apa
yang berlangsung dalam batin Anda.
70 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Inilah bagian yang sangat penting dari jalan spiritual. Makin besar
penyadaran yang Anda miliki mengenai yang berlangsung dalam
batin, makin besar kemampuan Anda untuk menghadapinya.
Anda mampu mengubah pencerapan, cara berpikir, dan memandu
kehidupan Anda ke arah yang baru: menuju sifat yang lebih piawai,
menuju hal yang menciptakan kebahagiaan dalam hidup Anda, alih-
alih menderita. Seiring Anda berkembang di jalan ini, melihat jernih
makin lama menjadi makin murni. Makin dalam ketenangan dan
meditasinya, makin kuat melihat jernih dan pemilahan bijak Anda,
dan makin besar kemampuan Anda untuk mengarahkan batin ke arah
yang benar.

Anda bukan hanya melihat kotoran batinnya, namun Anda juga


melihat bahwa mereka muncul akibat sesuatu. Gagasan sebab-akibat
ini begitu penting dalam ajaran Buddha. Mengapa sih Anda berpikir
dengan cara seperti itu? Mengapa sih Anda mencerap dengan cara
seperti itu? Anda melihat bagaimana hal-hal terbangun dari berlapis-
lapis sebab-akibat: suatu keadaan membawa ke suatu hasil, dan hasil
tersebut menjadi syarat atau penyebab hal lainnya. Batin bergerak
sesuai dengan sebab dan akibat. Ketika Anda memahami struktur
pengalaman Anda, bagaimana sebab dan akibat saling mengikuti,
Anda bisa melakukan sesuatu mengenai pengalaman Anda. Ketika
Anda melakukan sesuatu mengenai musababnya, hal itu membawa
ke hasil yang berbeda. Inilah tujuan memahami sebab-akibat, dan
ini adalah bagian penting dari vipassanā. Anda memahami kotoran
batin dan kualitas batin yang baik, dan Anda memahami apa yang
menyebabkan hal itu muncul.

Misalnya, saat Anda melakukan meditasi mettā lalu Anda duduk dan
berkata, “Semoga semua makhluk bahagia dan sejahtera,” Anda
71 Mengapa Samatha dan Vipassanā Tak Bisa Dipisahkan

tahu mengapa persepsi itu, perasaan indah itu, muncul dalam batin
Anda. Anda bisa melihat dengan pengalaman Anda sendiri bahwa itu
muncul dalam batin karena Anda melihat kebaikan dan sifat positif
pada orang di sekitar Anda.

Seperti halnya samatha, vipassanā sangatlah kuat. Vipassanā bisa


dibawa sampai tingkatan yang sangat mendalam di jalan meditasi.
Anda bisa memiliki kejernihan luar biasa dan melihat apa yang
sedang terjadi dalam batin Anda secara sangat terperinci. Dan seperti
halnya, samatha, vipassanā adalah konsep yang relatif. Tahap demi
tahap, vipassanā menjadi makin kuat, sampai mencapai tatarannya
yang tertinggi.

Jadi samatha dan vipassanā masing-masing merujuk pada ketenangan


dan melihat jernih. Keduanya adalah “hasil” dari latihan, bukan
hal yang Anda lakukan. Jika demikian, dari mana dan bagaimana
keduanya muncul?

Yang Mencegah dan Memunculkan Vipassanā

Mari pertama-tama kita bahas vipassanā. Jika meditasi vipassanā tidak


ada dalam sutta, maka apa yang memunculkan melihat jernih itu?

Mungkin tidaklah begitu mengagetkan bahwa jawabannya adalah


kemurnian—kemurnian hati, batin, dan menjalani hidup yang murni.
Inilah yang memunculkan vipassanā. Makin murni Anda, makin murni
batin Anda, makin besar kemampuan Anda melihat hal-hal dengan
jernih, sebagaimana adanya.
72 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Mengapa tidak adanya kotoran batin dan menjadi murni itu


membangkitkan melihat jernih? Bagaimana cara kerja hal ini?

Nafsu

Anda bisa melihat bahwa kapan pun Anda memiliki nafsu, Anda
memiliki kepentingan terselubung pada hal yang Anda ingini. Anda
melihat objek itu dengan cara tertentu: Anda melihat aspeknya
yang indah. Namun melihat sesuatu dengan cara tertentu adalah
cara melihat dunia dengan berat sebelah. Dan berat sebelah adalah
lawan dari melihat jernih. Pandangan yang berat sebelah itu tidaklah
terbebas, dan melibatkan adanya pemelintiran pandangan. Anda
tidak berdiri di belakang dan melihat segalanya sebagaimana adanya.

Apa sebabnya nafsu bisa muncul? Mengapa kita memiliki


kecenderungan tertentu? Mengapa kita mendambakan hal-hal
tertentu? Sering kali hal ini disebabkan kebiasaan kita, pandangan
kita, cara kita terkondisi untuk melihat dunia. Sebagian kebiasaan dan
pandangan kita terbentuk pada masa kanak-kanak. Kita dibesarkan
dengan cara tertentu, budaya tertentu, dan kita memperoleh
kebiasaan tertentu. Kadang kebiasaan kita berasal dari kehidupan
lampau. Kadang kebiasaan itu bisa saja mengakar sangat mendalam
pada masa lampau. Kerap kali kita tidak bisa mengetahui dari mana
kebiasaan dan pandangan ini muncul.

Saya lahir di Norwegia, dan jika Anda lahir di Norwegia, Anda akan
menyukai makanan tertentu. Beberapa makanan yang saya anggap
lezat mungkin akan menjijikkan bagi Anda. Anda akan terheran-
heran bagaimana mungkin ada orang yang bisa menyantap itu. Inilah
pengondisian budaya. Ini pun berlaku bagi budaya apa saja. Orang
73 Mengapa Samatha dan Vipassanā Tak Bisa Dipisahkan

yang lahir di Sri Lanka membawa hidangan Sri Lanka, seperti kari, ke
wihara kami, dan orang dari latar belakang Tionghoa akan membawa
hidangan Tiongkok. Demikianlah kita terkondisi oleh latar belakang
kita, dan yang kita sukai dan ingini di dunia ini terkondisi. Kita memiliki
kebiasaan dan pandangan mengenai hal-hal dan itu membawa pada
nafsu tertentu. Kita sepenuhnya berat sebelah mengenai hal-hal di
dunia ini. Kita tidak melihat jernih.

Mengagetkan betapa kecenderungan berat sebelah kita bisa begitu


kuat. Renungi pandangan Anda mengenai dunia. Kita sering memiliki
kecenderungan dalam hal politik—baik ke sayap kiri, kanan, atau
tengah, atau apa pun itu—dan kita mutlak yakin bahwa cara pandang
kita terhadap dunia adalah yang benar. Kita benar, dan jika ada orang
tidak setuju dengan kita, maka mereka salah. Jika Anda tidak berpikir
seperti itu maka Anda tak akan memiliki pandangan itu.

Kalau Anda melihatnya dari sudut pandang Buddhis, pandangan


politik, religius, atau apa pun dalam kehidupan ini semuanya
terkondisi. Semua itu datang dari masa lalu. Kita pikir kita ini makhluk
yang rasional, kita melihat hal-hal dengan cara kita karena itu masuk
akal, namun hampir tiap kali, itu disebabkan karena pengondisian kita.
Kadang pandangan orang-orang terjungkir. Mereka berada di satu
sisi pandangan politik dan setelah beberapa tahun, mereka menganut
paham yang berlawanan. Apa yang terjadi? Aku dahulu salah, tapi
sekarang aku benar! Atau Anda beralih keyakinan dari satu agama
ke agama lain. Atau Anda beralih dari tidak percaya menjadi percaya
akan kelahiran ulang. Saya telah melihat hal ini terjadi pada begitu
banyak orang. Mereka bilang, “Kelahiran ulang itu omong kosong,
tidak masuk akal!” Namun selang beberapa tahun, mereka berubah
pikiran dan tiba-tiba kelahiran ulang sepenuhnya bisa diterima.
74 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Jadi pandangan mana yang rasional? Mungkin bukan keduanya:


kedua pandangan itu terkondisi menjadi ada. Pengondisianlah yang
menjadikan suatu pandangan bisa muncul. Saat Anda bisa melihat itu,
Anda tidak lagi menanggapi pandangan Anda seserius sebelumnya,
dan Anda menjadi lebih luwes.

Nah, pesan yang ingin disampaikan di sini adalah: nafsu itu adalah
masalahnya dan nafsu itu pada hakikatnya berat sebelah. Ketika Anda
mendamba, Anda mulai mencari perolehan—Anda mulai menjalin
hubungan, pertemanan, mengambil kepemilikan, status. Akibatnya,
Anda melekati. Kelekatan pun pada hakikatnya berat sebelah. Jika
Anda punya anak, Anda peduli mengenai perilaku mereka. Kita
sering merasa kesal jika anak kita bersikap buruk di depan orang
lain. Anda kesal karena anak Anda begitu dekat dengan Anda, seolah
mereka sesungguhnya menjadi bagian dari Anda. Anda memiliki
kepentingan yang mengakar kuat pada cara anak Anda berperilaku.
Anda itu sangat berat sebelah. Sehingga kotoran batin —keinginan,
kelekatan, dan semacamnya—memberi kita kecondongan tertentu
dan memengaruhi cara pandang kita. Anda tak bisa melihat hal-hal
dengan jernih bila Anda memiliki kelekatan dan keinginan.

Apa dampak hal itu? Itu berarti vipassanā tidak mungkin terjadi dalam
situasi itu dan ini menunjukkan kepada kita mengapa kemurnian
batin itu begitu penting.

Kemarahan

Begitu pula halnya dengan kemarahan. Ketika marah, Anda berpikir,


“Aku harus memarahi mereka; aku akan mengomeli mereka,” tetapi
setelahnya Anda merasa tolol. Anda menyadari bahwa kemarahan
75 Mengapa Samatha dan Vipassanā Tak Bisa Dipisahkan

memelintir pikiran Anda, dan Anda dibawa ke arah yang tidak piawai.
Anda melakukan sesuatu yang seharusnya tidak Anda lakukan kalau
batin Anda lebih jernih. Akibatnya, setelah melakukannya, Anda
merasa bersalah.

Kemurnian

Jadi inilah alasan vipassanā, melihat jernih, hanya bisa terjadi pada
batin yang murni. Ketika Anda mengurangi kotoran batin, kualitas
batin yang indah akan muncul dengan sendirinya—keramahan,
kewelasan—dan makin besar kejernihan yang Anda alami. Anda mulai
melihat dunia lebih selaras dengan realitas.

Kemurnian batinlah yang memicu vipassanā. Ini memberi tahu kita


sesuatu mengenai kekuatan dan teramat pentingnya kemurnian, sīla.
Kita perlu mengurangi kotoran batin dan mengembangkan sifat bajik
kita dalam latihan di jalan Buddhis. Beginilah cara menghasilkan
vipassanā.

Yang Mencegah dan Memunculkan Samatha

Jika Anda melihat sisi lain dari koin yang sama, pada samatha—
ketenangan, kedamaian, keheningan—Anda menyadari bahwa itu
pun berasal dari kemurnian. Apakah yang mencabut Anda dari
kedamaian? Apakah yang mencabut Anda dari keheningan? Kerap
kali penyebabnya adalah nafsu. Anda mendambakan sesuatu, lalu
batin Anda tersita dengan cara memenuhi hasrat tersebut. Kemudian
Anda condong memikirkan masa depan. Atau Anda mungkin kesal
mengenai sesuatu. Niat buruk biasanya mengenai sesuatu yang
telah terjadi pada masa lalu, sehingga batin Anda tersita dengan hal
76 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

tersebut. Batin Anda berkeliaran, dan Anda merasa gelisah dan resah.
Inilah kebalikan dari samatha, ketenangan.

Seiring Anda memurnikan diri dari kotoran batin ini, maka batin
menjadi lebih tak terusik dan condong menetap pada momen
kini. Batin menjadi tenang. Ini berarti kemurnian pun merupakan
penyebab samatha, dan itu berarti samatha dan vipassanā memiliki
sumber yang sama.

Sumber Samatha dan Vipassanā

Menarik bukan bahwa baik samatha dan vipassanā memiliki asal


yang sama pada jalan Buddhis? Keduanya bermula dari kemurnian.
Ini menarik karena salah satu hal yang Anda lihat ketika membaca
pembabaran Buddha adalah samatha dan vipassanā sering sekali
digandengkan sebagai pasangan. Mereka membentuk kesatuan yang
tersusun dari dua hal yang dikembangkan bersama. Kini Anda mulai
menghargai mengapa ini demikian. Itu karena mereka berasal dari
sumber yang sama. Karena keduanya berasal dari kemurnian hati
dan dari sifat bajik, mereka harus dikembangkan bersama sebagai
pasangan. Pemahaman sederhana itu memiliki konsekuensi yang
sangat penting.

Akibat yang paling penting adalah kita mengakui bahwa kita mesti
menempatkan penekanan yang kuat pada kemurnian dalam kehidupan.
Kita secara rutin merenungi cara kita bisa mengurangi kotoran batin
dan cara kita bisa menjadi lebih murni sebagai manusia. Seiring kita
menjalani ini, samatha dan vipassanā muncul bersama-sama.

Jadi bagaimana cara kita menjadi lebih murni sehingga samatha


77 Mengapa Samatha dan Vipassanā Tak Bisa Dipisahkan

dan vipassanā diperkuat? Titik awal yang sangat jelas adalah cukup
memiliki kebaikan hati, lembut, bajik, dan tidak melupakan aspek
batin dari hal-hal ini. Lakukan yang baik dan hindari yang buruk.
Kembangkan cinta kasih dan kewelasan sedikit demi sedikit. Ingat
bahwa sīla merupakan landasan praktik meditasi apa pun serta
latihan Buddhis apa pun. Kita akan menemui hal ini berulang kali
disebutkan dalam pembabaran Buddha. Makin Anda jelas mengenai
hal ini, makin besar prioritas yang Anda berikan kepada kemurnian
dalam kehidupan Anda. Hanya begitu Anda telah meleburkan
sempurna semua aspek sīla dalam keseharian, barulah kemurnian itu
menjadi daya yang mengangkat meditasi Anda, membawa samatha
dan vipassanā ke tataran lebih tinggi. Saat kemurnian dikembangkan
dengan komitmen penuh dan ketekunan, saat itu tidak ada lagi batas
jarak yang bisa Anda tempuh dalam jalan Buddhis.

Terinspirasi Kisah Kebaikan Hati

Kadang saya mendengar kisah kebaikan hati yang menakjubkan


dalam komunitas Buddhis kami, dan kadang juga di kalangan non-
Buddhis. Penting untuk menceritakan kisah ini, karena saat Anda
mendengar cerita kebaikan hati sejati, maka itu akan menggugah,
menginspirasi, dan mendorong Anda ke arah yang benar. Karena
itu, mohon salinglah berbagi cerita kisah kebaikan hati. Jangan
berbagi cerita lain yang Anda dengar di berita, karena kerap kali
itu membebani Anda, kala Anda mendengar mengenai perang,
pembunuhan, atau berita sejenis. Kita perlu memusatkan pada aspek
kehidupan yang baik, dan saat melakukannya, kita menyadari bahwa
ada banyak kebaikan di dunia ini.

Saya akan ceritakan di sini kisah kebaikan hati indah yang saya dengar
78 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

baru-baru ini. Seorang perempuan Thai yang rutin berkunjung ke


wihara kami memarkir mobilnya di luar restoran Hungry Jack di
pinggiran Kota Perth untuk melakukan berbagai urusan di sana.
Ketika ia kembali ke mobilnya, ia melihat beberapa anak bermain
dan berkelahi di sekitar mobilnya. Mereka berlarian di sekeliling
mobil dan sebagian bahkan sembunyi di bawah kendaraan itu. Karena
mereka bersembunyi di bawah kendaraan, ia jadi tak bisa pergi; ia
terjebak di sana. Mudah sekali dalam situasi itu untuk merasa kesal
dan mengatakan kepada anak-anak itu untuk menghentikan perilaku
nakal mereka. Mudah sekali berpikir betapa sibuknya Anda dan
bagaimana Anda tak punya waktu mengurusi kekonyolan seperti
ini. Namun saat Anda menyadari betapa pentingnya kebaikan hati
dalam hidup Anda, maka Anda akan selalu mencari-cari kesempatan
melakukan perbuatan baik. Karena nyonya ini hatinya sangat
baik, ia menyadari bahwa inilah kesempatan untuk berbuat baik.
Muncul gagasan dalam benaknya, dan ia berkata kepada anak-anak,
“Ayo, sudahan berkelahinya. Saya akan bawa kalian ke Hungry
Jack dan mentraktir kalian semua burger dan minuman.” Dan ia
melakukannya. Semua anak itu sangat senang dan mereka pun
menghentikan pertengkaran mereka. Semuanya pun tersenyum. Itu
adalah cara mengagumkan dalam menghadapi situasi sulit dan malah
mengubahnya menjadi sesuatu yang positif.

Ketika saya mendengar cerita itu, saya berpikir, “Wow, betapa


menakjubkannya ada orang seperti itu dalam komunitas kita.” Namun
sesungguhnya, hal seperti ini terjadi tiap saat; hanya saja kita tak
mendengar mengenai ceritanya. Baik itu di Perth, di bagian Australia
yang lain, atau di dunia, ada banyak orang yang baik hati. Kadang,
yang perlu Anda lakukan hanya memusatkan pada kebaikan hati dan
itu akan menggugah Anda. Jelas sekali kisah seperti ini membuat saya
79 Mengapa Samatha dan Vipassanā Tak Bisa Dipisahkan

bahagia ketika saya mendengarnya. Betapa menakjubkannya bahwa


orang melakukan kebaikan seperti itu!

Kisah lainnya yang saya dengar baru-baru ini adalah tentang salah
seorang bhikkhu di wihara kami. Bhikkhu ini sedang berusaha
memperpanjang paspornya. Ia bolak-balik ke kantor pos dan karena
berbagai alasan, ia mengalami kesulitan mendapatkan paspornya.
Pada akhirnya, kelihatannya semuanya akan lancar, namun ketika
ia memberi cek ke penjaga loketnya untuk membayar semua jasa
itu, ia diberi tahu, “Maaf, kami tidak menerima cek.” Sekali lagi
ia terjebak dalam situasi tanpa jalan keluar. Tapi saat itu, sesuatu
yang mengagumkan terjadi. Pria yang menjaga loket itu—cuma
orang Australia biasa, bukan umat Buddha, dan mungkin sekali
tidak mengerti ajaran Buddha—berkata, “Saya akan bayari dahulu
dengan uang saya, lalu Anda bisa mengganti uang saya nanti.” Jumlah
tagihannya mencapai $250! Penjaga loket itu tidak akan tahu apakah
ia bakal bertemu bhikkhu ini lagi. Dari sudut pandangnya, itu tidak
beda dengan sekadar memberikan uang itu cuma-cuma. Betapa
menakjubkan untuk dilakukan. Maka, inilah contoh lain kebaikan
hati luar biasa yang dilakukan orang biasa. Dan tentu saja, orang itu
mendapatkan uangnya kembali. Bhikkhu biasanya sangat jujur!

Sebagai bhikkhu, saya sendiri sering menerima banyak kebaikan hati,


tidak hanya dari komunitas Buddhis, namun juga dari masyarakat.
Ketika saya kadang pergi ke toko untuk belanja bahan bangunan
untuk wihara, orang kadang berkata, “Oh, Anda ini biksu. Tidak
perlu bayar karena ini untuk wihara.” Atau mereka mungkin berkata,
“Anda cukup bayar separuh harga, karena ini untuk wihara.” Hal-hal
seperti ini cukup sering saya dengar. Dan selalu menggugah untuk
mendengar ada begitu banyak kebaikan hati dan kedermawanan di
dunia ini.
80 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Beginilah semestinya kita menjalani hidup kita. Kita semestinya


berupaya lebih untuk menginspirasi masyarakat, pada waktu yang
bersamaan membawa masyarakat dan diri kita lebih maju. Tidak
hanya kita menciptakan kebahagiaan bagi orang di sekeliling
kita, namun kita menciptakan begitu banyak kemurnian dan
kebahagiaan bagi diri kita. Kita semestinya mengisi kehidupan kita
dengan perbuatan seperti ini—kebajikan, kebaikan hati, kewelasan,
pengertian, kedermawanan—dan kemudian kita memastikan untuk
membuat kemajuan nyata dalam latihan Buddhis, termasuk samatha
dan vipassanā.

Aturan Emas Meditasi

Meditasi, setidaknya pada awalnya, harus memenuhi tujuan yang


sama. Kita harus bermeditasi untuk mengurangi rintangan batin,
kotoran batin, dan membangkitkan kualitas batin yang positif. Anda
harus paham benar mengenai hal ini dan pastikan untuk memantau
kemajuan Anda. Jika meditasi Anda membawa Anda ke arah ini—jika
itu mengurangi kualitas batin yang tidak bajik dan membangkitkan
yang bajik—maka Anda tahu bahwa Anda sedang bergerak ke lebih
banyak samatha dan vipassanā.

Tidak masalah apa yang Anda lakukan. Entah Anda mengamati napas
atau melakukan meditasi pemancaran cinta kasih, atau sekadar
duduk dan menikmati kedamaian, atau merenungi objek tertentu,
semua itu sebenarnya tidak jadi soal. Yang penting adalah Anda
memurnikan diri, karena inilah tujuan sejati meditasi. Jangan berpikir,
“Metode meditasi apa yang harus kulakukan?” alih-alih berpikirlah,
“Bagaimana cara memurnikan batinku sendiri?”
81 Mengapa Samatha dan Vipassanā Tak Bisa Dipisahkan

Dengan kata lain, Anda harus memilih metode berdasarkan


yang bisa menimbulkan kemurnian. Hanya melalui pemurnian
berkesinambunganlah samatha dan vipassanā akan terus berkembang.

Lima Perenungan untuk Memurnikan Batin

Saya akan memberi Anda beberapa contoh perenungan atau meditasi


yang bermanfaat, latihan yang saya sendiri lakukan. Ada lima tema
perenungan yang Buddha anjurkan untuk dilakukan tiap orang.
Buddha secara khusus mengatakan bahwa ini mesti dilakukan oleh
perempuan, laki-laki, perumah tangga, maupun kaum monastik
(AN 5.57). Perenungan ini sangatlah berguna dan umum sehingga
membantu mengurangi kotoran batin dan menghadirkan kualitas
batin yang positif.

1. Perenungan pelapukan

Perenungan pertama yang Buddha anjurkan adalah perenungan


usia tua, perenungan bahwa kita semua sedang menuju pelapukan.
Jika kita sudah tua, kita ingat bahwa kita akan makin tua. Jika Anda
menganggap diri masih muda, cukup ingat bahwa sisi lain dari
kemudaan adalah ketuaan. Kata muda itu sendiri menyiratkan tua;
muda hanya ada jika dikaitkan dengan usia tua. Tua dan muda adalah
dua sisi dari realitas yang sama. Ketika Anda ingat akan hal itu, Anda
mengetahui bahwa usia tua sudah menjadi bagian dari Anda. Jika Anda
muda, maka Anda akan menjadi tua pada masa mendatang. Benih usia
tua sudah ditanam, dan Anda harus menuai buahnya.

Anda mungkin pikir ini sudah jelas, tapi sering sekali kita
melupakannya. Karena kita lupa, kita salah menempatkan prioritas:
82 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

kita melakukan hal-hal dalam hidup yang tidak bermanfaat atau kita
sesali setelah melakukannya. Perenungan usia tua yang sederhana
ini cenderung menjernihkan batin dari omong kosong dan kita
menggunakan waktu kita yang tersisa dengan jauh lebih baik.

2. Perenungan sakit

Di mana ada sehat di sana juga pasti ada sakit. Sehat dan sakit hanya
saling berputar dan bergantian. Ketika Anda punya yang satu, maka
Anda juga punya yang lainnya. Inilah sebabnya Ajahn Brahm, guru
saya, mengatakan bahwa saat Anda sakit dan pergi ke dokter, Anda
harus mengatakan, “Dokter, ada sesuatu yang beres dengan saya; saya
sakit hari ini,” alih-alih mengatakan, “Dokter, ada yang tidak beres
dengan saya hari ini.” Ketika Anda memahami bahwa sakit dan sehat
adalah kedua sisi yang berlawanan dari realitas yang sama, Anda tidak
mengizinkan diri menjadi lupa daratan saat Anda sehat dan kuat.
Anda mengingatkan diri bahwa sehat dengan mudah bisa menjadi
sakit. Sekali lagi, hal ini membantu Anda menjaga batin yang jernih,
dan memanfaatkan hidup Anda dengan piawai.

3. Perenungan kematian

Yang paling kuat di antara berbagai perenungan ini adalah perenungan


kematian. Anda suatu hari akan meninggal. Hidup begitu terbatas.
Kematian bisa terjadi kapan saja. Anda sedang lewat di jalanan dan
ada pengemudi gila yang bisa menabrak Anda di trotoar sana, dan
tamatlah hidup Anda. Kematian bisa terjadi begitu cepat.

Kita pikir kita tahu bahwa kita akan meninggal, tetapi sebagian
besar dari rasa tahu ini adalah khayalan. Kita cenderung memikirkan
83 Mengapa Samatha dan Vipassanā Tak Bisa Dipisahkan

kematian sebagai kejadian untuk masa mendatang, biasanya cukup


jauh di sana. Untuk menjadikannya sebagai sesuatu yang nyata, kita
perlu memahami bahwa kematian senantiasa hadir dalam diri kita.
Kematian itu begitu dekat, senantiasa sebagai suatu kemungkinan:
kematian bisa terjadi hari ini atau bahkan saat ini. Dengan melihatnya
sebagai kemungkinan yang senantiasa ada, kematian menjadi
luar biasa nyata. Ketika kematian menjadi nyata, maka itu akan
meletakkan seluruh hidup Anda dalam cara pandang yang begitu
kuat. Anda memahami bahwa Anda tidak semestinya mengizinkan
diri terhanyut oleh nafsu dan niat buruk yang berkaitan dengan
kehidupan ini. Kehidupan kita sekarang hanyalah secercah momen
dalam realitas kehidupan demi kehidupan yang nyaris tak bisa kita
pahami. Gambaran lebih besar inilah yang benar-benar penting.

Bayangkan diri Anda menjelang ajal: bagaimana Anda akan bersikap


terhadap orang di sekitar Anda? Ini memberi Anda cara pandang yang
jelas mengenai cara yang benar untuk menyikapi dan menanggapi
orang lain. Jika Anda sedang bicara dengan seseorang, lalu orang itu
melakukan sesuatu yang mengesalkan, namun Anda ingat bahwa,
“Aku bisa mati; aku bisa saja tak akan pernah bertemu orang ini lagi,”
maka apa Anda akan mengizinkan diri untuk kesal? Kemungkinan
besar tidak. Jika Anda menggunakan persepsi bahwa kematian itu akan
segera datang dengan bijak, maka tanggapan Anda terhadap masalah
dan cobaan dalam kehidupan menjadi jauh lebih seimbang: Anda akan
lebih tidak kesal dan marah, dan bahkan nafsu pun berkurang. Kala
Anda menyadari bahwa kematian dan dunia ini bisa berakhir kapan
saja, Anda tak mengizinkan hal-hal di dunia ini mengendalikan Anda.
Ini adalah perenungan yang sangat ampuh untuk menjaga agar kotoran
dan pengotor batin tidak masuk serta menjaga batin tetap murni.
84 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Beberapa tahun yang lalu, saya menemui seorang pria psikolog. Ia


bercerita kepada saya bahwa tiap kali meninggalkan rumahnya untuk
bekerja pada pagi hari, ia berpikir, “Aku mungkin tak akan pernah
kembali ke rumahku.” Karena ia mengingat hal itu—bahwa ia mungkin
bisa meninggal kapan saja pada hari itu—ia selalu memastikan untuk
mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya dengan cara yang
baik. Beginilah cara kita semestinya menghadapi tidak hanya keluarga
kita, tetapi tiap orang yang kita temui dalam hidup: ini mungkin saja
kali terakhir kita berjumpa, dan jika demikian bagaimana sikap kita
terhadap mereka? Ini adalah perenungan yang sangat bermanfaat
dan praktis. Buddha berbicara mengenai perenungan kematian,
penyadaran kematian, berulang kali. Ini adalah sesuatu yang tiap
orang mesti lakukan; perenungan ini adalah bagian yang sangat
penting bagi latihan spiritual.

4. Perenungan berpisah dari yang disayang dan menyenangkan

Perenungan berikutnya adalah tiap hal yang Anda sayangi dan


menyenangkan pasti harus berpisah dari Anda. Tiap hal dalam
hidup—harta, hubungan, keluarga, teman, status, bahkan tubuh
Anda sendiri—pada akhirnya terpisah dari Anda. Inilah perenungan
lainnya yang sangat menyadarkan kita. Anda tidak terlalu melekati.
Anda tidak memiliki nafsu sebanyak biasanya

Tiap hal yang Anda miliki dalam hidup ini hanyalah objek yang
dipinjam. Anda pasti akan meninggalkan segalanya ketika Anda
meninggal. Seberapa besar nafsu dan kelekatan yang akan Anda miliki
terhadap barang pinjaman? Apakah Anda akan melekati dengan erat
hal-hal yang Anda tahu harus dikembalikan, diberikan kembali ke
alam? Jika Anda menyewa rumah, seberapa melekatkah Anda dengan
85 Mengapa Samatha dan Vipassanā Tak Bisa Dipisahkan

rumah itu? Jika Anda meminjam sesuatu dari seseorang, seberapa


Anda akan melekatinya? Kenyataannya adalah: tiap hal yang kita
miliki di dunia ini hanyalah pinjaman.

Saat Anda mengingat hal itu, Anda menjadi tenang dan lebih
tenteram. Anda Tidak melekati sebanyak dahulu dan nafsu mulai
memudar. Sekali lagi, Anda memurnikan batin sendiri. Anda memiliki
lebih banyak samatha dan vipassanā, dan hidup Anda bergerak ke arah
yang baik.

5. Perenungan kita adalah pewaris karma sendiri

Perenungan terakhir dari lima perenungan ini menyatakan bahwa


kita adalah pewaris karma kita, pewaris perbuatan kita. Tiap hal yang
kita lakukan dengan perniatan akan balik lagi ke kita pada suatu
saat. Kapan pun Anda bertindak dengan batin murni, kapan pun
Anda bertindak dengan kebaikan hati dan melakukan sesuatu yang
baik, Anda mendapatkan kebahagiaan sebagai pahalanya. Kapan pun
Anda bertindak dengan batin yang kotor, bila Anda bertindak dengan
dorongan kotoran batin, Anda akan menjadi pewaris perbuatan tidak
piawai tersebut. Kerap kali, Anda langsung bisa merasakannya: ini
bukanlah sesuatu yang Anda tuai pada kehidupan mendatang, tetapi
sesuatu yang bisa Anda rasakan di sini dan saat ini. Karma memiliki
komponen yang matang dalam kehidupan ini juga.

Jika perenungan ini membuat Anda jadi sedih, maka janganlah


menjalaninya. Perenungan ini semestinya menggugah dan
menyemangati Anda. Hanya gunakan perenungan jika itu
menginspirasi Anda, jika hasilnya tidak begitu, maka jangan. Jika
dilakukan dengan benar, maka perenungan ini akan mengurangi
86 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

kelekatan Anda terhadap orang dan hal-hal dalam kehidupan. Anda


akan memiliki cara pandang yang lebih luas dan realistik. Sebab, buat
apa kita melekati barang pinjaman?

Merasakan langsung akibat perbuatan Anda

Saya akan menganjurkan agar Anda sepenuhnya mengalami dan


merasakan konsekuensi tindakan Anda. Ketika Anda melakukan
sesuatu yang bajik atau tidak bajik, apa perasaan yang timbul dan
menyertai hal itu? Janganlah meredam perasaan itu, izinkan itu
muncul; ada sesuatu yang bisa dipelajari dari perasaan itu. Saya
tahu dari pengalaman sendiri bahwa jika saya melakukan sesuatu
yang tidak benar, jika saya bertindak karena suatu kotoran batin—
mungkin saya mengucapkan sesuatu karena agak jengkel, atau saya
memikirkan sesuatu yang tidak baik—maka itu mengurangi energi
batin dan kebahagiaan saya. Jika Anda sadar, Anda bisa langsung
merasakan akibat karma dari perbuatan Anda.

Sungguh sangatlah ampuh jika Anda mampu merasakan konsekuensi


langsung pikiran dan perbuatan Anda yang tidak bajik dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa jika Anda terus
bertindak seperti itu, berperilaku sesuai kebiasaan buruk, maka itu
akan menyedot habis energi Anda. Anda mampu merasakan kegelapan
dalam batin. Menjadi nyata bahwa jika Anda mengumpulkan banyak
hal itu, maka Anda akan kehilangan makin banyak energi dan sukacita,
dan Anda menciptakan masa depan yang penuh kesengsaraan bagi
diri Anda. Anda menciptakan masa depan yang tidak berisi keceriaan,
kemurnian, dan kebahagiaan. Anda memperoleh pemahaman yang
baik mengenai bahaya kamma buruk melalui pengalaman langsung.
87 Mengapa Samatha dan Vipassanā Tak Bisa Dipisahkan

Mungkin, yang bahkan lebih penting lagi adalah memperhatikan


perasaan yang muncul seiring dengan perbuatan baik. Sekali lagi,
saya mengetahui dari pengalaman sendiri bahwa jika saya melakukan
perbuatan yang betul-betul baik hati, saya mendapatkan energi.
Perbuatan itu memberi saya kebahagiaan langsung pada saat itu juga.
Ketika Anda melihat hal ini, Anda menjadi tergugah dan ingin bersikap
ramah kepada semua orang. Bahkan mungkin kedengarannya tidak
waras bagi orang lain, meskipun orang mengira Anda sinting atau apa
pun, namun Anda tidak risau: Anda selalu mengambil kesempatan
untuk bersikap ramah. Ketika Anda melakukan perbuatan baik
dengan tepat, rasanya begitu luar biasa. Anda merasa mendapatkan
tenaga kembali, lalu Anda merasakan sukacita dan kebahagiaan.

Anda memahami hukum karma. Perbuatan baik membawa


menuju suasana batin ceria dan sukacita, dan saat itu, Anda mulai
mengumpulkannya. Anda menciptakan energi dan keceriaan, dan
dalam jangka panjang, Anda menciptakan batin indah dan kehidupan
yang indah bagi diri Anda sendiri. Dan tidaklah sulit untuk dilihat
bahwa ini pasti berlanjut ke kehidupan mendatang mana saja. Inilah
kekuatan menjalani kehidupan dengan bajik.

Cobalah melihat hubungan itu dalam hidup Anda. Saat Anda melihat
hubungan antara tindakan dan hasilnya, maka wawasan itu akan
memberi Anda motivasi yang kuat dan sangat memudahkan Anda
melakukan yang benar dan menghindari hal-hal yang membebani
Anda. Ini sekadar beberapa renungan mengenai cara mendapatkan
kemurnian dalam kehidupan Anda. Ketika digunakan dengan benar,
mereka memberi Anda panduan dalam kehidupan sehari-hari. Saat
kemungkinan terjadinya kematian senantiasa ada dalam batin, Anda
jauh lebih hati-hati dalam cara Anda berurusan dengan hampir segala
88 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

sesuatu. Hal ini menjadi suar untuk membantu Anda mengarungi arus
kehidupan manusia yang berbahaya. Ini membuat Anda mampu keluar
dari segala kebiasaan batin yang sempit dan negatif yang telah Anda
kumpulkan selama berbagai masa kehidupan. Dengan cara ini, maka
perenungan ini menjadi suatu daya kebajikan di dunia ini. Mereka
membantu kita menjadi berkah bagi diri sendiri, serta menjadi berkah
bagi semua orang di sekitar kita.

Kesimpulannya …

Jadi beginilah cara mengembangkan samatha dan vipassanā. Keduanya


dikembangkan melalui kemurnian, sīla. Karena keduanya berasal dari
sumber yang sama, Buddha biasanya menaruh samatha dan vipassanā
bersama-sama sebagai pasangan. Keduanya adalah dua sisi dari
realitas yang sama.

Lalu Anda bisa merasa sendiri bahwa ini pastilah benar. Ketika Anda
hening, Anda melihat lebih bening, dan saat Anda melihat dengan
bening, Anda menjadi hening. Karena itulah samatha dan vipassanā tak
bisa dipisahkan dan harus selalu bersama-sama.
89 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

5
Satipaṭṭhāna dan Samādhi

Pendahuluan

Salah satu asumsi yang paling sering tidak dipertanyakan di kalangan


meditator Buddhis adalah bahwa satipaṭṭhāna sama dengan vipassanā.
Tampaknya, asumsi ini kerap merupakan hasil membaca kedua
Satipaṭṭhāna Sutta secara terpisah tanpa menimbang dengan saksama
konteks penggunaan kata satipaṭṭhāna di seluruh sutta. (1) Ketika
kita mempertimbangkan pandangan keseluruhan Sutta Piṭaka yang
lebih luas, menjadi jelas bahwa asumsi tadi hanyalah separuh benar.
Dalam kajian singkat ini, saya akan menyelidiki berbagai konteks di
mana kata satipaṭṭhāna muncul dan terutama mempertimbangkan
hubungannya dengan kata samādhi. (2)

Sutta Mengenai Samādhi dan Satipaṭṭhāna (3)

Kedua Satipaṭṭhāna Sutta kerap dipahami hanya berkenaan dengan


meditasi vipassanā. Namun tidak ada bukti kuat pada berbagai
Satipaṭṭhāna Sutta yang dapat membuat kita menyimpulkan demikian.
Bahkan ada beberapa aspek sutta ini yang menunjuk ke satipaṭṭhāna juga
berkaitan dengan samatha dan samādhi, ketenangan dan keheningan.

Yang pertama dari aspek ini adalah dimasukkannya syair empat


baris pertama dari Ānāpānasati Sutta dalam kedua Satipaṭṭhāna Sutta.
Ānāpānasati biasanya dianggap sebagai praktik samādhi, dan tidak
90 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

ada alasan mengapa kita harus menganggapnya sebagai yang lain.


(4) Selain itu, Ānāpānasati Sutta menyatakan bahwa tiap dari keempat
syairnya masing-masing memenuhi empat satipaṭṭhāna. (5)

Sutta ini kemudian berakhir dengan:


“Para bhikkhu, begitulah bagaimana penyadaran napas,
bila dikembangkan dan ditumbuhkan, memenuhi empat
satipaṭṭhāna.” (6) Dan bukan hanya bagian ānāpānasati
dari kedua Satipaṭṭhāna Sutta yang berhubungan dengan
samādhi.

Perenungan pekuburan, misalnya, di tempat lain secara khusus


dinyatakan sebagai praktik samādhi:

“Lalu, para bhikkhu, apa itu upaya menjaga? Para bhikkhu,


di sini seorang bhikkhu menjaga objek samādhi mendukung
yang hadir di hadapannya: persepsi tengkorak, jasad
berbelatung, mayat membiru, mayat membusuk, mayat
merengkah, mayat membengkak.” (7)

Dan memang, kelihatannya semua praktik satipaṭṭhāna memiliki


aspek samādhi. Misalnya dalam kutipan standar yang menyimpulkan
tiap latihan dalam kedua Satipaṭṭhāna Sutta:

“Dengan cara ini, ia merenungi aspek tubuh secara


internal, atau ia merenungi aspek tubuh secara eksternal,
atau ia merenungi aspek tubuh … perasaan … batin …
fenomena secara internal maupun eksternal.” (8)

Kemudian renungi kutipan berikut ini yang menghubungkan


perenungan internal langsung dengan samādhi:
91 Satipaṭṭhāna dan Samādhi

“Di sini, seorang bhikkhu merenungi aspek tubuh secara


internal, penuh semangat, dengan pemahaman jernih,
penyadaran, setelah menyingkirkan nafsu dan niat buruk
terhadap dunia. Merenungi aspek tubuh … perasaan
… batin … fenomena secara internal, ia mengalami
pengheningan benar (sammā samādhiyati), pemurnian
benar.” (9)

Satipaṭṭhāna dan Samādhi Selain di Kedua Satipaṭṭhāna Sutta

Pembahasan di atas semestinya sudah mencukupi untuk setidaknya


menunjukkan bahwa samādhi merupakan bagian tak terpisahkan
dari satipaṭṭhāna. Akan tetapi, untuk membuat pembuktian yang
kuat mengenai hubungan ini, dan untuk mempertimbangkan apa
kaitannya dengan lebih terperinci, kita perlu melihat di luar kedua
Satipaṭṭhāna Sutta, ke penggunaan kata satipaṭṭhāna secara lebih luas
dalam Sutta Piṭaka.

Dalam pembagian Jalan Buddhis menjadi tiga, yaitu sīla (kemurnian),


samādhi (keheningan), dan paññā (kebijaksanaan), satipaṭṭhāna
digolongkan ke dalam samādhi, alih-alih paññā:

“Pengupayaan benar, penyadaran benar (satipaṭṭhāna),


(10) dan pengheningan benar (jhāna) (11)—ketiganya
termasuk dalam kategori samādhi. Pandangan benar dan
perniatan benar—kualitas ini termasuk dalam kategori
paññā.” (12)

Jika satipaṭṭhāna sama atau terkait erat dengan vipassanā alih-alih


samādhi, bukankah itu seharusnya dimasukkan dalam kategori paññā
daripada kategori samādhi? (13)
92 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Hubungan paling penting antara satipaṭṭhāna dengan samādhi


yang muncul dari membaca sutta secara luas adalah bahwa praktik
satipaṭṭhāna membawa menuju samādhi: (14)

“Empat satipaṭṭhāna adalah landasan samādhi.” (15)

“Pengulangan, pengembangan, dan ditumbuhkannya


kualitas serupa ini (satipaṭṭhāna dan pengupayaan benar)
merupakan pengembangan samādhi.” (16)

“‘Saya akan merenungi aspek tubuh … perasaan … batin


… fenomena, (17) penuh semangat, dengan pemahaman
jernih, penyadaran, setelah menyingkirkan nafsu dan niat
buruk terhadap dunia.’ Dengan cara inilah para bhikkhu,
kalian harus berlatih.”

“Para bhikkhu, ketika samādhi ini sudah dikembangkan


dan diteguhkan dengan cara ini, kalian seharusnya
mengembangkan samādhi ini dengan penerapan awal
dan sinambung, kalian mesti mengembangkannya tanpa
penerapan awal namun dengan penerapan sinambung
yang tersisa, kalian mesti mengembangkannya
tanpa penerapan awal dan sinambung, kalian mesti
mengembangkannya dengan kegiuran, kalian mesti
mengembangkannya dengan kelegaan, kalian mesti
mengembangkannya dengan ketenangseimbangan.” (18)

Bagian terakhir tadi, “penerapan awal dan sinambung … dengan


ketenangseimbangan,” adalah rujukan terhadap berbagai jhāna.
(19) Perhatikan bagaimana latihan satipaṭṭhāna lebih dahulu disebut
93 Satipaṭṭhāna dan Samādhi

sebagai “samādhi ini” dan kemudian dikatakan sebagai membawa


menuju berbagai jhāna.

“Demikian pula, para bhikkhu, di sini beberapa bhikkhu


yang dungu, tidak terampil, tidak piawai merenungi
aspek tubuh, penuh semangat, dengan pemahaman
jernih, penyadaran, setelah menyingkirkan nafsu dan niat
buruk terhadap dunia. Selagi ia merenungi aspek tubuh,
batinnya tidak menjadi hening (samādhiyati) ….”
“Demikian pula, para bhikkhu, di sini beberapa bhikkhu
yang bijaksana, terampil, piawai merenungi aspek tubuh,
penuh semangat, dengan pemahaman jernih, penyadaran,
setelah menyingkirkan nafsu dan niat buruk terhadap
dunia. Selagi ia merenungi aspek tubuh … perasaan …
batin … fenomena, batinnya menjadi hening (samādhiyati)
….”
“Bhikkhu yang bijaksana, terampil, piawai itu mendapat
kediaman menyenangkan dalam kehidupan ini juga, dan
ia memperoleh penyadaran dan pemahaman jernih.” (20)

Frasa “kediaman menyenangkan dalam hidup ini juga” merupakan


padanan yang umum dalam sutta untuk empat jhāna. (21)

Demikianlah suatu pola muncul di mana empat satipaṭṭhāna meliputi


praktik dan pengembangan samādhi, pada akhirnya membawa menuju
empat jhāna, sammā samādhi. Hubungan antara satipaṭṭhāna dengan
samādhi faktanya dijelaskan dengan sangat terang-terangan dalam
berbagai sutta:

“Memang bisa diharapkan, Tuan, bahwa siswa suci


yang memiliki keyakinan, energi, dan penyadaran, akan
94 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

memperoleh samādhi, akan memperoleh kemanunggalan


batin, ketika ia sudah menciptakan fondasi melalui
pelepasan. Samādhinya itu, Tuan, adalah kemampuan
samādhi-nya.” (22)

“Bagi orang yang memiliki penyadaran benar (satipaṭṭhāna),


sammā samādhi (berbagai jhāna) muncul.” (23)

Satipaṭṭhāna dan Vipassanā

Kajian di atas menampilkan bukti paling penting mengenai konteks


munculnya kata satipaṭṭhāna di seluruh sutta. Setelah menunjukkan
bahwa tujuan satipaṭṭhāna yang biasa adalah pencapaian samādhi, perlu
untuk menimbang hubungan antara satipaṭṭhāna dengan vipassanā.

Pertama, harus diperhatikan bahwa adanya tautan langsung antara


satipaṭṭhāna dengan samādhi belum tentu berarti bahwa satipaṭṭhāna
itu melulu mengenai meditasi samatha. Alih-alih, ini berarti bahwa,
baik kita menjalani samatha atau vipassanā, dalam kedua kasus ini,
tujuan satipaṭṭhāna adalah pencapaian samādhi.

Yang kedua, muncul pertanyaan mengenai apa yang terjadi setelah


samādhi: apakah ada yang namanya satipaṭṭhāna pasca-samādhi, dan
jika demikian, hal ini berupa apa saja? Dalam konteks ini, penting
untuk memperhatikan bahwa sejumlah sutta sudah jelas dinyatakan
bahwa praktik satipaṭṭhāna bisa membawa kita sampai ke akhir Jalan
Buddhis, misalnya:

“Para bhikkhu, empat satipaṭṭhāna ini, ketika dikembangkan


dan ditumbuhkan, itu mulia dan membebaskan;
95 Satipaṭṭhāna dan Samādhi

satipaṭṭhāna membawa kita untuk menindaklanjuti mereka


ke hancur sempurnanya duka.” (24)

Agar satipaṭṭhāna mampu membawa kita ke kecerahan sempurna,


merupakan kebutuhan wajib bahwa itu juga meliputi vipassanā pasca-
samādhi, yaitu wawasan mendalam. (25) Tapi hubungan langsung
antara satipaṭṭhāna dengan vipassanā tidak pernah secara langsung
disebutkan dalam sutta. (26) Membangun tautan seperti itu perlu
untuk memperluas pertanyaan untuk mengikutsertakan istilah
lainnya yang juga menandakan wawasan, seperti ñāṇa, dassana, dan
yathā-bhūta-ñāṇa-dassana. Penyelidikan yang lebih luas menghadirkan
kejelasan pada kutipan berikut ini:

“Mari, sahabat, renungi aspek tubuh … perasaan … batin …


fenomena, dengan penuh semangat, pemahaman jernih,
terpusat, damai, hening, dengan batin manunggal, agar
bisa mengetahui tubuh ini selaras dengan realitas (yathā-
bhūta-ñāṇa).” (27)

Perhatikan bagaimana naskah ini berbeda secara signifikan dari


standar rumusan satipaṭṭhāna yang ditemukan hampir di tiap tempat
lainnya. Ada dua perbedaan khusus yang penting dalam konteks
studi ini. Yang pertama, aspek wawasan berkaitan dengan wawasan
mendalam dari melihat kenyataan sebagaimana adanya (yathā-bhūta-
ñāṇa); kedua, menggunakan serangkaian istilah yang berkaitan—
terpusat, damai, hening, dengan batin manunggal—kutipan ini
memberi penekanan kuat pada samādhi. Akibatnya adalah satipaṭṭhāna
harus dipraktikkan untuk tujuan wawasan mendalam hanya setelah
samādhi telah diraih. (28)

Sehingga jelas terlihat bahwa ada yang disebut dengan satipaṭṭhāna


96 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

pasca-samādhi dan tujuan praktik ini adalah wawasan mendalam. (29)

Dua Tahapan Satipaṭṭhāna

Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa satipaṭṭhāna biasanya harus


dianggap sebagai praktik yang membawa menuju samādhi dan dalam
keadaan khusus, sebagai praktik yang membawa menuju wawasan
mendalam. Lebih lanjut, terlihat bahwa kedua aspek satipaṭṭhāna
ini bisa dibagi ke dalam dua tahapan yang cukup berbeda. Sejalan
dengan perkembangan alami praktik meditasi, (30) tahapan pertama
satipaṭṭhāna adalah untuk meraih samādhi. Begitu samādhi tercapai
(yaitu hadirnya keadaan yang diperlukan bagi wawasan mendalam),
batin dilengkapi untuk menyibak hakikat sejati dari lima aspek
kepribadian/keberadaan (31) dan merealisasi satu demi satu tataran
kecerahan. Inilah tahapan kedua satipaṭṭhāna. Pembagian satipaṭṭhāna
menjadi dua tahapan ini sesungguhnya dijabarkan secara langsung
dalam berbagai sutta:

“ … maka empat fokus penyadaran ini (satipaṭṭhāna)


adalah pengikat bagi batin siswa suci agar bisa
menundukkan kebiasaannya dari kehidupan berumah
tangga, menaklukkan kesedihan, kelelahan, dan hasrat
kehidupan berumah tangga, dan agar ia bisa meraih jalan
sejati dan merealisasi pemadaman (nibbāna).”

“Kemudian Tathāgata melatihnya lebih lanjut: ‘Mari,


bhikkhu, renungi aspek tubuh … perasaan … batin …
fenomena, tapi jangan menanggapi pikiran keinginan
indriawi.” (32)

Di sini, tahapan pertama satipaṭṭhāna berfungsi untuk meninggalkan


97 Satipaṭṭhāna dan Samādhi

rintangan batin halus. (33) Ini merupakan bagian dari jalan yang
membawa menuju samādhi. Tahapan kedua satipaṭṭhāna di sini
dicirikan dengan: keinginan indriawi sudah ditinggalkan, ada hal
yang menyiratkan bahwa samādhi telah diperoleh. (34)

Kesimpulan

Hampir semua naskah sutta yang berurusan dengan posisi satipaṭṭhāna


dalam skema jalan Buddhis yang lebih luas menunjukkan bahwa
satipaṭṭhāna adalah syarat bagi samādhi. Karena itu, haruslah
disimpulkan bahwa tujuan utama satipaṭṭhāna adalah membawa batin
ke dalam samādhi. Hasil ini penting karena hal ini berlawanan dengan
kesalahpahaman umum bahwa satipaṭṭhāna hanya berkenaan dengan
vipassanā.

Kesimpulan penting kedua yang bisa diambil dari pembahasan di


atas adalah bahwa satipaṭṭhāna sebagai praktik wawasan mendalam,
yang membawa wawasan terhadap sifat sejati aspek kepribadian
atau gugus keberadaan (khandha), baru dimulai setelah samādhi telah
dicapai. Kesimpulan ini selaras dengan tema yang umum kita lihat
dalam sutta:

“Di mana ada pengheningan benar (sammā samādhi), bagi


ia yang memiliki pengheningan benar, ia sudah memiliki
penyebab bagi munculnya pengetahuan dan pandangan
mengenai segala sesuatu yang selaras dengan kenyataan
(yathā-bhūta-ñāṇa-dassana).” (35)

Perth, Januari 2004


Ditinjau: Januari 2016
98 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

Rujukan

AN: Aṅguttara Nikāya. Rujukan adalah nomor bab (nipāta) lalu nomor
sutta seperti dalam terjemahan Bhikkhu Bodhi.

DN: Dīgha Nikāya. Rujukan adalah nomor sutta, nomor bagian (hanya
untuk beberapa sutta), dan paragraf seperti dalam terjemahan
Maurice Walshe.

MN: Majjhima Nikāya. Rujukan adalah nomor sutta dan paragraf seperti
dalam terjemahan Bhikkhu Ñāṇamoli dan Bhikkhu Bodhi.

SN: Saṁyutta Nikāya. Rujukan adalah nomor bab (saṁyutta) lalu nomor
sutta seperti dalam terjemahan Bhikkhu Bodhi.

Catatan

(1) “Kedua Satipaṭṭhāna Sutta” merujuk ke Sutta di DN 22 dan MN 10.

(2) Saya mengikuti nasihat yang diberikan dalam empat standar


agung, DN 16.4.8-11, yaitu hanya menggunakan sabda Buddha sebagai
otoritas tertinggi dalam menyelesaikan pokok-pokok kontroversi
dalam Dhamma. Untuk tujuan tulisan ini, saya mengambil bagian
Kanon Pāḷi sebagai sabda Buddha sendiri, yaitu: Dīgha Nikāya (DN),
Majjhima Nikāya (MN), Saṁyutta Nikāya (SN), dan Aṅguttara Nikāya (AN).

(3) Kapan pun kata samādhi muncul sendiri dalam sutta, kata ini
hampir selalu mengikutsertakan empat jhāna. Lebih lanjut, meski jenis
samādhi lainnya disebutkan dalam Kanon Pāḷi, sejauh ini jenis samādhi
yang paling umum adalah empat jhāna. Demikianlah, dalam tulisan
99 Satipaṭṭhāna dan Samādhi

ini, kapan pun saya menggunakan istilah samādhi, saya terutama


merujuk ke empat jhāna.

(4) Tiga syair empat baris pertama dalam Ānāpānasati Sutta biasanya
dipahami (termasuk juga oleh Kitab Komentar) sebagai praktik
samādhi. Lebih lanjut, sutta memuat frasa seperti ānāpānasati-samādhi,
“pengheningan melalui penyadaran napas”, misalnya di SN 54.7.

(5) Lihat MN 118.23-28.

(6) Evaṁ bhāvitā kho, bhikkhave, ānāpānassati evaṁ bahulīkatā cattāro


satipaṭṭhāne paripūreti. MN 118.28 Bergantung dari ketersediaan dan
kesesuaian, saya menggunakan terjemahan Bhikkhu Bodhi maupun
terjemahan saya sendiri.

(7) Katamañca, bhikkhave, anurakkhaṇāppadhānaṁ? Idha, bhikkhave,


bhikkhu uppannaṁ bhaddakaṁ samādhinimittaṁ anurakkhati
aṭṭhikasaññaṁ puḷavakasaññaṁ vinīlakasaññaṁ vicchiddakasaññaṁ
uddhumātakasaññaṁ. AN 4.14

(8) Iti ajjhattaṁ vā kāye kāyānupassī viharati, bahiddhā vā kāye


kāyānupassī viharati, ajjhattabahiddhā vā kāye kāyānupassī viharati. Iti
ajjhattaṁ vā vedanāsu vedanānupassī … citte cittānupassī … dhammesu
dhammānupassī viharati, bahiddhā vā dhammesu dhammānupassī viharati,
ajjhatta-bahiddhā vā dhammesu dhammānupassī viharati. MN 10.5
Dimasukkannya bagian pemunculan dan pelenyapan segera setelah
kutipan di atas mungkin dimaksudkan bahwa semua ini tentang
wawasan. Akan tetapi, kelihatannya bagian awal mengenai merenungi
secara internal dan eksternal bisa dilakukan secara terpisah dari
perenungan pemunculan dan pelenyapan, lihat misalnya DN 18.26.
100 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

(9) Idha bho bhikkhu ajjhattaṁ kāye kāyānupassī viharati ātāpī sampajāno
satimā vineyya loke abhijjhā domanassaṁ. Ajjhattaṁ kāye kāyānupassī …
vedanāsu vedanānupassī … citte cittānupassī … dhammesu dhammānupassī
viharanto tattha sammā samādhiyati sammā vippasīdati. DN 18.26 Terpusat
dengan benar, sammā-samādhiyati, merujuk ke berbagai jhāna.

(10) Penyadaran benar, sammā sati, selalu didefinisikan sebagai empat


satipaṭṭhāna; lihat misalnya SN 45.8.

(11) Sammā samādhi, pengheningan benar, selalu didefinisikan sebagai


empat jhāna, lihat misalnya SN 45.8.

(12) Yo ca sammā-vāyāmo yā ca sammā-sati yo ca sammā-samādhi, ime


dhammā samādhikkhandhe saṅgahitā; yā ca sammā-diṭṭhi yo ca sammā-
saṅkappo, ime dhammā paññākkhandhe saṅgahitā ti. MN 44.11

(13) Bahwa vipassanā dan kebijaksanaan itu terkait erat ditunjukkan


dengan naskah yang menyatakan bahwa vipassanā dikembangkan,
maka kebijaksanaan dikembangkan: Vipassanā, bhikkhave, bhāvitā
kamatthamanubhoti? AN 2.31

(14) Saya menggunakan “satipaṭṭhāna membawa menuju samādhi” dan


“satipaṭṭhāna adalah praktik samādhi” secara berpadanan.

(15) Cattāro satipaṭṭhāne samādhi-nimittā. MN 44.12

(16) Yā tesaṁyeva dhammānaṁ āsevanā bhāvanā bahulīkammaṁ, ayaṁ


ettha samādhibhāvanā. MN 44.12

(17) Yaitu: empat satipaṭṭhāna.


101 Satipaṭṭhāna dan Samādhi

(18) Kāye kāyānupassī … vedanāsu vedanānupassī … citte cittānupassī …


dhammesu dhammānupassī viharissāmi ātāpī sampajāno satimā vineyya
loke abhijjhā-domanassanti. Evañhi te, bhikkhu, sikkhitabbaṁ.

Yato kho te, bhikkhu, ayaṁ samādhi evaṁ bhāvito hoti bahulīkato, tato
tvaṁ, bhikkhu, imaṁ samādhiṁ savitakkasavicārampi bhāveyyāsi,
avitakkavicāramattampi bhāveyyāsi, avitakkaavicārampi bhāveyyāsi,
sappītikampi bhāveyyāsi, nippītikampi bhāveyyāsi, sātasahagatampi
bhāveyyāsi, upekkhāsahagatampi bhāveyyāsi. AN 8.63

(19) Berbagai sifat yang tercantum di bawah ini adalah ciri khas
berbagai jhāna, lihat misalnya MN 51.20-23. Samādhi dengan penerapan
awal dan sinambung adalah jhāna pertama. Samādhi tanpa penerapan
awal namun dengan penerapan sinambung jarang disebutkan dalam
sutta dan ini adalah keadaan di antara jhāna pertama dengan kedua.
Samādhi tanpa penerapan awal dan sinambung adalah jhāna kedua
atau di atasnya. Samādhi tanpa kegiuran merujuk ke jhāna ketiga dan
di atasnya, demikian juga dengan samādhi disertai kelegaan; kelegaan
(sāta) di sini adalah padanan kebahagiaan (sukha). Samādhi dengan
ketenangseimbangan merujuk ke jhāna keempat dan keadaan yang
melampauinya. Empat jhāna yang dimaksud di sini juga didukung
oleh Kitab Komentar; lihat Aṅguttara Nikāya Commentary vol.IV,
hal.142, l. 9-22.

(20) Evameva kho, bhikkhave, idhekacco bālo abyatto akusalo bhikkhu


kāye kāyānupassī viharati ātāpī sampajāno satimā, vineyya loke
abhijjhādomanassaṁ. Tassa kāye kāyānupassino viharato cittaṁ na
samādhiyati … vedanāsu … citte … dhammesu dhammānupassī viharati ātāpī
sampajāno satimā, vineyya loke abhijjhādomanassaṁ. Tassa dhammesu
dhammānupassino viharato cittaṁ na samādhiyati ….
Evameva kho, bhikkhave, idhekacco paṇḍito byatto kusalo bhikkhu
102 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

kāye kāyānupassī viharati ātāpī sampajāno satimā, vineyya loke


abhijjhādomanassaṁ. Tassa kāye kāyānupassino viharato cittaṁ
samādhiyati … vedanāsu … citte … dhammesu dhammānupassī viharati ātāpī
sampajāno satimā, vineyya loke abhijjhādomanassaṁ. Tassa dhammesu
dhammānupassino viharato cittaṁ samādhiyati ….

Sa kho so, bhikkhave, paṇḍito byatto kusalo bhikkhu lābhī ceva hoti diṭṭheva
dhamme sukhavihārānaṁ, lābhī hoti satisampajaññassa. SN 47.8

(21) Katamā ca, bhikkhave, samādhibhāvanā bhāvitā bahulīkatā


diṭṭhadhammasukhavihārāya saṁvattati? Idha, bhikkhave, bhikkhu
vivicceva kāmehi vivicca akusalehi dhammehi savitakkaṁ savicāraṁ
vivekajaṁ pītisukhaṁ paṭhamaṁ jhānaṁ upasampajja viharati.
Vitakkavicārānaṁ vūpasamā ajjhattaṁ sampasādanaṁ cetaso ekodibhāvaṁ
avitakkaṁ avicāraṁ samādhijaṁ pītisukhaṁ dutiyaṁ jhānaṁ upasampajja
viharati. Pītiyā ca virāgā upekkhako ca vihāsiṁ, sato ca sampajāno sukhañca
kāyena patisamvedeti; yaṁ taṁ ariyā ācikkhanti— ‘upekkhako satimā
sukhavihārī’ti tatiyaṁ jhānaṁ upasampajja viharati. Sukhassa ca pahānā
dukkhassa ca pahānā pubbeva somanassadomanassānaṁ atthaṅgamā
adukkhamasukhaṁ upekkhāsatipārisuddhiṁ catutthaṁ jhānaṁ
upasampajja viharati. Misalnya AN 4.41.

(22) Saddhassa hi, bhante, ariya-sāvakassa āraddha-vīriyassa


upaṭṭhitassatino etaṁ pāṭikaṅkhaṁ yaṁ vossagg’ārammaṇaṁ karitvā
labhissati samādhiṁ, labhissati cittassa ekaggataṁ. Yo hi’ssa, bhante,
samādhi tad-assa samādh’indriyaṁ. SN 48.50 Kemampuan sati biasanya
dipahami sebagai empat satipaṭṭhāna dan kemampuan samādhi sebagai
empat jhāna, lihat SN 48.8.

(23) Sammā-satissa sammā-samādhi pahotī ti. SN 45:1; dan juga AN 10.103,


AN 10.105, AN 10.121.
103 Satipaṭṭhāna dan Samādhi

(24) Cattāro me bhikkhave satipatthānā bhāvitā bahulīkatā ariyā niyyānikā


niyyanti takkarassa sammā-dukkhakkhayāya. SN 47.17; dan juga SN 47.11,
SN 47.27, SN 47.32, SN 47.34, SN 47.37, SN 47.38, SN 47.50.

(25) Yang saya maksud dengan wawasan mendalam adalah wawasan


terhadap lima khandha yang dipengaruhi oleh tiga ciri keberadaan;
yaitu wawasan yang mampu membangkitkan empat tataran
kecerahan.

(26) Sesungguhnya, vipassanā bukanlah kata yang sangat umum


ditemui dalam sutta, setidaknya tidak sesering satipaṭṭhāna dan
terutama jika dibandingkan dengan samādhi. Kata ini terutama
digunakan dalam konteks sebagai berikut.

I. Penggunaannya yang paling sering, sejauh ini,


adalah sebagai pasangan dengan kata samatha. Dalam
penggunaan ini, makna vipassanā kelihatannya memiliki
kisaran makna yang luas dan tak pernah secara khusus
terkait dengan satipaṭṭhāna. Lihat DN 33.1.9, DN 34.1.3,
MN 73.18f, MN 149.10, MN 151.19f, SN 35.245, SN 41.6, SN
43.2, SN 45.159, AN 2.31, AN 2.172, AN 2.310, dan AN 4.254.
Dalam beberapa kesempatan, kata samatha dan vipassanā
membentuk pasangan bersama dengan daftar sifat-sifat
batin yang lebih panjang, misalnya pada MN 43.14 dan AN
4.147.

II. Vipassanā kadang dipakai dalam ungkapan vipassanāya


samannāgato, “memiliki wawasan”. Sekali lagi, ini tidak
secara langsung terkait dengan satipaṭṭhāna. Lihat MN 6,
MN 32.5, dan AN 10.71.
104 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

III. Dalam beberapa kesempatan, vipassanā muncul di


luar konteks ini. Pada AN 2.31, kebijaksanaan dikatakan
dikembangkan melalui mengembangkan vipassanā; pada
SN 43.12, di antara sejumlah besar sifat batin lainnya,
vipassanā dikatakan membawa menuju keterbebasan dari
fenomena tersusun; pada AN 4.170 vipassanā dikatakan
untuk dikembangkan sebelum, setelah, dan bersama
dengan samatha.

IV. Vipassanā juga ditemukan dalam beberapa bentuk


gabungan atau majemuk. Pada AN 4.92-94, AN 9.4, dan
AN 10.54 kita menemukan bahwa bentuk gabungan kata
adhipaññā-dhamma-vipassanāya, “wawasan terhadap hal-
hal yang terkait dengan kebijaksanaan yang lebih tinggi”,
dan pada MN 111 anupada-dhamma-vipassanā, “wawasan
selangkah demi selangkah terhadap fenomena”.

V. Lalu yang terakhir, kadang kita menemukan bentuk


kata kerjanya, vipassati, misalnya di DN 32.3 serta MN
131-134.

Dalam semua pemunculan kata di atas tidak ada kaitan langsung


antara vipassanā dengan satipaṭṭhāna.

(27) Etha tumhe, āvuso, kāye kāyānupassino viharatha ātāpino sampajānā


ekodibhūtā vippasannacittā samāhitā ekaggacittā, kāyassa yathābhūtaṁ
ñāṇāya; vedanāsu … citte … dhammesu dhammānupassino viharatha ātāpino
sampajānā ekodibhūtā vippasannacittā samāhitā ekaggacittā, dhammānaṁ
yathābhūtaṁ ñāṇāya. SN 47.4

(28) I. Berbagai istilah yang menandakan samādhi adalah kata sifat dari
105 Satipaṭṭhāna dan Samādhi

kāyānupassino. Makna hal ini adalah karena itu seorang mesti berdiam
merenungi tubuh (dan seterusnya) setelah kualitas ini, yaitu samādhi,
ditegakkan.

II. Bahwasanya satipaṭṭhāna sebagai praktik wawasan mendalam


hanya dimulai setelah samādhi diraih tidaklah mengejutkan. Dalam
sutta, samādhi senantiasa menjadi syarat bagi munculnya yathā-bhūta-
ñāṇa-dassana, misalnya: sammā samādhimhi asati sammā samādhi-
vipannassa hat’ūpanisaṁ hoti yathā-bhūta-ñāṇa-dassanaṁ, “Ketika
samādhi benar tidak ada, bagi orang yang gagal dalam samādhi benar,
maka hancurlah penyebab munculnya pengetahuan dan pandangan
segalanya sebagaimana adanya;” AN 10.3. Lihat juga AN 10.103, AN
10.105, dan AN 10.121.

Hubungan antara samādhi dengan yathā-bhūta-ñāṇa-dassana ini


juga bisa menjelaskan mengapa ada hubungan langsung antara
satipaṭṭhāna dengan wawasan yang jarang sekali diungkapkan
dalam sutta. Kelihatannya mungkin bahwa yathā-bhūta-ñāṇa-dassana
pasca-samādhi digunakan sebagai pengganti satipaṭṭhāna, sehingga
menunjukkan dengan lebih tepat apa yang terjadi pada tahap ini. Di
tempat lainnya, misalnya MN 117.34, sammā ñāṇa digunakan dengan
cara yang sama. Sehingga yathā-bhūta-ñāṇa-dassana bisa dianggap
sebagai sub-kelompok dan aspek khusus dari satipaṭṭhāna.

MN 64.9-16 memberikan contoh yang jelas mengenai praktik


wawasan seperti apa yang muncul setelah samādhi: setelah muncul
dari jhāna kita merenungi mereka sebagai yang terdampak oleh tiga
ciri keberadaan. Meski satipaṭṭhāna tak pernah disebutkan, praktik ini
agaknya persis berada dalam cittānupassanā, “perenungan batin”.

(29) Juga harus dicatat bahwa meski penekanan satipaṭṭhāna ada di


106 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

vipassanā pada tahap ini, namun ini tidak mengesampingkan bahwa


satipaṭṭhāna juga bermanfaat untuk pengembangan samādhi lebih
lanjut. Dan makin dalam samādhi, makin kuat praktik vipassanā
selanjutnya.

(30) Yaitu bahwa samādhi adalah prasyarat bagi wawasan mendalam.


Lihat bagian Kesimpulan.

(31) Yaitu lima khandha, uraian standar dalam sutta tentang makhluk
hidup.

(32) Evameva kho, aggivessana, ariyasāvakassa ime cattāro satipaṭṭhānā


cetaso upanibandhanā honti gehasitānañceva sīlānaṁ abhinimmadanāya
gehasitānañceva sarasaṅkappānaṁ abhinimmadanāya gehasitānañceva
darathakilamathapariḷāhānaṁ abhinimmadanāya ñāyassa adhigamāya
nibbānassa sacchikiriyāya.
Tamenaṁ tathāgato uttariṁ vineti—“ehi tvaṁ, bhikkhu, kāye kāyānupassī
viharāhi, mā ca kāmūpasaṁhitaṁ vitakkaṁ vitakkesi. Vedanāsu … citte …
dhammesu dhammānupassī viharāhi, mā ca kāmūpasaṁhitaṁ vitakkaṁ
vitakkesi.” MN 125.23-24 dibaca sebagai kāmūpasaṁhitaṁ alih-alih
kāyūpasaṁhitaṁ lihat Middle Length Discourses of the Buddha, catatan
1177. SN 47.10 juga menampilkan pemisahan yang serupa antara
satipaṭṭhāna sebelum dan setelah samādhi.

(33) Kelihatannya “kesedihan, kelelahan, dan hasrat berdasarkan


kehidupan berumah tangga” merujuk pada lima rintangan batin,
terutama keinginan indriawi. Naskah yang ini, akan tetapi,
menunjukkan secara khusus bahwa lima rintangan batin sudah
disingkirkan. Untuk memahami kontradiksi nyata ini, kita perlu
menilik naskah pararel MN 125 yang ditemukan dalam Madhyama
Āgama, terjemahan bahasa Mandarin, MĀ 198. Naskah paralel ini
107 Satipaṭṭhāna dan Samādhi

sesungguhnya tidak memasukkan lima rintangan batin pada tahap ini.


Bhikkhu Anālayo berpendapat dengan meyakinkan bahwa beberapa
unsur versi Pāḷi, termasuk lima rintangan batin, adalah unsur
kesalahan dan penambahan naskah yang aslinya tidak ada. (Lihat
A Comparative Study of the Majjhima-nikāya karya Bhikkhu Anālayo,
Taipei, 2011, hal.719.)

Ada juga naskah lainnya di mana praktik satipaṭṭhāna ditunjukkan


untuk menyingkirkan (aspek lebih halus dari) rintangan batin:

I. “Demikian pula, para bhikkhu, di sini beberapa bhikkhu yang


bijaksana, terampil, piawai merenungi aspek tubuh … perasaan …
batin … fenomena, dengan penuh semangat, dengan pemahaman
jernih, penyadaran, setelah menyingkirkan nafsu dan niat buruk
terhadap dunia. Selagi ia merenungi aspek fenomena, batinnya
menjadi terpusat, kotoran batinnya ditinggalkan.” Evameva kho,
bhikkhave, idhekacco paṇḍito byatto kusalo bhikkhu kāye kāyānupassī
viharati … vedanāsu vedanānupassī viharati … citte cittānupassī viharati …
dhammesu dhammānupassī viharati ātāpī sampajāno satimā, vineyya loke
abhijjhādomanassaṁ. Tassa dhammesu dhammānupassino viharato cittaṁ
samādhiyati, upakkilesā pahīyanti. SN 47.8

Upakkilesa digunakan di tempat lain untuk merujuk aspek rintangan


batin yang lebih halus, misalnya pada Upakkilesa Sutta, MN 128.

II. “Demikian pula, Ānanda, ketika seorang bhikkhu merenungi aspek


tubuh … perasaan … batin … fenomena, ia menggilas rata kualitas batin
yang buruk, yang tidak piawai.” Evameva kho, ānanda, bhikkhu kāye …
vedanāsu … citte … dhammesu dhammānupassī viharantopi upahanateva
pāpake akusale dhamme. SN 54.10
108 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

III. “Para bhikkhu, empat satipaṭṭhāna sejarusnya dikembangkan


untuk meninggalkan lima rintangan batin ini.” Imesaṁ kho, bhikkhave,
pañcannaṁ nīvaraṇānaṁ pahānāya ime cattāro satipaṭṭhānā bhāvetabbā.
AN 9.64

(34) Perhatikan bahwa penggambaran satipaṭṭhāna di sini (pada


tataran kedua) mirip sekali dengan kutipan sutta pada catatan 27 di
atas (dan bagian selanjutnya dalam naskah utamanya). Dalam naskah
saat ini, alih-alih istilah ātāpī, sampajāno, satimā, vineyya loke abhijjhā-
domanassaṁ yang ditemukan dalam rumusan satipaṭṭhāna yang
biasa, kita menemukan mā ca kāmūpasaṁhitaṁ vitakkaṁ vitakkesi. Ini
menandakan bahwa nafsu indra telah ditinggalkan melalui samādhi.

Sama pula, dalam naskah pada catatan 27, satimā vineyya loke abhijjhā-
domanassaṁ telah digantikan dengan serangkaian istilah yang
mencirikan samādhi. Karena itu, tampaknya mungkin bahwa kedua
kutipan naskah ini merujuk ke jenis satipaṭṭhāna setelah samadhi yang
sama. Juga ada dalam kutipan naskah ini, tidak ada tulisan berikutnya
mengenai jhāna, dan latihan langsung menuju jhāna kedua. Ini
menyiratkan bahwa jhāna pertama di sini dimasukkan dalam praktik
satipaṭṭhāna. Sekali lagi, ini merujuk ke satipaṭṭhāna setelah samadhi.

(35) Sammā samādhimhi sati sammā samādhi-sampannassa upanisa-


sampannaṁ hoti yathā-bhūta-ñāṇa-dassanaṁ. Lihat juga misalnya AN
10.3. Hubungan antara samādhi dan yathā-bhūta-ñāṇa-dassana ini
ditemukan di banyak tempat dalam sutta. Lihat juga catatan 28.
109 MURNIKAN BATINMU SENDIRI

E-book ini terbit berkat


kedermawanan Anda.
Donasi bisa disalurkan ke

4900333833
YAYASAN EHIPASSIKO

085888503388
ehipassikofoundation
www.ehipassiko.or.id

Buku Dharma | Beasiswa | Cancer Care


Abdi Desa | Bakti Sosial Lintas Agama

Anda mungkin juga menyukai