1. Pendahuluan 1
2. Empat Kebenaran Arya 5
3. Pemutaran Perdana Roda Dharma 7
4. Kebenaran Arya tentang Penderitaan 11
4.1. Enam Pintu Pencemaran 12
4.2. Lima Skandha 19
4.3. Empat Karakteristik Penderitaan Sejati 22
4.4. Empat Pandangan Salah 26
4.5. Tubuh sebagai Barang Pinjaman 28
a. Bagaimana Kita Dilahirkan dan Akhirnya
Menderita 30
b. Pembebasan dapat Diraih Sekarang Juga 32
c. Menuju Pembebasan 35
d. Mengatasi Kemelekatan pada Kehidupan
Saat Ini 38
e. Merenungkan Kematian 40
f. Penderitaan Samsara 48
5. Kebenaran Arya tentang Asal-mula Penderitaan 67
5.1. Empat Karakteristik Asal-mula 68
5.2. Empat Pandangan Salah 69
6. Karma dan Klesha I 73
7. Karma dan Klesha II 83
8. Kebenaran Arya tentang Penghentian Penderitaan 95
8.1. Empat Karakteristik Penghentian pada Kehidupan
Saat Ini 97
8.2. Empat Pandangan Salah 98
9. Kebenaran Arya tentang Jalan Menuju Penghentian
Penderitaan 101
9.1. Empat Karakteristik Jalan Menuju Penghentian
Sejati 101
10.Mempraktikkan Kebenaran Arya 103
v
semua suka dan duka yang kita alami di dunia. Lebih lanjut, kalau
kita tidak segera menyadari ilusi dan ketidakkekalan yang menjadi
aspek utama dari fenomena duniawi yang selama ini kita alami,
maka diajarkan bahwa kita tidak akan pernah dapat mencapai
kondisi pembebasan penuh. Malah sebaliknya, kita akan terus-
menerus lahir dan mati, terlempar dari satu kehidupan ke
kehidupan lainnya dalam lingkaran samsara yang tak berujung-
pangkal.
Sebagai ajaran pertama yang dibabarkan oleh Sang Buddha,
kiranya tidak perlu diragukan lagi arti penting dari 4 Kebenaran
Arya bagi umat Buddhis mana pun yang ingin mengikuti teladan
Sang Buddha di sepanjang jalan spiritual. Untuk alasan inilah
Penerbit Saraswati menerbitkan transkrip edisi kali ini, tentunya
disertai harapan agar semua makhluk hidup bisa semakin
mendalami Dharma dan meraih kebahagiaan sejati karenanya.
vi
TRANSKRIP AJARAN
Secara harfiah, “transkrip” artinya salinan kata per kata dari
sebuah tuturan lisan yang disampaikan oleh seseorang atau lebih.
Transkrip ajaran artinya salinan kata per kata yang disampaikan
oleh seorang guru pada suatu sesi ajaran tertentu.
Karya tulis atau literatur beraliran transkrip dalam tradisi
Tibet disebut sintri (zin bris) yakni transkripsi berdasarkan
ingatan. Dahulu kala, seorang murid akan mendengarkan ajaran
gurunya dengan penuh perhatian dan setelah itu sang murid
akan menuliskan kembali apa yang telah didengarnya. Kitab suci
buddhis Tripitaka adalah transkrip yang disusun oleh murid-murid
Sang Buddha berdasarkan kekuatan ingatan.
Referensi transkrip paling penting di abad ke-20 adalah
transkrip yang disusun oleh Kyabje Trijang Rinpoche berdasarkan
ingatan Beliau dari sesi ajaran yang disampaikan oleh Pabongka
Rinpoche. Transkrip asli berbahasa Tibet ini yang kemudian
diterbitkan menjadi tiga jilid literatur legendaris berjudul Liberation
in Our Hands.
Di zaman modern, para murid menyimpan dan
mempertahankan ajaran-ajaran lisan yang disampaikan oleh
seorang guru dalam bentuk rekaman audio. Materi rekaman audio
ini kemudian diolah menjadi teks tertulis yang dikenal sebagai
buku transkrip.
Cara membaca buku transkrip berbeda dengan cara
membaca buku pada umumnya. Membaca buku transkrip
haruslah didukung oleh keyakinan disertai tambahan rujukan
teks akar dan teks-teks pendukung lainnya. Membaca buku
vii
transkrip bisa diibaratkan mendengarkan ajaran secara langsung.
Ketika membaca buku transkrip, kita harus menerapkan teknik
mendengarkan ajaran Lamrim, yaitu menghindari tiga kesalahan
sebuah bejana dan menerapkan enam ingatan. Dengan demikian,
barulah aktivitas membaca buku transkrip menjadi benar-benar
efektif dan memberikan manfaat.
viii
BIOGRAFI SINGKAT
DAGPO RINPOCHE
Dagpo Rinpoche, juga dikenal dengan nama Bamchoe
Rinpoche, lahir pada tahun 1932 di distrik Konpo, sebelah
tenggara Tibet. Pada usia 2 tahun, beliau dikenali oleh Dalai Lama
ke-13 sebagai reinkarnasi dari Dagpo Lama Rinpoche Jhampel
Lhundrup. Ketika berusia 6 tahun, beliau memasuki Biara
Bamchoe, dekat distrik Dagpo. Di sana, beliau belajar membaca
dan menulis, juga mulai mempelajari dasar-dasar sutra dan tantra.
Pada usia 13 tahun, beliau memasuki Biara Dagpo Shedrup Ling
untuk mempelajari 5 Topik Utama filsafat Buddhis, yaitu: Logika,
Paramita, Madhyamika, Abhidharma, dan Winaya.
Setelah belajar selama 11 tahun di Dagpo Shedrup Ling,
beliau melanjutkan studinya di Biara Universitas Drepung. Biara
ini terletak di dekat kota Lhasa. Beliau belajar di salah satu dari
4 kolese dalam biara ini, yaitu Gomang Dratsang. Di sana, beliau
memperdalam pengetahuan tentang filsafat Buddhis, khususnya
yang berdasarkan buku ajar Gomang Dratsang, yaitu komentar
filosofis dari Jamyang Shepa. Selama tinggal di Gomang Dratsang
(dan kemudian juga ketika berada di pengasingan), beliau belajar
di bawah bimbingan guru dari Mongolia yang termasyhur, Geshe
Gomang Khenzur Ngawang Nyima Rinpoche. Karena tempat
belajar beliau tak jauh dari Lhasa selaku ibukota Tibet, beliau juga
berkesempatan untuk menghadiri banyak pengajaran Dharma
dan menerima banyak transmisi lisan dari beberapa guru yang
berbeda. Oleh karena itu, Dagpo Rinpoche adalah salah satu dari
sedikit guru pemegang banyak silsilah ajaran Buddha.
xi
Selama ini, Dagpo Rinpoche, yang bernama lengkap Dagpo
Lama Rinpoche Lobsang Jhampel Jhampa Gyatso, telah belajar
dari 34 guru, khususnya dari 2 pembimbing utama Dalai Lama
ke-1–Kyabje Ling Rinpoche dan Kyabje Trijang Rinpoche–dan juga
dari Dalai Lama ke-14 sendiri. Di bawah bimbingan mereka, beliau
mempelajari 5 Topik Utama dan tantra (beliau telah menerima
banyak inisiasi dan menjalani retret). Selain filsafat Buddhis, beliau
juga menekuni astrologi, puisi, tata bahasa, dan sejarah.
Beliau belajar di Gomang Dratsang sampai invasi komunis
ke Tibet tahun 1959. Pada tahun itu, di usia 27 tahun, beliau
menyusul Dalai Lama ke-14 dan guru-guru Buddhis lainnya
menuju pengasingan di India. Tak lama setelah ketibaannya di
India, beliau diundang ke Perancis untuk membantu para Tibetolog
Perancis dalam penelitian mereka tentang agama dan budaya
Tibet. Para ilmuwan ini tertarik untuk mengundang beliau karena
intelektualitas serta pemikiran beliau yang terbuka. Dengan nasihat
dan berkah dari para gurunya, beliau pun memenuhi undangan
tersebut dan mendapat beasiswa Rockefeller. Beliau adalah guru
Tibet pertama yang tiba di Perancis. Di sana, beliau mengajar
bahasa dan budaya Tibet selama 30 tahun di School of Oriental
Studies, Paris. Setelah pensiun, beliau tetap melanjutkan studi dan
riset pribadinya. Beliau telah banyak membantu menyusun buku-
buku tentang Tibet dan Buddhisme, juga berpartisipasi dalam
berbagai program di televisi dan radio.
Setelah mempelajari bahasa Perancis dan Inggris serta
menyerap pola pikir orang Barat, pada tahun 1978 beliau akhimya
bersedia untuk mulai mengajar Dharma mulia dari Buddha
Shakyamuni. Pada tahun itu, beliau mendirikan pusat Dharma
yang bernama Institut Ganden Ling di Veneux-Les Sablons,
Perancis. Di sana, beliau memberi pelajaran tentang Buddhisme,
doa, serta meditasi. Sejak tahun 1978 hingga sekarang, beliau
telah banyak mengunjungi berbagai negara, di antaranya Italia,
xii
Belanda, Jerman, Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
Beliau mulai mengunjungi Indonesia pada tahun 1988.
Sejak saat itu, setiap tahun beliau secara rutin datang ke Indonesia
untuk membabarkan Dharma, memberikan transmisi ajaran
Buddha (khususnya ajaran Lamrim atau Tahapan Jalan menuju
Pencerahan), dan memberikan beberapa inisiasi serta berkah.
xiii
perjalanan laut dari India selama 13 bulan semata-mata untuk
bertemu dengan Serlingpa di Indonesia dan mendapatkan
instruksi tentang bodhicita dari beliau. Serlingpa memberikan
transmisi ajaran yang berasal dari Manjushri, yaitu "Menukar Diri
dengan Makhluk Lain." Setelah belajar dari Serlingpa, Atisha
kembali ke India dan kemudian diundang ke Tibet. Di sana,
Atisha memainkan peranan yang sangat penting untuk membawa
pembaharuan bagi ajaran Buddha. Atisha menjadi salah satu
mahaguru yang sangat dihormati dalam Buddhisme Tibet.
Kedua guru besar ini kelak akan bertemu kembali di masa depan
dalam hubungan guru-murid yang sama, yaitu ketika Atisha
terlahir kembali sebagai Pabongkha Rinpoche dan menerima
ajaran tentang bodhicita dari Dagpo Lama Rinpoche Jhampel
Lhundrup. Dagpo Lama Rinpoche Jhampel Lhundrup sendiri
berperan penting dalam menghidupkan kembali ajaran Lamrim di
bagian selatan Tibet. Beliau sangat terkenal karena penjelasannya
yang gamblang tentang Lamrim dan realisasinya akan bodhicita.
Banyak guru Lamrim pada masa itu yang mendapatkan transmisi
dan penjelasan Lamrim dari beliau sehingga akhirnya meraih
realisasi atas ajaran Lamrim.
Silsilah reinkarnasi Dagpo Rinpoche yang lain adalah
sebagai berikut. Pada masa Buddha terdahulu, beliau pernah lahir
sebagai Bodhisatwa Taktunu, yang rela menjual dagingnya sendiri
untuk memberi persembahan kepada gurunya. Selain itu, yogi
India bernama Wirupa dan cendekiawan bernama Gunaprabha
juga diyakini sebagai inkarnasi dari Dagpo Rinpoche.
Di Tibet sendiri, guru-guru yang termasuk ke dalam silsilah
reinkarnasi Dagpo Rinpoche adalah Marpa Lotsawa Sang
Penerjemah, sang pendiri mazhab Kagyu. Beliau terkenal sebagai
guru yang membimbing Jetsun Milarepa mencapai pencerahan
dengan latihan yang sangat keras. Selain itu, juga ada Londroel
Lama Rinpoche, guru meditasi dan cendekiawan penting pada
xiv
abad ke-18 yang merupakan siswa dari Dalai Lama ke-7. Seperti
Milarepa, Londroel Rinpoche juga mempunyai masa muda yang
sulit sebelum akhirnya menjadi salah satu guru terkemuka yang
menyusun risalah Buddhis sebanyak 23 jilid. Sejumlah kepala
biara Dagpo Shedrup Ling juga termasuk ke dalam silsilah
reinkarnasi Dagpo Rinpoche.
xv
1
PENDAHULUAN
A
da 3 kategori utama dari cara berpikir yang kita miliki.
Salah satu dari kategori ini dikenal dengan istilah klesha–
faktor mental pengganggu yang secara langsung menyakiti
kita. Mengapa demikian? Karena mereka menyebabkan kita
menghasilkan banyak karma buruk yang akan menuntun kita
menuju penderitaan. Untungnya, mereka tidak bangkit dalam diri
kita terusmenerus, namun hanya hadir sewaktu-waktu.
Kategori kedua adalah faktor mental bajik, yakni pikiran bajik
yang kadang-kadang timbul dalam diri kita setelah dibangkitkan
dengan upaya. Kadang kala, dengan kekuatan dari jejak karma
baik kita, pikiran bajik bangkit secara spontan dalam kondisi
tertentu. Jadi, dengan kekuatan kebajikan kita, berikut kekuatan
dan berkah dari guru dan Buddha, pikiran seperti ini bisa tertanam
di dalam diri kita sewaktu-waktu.
Kategori ketiga adalah cara berpikir yang sifat alaminya
kurang lebih netral, contohnya, pikiran yang berhubungan
dengan pekerjaan kita, kegiatan kita, apa yang terjadi di negara
kita, ini dan itu; pikiran-pikiran macam ini jamaknya akan bersifat
netral. Klesha yang tidak terlalu kasar, seperti ketertarikan dan
kegirangan, juga termasuk ke dalam kategori ini. Meski netral,
kategori ketiga bisa dikatakan berbahaya, karena ia tanpa kita
sadari akan memakan banyak waktu kita.
1
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
2
Pendahuluan
3
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
4
2
EMPAT KEBENARAN ARYA
A
da 2 pendekatan dalam membahas topik Empat
Kebenaran Arya. Yang pertama adalah murni
mempraktikkannya, dalam artian menghabiskan banyak
waktu untuk merenungi masing-masing poin dari Empat
Kebenaran Aryadan kemudian memeditasikannya.Yang kedua
adalah mempelajarinya.
Setelah mencapai pencerahan, Buddha mengajar selama 45
tahun. Dari 84 ribu aspek Dharma yang beliau babarkan, Empat
Kebenaran Arya merupakan salah satu topik yang terpenting. Salah
satu alasannya adalah karena inilah ajaran pertama dari Buddha
setelah beliau mencapai pencerahan; inilah ajaran pertama yang
dibabarkan ketika beliau pertama kali memutar roda Dharma.
Kita tahu bahwa setelah Siddhartha menjadi Buddha,
selama 49 hari beliau sama sekali tak mengajar. Namun, meski tak
mengajar, Buddha tak menghabiskan waktunya dengan berlibur
atau nongkrong. Tujuan Buddha menunda pengajaran adalah
untuk menekankan nilai agung dari Dharma, yang terdiri dari 5
karakteristik: mendalam, memiliki sifat damai, bebas dari eksistensi
inheren, memiliki pandangan yang jernih, dan tidak majemuk.
Dengan kata lain, semua ini adalah karakteristik dari kesunyataan,
batin yang memahami kesunyataan. Beliau merenung, "Ajaran
ini sangat mendalam. Siapa yang sanggup memahaminya? Oleh
5
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
karena itu, aku akan tetap diam dan bersemayam dengan tenang
di dalam hutan." Beliau menyamakan ajaran Dharma yang murni
ini dengan amerta. Dalam bahasa Tibet, istilah untuk amerta
adalah dütsi, yang bermakna sesuatu yang mengatasi 4 jenis
mara. Guru-guru di masa lampau menjelaskan istilah dütsi dalam
3 aspek berbeda: amerta obat yang menyembuhkan penyakit,
amerta umur panjang yang mengatasi kematian, dan amerta
kebijaksanaan unggul yang mengatasi klesha.
Dütsi berakar dari istilah Sanskerta, yakni amerta. ‘Merta’
artinya ‘kematian,’ dan 'a' adalah awalan yang bermakna ‘tidak’;
jadi, istilah ‘amerta’ bermakna ‘keabadian’ atau ‘takkan mati.’
Dalam bahasa Tibet, istilah ini diterjemahkan menjadi dütsi. Dü
merujuk keempat jenis mara, yaitu: mara skandha, mara Raja
Kematian (kematian dan ketidakkekalan), mara klesha, dan mara
Putra Dewa (kemelekatan pada kesenangan duniawi). Jadi, ketika
kita membicarakan mara, jangan membayangkan bahwa ia adalah
sosok menakutkan dengan nyala api yang keluar dari tubuhnya.
Definisi mara lebih luas daripada itu. Suku kata kedua, tsi, secara
harfiah bermakna mengatasi atau menghancurkan. Jadi, dütsi
bermakna penghancur 4 jenis mara.
6
3
PEMUTARAN PERDANA
RODA DHARMA
M
elihat bahwa Buddha tak kunjung mengajar, Dewa
Brahma, sang penguasa ketiga alam, mempersembahkan
roda emas dengan seribu jeruji kepada Buddha seraya
memohon agar beliau berkenan memutar roda Dharma. Buddha
mengiyakan permohonan ini dan segera meninggalkan Bodhgaya.
Beliau berangkat ke Varanasi untuk memutar roda Dharma. Di
sana, di sebuah tempat bernama Taman Rusa yang berlokasi di
Sarnath, beliau memutar roda Dharma untuk pertama kalinya.
Hadirin yang menerima ajaran perdana Buddha terdiri
dari 5 manusia (para petapa yang dulunya adalah rekan
Buddha dalam praktik menyiksa diri) dan 84 ribu dewa. Ketika
pertama kali mengajar, Buddha mengatakan: "Inilah kebenaran
Arya tentang penderitaan; inilah kebenaran Arya tentang asal-
mula penderitaan; inilah kebenaran Arya tentang penghentian
penderitaan; inilah kebenaran Arya tentang jalan menuju
penghentian penderitaan."
Ketika Buddha selesai membabarkan 4 baris kalimat ini, yang
paling senior dari 5 petapa, Kondanna, segera mencapai marga
penglihatan; dengan kata lain, ia merealisasikan ke-tanpaaku-
an atau kesunyataan secara langsung. Empat petapa lainnya
mencapai tahap akhir dari marga persiapan yang disebut ‘Dharma
yang unggul.’ Untuk mendorong mereka agar segera memasuki
7
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
8
Pemutaran Perdana Roda Dharma
9
10
4
KEBENARAN ARYA
TENTANG PENDERITAAN
J
adi, apa yang bisa kita simpulkan sejauh ini? Menekankan
Empat Kebenaran Arya sebagai ajaran pertama tak berarti
bahwa topik seperti Segel Agung dan kesunyataan tak perlu
dipelajari; alih-alih, maksudnya adalah kita belum siap untuk
mempraktikkan ajaran-ajaran tingkat tinggi ini sehingga lebih baik
bila memulai dari awal. Jika kita tak dapat mengenali bahwa kita
saat ini menderita, kita takkan memperoleh hasil dari praktik apa
pun yang kita lakukan. Inilah sebabnya kalimat pertama Buddha
adalah: "Inilah kebenaran Arya tentang penderitaan."
Definisi dari kebenaran Arya yang pertama bergantung pada
tafsir kita atasnya. Ia dapat diterjemahkan sebagai ‘kebenaran
ihwal penderitaan’ atau ‘penderitaan sejati.’ Saya telah meninjau
kedua terjemahan ini dan saya tak yakin mana yang terbaik, tetapi
di sini saya akan memilih yang terakhir karena lebih mudah untuk
dimengerti saat ini.
Penderitaan sejati diartikan sebagai akibat tercemar yang
utamanya dihasilkan dari sebabnya, yaitu asal-mula penderitaan
sejati. Untuk memahami penderitaan sejati, kita harus benar-benar
memahami asalmula penderitaan sejati, karena penderitaan sejati
dihasilkan oleh sebabnya, yaitu asal-mula penderitaan sejati. Asal-
mula penderitaan sejati adalah karma dan klesha yang tercemar. Jadi,
penderitaan sejati disebabkan oleh karma atau klesha yang tercemar.
Istilah lain untuk penderitaan sejati adalah ‘fenomena
11
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
komposit’ atau ‘fenomena tak kekal,’ dan kedua istilah ini pada
gilirannya juga bisa dirujuk sebagai ‘akibat.’ Karena penderitaan
sejati selalu merupakan fenomena komposit–dan sebaliknya, tak
ada fenomena non-komposit yang merupakan penderitaan sejati–
inilah alasan kenapa istilah ‘akibat’ digunakan di sini; akibat
adalah fenomena yang tak kekal dan komposit, jadi penderitaan
sejati adalah akibat-akibat yang dihasilkan oleh asal-mulanya
yang sejati–karma dan klesha.
Ada lagi istilah lain yang digunakan di sini, yaitu ‘yang
tercemar’ atau ‘pencemaran.’ Istilah ini berasal dari kata Tibet,
sak cheh. Dalam konteks ini, sak cheh akan ditafsirkan menurut
Abhidharmakosha1, atau menurut Abhidharmasamuccaya2
karangan Arya Asanga (yang merupakan aliran filsafat
Abhidharma3 yang lebih tinggi). Secara umum, ketika Lamrim
menjelaskan Empat Kebenaran Arya, biasanya topik ini lebih sering
dijelaskan menurut Abhidharmasamuccaya, meskipun penjelasan
dalam kedua teks kurang lebih sama dan tak mengandung
perbedaan berarti. Dalam Abhidharmasamuccaya, Arya Asanga
menjelaskan sak cheh atau pencemaran dalam 6 cara berbeda.
Kita bisa menamainya Enam Pintu Pencemaran, yang terdiri dari:
1] tercemar secara alami; 2] pencemaran karena pertautan; 3]
terikat oleh pencemaran; 4] tercemar oleh pertautan selanjutnya;
5] selaras dengan pencemaran; 6] muncul dari pencemaran.
1
Secara harfiah bermakna: Harta Karun Abhidharma.
2
Secara harfiah bermakna: Ikhtisar Abhidharma.
3
Secara harfiah bermakna: Pengetahuan yang lebih tinggi.
12
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
13
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
14
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
15
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
16
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
17
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
yang berkaitan dengan indra. Salah satu dari 6 indra harus hadir
agar kesadaran persepsi terjadi, dan ia juga bisa dicemari oleh
klesha. Misalnya, dalam kasus kemelekatan, ketika kita berpikir
tentang objek kemelekatan, kita memikirkan sesuatu yang akan
membangkitkan kemelekatan dalam batin kita. Sebelum kita
memersepsikan objek yang menimbulkan kemelekatan, ada
suatu sebab atau kondisi dominan, yakni indra yang mencerap
objek. Melalui indra, klesha pun terkondisikan untuk muncul.
Pengondisian inilah yang disebut sebagai pencemaran karena
pertautan. Singkatnya, pencemaran karena pertautan bisa
terjadi dalam 2 cara: klesha yang didampingi oleh faktor mental
lain dan batin utama, dan munculnya kondisi dominan (indra)
yang mengondisikan kemunculan klesha.
Penderitaan sejati terdiri dari 2 jenis: penderitaan dalam
dan luar. Penderitaan dalam berkaitan dengan 5 skandha
tercemar yang merupakan akibat yang matang sepenuhnya.
Penderitaan luar adalah akibat yang mempengaruhi lingkungan.
Apa maksudnya? Hal ini berkaitan dengan dunia tercemar tempat
kita tinggal. Cara lain untuk menjelaskan penderitaan sejati
adalah melalui hakikatnya. Hal ini merujuk pada penderitaan
akibat penderitaan, penderitaan akibat perubahan, dan
penderitaan akibat keberadaan yang berkondisi (penderitaan
laten). Istilah penderitaan sejati meliputi akibat apapun, semua
fenomena tak kekal yang dihasilkan oleh karma dan klesha yang
merupakan asal-mula penderitaan sejati. Jadi, ia tak hanya
meliputi skandha tercemar, tapi juga akibat lingkungan dari
dunia tercemar tempat kita tinggal.
Ketika Buddha pertama kali mengajar, beliau berkata,
"lnilah kebenaran Arya tentang penderitaan." Kata "inilah"
merujuk pada skandha tercemar yang didapatkan dan lingkungan
tempat kita tinggal. Meskipun lingkungan tempat kita tinggal
adalah suatu penderitaan sejati, namun ia bersifat sekunder.
18
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
Lima Skandha
Ada 5 skandha yang kita miliki. Mereka adalah:
1. Bentuk (rupa): skandha ini merujuk ke tubuh fisik kita.
19
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
20
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
21
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
22
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
23
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
24
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
25
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
26
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
Namun tetap saja, kita melihat tubuh kita sebagai sesuatu yang
bersih dan menarik. Bagaimana dengan skandha kita yang lain?
Mari kita lihat ke dalam batin kita. Dapatkah kita mengatakan
bahwa pemikiran kita sepenuhnya bersih? Akan sangat sulit untuk
mengakuinya. Di dalam batin, kita memiliki 6 klesha akar dan 20
klesha tambahan. Ini, sekali lagi, sama sekali tak menarik.
Pandangan salah yang kedua menganggap skandha adalah
sumber kebahagiaan. Kadang-kadang, memang bisa muncul
perasaan bahwa samsara tidaklah seburuk yang dijelaskan dalam
teks. Dan kalaupun kita akhirnya bisa memahami bahwa samsara
itu buruk (entah karena sekadar ikut-ikutan atau karena sedikit
jejak karma baik yang kita miliki), tingkat pemahamannya masih
sangat kecil. Potowa mengibaratkannya sebagai menaruh sedikit
tepung di atas segelas arak; tepung hanya akan mengapung
di atas dan tak tenggelam ke dasar. Penolakan kita terhadap
samsara adalah ibarat tepung yang mengapung ini; dengan kata
lain: masih sangat dangkal. Jika kita benar-benar ingin menolak
samsara, kita harus paham bahwa samsara bukanlah tempat yang
membahagiakan. Mustahil untuk berbahagia selama kita tetap
menjadi makhluk samsara. Jika kita menganggap penderitaan
sebagai kebahagiaan, maka tak ada jalan untuk membebaskan
diri dari samsara. Meski poin ini bisa dipahami secara intelektual,
namun dalam sebagian besar waktu kita, jangankan merasakan
penolakan, kita malah semakin menyukai samsara dan segala
tetek-bengek di dalamnya. Meskipun kita telah mengamini
ketidakkekalan (dalam bentuk kematian), memahami penderitaan
di alam rendah, memiliki praktik berlindung yang murni dengan
Triratna, dan melatih diri sesuai hukum karma, namun jika tujuan
di balik semua praktik ini masih untuk mengejar kenikmatan
samsara, kita takkan pernah bisa membebaskan diri darinya,
karena kita masih menganggapnya sebagai sumber kebahagiaan.
Jadi, apa penawar bagi pandangan salah yang kedua ini?
27
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
28
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
bahwa kita takkan pernah lagi mengalami penyakit, usia tua, dan
kematian." Dalam baris pertama, Maitriyogi mengibaratkan tubuh
kita sebagai barang pinjaman. Kita tahu bahwa ketika meminjam
sesuatu dari seseorang, kita dapat menggunakannya untuk periode
waktu tertentu (bisa dalam hitungan hari, bulan, atau bahkan
tahun), namun cepat atau lambat, kita harus mengembalikannya
kepada si pemilik karena barang tersebut bukan milik kita. Tubuh
jasmani kita sesungguhnya juga adalah barang pinjaman. Tak
peduli berapa lama kita telah memakainya, cepat atau lambat kita
akan dan harus berpisah darinya; kita harus mengembalikannya.
Meski kenyataannya demikian, kita masih cenderung melihat
tubuh kita sebagai sesuatu yang kita miliki, sebagai harta kita,
bukan sebagai barang pinjaman.
Ketika mendengar analogi tubuh sebagai barang pinjaman,
kita mungkin berpikir bahwa analogi ini tak terlalu tepat karena
tubuh kita sudah kita miliki sejak awal kehidupan kita, terlepas
dari fakta bahwa kita harus meninggalkannya kelak. Akan tetapi,
ketika kita mengakui bahwa diri kita yang hadir di kehidupan saat
ini berasal dari diri kita di kehidupan lampau yang mengambil
wujud dalam kehidupan saat ini, kita akan sadar bahwa kita
tak datang dengan sebuah tubuh. Kesadaran batin kitalah yang
datang dan masuk ke dalam campuran sel sperma dan sel telur
orangtua kita. Dengan penalaran ini, kita tak bisa mengatakan
bahwa tubuh kita adalah milik kita. Tubuh kita adalah sesuatu
yang kita dapatkan dari orang lain, sama seperti barang pinjaman.
Banyak orang yang saat ini meyakini konsep reinkarnasi.
Namun apa maksudnya? Ketika kita mengambil kelahiran dalam
kehidupan saat ini, kita datang dari kelahiran sebelumnya. Apa
yang datang itu? Ia adalah kesinambungan batin–diri kita yang
hidup dalam kesinambungan batin tersebut. Ketika kita muncul
untuk pertama kalinya dari pembuahan di kehidupan saat ini,
kita tak datang dengan sebuah tubuh. Kesinambungan batin ini,
29
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
arus kesadaran yang kita sebut sebagai 'aku' ini, masuk ke dalam
diri orang tua kita selama proses pembuahan. Dari sanalah kita
memperoleh tubuh kita saat ini, dan inilah alasan kenapa tubuh
kita sebenarnya adalah barang pinjaman.
30
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
4
Lakon Hidup Bodhisatwa.
31
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
32
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
kita di posisi di mana kita tak perlu lagi terpengaruh oleh kematian,
penuaan, dsb. Kita tentu saja memiliki kesempatan untuk terbebas
dari mereka di banyak kehidupan lampau kita, namun kita gagal
melatih diri dengan baik. Sekarang, dalam kehidupan saat ini,
kita disodori kesempatan yang sama, tetapi jangan bayangkan
bahwa kesempatan ini pasti diperoleh kembali di masa yang akan
datang. Kesempatan ini sungguh sangat langka dan berharga.
Jadi, gunakanlah ia dengan sebaik-baiknya.
Ada kemungkinan untuk mengembangkan cara berpikir
kita, yakni dengan membalikkan peristiwa-peristiwa yang tak
menyenangkan menjadi menyenangkan. Hal ini dijelaskan dalam
bait latihan Yoga Guru, atau Lama Chöpa, atau Persembahan
Kepada Guru. Dalam bait ini dikatakan, "Bahkan ketika penderitaan
yang tak diinginkan terjadi padaku ibarat guyuran hujan sebagai
akibat dari karma burukku, berkahilah aku agar menyadari
bahwa karma burukku akhirnya telah berbuah, dan setelahnya,
bimbinglah aku agar dapat mengubah kondisi ini menjadi kondisi
yang mendukung praktikku." Inilah realisasi yang bisa kita raih di
kehidupan saat ini tanpa perlu mencapai tingkat Arhat.
Inilah realisasi yang bisa kita capai asalkan kita tahu tata
caranya. Pertama, kita mempelajari bagaimana dan mengapa
kita berada di dalam samsara, proses terlahir kembali di dalam
samsara, dan juga proses membebaskan diri dari samsara. Jika
kita memahami semua ini, kita dapat meraih pembebasan dari
samsara. Jika tidak, maka tak peduli seberapa banyak kita berdoa,
bermeditasi, dan melafal mantra, pembebasan takkan tercapai
meski kebajikan mungkin akan diraih. Semua praktik akan
menjadi sia-sia jika kita tak paham mengapa kita berada di dalam
samsara dan tata cara terbebas darinya.
Dalam Empat Kebenaran Arya, 2 kebenaran pertama
menjelaskan bagaimana dan mengapa kita berada di dalam
33
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
34
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
35
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
36
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
37
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
38
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
39
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
Merenungkan Kematian
Cara pertama yang dijelaskan dalam garis besar adalah
merenungkan bahwa hidup ini takkan berlangsung lama dan
bahwa kita harus mati. lni diikuti dengan merenungkan hakikat
dari kelahiran kembali kita di kehidupan yang akan datang, yang
bergantung pada jenis kelahiran yang kita miliki (bisa berupa
kebahagiaan atau penderitaan). Jadi, kita memiliki 2 langkah untuk
membangkitkan perhatian kita pada kehidupan kita yang akan
40
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
41
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
3. Ketika hidup kita akan berakhir, apa yang dapat kita bawa
bersama dengan kita? Pastinya bukan teman kita, anggota
keluarga kita, ataupun orang yang kita cintai. Tak peduli
seberapa sayangnya mereka terhadap kita, kita tetap harus
meninggalkan mereka. Dalam waktu yang singkat, kita
harus meninggalkan segala sesuatu dan berangkat sendirian.
Inilah 3 sudut pandang dalam memeditasikan kematian kita.
42
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
di mana ada banyak hal menakutkan yang akan terjadi pada kita.
Ketika ini terjadi, kita tak bisa berharap bahwa kita akan menghilang
dan lenyap begitu saja. Kita tak punya pilihan kecuali mengambil
kelahiran yang lain dan terlahir kembali. Ada 2 kemungkinan
ketika kita terlahir kembali: terlahir di alam tinggi atau rendah.
Sayangnya, kita benar-benar tak bebas untuk memilih. Kelahiran
kembali kita ditentukan oleh karma, bukan kehendak bebas kita.
Jadi, kita harus bertanya pada diri sendiri, “Ketika ajal
sudah tiba, jenis karma seperti apa yang paling mungkin
matang?” Jika kita mau jujur dan melihat bagaimana tingkah
laku kita dalam kehidupan ini, kita harus mengakui bahwa
kebajikan kita sangat sedikit dan jarang. Faktanya, cara berpikir
kita masih banyak dipengaruhi oleh klesha, yang membuat kita
mengumpulkan karma yang buruk dan berbahaya bagi diri kita.
Setelah mengetahui bahwa kebanyakan dari karma yang kita
miliki adalah karma buruk, kita tentu sepenuhnya sadar bahwa di
kelahiran yang berikutnya kita akan terlahir di alam rendah dan
harus mengalami penderitaan yang hebat.
Jika, misalnya, kita terlahir sebagai makhluk neraka di
kehidupan mendatang, penderitaan yang harus kita terima
sangat besar, dan kita mesti mengalaminya untuk jangka waktu
yang sangat panjang, terlalu panjang bahkan untuk sekadar
dibayangkan. Ketika kita mati, entah kapan pun itu, kehidupan
ini akan berakhir dan kita akan menemukan diri kita di kehidupan
berikutnya. Namun, meski telah mengambil bentuk kehidupan
yang lain, pengalaman kita akan rasa sakit dan sebagainya takkan
berubah. Kita tetap harus mengalami penderitaan yang sangat
besar. Tak ada bedanya dengan jenis tubuh kita sekarang.
Jadi, sekali lagi, kematian dapat terjadi kapan saja. Hidup
ini dapat berakhir dalam waktu yang sangat singkat, dimulai dari
sekarang. Dan ketika ini terjadi, kita akan merasa seolah-olah baru
saja bangun dari mimpi. Kehidupan kita yang lampau akan terasa
43
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
44
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
45
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
Sesi Tanya-jawab I
Tanya: Ketika ingin bermeditasi, haruskah kita memeditasikan
semua topik (kelahiran sebagai manusia yang berharga, dst)
dalam satu meditasi penuh, atau lebih baik jika kita menyisihkan
satu hari untuk setiap topik?
Jawab: Apa yang saya jelaskan adalah tata cara memeditasikan
Lamrim. Tidak ada satu cara baku untuk melakukannya.
Beberapa orang menyelesaikan keseluruhan Lamrim dalam satu
hari; beberapa orang akan memeditasikan jalan makhluk motivasi
awal selama satu hari, jalan makhluk motivasi menengah di
hari yang lain, dan jalan makhluk motivasi agung di hari yang
berbeda; orang lain akan memecahnya menjadi bagian yang lebih
kecil lagi dan hanya memeditasikan, misalnya, kemuliaan terlahir
sebagai manusia di satu hari, ketidakkekalan di hari berikutnya,
penderitaan alam rendah di hari berikutnya lagi, dsb. Tak ada
program yang baku. Semuanya terserah masing-masing individu,
terserah pada kemampuan dan keberanian mereka, serta seberapa
banyak usaha yang ingin mereka lakukan.
Tanya: Jika misalnya perlindungan kita tak kuat, haruskah kita
lebih berkonsentrasi pada topik berlindung tanpa lanjut ke topik
berikutnya?
Jawab: Jika kita ingin menekankan praktik berlindung, maka
kita bisa melakukan meditasi ringkas pada aspek-aspek lain dari
Sang Jalan dan mengulanginya dengan sangat singkat. Dengan
kata lain, jika kita ingin menekankan praktik berlindung, maka
untuk topik lain yang tak terlalu berhubungan dengan praktik ini,
46
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
47
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
Penderitaan Samsara
Dalam garis besar Lamrim, perenungan penderitaan terbagi
menjadi 2 bagian: penderitaan umum samsara (terbagi menjadi 6
jenis kekurangan) dan penderitaan khusus samsara. Terkait 6 jenis
kekurangan dalam penderitaan umum samsara, kekurangan karena
ketidakpastian dan karena ketidakpuasan adalah yang terburuk.
Bisa dikatakan bahwa mereka mencakupi semua kekurangan
lainnya. Mustahil untuk mengalami kebahagiaan sejati di dalam
samsara karena ketidakpastian yang menjadi sifatnya. Tak peduli
betapa baik hidup yang kita miliki dan betapa bagus barang
yang kita punyai dalam samsara, kita tahu bahwa mereka bukan
kebahagiaan sejati karena sifat tak pasti mereka. Karena segala
sesuatu tak pasti, maka sifatnya adalah menderita. Ketidakpastian
inilah masalah terbesar yang kita hadapi di dalam samsara. Jadi,
jika kita bisa memahami poin ini, bahwa ketidakpastian adalah
aspek hakiki dari samsara, maka masalah kita akan berkurang,
dan kita takkan terkejut lagi ketika masalah bermunculan. Dengan
kata lain, kita takkan terluka oleh perubahan dan masalah yang
timbul karenanya, berhubung kita tahu pasti bahwa semua itu tak
terelakkan selama kita masih berdiam di dalam samsara.
48
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
49
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
baik yang bisa kita alami di dalam samsara. Kita mungkin berada
dalam posisi yang sangat baik pada masa waktu tertentu, namun
tak ada jaminan bahwa kondisi ini akan terus berlanjut. Kita
mungkin jatuh ke status yang sangat rendah, dan sebaliknya,
seseorang dengan status yang rendah dapat dengan sangat
mudah bangkit ke posisi yang lebih tinggi dalam masyarakat.
Hal ini berlaku untuk kekayaan kita juga. Seorang hartawan
bisa berubah menjadi gembel dalam satu malam, dan sama
halnya, seorang gembel juga bisa menjadi hartawan dalam satu
malam. Untuk merenungkan ketidakpastian ketiga ini, kita tak
perlu membaca teks Buddhis. Yang perlu kita lakukan adalah
membaca sejarah. Ketika kita membaca banyak buku sejarah,
kita akan tahu bahwa ada banyak raja yang pada satu waktu
menjadi penguasa besar namun harus berakhir di penjara atau
dipenggal kepalanya. Dengan membaca buku sejarah, kita akan
memahami betapa tak pastinya segala hal baik yang kita miliki.
Tentu saja, kita harus menghubungkan poin ini dengan diri kita
sendiri. Kita tak boleh hanya melihat ke luar, tapi juga harus
melihat ke dalam diri kita sendiri.
Untuk ketidakpastian terkait hubungan persahabatan
kita, saya kira poin ini cukup jelas dan tak perlu diulas secara
panjang lebar.
Pada umumnya, kapan pun kita berada di dalam
samsara, kita harus mengalami 6 jenis kekurangan, yang
dimulai dari ketidakpastian. Di sini, kita dapat merenungkan
4 aspek ketidakpastian dari samsara. Ketika merenungkan
ketidakpastian samsara, kita bisa melakukannya secara umum,
dalam artian melihat dunia di sekeliling kita, tapi mungkin
akan lebih baik jika ini dikaitkan dengan pengalaman kita
sendiri, dimulai dengan ketidakpastian terkait tubuh yang kita
miliki. Di sini, kita melihat bahwa tubuh kita akan mengalami
proses penuaan, dan ketika ini terjadi, kita benar-benar akan
50
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
51
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
Tinjauan Ulang
Guru Atisha mengatakan, "Hidup ini singkat, dan banyak
hal yang harus dipelajari. Kita tak tahu seberapa lama kita akan
hidup, jadi kita harus menarik intisari terdalam dari kehidupan
kita bagaikan seekor angsa yang dapat memisahkan susu dari
air." Jadi hidup ini singkat. Hal ini tak butuh penjelasan apapun.
Kita paham bahwa ketika dikatakan “banyak hal yang harus
dipelajari,” artinya ada banyak hal yang harus kita ketahui,
sedangkan kita tak tahu berapa lama kita akan hidup. Inilah alasan
kenapa kita harus mengabaikan segala sesuatu yang tak penting
dan tak menghamburkan tenaga kita untuk berbagai jenis aktivitas
yang sia-sia. Lakukanlah apa yang benar-benar bermakna untuk
meraih sesuatu yang berharga, tak hanya untuk diri sendiri tapi
juga untuk semua makhluk yang tak terhitung jumlahnya.
52
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
53
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
54
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
ihwal 5 skandha, ihwal tubuh dan batin kita. Namun, kita tak
sedang membicarakan diri kita sendiri. Di sini, kita harus berhati-
hati: kita bukanlah tubuh maupun batin, tapi kita memiliki sebuah
tubuh dan batin. Keduanya bukan hal yang sama. Jadi, samsara
adalah tubuh dan batin yang kita miliki, yang dipengaruhi oleh
karma dan klesha. Jadi, ketika Buddha membabarkan “Inilah
kebenaran Arya tentang penderitaan,' yang beliau maksud adalah
skandha kita, batin dan tubuh kita yang berhakikat penderitaan.
Buddha juga sering membandingkan penderitaan samsara
dengan lautan yang luas. Poin ini tentu saja telah diulang oleh
para pengikut beliau. Misalnya, Aryadewa berkata, “Lautan
penderitaan samsara sama sekali tak berbatas; anakku, bagaimana
mungkin engkau tak takut tenggelam di dalamnya?” Setelah
mengetahui dalam dan luasnya penderitaan samsara, kita tetap
tak merasa takut kalau-kalau kita akan tenggelam di dalamnya.
Mengapa? Karena pandangan kita terhalang oleh ketidaktahuan.
Kita bagaikan memakai sebuah cadar yang menutupi mata kita dan
menghalangi kita melihat kondisi kita sekarang; cadar penghalang
pandangan kita ini adalah ketidaktahuan.
Saat ini, tak hanya kelihatan tak mampu melihat hakikat
penderitaan dari samsara, kita justru menganggapnya sebagai
kebahagiaan. Kita benar-benar memiliki pandangan yang bertolak
belakang dengan kebenaran. Ketidaktahuan dan kesalahpahaman
yang demikian akan membimbing kita menuju penderitaan yang
lebih besar. Kita bagaikan sedang tertidur dan bermimpi bahwa
hakikat samsara adalah kebahagiaan. Untuk membangunkan
kita dari tidur ini dan mengguncang kita untuk keluar dari
kesalahpahaman total ini, hal paling pertama yang dilakukan
oleh Buddha adalah mengajarkan kebenaran yang pertama,
“Inilah kebenaran Arya tentang penderitaan.” Di sini, yang beliau
rujuk sebagai penderitaan adalah samsara kita, skandha tercemar
kita. Beliau mengatakan bahwa mereka berhakikat penderitaan,
55
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
56
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
57
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
58
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
59
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
60
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
61
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
62
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
63
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
Perenungan
Ada sebuah bait dalam Sutra Barisan Tangkai yang
berbunyi, “Karena nafsu keinginan, kita menyia-nyiakan tubuh
kita.” Dengan kata lain, kita menyia-nyiakan kesempatan kita
untuk meraih pencerahan ketika kita memiliki kemungkinan untuk
melakukannya, dan sebab bagi hilangnya kesempatan ini adalah
nafsu keinginan.
Kemudian, ada bait lain yang senada, “Karena nafsu
keinginan dan kegiatan yang tak bermakna, kita menyia-nyiakan
kesempatan kita, menyia-nyiakan tubuh kita; kita telah terlahir
sejak waktu tak bermula, namun kita belum melakukan apa pun
untuk menyenangkan para Buddha; kita belum mempelajari kata-
kata Buddha.” Dengan kata lain, meski kita tahu kalau kita tak
punya kesempatan di masa lampau untuk bertemu dengan ajaran
64
Kebenaran Arya Tentang Penderitaan
65
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
66
5
KEBENARAN ARYA
TENTANG ASAL-MULA
PENDERITAAN
A
pa definisi ‘asal-mula’? Asal-mula didefinisikan sebagai
faktor yang tercemar, utamanya adalah karma dan klesha
yang menghasilkan penderitaan sejati. Jadi, karma
dan klesha adalah sebab utama, dan penderitaan sejati adalah
akibatnya.
Asal-mula terbagi menjadi 2: karma dan klesha. Kita harus
berhati-hati ketika membicarakan karma sebagai asal-mula
penderitaan, karena karma juga termasuk karma para Buddha.
Karma para Buddha tidaklah tercemar. Demikian pula karma para
Arya. Semua karma ini tak tercemar sehingga tak bisa disebut
sebagai asal-mula penderitaan.
Bagaimana kita membedakan asal-mula dan penderitaan
sejati? Asal-mula merupakan penderitaan sejati, namun
penderitaan sejati belum tentu merupakan asal-mula. Bagaimana
cara memahami poin ini? Dengan merujuk ke definisi asal-mula.
Asal-mula menghasilkan penderitaan sejati; dengan kata lain:
karma dan klesha menghasilkan penderitaan sejati. Namun, karma
dan klesha juga dihasilkan oleh karma dan klesha sebelumnya;
dengan kata lain: apa pun yang tercemar dihasilkan oleh asalmula
atau sebab ketercemarannya. Jadi dengan kata lain: asal-mula
adalah akibat dari asal-mula. Intinya, asal-mula apa pun dihasilkan
oleh sebabnya, yang juga merupakan asal-mula. Ilustrasi yang
67
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
68
Kebenaran Arya Tentang Asal-Mula Penderitaan
69
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
70
Kebenaran Arya Tentang Asal-Mula Penderitaan
orang lain. Pandangan macam ini juga sangat umum. Kita berpikir
bahwa sumber masalah kita adalah orang lain, bahwa orang
lainlah yang membuat masalah bagi kita. Tentu saja, di permukaan
mungkin akan begitu kelihatannya. Namun, sebab utama semua
masalah kita adalah karma kita sendiri; karma kita sendirilah
yang menciptakan masalah bagi kita. Menyalahkan orang lain
akan membuat kita menganut pandangan salah di mana kita
membayangkan bahwa akibat dapat diciptakan oleh sebab yang
tak bersesuaian dengannya. Tentu saja, ada orang yang mampu
dan memang melakukan sesuatu untuk menyakiti pihak lain.
Namun sesungguhnya, sebab utama dari penderitaan kita bukan
individu tertentu, tetapi karma kita. Karena kita memiliki karma
untuk disakiti, maka mereka dapat dan memang menyakiti kita.
Bukti yang lain adalah pemikiran seperti berikut, "Baiklah,
sekarang saya berada dalam kehidupan yang baik. Saya berusaha
untuk berpraktik. Saya berbuat baik. Namun, mengapa segala
macam masalah menimpa diri saya? ini tak masuk akal." Ini juga
merupakan sebuah pandangan salah yang dimiliki orang-orang.
Mereka merasa bahwa hal buruk yang sedang menimpa diri mereka
adalah akibat dari praktik bajik mereka. Sekali lagi, ini adalah
pandangan salah di mana kita membayangkan bahwa akibat
dapat diciptakan oleh sebab yang tak bersesuaian dengannya.
Masih ada banyak contoh lainnya dari pandangan salah
ini, yaitu akibat dapat diciptakan oleh sebab yang tak bersesuaian
dengannya. Kita sering menganggap bahwa sejumlah harta
tertentu atau situasi baik atau wajah rupawan yang kita miliki
disebabkan oleh hasil kerja keras dan kepintaran kita. Jika kita
bekerja keras, tentunya kemungkinan untuk memiliki kehidupan
yang baik akan lebih besar (daripada kalau kita hanya sekadar
duduk dan tak melakukan apapun). Namun, harus diingat bahwa
kerja keras hanya menyiratkan bahwa kita memang memainkan
peranan dalam akibat yang akan kita peroleh; kerja keras bukan
71
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
sebab utama dari situasi baik yang kita miliki. Jika memang benar
bahwa status baik dan kekayaan kita adalah akibat dari usaha
kita, maka logikanya, setiap orang yang benar-benar bekerja keras
seharusnya juga hidup makmur, tapi kita tahu bukan demikian
kasusnya. Kita tahu ada banyak orang yang telah bekerja sangat
keras sampai mengabaikan kesehatan mereka sendiri dan berisiko
jatuh sakit. Mereka bekerja sangat keras, namun mereka masih
saja tak mendapatkan hasil yang baik. Sesungguhnya, faktanya
adalah: orang-orang yang memiliki kebajikan yang banyak akan
hidup makmur tanpa benar-benar berusaha, orang-orang yang
memiliki kebajikan yang sedang akan hidup makmur dengan
sedikit usaha, dan orang-orang yang memiliki kebajikan yang
sedikit takkan hidup makmur meski berusaha keras.
Ketika Buddha mengajarkan Empat Kebenaran Arya, beliau
tak menyebutkan 4 karakteristik ini secara gamblang. Meski demikian,
Kondanna dan 4 petapa memahami apa yang beliau sampaikan.
Namun, di tempat lain, Buddha menjelaskan dengan gamblang 4
pandangan salah dan karakteristik untuk mengatasi mereka. Ada
satu sutra yang memuat ajaran Buddha ini, yaitu Sutra Tangkai
Padi. Sutra ini dibabarkan ketika Buddha dan para pengikutnya
sedang berada di dekat sawah sebelum masa panen tiba. Beliau
memetik setangkai padi dan menjelaskan 12 mata rantai yang saling
bergantungan, bahwa dari ini muncul itu dan sebagainya, bahwa
dari ketidaktahuan timbul karma yang selanjutnya menghasilkan
ini dan sebagainya. Beliau menjelaskan 12 mata rantai yang saling
bergantungan dalam urutan terjadinya mereka. Kemudian, beliau
menjelaskan bahwa jika kita ingin mengatasi proses tersebut, kita
harus berlatih pada sebab sehingga akibatnya takkan terjadi, dan
sebagainya. Dengan kata lain, beliau menjelaskan dalam urutan
yang sebaliknya. Beliau juga menjelaskan sedikit tentang 12 mata
rantai dalam sutra lainnya, namun penjelasan yang paling jelas bisa
ditemukan dalam Sutra Tangkai Padi ini.
72
6
KARMA DAN KLESHA I
J
ika kita telah memutuskan untuk tak lagi ingin menderita, maka
satu-satunya pilihan yang kita miliki adalah menghancurkan
sebab penderitaan. Seperti yang telah kita bahas, asal-
mula adalah karma dan klesha, dan kita dapat mengatakan
bahwa karma adalah sebab langsung dari penderitaan, dalam
artian bahwa ketika karma kita matang, ia akan menghasilkan
penderitaan. Namun di sisi lain, kita takkan memiliki karma yang
tercemar tanpa klesha, karena klesha kitalah yang menghasilkan
karma yang tercemar. Di sini, kita berbicara tentang karma
pelempar atau karma tercemar, karma untuk terlahir kembali
di dalam samsara. Jadi, jika bukan karena klesha, kita takkan
menghasilkan karma pelempar. Agar karma pelempar matang dan
menciptakan akibatnya, ia bergantung pada klesha tertentu yang
memainkan peranan dalam mematangkan karma pelempar ini.
Jadi, mengapa klesha dikatakan sebagai sebab akar walaupun
baik klesha dan karma adalah asal-mula? Karena karma yang kita
kumpulkan takkan pernah matang jika bukan karena klesha. Tanpa
klesha, karma pelempar takkan pernah menghasilkan akibat.
Contohnya adalah Arhat. Mereka memiliki karma pelempar
di dalam diri mereka, namun karma ini takkan pernah matang
karena mereka telah sepenuhnya menghilangkan semua klesha;
dengan kata lain, mereka tak punya klesha untuk mematangkan
karma pelemparnya.
73
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
74
Karma dan Klesha I
75
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
76
Karma dan Klesha I
Amarah
Kita bisa saja marah pada seseorang. Orang yang membuat
kita marah muncul dalam cara tertentu, namun melalui amarah,
kita melihat orang tersebut dengan cara yang tak semestinya.
Ketika kita sangat marah pada seseorang, kita melihatnya sebagai
objek amarah kita, sesuatu yang sangat jelek, sangat tak menawan,
sangat tak menarik, dst, namun orang tersebut sebetulnya tak
muncul dengan aneka kualitas yang kita pahami melalui amarah
kita. Jika kualitas orang tersebut memang seperti cara amarah kita
77
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
78
Karma dan Klesha I
Kesombongan
Kesombongan juga merupakan klesha akar lain yang
sangat destruktif, yang bisa memakan habis semua kebajikan kita.
Jika kita sombong, maka kita bukan wadah yang cocok (orang
yang sesuai) untuk menerima ajaran Dharma. Bahkan kalaupun
seorang yang sombong mendengarkan Dharma, ajaran tersebut
takkan berguna baginya.
Selama masa Buddha, ada beberapa kejadian ketika
dewa-dewa datang untuk mendengar ajaran beliau. Mereka ini
sangat sombong karena merasa punya tubuh fisik yang jauh
lebih unggul daripada manusia. Tubuh mereka mengeluarkan
banyak cahaya dan mereka sangat menawan. Inilah salah satu
alasan kesombongan mereka. Untuk mengurangi kesombongan
mereka dan membuat mereka menjadi wadah yang cocok untuk
mendengarkan Dharma, Buddha mengeluarkan cahaya yang
jauh lebih besar dari tubuhnya sehingga mereka benar-benar
79
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
Kemelekatan
Orang-orang yang memiliki kemelekatan yang sangat kuat
akan memperkuat kualitas dari objek kemelekatan mereka dan tak
ingin berpisah darinya. Mereka membayangkan segala sesuatu
yang mereka senangi sebagai lebih baik, lebih menyenangkan, dan
lebih indah daripada kualitas sebenarnya. Ada ketidaksesuaian
yang besar antara cara kemelekatan membuat kita melihat sesuatu
dan cara sesuatu ini seharusnya muncul. Kemelekatan membuat
kita melihat segala jenis kualitas baik dari objek kemelekatan
kita, kualitas-kualitas yang sebenarnya tak mereka miliki. Sekali
lagi, dengan cara yang sama, jika objek kemelekatan kita benar-
benar punya semua kualitas baik seperti yang kita bayangkan,
80
Karma dan Klesha I
maka setiap orang pastinya juga akan merasakan hal yang sama.
Namun, tentu saja bukan demikian kasusnya.
Namun, menyadari sesuatu sebagai menarik, indah, dan
menawan tak serta-merta berarti bahwa kita harus melekat padanya;
kita bisa saja sekadar menghargai kualitasnya tanpa perlu melekat
padanya. Langkah pertamanya adalah ketika kita melihat sesuatu
sebagai menarik. Dari sini, muncul 2 kemungkinan: apakah kita
hanya berhenti sampai di sana ataukah kita punya harapan untuk
melihatnya lagi dan tak ingin berpisah darinya? Jika kemungkinan
kedua yang terjadi, maka ia disebut kemelekatan. Lebih lanjut,
bagi seorang Arhat, sesuatu yang kita anggap menarik malah akan
dilihatnya sebagai fenomena tercemar, ibarat kobaran api yang
menakutkan. Mengapa demikian? Karena seorang Arhat sudah
mengatasi kemelekatannya.
Kita dapat menghasilkan karma pelempar dengan klesha apa
pun, namun hanya kemelekatan yang dapat mematangkan karma
pelempar kita. Faktanya, menjelang tibanya ajal kita, kemelekatan
pada tubuhlah yang menyebabkan kita terlahir kembali di alam
bardo. Melekat pada tubuh tak melulu mewujud dalam bentuk
yang kasar, seperti menyukai tubuh kita. Ia juga bisa mengambil
wujud halus berupa rasa khawatir bahwa kita akan kehilangan
tubuh kita, dan akhirnya diri kita. Tanpa harus membicarakan
tentang makhluk biasa seperti diri kita, bahkan Arya pada tingkatan
Sotapanna (“memasuki arus”) dan Sakadagami (“terlahir sekali
lagi”) pun memunculkan perasaan melekat yang sama ketika ajal
mereka hampir tiba. Meski demikian, pada saat yang sama mereka
sepenuhnya sadar bahwa perasaan tersebut adalah kemelekatan,
dan mereka tak membiarkannya menguasai diri mereka. Mereka
sanggup untuk memeriksa dan mengendalikan perasaan ini. Arya
pada tingkatan Anagami disebut “takkan kembali lagi” karena
mereka sudah mengatasi kemelekatan halus ini.
Kemelekatan adalah ibarat noda minyak pada pakaian.
81
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
82
7
KARMA DAN KLESHA II
P
ada dasarnya, terdapat 6 klesha akar dan 20 klesha tambahan.
Namun, penggolongan ini tergantung pada karya yang kita
rujuk. Kita juga dapat menyebutkan 10 klesha akar. Ini adalah
penjelasan yang dipaparkan oleh Je Tsongkhapa dalam Lamrim
Agung. Beliau membicarakan tentang 10 klesha akar, karena salah
satu dari 6 klesha akar dibagi lagi menjadi 5. Di sisi lain, klesha
tambahan sesungguhnya diturunkan dari klesha akar. Mereka adalah
turunan dari klesha akar, dan inilah alasan kenapa mereka disebut
‘tambahan.’ Penjelasan 10 klesha akar bukanlah sesuatu yang
dikarang sendiri oleh Je Tsongkhapa. Beliau mendasarkan penjelasan
ini pada penjelasan Arya Asanga mengenai 10 klesha akar.
Kita tak punya waktu untuk melihat semua jenis klesha,
bahkan semua klesha akar. Namun, menurut filsafat yang lebih
tinggi, akar yang paling dalam dari samsara adalah ketidaktahuan
dalam bentuk sikap mencengkeram diri. Selain ketidaktahuan,
kita bisa mengatakan bahwa klesha paling parah lainnya
adalah kemelekatan, karena klesha ini seperti kelembapan yang
mematangkan benih-benih karma kita. Tanpa kondisi yang lembap,
benih karma takkan bisa berkecambah. Lebih lanjut, kemelekatan
bagaikan lumpur yang menahan kita di dalam samsara.
Inilah alasan kenapa Gungthang Rinpoche mengatakan
bahwa kemelekatan adalah ibarat lem yang menahan kita di dalam
samsara. Kita tahu bahwa jika seekor lalat tiba-tiba menempel di
83
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
dinding yang kita olesi lem, ia akan terjebak di sana. Dengan cara
yang sama, kemelekatan menahan kita di dalam samsara. Kita
tak sanggup untuk terbang dan membebaskan diri kita menuju
pembebasan karena kemelekatan menjerat kita dan menjaga agar
kita tetap tertahan di dalam samsara. Jadi, meskipun ketidaktahuan
menyebabkan kita terlahir kembali di dalam samsara, kemelekatan
kitalah yang mematangkan karma pelempar yang melempar kita
ke dalam samsara.
Karma pelempar memang dapat dihasilkan oleh klesha
apapun, namun hanya ada satu jenis klesha yang dapat
mematangkan karma pelempar, yaitu kemelekatan dalam bentuk
sikap memegang dan mencengkeram. Inilah alasan kenapa Je
Tsongkhapa, dalam 3 Aspek Utama Sang Jalan, mengatakan
bahwa kemelekatan adalah ibarat belenggu yang menahan kita di
dalam penjara samsara. Bagaimana cara kerjanya? Objek apapun
muncul di hadapan kita sebagai sesuatu yang menyenangkan
melalui kemelekatan kita. Tanpanya, objek-objek kemelekatan ini
takkan tampak menyenangkan bagi kita. Mereka takkan menarik
hati kita. Jadi, kalau kita mau jujur, sebenarnya tak ada urusannya
apakah sebuah objek itu menarik atau tidak. Namun, melalui
pengaruh kemelekatan, kita pun menganggapnya sebagai objek
yang menarik.
Sebelumnya kita telah menyinggung bagaimana sebab
penderitaan menempatkan dan menahan kita di dalam samsara,
yang terbagi menjadi 3 tahap. Berikut uraian singkatnya.
Perihal tata cara klesha muncul dalam diri kita, urutannya
dimulai dari ketidaktahuan, yang membuat kita mencengkeram
'aku' dan menyebabkan diri kita eksis dengan cara yang tak
semestinya. Dengan landasan ini, kita membayangkan 'aku'
dalam kadar yang terlalu banyak dari yang seharusnya. Kita
menekankan pentingnya ‘aku’ dan mendasarkan segala sesuatu
dalam kaitannya dengan ‘aku.’ ‘Aku’ menjadi penting bagi kita.
84
Karma dan Klesha II
Akibatnya, semua yang tak berada di sisi 'aku' menjadi 'yang lain.'
Mereka menjadi objek penolakan dan ketidaksukaan, dan kita pun
menjadi melekat dengan diri sendiri dan dengan segala sesuatu
yang berada di sisi kita. Kita merasa marah atau benci terhadap
segala sesuatu yang lain, dan dari sini tentu saja semua klesha lain
akan bangkit. Demikianlah urutan kebangkitan klesha.
Terkait sebab klesha, ada berbagai penjelasan yang berbeda.
Menurut Wasubandhu, ada 3 sebab utama: tak mengatasi benih
klesha, tak mengatasi objek yang dekat dengan klesha, dan
perhatian tak benar. Dalam Abhidharmasamuccaya, Asanga
memperluas poin ini dengan memberikan 6 sebab, namun untuk
sementara kita akan membatasi diri dengan versi Wasubandhu.
Perhatian tak benar berarti memberikan perhatian atau
memperhatikan aspek tertentu dari objek klesha kita. Misalnya,
jika seseorang telah menyakiti kita dan kita terus mengingat dan
memikirkan hal ini, maka inilah perhatian tak benar. Kita seolah-
olah sedang menyiram minyak ke dalam api dan mendorong
diri kita sendiri untuk marah pada orang tersebut. Kasusnya
sama dengan kemelekatan. Jika sesuatu tampak menarik hati
kita dan kita terus menaruh perhatian padanya dan memikirkan
keindahannya sepanjang waktu, tentu saja ini berarti kita telah
melekat padanya.
Terkait kerugian klesha, kita bisa mengatakan bahwa segala
sesuatu yang buruk di dunia ini adalah akibat dari klesha. Jadi,
inilah kerugian utama klesha. Ada banyak kerugian lain dari klesha
yang tercatat dalam berbagai karya. Misalnya, bab kesabaran dari
Bodhicaryawatara menjelaskan aneka kerugian ini dengan panjang
lebar. Kita juga bisa membaca bab kesabaran dari Lamrim Agung.
Pembebasan di Tangan Kita juga mengulas poin ini.
Perihal bagaimana kita menghimpun karma melalui klesha,
Lamrim Agung membaginya menjadi 2 bagian: mengenali
karma dan bagaimana kita mengumpulkan karma. Poin pertama
85
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
86
Karma dan Klesha II
87
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
Tinjauan Ulang
Dalam sebuah pujian kepada Buddha Maitreya, Je
Tsongkhapa mengatakan: "Walaupun kita mungkin meraih
kelahiran sebagai seorang manusia yang unggul dengan
kebebasan dan keberuntungan, yang ibarat sebuah kapal besar
untuk menyeberangi lautan penderitaan samsara, namun dengan
membiarkan diri kita berada di bawah pengaruh kemalasan,
kecerobohan, tidur, omong kosong, dan hasrat untuk meraih
untung dan penghormatan, maka kelahiran ini sudah kita gunakan
demi tujuan yang tak bermakna; kelahiran yang seharusnya dapat
membantu kita meraih tujuan tertinggi pun akhirnya tersia-siakan.
Jika ini yang kita lakukan, maka walaupun kita bertubuh manusia,
perilaku kita tak ada bedanya dengan binatang."
Sesungguhnya, dalam bait ini Je Tsongkhapa menggunakan
kata ganti orang pertama, seolah-olah beliau sedang membicarakan
88
Karma dan Klesha II
89
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
90
Karma dan Klesha II
Sesi Tanya-jawab II
91
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
92
Karma dan Klesha II
93
94
8
KEBENARAN ARYA
TENTANG PENGHENTIAN
PENDERITAAN
S
etelah dua kebenaran yang pertama, selanjutnya kita
memiliki kebenaran yang ketiga. Di sini, Buddha berkata:
"lnilah kebenaran Arya tentang penghentian penderitaan."
Jika kita banyak memeditasikan kebenaran tentang penderitaan,
maka semakin dekat pula kita dengan pembebasan dari penderitaan.
Kita lalu bertanya pada diri sendiri: "Dapatkah saya menghilangkan
penderitaan?"
Ini adalah pertanyaan besar. Apakah mungkin untuk
menyingkirkan penderitaan, atau dengan kata lain, menghilangkan
skandha tercemar Anda? Untuk menjawabnya, pertama-tama,
kita harus melihat apa yang menjadi sebab dari skandha tercemar.
Kita tahu bahwa sebab utamanya adalah karma yang dihasilkan
oleh klesha. Kemudian, kita dapat melihat lebih dekat, mana di
antara klesha–klesha ini yang menyebabkan kita menghasilkan
karma untuk menderita. Jawabannya: Klesha akar dalam bentuk
ketidaktahuan yang mencengkeram diri, yang menganggap diri
muncul dengan sendirinya, dsb.
Pertanyaan selanjutnya adalah: apakah diri hadir dengan
sendirinya atau tidak? Apakah cara kita mengamati diri tepat
atau salah? Jika kita telah menyadari bahwa cara pandang
kita salah, kita akan paham bahwa kita bisa menyingkirkan
ketidaktahuan ini. Logikanya, karena ia salah, ia pastilah sesuatu
95
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
96
Kebenaran Arya Tentang Penghentian Penderitaan
2. Kedamaian
Penghentian sejati juga dikatakan sebagai kedamaian
karena ia adalah pengakhiran klesha.
97
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
3. Kebaikan
Penghentian sejati adalah kebaikan karena terdapat
pengakhiran semua penderitaan dan klesha, sehingga ia adalah
kemurnian dan kebaikan sementara dan tertinggi.
4. Pembebasan
Penghentian sejati juga merupakan pembebasan penuh,
karena ketika kita meraihnya, penderitaan dan klesha takkan
pernah bangkit lagi.
Jadi, karakteristik pertama menekankan aspek
pengakhiran penderitaan dan karakteristik kedua menekankan
aspek pengakhiran klesha. Ini adalah penjelasan yang
bisa ditemukan dalam Pramanawartika. Di sisi lain, dalam
Abhidharmasamuccaya, Asanga menempatkannya sedikit
berbeda, yaitu pengakhiran klesha sebagai karakteristik pertama
dan pengakhiran penderitaan sebagai karakteristik kedua.
98
Kebenaran Arya Tentang Penghentian Penderitaan
bahwa diri yang tahan siksaan adalah diri yang telah terbebaskan.
Hal ini bertentangan dengan pandangan Buddhis. Bagi Buddhisme,
pembebasan bukanlah diri, melainkan sebuah kondisi. Ia adalah
fenomena yang kekal, sementara diri itu tak kekal.
Yang keempat menyatakan bahwa ada kemungkinan
untuk terbebas dari penderitaan, namun sifatnya tak pasti. Ia
tak meyakini penghentian yang pasti dan takkan merosot lagi.
Ia meyakini bahwa kita sewaktu-waktu bisa terbebaskan dari
penderitaan, namun pada akhirnya akan jatuh kembali ke dalam
kondisi penderitaan.
Empat pandangan salah ini adalah pandangan bawaan
dan sepertinya tak satu pun dari kita yang memiliki pandangan
tersebut. Meski demikian, kita mungkin memiliki pandangan
yang demikian di kehidupan lampau, sehingga ada kemungkinan
bahwa jejak pandangan ini bisa saja muncul sewaktu-waktu di
dalam diri kita. Misalnya, karena kita merasa bahwa tak ada
perkembangan yang cukup berarti setelah usaha yang keras, kita
mungkin saja berpikir bahwa benar-benar mustahil untuk meraih
pembebasan dan menghentikan penderitaan. Perasaan semacam
itu sudah termasuk ke dalam pandangan salah.
Ringkasnya, apa yang dijelaskan di atas adalah pemisahan
yang pasti dari penderitaan, dan kita dapat meraihnya. Mengapa
demikian? Karena sebab penderitaan sepenuhnya dapat
dihapuskan. Ketika kita mencari tahu sebab penderitaan, kita pada
akhirnya akan mencapai sebab akar, yaitu persepsi salah tentang
‘aku’ yang berdiri sendiri. Ketika melalui analisis kita menemukan
bahwa sesungguhnya diri tak hadir dengan cara yang disajikan
oleh persepsi, kita akan paham bahwa persepsi adalah sebuah
kebohongan yang membodohi dan menyesatkan. Kita kemudian
dapat menggantikannya dengan persepsi tentang hakikat 'aku'
yang benar.
99
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
100
9
KEBENARAN ARYA
TENTANG JALAN MENUJU
PENGHENTIANPENDERITAAN
D
efinisi dari jalan sejati adalah sebagai berikut: jalan Arya
yang utamanya adalah metode untuk meraih penghentian
sejati.'
Bagi masing-masing kendaraan (Shrawaka, Pratyekabuddha,
Mahayana), ada 3 jalan: marga penglihatan, marga meditasi, dan
marga tanpa pembelajaran apa pun lagi. Di antara semua ini, jalan
sejati yang utama adalah realisasi ke-tanpaaku-an secara langsung.
2. Kesadaran
Kebijaksanaan yang memahami ke-tanpaaku-an secara
langsung adalah kesadaran karena ia adalah penawar langsung
yang benar-benar menentang klesha ketidaktahuan.
101
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
3. Pencapaian
Kebijaksanaan yang memahami ke-tanpaaku-an secara
langsung adalah pencapaian karena ia bertentangan dengan
penyimpangan batin, atau batin yang berkelana ke objek
dan persepsi yang salah dan sebagainya. Setelah menentang
penyimpangan batin, ia mencapai keadaan yang sebenarnya,
atau kesunyataan. Dalam bahasa Tibet, ada istilah drup ba yang
diartikan sebagai 'pencapaian,' atau mungkin 'perampungan.'
Drup ba berarti menempatkan batin pada sesuatu, tapi di sini
ia lebih dari sekadar itu karena ia tak hanya berpikir tentang
objek, namun juga tentang kesunyataan; atau lebih tepatnya,
ia merealisasikan kesunyataan secara langsung. Tingkatan yang
lebih rendah adalah proses menarik kesimpulan. Maksudnya,
ketika menarik kesimpulan, kita menghapuskan apa yang
bukan objek, dan akhirnya yang tersisa adalah objek yang
sedang kita amati: objek kesunyataan. Di sisi lain, drup ba
adalah realisasi atau persepsi langsung yang tak perlu melalui
proses penghapusan ini; kita menembusi objek secara langsung
tanpa harus melalui proses penghapusan.
4. Pembebasan penuh
Kebijaksanaan yang memahami ke-tanpaaku-an
secara langsung adalah pembebasan penuh karena setelah
meraih kebijaksanaan ini, kita akan selamanya terbebas dari
4 pandangan salah yang telah dipaparkan di sub-bab Empat
Pandangan Salah dari bab Kebenaran Ketiga.
102
10
MEMPRAKTIKKAN
KEBENARAN ARYA
P
ertanyaan yang tersisa adalah: bagaimana mempraktikkan
kebenaran tentang penghentian dan kebenaran tentang
Sang Jalan? Kita bisa melihat garis besar Lamrim pada
bagian akhir jalan makhluk motivasi menengah. Di sana, dikatakan
bahwa untuk memastikan hakikat dari jalan menuju pembebasan,
ada 2 aspek yang perlu diperhatikan:
1. Bentuk kehidupan seperti apa yang dapat mengatasi samsara?
Jawabannya tentu saja kehidupan sebagai manusia, baik
dengan tubuh pria maupun wanita, atau dengan menjadi umat
awam maupun biksu. Meski demikian, tak perlu dijelaskan lagi
bahwa di antara semua ini, bentuk terbaik adalah kehidupan
sebagai biksu.
103
Memahami Duka dan Terbebas Darinya
104
GLOSARIUM
105
Buddhisme: keseluruhan sistem ajaran atau filsafat yang
diajarkan oleh Buddha Shakyamuni, sosok historis dari India
yang telah berhasil mencapai pencerahan dan kemahatahuan,
serta memutus rantai keberadaannya di dalam samsara. Tujuan
tertinggi yang ingin diraih oleh sistem filsafat ini tentu saja adalah
Kebuddhaan, sebuah keadaan di mana seseorang memiliki semua
kualitas yang dimiliki oleh seorang Buddha.
106
Klesha: secara harfiah bermakna “racun mental”. Merujuk pada
kondisi-kondisi mental yang kemunculannya akan menyebabkan
kita menjadi tidak bahagia dan menderita. Misalnya: amarah, iri
hati, kesombongan, kemelekatan, dst.
107
Rinpoche: secara harfiah bermakna “yang berharga”. Digunakan
untuk merujuk pada sosok guru yang dimuliakan dalam tradisi
Buddhisme Tibet.
108
esoterik dalam Hinduisme dan Buddhisme yang memungkinkan
tercapainya pencerahan dalam waktu singkat.
109
110
MENGHORMATI BUKU DHARMA
Buddhadharma adalah sumber sejati bagi kebahagiaan
semua makhluk. Buku ini menunjukkan kepada kita bagaimana
mempraktikkan ajaran dan memadukan mereka ke dalam hidup
kita, sehingga kita menemukan kebahagiaan yang kita idamkan.
Oleh karena itu, apapun benda yang berisi ajaran Dharma, nama
dari guru kita atau wujud-wujud suci adalah jauh lebih berharga
daripada benda materi apapun dan harus diperlakukan dengan
hormat. Agar terhindar dari karma tak bertemu dengan Dharma
lagi di kehidupan yang akan datang, mohon jangan letakkan
buku-buku (atau benda-benda suci lainnya) di atas lantai atau
di bawah benda lain, melangkahi atau duduk di atasnya, atau
menggunakannya untuk tujuan duniawi seperti untuk menopang
meja yang goyah. Mereka seharusnya disimpan di tempat yang
bersih, tinggi dan terhindar dari tulisan-tulisan duniawi, serta
dibungkus dengan kain ketika sedang dibawa keluar Ini hanyalah
beberapa pertimbangan.
Jika kita terpaksa membersihkan materi-materi Dharma,
maka mereka tidak seharusnya dibuang begitu saja ke tong
sampah, namun sebaiknya dibakar dengan perlakuan khusus.
Singkatnya, jangan membakar materi-materi tersebut bersamaan
dengan sampah-sampah lain, namun sebaiknya terpisah
sendiri, dan ketika mereka terbakar, lafalkanlah mantra OM AH
HUM. Ketika asapnya membubung naik, bayangkan bahwa ia
memenuhi seluruh angkasa, membawa intisari Dharma kepada
seluruh makhluk di 6 alam samsara, memurnikan batin mereka,
mengurangi penderitaan mereka, serta membawa seluruh
kebahagiaan bagi mereka, termasuk juga pencerahan. Beberapa
orang mungkin merasa bahwa praktik ini sedikit kurang biasa,
namun tata cara ini dijelaskan menurut tradisi. Terima kasih.
111
112
DEDIKASI
Semoga kebajikan terhimpun dengan mempersiapkan,
membaca, merenungkan dan membagikan buku ini kepada pihak
lain, semoga semua Guru Dharma berumur panjang dan sehat selalu,
semoga Dharma menyebar ke seluruh cakupan angkasa yang tak
terbatas, dan semoga semua makhluk segera mencapai Kebuddhaan.
Di alam, negara, wilayah atau tempat mana pun buku
ini berada, semoga tiada peperangan, kekeringan, kelaparan,
penyakit, luka cedera, ketidakharmonisan atau ketidakbahagiaan,
semoga hanya terdapat kemakmuran besar, semoga segala
sesuatu yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan mudah, dan
semoga semuanya dibimbing hanya oleh Guru Dharma yang
terampil, menikmati kebahagiaan dalam Dharma, memiliki cinta
kasih dan welas asih terhadap semua makhluk, semata memberi
manfaat pada sesama, serta tak pernah menyakiti satu sama lain.
113
114
tentang penerbit
TERIMA KASIH TELAH MEMBACA BUKU TERBITAN
PENERBIT PADI EMAS. SEKARANG APAKAH KAMI
BOLEH MEMINTA BANTUAN ANDA?
115
Kemudian mohon konfirmasikan dana Anda dengan
menghubungi Call Center Lamrimnesia.
Tiktok: @Lamrimnesia_
Email: Info@lamrimnesia.org
116