Anda di halaman 1dari 79

Judul Asli:

བསྟན་པའི་འཇུག་སྒོ་སྐྱབས་འགྲོའི་ཁྲིད་ཡིག་ཕན་བདེའི་ལམ་བཟང་གསལ་བའི་སྒྲོན་མེ་ཞེས་བྱ་བ།
དཀོན་མཆོག་བསྟན་པའི་སྒྲོན་མེ།
Bstan pa’i ‘jug sgo skyabs ‘gro’i khrid yig phan bde’i lam bzang gsal ba’i sgron me
Pelita Penerang Jalan Terunggul Menuju Kebahagiaan
Petunjuk Praktik Berlindung — Gerbang Memasuki Ajaran

Penyusun: Gungthang Rinpoche III (Konchog Tenpei Dronme)


Penerjemah: Tenzin Tshojung
Penyunting: Rachmat Mulia & Stanley Khu
Perancang Sampul: Livina Intania P.S.
Penata Letak: Kusala Citta & Karunika Devi S. R.

Hak cipta naskah terjemahan Indonesia © 2017 Penerbit Saraswati


ISBN 978-602-61702-1-7

Cetakan I, November 2016


Cetakan II, September 2018

Penerbit Saraswati
email: penerbitsaraswati@gmail.com

Distributor Lamrimnesia
Care: +6285 2112 2014 1 | Info: +6285 2112 2014 2
Fb: Lamrimnesia & LamrimnesiaStore
Ig: @Lamrimnesia & @Lamrimnesiastore
Tiktok: @Lamrimnesia_
E-mail: info@lamrimnesia.org
Website: www.lamrimnesia.org; www.store.lamrimnesia.com

Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014


Tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana Pasal 113 ayat (3) dan (4):
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/
atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk
pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 114:
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan
mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak
Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
DAFTAR ISI

RIWAYAT PENGGUBAH KITAB - v


SEKAPUR SIRIH - ix
PENJELASAN TENTANG PEMAKAIAN ISTILAH - xi
PENDAHULUAN - xiv

1. ALASAN BERLINDUNG - 1
2. CARA BERLINDUNG - 5
2.1. Mengenali Objek Perlindungan - 5
2.2. Memastikan Kualitas Objek Perlindungan - 8
2.2.1. Mengenali Kualitas - 9
2.2.1.1. Kualitas Tubuh - 9
2.2.1.2. Kualitas Ucapan - 10
2.2.1.3. Kualitas Batin - 10
2.2.2. Mengetahui Perbedaan Masing-Masing Ratna - 13
2.2.3. Menyatakan Keyakinan - 13
2.2.4. Berlindung tanpa Mengakui Objek Perlindungan
yang Lain - 13
2.3. Bagaimana Cara Berlindung yang Sesungguhnya - 18
3. MANFAAT BERLINDUNG - 31
4. SILA BERLINDUNG - 41
4.1. Sila Individu - 42
4.1.1. Sila-Sila Negatif - 42
4.1.2. Sila-Sila Penguatan - 43
4.2. Sila Umum - 47

BAIT-BAIT PENUTUP - 50
DAFTAR PUSTAKA - 51
GLOSARIUM- 53
MENGHORMATI BUKU DHARMA - 57
DEDIKASI - 59
TENTANG PENERBIT - 60
TRISARANA
Riwayat Penggubah Kitab

RIWAYAT
PENGGUBAH KITAB

Gungthang Konchog Tenpei Dronme, dikenal luas sebagai


Gungthang Rinpoche III, lahir di Dzodge bagian selatan, Tibet,
pada tahun 1762, dari ayah bernama Thebo Chagpo Jampa dan ibu
bernama Bo Chog. Pada usia 7 tahun, Kunkhyen Jigme Wangpo
mengenali beliau sebagai reinkarnasi dari pemangku tahta
Labrang Tashi Khyil V – Ngawang Tenpei Gyeltsen (Gungthang
Rinpoche II), dan pemangku tertinggi Gelug – Ganden Tripa
Trichen Gendun Phuntsok V (Gungthang Rinpoche I).

Pada tahun 1768, beliau dianugerahi sila upasaka, rabjung,


dan sramanera dengan nama Konchog Tenpei Dronme oleh
Kunkhyen Jigme Wangpo. Kemudian, beliau mulai belajar
membaca, menulis, menghafal doa-doa dan kitab-kitab Buddhis
di bawah bimbingan Dorampa Losang Rinchen. Beliau juga
mempelajari tata bahasa, puisi, fonologi Sanskerta, pengobatan
Tibet, astrologi, astronomi, dan sebagainya selama kurang lebih
10 tahun, selain juga mempelajari bahasa Mongol dan Mandarin.
Di usia belia, beliau memiliki perilaku yang sangat baik. Meski
sebagai seorang reinkarnasi Guru besar beliau punya kesibukan di
luar biara, beliau tetap mengikuti pelajaran dengan baik.

Pada usia 17 tahun, beliau mempelajari Pramanawartika,


Abhisamayalamkara, Madhyamaka, Abhidharmakosha, dan
Winaya di Biara Drepung Gomang di Lhasa. Di sana, beliau belajar

v
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

di bawah bimbingan seorang cendekiawan Mongol bernama


Hor Kelsang Ngodrub. Beliau belajar dengan tekun dan disiplin.
Dikatakan bahwa beliau selalu mengikuti setiap sesi debat, kecuali
saat gurunya meninggal dan ketika Kunkhyen Jigme Wangpo
mengunjunginya di Lhasa.

Pada tahun 1782, beliau yang telah berusia 21 tahun


ditahbiskan sebagai bhiksu di depan Yang Mulia Dalai Lama VIII,
Losang Jampel Gyatso (1758-1804). Setahun kemudian, beliau
berhasil meraih gelar Geshe Lharampa1. Beliau juga menguasai
Sutra dan Tantra dengan sangat baik dalam waktu singkat.
Reputasinya pun menyebar ke seluruh Tibet. Di tengah banyaknya
cendekiawan, beliau bagaikan puncak panji kemenangan. Semua
orang menghormati beliau.

Selain 2 guru utama beliau, Dorampa Losang Rinchen dan


Hor Kelsang Ngodrub, beliau juga belajar di bawah bimbingan
sejumlah cendekiawan hebat dan ternama, antara lain Dalai Lama
VIII, Jamyang Shepa II – Konchog Jigme Wangpo (1728-1791),
Tsechokling Yongzin Yeshe Gyeltsen (1713-1793), dan Labrang
Dukhor Ponlob IV – Losang Rinchen (1719-1793).

Pada usia 25 tahun, beliau kembali ke Amdo dan


memberikan banyak pengajaran di sana. Beliau juga banyak
menerima pengajaran dan abiseka2 dari Konchog Jigme Wangpo,
yang menunjuknya sebagai kepala Biara Tsakhoi Datsang pada
tahun 1791. Selanjutnya, beliau memiliki tanggung jawab yang
lebih besar lagi, seperti menjadi kepala Biara Ngawa Gomang,
pemegang silsilah Labrang XXI, dan kepala Biara Gonlung Jampa
Ling. Beliau juga selalu mengalokasikan dana yang diterima untuk
1 Gelar Geshe tertinggi dalam tradisi Gelug. Geshe sendiri adalah gelar kesarjanaan yang diraih
dari proses pembelajaran filsafat Buddhis.
2 Inisiasi pemberkahan dalam tradisi Tantrayana.

vi
TRISARANA
Riwayat Penggubah Kitab

pembuatan arca, pencetakan kitab-kitab Dharma, mencukupi


kebutuhan Sangha, dan lain-lain.

Beliau banyak melahirkan murid yang memiliki reputasi


kebijaksanaan unggul, seperti pemegang tampuk Labrang XXIV
– Konchog Gyeltsen (1764-1853), Drungpa Sherab Gyatso (1803-
1875), Jamyang Shepa III – Thubten Jigme Gyatso (1792-1855),
Yeshe Dondrub Tenpei Gyeltsen (1792-1855), dan Changlung
Pandita Ngawang Losang Tenpei Gyeltsen (1770-1845).

Beliau juga merupakan seorang penulis yang fasih


dalam berbagai topik, termasuk topik yang berkaitan dengan
Abhisamayalamkara, Abhidharmakosha, dan Winaya; kitab-
kitab Tantra seperti praktik yoga Yamantaka, Cakrasamwara,
Guhyasamaja, dan Istadewata3 lainnya; riwayat hidup guru-guru
besar; pengobatan Tibet dan astrologi; tulisan mengenai ukuran
dan proporsi pembuatan arca dan thangka; puisi; dsb. Salah satu
karya ternamanya adalah Sastra Kayu dan Air. Jumlah karya
beliau mencapai 12 volume, tetapi yang sekarang tersedia hanya
11 volume.

Beliau wafat pada tahun 1823 saat berusia 62 tahun. Pada


saat itu, banyak murid berkumpul mengiringi kepergiannya.

3 Perwujudan Kebuddhaan atau batin yang tercerahkan. Selama meditasi, praktisi


mengidentifikasi tubuh, atribut, dan batinnya dengan Istadewata tertentu untuk tujuan
transformasi-diri menjadi Istadewata yang bersangkutan.

vii
TRISARANA

SEKAPUR SIRIH

Yang Mulia Atisha menyatakan bahwa syarat menjadi seorang


Buddhis adalah berlindung. Lalu, pernahkah kita, yang menyebut
diri sebagai Buddhis, bertanya, “Apakah aku telah berlindung?
Dan apakah tolak ukur seseorang dikatakan telah berlindung?”
Begitu pentingnya praktik berlindung, sampai-sampai ia disebut
sebagai gerbang menuju semua ajaran.

Karya ini menguraikan praktik berlindung dengan sangat


baik: lengkap (mencakup semua poin penting dalam berlindung),
padat (tak terlalu panjang ataupun singkat), dan mudah dipahami.
Karya ini juga mencantumkan sumber-sumber terpercaya,
baik dari Sutra dan sastra, sebagai pendukung. Hal ini semakin
menunjukkan kemahiran dan kualitas mulia penggubah karya ini.

Kami berharap penyajian karya ini dalam bahasa Indonesia


dapat memberikan manfaat besar bagi banyak orang, terutama
umat Buddhis. Meski penerjemahan yang dilakukan jauh dari
sempurna, baik dari segi kualitas maupun estetika, buku ini tetap
mengandung makna yang mendalam.

Pada kesempatan ini, kami juga ingin menyampaikan


terima kasih kepada semua pihak yang membantu sehingga karya
ini dapat tersedia untuk khalayak umum, terutama kepada Gen
Losang Tenzin dan Gen Losang Palbar dari Biara Dagpo Shedrup
Ling, India, serta guru-guru lainnya yang tanpa lelah memberikan
penjelasan makna kalimat di kitab aslinya dalam bahasa Tibet,

ix
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

sehingga karya ini bisa diterjemahkan dengan lebih tepat.

Semoga karya ini menjadi pelita penerang agar kita bisa


memahami praktik berlindung dengan lebih baik. Semoga
Dharma suci senantiasa berkembang dan menyejukkan derita
para pengembara samsara. Semoga para Guru mulia senantiasa
berumur panjang dan segala halangan dalam aktivitas luas mereka
dapat dihilangkan.

Sarwa manggalam.
Malang, Mei 2016

x
TRISARANA
Penjelasan Tentang Pemakaian Istilah

PENJELASAN
TENTANG PEMAKAIAN ISTILAH

Kitab penjelasan ihwal berlindung karangan Gungthang


Rinpoche III ini disajikan dalam bahasa Indonesia dengan
penyerapan beberapa aspeknya ke dalam gaya Indonesia. Yang
paling mencolok adalah penamaan teks-teks Sanskerta (dan satu
teks Tibet: Lamrim Chenmo). Dalam versi terjemahan Indonesia
ini, semua teks diupayakan untuk tampil dengan judul Indonesia.
Ada beberapa alasan yang mendasarinya. Pertama, judul sebagian
teks cenderung panjang-lebar, sehingga kiranya akan menyulitkan
sebagian pembaca dalam membaca karya ini. Tetapi, di sisi lain,
beberapa judul teks tampil lebih ringkas dalam bahasa aslinya
ketimbang dalam versi Indonesia. Di sini, judul Indonesia tetap
dipakai tak hanya karena alasan konsistensi, melainkan juga
menyangkut alasan kedua: banyaknya perbendaharaan kata
Sanskerta yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya,
teks samadhi-raja-sutra ditampilkan dalam terjemahan ini sebagai
Sutra Raja Konsentrasi karena ‘samadhi’ (atau lebih tepatnya:
‘semedi’) dan ‘raja’ telah diserap ke dalam bahasa Indonesia, dengan
arti yang kurang lebih sama dengan padanan Sanskertanya.

Aspek penyerapan istilah Sanskerta ke dalam kosakata


Indonesia ini jugalah yang menjadi landasan untuk mengubah
ejaan beberapa kata Sanskerta agar bergaya Indonesia. Yang
paling kentara adalah huruf ‘v’ dalam Sanskerta yang diubah
menjadi ‘w’ dan huruf ‘ś’ yang menjadi ‘sh’, seperti dalam contoh

xi
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

nama ‘Śantideva’ yang diubah menjadi ‘Shantidewa’. Alasannya,


untuk kata Sanskerta dengan huruf ‘v’, bahasa Indonesia condong
menyerapnya dengan mengubah ‘v’ menjadi ‘w’, seperti kata ‘sattva’
yang menjadi ‘satwa’ (makhluk) dan ‘dev’ yang menjadi ‘dewa’.
Huruf ‘ś’ sendiri diubah menjadi ‘sh’ karena bahasa Indonesia tak
mengenal huruf yang pertama. Meski demikian, adakalanya kata
yang harusnya memakai ‘sh’ tetap dieja dengan ‘s’ karena alasan
‘sudah telanjur’, atau dengan kata lain, konvensi dalam berbahasa
Indonesia telah duluan akrab dengan versi yang kedua. Misalnya
saja kata ‘sila’ dan ‘sastra’, yang harusnya dieja dengan huruf ‘sh’
namun urung dilakukan karena orang Indonesia sudah telanjur
akrab dengan istilah seperti ‘Pancasila’, dan bukan ‘Pancashila’
(sebagai tambahan, ‘panca’ sendiri berasal dari kata ‘panch’).

Soal serap-menyerap ini juga mengambil bentuk lain:


sebagian kata yang tetap dipertahankan dalam bentuk aslinya demi
membiasakan kata yang bersangkutan dalam kosakata Indonesia,
dan sebagian lainnya yang diubah ke dalam bentuk yang sudah
dikenal dalam kosakata Indonesia. Contoh pertama adalah
pemakaian kata seperti ‘Triratna’, yang kiranya bisa langsung
dipahami oleh sebagian orang sebagai ‘Tiga Permata’ (yakni: ‘Tri’
dan ‘Ratna’). Contoh kedua adalah pemakaian kata ‘berlindung’
untuk menggantikan ‘Trisarana’ (berhubung terjemahan harfiah
‘Tiga Sarana’ kiranya tak cukup gamblang untuk dimaknai sebagai
upaya perlindungan) dan kata ‘Begawan’ untuk menggantikan
‘Bhagawan’ (berhubung istilah pertama sudah jamak dikenal –
setidaknya dalam dunia pewayangan – dan memang dipakai untuk
merujuk ke sosok besar yang masyhur dalam urusan spiritual).

Terlepas dari semua isu penyerapan dan pengubahan ini,


semua istilah atau judul yang tampil dalam kosakata Indonesia

xii
TRISARANA
Penjelasan Tentang Pemakaian Istilah

tetap memiliki cantuman Sanskerta pada catatan kakinya,


dan sebisa mungkin juga turut dilengkapi dengan penjelasan
tambahan. Intinya, pengutamaan satu bahasa atas bahasa tertentu
dalam konteks ini semata bertujuan untuk menyasar konsistensi
dan memudahkan pembacaan. Di sini, catatan kaki berfungsi
sebagai pengingat bahwa kosakata Sanskerta bisa (dan ada baiknya
memang) dipertukarkan kapan saja dengan padanan Indonesianya
sesuai kehendak pembaca, dan bahwa karya-karya terjemahan
yang diterbitkan oleh Penerbit Saraswati pada akhirnya bertujuan
untuk menghidupkan kembali tradisi Sanskerta di Indonesia, yang
tak diragukan lagi telah berjasa besar dalam memperkaya bahasa
dan budaya Indonesia.

xiii
TRISARANA
Pendahuluan
Gerbang Memasuki Ajaran

Namo Guru Ratnatrayaya!


Buddha yang sempurna
Guru tiada banding, sempurna dalam pengetahuan, cinta kasih,
dan kiprahnya,
Dharma terunggul
permata ajaran berdasarkan kitab dan realisasi, penghalau samsara
dan kedamaian pribadi,
Sangha – kumpulan Arya yang tak lagi merosot
Tuan dari 8 kualitas pengetahuan dan pembebasan4,

aku bersujud dengan tubuh, ucapan, dan batin.


Lindungilah aku selalu hingga tercapainya pencerahan.

Bertumpu padamu takkan pernah keliru.


Tiga Terunggul – perlindungan sejati, melampaui segala permata.
Dengan memujamu di puncak panji kemenangan dari keyakinan,
keberuntungan besar layaknya hujan sidhi5 pun tercurah pada
lahan subur.

Demi para musafir yang menginginkan kedamaian terunggul


di jalan cita, upaya, dan prajna,
aku akan menyuluh pelita penjelasan nan elok
untuk menerangi pintu masuk jalan terunggul menuju sukacita.

4 8 kualitas terdiri dari 4 kualitas pengetahuan dan 4 kualitas pembebasan, yaitu: (1) pengetahuan
tentang realitas tertinggi adalah realisasi langsung bahwa semua makhluk dan skandha mereka
tak punya eksistensi sejati; (2) pengetahuan tentang realitas luas adalah realisasi bahwa batin
semua makhluk hidup, termasuk binatang, beraspek kesucian karena tak punya eksistensi
sejati; (3) pengetahuan introspektif adalah realisasi bahwa hanya Arya Mahayana, dengan
pengalaman mereka sendiri, yang mampu memahami pengetahuan tersebut; (4) pembebasan
dari kemelekatan adalah pembebasan dari kepercayaan akan adanya ‘aku’ yang sejati, kualitas
yang berasal dari pengetahuan ihwal hakikat kesucian makhluk hidup; (5) pembebasan dari
halangan batin adalah tingkatan yang diperoleh dari pengetahuan luas seorang Arya untuk
mencerap segala objek yang diketahui; (6) pembebasan dari inferioritas adalah tingkatan
mendekati Kebuddhaan yang diperoleh dari 3 jenis pengetahuan yang baru saja disebutkan;
(7) kualitas umum pengetahuan yang diwakili 3 jenis pengetahuan; dan (8) kualitas umum
pembebasan yang diwakili 3 jenis pembebasan. Sumber utama bagi penjelasan ini adalah
Risalah Ilmu Mahayana yang Lebih Tinggi, Bab 1, bait 13–22.
5 Pencapaian supraduniawi atau supranatural.

xiv
TRISARANA
Pendahuluan

Seperti yang disabdakan oleh Yang Agung Jamgon Lama


Tsongkhapa:
“Kehidupan dengan kebebasan ini lebih berharga ketimbang
permata pengabul harapan,
seakan engkau hanya mendapatkannya sekali ini saja.
Sulit diperoleh, mudah binasa, layaknya kilasan petir di
angkasa.
Merenungkan hal ini dan menyadari bahwa semua aktivitas
duniawi
adalah sia-sia layaknya sekam yang ditampi,
engkau harus berupaya siang dan malam memanfaatkan
kehidupan ini sepenuhnya.”

Ketika direnungkan dari hakikat dan sebabnya,


mendapatkan tubuh sempurna nan lengkap dengan kebebasan
dan anugerah seperti ini adalah sesuatu yang langka, bahkan
hampir mustahil. Ia begitu berarti karena melampaui permata
pengabul harapan yang hanya bisa mengentaskan kemiskinan
di kehidupan saat ini namun tak bermanfaat sedikit pun di
kehidupan berikutnya. Dengan tubuh ini, upaya sungguh-sungguh
akan menuntun ke pencapaian tingkat Penyatuan Wajradhara6
dalam kehidupan saat ini juga; atau dengan kata lain, pencapaian
kebahagiaan sejati.

Tubuh berharga yang sulit ditemukan dan begitu berarti


ini, yang kita peroleh berkat welas asih Guru dan Triratna,
ibarat pelita yang berusaha bertahan diterpa angin kencang dari
ketidakpastian waktu kematian. Oleh karena itu, cepat-cepatlah
ambil intisari dari kelahiran ini, yang dapat memberikan manfaat
tertinggi.

6 Istilah Tantra untuk tingkat spiritual tertinggi, yaitu Kebuddhaan.

xv
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

Ketika mati, kumpulan makanan, kekayaan, harta,


kekuasaan, kemasyhuran, dan sebagainya yang kita miliki di
kehidupan saat ini akan lenyap bagaikan kilasan mimpi. Ketika
meninggalkan dunia ini, hanya kenangan tak bermakna yang
tersisa. Layaknya menampi gabah selama seabad, takkan ada
apapun yang diperoleh. Oleh karena itu, manfaatkanlah hidup saat
ini juga.

Seperti yang dikatakan dalam Lakon Hidup Bodhisatwa7:


“Para Buddha, setelah merenungkan selama berkalpa-kalpa,
secara sempurna
melihat bahwa hal ini bermanfaat.”8

Kita harus mengikuti teladan Guru Yang Berwelas Asih9,


yang demi diri kita telah membangkitkan bodhicita10 di awal,
melakukan aktivitas sulit yang tak terhingga di pertengahan, dan
pada akhirnya merealisasikan secara langsung Kebijaksanaan
Unggul yang maha tahu, untuk kemudian mengajarkan permata
ajaran berdasarkan kitab dan realisasi dengan cinta kasih agung
bak seorang ibu kepada anak semata wayangnya.

Cara memasuki ajaran bukanlah dengan serta-merta


melakukan apa yang kita inginkan, tetapi dengan memasukinya
melalui urutan yang benar. Inilah yang disebut memasuki
gerbang ajaran dengan benar. Panchen Losang Chokyi Gyeltsen
mengatakan:
“Pertama-tama, karena inilah pintu masuk dan pilar utama
ajaran dan Mahayana,
berjuanglah untuk mempraktikkan berlindung dan
7 Bodhisatwa-caryawatara. Karya Shantidewa.
8 Bodhisatwa-caryawatara, Bab I: Manfaat Bodhicita, bait ke-7.
9 Buddha Shakyamuni.
10 Batin pencerahan yang menyasar kebahagiaan semua makhluk.

xvi
TRISARANA
Pendahuluan

membangkitkan bodhicita
yang bukan sekadar ongkos mulut.”

Dikatakan bahwa pintu masuk umum bagi ajaran adalah


berlindung, pintu masuk khusus bagi Mahayana adalah bodhicita,
dan pintu masuk khusus bagi Tantrayana adalah abiseka. Yang
pertama dari semuanya, satu-satunya pintu masuk menuju
ajaran Penakluk yang merupakan sumber segala kesejahteraan
dan kebahagiaan, adalah membangun landasan berlindung yang
murni.

Karya ini dibagi menjadi 4 bagian: alasan berlindung, cara


berlindung, manfaat berlindung, dan sila-sila berlindung.

xvii
TRISARANA

1
ALASAN BERLINDUNG

Pertama-tama, aku dan semua makhluk – ibu-ibuku yang


renta – sejak waktu tak berawal hingga sekarang, secara terus-
menerus berada dalam samsara secara umum dan 3 alam rendah
secara khusus. Di sepanjang masa, derita nestapa yang tak
terbayangkan terus dialami, namun hingga sekarang penawarnya
masih belum diperoleh.

Oleh karena itu, kita semua disiksa oleh penderitaan akibat


karma dan tak mungkin secara penuh terbebas darinya. Saat ini,
ketika segala kondisi baik telah terpenuhi secara sempurna, jika
kita tak juga mencapai tingkatan tertinggi Kebuddhaan yang
terbebas dari samsara, maka kita tak ubahnya sebongkah batu
besar yang digiring ke lereng gunung hanya untuk digelindingkan
ke kedalaman alam rendah.

Jika hal ini terjadi, jangankan meraih pembebasan ataupun


kemahatahuan, kita pastinya akan terjatuh berulang-ulang
ke dalam jurang penderitaan selama kalpa-kalpa tak terbatas,
yang bahkan untuk sekadar mendengar kata ‘alam tinggi’ saja
merupakan satu hal yang sulit.

1
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

Putra Penakluk Shantidewa berkata:


“Karena kebajikan selalu lemah,
kekuatan kejahatan menjadi sangat kuat...”11

Apapun kebajikan yang kita lakukan berkekuatan kecil,


sedangkan kejahatan yang dilakukan, berikut faktor-faktor
pendukungnya, berkekuatan besar. Jika kita mengamati dari
sisi sebab, tempat tujuan kita di kehidupan akan datang tak lain
hanyalah alam rendah.

Seperti yang dinyatakan dalam Risalah 400 Bait12:


“Kebanyakan makhluk cenderung bertindak secara tak murni;
oleh karena itu, mereka kemungkinan besar harus pergi ke
alam rendah.”

Menyadari betapa tak bebasnya kita karena mesti terlahir


dari dorongan kekuatan lain13, Sri Chandrakirti menyatakan:
“Ketika kita yang berada dalam kondisi kesesuaian dan
kebebasan14
masih saja tak bisa mengendalikan [hidup],
lantas ketika kehilangan kondisi ini dan terjatuh ke dalam
jurang alam rendah,
kepada siapa kita [akan] meminta bantuan untuk keluar
darinya?”15

Pada saat itu, meski para Buddha dan Bodhisatwa menatap


dengan cinta kasih, mereka tetap takkan mampu menolong diri
kita yang telah tertutupi oleh penghalang karma. Kita hanya

11 Bodhisatwa-caryawatara, Bab I.
12 Catuh-sataka-sastra-karika. Karya Aryadewa.
13 Kekuatan karma dan klesha.
14 Terlahir sebagai manusia dengan 8 kebebasan dan 10 berkah.
15 Pengantar ke Jalan Tengah (Madhyamaka-watara), Bab 2, bait 5.

2
TRISARANA
Alasan Berlindung

dapat merasakan ketakutan dan penderitaan; tak ada perasaan


terlindungi yang muncul.

Lakon Hidup Bodhisatwa mengatakan:


“Siapa yang dapat memberiku perlindungan sempurna
dari ketakutan luar biasa ini?
Dengan mata melolok ketakutan,
aku harus mencari perlindungan di keempat penjuru.

Ketika melihat tiadanya perlindungan,


aku pasti diselimuti kekelaman.
Jika di sana tiada perlindungan,
apa yang harus kulakukan?

Oleh karena itu, saat ini juga aku memohon perlindungan


kepada Penakluk – pelindung para pengembara
yang berjuang melindungi semua makhluk
dengan kekuatan besar yang menghalau semua ketakutan.”16

Saat ini kita berada di perbatasan antara alam bahagia dan


alam rendah, di mana pilihan antara untung-rugi dan bahagia-
derita berada di tangan kita; oleh karena itu, sekarang kita harus
berupaya mencapai kebahagiaan. Jika kita tak punya kekuatan
sendiri untuk mencapainya, tempatkanlah diri kita dalam naungan
Triratna dan percayakanlah segala kebahagiaan atau kesedihan
dan kebaikan atau keburukan yang kita peroleh kepadanya.

Acharya Dignaga mengajukan pertanyaan:


“Tinggal dengan tenang di dalam samudera
samsara yang tak berdasar,

16 Bodhisatwa-caryawatara, Bab 2, bait 45-47.

3
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

disiksa secara lahiriah oleh makara17 mengerikan dari


kemelekatan dan sebagainya,
kepada siapakah aku berlindung?”

Acharya Aswagosha menjawabnya:


“Dia yang sepenuhnya tak punya kesalahan apapun lagi,
yang memiliki segala kualitas dalam dirinya.
Jika engkau bernalar,
kepada Dialah engkau berlindung.
Dialah yang patut dipuja, yang patut dihormati,
dan yang dalam ajarannya engkau mesti berdiam.”

Kutipan di atas menyatakan bahwa jika kita bernalar,


seharusnya kita berlindung kepada Buddha, kepada Dharma yang
diajarkan, serta kepada kumpulan Sangha yang berlatih.

17 Makhluk dalam tradisi Hindu, biasanya digambarkan dengan bagian depan berupa makhluk
darat (rusa, buaya, atau gajah) dan bagian belakang berupa makhluk laut (biasanya ikan atau
anjing laut, meski terkadang tampil sebagai merak atau bahkan tanaman).

4
TRISARANA
Cara Berlindung

CARA BERLINDUNG
2
Bagian ini dibagi menjadi 3: mengenali objek perlindungan,
memastikan kualitas objek perlindungan, dan bagaimana cara
berlindung yang sesungguhnya.

2.1. Mengenali Objek perlindungan


Umumnya, untuk menghilangkan rasa takut semata, kita
bisa berlindung kepada salah satu dari Buddha, Bodhisatwa, atau
Arhat. Hal ini seperti yang dikisahkan dalam banyak kejadian
di masa lalu, misalnya ketika para saudagar di tengah laut yang
berlindung dalam naungan kumpulan sosok agung ini terbebas
dari ketakutan18. Meski demikian, untuk mencapai pembebasan,
kita harus berlindung kepada Triratna secara lengkap.

Hal ini diungkapkan dalam 70 Bait ihwal Praktik


Berlindung19:
“Buddha, Dharma, dan Sangha merupakan perlindungan
bagi mereka yang mendambakan pembebasan.”

18 Lihat cerita dalam Pembebasan di Tangan Kita, Jilid II, cetakan pertama, hal. 281.
19 Trisarana-gamana-saptati. Karya Acharya Chandrakirti.

5
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

Demikian pula dinyatakan dalam Penjelasan atas Aneka


Perumpamaan yang Mencerahkan20:
“Seperti halnya ketika aku atau orang seperti diriku butuh
3 orang untuk pergi ke India, demikian pula mereka yang
mendambakan pembebasan dan bodhicita perlu bertumpu
kepada Buddha—Sang Guru, Dharma—jalan petunjuk, dan
Sangha—sahabat yang melatih diri.”

Contoh lain, untuk sembuh dari penyakit, kita tak sekadar


butuh salah satu dari obat, dokter, atau perawat, melainkan
ketiganya secara lengkap. Demikian pula, untuk mencapai
pembebasan – kondisi yang terbebas dari klesha21 – caranya
adalah dengan bertumpu pada ketiga objek, yaitu Buddha—Sang
Guru, Dharma—metode sejati, dan Sangha—sahabat yang melatih
diri.

Hakikat dari masing-masing Ratna berdasarkan Risalah


Ilmu Mahayana yang Lebih Tinggi22:
“Kualitas Buddha terdiri dari 8 aspek23: 1] kualitas tak
berkondisi24; 2] pencapaian spontan25, 3] realisasi yang tak
tergantung pada faktor eksternal26; 4] kebijaksanaan27; 5]
welas asih dan cinta kasih28; 6] kekuatan29; 7] tujuan untuk
diri sendiri, dan; 8] tujuan untuk makhluk lain.

20 Kemungkinan kitab ini merupakan ulasan atas Aneka Perumpamaan yang Mencerahkan karya
Potowa Rinchen Sel.
21 Faktor penghalang mental atau racun mental, seperti: amarah, iri hati, keangkuhan, dll.
22 Mahayano-taratantra-sastra. Diyakini sebagai karya Maitreya yang diwahyukan pada Asanga.
23 Pembagian yang lain: 3 kualitas untuk kepentingan diri sendiri (kualitas 1-3), 3 kualitas untuk
kepentingan makhluk lain (kualitas 4-6), basis atribut kualitas sempurna untuk kepentingan
diri sendiri, dan basis atribut kualitas sempurna untuk kepentingan makhluk lain.
24 Kualitas yang tak tergantung pada sebab dan kondisi.
25 Kualitas yang menenangkan secara spontan tanpa upaya.
26 Kualitas yang merealisasi hal sebagaimana adanya tanpa melalui suara ataupun pikiran
konseptual.
27 Kualitas kebijaksanaan yang memahami kebenaran tertinggi dan konvensional.
28 Kualitas welas asih dan cinta kasih agung.
29 Kualitas kekuatan.

6
TRISARANA
Cara Berlindung

Kualitas Dharma adalah kebenaran mulia tentang terhentinya


penderitaan dan kebenaran mulia tentang jalan menuju
terhentinya penderitaan, yang terdiri atas 8 aspek: 1] kualitas
tak terpikirkan30; 2] kualitas bukan keduanya31; 3] kualitas
tanpa pikiran konseptual32; 4] kualitas kemurnian33; 5] kualitas
kejelasan34; 6] kualitas aspek penawar35; 7] kualitas terbebas
dari kemelekatan pada objek, dan; 8] kualitas terbebas dari
kemelekatan pada subjek.

Kualitas Sangha terdiri dari 8 kualitas pengetahuan dan


pembebasan36.
Kumpulan makhluk bijak yang tak lagi merosot
memiliki kualitas yang tak terbatas
karena kebijaksanaan unggul-dalam murni yang melihat
atau merealisasi
realitas tertinggi dan realitas luas.”

Secara berurutan, kita perlu mengenali dengan baik hakikat


dari masing-masing 8 kualitas ini, sehingga nantinya kita tak
hanya sekadar mengenali simbol-simbol keagamaan yang ada di
sebuah arca emas atau ibarat mengatakan bahwa ada sesuatu yang
tak terlihat di angkasa. Hal ini diungkapkan oleh Yang Teramat
Baik Jetsun Yeshe Gyeltsen. Meski demikian, jika masih ragu-ragu
ketika merinci kualitas-kualitas ini, kita bisa merujuk pada kitab
Ulasan atas Risalah Ilmu Mahayana yang Lebih Tinggi37.

30 Kualitas yang tak terbatas atau tak terpikirkan oleh nalar.


31 Kualitas yang terbebas dari karma dan klesha.
32 Kualitas tanpa konsepsi dari pikiran yang keliru.
33 Kualitas kemurnian yang terbebas dari halangan sifat intrinsiknya dan sikap mencengkeram.
34 Kualitas kejelasan dari realisasi akan hakikat tertinggi dari batin.
35 Kualitas penawar bagi hal-ihwal yang tak sesuai.
36 Untuk keterangan lebih lengkap lihat catatan kaki 4.
37 Mahayano-taratantra-sastrawyakhya.

7
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

2.2. Memastikan Kualitas Objek perlindungan


Berlindung di sini bukanlah sekadar melafal bait berlindung.
Intisari berlindung dinyatakan dalam Nyanyian Pandangan-
Pandangan Losang38: Tanggapan atas Pertanyaan-Pertanyaan
Batin Suci karya Yang Maha Tahu Panchen Rinpoche39:
“Makna sejati dari berlindung
adalah ketika diri tercekam ketakutan dan
mengetahui bahwa Triratna punya kemampuan untuk
melindungi.
Setelahnya, berlindunglah.
Inilah penjelasan dari Yang Maha Tahu.”

Di sini, suatu tindakan dikatakan sebagai berlindung ketika


didorong oleh perasaan akan pentingnya berlindung karena
rasa takut akan penderitaan, dan kemudian, setelah mengetahui
kualitas Triratna dengan baik, menjalankan praktik berlindung
dengan keyakinan dan kebijaksanaan.

Yang Maha Tahu Jamyang Shepa mengatakan:


“Praktik berlindung yang sejati dilandasi oleh kebijaksanaan,
batin utama, dan faktor mental40 yang mengetahui kualitas
dan perbedaan antar Triratna serta yang menyatakan
keyakinan kepada Triratna, dan seterusnya.”

Begitu pula yang dinyatakan dalam Risalah Agung Tahapan


Jalan Menuju Pencerahan41:
“Berdasarkan kitab Kumpulan Kepastian42, tata cara
berlindung terdiri atas 4 hal: mengenali kualitas, mengetahui
38 Losang di sini adalah Je Tsongkhapa.
39 Kitab ini berisi pertanyaan yang diajukan oleh Je Tsongkhapa kepada Petapa Agung Ngawang
Dragpa. Lalu setelahnya, pertanyaan ini juga dijawab oleh Panchen Losang Chokyi Gyeltsen.
40 Contohnya: keyakinan, aspirasi, ingatan, dsb.
41 Lamrim Chenmo. Karya Je Tsongkhapa.
42 Winiscaya-samgrahani. Karya Arya Asanga.

8
TRISARANA
Cara Berlindung

perbedaan, menyatakan keyakinan atau komitmen, dan


berlindung tanpa mengakui objek perlindungan yang lain.”

Oleh karena itu, jika dinyatakan secara singkat, 4 hal ini


adalah:

2.2.1. Mengenali Kualitas


2.2.1.1. Kualitas Tubuh
Kualitas tubuh Buddha terdiri dari tanda-tanda utama dan
tambahan, serta hakikatnya yang tak jemu dipandang. Seperti
yang diutarakan dalam Pujian dengan Perumpamaan43:
“Tubuhmu berhias tanda-tanda utama,
begitu indah layaknya amerta bagi mata,
laksana cakrawala tak bermega di musim gugur
yang berhiaskan kumpulan bintang.”

Selain tanda utama dan tambahan, Buddha juga dapat


mengetahui isi pikiran makhluk lain dan sudah terbebas dari
klesha. Seperti yang dinyatakan dalam Bab 8 dari Ornamen
Realisasi44, “Hanya dengan melihat tubuhmu, klesha ditenangkan
dan benih pembebasan pun ditaburkan.”

Dalam Sutra juga dinyatakan:


“Sekadar merinci perbedaan dari Dharmakaya45 akan
memberikan manfaat bagi semua makhluk. Sekadar
mendengar dan menyentuhnya memberikan manfaat bagi
semua makhluk.”

43 Upama-stawa.
44 Abhisamayalamkara. Diyakini sebagai karya Maitreya yang diwahyukan pada Asanga.
45 Tubuh Kebenaran Buddha. Basis absolut dari realitas, yang darinya semua fenomena menjelma.

9
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

Sutra Kalpa yang Beruntung46, Jalan Tengah47, Untaian


Permata48, dan kitab-kitab lainnya mengungkapkan bahwa
melakukan hal ini merupakan sebab dari kebajikan yang tak
terbatas.

2.2.1.2. Kualitas Ucapan


Kualitas ucapan, seperti yang disebutkan dalam Ornamen
Kumpulan Sutra Mahayana49, Pembagian Tingkatan50, Inti Jalan
Tengah51, dsb., adalah ucapan merdu dengan 60 kualitas khusus.
Berdasarkan Bab Kebenaran, kualitas khusus yang utama adalah:
“Ketika semua makhluk mengajukan begitu banyak
pertanyaan secara bersamaan, satu ucapan merdu bisa
menjawab semua pertanyaan ini sehingga memuaskan batin
setiap makhluk.”

Kemampuan yang dihasilkan dari realisasi murni ini – satu


ucapan merdu yang mampu memotong segala ketidaktahuan dan
keraguan dari beragam aspirasi para makhluk yang jumlahnya tak
terbatas bak angkasa – merupakan perwujudan sempurna dari
upaya untuk memberi manfaat bagi makhluk lain.

2.2.1.3. Kualitas Batin


Kualitas batin Buddha berciri: memahami secara langsung
dan bersamaan, tanpa kemelekatan dan halangan, tersusun
atas semua aspek dari kedua kebenaran – aspek sebagaimana
adanya (aspek tertinggi) dan aspek semua keberadaan (aspek
konvensional) – dan welas asih agung yang secara sinambung

46 Bhadrakalpa-sutra.
47 Madhyamika.
48 Ratnawali.
49 Mahayana-sutralamkara-karika. Diyakini sebagai karya Maitreya yang diwahyukan pada
Asanga.
50 Karya Arya Asanga.
51 Madhyamaka-hrdaya-karika. Karya Bhawawiweka.

10
TRISARANA
Cara Berlindung

memperhatikan semua pengembara bak anak sendiri. Oleh


karena itu, semua kiprahnya selalu tepat waktu dan bersesuaian
dengan bimbingan, sebagaimana yang dikisahkan dalam Sutra Si
Bijak dan Si Dungu52 tentang putri Raja Prasenajit yang bernama
Putri Wajri.

Meski saat ini kita masih berada dalam samsara dan didera
oleh aneka penderitaan, bukan berarti Buddha tak memperhatikan
kita, karena untuk memperoleh perlindungan dibutuhkan
pertemuan antara sebab dan kondisi. Dan pada kondisi sekarang,
sebab yang berasal dari diri kita tidaklah mencukupi. Pujian bagi
Yang Layak Dipuji53 mengatakan:
“Engkau telah benar-benar merealisasikan
semua kekuatan eksternal.
Tapi karena belum meraih kekuatan internal,
makhluk biasa masih didera penderitaan.”

Ini adalah ibarat gua yang tak menerima sinar mentari


karena menghadap ke utara, atau orang buta yang tak bisa melihat
sinar mentari; dalam kasus pertama, gua tak menjadi gelap karena
mentari tak bersinar. Sama halnya, adalah kesalahan diri sendiri
jika kita tak terlindungi.

Untuk memahami kualitas Buddha dengan baik, kita bisa


menelaah bagian manapun dari 84.000 ajaran dalam Tripitaka
berikut ulasannya, yang menjabarkan kualitas agung Buddha.
Sebagian menjabarkan sebab dan sebagian lainnya menjabarkan
hasil, yang pada gilirannya memungkinkan kita memahami
riwayat hidup Buddha. Yang Agung Atisha juga pernah berkata
bahwa ketika berada di Tibet, karena tak membaca banyak
52 Damamuka-nidana-sutra. Edisi bahasa indonesia diterbitkan oleh Penerbit Kadam Choeling
53 Warnarha-warna-stotra.

11
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

Sutra dan Tantra, keyakinannya menjadi menurun. Maksudnya,


semakin banyak Sutra yang dibaca, semakin berkembang pula
keyakinan kita.

Secara singkat, kita perlu mengetahui alasan mengapa


Buddha layak menjadi objek perlindungan, baik melalui 4
karakteristik – terbebas dari segala ketakutan, terampil dalam
membebaskan makhluk lain dari ketakutan, welas asih agung
kepada semua makhluk tanpa pilih kasih, dan memberikan manfaat
kepada semua makhluk (baik yang menguntungkan maupun tak
menguntungkan beliau) – ataupun 3 hal-ihwal – kemahatahuan,
cinta kasih, dan kekuatan.

Melalui perenungan menyeluruh akan hal ini, para


cendekiawan memahami secara pasti dan mendalam ihwal
mengapa Sang Guru disebut sebagai makhluk sejati dan sebagainya.
Mereka merenungkannya berdasarkan kitab Ikhtisar Pramana54
dengan 2 cara, yaitu urutan kemunculan dan urutan kebalikannya.

Dengan memahami kualitas Buddha dan mengetahui


bahwa kekuatan Dharma memunculkan Buddha, kita akan
membangkitkan rasa hormat pada Dharma. Selanjutnya, karena
mengetahui bahwa Sangha adalah mereka yang berlatih sesuai
Dharma, kita juga akan menumbuhkan rasa hormat pada Sangha.

2.2.2. Mengetahui Perbedaan Masing-Masing Ratna


Tidaklah tepat jika kita berpikir bahwa sudah cukup jika
kita berlindung hanya karena mengetahui kualitas tak terbatas
dari Ratna tertentu. Kita juga harus mengetahui bahwa masing-
masing Ratna memiliki peran berlainan yang tak tergantikan dari
segi memberi manfaat kepada bimbingan dan sebagainya; oleh
54 Pramanawartika

12
TRISARANA
Cara Berlindung

karena itu, perbedaan ini akan dijelaskan.

Seperti yang dinyatakan dalam Risalah Ilmu Mahayana yang


Lebih Tinggi:
“Sang Guru adalah pemutar ajaran
dari ketiga Kendaraan55 dan ketiga tindakan56.
Berdasarkan peran dari masing-masing Ratna, kita
berlindung.
Demikianlah penempatan ketiga perlindungan.”

Tambahan singkat untuk hal ini yang perlu kita ketahui


berdasarkan penjelasan dari Lamrim57 adalah terdapat 6 perbedaan
Triratna dilihat dari perbedaan karakteristiknya, tindakannya,
sikapnya, praktiknya, kaitannya dengan ingatan, dan ihwal
bagaimana kebajikan seseorang dapat meningkat.

2.2.3. Menyatakan Keyakinan


Tak hanya sekadar memahami perbedaan dari masing-
masing Ratna, kita juga perlu mengenali pelindung kita secara
pasti layaknya seorang pasien merana yang melihat kualitas
seorang tabib ahli. Hal ini sama dengan mengenali Buddha sebagai
Guru yang mengajarkan praktik berlindung, Dharma sebagai
perlindungan sejati, serta Sangha sebagai sahabat dalam praktik
berlindung.

2.2.4. Berlindung tanpa Mengakui Objek Perlindungan yang


Lain
Ketika mengambil perlindungan, kita perlu berlindung
secara penuh hanya kepada Triratna dan bukan pada guru
55 Srawaka-yana, Pratyeka-yana, dan Bodhisatwa-yana.
56 Kepada Buddha kita bersujud dan memberi persembahan, kepada Dharma kita menghormati
dan menjadikannya sebab berlindung, dan kepada Sangha kita melayani, menghormati, dan
mengganggapnya sebagai rekan dalam berlatih.
57 Secara harfiah bermakna tahapan jalan menuju pencerahan.

13
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

Tirthika58 dan sebagainya. Seperti yang dinyatakan dalam Pujian


kepada Yang Agung59:
“Setelah meninggalkan guru lain, aku
berlindung padamu, O Begawan.
Mengapa demikian?
Karena Engkaulah yang tak bercacat dan dipenuhi semua
kualitas.”

Kitab yang sama juga menyatakan:


“Semakin banyak aku merenungkan aspek-aspek dari ajaran
Tirthika
dan membandingkannya, Engkau keluar sebagai yang
terunggul, dan hatiku pun menjadi yakin.
Filsafat lain tak mengetahui segalanya dan punya cacat yang
merusak batin,
namun pandangan salah yang menimbulkan cacat ini tak
dapat kulihat dalam dirimu.”

Jika kita adalah seseorang yang setelah melihat kelemahan


dari guru atau ajaran lain tetap tak meninggalkan mereka, dan
malah menipu diri sendiri serta memandang semua hal tersebut
sebagai sesuatu yang baik, berarti kita tak meyakini Guru kita
sepenuhnya dan tak mampu melihat kualitasnya.

Berdasarkan hal ini, ketika kita memahami 4 karakteristik


yang telah disebutkan sebelumnya, pengaruh yang nyata akan
muncul. Keempatnya adalah karakteristik yang wajib dimiliki
ketika berlindung.

Sebagai tambahan, ciri-ciri praktik berlindung Mahayana


dijelaskan secara singkat dalam Ornamen Kumpulan Sutra
58 Penganut paham ekstrimisme.
59 Wisesa-stawa.

14
TRISARANA
Cara Berlindung

Mahayana:
“Pergi sepenuhnya60, menyatakan keyakinan61, realisasi62,
dan melampaui63 adalah 4 karakteristik khusus berdasarkan
hakikat pembagiannya. Karena mereka termasuk praktik
kendaraan terunggul, maka perlindungan apapun yang
dilakukan dengan 4 karakteristik ini adalah perlindungan
terunggul.”

Maksudnya, siapa pun yang ingin membebaskan semua


makhluk dan sebagainya perlu mencapai semua karakteristik ini
secara menyeluruh dan lengkap.

Singkatnya, instruksi tentang berlindung penting bagi semua


makhluk, baik untuk praktisi jalan motivasi agung, menengah,
maupun kecil. Praktik ini sesuai dengan semua kapasitas batin,
dan untuk tiap kapasitas, terdapat instruksi khusus tentang
berlindung. Meski yang mempraktikkannya adalah orang biasa
yang tak fasih dalam kitab-kitab utama, namun jika ia yakin
bahwa Triratna itu suci dan bisa diandalkan, lalu memercayakan
diri sepenuhnya pada Triratna untuk segala kebahagiaan maupun
kesedihan yang akan diperolehnya, ia juga akan memperoleh
manfaat yang besar.

Seperti yang dinyatakan dalam 3 Pikiran Konseptual


Tantra64:
“[Orang] yang bodoh namun punya keyakinan yang
tak tergoyahkan [akan] mendekati keberhasilan praktik
berlindung.”

60 Sepenuhnya berfokus pada objek (semua makhluk).


61 Menyatakan keyakinan kepada inti perlindungan-hasil.
62 Disertai dengan realiasi ketanpaakuan.
63 Melampaui fungsi Arhat dan Pratyekabuddha.
64 Salah satu kitab yang berkaitan dengan Tantra Wajrabhairawa karya Buddha Wajradhara.

15
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

Praktisi jalan motivasi kecil memakai landasan perenungan


akan ketidakkekalan dan penderitaan alam rendah untuk
menjalankan praktik berlindung yang sejati kepada Triratna
dengan berupaya menjalankan sila berlindung, serta menghindari
apa yang perlu dihindari dan melakukan apa yang perlu dilakukan
sesuai dengan prinsip hukum karma dan akibatnya. Ini semua
tercakup dalam ajaran praktisi jalan motivasi kecil.

Praktisi jalan motivasi menengah memakai landasan


penolakan yang muncul dari perenungan akan penderitaan
samsara untuk mengikuti Sang Buddha berlatih dalam 3 Latihan
Yang Lebih Tinggi65. Ini semua juga mencakup praktik berlindung
di dalamnya.

Terkait praktisi jalan motivasi agung, seperti yang dinyatakan


dalam Rangkuman Penyempurnaan66:
“Karena welas asih dan cinta kasih kepada semua makhluk,
mereka beraspirasi mencapai kualitas Buddha sehingga segera
berlindung kepada semua Buddha.
Mereka bertindak berlandaskan welas asih agung untuk
kepentingan makhluk lain, bukan diri sendiri, dan berlindung
pada Dharma bodhicita terunggul.”

Batin welas asih yang dibangkitkan ini terutama berupaya


mencapai Kebuddhaan-hasil67 demi kebahagiaan makhluk
lain. Sebab pencapaian ini adalah praktik Bodhisatwa yang
memadukan metode dan kebijaksanaan, yang juga mencakup
praktik berlindung.

65 Sila, Samadhi, Prajna.


66 Paramitasamasa
67 Kebuddhaan sebagai kondisi/keadaan yang akan diraih di masa depan dengan upaya tertentu.

16
TRISARANA
Cara Berlindung

Dalam Wajrayana, kita tak hanya sekadar berlindung pada


Kebuddhaan-hasil, namun juga menanamkan kesadaraan bahwa
kita adalah Buddha, kemudian berlatih memeditasikan metode
penggabungan jalan hasil dan penyempurnaan kedua tahapan68
dengan karakteristik atau tanpa karakteristik.

Begitu pula ketika kita berlindung kepada Sangha, Daka dan


Dakini, serta para pelindung Dharma yang akan membantu dalam
merampungkan aktivitas. Ini juga memungkinkan kita menyusun
pertanda keberhasilan dalam melakukan 4 jenis aktivitas luas
untuk kepentingan makhluk lain. Semua hal ini tak terlepas dari
praktik berlindung.

Singkatnya, semua ajaran dari kitab maupun realisasi


tercakup dalam ajaran ihwal berlindung, dan hal ini juga dinyatakan
dalam Ulasan atas Risalah Ilmu Mahayana yang Lebih Tinggi:
“Agar bisa memahami praktik berlindung dengan baik, kita
harus mengetahui semua aspeknya melalui kitab-kitab berikut
ulasannya tanpa terkecuali.”

Oleh karena itu, bukan Buddha yang pilih kasih, namun besar
kecilnya kekuatan perlindungan kita sendirilah yang menentukan
tingkat perlindungan yang akan kita peroleh (mis: terlindungi dari
ketakutan yang bersifat sementara, ketakutan akan alam rendah,
ketakutan akan samsara, dst.). Seperti yang dinyatakan dalam
Ornamen Kumpulan Sutra Mahayana:
“Buddha merupakan perlindungan sejati karena
melindungi dari semua bahaya,
dari alam rendah dan ketidakbajikan,
dari ketakutan akan kendaraan rendah.”
68 Dwikrama. Terdiri dari utpatikrama (tahap pembangkitan) dan sampannakrama (tahap
perampungan).

17
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

2.3. Bagaimana Cara Berlindung yang Sesungguhnya


Mengikuti teladan Yang Mulia Serlingpa yang terdapat
dalam riwayat hidupnya, pertama-tama bersihkan ruangan,
taburkan bunga pada lantai, percikkan wewangian, dan susun
altar dengan perlambang tubuh, ucapan, dan batin Buddha.
Perlambang tubuh bisa berupa arca, gambar, atau relief dari
Buddha Shakyamuni ataupun Bodhisatwa. Di depan perlambang
ini, susunlah persembahan apapun yang diperoleh secara benar
dengan susunan yang indah dan apik.

Pada tempat yang nyaman, duduk dengan cara yang sesuai,


lalu amati batin kita sendiri.

Saat ini kita telah memperoleh tubuh manusia yang


berharga, namun kita sama sekali tak bisa yakin bahwa kita akan
memperoleh kebahagiaan di kehidupan selanjutnya. Karena
jumlah kesalahan yang telah dikumpulkan tak terbatas, segera
setelah napas berhenti kita akan terjatuh ke alam rendah. Jika kita
membayangkan kelahiran kembali di sana dan deraan penderitaan
yang tak tertahankan, hal ini akan memunculkan ketakutan yang
luar biasa. Lalu, bayangkanlah ayah kita berada di sebelah kanan
kita, ibu di sebelah kiri, dan semua makhluk di 6 alam yang tak
terbatas di sekeliling kita.

Dengan berpikir bahwa semua makhluk tak lain adalah


sosok ibu yang telah begitu baik pada kita, bangkitkan welas
asih sekuat mungkin. Lalu, haturkan permohonan kepada objek
perlindungan, “Demi memberi manfaat kepada mereka semua,
maka dengan batin yang luar biasa bajik, aku akan mencapai
tingkat Kebuddhaan.” Renungkan:

18
TRISARANA
Cara Berlindung

Di angkasa di hadapanku, di sebuah singgasana permata


yang tinggi dan besar, ditopang oleh delapan singa agung,
di atas dudukan yang tersusun dari bantalan matahari dan
bulan serta teratai beraneka warna, duduklah Guru spiritual
utamaku yang begitu baik hatinya, berwujud Buddha
Shakyamuni Sang Pemenang. Warna tubuhnya bagaikan
emas murni. Di atas kepalanya terdapat ushnisha69. Beliau
berwajah satu dan bertangan dua. Tangan kanannya menekan
bumi dan tangan kirinya memegang mangkuk berisi amerta.
Beliau mengenakan tiga lapis jubah biksu dengan eloknya.

Beliau duduk dalam sikap Wajrasana (teratai penuh) dalam


luapan cahaya. Di jantung hatinya, terdapat Penakluk
Wajradhara. Di jantung hati Wajradhara, terdapat aksara
HUNG berwarna biru yang bersinar. Di belakang Buddha
Shakyamuni, di sebelah atas, tepatnya di singgasana dudukan
teratai, matahari, dan bulan, terdapat Buddha Wajradhara
beserta Guru-Guru dari Silsilah Praktik Terberkahi yang
duduk mengelilinginya.

Di sebelah kanan, terdapat Yang Mulia Maitreya beserta


Guru-Guru dari Silsilah Aktivitas Luas yang mengelilinginya.
Di sebelah kiri, terdapat Yang Mulia Manjushri beserta
Guru-Guru dari Silsilah Pandangan Mendalam yang
mengelilinginya. Di depan, terdapat Guru spiritual utama kita
yang baik hati, yang dikelilingi oleh Guru-Guru yang punya
hubungan spriritual dengan kita. Di sekelilingnya, terdapat
para Istadewata, Buddha, Bodhisatwa, Daka, Dakini, dan
kumpulan pelindung ajaran dengan kebijaksanaan unggul.

69 Salah satu tanda utama seorang Buddha yang berupa tonjolan cakra mahkota.

19
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

Di hadapan mereka semua, pada tahta yang indah sekali,


terdapat berbagai sabda Dharma dalam bentuk kitab yang
hakikatnya berupa cahaya. Di sebelah luar, di manapun
tempat yang memungkinkan, terdapat bilangan tak terbatas
perwujudan Buddha sesuai kebutuhan para makhluk yang
dibayangkan tersebar di 10 penjuru. Bayangkan semua
makhluk, termasuk diri kita, merasakan kebahagiaan. Setelah
merasakan ngerinya penderitaan samsara dan melihat
kualitas Triratna, secara bersama-sama diri kita dan semua
makhluk melafalkan:

“Intisari dari semua tubuh, ucapan, batin, kualitas, aktivitas


semua Tathagata di 3 masa dan 10 penjuru,
sumber tertinggi dari 84.000 bagian ajaran,
pemimpin semua Arya Sangha,
O Yang Mulia dan Suci, Guru Akar yang baik hati dan Guru-
Guru silsilah, kepadamu aku berlindung.”

Lafalkan “Aku berlindung kepada Guru” sebanyak mungkin


sambil membayangkan sejelas mungkin bahwa aliran amerta
tercurah dari tubuh Buddha dan Guru-Guru spiritual secara
langsung maupun tidak, dan curahan ini larut ke dalam tubuh dan
batin kita serta semua makhluk, memurnikan semua kesalahan
dan halangan, khususnya yang berkaitan dengan bertumpu pada
Guru spiritual (mis: melukai tubuhnya, melanggar perintahnya,
mengganggu batinnya, dsb.). Tubuh kita dan semua makhluk
menjadi berhakikat cahaya, lalu semua kualitas seperti umur,
kebajikan, pembelajaran, dan realisasi pun berkembang luas.
Bayangkan bahwa karena berkah tubuh, ucapan, dan batin Guru
telah larut dalam diri kita dan semua makhluk, kita semua pun
kini berada dalam perlindungan beliau.

20
TRISARANA
Cara Berlindung

Lafalkan “Aku berlindung kepada Buddha” sebanyak


mungkin sambil membayangkan sejelas mungkin bahwa
aliran amerta tercurah dari tubuh semua Buddha (mis: Buddha
Wajradhara dan sebagainya) ke dalam tubuh dan batin kita serta
semua makhluk, memurnikan halangan kesalahan secara umum
dan kumpulan kesalahan yang berkaitan dengan Buddha (mis:
dengan niat jahat melukai tubuh Tathagata, mencari nafkah dengan
menjual arca Buddha, mengkritik arca Buddha, menghancurkan
wihara dan stupa, dsb.). Bayangkan bahwa karena berkah tubuh,
ucapan, dan batin para Buddha telah larut dalam diri kita dan
semua makhluk, kita semua pun kini berada dalam perlindungan
Buddha.

Lafalkan “Aku berlindung kepada Dharma” sebanyak


mungkin sambil membayangkan sejelas mungkin bahwa aliran
amerta tercurah dari kumpulan kitab Dharma yang suci ke
dalam tubuh dan batin kita serta semua makhluk, memurnikan
halangan kesalahan secara umum dan kumpulan kesalahan yang
berkaitan dengan Dharma (mis: menjual kitab sebagai sumber
penghidupan, menggadaikannya, meletakkannya di lantai,
mengayun-ayunkannya, merendahkan Dharma dan pengajar
Dharma, menghalangi penyebaran ajaran dan latihan Dharma,
dsb.). Bayangkan bahwa kita kini berada dalam perlindungan
Dharma.

Lafalkan “Aku berlindung kepada Sangha” sebanyak


mungkin sambil membayangkan sejelas mungkin bahwa
aliran amerta tercurah dari para Bodhisatwa, Pratyekabuddha,
Arhat, Daka, Dakini, serta kumpulan pelindung ajaran dengan
kebijaksanaan unggul ke dalam tubuh dan batin kita serta semua
makhluk, memurnikan kumpulan kesalahan yang berkaitan

21
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

dengan Sangha (mis: memecah-belah Sangha, mencuri barang


milik Sangha, mencemarkan nama baik Sangha, dsb.). Bayangkan
bahwa kita kini berada dalam perlindungan Sangha dan
merasakan kebahagiaan.

Jika kita juga berlindung kepada Istadewata dan


Pelindung Dharma secara terpisah, lafalkan “Aku berlindung
kepada kumpulan suci, mandala dari para Istadewata beserta
rombongannya” sebanyak mungkin sambil membayangkan
sejelas mungkin bahwa aliran amerta tercurah dari tubuh para
Istadewata ke dalam tubuh dan batin kita serta semua makhluk,
memurnikan semua pelanggaran komitmen utama dan tambahan
dari aspek umum dan khusus Panca Dhyani Buddha70. Setelah
menyerap berkah dari para Istadewata, bayangkan bahwa kita
menjadi wadah yang cocok untuk merealisasikan kedua tingkatan
khusus.

Lafalkan “Aku berlindung kepada Yang Mulia Pelindung


Dharma yang bermata kebijaksanaan” sebanyak mungkin
sambil membayangkan sejelas mungkin bahwa pancaran cahaya
bak nyala api dari para Pelindung Dharma (mis: Mahakala
bertangan enam) masuk ke dalam tubuh kita dan membakar
semua kekuatan jahat (halangan) dalam diri kita hingga tak
bersisa. Setelah berkah para Pelindung Dharma larut ke dalam
tubuh dan batin kita, bayangkan bahwa mulai saat ini kita benar-
benar terlindungi dari bahaya apapun (mis: wabah, makhluk halus
pengganggu, dsb.).

70 Panca Dhyani Buddha atau 5 Buddha Kebijaksanaan adalah perwakilan dari 5 kualitas
seorang Buddha. Wairocana→ ajaran Dharma yang merangkul semua dan melenyapkan
ketidaktahuan, Amoghasidhi→keberanian yang mencapai semua dan melenyapkan iri hati
dan cemburu, Amitabha→meditasi yang mencari kebenaran dan melenyapkan egoisme dan
kemelekatan, Ratnasambhawa→pemberian yang tak pilih kasih dan melenyapkan keangkuhan
dan keserakahan, Akshobhya→kerendahan hati yang non-dualis dan melenyapkan amarah.

22
TRISARANA
Cara Berlindung

Dikatakan bahwa jika kita hanya bertumpu pada sistem


Sutra, maka ketika melakukan praktik-praktik yang disebutkan di
atas, kita tak melakukan pemurnian dengan melarutkan amerta,
dan sebagai gantinya kita membayangkan pancaran cahaya
meresap memberkahi kita. Bayangkan bahwa mereka benar-
benar datang dan berjanji, “Kami akan menjadi prajurit pelindung
yang membebaskanmu dari samudera penderitaan samsara”,
sehingga kita pun merasa bahagia dan membayangkan dengan
keyakinan kuat sampai merinding dan berlinang air mata;
setelahnya, berlindunglah. Semua paparan di atas adalah praktik
berlindung yang umum.

Di sisi lain, membangkitkan bodhicita adalah batin yang


menempatkan para makhluk sebagai tujuan utama, layaknya
aksi menyelamatkan saudara yang disayangi (mis: ketika mereka
didera oleh ketakutan yang sangat besar di tengah bencana perang
dan sebagainya). Kita ibarat kepala keluarga yang tak mencari
pembebasan untuk diri sendiri.

Lafalkan “Kepada Buddha, Dharma, dan Sangha, aku


berlindung hingga mencapai pencerahan” sebanyak mungkin
sambil membayangkan sejelas mungkin bahwa aliran amerta
tercurah dari kumpulan Triratna ke dalam tubuh dan batin
kita serta semua makhluk, dan memurnikan semua halangan.
Tubuh kita dan mereka menjadi transparan dan bercahaya; serta
umur, kebajikan, semua kualitas pembelajaran, dan realisasi pun
meningkat dengan pesat. Bayangkan bahwa berkah khusus dari
Triratna larut ke dalam diri kita dan semua makhluk.

Setelah itu, lafalkan “Dengan praktik berdana dan paramita


lain yang kulakukan, semoga aku mencapai Kebuddhaan demi

23
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

kebaikan semua makhluk” sebanyak mungkin. Lakukan ini


sambil memeditasikan bodhicita sekuat mungkin, dan dari tubuh
Munindra71 muncul tubuh Munindra kedua yang melebur ke
dalam diri kita sehingga kita pun berubah menjadi Munindra.
Dari diri kita yang telah berubah menjadi Munindra, pancaran
cahaya meresap masuk ke diri semua makhluk, para ibu dan
ayah yang ada di sekeliling kita, memurnikan semua halangan
dan penderitaan semua makhluk. Lalu, bayangkan bahwa semua
makhluk mencapai tingkat Munindra. Ini merupakan meditasi
metode penggabungan Jalan dengan bodhicita-hasil72.

Hal ini selaras dengan uraian dalam Sutra Penyempurnaan


Kebijaksanaan73 dan kitab lainnya, dan dikatakan bahwa setelah
proses visualisasi ini, dalam sekejap alam rendah menjadi
kosong.

Sutra yang Dimohon oleh Raja Naga Chuda74 menyatakan


hal serupa, yaitu membayangkan tubuh kita juga terdapat dalam
tubuh semua makhluk, lalu membayangkan tubuh semua
makhluk berdiam dalam tubuh Buddha. Yang Mulia Yeshe
Gyeltsen yang baik hati juga menyatakan secara gamblang bahwa
hal ini tak bertentangan dengan sistem Sutra.

Kemudian, seperti tercantum dalam Tantra Dakini-


Wajrapanjara, lafalkanlah pengakuan harian atau yang dikenal
dengan Doa 7 Bagian, “Kepada Triratna, aku berlindung” dan
seterusnya, atau lafalkan versi panjang seperti yang biasanya
dibacakan. Lafalkan tiap baris sesuai dengan urutan.

71 Buddha Shakyamuni.
72 Bodhicitta sebagai kondisi/keadaan yang akan diraih di masa depan dengan upaya tertentu.
73 Prajnaparamita-sutra
74 Ratnachudaparipriccha-sutra.

24
TRISARANA
Cara Berlindung

Kita perlu selalu mengingat bahwa dasar semua kebajikan


adalah praktik berlindung yang ibarat ladang; mengakui
kesalahan adalah ibarat menghilangkan penghalang berupa
bebatuan dan kerikil yang ada di ladang; menghimpun kondisi-
kondisi yang mendukung dengan turut bersukacita adalah ibarat
menyiram dengan air dan menabur pupuk; benih yang ditanam
adalah bodhicita, lalu yang membuat panen berlimpah adalah
tindakan Bodhisatwa yang merupakan penopang semua makhluk.

Kemudan, ketika memeditasikan 4 Kemuliaan Tanpa Batas,


kita memperluas objek meditasi dari bodhicita karena pada
saat membangkitkan bodhicita, kita berpikir bahwa kita akan
memberi manfaat untuk semua makhluk; maksudnya, keinginan
menghilangkan penderitaan dan memberikan kebahagiaan.
Keinginan untuk menghilangkan penderitaan adalah welas asih,
dan keinginan untuk memberikan kebahagiaan adalah cinta
kasih. Karena kebahagiaan yang tercemar tak bisa diandalkan dan
merupakan sesuatu yang menipu, kita ingin membawa semua
makhluk menuju suatu kebahagiaan tak tercemar yang tak lagi
merosot. Dan keinginan ini juga dilandasi dengan keseimbangan
batin yang memperlakukan semua makhluk – baik sahabat
maupun musuh – dengan setara.

Cara memeditasikannya: cinta kasih muncul dengan


merenungkan bahwa para makhluk – ibu-ibu kita yang renta –
sejak waktu tak bermula hanya menginginkan kebahagiaan, namun
karena tak menciptakan sebabnya, mereka tak bisa merasakan
satu pun kebahagiaan sejati. Kalaupun sekarang mereka memiliki
sedikit kebahagiaan, hal tersebut akan segera berubah menjadi
penderitaan. Sehingga kita berpikir:

25
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

“Alangkah indahnya jika para pengembara memperoleh


kebahagiaan dan sebab kebahagiaan; semoga mereka
memperolehnya.”

Welas asih muncul dengan merenungkan bahwa mereka


sejak waktu tak bermula hanya menghimpun sebab penderitaan
sehingga mengalami penderitaan yang tak terbatas. Sekarang
pun mereka mengalaminya, dan masih menciptakan sebab
penderitaan. Sehingga kita berpikir:
“Alangkah indahnya jika mereka terbebas dari penderitaan
dan sebab penderitaan; semoga mereka terbebas dari hal
tersebut.
Alangkah indahnya jika mereka tak terpisahkan dari
kebahagiaan dan sebab kebahagiaan; semoga mereka tak
berpisah dari hal tersebut.”

Rasakan kebahagiaan ketika kita berpikir bahwa mereka


mendapatkan seperti yang kita bayangkan. Lalu, pikirkan bahwa
sejak waktu tak bermula mereka memedulikan makhluk yang
mereka sukai dan mengabaikan yang tak mereka sukai, sehingga
akhirnya mereka menghimpun berbagai karma buruk dari
kemelekatan dan kebencian. Karena hal inilah mereka harus
mengalami penderitaan samsara secara umum, dan penderitaan
alam rendah secara khusus.
“Alangkah indahnya jika mereka berdiam dalam keseimbangan
batin yang terbebas dari kemelekatan dan kebencian karena
memedulikan yang disukai dan mengabaikan yang tak
disukai; semoga mereka berdiam dalam keadaan tersebut.

Sama halnya, diriku akan mengembangkan keseimbangan


batin kepada semua makhluk, tak melekat maupun benci
karena mendekati satu pihak dan menjauhi pihak lain.”
26
TRISARANA
Cara Berlindung

Visualisasikan objek keseimbangan batin sembari melafal:


“Semoga semua makhluk memperoleh kebahagiaan dan sebab
kebahagiaan
Semoga semua makhluk terbebas dari penderitaan dan sebab
penderitaan
Semoga semua makhluk tak terpisahkan dari kebahagiaan
tanpa penderitaan
Semoga semua makhluk berdiam dalam keseimbangan batin
yang bebas dari kemelekatan dan kebencian.”

Meditasikan 4 Kemuliaan Tanpa Batas dengan kuat sambil


membayangkan bahwa dari tubuh semua ladang berkah muncul
limpahan aliran amerta yang meresap ke dalam tubuh semua
makhluk – ibu dan ayah kita – memurnikan semua karma dan
klesha dari kemelekatan, kebencian, dsb., serta penderitaan yang
disebabkan olehnya. Bayangkan bahwa mereka memperoleh
kebahagiaan sempurna yang tak tercemar dan berdiam dalam 4
Kemuliaan Tanpa Batas ini.

Dalam Sutra Himpunan Permata75, di Bab Dharma-paryaya76,


keseimbangan batin dijelaskan panjang lebar dan rinci sehingga
diletakkan di bagian akhir. Di sisi lain, berdasarkan instruksi
Yang Mulia Atisha, batin yang seimbang perlu dilatih terlebih
dahulu sebagaimana yang tertera dalam Sutra Penyempurnaan
Kebijaksanaan dan Ornamen Realisasi77, yang menyatakan bahwa
tingkat kehangatan78 dari latihan sempurna dalam semua aspek
punya 10 batin79. Meski demikian, pelafalan “Semoga semua
75 Maharatnakuta-sutra.
76 Bab ihwal berbagai pembagian Dharma.
77 Terdapat pada Bab IV.
78 Salah satu tingkatan dalam Marga Persiapan.
79 10 batin: keseimbangan batin, cinta kasih, memberi manfaat, tanpa amarah, tanpa kekerasan,
batin yang menganggap semua makhluk sebagai ayah dan ibu, sebagai saudara laki-laki dan
perempuan, sebagai putra dan putri, sebagai kerabat dan teman, dan sebagai saudara dalam
dan luar.

27
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

makhluk berdiam dalam keseimbangan batin yang bebas dari


kemelekatan dan kebencian” dapat dilakukan di bagian awal
ataupun akhir.

Setelah itu, dimotivasi oleh keyakinan – sehubungan dengan


meditasi reflektif80 – terhadap Jalan Pandangan Mendalam dan
Aktivitas Luas, lafalkan:
“Dengan apapun yang akan selalu berkaitan...”81

Ketika melakukan pemandian, visualisasikan tempat


pemandian. Lalu, para dewa-dewi mempersembahkan pemandian
dari atas dengan jambangan yang terisi penuh amerta kepada
para tamu yang diundang. Lalu, persembahan pakaian surgawi,
perhiasan, dsb. dilakukan sesuai dengan urutan.

Sebagai tambahan, Doa 7 Bagian versi panjang bisa dilafalkan


beserta persembahan mandala 37 bagian atau 7 bagian, dan
setelahnya, Dasar Semua Kebajikan atau Permohonan 3 Tujuan
Agung. Pada bagian penutup, bayangkan bahwa pancaran cahaya
dari jantung hati Guru Munindra meresap ke ladang kebajikan82
yang ada di sekitarnya. Mereka semua kemudian berubah menjadi
cahaya dan melebur ke dalam tubuh Munindra. Lalu, bayangkan
bahwa Guru Munindra melebur ke dalam urna83 dan memberkahi
kita.
80 Penting untuk membedakannya dengan meditasi analitis. Berdasarkan Pembebasan di
Tangan Kita Jilid I catatan kaki 92: Meditasi reflektif serupa dengan melihat ke bawah dari
atas sebuah gunung yang tinggi dan melafal nama berbagai daerah yang ada di bawah saat
anda menunjuknya dengan jari. Artinya, anda hanya meninjau kembali satu-persatu berbagai
Tahapan Jalan dalam batin anda tanpa benar-benar membangkitkan realisasi penghayatan
terhadap mereka.
81 Bait lengkapnya terdapat dalam kumpulan doa Kidung Manggala Bhakti: “Dengan apapun
yang akan selalu berkaitan dengan hukum sebab-akibat yang saling bergantungan /Bukan lenyap
maupun lahir /bukan tiada maupun abadi /bukan datang maupun pergi /bukan berbeda maupun
berbagi makna /dengan uraian Dharma panjang lebar yang membimbing ke kedamaian, aku
bersujud kepada berbagai Sabda Suci Sammasambuddha //.
82 Merujuk ke Triratna; ibarat benih yang tumbuh di atas tanah, begitu juga benih yang dihasilkan
oleh karma bajik tumbuh dengan bergantung pada Triratna.
83 Bagian tengah di antara kedua alis mata.

28
TRISARANA
Cara Berlindung

Untuk bagian penutup, dengan kebajikan, perbuatan baik,


dsb. yang telah dilakukan, panjatkan doa dan dedikasi dengan
kuat untuk harapan sementara dan tertinggi.

29
TRISARANA
Cara Berlindung

3
Manfaat BERLINDUNG

Seperti yang dinyatakan dalam Tahapan Jalan karya Sang


Wajradhara Konchog Gyeltsen:
“Berlindung menjadikan kita pengikut Buddha.
Merupakan dasar semua ikrar.
Semua karma berat yang sebelumnya dihimpun pun lenyap.
Berlindung menghasilkan kebajikan yang tak terbayangkan.
[Kita] takkan terjatuh ke alam rendah.
Penghalang dari manusia dan non-manusia dimurnikan
sehingga tak lagi mengganggu.
Apapun yang diharapkan akan terwujud.
Pencapaian Kebuddhaan yang segera – inilah 8 manfaat.
Oleh karenanya, berlindunglah siang dan malam.”

Dalam Tantra dinyatakan:


“Yang pertama terkait 8 manfaat – syarat menjadi Buddhis
– secara umum dijelaskan dalam berbagai cara dengan
menekankan perbedaan antara Buddhis dan non-Buddhis.
Meski demikian, Yang Tak Tertandingi Atisha dan Shantipa

31
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

menyatakan bahwa syarat menjadi Buddhis adalah


berlindung.”

Yang Agung Atisha dikatakan sebagai pakar ajaran rahasia


Tantra yang mengungguli para cendekiawan di Tibet, sehingga
para raja dan menteri Tibet berjuang keras untuk mengundang
beliau. Tetapi, setelah memahami kebutuhan dan kapasitas batin
para murid, Yang Agung Atisha – layaknya seorang ibu yang
merawat anaknya dan mengobati si sakit – memutuskan untuk
hanya mengajarkan berlindung dan karma, sehingga beliau pun
mendapat julukan “Guru berlindung dan karma.” Kisah sederhana
ini menunjukkan teladan dan membawa manfaat yang besar bagi
kemajuan praktisi.

Jika kita menjadi angkuh karena merasa telah menjadi


seorang guru spiritual yang hebat padahal tak punya perlindungan
murni dalam diri, ini artinya kita tak mengerti apa syarat menjadi
Buddhis. Kita perlu berhati-hati terhadap sikap ini karena Yang
Amat Baik Hati dan Mulia Yeshe Gyeltsen mengatakan bahwa
terdapat biksu-biksu senior yang duduk di barisan depan84 tetapi
belum memasuki pintu ajaran Buddha.

Terkait manfaat kedua – dasar semua ikrar – Ulasan atas


Perbendaharaan Abhidharma85 menyatakan:
“Berlindung adalah pintu bagi semua pengambilan ikrar yang
sempurna.”

Selain itu, Kitab Akar juga menyatakan,


“Bahkan tak ada upawasatha86 tanpa berlindung.”
84 Duduk di barisan depan ketika mendengarkan ajaran.
85 Abhidharmakosha-karika. Karya Vasubandhu yang menolak filsafat metafisika dari mazhab
Buddhis tertentu.
86 Juga dikenal sebagai uposatha. Merupakan hari di mana umat Buddhis menjaga sila (5 atau 8
sila) selama sehari penuh.

32
TRISARANA
Manfaat Berlindung

Bait ini menyatakan bahwa semua jenis ikrar, baik ikrar


awal maupun lanjutan, yang tak berlandaskan praktik berlindung
adalah ikrar yang keliru. Analoginya, jika benih butuh sepetak
tanah yang sesuai untuk pertumbuhannya, maka tiap ikrar juga
butuh basis berlindung yang sesuai. Inilah alasan kenapa bait
berlindung juga terdapat dalam ritual-ritual pemberian ikrar.

Terkait manfaat ketiga – memurnikan penghalang dan


kesalahan yang sebelumnya telah dihimpun – Risalah Agung
Tahapan Jalan Menuju Pencerahan menyatakan:
“Layaknya dewa yang hampir terlahir sebagai seekor babi
akhirnya terhindar dari kelahiran tersebut karena berlindung,
begitu pula engkau menghilangkan kondisi kelahiran kembali
di alam rendah dengan berlindung.”87

Jika kita mampu berserah diri sehingga bisa tetap berada


dalam naungan Triratna, maka ketika melakukan kesalahan berat
dan terancam jatuh ke dalam jurang alam rendah, kita dapat
terbebas dari ketakutan ini tanpa upaya yang sulit.

Lakon Hidup Bodhisatwa mengatakan:


“Bila, setelah melakukan kesalahan yang sangat mengerikan,
kita meminta pertolongan kepada seorang pemberani agar
terbebas dari ketakutan hebat,
dan nyatanya kita bisa terbebas dalam sekejap dengan
bertumpu padanya,
orang bodoh mana yang takkan melakukannya?”

Terkait manfaat keempat – menghimpun kebajikan besar –


Rangkuman Penyempurnaan menyatakan:

87 Cerita ini bisa ditemukan dalam Sutra Sukarikawadana.

33
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

“Jika kebajikan dari berlindung dapat diukur dalam bentuk


materi,
maka ketiga alam pun terlalu kecil untuk menampungnya.
Kebajikannya jauh lebih besar ketimbang mempersembahkan
harta sebanyak air di samudera luas.”

Alasannya dinyatakan dalam Dharani Hentakan Genderang


Abadi:
“Begawan Buddha tak terbayangkan, Dharma suci tak
terbayangkan, Arya Sangha tak terbayangkan. Buah yang
matang sepenuhnya dari keyakinan kepada yang tak
terbayangkan juga tak terbayangkan.”

Sutra Awalokiteshwara menyatakan:


“Jika ditanyakan apa alasannya, maka seperti halnya semua
fenomena Tathagata Buddha adalah tanpa batas, begitu pula
persembahan kepada Tathagata adalah tanpa batas, tak
bertepi, tak terbayangkan, tak tertandingi, dan tak terhitung.”

Maksudnya, karena kualitas dan pikiran welas asih dari objek


– Triratna – tak terbayangkan, maka kebajikan yang berkaitan
dengannya juga tak terbayangkan dan takkan pernah habis.

Sutra Akshayamati juga menyatakan:


“Ketika menjelaskan arti harfiah dari ‘takkan habis’, maka
berhubung objek yang dituju – makhluk hidup – dan kualitas
tujuan – bodhicita – sama-sama ‘takkan habis’, dengan alasan
yang serupa, akar kebajikan yang dihasilkannya juga ‘takkan
habis.”

Oleh karena itu, sudah dipastikan bahwa tak ada ladang


kebajikan yang bisa menandingi Triratna. Sutra Raja Semua
Dharma menyatakan:
34
TRISARANA
Manfaat Berlindung

“Di semua dunia, termasuk alam para dewa, hanya Triratna-


lah
yang merupakan objek persembahan; tiada lagi yang lain.”

Terkait manfaat kelima – takkan terjatuh ke alam rendah –


Sutra menyatakan:
“Siapa pun yang berlindung pada Buddha
Takkan pergi ke alam rendah.
Ketika mereka meninggalkan tubuh manusia,
mereka akan memperoleh tubuh dewata.”

Begitu pula dalam kaitannya dengan berlindung pada


Dharma dan Sangha.

Selain itu, berlindung kepada Triratna juga merupakan


metode untuk terbebas dengan cepat jika kita terlahir dalam alam
rendah. Purifikasi Tantra terhadap Alam Rendah menyatakan
tujuannya:
“Betapa menakjubkannya Buddha,
betapa sempurnanya tindakan Buddha.
Karena Engkaulah diriku dimurnikan dari alam rendah
serta ditempatkan dalam tindakan Bodhisatwa.”

Terkait manfaat keenam – manusia dan non-manusia tak


bisa membahayakan kita – Sutra menyatakan:
“Orang-orang yang didera ketakutan kebanyakan berlindung
pada gunung, hutan, belukar, dan pohon yang disucikan,
tetapi perlindungan tersebut bukanlah yang utama, dan
takkan berubah menjadi yang terunggul. Meski bertumpu
pada mereka, kita takkan terbebas dari semua penderitaan.
Berbeda halnya jika kita berlindung pada Buddha, Dharma,

35
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

dan Sangha; dengan tumpuan perlindungan mereka, kita


akan terbebas dari semua penderitaan.”

Bab Raja Ashoka Menaklukkan Naga menyatakan:


“O, lihatlah hasil dari memuja Triratna. Dengan kekuatan
ini, aku menaklukkan naga yang berdiam dalam samudera.
Dengan kebajikan ini, aku mengalahkan naga di angkasa
dan air. Dengan kebajikan ini, aku memusnahkan kumpulan
musuh yang berdiam di bumi.”

Terdapat legenda bahwa para naga di samudera pernah


menyerang Raja Dharma Ashoka, tetapi dengan kekuatan
pemujaannya kepada Triratna, para naga tak bisa melukai sang
raja; malah sebaliknya, Ashoka-lah yang menaklukkan para naga.
Kisah lainnya: seorang Tirthika yang sakti ingin meneluh seorang
upasaka dengan ilmu jerat angin, namun karena si upasaka telah
berlindung pada Triratna, maka teluhan ini berbalik menyerang si
Tirthika.

Terkait manfaat ketujuh – semua yang dicita-citakan akan


tercapai – awali segala kegiatan Dharma dengan bersujud dan
berlindung, lalu ajukan permohonan agar cita-cita kita berhasil,
dan niscaya mereka akan tercapai dengan mudah. Inilah hal
yang dilakukan orang-orang suci sebelum menggubah ulasan
dan sebagainya, yakni dengan pertama-tama memanjatkan bait
penghormatan. Alasannya, dengan berlindung, kita menghimpun
kebajikan yang berlimpah, dan dengan kekuatan kebajikan,
apapun yang diinginkan dapat tercapai sesuai harapan. Seperti
yang dikatakan dalam Pertunjukan Agung88:
“Kebajikan mematangkan hasil berupa kebahagiaan,
menghilangkan semua penderitaan.
88 Lalitawistara

36
TRISARANA
Manfaat Berlindung

Segala yang diharapkan oleh orang yang memiliki kebajikan


akan tercapai.”

Sutra 10 Cakra Ksitigarbha menyatakan:


“Segala kebahagiaan dan kesenangan di dunia muncul dari
memuja Triratna.
Oleh karenanya, jika mendambakan kebahagiaan dan
kesenangan, pujalah Triratna sepanjang waktu.”

Bait ini menjelaskan bahwa segala kebahagiaan, kesenangan,


dan kesempurnaan diperoleh hanya melalui Triratna.

Terkait manfaat kedelapan – dengan segera mencapai


Kebuddhaan – Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan
menyatakan:
“Dalam Sutra yang dimohon oleh Simha, terdapat kutipan
‘keyakinan menghalau ketidakbebasan’; maksudnya, ketika
kita memperoleh kelahiran luar biasa dengan kebebasan ini,
telah bertemu Triratna dan berlindung, serta berlatih dalam
jalan mulia, pencapaian Kebuddhaan akan dengan cepat
diraih.”

Dalam Ornamen Realisasi, poin yang serupa juga dijelaskan,


yaitu pada bagian aktivitas Dharmakaya yang pertama, di mana
disebutkan tentang aktivitas mendamaikan pengembara, yang
merupakan aktivitas mengangkat dari ketidakkebebasan (mis: 3
alam rendah dan sejenisnya), lalu menempatkan pada landasan
unggul dengan 7 kualitas kelahiran tinggi89 dan secara bertahap
menuju tingkat nirwana tak-menetap90.
89 Terdiri dari: panjang umur, sehat, penampilan yang menarik, beruntung, status tinggi, makmur,
dan memiliki kecerdasan tinggi.
90 Keadaan di mana individu yang telah mencapai nirwana memutuskan untuk tak sekadar
berdiam di dalamnya, namun kembali menceburkan diri ke dalam samsara demi menolong
semua makhluk.

37
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

Semua ini juga tergantung pada welas asih Triratna, seperti


yang dinyatakan oleh Raja Dharma Ashoka:
“Mencapai alam tinggi, meninggalkan alam rendah,
manusia selalu bertumpu pada mereka.
Betapa menakjubkannya Buddha, betapa menakjubkannya
Dharma,
betapa menakjubkannya ajaran sempurna.”

Meski sekecil apapun, namun jika suatu kebajikan berkaitan


dengan Buddha, ia pada akhirnya pasti akan menjadi sebab
pencerahan. Seperti yang dinyatakan dalam Sutra Teratai Putih
Welas Asih91:
“Siapa pun yang bernamaskara pada stupa,
baik dengan merangkupkan kedua tangan atau satu tangan,
atau menundukkan kepalanya sesaat saja,
atau membungkuk sekali saja
pada objek manapun tempat berdiamnya relik,
bahkan ketika bersujud pada Buddha dengan batin yang
teralihkan,
dan meski hanya mengucapkan satu kalimat beberapa kali,
semua ini akan membawa ke pencapaian pencerahan
terunggul.”

Ini merupakan kumpulan manfaat yang diperoleh dari


instruksi lisan yang mudah untuk dipahami, sehingga sebagian
besar guru menjelaskannya secara turun-temurun.

Kumpulan menyatakan:
“Memperoleh kebajikan besar, kebahagiaan mengingat
kebaikan Buddha dan tak terpisahkan dengannya,
membangkitkan konsentrasi yang stabil, serta mempunyai
91 Mahakarunapundarika-sutra.

38
TRISARANA
Manfaat Berlindung

kekuatan kebijaksanaan – inilah 4 manfaat ketika terbebas


dari samsara. Lalu, 4 manfaat lainnya adalah memiliki
pelindung agung seperti para dewa bergolongan putih92 dan
sebagainya, memurnikan kesalahan yang telah dihimpun
karena pernah bertumpu pada teman yang jahat, termasuk
ke dalam golongan makhluk suci, serta disenangi oleh para
dewata – totalnya ada 8 manfaat.”

Kesimpulannya, jika kita membiasakan manfaat-manfaat


ini sepenuhnya dalam batin, maka layaknya gajah kepanasan yang
memasuki danau teratai tanpa orang lain perlu mendorongnya,
seseorang yang telah berlindung dengan benar akan secara
otomatis menjaga sila-sila berlindung tanpa merasa terbebani.

92 Golongan dewa yang baik.

39
TRISARANA

4
SILA BERLINDUNG

Meski welas asih dan berkah Triratna tak terbatas, upaya


berlindung saja tidaklah cukup. Kita juga harus mempraktikkan
sila-sila berlindung dengan benar.

Analoginya, ketika kita diserang musuh yang kejam lalu


memohon perlindungan pada seorang maharaja dan sebagainya,
maka meski raja tersebut memiliki kemampuan melindungi,
ia takkan mampu melindungi kita jika kita tak mengindahkan
perintahnya.

Meski kita berlindung pada Triratna, tapi jika kita tak hidup
sesuai dengan instruksi Buddha (contoh: sila menghindari apa
yang perlu dihindari dan melakukan apa yang perlu dilakukan
sesuai dengan hukum karma dan akibatnya), Triratna tentu takkan
bisa melindungi kita. Oleh karena itu, kita harus dengan sungguh-
sungguh berupaya melaksanakan latihan sila secara bertahap.

Selain itu, Kumpulan menyatakan:


“4 hal: 1] bertumpu pada Guru spiritual yang suci; 2] darinya,
dengarkan Dharma; 3] tanamkan makna ajaran dalam batin;

41
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

4] dengan pasti berlatih menghimpun sebab pembebasan. 4


hal lainnya: 5] tak membiarkan ketiga pintu93 tak terjaga;
6] jaga sebaik mungkin sila-sila utama; 7] dengan kekuatan
welas asih, senantiasa dorong makhluk lain melakukan hal-
hal ini, serta; 8] dengan mengingat kebaikan Triratna, teruslah
berupaya memuja mereka – totalnya ada 8 hal-ihwal.”

Hal-hal ini dijelaskan panjang lebar dengan maksud untuk


menghentikan terjadinya pelanggaran, layaknya pagar besi yang
ditaruh di perbatasan kota untuk perlindungan. Dijelaskan bahwa
bagi pemula, seperti halnya ketika melakukan pengobatan pada
bagian tubuh yang sakit, maka cara dan latihan menghentikan
pelanggaran adalah dengan segera mengenali apa sebab utama
pelanggaran lalu menghentikannya ketika kita melihat sesuatu
yang mengarah ke pelanggaran. Ini dikatakan sebagai hal yang
bermanfaat.

Berdasarkan instruksi lisan, penjelasan di sini dibagi menjadi


2: sila individu dan sila umum.

4.1. Sila Individu


Bagian ini terbagi menjadi 2: sila-sila negatif dan sila-sila
penguatan.

4.1.1. Sila-Sila Negatif


Pertama, seperti yang dinyatakan dalam Sutra
Mahaparinirwana:
“Siapa pun yang berlindung kepada Triratna adalah upasaka
suci yang
tak pernah berlindung pada dewa-dewi lain manapun.
Berlindung pada Dharma yang suci menghindarkan pikiran
93 Tubuh, ucapan, dan batin.

42
TRISARANA
Sila Berlindung

dari hasrat melukai dan membunuh.


Berlindung pada Sangha menjauhkan diri dari Tirthika.”

Karena sudah berlindung pada Buddha, kita tak mencari


perlindungan sejati pada dewa-dewi duniawi. Jadi, kita tak lagi
mencari perlindungan sejati pada Brahma, Wisnu, dsb., apalagi
pada makhluk halus sejenis setan kelaparan. Ketika memberikan
persembahan torma pada dewa bumi dan sebagainya, penting
sekali untuk melakukannya atas dasar pemikiran welas asih
dan mencari pertolongan sementara, alih-alih sebagai tempat
menggantungkan diri kita sepenuhnya.

Berlindung pada Dharma berarti menyelaraskan diri dengan


Dharma. Seperti yang dikatakan dalam Risalah 400 Bait:
“Singkatnya, Dharma adalah tak menyakiti makhluk lain.
Hal ini diajarkan oleh para Tathagata.”

Bait ini menyatakan bahwa inti dari Dharma adalah tak


menyakiti; oleh karena itu, sila-nya juga berkaitan dengan
menghindari tindakan menyakiti atau melukai makhluk lain
dan tak bertumpu pada ajaran keliru, seperti kitab Tirthika dan
sejenisnya.

Berlindung pada Sangha berarti takkan berteman dengan


Tirthika. Janganlah berteman baik dengan orang yang tak
meyakini karma dan akibatnya atau yang mencela Dharma.
Dikatakan bahwa bersahabat dengan orang yang sila-nya merosot
dapat menurunkan semua kualitas dan akan menutup pintu sidhi.

4.1.2. Sila-Sila Penguatan


Hal-hal yang harus dilakukan mencakup tak menyorot
kekurangan – baik dari segi penampilan dan kualitas – dari

43
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

perlambang tubuh Buddha (baik berupa gambar ataupun relief),


tetap membangkitkan rasa hormat, bernamaskara, serta memberi
persembahan, dsb. sambil berpikir bahwa perlambang tubuh ini
adalah Sang Guru yang nyata, yang penuh welas asih, dan yang
membebaskan kita dari samsara.

Saat ini, para Buddha tak melakukan tindakan seperti


mengajar Dharma dan sebagainya bukan karena mereka tak
memiliki kemampuan, tetapi karena diri kita yang tertutupi oleh
halangan karma tak murni tak mampu melihat mereka. Ornamen
Kumpulan Sutra Mahayana menyatakan bahwa semua perlambang
tubuh Buddha melakukan aktivitas seperti mengajar Dharma
dan sebagainya kepada para makhluk yang telah berdiam dalam
bhumi94.

Oleh karena itu, kita perlu menganggap semua perlambang


Buddha sebagai objek perlindungan terunggul tanpa memandang
seni, bahan, ataupun hal semacamnya. Seperti yang dinyatakan
dalam Surat buat Sahabat95:
“Seperti halnya kaum bijak yang memuja perlambang tubuh
Buddha
tanpa memandang bahan penyusunnya, [apakah ia] terbuat
dari kayu [atau bahan lainnya].”

Kita membangkitkan rasa hormat, bersujud dan


menghaturkan persembahan dengan berpikir bahwa Dharma
merupakan perlindungan sejati yang membebaskan kita dari
penderitaan alam rendah dan samsara. Kita juga menghindari
tindakan memperbincangkan baik-buruknya Dharma, serta tak
melangkahi atau menginjak tulisan yang lebih dari 4 baris. Saat
94 Tingkatan para Arya.
95 Suhrllekha.

44
TRISARANA
Sila Berlindung

ini, beberapa orang menjadi angkuh hanya karena telah belajar


sedikit kitab, lalu dengan alasan bahwa Ratna Dharma tercakup
dalam Kebenaran Arya tentang terhentinya penderitaan dan jalan
menuju terhentinya penderitaan, mereka tak menganggap kitab
Dharma sebagai objek perlindungan. Hal ini sungguh tak pantas.

Tantra menyatakan:
“Kitab yang ibarat perpustakaan penyimpan Tripitaka bagi
para cendekiawan,
yang ibarat Taman Jetawana96 bagi para makhluk lemah
untuk menghindari ketakutan,
keunggulan yang melampaui kekayaan duniawi.
Kepada Dharma ajaran terunggul, aku berlindung.”

Maksudnya, ajaran dalam kitab secara langsung merupakan


Ratna Dharma.

Sang Pelindung Wajradhara Konchog Jigme Wangpo,


mengatakan:
“Saat ini, tanpa bertumpu pada kitab sebagai Ratna
Dharma dan perlindungan sejati, kita tak punya cara untuk
membangkitkan Ratna Dharma sejati – Kebenaran Arya
tentang terhentinya penderitaan dan jalan menuju terhentinya
penderitaan. Oleh karenanya, kitab itu penting.”

Demikian pula, pemikiran sempurna ihwal cara berlindung


kepada Ratna Dharma berdasarkan kemampuan para praktisi
dijabarkan dalam Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju
Pencerahan karya Yang Maha Tahu Je Tsongkhapa:
“Ratna Dharma tertinggi juga didefinisikan sebagai
penyempurnaan khusus dari peningkatan bertahap dari 2 hal
96 Wihara yang dipersembahkan pada Buddha oleh Anathapindika.

45
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

– peniadaan-sebagian kesalahan dan pencapaian-sebagian


kualitas praktisi pemula. Ini bukan sesuatu yang muncul
secara instan.”

Ketika sudah berlindung pada Sangha, kita menghindari


tindakan seperti tak menghormati bahkan sebuah simbol yang
melambangkan Sangha. Kita membangkitkan rasa hormat dan
berupaya melayani mereka dengan berpikir bahwa kumpulan 4
biksu atau lebih merupakan Sangha yang menolong kita terbebas
dari penderitaan alam rendah dan samsara. Bahkan jika kita
merendahkan, memukul, atau melakukan tindakan buruk lainnya
terhadap Sangha yang moralnya merosot atau pihak yang sekadar
berjubah [tanpa berpraktik], ini sudah merupakan pelanggaran
berat. Hal ini dinyatakan dalam Sutra Akashagarbha, Sutra
Ksitigarbha, Bab Candragarbha, serta Sutra Teratai Putih Welas
Asih:
“Dalam ajaran para Buddha terdahulu di kalpa-kalpa
beruntung, dijelaskan bahwa kita seharusnya berhati-hati.
Ketika kita mampu melihat sesosok petapa sebagai seorang
Buddha, dikatakan bahwa kita akan memperoleh manfaat
berupa kebebasan dari samsara; namun apabila sebaliknya,
dikatakan bahwa kita akan menghimpun banyak kesalahan.”

Guru Dromtonpa dan Yogi Agung Gompowa menasihati


kita untuk menghindari tindakan seperti melangkahi bahkan
sehelai kain kuning (dan sebaiknya, kita mesti memindahkannya
ke tempat yang bersih). Sebanding dengan rasa hormat diri
kita kepada Triratna, sebesar itu pulalah para pengembara
akan menghormati diri kita. Ini dinyatakan dalam Sutra Raja
Konsentrasi97:

97 Samadhiraja-sutra.

46
TRISARANA
Sila Berlindung

“Seperti apa karma yang telah dilakukan,


seperti itulah hasil yang akan diperoleh.”

Terutama pada zaman sekarang, ketika kita menyebutkan


bahwa sebuah tindakan dilakukan demi ajaran padahal sebenarnya
dilandasi oleh kemelekatan dan kebencian karena terkecoh oleh
pandangan bias ihwal “kalian” dan “kami”, hal ini merupakan
kesalahan teramat serius yang memotong akar kebajikan.

4.2. Sila Umum


Sila umum terbagi menjadi 6 aspek:

Pertama, berulang kali mengingat karakteristik masing-


masing Ratna lalu membiasakan diri dengan praktik berlindung
yang memenuhi semua persyaratan.

Kedua, mempersembahkan bagian pertama dari apapun yang


akan kita makan atau minum kepada Triratna dengan mengingat
bahwa semua ini diperoleh karena kebaikan Triratna; dan oleh
karena itu, apapun hal baik yang diperoleh perlu dipersembahkan
kepada Triratna.

Ketiga, dengan mengingat kualitas dan kebaikan Triratna,


didorong oleh welas asih dan cinta kasih, berupaya semampu
mungkin menempatkan makhluk lain dalam perlindungan
Triratna.

Keempat, berkaitan dengan apa yang sedang dikerjakan


dan akan dikerjakan, senantiasa bertumpu dan berserah diri
kepada Triratna serta melakukan hal yang sesuai dengan anjuran
Triratna (mis: menghaturkan persembahan dan sebagainya),
serta menghindari semua hal yang bertentangan dengannya

47
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

(mis: mengikuti ajaran Bon98 dan sebagainya). Beberapa orang


mengatakan bahwa seorang biarawan yang meminum obat akan
melanggar sila berlindung, karena seolah-olah ia tak meyakini
kemanjuran Triratna. Faktanya, hal ini menunjukkan bahwa
mereka tak paham maksud yang diajarkan. Jika obat tak boleh
diminum, maka para biksu juga tak boleh makan, berhubung
semua makanan termasuk dalam kategori 4 obat99. Aturan ihwal
tata cara menggunakan obat juga dijelaskan dalam Hal Mendasar
ihwal Obat100. Hal yang sama juga dikatakan oleh Yang Mulia Sakya
Pandita dalam Penerang Niat Muni101, yang menjelaskan bahwa
obat adalah salah satu cara Buddha menunjukkan welas asih dan
aktivitasnya.

Kelima, merenungkan manfaat-manfaat berlindung yang


telah disebutkan sebelumnya, berlindung sebanyak 6 kali pada
waktu siang dan malam.

Keenam, tak meninggalkan Triratna meski nyawa


taruhannya. Seperti yang dinyatakan dalam Sutra Memiliki Sila
yang Murni102:
“Mati dan hilangnya nyawa adalah hal biasa,
tapi tak demikian halnya dengan merosot atau patahnya sila.
Mengapa demikian?
Mati dan hilangnya nyawa tak lebih dari terhentinya
kehidupan saat ini,
namun merosot atau patahnya sila membuat kita mengalami
bencana besar dalam segala hal selama ratusan ribu

98 Agama asli di Tibet sebelum kehadiran Buddhisme yang beraspek shamanisme, animisme, dan
dinamisme.
99 Terdiri dari: obat 7 hari, obat untuk mempertahankan hidup, obat yang diberikan pada waktu
yang tepat, dan obat pada waktu antara.
100 Winaya menjelaskan ihwal 16 Dasar, salah satunya adalah Hal Mendasar ihwal Obat.
101 Muni di sini bermakna orang atau petapa suci (seperti dalam contoh Buddha Shakyamuni).
102 Silasamyukta-sutra.

48
TRISARANA
Sila Berlindung

kehidupan, seperti berpisah dari silsilah mulia dan jauh dari


kebahagiaan.”

Kita, tak diragukan lagi, akan berpisah dari tubuh, nyawa,


dan harta benda. Lalu, jika kita mencampakkan Triratna demi
hal-ihwal ini, maka tak pelak lagi kita akan selalu dirundung
penderitaan dalam semua kehidupan. Oleh karenanya, berjanjilah
bahwa seberat apapun kehidupan yang kita jalani, kita takkan
meninggalkan Triratna. Sama halnya, jangan berkata akan
meninggalkan Triratna meski dalam candaan. Hal ini dinyatakan
dalam riwayat hidup Raja Li.

Tak meninggalkan Triratna meski dalam candaan serta


selalu menyandarkan diri kepadanya baik ketika merasa bahagia
maupun menderita akan memastikan diri kita mengingat Triratna
menjelang kematian. Jika hal ini terjadi, kita tak hanya takkan
terlahir di alam rendah, namun akibat karma yang matang
sepenuhnya dan akibat yang bersesuaian dengan penyebabnya
(takkan terpisahkan dari Triratna dan selalu berada dalam
naungannya di tiap kehidupan) juga akan muncul, sehingga kita
akan selalu memperoleh segala kebaikan.

Oleh karena itu, menjadikan instruksi yang sangat


bermanfaat dan mudah dipraktikkan ini – pintu masuk dan pilar
utama semua ajaran – sebagai inti praktik utama adalah cara
terbaik untuk memanfaatkan kelahiran berharga sebagai manusia
yang penuh kebebasan, yang pada gilirannya memungkinkan kita
menjadi objek yang dipuji oleh Putra-Putra Penakluk.

49
TRISARANA
Gerbang
SilaMemasuki
BerlindungAjaran

Bait - Bait Penutup


Wahai perwujudan hakikat Triratna,
pelindung tiada banding, penghilang semua ketakutan,
Munindra kedua dan Raja Dharma,
Engkau – sejak dulu, sekarang, sampai semua makhluk mencapai
pencerahan – selalu melindungi dengan cinta kasih103.

Engkau layaknya percikan wewangian104 welas asih yang


menghilangkan derita samsara dan kedamaian pembebasan pribadi.
Tiga Terunggul Yang Suci pelindung para makhluk dari pencuri105,
ibarat rembulan penghias mahkota Maheshwara106.

Dalam gua terpencil yang mengerikan di samsara yang tak berujung,


disiksa oleh binatang buas karma dan klesha,
bersungguh-sungguhlah menerapkan jalan unggul tanpa kesalahan
dan
memasuki kota welas asih dan berkah Triratna.

Karya ini bukanlah sesuatu yang terlalu singkat dan tak jelas
layaknya bulan muda,
tak pula terlalu panjang, namun dibuat menengah layaknya bulan
paruh.
Mengikuti bagian terunggul dari kumpulan sabda,
orang bodoh bak rembulan tertutup gerhana mana yang
meragukannya?

Dengan kebajikan dari upaya ini, semoga para pengembara – ibu-


ibuku yang renta –
selalu ditemani dan dilindungi Triratna,
selalu berhasil dalam latihan menurut inti ajaran, serta
segera mencapai status Guru Terunggul.

103 Pujian untuk Je Rinpoche yang layaknya Buddha Shakyamuni kedua.


104 Secara harfiah adalah ‘kamper’.
105 Klesha.
106 Merujuk ke Siwa, yang memiliki ornamen bulan di atas mahkota kepalanya.

50
TRISARANA

Daftar Pustaka

SUMBER SANSKERTA:

Abhidharma-kosha-karika (Risalah Abhidharma). Oleh Wasubandhu.


Sumber lain tak diketahui.

Abhisamaya-lamkara (Ornamen Realisasi). Oleh Asanga. Sumber lain


tak diketahui.

Bhadra-kalpa-sutra (Sutra Kalpa yang Beruntung). Oleh Buddha


Shakyamuni. Sumber lain tak diketahui.

Bodhi-satwa-carya-watara (Lakon Hidup Bodhisatwa). Oleh Shantidewa.


Sumber lain tak diketahui.

Catuh-sataka-sastra-karika (400 Stanza). Oleh Aryadewa. Sumber lain


tak diketahui.

Madhyamaka-hrdaya-karika (Inti Jalan Tengah). Oleh Bhawawiweka.


Sumber lain tak diketahui.

Madhyamaka-watara (Pengantar Menuju Jalan Tengah). Oleh


Chandrakirti. Sumber lain tak diketahui.

Mahayana-sutralamkara-karika (Ornamen Kumpulan Sutra Mahayana).


Oleh Asanga. Sumber lain tak diketahui.

Mahayano-taratantra-sastra (Risalah Ilmu Mahayana yang Lebih


Tinggi). Oleh Asanga. Sumber lain tak diketahui.

Ratna-wali atau Ratna-mala (Untaian Berharga atau Untaian Permata).


Oleh Nagarjuna. Sumber lain tak diketahui.

Suhrllekha (Surat buat Sahabat). Oleh Nagarjuna. Sumber lain tak


diketahui.

51
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

Trisarana-gamana-saptati (70 Bait ihwal Praktik Berlindung). Oleh


Chandrakirti. Sumber lain tak diketahui.

Winiscaya-samgrahani (Rangkuman Tekad). Oleh Asanga. Sumber lain


tak diketahui.

Yogacara-bumi (Wacana Tahapan Praktik Yoga). Oleh Asanga. Sumber


lain tak diketahui.

SUMBER TERJEMAHAN INDONESIA:

Je Tsongkhapa. 2011. Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan.


Bandung: Penerbit Kadam Choeling.

Frye, Stanley. 2004. Sutra Si Bijak dan Si Dungu. Bandung: Penerbit


Kadam Choeling.

52
TRISARANA

Glosarium

Abhiseka: Inisiasi pemberkahan dalam tradisi Tantrayana untuk


mengizinkan sekaligus memuluskan langkah praktisi dalam menapaki
praktik spiritual tertentu.
Arhat: secara harfiah bermakna “seorang yang berharga atau sempurna”.
Merujuk pada seseorang yang telah mencapai pembebasan namun
belum meraih Kebuddhaan.
Berlindung: dalam Buddhisme, istilah ini dikenal dengan nama
“Trisarana”. Merujuk pada upaya mencari perlindungan kepada Triratna
dalam rangka menghindari penderitaan dan menemukan kebahagiaan
sejati.
Bodhisatwa: secara harfiah bermakna “makhluk pencerahan”. Merujuk
pada seseorang yang, setelah dimotivasi oleh bodhicita, terdorong untuk
mencapai Kebuddhaan demi kepentingan semua makhluk.
Buddhisme: keseluruhan sistem ajaran atau filsafat yang diajarkan
oleh Buddha Shakyamuni, sosok historis dari India yang telah berhasil
mencapai pencerahan dan kemahatahuan, serta memutus rantai
keberadaannya di dalam samsara. Tujuan tertinggi yang ingin diraih
oleh sistem filsafat ini tentu saja adalah Kebuddhaan, sebuah keadaan
di mana seseorang memiliki semua kualitas yang dimiliki oleh seorang
Buddha.
Dharma: secara harfiah bermakna “ajaran”. Dalam konteks ini, ajaran
yang dimaksud adalah ajaran yang asli berasal dari perkataan Sang
Buddha.
Jetsun: Dapat diartikan sebagai “yang mulia”. Di sini, kemuliaan merujuk
pada fakta bahwa seseorang telah menolak segala hal-ihwal duniawi dan
sepenuhnya berfokus untuk meraih pencerahan.
Geshe: gelar kesarjanaan yang diraih dari proses pembelajaran dalam
sistem filsafat Buddhis Tibet.

53
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

Karma: secara sederhana bermakna “tindakan”. Dengan demikian,


hukum karma merujuk pada suatu hukum yang mengatur tindakan,
atau lebih tepatnya, hukum yang mengatur bagaimana terjadinya dan
berbuahnya sebuah tindakan.
Klesha: secara harfiah bermakna “racun mental”. Merujuk pada kondisi-
kondisi mental yang kemunculannya akan menyebabkan kita menjadi
tidak bahagia dan menderita. Misalnya: amarah, iri hati, kesombongan,
kemelekatan, dst.
Lamrim: secara harfiah bermakna “jalan bertahap menuju pencerahan”.
Merujuk pada kumpulan kitab yang menjelaskan dan mengajarkan tata
cara untuk mencapai Kebuddhaan secara lengkap dan sistematis, sesuai
dengan kapasitas setiap individu yang mempelajarinya.
Mahayana: secara harfiah bermakna “kendaraan besar”. Sama halnya
dengan kasus Hinayana, kata “besar”di sini tidak merujuk pada semacam
tingkatan atau hierarki, melainkan pada kapasitas batin yang dimiliki
oleh seorang praktisi, atau lebih tepatnya, pada fakta bahwa seorang
praktisi menapaki jalan spiritual dengan tujuan untuk membantu semua
makhluk terbebas dari samsara.
Nirwana: sebuah kondisi di mana seseorang telah sepenuhnya terbebas
dari keharusan untuk terlahir kembali secara berulang-ulang di dalam
samsara.
Panca Dhyani Buddha atau 5 Buddha Kebijaksanaan adalah
perwakilan dari 5 kualitas seorang Buddha. Wairocana: ajaran
Dharma yang merangkul semua dan melenyapkan ketidaktahuan,
Amoghasidhi: keberanian yang mencapai semua dan melenyapkan iri
hati dan cemburu, Amitabha: meditasi yang mencari kebenaran dan
melenyapkan egoisme dan kemelekatan, Ratnasambhawa: pemberian
yang tak pilih kasih dan melenyapkan keangkuhan dan keserakahan,
Akshobhya: kerendahan hati yang non-dualis dan melenyapkan amarah.
Paramita: secara harfiah bermakna “penyempurnaan/kesempurnaan”.
Di sini, ada 6 hal yang hendak disempurnakan, yaitu: dana (kemurahan
hati), sila (disiplin moral), kshanti (kesabaran), wirya (upaya
bersemangat), samadhi (konsentrasi), prajna (kebijaksanaan).
Pratyekabuddha: secara harfiah bermakna “Buddha yang sendiri”.
Merujuk pada seseorang yang mampu mencapai pembebasan dengan

54
TRISARANA
Glosarium

upaya sendiri tanpa bantuan guru. Ini utamanya merujuk pada fakta
bahwa seseorang mampu mencapai pembebasan bahkan di masa ketika
Buddha dan ajarannya tidak atau belum muncul di dunia ini.
Samsara: lingkaran keberadaan yang tak mempunyai awal ataupun
akhir. Setiap makhluk yang belum terbebas dari lingkaran ini harus
mengalami siklus kelahiran dan kematian tanpa henti.
Sangha: secara harfiah bermakna “majelis” atau “komunitas”. Dalam
Buddhisme, istilah ini secara umum merujuk pada komunitas kebiaraan
yang terdiri dari para biksu atau biksuni, atau dengan kata lain, kumpulan
orang-orang yang menjaga ikrar-ikrar kebiaraan.
Sidhi: Pencapaian supraduniawi atau supranatural yang diraih melalui
latihan spiritual tertentu.
Skandha: secara harfiah bermakna “agregat” atau “kumpulan”. Merujuk
pada 5 hal yang menyusun keberadaan seorang makhluk hidup. Terdiri
dari: rupa, perasaan, persepsi, niat, dan kesadaran.
Sutra: secara harfiah bermakna “wacana” atau “benang”. Meskipun pada
awalnya hadir dalam bentuk lisan, di kemudian hari Sutra merujuk pada
kumpulan kitab yang menjadi landasan bagi tradisi-tradisi keagamaan
di India.
Tantra: secara harfiah bermakna “tenunan”. Merujuk pada tradisi
esoterik dalam Hinduisme dan Buddhisme yang memungkinkan
tercapainya pencerahan dalam waktu singkat.
Tirthika: penganut filsafat ekstremisme yang menjadi lawan intelektual
utama dari Buddhisme.
Triratna: secara harfiah bermakna “tiga permata”. Merujuk pada
Buddha, Dharma, dan Sangha.
Uposatha: dikenal juga dengan nama upawasatha. Merupakan hari di
mana umat Buddhis menjaga sila (5 atau 8 sila) selama sehari penuh.
Yana: secara harfiah bermakna “kendaraan”. Merujuk pada jalan atau
metode yang diusung oleh sebuah sistem filsafat untuk mencapai
tujuannya secara sistematis. Misalnya: Sutrayana, Tantrayana, Mahayana,
dst.

55
TRISARANA

Menghormati
Buku Dharma

Buddha Dharma adalah sumber sejati bagi kebahagiaan


semua makhluk. Ia menunjukkan cara mempraktikkan dan
memadukan ajaran ke dalam hidup Anda, sehingga Anda
menemukan kebahagiaan yang diidamkan. Karena itu, benda apa
pun yang berisi ajaran Dharma, nama guru Anda, atau wujud-
wujud suci, jauh lebih berharga daripada benda materi apa pun
dan harus diperlakukan dengan hormat. Agar terhindar dari
karma tidak bertemu dengan Dharma di kehidupan yang akan
datang, jangan letakkan buku Dharma (atau benda suci lainnya)
di atas lantai atau ditimpa benda lain, melangkahi atau duduk
di atasnya, atau menggunakannya untuk tujuan duniawi seperti
mengganjal meja yang goyah. Mereka seharusnya disimpan di
tempat yang bersih, tinggi, dan terhindar dari tulisan-tulisan
duniawi. Bungkuslah dengan kain ketika sedang dibawa keluar.
Demikianlah sedikit saran bagaimana memperlakukan buku
Dharma.

Jika Anda terpaksa membersihkan materi-materi Dharma,


mereka tidak seharusnya dibuang begitu saja ke tong sampah,
namun dibakar dengan perlakuan khusus. Singkatnya, jangan
membakar materi-materi tersebut bersamaan dengan sampah-
sampah lain, namun terpisah sendiri. Ketika terbakar, lafalkanlah
mantra OM AH HUM. Ketika asapnya membubung naik,
bayangkan ia memenuhi seluruh angkasa, membawa intisari

57
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

Dharma kepada seluruh makhluk di dalam enam alam samsara,


memurnikan batin mereka, mengurangi penderitaannya, dan
membawa seluruh kebahagiaan bagi mereka hingga pencerahan.
Sebagian orang mungkin merasa praktek ini tidak lazim, namun
tata cara ini dijelaskan menurut tradisi buddhis. Terima kasih.

58
TRISARANA

Dedikasi

Semoga kebajikan yang dihimpun dengan mempersiapkan,


membaca, merenungkan dan membagikan buku ini tersebar
kepada kebahagiaan semua makhluk. Semoga semua Guru Dharma
berumur panjang dan sehat selalu. Semoga Dharma menyebar ke
seluruh cakupan angkasa yang tak terbatas, dan semoga seluruh
makhluk hidup segera mencapai Kebuddhaan.

Di alam, negara, wilayah atau tempat mana pun beradanya


buku ini, semoga tiada peperangan, kekeringan, kelaparan,
penyakit, luka cedera, ketidakharmonisan atau ketidakbahagiaan.
Semoga hanya terdapat kemakmuran besar. Semoga segala sesuatu
yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan mudah dan semoga
semuanya dibimbing hanya oleh guru Dharma yang terampil,
menikmati kebahagiaan dalam Dharma, memiliki cinta kasih dan
welas asih terhadap semua makhluk hidup dan hanya memberi
manfaat, tidak pernah menyakiti satu dengan lainnya.

59
TRISARANA
Gerbang Memasuki Ajaran

TENTANG PENERBIT

TERIMA KASIH TELAH MEMBACA BUKU TERBITAN


PENERBIT SARASWATI. APAKAH KAMI BOLEH MEMINTA
BANTUAN ANDA?
Penerbit Saraswati adalah sebuah organisasi non-profit. Misi
kami adalah untuk berbagi kebijaksanaan dari ajaran Buddha seluas
mungkin. Melalui buku-buku yang kami terbitkan, terselip upaya
untuk menginspirasi, menghibur, mendukung, dan mencerahkan
pembaca di seluruh Indonesia.
Kami memiliki sebuah mimpi, membuat seluruh buku
terbitan Penerbit Saraswati tersebar seluas-luasnya sehingga dapat
menginspirasi banyak orang, baik pemula yang penasaran, hingga
praktisi yang telah berkomitmen. Apakah Anda setuju dengan
mimpi kami ini? Karena tentu saja kami tidak dapat mewujudkan
mimpi ini tanpa bantuan Anda.
Buku Dharma ini dapat Anda UNDANG kehadirannya di
hidup Anda tanpa biaya berkat kebajikan berdana para dermawan.
Mari turut bermudita dan mendoakan para dermawan yang telah
memungkinkan ini terjadi.
Apabila Anda berminat pula untuk terlibat dalam kebajikan
seperti ini, silakan bergabung sebagai Dharma Patron Lamrimnesia
dan berdana ke:
BCA 0079 388 388 a.n. Yayasan Pelestarian dan
Pengembangan Lamrim Nusantara
MANDIRI 119 009 388 388 0 a.n. Yayasan Pelestarian dan

60
TRISARANA

Pengembangan Lamrim Nusantara


Kemudian mohon konfirmasikan dana Anda dengan
menghubungi Call Center Lamrimnesia.
Dengan menjadi Dharma Patron, Anda secara langsung
terlibat dalam (1) penerbitan dan penyaluran buku Dharma,
(2) penyelenggaraan kegiatan Dharma, (3) pendanaan biaya
operasional dan mobilisasi Dharma Patriot dalam rangka
mendukung aktivitas (1) dan (2) di atas.
Untuk mengetahui lebih lanjut serta memesan buku terbitan
Penerbit Saraswati, silakan hubungi kontak di bawah ini:
Care: +6285 2112 2014 1
Info: +6285 2112 2014 2
Fb: Lamrimnesia & LamrimnesiaStore
Ig: @Lamrimnesia & @Lamrimnesiastore
Tiktok: @Lamrimnesia_
E-mail: info@lamrimnesia.org
Website: www.lamrimnesia.org; www.store.lamrimnesia.
com

61

Anda mungkin juga menyukai