Anda di halaman 1dari 10

PARADIGMA PENELITIAN TAFSIR AL-QURAN DI INDONESIA

Islah Gusmian*
islahgusmian@gmail.com

Abstract
Studies on the works of Quranic exegesis (kitb al-tafsr) as developed in literatures have been so far oriented
to unveil technical aspects, methods, and characteristics of the works. Works by al-Farmw, Yunan Yusuf,
Nasrudin Baidan, for example, share a common tendency in their approaches. Despite of the importance of such
works, the current studies on the works of tafsr are still lack of a comprehensive methodology that enables
us to figure out epistimelogical and socio-cultural landscapes of a certain work on tafsir. Using a critical
discourse analysis and epistem of journalistic writing model as the basis, this paper attempts to develop a new
paradigmatic construction by which any interests, discourses, ideologies and oppositional spirits against socio-
political facts in tafsr works are revealed.
Keywords: Tafsir, Analisis Wacana Kritis, Teks Kultural

Pendahuluan ahli bahasa Arab dari Belanda, Erpinus (w. 1624)


Sejak Islam masuk di Indonesia, secara pada awal abad ke-17 M. Sekarang, manuskrip
historis kita bisa melihat bahwa umat Islam itu menjadi koleksi Cambridge University Library
Indonesia punya perhatian yang cukup dengan katalog MS Ii.6.45. Diduga manuskrip
tinggi terhadap al-Quran. Lembaga-lembaga ini dibuat pada masa awal pemerintahan
pengajaran Islam yang ada waktu itu tidak Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M), di mana
saja mengajarkan hal pengajaran tata cara mufti kesultanannya adalah Syams al-Din al-
membaca al-Quran yang baik, sesuai ilmu Sumatrani, atau bahkan sebelumnya, Sultan
tajwid, tetapi juga kajian-kajian mendalam Ala al-Din Ri`ayat Syah Sayyid al-Mukammil
mengenai kandungan al-Quran. Menurut (1537-1604), di mana mufti kesultanannya
catatan Federspiel, pada awal abad ke-20 adalah Hamzah al-Fansuri.2
bahkan telah terjadi perubahan penting, Satu abad kemudian, muncul karya tafsir
yaitu terjadinya sistematisasi dan klasifikasi Tarjumn al-Mutafd yang ditulis oleh Abd al-
pengajaran membaca al-Quran. Setelah Rauf al-Sinkil (1615-1693 M)3 lengkap 30 juz.
prinsip-prinsip tata cara membaca al-Quran Tahun penulisan karya ini tidak bisa diketahui
yang baik tersebut dikuasai, lalu pindah ke dengan pasti. Peter Riddel, setelah melihat
pengajaran kitab dengan berbagai disiplin informasi dari manuskrip tertua karya ini,
keilmuan Islam, seperti ilmu tafsir dan ilmu al- mengambil kesimpulan tentatif, karya ini
Quran.1 ditulis sekitar tahun 1675 M.4
Namun, kita bisa mencatat bahwa pada 2
Moc. Nur Ichwan, Literatur Tafsir Quran Melayu-Jawi
abad ke-16 di Nusantara ternyata telah muncul di Indonesia: Relasi Kuasa, Pergeseran dan Kematian dalam
penulisan tafsir. Hal ini bisa dilihat dari naskah Visi Islam Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, Volume 1, Nomor 1,
Januari 2002, hlm. 15.
Tafsr Srah al-Kahfi [18]:9. Tafsir ini ditulis 3
Abd Al-Rauf al-Sinkily hidup dalam enam periode
secara parsial berdasarkan surah tertentu, kesultanan Aceh, yaitu periode Sultan Iskandar Muda (1607-
yakni surah al-Kahfi, namun sayangnya tidak 1636), Sultan Iskandar Thn (1636-1640), Sulanah Tj Al-
diketahui siapa penulisnya. Manuskrip naskah Alam Safiyat al-Dn Shah (1641- 1675), Sri Sultan Nr al-Alam
Nakiyat al-Dn Shah (1675-1678), Sulanah Inyt Shah Zakiyat
ini dibawa dari Aceh ke Belanda oleh seorang
Al-Dn Shah (1678-1688), dan Sulanah Kamalat Shah (1688-
1699). Keempat penguasa yang terakhir ini adalah sultan
*
Dosen Jurusan Ilmu al-Quran dan Tafsir IAIN Surakarta. perempuan yang di dalam kesultanan merekalah Abd al-Rauf
1
Howard M. Federspiel, Kajian al-Quran di Indonesia, terj. menjadi seorang mufti.
Drs. Tajul Arifin, M.A., (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 37. 4
Nur Ichwan, Literatur Tafsir., hlm. 17.

Islah Gusmian, Paradigma Penelitian Tafsir al-Quran di Indonesia 1


Lalu, pada abad ke-19 M., muncul sebuah lihat melalui berbagai kajian skripsi, tesis
karya tafsir yang menggunakan bahasa Melayu- maupun disertasi yang ditulis oleh mahasiswa
Jawi, yaitu Kitb Fari al-Qurn. Tafsir ini di berbagai perguruan tinggi Islam, seperti UIN,
tidak diketahui siapa penulisnya. Ditulis dalam IAIN, STAIN dan yang lain. Sekadar menyebut
bentuk yang sangat sederhana, dan tampak contoh, kita bisa melihatnya pada Konsep
lebih sebagai artikel tafsir, sebab hanya terdiri Cinta dalam al-Quran, skripsi Abdurrasyid
dari dua halaman dengan huruf kecil dan spasi di jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin
rangkap. Naskahnya masuk dalam sebuah buku IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta;6 Kebebasan
koleksi beberapa tulisan ulama Aceh yang dan Kekuasaan Allah dalam al-Quran, tesis
diedit oleh Isml bin Abd al-Muallib al-Ish, Machasin di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta;7
Jmi al-Jawmi al-Muannaft: Majm Beberapa Wawasan al-Quran tentang Ahl al-Kitb
Kitab Karangan Beberapa Ulama Aceh. Manuskrip disertasi di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
buku ini disimpan di perpustakaan Universitas diujikan pada tahun 1997.8
Amsterdam dengan kode katalog: Amst. Di tengah maraknya karya-karya tafsir
IT.481/96 (2). Karya ini kemudian diterbitkan tersebut, kaitannya dengan studi kritis tafsir,
di Bulaq. secara paradigmatik diperlukan suatu kerangka
Objek penafsiran naskah ini adalah QS. metodologis yang secara komprehensif
al-Nis [4]: 11 dan 12 yang berbicara tentang dimungkinkan mampu mengungkap kerangka
hukum waris. Keterangan yang diberikannya epistemologis serta unsur-unsur sejarah
sederhana, tetapi lebih dari sekadar terjemah. dan budaya di mana sebuah karya tafsir
Setelah memaparkan ayat tertentu, uraian ditulis. Kajian semacam ini penting dilakukan
selanjutnya selalu diawali dengan kata mengingat bahwa kecenderungan umum yang
tafsirnya. Namun, karena tidak adanya terjadi dalam studi al-Quran lebih mengarah
data tentang penulisnya, kita kesulitan untuk pada bidang exegesisstudi teks al-Quran itu
menguraikannya lebih dalam.5 sendiri. Padahal, seperti dipetakan Alford T.
Pada awal abad ke-20 M., kemudian Welch, di samping mengarah pada bidang
bermunculan beragam literatur tafsir yang exegesis, studi al-Quran juga bisa ke arah
mulai ditulis oleh kalangan Muslim Indonesia. sejarah interpretasi dan peran al-Quran dalam
Kita mengenal sederet nama, misalnya Mahmud kehidupan dan pemikiran umat Islam.9
Yunus, A. Hassan, T.M. Hasbi Shiddieqy, Hamka, Dalam kaitan itulah tulisan ini berikhtiar
Bisri Mustofa, sebagai generasi selanjutnya membangun gerakan kajian tafsir yang
yang masing-masing menulis tafsir genap 30 juz mampu menelisik aspek-aspek yang lebih
dengan model penyajian runtut (tall) sesuai luas, meliputi domain epistemologis, kerangka
dengan urutan surah dalam muaf Uthmn. hermeneutik, ruang sosial, budaya, sejarah
Di samping itu, banyak nama-nama lain yang dan politik yang berperan dalam membentuk
menulis tafsir bukan dengan model runtut, karakter teks tafsir. Kajian semacam ini secara
tetapi dengan model tematik. Yang terkini, konseptual akan mampu memberikan wawasan
kita mengenal sederet nama yang menyusun mengenai struktur teks tafsir, epistemologi
tafsir, seperti Jalaluddin Rahmat, Syubah Asa, yang digunakan, ruang sosial, budaya dan
Didin Hafiduddin, M. Quraish Shihab dan yang politik yang memengaruhinya, serta berbagai
lain. 6
Skripsi ini kemudian diterbitkan dengan judul Memasuki
Tradisi penulisan tafsir ini terus berlanjut Makna Cinta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000).
dan merambah ke ruang dunia Perguruan 7
Tesis ini kemudian diterbitkan dengan judul Menyelami
Tinggi Islam. Penulisan tafsir, dan pada sisi Kebebasan Manusia, Telaah Kritis terhadap Konsepsi al-Quran,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996).
lain studi al-Quran secara umum, lalu muncul 8
Disertasi ini kemudian diterbitkan dengan judul Ahl al-
dalam kepentingan akademik, hal ini bisa kita Kitab, Makna dan Cakupannya, (Jakarta: Paramadina, 1998).
9
Alford T. Welch, Studies in Quran and Tafsir JAAR., Vol
5
Nur Ichwan, Literatur Tafsir., hlm. 21. 47, 1979, hlm. 630.

2 Vol. 24 No. 1 Januari 2015 | 1-10


kepentingan dan ideologi yang digerakkannya Sebab, belum mampu membongkar aspek-
dalam teks tafsir tersebut. aspek hermeneutik, ruang sosio kultural
politik, dan strategi wacana yang terbangun
Teks Tafsir: dari Teks Agama hingga Teks dalam teks tafsir.13
Budaya Kedua teori ini, meskipun telah terdapat
Yunan Yusuf dan Nashruddin Baidan, dua inovasi, masih sangat terpengaruh oleh
orang pengamat tafsir al-Quran di Indonesia pemetaan tradisional yang membagi metode
pernah menyusun struktur pemetaanyang tafsir ke dalam tiga bagian: tafsr bi al-mathr,
mereka klaim barubagaimana studi tafsir tafsr bi al-rayi, tafsr isyr, seperti yang
di Indonesia dilakukan. Dalam artikel berjudul: dilakukan al-bun, Mann al-Qan, ubi
Perkembangan Metode Tafsir di Indonesia10 al-li, atau yang dilakukan al-Farmw yang
dan Karakteristik Tafsir al-Quran di Indonesia membaginya ke dalam empat wilayah, yaitu:
Abad ke-20,11 Yunan melihat literatur tafsir tall, ijml, muqran, maud.
dengan ranah yang ia sebut karakteristik Howard M. Federspiel, seorang profesor
tafsir, yakni sifat khas yang ada di dalam ilmu Politik di Universitas Negara Bagian Ohio
literatur tafsir yang dipetakannya dari tiga Amerika Serikat, dalam buku Popular Indonesian
arah: (1) metode [misalnya: metode antarayat, Literature of the Quran, ketika meneliti
14

ayat dengan hadis, ayat dengan kisah studi al-Quran di Indonesia, melakukan
Israliyyat], (2) teknik penyajian [misalnya: inovasi lain. Ia memfokuskan kajiannya pada
teknik runtut dan topikal], dan (3) pendekatan kepopuleran literatur yang mengacu pada
[misalnya: fiqh, falsaf, f, dan lain-lain]. penulis dan pembaca dengan dasar jangkauan
Adapun Nashruddin Baidan memetakannya distribusi literatur tersebut, bukan pada aspek
dalam dua bagian. Pertama, komponen eksternal metodologinya.
yang terdiri dua bagian: (1) jati diri al-Quran Tiga teori dan model pemetaan analisis atas
[sejarah al-Quran, asbb al-nuzl, qirah, nsikh teks tafsir di atas, di samping hanya terarah pada
manskh, dan lain-lain] dan (2) kepribadian pola teknis penulisan tafsir, mengarah pada
mufasir [akidah yang benar, ikhlas, netral, keterpakuan satu konsepsi yang cenderung
sadar dan lain-lain]. Kedua, komponen internal, tertutup dan bersifat teologisbahwa teks tafsir
yaitu unsur-unsur yang terlibat langsung adalah teks keagamaan (al-na al-dn) yang
dalam proses penafsiran. Dalam hal ini, ada kedap kritik. Dalam teori Yunan Yusuf, terlihat
tiga unsur pembentuk: (1) metode penafsiran bahwa eksistensi penafsir serta domain budaya
[global, analitis, komparatif, dan tematik], (2) dan politik belum dilibatkan sebagai objek studi.
corak penafsiran [f, fiqh, falsaf, dan lain- Ini terjadi karena Yunan tidak memberikan
lain], dan (3) bentuk penafsiran [mathr dan perspektif mengenai bagaimana dan mengapa
rayu].12 satu teks tafsir itu diproduksi. Kedua, aspek
Dalam konteks kategorisasi yang bahasa sebagai medium komunikasi yang
dibangun Yunan, komponen internal versi digunakan penafsir dalam memproduksi teks
Baidan menemukan relasinya, meskipun tafsir, dan aspek sosial budaya sebagai domain
tidak sama. Namun, betapa pun diklaim baru, di mana teks tafsir terbentuk sama sekali tidak
dua pemetaan dan model analisis ini belum mendapatkan ruang.
memberikan paradigma kritis terhadap
rancang bangun metodologi penelitian tafsir. 13
Selengkapnya lihat kritik saya pada tesis saya yang
telah dibukukan Khazanah Tafsir Indonesia, dari Hermeneutika
10
Lihat Pesantren, No. I/Vol.VIII/1991, hlm. 34. Hingga Ideologi, (Jakarta: Teraju, 2003).
11
Lihat Jurnal Ulumul Quran, Vol. III No. 4 Th. 1992, hlm. 14
Buku ini pada awalnya dimaksudkan untuk dijadikan
50. sumber bagi orang Barat yang tertarik dengan kajian Islam di
Nashruddin Baidan, Rekonstruksi Ilmu Tafsir, Pidato
12
Asia Tenggara, dan kini telah dialihbahasakan ke dalam bahasa
Pengukuhan Guru Besar Madya Ilmu Tafsir, (Surakarta: STAIN Indonesia dengan judul Kajian al-Quran di Indonesia, terj. Drs.
Surakarta, 1999), hlm. 17-18. Tadjul Arifin, MA (Bandung: Mizan, 1996).

Islah Gusmian, Paradigma Penelitian Tafsir al-Quran di Indonesia 3


Hal serupa juga terjadi pada teori Baidan. eksternal munculnya teks tafsir, baik soal sosial-
Meskipun dalam wilayah eksternal dirinci geografis, religio-kultural maupun politik. Studi
tentang kajian kepribadian mufasirseperti yang mengarah pada kritik eksternal (naqd al-
akidah yang benar, ikhlas, netral, sadar dan yang khrij) ini berfungsi untuk memetakan teks
laintetapi teori ini tidak merepresentasikan tafsir pada konteksnya secara proporsional, baik
aspek-aspek sosial budaya. Yang ditonjolkan secara sosial, budaya maupun politik.
justru aspek keimanan yang cenderung abstrak Kedua, adalah domain internal, yaitu
dan teologis, bukan keilmiahan yang bersifat analisis yang diacukan langsung pada tubuh
intelektual yang bisa dipahami kerangka teks tafsir, mencakup formasi teks tafsir,
paradigmatiknya oleh setiap pembaca. bahasa, metode penafsiran, serta wacana yang
Sedangkan teori Federspiel lebih bersifat dikembangkan. Studi yang mengarah pada
pragmatis, setidaknya bisa dilihat dari arah kritik internal (naqd al-dkhil) ini membuka
analisis yang terpaku pada kepopuleran karya, jalan untuk menyingkap episteme penafsir
bukan pada aspek hermeneutiknya. dan model teknis teks tafsir yang diproduksi.
Kritik-kritik di muka mengandaikan Studi atas dua wilayah ini tidak hanya bersifat
perlunya satu perspektif pembacaan kritis atas vertikal-historis dan linier dengan menunjuk
teks tafsir. Dalam konteks ini, pertama-tama pada tahun, sosok penafsir dan tema-tema
yang mesti disadari adalah bahwa betapa pun yang diangkat. Lebih dari itu, juga bersifat
teks tafsir bicara tentang ajaran moral agama, horizontal-hermeneutis dengan mengungkap
namun dalam konteks teks ia sejatinya juga keterpengaruhan-keterpengaruhan yang terjadi,
sebagai produk sosio-historis. 15 Dengan demikian, baik dari segi metodologi, epistemologi,
teks tafsir tidak saja sebagai teks agama, tetapi maupun kepentingan politik dan budaya.
juga teks budaya, teks politik yang dimuati
sekian kepentingan. Ia tidaklah bersifat sakral, Dari Hermeneutika, Ideologi hingga Analisis
tidak kedap dari pengaruh berbagai persoalan Wacana
sosial budaya dan politik yang terjadi pada saat Studi terhadap dua domain di atas
di mana teks tafsir itu diproduksi, dan juga dimungkinkan dengan melibatkan unsur
tidak lepas dari epistem dan ideologi penafsir. triadik dalam konstruksi hermeneutik, yaitu
Oleh karena itu, suatu teks tafsir tak hubungan antara penulis (pembicara) tafasir,
bisa lepas dari (1) warna-warni wacana yang pembaca (pendengar) tafsir dan teks tafsir,
tumbuh dan berkembang pada saat teks tafsir serta kondisi-kondisi di mana seorang penafsir
itu diproduksimisalnya wacana feminis, memahami sebuah teks (al-Quran).16 Di sini
sosial pembebasan, pluralisme dan yang lain; ada proses dialog, antara penafsirsebagai
(2) latar belakang keilmuan dan sosial penafsir; pembicaradengan teks kitab suci di satu sisi,
dan (3) dinamika sosial politik di mana teks dan antara penelitisebagai pembaca teks
tafsir ditulis. Sebab, sebagai suatu teks, tafsir tafsirdengan teks tafsir dan teks kitab suci.
tidak hanya sebagai bentuk manifestasi dari Yang kedua adalah analisis wacana
proses respon pembaca (penafsir) terhadap kritis,17 yaitu memosisikan bahasa dalam teks
teks kitab suci, tetapi juga hasil pergulatan dianalisis bukan dengan menggambarkan
dengan situasi sosial, budaya, politik dan juga semata-mata dari aspek kebahasaan, tetapi juga
dunia intelektual serta dunia batin penafsir. 16
Bandingkan dengan Farid Esack, Quran, Liberation, and
Dalam kerangka yang demikian, ada dua Pluralism, (Oxford: Oneworld, 1997), xi.
wilayah utama yang mesti menjadi pusat analisis 17
Mohammad A.S. Hikam pernah membahas dengan baik
dalam studi teks tafsir. Pertama, domain eksternal, perbedaan paradigma analisis wacana dalam melihat bahasa.
Paling tidak ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam
yaitu yang terkait dengan sumber, faktor-faktor analisis wacana. Lihat, Mohammad A.S. Hikam, Bahasa dan
Politik: Penghampiran Discursive Practice, dalam Yudi Latif dan
Lihat Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, dari
15
Idi Subandy Ibrahim (eds.), Bahasa dan Kekuasaan, Politik Wacana
Hermeneutika Hingga Ideologi, (Jakarta: Teraju, 2003). di Panggung Orde Baru, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 78-86.

4 Vol. 24 No. 1 Januari 2015 | 1-10


menghubungkannya dengan konteks. Konteks Ab Zayd pernah mengkritik keras bentuk-
di sini berarti bahasa dipakai untuk tujuan bentuk tafsir ideologis.20 Pengertian ideologi
dan praktik tertentu. Analisis wacana kritis ini yang dia maksud cukup beragam. Di satu
menekankan pada konstelasi kekuatan yang kesempatan, dia gunakan dalam pengertian
terjadi pada proses produksi dan reproduksi yang ketat, yaitu kesadaran kelompok untuk
makna. Individu tidak dipandang sebagai subjek melindungi kepentingan mereka berhadapan
yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas, dengan kelompok lain dalam suatu masyarakat.
sesuai dengan pikirannya, sebab berkaitan dan Kadang juga dalam pengertian manipulasi
dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada politis terhadap makna teks.21 Namun, secara
dalam masyarakat. Bahasa dalam konteks ini, umum klaim ideologi yang dipakainya itu
dipahami sebagai representasi yang berperan merujuk pada adanya bias, kepentingan,
dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema orientasi, dan tujuan-tujuan politis pragmatis
wacana tertentu, maupun strategi di dalamnya.18 serta keagamaan dalam sebuah karya tafsir.
Dengan analisis wacana kritis itulah, suatu Itu sebabnya, dia tidak mengkonfrontasikan
kajian mampu menyingkap berbagai strategi objektivitas dengan subjektivitas sebagaimana
kepentingan di balik praktik bahasa penulisan lumrahnya, tetapi mengkonfrontasikan
tafsir dan pertarungan berbagai kelompok sosial objektivitas dengan kecenderungan ideologis.
serta kelompok pemahaman. Karakter penting Ideologi oleh Ab Zayd lebih diletakkan
dalam analisis wacana kritis, sebagaimana sebagai masalah epistemologis yang terkait
ditunjukkan Teun A. Van Dijk,19 adalah bahwa dengan level kebenaran yang meyakinkan
wacana merepresentasikan: (1) Tindakanyakni (al-aqiq al-yaqniyyah) pada suatu masa di
mengasosiasikan wacana sebagai tindakan dan dalam kebudayaan tertentu. Kebenaran ini,
berinteraksi dengan orang lain; (2) Konteks menurut dia, secara absolut bersifat relatif
yakni wacana dipandang dan dimengerti dalam dan bisa berubah disebabkan oleh perubahan
konteks dan situasi tertentu; (3) Historisyakni yang terjadi di dalam kesadaran manusia.
wacana ditempatkan dalam konteks sosial yang Epistemologi dalam pengertian kultural,
menyertainya; (4) Kekuasaanmemahami bahwa merujuk pada kesadaran sosial bersama,
setiap teks muncul bukan sebagai sesuatu yang meskipun terdapat keragaman manusia.22
alamiah, tetapi merupakan bentuk pertarungan Namun, kaitan dengan terma ideologi, yang
kekuasaan; (5) Ideologiyakni memahami dipersoalkan di sini bukan soal setuju atau tidak
bahwa teks adalah bentuk dari praktik ideologi setuju, tetapi lebih mengacu pada episteme
atau cerminan dari ideologi tertentu. suatu tafsir yang secara epistemologis tidak
Warna ideologis ini mestilah disadari oleh mempunyai dasar-pijak pada teks al-Quran. Di
pengkaji. Sebab, sebuah teks tafsir dilihat dari sini menyangkut medan audiens dan konteks-
episteme yang terbangun dan arah gerak di konteks dari sebuah karya tafsir yang disajikan:
dalamnya, tidak lepas dari ruang sosial, di mana bisa berupa rezim, komunitas, wacana, dan
dan oleh siapa tafsir itu ditulis. Ruang sosial ini, yang lain. Medan audiens dan konteks-konteks
dengan keragaman problem dan dinamikanya, 20
Detail kritiknya ini bisa dibaca misalnya dalam al-
disadari atau tidak, selalu saja akan mewarnai Imm al-Shfi wa Tass al-Idiylujiyyh al-Wasthiyyah, (Kairo,
karya tafsir, sekaligus merepresentasikan 1992), diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Khoiran
kepentingan dan ideologi yang ada. Nahdiyyin, Imam Syafi: Moderatisme, Eklektisisme, Arabisme,
(Yogyakarta: LKiS, 1997), Naqd al-Khithb al-Dn, (Kairo: Sina li
18
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, al-Nasr, 1992).
(Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm. 7. 21
Lihat wawancara Nur Ichwan dengan Ab Zayd, pada
19
Teun A. van Dijk, Discourse as Interaction in Society, tanggal 2 Juni 1999 dalam M. Nur Ichwan, Hermeneutik Quran
dalam Teun A. van Dijk (ed.), Discourse as Social Interaction: Nashr Hamid Ab Zayd: Menuju Kesarjanaan Quran Kritis,
Discourse Studies A Multidisiplinary Introduction, Vol. 2, (London: Tesis di Universitas Leiden, 2000, edisi Indonesia.
Sage Publication, 1997), hlm. 1-37, sebagaimana dikutip dalam 22
Abu Zayd, al-Na al-Sulah al-aqqah, (Beirut: al-Markaz
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar., hlm. 8. al-Tsaqaf al-Arabi, 1995), hlm. 99.

Islah Gusmian, Paradigma Penelitian Tafsir al-Quran di Indonesia 5


sosial ini juga ikut membentuk suatu narasi dengan kerangka analisis yang beragam,
dan formasi teks tafsir yang beragam. Dan seperti analisis sosiologis, antropologis
kita juga bisa menggunakan teori Ab Zayd dan yang lain.
yang membedakan antara wilayah makna, c. Gaya bahasa penulisan, yaitu gaya bahasa
signifikansi dan ruang yang tak terkatakan di teks tafsir yang dianalisis dalam kerangka
dalam teks. 23
kategorisasi jurnalistik. Misalnya: gaya
bahasa kolom, reportase, ilmiah, populer
Praktik Metodologis dan yang lain. Gaya bahasa kolom adalah
Dengan kerangka metodologi di atas akan gaya penulisan tafsir dengan memakai
ditemukan wilayah-wilayah penting dari teks kalimat yang pendek, lugas dan tegas.
tafsir yang mesti diteliti. Pertama, dari kritik Dalam bentuk ini, diksi-diksi yang dipakai
intrinsik akan mengungkap aspek formasi teks dipilih dengan akurat. Gaya bahasa
tafsir, yaitu bagaimana teks tafsir ditulis dan reportase bersifat pelaporan dan human
disajikan dalam narasi tekstual. Pada aspek ini, interest. Gaya bahasa ilmiah bersifat padat,
ditemukan ragam model formasi, yaitu: tegas dan lebih menitikberatkan pada
a. Sistematika penyajian, yaitu rangkaian yang maksud pokok masalah.
dipakai dalam formasi penyajian teks d. Bentuk penulisan, yaitu mekanisme penulisan
tafsir. Secara umum, sistematika penyajian yang menyangkut aturan teknis dalam
ini bisa berbentuk runtut yang mengacu penyusunan keredaksian teks tafsir. Aturan
pada urutan surah yang ada dalam model yang dimaksud adalah tata cara mengutip
mushaf standar, dan atau mengacu pada sumber, penulisan catatan kaki, penyebutan
urutan turunnya wahyu. Yang kedua buku-buku yang dijadikan rujukan, serta
adalah sistematika penyajian tematik, hal-hal lain yang menyangkut konstruksi
yaitu bentuk rangkaian penulisan karya keredaksionalan. Dalam bagian ini bisa
tafsir yang struktur paparannya diacukan dibagi menjadi dua, yaitu penulisan ilmiah
pada tema tertentu, ayat, surah dan juz yang konsisten menyebut rujukan dan
tertentu. sumber yang digunakan dengan, dan non
b. Bentuk penyajian, yaitu bentuk uraian ilmiah yaitu yang tidak menyebut sumber
dalam penyajian tafsir, misalnya: bentuk rujukan dengan telas.
penyajian yang bersifat global dan e. Kepengarangan, yaitu latar sosial dan
bentuk penyajian rinci. Bentuk penyajian genealogi penafsir dalam menulis teks
global merupakan bentuk uraian dalam tafsir. Dalam kasus ini, penafsir bisa
penyajian karya tafsir di mana penjelasan melakukan praksis kerjanya secara
yang dilakukan cukup singkat dan global. kolektif, tim dan juga individual, mandiri.
Biasanya, bentuk ini lebih menitikberatkan Sebab pada kenyataannya ada teks tafsir
pada inti dan maksud dari ayat-ayat al- yang ditulis tidak secara sendirian oleh
Quran yang dikaji. Adapun penyajian seorang penulis, tetapi ditulis berdua, atau
rinci uraian-urainnya detail, mendalam, bahkan ada tim khusus yang dibentuk
dan komprehensif. Terma-terma kunci di dalam rangka menulis tafsir.
setiap ayat dianalisis untuk menemukan Lima medan dalam kritik internal di atas
makna yang tepat dan sesuai dalam suatu baru terfokus pada hal-hal yang bersifat teknis.
konteks ayat. Setelah itu, penafsir menarik Di balik hal-hal yang teknis di atas terdapat
kesimpulan dari ayat yang ditafsirkan, yang unsur-unsur lain yang bersifat epistemolohis
sebelumnya ditelisik aspek asbb al-nuzl yang harus dilacak tujuan, kekuatan, dan
23
Tentang uraian ini lebih lengkap, lihat analisis Ichwan
fungsinya. Untuk maksud ini diperlukan
dalam Hermeneutik Quran Nashr Hamid Abu Zayd, Menuju analisis wacana kritis, dalam kerangka untuk
Kesarjanaan Quran Kritis, hlm. 86-88. mengungkap berbagai bentuk kepentingan dan

6 Vol. 24 No. 1 Januari 2015 | 1-10


epistemologis tafsir, bahkan kekuatan perlawan, lebih dilihat sebagai posisi suatu wacana
dan berbagai hal lain yang dipraktikkan oleh dalam konteks internalnya atau intra-teks.
seorang mufasir dalam medan bahasa. Dalam Pandangan yang lebih maju dalam konteks
perspektif analisis wacana kritis, di sini struktur ini, adalah bahwa dalam memahami suatu
bahasa punya beragam fungsi, misalnya wacana/teks, seseorang harus melacak
nominalisasi (mengubah kata kerja menjadi kata konteks penggunaannya pada masa di
benda dalam rangka menyembunyikan subjek mana teks itu muncul. Ahsin Muhammad
pelaku), identifikasi (penyebutan identitas atas misalnya, menegaskan bahwa kontekstualisasi
subjek/sesuatu), ekskomunikasi (seseorang/ pemahaman al-Quran merupakan upaya
kelompok dikeluarkan dari pembicaraan), penafsir dalam memahami ayat al-Quran
eksklusi (gagasan atau kelompok dikeluarkan bukan melalui harfiah teks, tapi dari konteks
dari pembicaraan publik) dan seterusnya.24 (siyq) dengan melihat faktor-faktor lain,
Selain yang bersifat teknis ini, satu seperti situasi dan kondisi di mana ayat al-
ranah lain yang mesti dianalisis dalam kritik Quran diturunkan. Dengan demikian penafsir
instrinsik adalah aspek hermeneutik, yaitu harus mempunyai cakrawala pemikiran yang
proses interpretasi yang terbangun dalam luas, seperti mengetahui sejarah hukum Islam
teks tafsir. Di sini, ada dua hal utama yang secara detail, mengetahui situasi dan kondisi
perlu ditelusuri. Pertama, data material yang pada waktu hukum itu ditetapkan, mengetahui
digunakan dalam praktik penafsiran yang illah dari suatu hukum, dan seterusnya.25
meliputi: praktik tafsir antarteks al-Quran, Jadi, pengertian kontekstualitas dalam
antara al-Quran dengan penjelasan atau pendekatan tekstual cenderung bersifat
penafsiran Nabi Muhammad Saw, antara al- kearaban, karena teks al-Quran turun pada
Quran dengan riwayat matsur, kitab-kitab masyarakat Arab. Ini artinya, masyarakat Arab
tafsir dan penemuan sains ilmiah sebagai adalah sebagai audiensnya. Dengan demikian,
sumber rujukan, penjelasan, pengukuhan dan suatu tafsir yang menggunakan pendekatan
atau bahkan penyanggahan. tekstual ini, biasanya analisisnya cenderung
Kedua, arah gerak praktik tafsir, yaitu bergerak dari refleksi (teks) ke praksis (konteks).
episteme gerakan penafsiran. Di sini ada Itupun, praksis yang menjadi muaranya
dua gerak. Pertama, dari teks (kitab suci) adalah lebih bersifat kearaban tadi, sehingga
ke konteks (realitas masyarakat kekinian pengalaman lokal (sejarah dan budaya) di mana
di mana mufasir hidup dan berada). Model seorang penafsir dengan audiensnya berada
ini punya kecenderungan bersifat teologis, tidak menempati posisi yang signifikan atau
dogmatik dan statis. Yang kedua, dari konteks bahkan sama sekali tidak punya peran.
(realitas masyarakat, di mana mufasir berada) Adapun model gerakan yang kedua
ke teks (kitab suci). Model ini lebih bersifat lebih berorientasi pada konteks pembaca
emansipatoris-pembebasan, dan dinamis, (penafsir) teks al-Quran. Model pendekatan
karena selalu mengupayakan makna-makna ini bisa disebut pendekatan kontekstual.
baru dari teks kitab suci kaitannya dengan Dalam pendekatan ini, kontekstualitas dalam
problem sosial masyarakat, tanpa harus pendekatan tekstual, yaitu latar belakang sosial
mengaburkan substansi dan semangat dasar historis di mana teks muncul dan diproduksi
dari ajaran kitab suci. menjadi variabel penting. Namun semuanya
Dalam model gerakan yang pertama, itu, dan ini yang lebih penting, harus ditarik ke
praktik tafsir lebih berorientasi pada teks dalam konteks pembaca (penafsir) di mana ia
dalam dirinya. Kontekstualitas suatu teks
25
Ahsin Muhammad Asbab al-Nuzul dan Kontekstualisasi
24
Tentang teori analisis wacana kritis ini selengkapnya al-Quran, makalah disampaikan dalam Stadium General
baca Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, HMJ Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga
(Yogyakarta: LKiS, 2001). Yogyakarta, 10 Oktober 1992, hlm. 7.

Islah Gusmian, Paradigma Penelitian Tafsir al-Quran di Indonesia 7


hidup dan berada, dengan pengalaman budaya, Pendekatan kontekstual yang ditempuh
sejarah dan sosialnya sendiri. Oleh karena itu, Syubah di buku ini adalah bagian dari usaha
sifat gerakannya adalah dari bawah ke atas: memosisikan al-Quran sebagai kritik sosial.
dari praksis (konteks) menuju refleksi (teks). Di tengah eforia reformasi, pada saat tafsir
Dalam tradisi hermeneutik al-Quran ini ditulis, berbagai tuntutan agar bangsa
kontemporer, Farid Esack adalah salah Indonesia berbenah, memanggul kembali
satu contoh yang baik dalam pendekatan kesadaran muncul dengan penuh gegap
ini. Hermeneutik al-Quran, oleh Esack gempita. Karya tafsirnya ini gerakannya dari
ditempatkan dalam ruang sosial di mana ia praksis ke reflektif: dari bawah ke atas. Oleh
berada, sehingga sifatnya bukan lagi kearaban karena itu, membaca tafsir dengan pendekatan
yang bersifat umum.26 Ia adalah di antara kontekstual ini, kita harus pandai dan jeli
Muslim Afrika yang merumuskan hermeneutik mencari hal-hal yang umum dari pernyataan-
al-Quran yang berporos pada pembebasan dan pernyataan yang khusus, yang abstrak
persamaan dengan mempertimbangkan aspek dari pernyataan-pernyataan yang konkret.
kontekstual (sosial sejarah) di mana ia hidup Misalnya, kejahatan KKN dalam rezim Soeharto
dan berada. Bagi Esack, tak ada tafsir dan menjadi kejahatan kekuasaan secara umum,
ta`wil yang bebas nilai. Penafsiran mengenai keserakahan Soeharto menjadi keserakahan
al-Quran, bagaimanapun, adalah eisegesis penguasa, kezaliman rezim Orba menjadi
memasukkan wacana asing ke dalam al-Quran kezaliman pada umumnya, dan seterusnya.
(reading into)sebelum exegesismengeluarkan Adapun kritik eksternal diorientasikan
wacana dari al-Quran (reading out).27 mengungkap ruang-ruang sosial di mana
Dalam konteks Indonesia, satu contoh yang teks tafsir terbentuk yang berperan dalam
representatif bisa dilihat dari Tafsir Ayat-ayat memunculkan dan membentuk teks tafsir.
Sosial Politik karya Syubah Asa. Di buku tafsir Aspek ini meliputi:
ini, setiap ayat dikemukakan dan digerakkan Asal-usul karya tafsir (bisa jadi: teks itu
dalam ranah peristiwa, waktu dan tempat di muncul karena tugas akademik, mulanya
mana ia (penafsir) berada sebagai bentuk respon bahan ceramah, pernah diterbitkan sebagai
terhadap peristiwa yang terjadi.28 Setiap ayat artikel di koran, majalah, jurnal, dan atau
merupakan cahaya yang menyoroti kejadian- bahkan khusus menulis tafsir);
kejadian yang sedang terjadi dan populer di 1. Audiens karya tafsir (bisa berupa jamaah
dalam ruang sosial Syubah, yakni Indonesia. pengajian kampus, karyawan dan eksekutif,
Kuntowijoyo, dalam kata pengantarnya di buku khalayak umum, intelektual dan seterusnya);
ini, menyebutnya sebagai tafsir yang sesuai 2. Disiplin keilmuan penafsir (al-Quran,
dengan jiwa-zaman (zeitgeist).29 filsafat, psikologi, ekonomi, sains dan
teknologi, komunikasi);
26
Louis Brenner, Introduction dalam Louis Brenner 3. Aktivitas penafsir (juru dakwah, budayawan,
(ed.) Muslim Identity and Social Change in Sub-Saharian Africa,
(London: Hurs and Company, 1993), hlm. 5-6.
wartawan, akademisi/intelektual, ulama/
27
Farid Esack, Contemporary Religious Thought in kiai dan yang lain);
South Africa and The Emergence of Quranic Heremeneutical 4. Diskursus epistemologis, kekuasaan
Notions, dalam ICMR., Vol. 2, no. 2, Desember 1991. Secara negara, politik dan wacana intelektual yang
teoretik dan praktik lihat bukunya, Farid Esack, Quran,
Liberation, and Pluralism: An Islamic Perspective of Interrelegious
berkembang. Aspek ini bisa dilihat dari:
Solidarity Againt Oppression, (Oxford: Oneworld, 1997), hlm. 49- sumber rujukan dan pergumulan wacana
77. penafsir, hegemoni kekuasaan, dan tema-
28
Kuntowijoyo dalam kata pengantarnya atas buku tema yang dikembangkan penafsir sebagai
Syubah ini menyebutnya sebagai tafsir yang menggunakan
pendekatan historis, yaitu menyatu dengan waktu dan tempat.
representasi wacana. Dari sini akan bisa
Lihat, Kuntowijoyo, Pengantar dalam Syubah Asa, Dalam diketahui bagaimana teks tafsir bergerak,
Cahaya al-Quran, (Jakarta: Gramedia, 2000), ix. bukan saja memahami teks al-Quran tetapi
29
Lihat Kuntowijoyo, Dalam Cahaya., x.

8 Vol. 24 No. 1 Januari 2015 | 1-10


juga membaca dan sekaligus merespon pesan dan kesimpulan yang disampaikan oleh
kenyataan sosial, politik dan budaya. penafsir, tanpa berani mencoba membongkar
episteme dan kepentingan-kepentingan yang
Penutup terbangun di dalamnya.
Dari semua rincian di atas yang perlu Semua itu bisa dilakukan manakala ada
ditegaskan kembali adalah bahwa proses kesediaan kalangan intelektual Muslim untuk
gerakan penafsiran al-Quran pada satu sisi melakukan perkawinan intelektual, antara
dan pembacaan realitas sosial politik dan khazanah pemikiran Islam tradisional, dengan
wacana intelektual yang berkembang pada Islam kontemporeryang berani menerima
sisi yang lain akan sangat berpengaruh dalam hal-hal baru sejauh itu memberi nila guna.
mengantarkan formasi dan gagasan teks tafsir.
Sebab, bukan hanya bahasa dengan strukturnya
yang menentukan sebuah pemahaman atas
gagasan yang ada dalam teks al-Quran, tetapi DAFTAR PUSTAKA
struktur wacana, politik dan budaya yang
melingkupi penafsir juga ikut berperan. Dalam
konteks inilah kita mestinya bisa menguak
hal-hal yang implisit dan tersembunyi di balik Ab Zayd, Nasr Hamid. al-Na al-Sulah al-aqqah.
teks tafsir. Semua itu bisa dilakukan bila kita Beirut: al-Markaz al-Thaqaf al-Arb, 1995.
menggunakan kerangka analisis sebagaimana Alford T. Welch, Studies in Quran and Tafsir
telah disebutkan di atas. JAAR., Vol 47, 1979.
Metode penelitian tafsir semacam ini
Baidan, Nashruddin, Rekonstruksi Ilmu Tafsir
merupakan satu tawaran di tengah lazimnya
Pidato Pengukuhan Guru Besar Madya Ilmu
penelitian tafsir yang cenderung bertumpu
Tafsir, Surakarta: STAIN Surakarta, 1999.
hanya pada aspek ontologis. Paradigma
penelitian secama ini merupakan salah satu usaha Brenner, Louis, Introduction dalam Louis
membuka jalan dalam proses pembangunan Brenner (ed.) Muslim Identity and Social
model penelitian tafsir secara kritis. Change in Sub-Saharian Africa. London: Hurs
Sejauh ini, kecenderungan umum penelitian and Company, 1993.
al-Quran yang berkembang Perguruan Dijk, Teun A. van Discourse as Interaction
Tinggi Keagamaan Islam, memfokuskan pada in Society, dalam Teun A. van Dijk (ed.),
interpretasi al-Quran, bukan membangun Discourse as Social Interaction: Discourse
rumusan hermeneutiknya. Penelitian atas Studies A Multidisiplinary Introduction, Vol.
karya tafsir pun demikian, yaitu mengungkap 2, London: Sage Publication, 1997.
wawasan-wawasan tertentu secara spesifik
yang ada dalam karya tafsir, bukan Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis
menyingkap bangunan hermeneutiknya serta Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001.
keterpengaruhannya dengan episteme sosial- Esack, Farid, Quran, Liberation, and Pluralism.
budaya di mana karya tafsir itu muncul dan Oxford: Oneworld, 1997.
ditulis. Kajian interpretasi atas teks al-Quran
Farid Esack, Contemporary Religious Thought
memang tetap penting, tetapi langkah itu akan
in South Africa and The Emergence of
kehilangan relevansinya ketika tidak dibangun
Quranic Heremeneutical Notions, dalam
suatu rumusan hermeneutik yang kukuh,
ICMR., Vol. 2, no. 2, Desember 1991.
yang melibatkan wilayah sosial kemanusiaan
dengan unsur triadiknya. Demikian juga, kajian Federspiel, Howard M., Kajian al-Quran di
atas karya tafsir akan kehilangan signifikansi Indonesia, terj. Drs. Tajul Arifin, M.A.
kritisnya ketika hanya menangkap pesan- Bandung: Mizan, 1996.

Islah Gusmian, Paradigma Penelitian Tafsir al-Quran di Indonesia 9


Fiderspiel, Howard, Kajian al-Quran di Indonesia, Jurnal Pesantren, No. I/Vol.VIII/1991.
terj. Drs. Tadjul Arifin, MA., Mizan: Jurnal Ulumul Quran, Vol. III No. 4 Th. 1992.
Bandung, 1996.
Kuntowijoyo, Dalam Cahaya al-Quran. Jakarta:
Ghalib, M., Ahl al-Kitab, Makna dan Cakupannya. Gramedia, 2000.
Jakarta: Paramadina, 1998.
Machasin, M. Menyelami Kebebasan Manusia,
Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia, Telaah Kritis terhadap Konsepsi al-Quran,
dari Hermeneutika Hingga Ideologi, Jakarta: Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Teraju, 2003.
Muhammad, Ahsin. Asbab al-Nuzul dan
Hikam, Mohammad A.S., Bahasa dan Politik: Kontekstualisasi al-Quran, makalah
Penghampiran Discursive Practice, dalam disampaikan dalam Stadium General HMJ
Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim (ed.), Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN
Bahasa dan Kekuasaan, Politik Wacana di Sunan Kalijaga Yogyakarta, 10 Oktober
Panggung Orde Baru, Bandung: Mizan, 1996. 1992.
Ichwan, M. Nur. Hermeneutik Quran Nashr Nahdiyyin, Khoiran. Imam Syafi: Moderatisme,
Hamid Ab Zayd: Menuju Kesarjanaan Quran Eklektisisme, Arabisme, Yogyakarta: LKiS,
Kritis, Jakarta: Teraju, 2004. 1997.
Ichwan, Moc. Nur Literatur Tafsir Quran Ridla, Abdurrasyid. Memasuki Makna Cinta,
Melayu-Jawi di Indonesia: Relasi Kuasa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Pergeseran dan Kematian dalam Visi Islam
Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, Volume 1, Zayd, Nar amd. Naqd al-Khib al-Dn. Kairo:
Nomor 1, Januari 2002. Sina li Al-Nasr, 1992.

10 Vol. 24 No. 1 Januari 2015 | 1-10

Anda mungkin juga menyukai