Islah Gusmian*
islahgusmian@gmail.com
Abstract
Studies on the works of Quranic exegesis (kitb al-tafsr) as developed in literatures have been so far oriented
to unveil technical aspects, methods, and characteristics of the works. Works by al-Farmw, Yunan Yusuf,
Nasrudin Baidan, for example, share a common tendency in their approaches. Despite of the importance of such
works, the current studies on the works of tafsr are still lack of a comprehensive methodology that enables
us to figure out epistimelogical and socio-cultural landscapes of a certain work on tafsir. Using a critical
discourse analysis and epistem of journalistic writing model as the basis, this paper attempts to develop a new
paradigmatic construction by which any interests, discourses, ideologies and oppositional spirits against socio-
political facts in tafsr works are revealed.
Keywords: Tafsir, Analisis Wacana Kritis, Teks Kultural
ayat dengan hadis, ayat dengan kisah studi al-Quran di Indonesia, melakukan
Israliyyat], (2) teknik penyajian [misalnya: inovasi lain. Ia memfokuskan kajiannya pada
teknik runtut dan topikal], dan (3) pendekatan kepopuleran literatur yang mengacu pada
[misalnya: fiqh, falsaf, f, dan lain-lain]. penulis dan pembaca dengan dasar jangkauan
Adapun Nashruddin Baidan memetakannya distribusi literatur tersebut, bukan pada aspek
dalam dua bagian. Pertama, komponen eksternal metodologinya.
yang terdiri dua bagian: (1) jati diri al-Quran Tiga teori dan model pemetaan analisis atas
[sejarah al-Quran, asbb al-nuzl, qirah, nsikh teks tafsir di atas, di samping hanya terarah pada
manskh, dan lain-lain] dan (2) kepribadian pola teknis penulisan tafsir, mengarah pada
mufasir [akidah yang benar, ikhlas, netral, keterpakuan satu konsepsi yang cenderung
sadar dan lain-lain]. Kedua, komponen internal, tertutup dan bersifat teologisbahwa teks tafsir
yaitu unsur-unsur yang terlibat langsung adalah teks keagamaan (al-na al-dn) yang
dalam proses penafsiran. Dalam hal ini, ada kedap kritik. Dalam teori Yunan Yusuf, terlihat
tiga unsur pembentuk: (1) metode penafsiran bahwa eksistensi penafsir serta domain budaya
[global, analitis, komparatif, dan tematik], (2) dan politik belum dilibatkan sebagai objek studi.
corak penafsiran [f, fiqh, falsaf, dan lain- Ini terjadi karena Yunan tidak memberikan
lain], dan (3) bentuk penafsiran [mathr dan perspektif mengenai bagaimana dan mengapa
rayu].12 satu teks tafsir itu diproduksi. Kedua, aspek
Dalam konteks kategorisasi yang bahasa sebagai medium komunikasi yang
dibangun Yunan, komponen internal versi digunakan penafsir dalam memproduksi teks
Baidan menemukan relasinya, meskipun tafsir, dan aspek sosial budaya sebagai domain
tidak sama. Namun, betapa pun diklaim baru, di mana teks tafsir terbentuk sama sekali tidak
dua pemetaan dan model analisis ini belum mendapatkan ruang.
memberikan paradigma kritis terhadap
rancang bangun metodologi penelitian tafsir. 13
Selengkapnya lihat kritik saya pada tesis saya yang
telah dibukukan Khazanah Tafsir Indonesia, dari Hermeneutika
10
Lihat Pesantren, No. I/Vol.VIII/1991, hlm. 34. Hingga Ideologi, (Jakarta: Teraju, 2003).
11
Lihat Jurnal Ulumul Quran, Vol. III No. 4 Th. 1992, hlm. 14
Buku ini pada awalnya dimaksudkan untuk dijadikan
50. sumber bagi orang Barat yang tertarik dengan kajian Islam di
Nashruddin Baidan, Rekonstruksi Ilmu Tafsir, Pidato
12
Asia Tenggara, dan kini telah dialihbahasakan ke dalam bahasa
Pengukuhan Guru Besar Madya Ilmu Tafsir, (Surakarta: STAIN Indonesia dengan judul Kajian al-Quran di Indonesia, terj. Drs.
Surakarta, 1999), hlm. 17-18. Tadjul Arifin, MA (Bandung: Mizan, 1996).