1
Siswanto, Kesehatan Mental, (Yogyakarta, C.V ANDI OFFSET: 2007) hal. 120
sebenarnya memiliki banyak arti. Yang pada intinya abuse yaitu meliputi
penyalahgunaan, salah pakai, perlakuan kejam, siksaan, makian,
menyalahgunakan, memperlakukan dengan kejam atau kasar atau keji dan
memaki-maki atau mencaci maki.
Sedangkan kata child paling mudah diartikan sebagai “anak”. Selain itu,
pemahaman mengenai apa itu anak, setidaknya sudah relatif seragam. Karena
seseorang yang termasuk dikategorikan sebagai anak-anak adalah seseorang yang
usia nya masih berada dibawah 17 tahun. Pemahaman mengenai anak ini adalah
sangatlah perlu. Karena selain child abuse ada adult abuse (orang dewasa) dan
elder abuse (orang tua) yang memiliki fenomena relatif berbeda di antara
ketiganya.2
3. Kategori Child Abuse
Kebanyakan orang berfikir bahwa child abuse hanya meliputi physical dan sexual
abuse. Padahal ada beberapa macam abuse yang lain, yaitu emotional abuse dan
neglect. Pengertian dari berbagai abuse tersebeut adalah sebagai berikut:
a. Phyisical abuse (perlakuan salah secara fisik), adalah ketika anak mengalami
pukulan, tamparan, gigitan, pembakaran, atau kekerasan fisik lainnya.
b. Sexual abuse (perlakuan salah secara seksual), adalah ketika anak
diikutsertakan dalam situasi seksual dengan orang dewasa atau anak yang
lebih tua. Kadang ini berarti adanya kontak seksual secara langsung seperti
persetubuhan, atau sentuhan atau kontak genital lainnya.
c. Neglect (diabaikan/dilalaikan), adalah ketika kebutuhan-kebutuhan dasar anak
tidak dipenuhi.
d. Emotional abuse (perlakuan salah secara emosi),adalah ketika anak secara
teratur diancam, diteriaki, dipermalukan, diabaikan, disalahkan atau salah
penanganan secara emosional lainnya, seperti membuat anak menjadi lucu,
memanggil namanya dan selalu dicari-cari kesalahannya adalah bentuk dari
emosional abuse.
B. Assessment Terhadap Child Abuse
Assessment terhadap child abuse idealnya dilakukan secara muluti-disiplin,
karena gejala dan akibatnya biasanya mengenai keseluruhan anak, baik fisik, psikis,
maupun sosialnya. Jadi assessment yang baik perlu melibatkan beberapa profesional
2
Ibid., hal. 122-123
dari disiplin ilmu psikologis, kedokteran, hukum, pekerja sosial, dan lain-lain
dibidang terkait. Namun sebelum membicarakan assessment alangkah baiknya jika
kita memahami arti dari assessment terlebih dahulu, yaitu sebagai berikut:
Assessment (Verhulst dan Koot, 1992) merupakan proses dalam melakukan
diagnosis yang hakekatnya adalah melakukan identifikasi terhadap gambaran-
gambaran yang berbeda dari setiap kasus individual, seperti misalnya fungsi tingkah
laku dan emosional anak-anak yang tampak dan fungsi kognitif dan perseptual motor
mereka. Assessment juga meliputi pengukuran-pengukuran fisik seperti aktivitas
elektris otak (misalnya).3
Diagnosis sendiri mendiri dipahami sebagai mengklasifikasikan seseorang
berdasarkan suatu penyakit yang dideritanya atas suatu abnormalitas yang diidapnya.
Diagnosis dapat didefiniskan sebagai istilah medis untuk klasifikasi.
Lindsay dan Powell (1989) menyebutkan tiga kegunaan utama Assessment,
yaitu;
1. Diagnosis, menentukan natur masalah anak.
2. Desain, memperoleh informasi yang relevan untuk treatmen.
3. Evaluasi, memperoleh informasi untuk mengevaluasikan efektivitas
treatmen yang diberikan.
3
Ibid., hal. 127
1. Pendekatan psikodinamik, assessment yang menggunakan pendekatan ini
biasanya tidak terstandar, prosedurnya kurang memiliki definisi yang
operasional, dan makna simbolnya tinggi.
2. Pendekatan behavioral, didasarkan pada observasi langsung pada tingkah
laku. Kelemahan pendekatan ini adalah banyak masalah-masalah penting
yang tidak dapat diobservasi secara langsung. Misalnya; mencuri,
keinginan bunuh diri dan lainnnya.
3. Pendekatan tradisi medis, dicirikan dengan menggunakan teknik
wawancara klinis yang didasarkan pada pengalaman dari keahlian klinikus
dalam menjalankan suatu diagnosis yaang akurat.
4. Pendekatan psikometrik, pendekatan yang berasal dari usaha-usaha dalam
psikologi untuk mengukur sifat-sifat psikologis (seperti inteligensi,
kemampuan akademik dan lain-lain) dengan menggunakan tes-tes yang
terstandar dan analisis statistik.
1. Metode Observasi
Observasi adalah pengamatan yang sistematis dan bertujuan. Jadi
observasi bukan sembarang mengamati tetapi memiliki cara dan tujuan
tertentu.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan ketika observasi, yaitu:
a. Tingkah laku yang ditampakan.
b. Latar belakang atau seting tingah laku.
c. Sekuen tingkah laku.
2. Metode Wawancara
Wawancara atau interview bukanlah hanya dimaknai sebagai bertanya
saja, tapi dalam wawancara, si pewawancara memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang bertujuan untuk mendapatkan data yang diinginkan.
Ada beberapa tahap dalam melakukan wawancara, yaitu;
a. Tahap awal, bertujuan untuk membangun rapport (membina hubungan
yang baik dan benar)
b. Tahap menanyakan mengenai abuse yang dialami.
c. Tahap akhir, pewawancara perlu mengomentari kerjasama yang telah
diberikan sambil tetap mendorong anak untuk bersikap kooperatif pada
pertemuan selanjutnya.
a. Ruangan didesain seperti ruang tamu atau ruang bermain bagi klien
anak dengan hiasan-hiasan anak dan peralatan yang sesuai.
b. Cahaya, suhu, dan bau yang tidak mengganggu dan menyenangkan.
c. Tidak adan konteks-konteks abuse dan orang dewasa yang mungkin
memengaruhi anak.
3. Metode Angket
Metode angket dan metode wawancara sebenarnya memiliki
persamaan yaitu keduanya mendasarkan diri pada data yang berwujud
laporan dari klien yang diselidiki. Bedanya, wawancara mendapatkan data
dalam bentuk lisan, sedangkan pada angket data didapatkan dalam bentuk
tulisan.
4. Metode Tes
Tes adalah tugas atau serangkaian tugas yang berbentuk petanyaan dan
perintah yang diberikan kepada klien dan kemudian tingkah laku klien
dalam menjalankan tes itu dibandingkan dengan sesuatu seperti standar
atau tingkah laku peserta tes lain.4
Tes dapat dikelompokkan menjadi bermacam-macam sesuai dengan
tujuan pengelompokan. Salah satu pengelompokan adalah berdasarkan
materi tes yang berhubungan dengan latar belakang teorinya. Tes
dibedakan menjadi tes proyektif dan tes nonproyektif. Tes proyektif adalah
tes yang disusun berdasarkan penggunaan mekanisme proyeksi. Materi tes
terdiri atas objek yang belum atau kurang jelas strukturnya. Sementara tes
nonproyektif sama sekali tidak mempertimbangkan adanya mekanisme
proyeksi tersebut.
4
Ibid., hal. 129-133