Anda di halaman 1dari 5

PENULISAN TAFSIR AL-MISBAH KARYA M.

QURAISH SHIHAB
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Study Tafsir Nusantara
Dosen Pengampu : Dr. Dadang Darmawan, M.Ag

Disusun oleh:
Shelvy Deriyanti (1161030169)

PROGRAM STUDI ILMU QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
A. Pendahuluan
Pada Abad ke-19, Tafsir merupakan sesuatu yang mahal, sesuatu yang sulit
ditemukan, karena orang yang bisa mempelajari Tafsir hanya orang-orang di kalangan
tertentu, seperti keluarga keraton, dll. Sehingga pada kalangan awam hanya terbatas
pada Tauhid, Fiqih, dan Akhlak saja.

Memasuki abad 20, Tafsir sudah mulai banyak ditemukan. Penulisan Tafsir pada
abad 20 di pelopori oleh Mahmud Yunus dengan Tafsirnya “Tafsir Al-Qur’an”. selain
itu, terjadi pergeseran pada abad ini, dari konsumen tulisan-tulisan Arab berubah
menjadi Produsen literat ulama Arab, dan tulisan-tulisan keagamaan Islam di
Indonesia.

Memasuki abad ke 21, muculah Tafsir Al-Misbah yang ditulis oleh M. Quraish
Shihab. Yang memiliki kelebihan diantaranya mampu memadukan metode tahlili dan
metode maudhui. Selain Tafsir, beliau juga banyak menulis tulisan-tulisan keagamaan,
diantara buku yang terkenal di kalangan masyarakat Indonesia adalah buku
Membumikan Al-Qur’an.

B. Biografi M. Quraish Shihab


Prof. Dr. Quraish Shihab lahir di Rapang (Sulawesi Selatan) pada 16 Februari 1944.
Lahir di keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya adalah seorang ulama dan
guru besar dalam bidang Tafsir, yaitu Prof. Abdurrahman Shihab. Abdurrahman
Shihab dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang
memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.
Quraish Shihab adalah seorang cendikiawan muslim dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an
dan pernah menjabat Menteri Agama pada cabinet Pembangunan VII (1998).

Setelah menyelesaikan sekolah dasarnya di Makassar, Quraish Shihab


melanjutkan sekolah menengahnya di Malang, sambil “nyantri” di Pondok Pesantren
Darul Hadist Al-Fiqhiyyah. Melihat bakat bahasa Arab yang dimilikinya, dan
ketekunannya dalam mendalami Studi Keislaman, Quraish Shihab beserta adiknya
dikirim oleh ayahnya Al-Azhar Cairo. Mereka diterima di kelas dua I’dadiyah Al-
Azhar (Setingkat SMP/Mts).

Pada tahun 1967, dia meraih gelar Lc pada Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir
dan Hadist Universitas Al-Azhar. Kemudian melanjutkan pendidikannya di fakultas
yang sama, dan pada 1969, meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-qur’an
dengan tesis yang berjudul “ Al-I’jaz At-tasyri’I Al-Qur’an Al-Karim” (Kemukjazatan
Al-Qur’an Al-Kaarim dari segi hukum. Pada 1980, Quraish Shihab kembali ke Cairo
dan melanjutkan pendidikannya di almamater yang lama, yaitu di Universitas Al-
Azhar, dan hanya memerlukan waktu 2 tahun untuk meraih gelar doktornya.
Sampai tahun 1998 ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulumul Qur’an di
program S1, S2, dan S3 IAIN Jakarta. Lalu menjadi Rektor IAIN Jakarta 2 Periode
pada tahun 1992-1996 dan 1997-1998), ia juga dipercaya menjadi menteri agama
kurang lebih dua bulan diawal tahun 1998 pada cabinet terakhir Soeharto. Sejak 1999
ia diangkat menjadi Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh di Republik Indonesia
untuk Negara Republik Mesir dan merangkap Negara Djibauti berkedudukan di Kairo
sampai tahun 2002. Sejak itu ia kembali ke tanah air dan konsen menyelesaikan karya
tafsirnya dengan judul Tafsir Al-Misbah. 1

C. Latar Belakang Disusunnya Tafsir Al-Misbah


Sejarah penulisan tafsir Al-Misbah berbeda dengan tafsir-tafsir lainnya yang ditulis
ketika berada dalam penjara, seperti Tafsir Fi Dhilal Al-Qur’an. Begitu juga dengan
Tafsir Al-Azhar yang penulisannya dilakukan di penjara pada masa orde lama kurang
lebih dua tahun2. Tafsir Al-Misbah ditulis diluar penjara dan dalam keadaan sudah
berkecukupan dengan fasilitas yang memadai.
Motivasi Utama ditulisnya Tafsir Al-Misbah adalah sebagai wujud tanggung jawab
moral seorang ulama untuk membantu umat Islam dalam memahami kitab suci Al-
Qur’an. Hal ini seperti yang ia sampaikan dalam pembukaan tafsirnya, “Adalah
kewajiban para ulama untuk memperkenalkan Al-Qur’an dan menyuguhkan pesan-
pesannya sesuai denga kebutuhan”.3 Selain itu, harapan ditulisnya tafsir ini yaitu agar
memberikan penjelasan terhadap masyarakat dalam memahami maksud dan makna
yang terkandung dalam Al-Qur’an yang kemudian akan diamalkan dan dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari.
Pemilihan nama Al-Misbah dalam Tafsirnya melewati perjalanan yang panjang.
Al-Misbah diambil dari bahasa Arab yang berarti “penerang” atau lampu. Selain itu,

1
Fauzul Iman, dkk, Al-Qalam Jurnal Keagamaan dan Kemasyarakatan (Serang: Pusat Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten,
2004), Vol. 21, 56.
2
Hamka, Tafsir Al-Azhar, vol. 1 (Jakarta: Pustaka Panja Mas, 19710), 42

3
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, vol 1(Jakarta: lentera hati,
2002), VII .
sebagian peneliti berpendapat bahwa pemberian nama Al-Misbah terinspirasi atas
pembacaan dan perenungannya terhadap QS. An-Nur ayat 35. Kata Al-Misbah sendiri
hanya disebutkan 2 kali dalam Al-Qur’an, yang keduanya terdapat dalam surat An-Nur
ayat 35 ini. M. Quraish Shihab berharap dengan diberinya nama Al-Misbah, akan
menjadi penerang bagi umat secara luas dalam memahami makna dan kandungan ayat-
ayat Al-Qur’an dan menjadi petunjuk dalam seluruh aspek kehidupan, menjadi
penerang dikala gelap.

D. Metode dan Corak Tafsir Al-Misbah

Metode yang digunakan dalam penulisan tafsir Al-Misbah ini lebih menonjolkan
bentuk bil ra’yi dan bil ma’tsur. Hal tersebut terlihat ketika menjabarkan dan
memberikan penjelasan setiap ayat yang ia tafsirkan, dimana penggunaan rasio/akal
dikedepankan.

Metode yang digunakan Tafsir Al-Misbah ini tidak jauh berbeda dengan tafsir Al-
Azhar yang ditulis oleh Buya Hamka, yaitu menggunakan metode tahlili, dimana
bentuk tafsir ini berusaha mengungkapkan kandungan Al-Qur’an dari berbagai
aspeknya, yang disusun berdasarkan urutan ayat di dalam Al-Qur’an yang selanjutnya
memberikan penjelasan-penjelasan tentang kosa kata, makna global ayat, kolerasi,
asbab an-nuzul dan -hal lain yang dianggap bisa membantu dalam memahami Al-
Qur’an.

Dalam Tafsir Al-Misbah, Quraish Shihab juga menggunakan metode maudhu’I.


yakni dengan mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas satu tema
tersendiri, menafsirkan secara global dengan kaidah-kaidah tertentu dan menemukan
rahasia yang tersembunyi dalam Al-Qur’an.

Corak Tafsir Al-Misbah ini lebih cenderung kepada corak sastra budaya dan
kemasyarakatan (al-adabi al-ijtima’i) yaitu corak tafsir yang memahami nash-nash Al-
Qur’an dengan cara mengemukakan ungkapan-ungkapan Al-Qur’an secara teliti,
selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh Al-Qur’an tersebut dengan
bahasa yang indah dan menarik, kemudian seorang mufassir akan berusaha
menghubungkan nash-nash Al-Qur’an yang dikaji dengan kenyataan social dan sistem
budaya yang ada4

E. Tafsir Al-Misbah di Tengah Belantara Kitab Tafsir Nusantara

Kemunculan Tafsir Al-Misbah pada abad ke 21 ini membawa suasana yang baru di
dunia penulisan tafsir di Nusantara. Dimana pembahasan-pembahasan tafsir pada awal
perkembangan Tafsir di Indonesia cenderung global, belum begitu luas dan kurang
mengena pada problem yang ada dikalangan masyarakat.

Tafsir Al-Misbah memiliki kelebihan yang mampu memadukan metode tahlili dan
maudhui, ia membahas dan menafsirkan seluruh ayat dari awal sampai akhir, namun
tetap mengelompokan ayat-ayatnya sesuai dengan tema pokok yang dikandung oleh
masing-masing surat ini menjadikan Tafsir Al-misbah ini banyak dijadikan rujukan.
Bahkan banyak tokoh Indonesia yang memuji dan mengagumi tafsir karya M. Quraish
Shihab ini. hingga saat ini, Tafsir Al-Misbah merupakan Tafsir Indonesia yang paling
baik dan lengkap.

4
Digilib.uinsby.ac.id diakses pada tanggal 10 Juni 2019

Anda mungkin juga menyukai