Anda di halaman 1dari 8

RASIONALITAS SEBAGAI BASIS TAFSIR TEKSTUAL

(Kajian atas Pemikiran Muhammad Asad)


M. Taufiq Rahman
Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A.H. Nasution 105 Cibiru Bandung 40614, Indonesia.
E-mail: taufikqurrahman4@yahoo.com
_________________________

Abstract

Through critical analysis and phenomenological studies the present writer could clearly see Asad’s concept on the
Qur’anic exegesis. It is recognized that in identifying Islamic principles on state and government, Asad based
merely on a clearly textual ordinance (nushush, sing. nash) of the Qur’an and the Sunnah being the real and eternal
Islamic syari’ah. By this he excludes fiqh and a far broader sphere of all things and activities left unspecified by the
Law-Giver (God and His Prophet) –neither command nor forbid in terms of nash—should be considered as lawful
(mubah) in view of syari’ah, and therefore requires ijtihad (independent reasoning).
Keywords:
Textual Exegesis; Rationality; Ijtihad.
__________________________

Abstrak
Melalui analisa kritis dan kajian fenomenologis, penulis dengan jelas dapat melihat konsep Asad mengenai tafsir Al-
Qur’an. Diakui bahwa dalam mengidentifikasi prinsip-prinsip Islam mengenai negara dan pemerintahan, Asad
hanya mendasarkannya pada teks Al-Qur’an dan Sunnah yang merupakan syariah Islam yang nyata dan abadi.
Karena hal ini, ia mengeluarkan fikih dan lebih luas lagi segala sesuatu dan aktifitas yang tertinggal yang tidak
dispesifikkan oleh Pembuat hukum (Allah dan Rasulnya) – baik perintah maupun larangan dalam hubungannya
dengan Nash - seharusnya tidak dianggap sebagai hal yang mubah dalam pandangan syariah dan oleh karena itu
menuntut ijtihad (pemikiran yang mandiri).

Kata Kunci:
Tafsir Tekstual; Rasionalitas; Ijtihad.
__________________________

dilakukan. Walaupun memang, demikian


A. PENDAHULUAN Asad mengakui, Tuhan hanya
Asad menganut pandangan-pandangan mengindikasikan hal-hal tersebut.1
yang berasal dari al-Qur’an dan Sunnah, yang Tentang pentingnya Sunnah Nabi, Asad
tanpa itu pemikirannya tentang Islam dan mengatakan dalam Islam at the Crossroads:
peradaban Muslim tidak akan ada. Dengan Banyak usulan pembaharuan yang telah
demikian, al-Qur’an dan al-Sunnah ini diajukan sejak puluhan tahun yang lalu,
menjadi soko guru pemikiran Asad. dan banyak dokter-dokter spiritual telah
Al-Qur’an dan Sunnah ini, menurut Asad, berupaya meramu obat paten bagi tubuh
sangat penting bagi umat Islam ataupun Islam yang sedang sakit. Tetapi, hingga
manusia pada umumnya. Bagi orang yang kini, sakitnya masih tetap dirasakan karena
beriman, al-Qur’an dan Sunnah memberikan semua dokter-dokter pintar itu –sekurang-
pedoman bagi manusia konsepsi bahwa kurangnya mereka yang terdengar hari
rencana Tuhan mencakupi seluruh penciptaan. ini—memang telah memberikan resep obat
Bagi manusia, ajaran-ajaran itu merupakan
satu-satunya indikasi positif tentang apa yang 1
Muhammad Asad, The Principles of State and
Tuhan inginkan: supaya manusia itu tahu akan Government in Islam, edisi pertama oleh University of
menjadi apa dan tahu apa yang perlu California Press, 1961, edisi ini Kuala Lumpur: Islamic
Book Trust, 2000, 3.
M. Taufiq Rahman Rasionalitas sebagai Basis Tafsir Tekstual (Kajian atas
Pemikiran Muhammad Asad)

mereka bersama berbagai vitamin, Keyakinan Asad selanjutnya adalah bahwa


perangsang, dan obat mujarab lainnya, syari’ah itu merupakan suatu bentukan praktis
tetapi semua lupa memberikan resep diet dari ideologi Qur’an dan Sunnah.5 Bagi Asad,
alami yang seharusnya menjadi dasar syari’ah ini adalah panasea (obat mujarab)
perkembangan pertama pasien itu. Diet ini, bagi semua masalah kemanusiaan. Syari’ah
satu-satunya yang dapat diterima secara ini secara bahasa berarti, “jalan untuk
positif, yang dapat diasimilasi oleh si sehat mengairi suatu tempat” dan secara istilah
maupun si sakit, yaitu Sunnah Nabi kita religius ia berarti “jalan yang benar yang
Muhammad.2 ditunjukkan oleh Allah dan Rasul-Nya.”
“Sunnah” demikian Asad “adalah kunci Syari’ah kemudian berarti Hukum Islam (Law
untuk memahami kebangkitan Islam lebih dari of Islam). Istilah syari’ (Law-Giver) ditujukan
tiga belas abad yang silam.” Karena kepada Allah dan, setelahnya, kepada Rasul-
kesuksesannya 13 abad yang lalu tersebut, Nya.6
Asad memproyeksikan bahwa kesuksesan Maka ketika tidak ada jawaban syari’ah,
inipun akan terjadi lagi pada zaman modern Asad melakukan pencarian inti (prinsip-
jika tetap berpedoman bahwa sunnah juga prinsip) dari syari’ah itu sendiri untuk
kunci pemahaman bagi generasi zaman kemudian dipecahkan secara ijtihadi.
tersebut. Asad menyatakan bahwa “Ketaatan Asad sangat hati-hati dan teliti untuk
pada Sunnah adalah sinonim dengan eksistensi mengajukan program pembaharuan yang
dan kemajuan Islam. Mengabaikan Sunnah dibangun oleh Syari’ah tanpa penghalusan
adalah sinonim dengan kekacauan dan yang konstan dan perhatian pada detail praktis
kemunduran Islam. Sunnah adalah kerangka dan bersikap keras, juga tanpa menyuarakan
besi dari bangunan (Islam); dan jika anda pandangannya secara penuh semangat.
lepaskan kerangka itu akan terkejutkah anda “Hanya membicarakan tentang kebutuhan
jika gedung itu ambruk seperti rumah-rumah untuk “kelahiran-kembali” keimanan tidak
kartu”?3 lebih baik daripada menyombongkan masa
Dari pernyataan-pernyataan yang dikutip di lalu kita yang penuh kemenangan dan memuji
atas, nampak bahwa Asad lebih percaya pada kebesaran para pendahulu kita”, demikian dia
penafsiran Islam dalam konteks Nabi katakan dalam This Law of Ours and Other
Muhammad SAW, daripada kepada teks Essays.
Qur’an sendiri. Dengan kata lain, Sunnah Keimanan kita tidak akan lahir kecuali jika
adalah penafsiran Qur’an yang paling valid, kita memahami apa yang
dengan demikian perlu diutamakan. Dalam diimplikasikannya dan pada tujuan-tujuan
kata-kata Asad: “Istilah Sunnah dipergunakan praktis apa hal ini akan membawa kita. Ia
di sini dalam pengertiannya yang paling luas, tidak akan memberikan kepada kita
yaitu teladan yang telah diberikan Nabi kepada kebaikan sedikit pun jika kita hanya yakin
kita dalam tindakan-tindakan dan ucapan- begitu saja bahwa program sosio-ekonomi
ucapan beliau. Hidup beliau yang Islam lebih baik daripada sosialisme,
mengagumkan adalah gambaran yang hidup komunisme, kapitalisme, fascisme, dan
dan keterangan dari Al-Qur’an dan tidak banyak ‘isme-isme’ lain yang Tuhan
mungkin kita dapat membuat keadilan yang ketahui. Kita seharusnya memperlihatkan
lebih besar terhadap Kitab Suci itu kecuali dalam kerangka yang tidak salah, apa
dengan mengikuti beliau yang menjadi proposal alternatif dari Syari’ah tentang
perangkat wahyu”.4 kehidupan sosial kita, apa konsepnya yang
benar tentang masyarakat, pandangan-
2
Muhammad Asad, Islam at the Crossroads, cet vi.
pandangan apa yang ditempatkan pada
(Punjab: Arafat Publications, 1947), 101.
3 5
Muhammad Aasad, Islam at the Crossroads, 101- Muhammad Asad, The Principles of State, ix.
6
102. Muhammad Asad, This Law of Ours and Other
4
Muhammad Asad, Islam at the Crossroads, 102. Essays (Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 2000), 41.

64 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 63-70
M. Taufiq Rahman Rasionalitas sebagai Basis Tafsir Tekstual (Kajian atas
Pemikiran Muhammad Asad)

masalah pemilikan individual dan karena Syari’ah mengatur kebutuhan manusia


kemaslahatan umum, perburuhan dan yang secara alamiah tidak tunduk kepada
produksi, modal dan keuntungan, majikan perubahan.9
dan pekerja, negara dan individu; apa yang Walaupun Syari’ah mengatur bagaimana
menjadi perangkat praktisnya adalah untuk seorang Muslim harus membentuk dan
pencegahan eksploitasi manusia atas meningkatkan kehidupannya, proses-proses
manusia lain; untuk penghapusan bagi kondisi yang berubah juga dikemukakan
kebodohan dan kemiskinan; untuk al-Qur’an, yaitu: “untuk tiap-tiap umat di
pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan
dan perumahan bagi setiap laki-laki, yang terbuka.”10 –minhaj (jalan yang terbuka)
perempuan dan anak-anak.7 bagi peraturan kehidupan dunia yang
Dalam bukunya The Principles of State and melibatkan masalah-masalah yang tidak
Government in Islam, Asad memulai disentuh oleh nash-nash al-Qur’an dan al-
pembicaraan mengenai Hukum Islam dengan Sunnah.11
mengatakan bahwa pada awalnya fiqh
dimunculkan oleh para fuqaha adalah untuk B. HASIL DAN PEMBAHASAN
memfasilitasi aplikasi prinsip-prinsip syari’ah METODE TAFSIR ASAD
pada persoalan-persoalan spesifik. Namun, 1. Qur’an-Sunnah Tekstual
dengan berjalannya waktu, hukum-hukum ini Menurut Asad, undang-undang Tuhan itu
dianggap oleh kebanyakan umat Islam sebagai tidak perlu lagi digantungkan kepada pikiran
hal yang suci (sacrosanct) dan dianggap (deduksi) dan kesimpulan (inferensi) manusia,
menjadi bagian integral dari syari’ah, Hukum tetapi harus harus langsung diberlakukan
Kanonik itu sendiri.8 secara positif. Sebagai undang-undang yang
Padahal, demikian Asad, Qur’an dan terang, ia harus dapat menyatakan dengan
Sunnah tidak pernah mengesahkan adanya istilah-istilah perintah, larangan, atau
perluasan syari’ah itu. Karena, sebagai pernyataan yang jelas, yang datang dari al-
Hukum Tuhan, syari’ah tidak mungkin Qur’an dan Sunnah dan diterangkan secara
tergantung pada deduksi atau kesimpulan dari nash. Hukum-hukum nash ini, menurut Asad,
para ulama yang sifatnya subjektif. Asad tidak boleh ditafsirkan dengan cara yang
menyatakan bahwa syari’ah harus muncul dari bertentangan. Karena, sebenarnya, ia tidak
hukum-hukum Qur’an dan Sunnah sendiri membutuhkan tafsiran lagi. “Ia telah nyata-
yang berada dalam kerangka hukum positif: nyata jelas dan telah cukup mempunyai
“lakukan ini,” “jangan lakukan itu,” “hal-hal pengertian. Karena nash Qur’an dan Sunnah
ini benar, maka dianjurkan untuk dilakukan”, menunjukkan hukum-hukum yang telah
“hal-hal ini salah, maka dianjurkan untuk jelas.”12
dihindari”. Menurut Asad, inilah yang secara Dalam Islamic Constitution Making, Asad
teknis disebut nushush (kt. tunggal, nash), mengutip Edward William Lane, yang
yaitu pernyataan yang jelas dari Qur’an dan menyusun kamus yang berdasarkan kepada
Sunnah. bahasa Arab yang klasik, untuk menjelaskan
Oleh karena Syari’ah merupakan undang- nash. Menurut Asad, Lane mengatakan
undang Ilahi, maka Syari’ah tidak boleh “perkataan nash itu sesuatu atau keterangan
diubah. Begitu pula perubahan itu tidak yang terang yang telah dibikin atau dinyatakan
diperlukan karena prinsip-prinsipnya disusun oleh Tuhan dan Rasul-Nya.” Dengan
begitu rupa sehingga tidak ada satu pun yang mengutip Lane pula, Asad mengatakan bahwa
luput dari perhatiannya. Syari’ah juga tidak Nash adalah “satu pernyataan, atau kalimat
mengingkari sifat alamiah manusia dan
kebutuhan dasar manusia. Hal itu disebabkan 9
Ibid., 14.
10
Al-Qur’an 5: 48.
7 11
Ibid., 69. Muhammad Asad, The Principles of State, 15.
8 12
Muhammad Asad, The Principles of State, 11. Ibid., 24.

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 63-70 65
M. Taufiq Rahman Rasionalitas sebagai Basis Tafsir Tekstual (Kajian atas
Pemikiran Muhammad Asad)

yang menunjukkan suatu arti yang tertentu,


yang tidak boleh dimasukkan lain dari itu.” Jelaslah, sebetulnya bahwa metode Asad
Sifat dari nash ini, menurut Asad adalah “satu dalam rangka pembuatan undang-undang
undang dasar atau peraturan yang telah adalah metode ketuhanan sekaligus metode
ditunjukkan dengan keterangan yang jelas kemanusiaan, atau metode tekstual sekaligus
yang mempunyai arti yang jelas, yang dapat metode kontekstual.
dimasukkan yang lain ke dalamnya, yaitu Dalam memahami teks (Qur’an dan
peraturan-peraturan dalam Qur’an dan Sunnah Sunnah) sendiri Asad pertama-tama
yang tidak ada keseimbangannya dan memahaminya secara fenomenologis, yaitu
mempunyai tafsiran yang bertentangan mengungkapkan Qur’an sesuai dengan bahasa
terhadapnya.”13 Untuk melengkapi kutipan zaman turunnya teks tersebut, setelah itu, ia
yang ada dalam Constitution Making, dalam mengemukakan rasionalitas dari teks-teks
State and Government Asad mengutip Lisan tersebut yang sesuai dengan zamannya. Maka,
al-Arab, bahwa “nash Qur’an dan Sunnah dapatlah disebut bahwa metodenya adalah
yang berarti hukum berasal dari kata-kata rasional. Tidak heran jika ia sering mengutip
zahir yang diekspresikannya.”14 Zamakhsyari dan Abduh, keduanya beraliran
Untuk lebih lengkapnya, metode Asad rasional, terhadap tafsirnya. Demikian juga,
dalam kesimpulannya tentang Perundang- untuk permasalahan fiqh, ia sering merujuk
undangan Islam dinyatakan Asad sebagai pada Ibn Hazm yang juga seorang pionir
berikut: rasionalisme dalam fiqh.
Selanjutnya, teranglah sudah bahwa hanya Paparan tersebut di atas, mengantarkan kita
peraturan-peraturan nash Qur’an dan pada pemahaman bahwa dalam metode
Sunnah itu dengan sendirinya yang dapat tekstual atas Qur’an dan Sunnah pun Asad
mengatakan: perbuatlah ini, jangan buat itu, memakai metode rasional (ijtihadi).
ini benar, dan itu salah. Hanya undang-
undang inilah yang membuat syari’ah 2. Ijtihad
Islam yang kekal dan sah. Dalam Qur’an, Selain metode tekstualis, Asad juga
hanya sedikit sekali didapati Undang- seorang yang kukuh memegang metode
undang. Karena itu, syari’ah yang ijtihad. Hal itu disebabkan bahwa menurut
sebenarnya bukan saja mudah dimengerti, penafsirannya, Islam itu gerakan intelektual
tapi juga sangat kecil sekali bagian- (intellectual movement).16 Karena, demikian
bagiannya dibandingkan dengan syari’ah Asad, Islam telah memunculkan ide yang
yang dibuat dengan fiqh dari pelbagai
16
macam pikiran Islam. Karena ia Menurut cerita Asad, suatu hari sewaktu di
mempunyai bagian yang kecil, maka tahanan India, dia berbincang-bindang dengan Pangeran
Lowenstein, seorang Jesuit dan seorang misionaris.
syari’ah itu tidak dapat memberikan detail “Kamu terlahir sebagai seorang Yahudi”, demikian
perundang-undangan untuk segala lapangan Pangeran katakan pada Asad, “dan biasanya langkah
dalam kehidupan, dan oleh karena berikutnya adalah menjadi seorang Kristen”. Lalu Asad
demikian Pemberi Undang-undang bertanya: “Apakah yang disebut dengan Trinitas?”
bermaksud kepada kita untuk memberikan “Oh”, kata sang Pangeran, “itu adalah sebuah misteri,
jika kamu beriman, maka hatimu akan mengerti” Asad
perundang-undangan yang dibutuhkan menyatakan bahwa itulah mengapa ia lebih memilih
dengan pendapat ijtihad kita.”15 Islam. Menurutnya, Islam menganut ajaran, “Gunakan
akalmu, maka kamu akan menemukan kebenaran”.
13
Ibid. Islam itu “bagi orang yang berpikir”. Ketika ditanya
14
Lisan al-Arab, Beirut, 1957 (1375 H.), Vol. VII, tentang sufisme, Asad menyatakan bahwa “Mistisisme
98, seperti dikutip Muhammad Asad. The Principles of itu bermaksud untuk mengasah pemikiran dan perasaan
State, 12. beragama. Tetapi basisnya bukanlah perasaan, basisnya
15
Muhammad Asad, Islamic Constitution Making, adalah akal”. Elma Ruth Harder, (Tr.), “Muhammad
(Los Angeles: University of California Los Angeles Asad and The Road to Mecca (Text of Muhammad
(UCLA), 1961), 25. Asad’s Interview with Karl Gunter Simon)”, Islamic
Studies, 37:4, (1998), 539.

66 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 63-70
M. Taufiq Rahman Rasionalitas sebagai Basis Tafsir Tekstual (Kajian atas
Pemikiran Muhammad Asad)

definitif dan agenda yang jelas. Asad memilih agama pun orang harus dibimbing
berlandaskan pada ayat: “Katakanlah (Hai oleh akalnya, yang dengan akal itu akan dapat
Muhammad): ‘Inilah jalanku: Bersandarlah diketahui sejauh mana agama itu dapat
pada pandangan yang dapat dimengerti akal memenuhi kebutuhan manusia, baik fisik
(ala bashirah), aku menyeru kamu semua maupun spiritualnya.19 Dan Asad menyatakan
kepada Allah. Aku dan mereka yang bahwa agama yang seperti itu adalah Islam.
mengikutiku’” (QS. 12:108).17 Dalam Tentang Qur’an, Asad menyatakan bahwa
menjelaskan ayat ini, Asad mengatakan: berbeda dengan kitab suci lain al-Qur’an
“Adalah tidak mungkin untuk menjelaskan “menekankan pada akal sebagai jalan
ekspresi ‘ala bashirah ini ke dalam cara keimanan”20
yang lebih ringkas lagi. Diambil dari kata Dalam bukunya This Law of Ours and
kerja bashura atau bashira (‘dia menjadi
Other Essays Asad banyak membahas tentang
melihat’ atau ‘dia memandang’), kata benda peran ijtihad dan pandangan kreatif atas para
bashirah (seperti juga kata kerjanya) sahabat Nabi dan para fuqaha yang telah lalu
mempunyai konotasi abstrak dari ‘melihat seperti Ibn Hazm dari Cordova (w. 456
dengan pikiran seseorang’: maka ia H/1064 M) dan Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah
menandakan ‘fakultas pemahaman (w. 751 H/1350 M) mengenai pentingnya
berdasarkan pada pandangan yang sadar’ pemikiran independen berdasarkan pada
juga, sama dengan, ‘bukti yang dapat Qur’an dan Sunnah Nabi. Asad mengakui
diterima oleh akal’ atau ‘dapat diverifikasi bahwa pandangannya banyak kesamaan
oleh akal’. Maka, ‘seruan pada Allah’ yang dengan Ibn Hazm.21
diucapkan oleh Nabi dijelaskan dalam ayat Tentang ijtihad ulama fiqh masa lalu Asad
di atas sebagai hasil dari pandangan sadar menyatakan bahwa “tidak semua hukum yang
yang dapat diterima oleh, dan diverfikasi
membentuk yurisprudensi Muslim
oleh, akal manusia: sebuah pernyataan yang konvensional (fiqh) berdasarkan keputusan-
mendefinisikan kesempurnaan pendekatan keputusan yang diekspresikan dalam istilah-
Qur’an pada semua pertanyaan tentang istilah perintah dan larangan yang jelas dalam
keimanan, etika dan moralitas, dan Qur’an dan Sunnah.” Menurut Asad,
digemakan secara banyak sekali dalam kebanyakan hukum fiqh merupakan hasil dari
ekspresi seperti ‘supaya kamu metode berpikir deduktif di mana qiyas
menggunakan akal’ (la’allakum ta’qilun) (deduksi dengan analogi) banyak dilakukan.22
atau ‘maka tidakkah kamu menggunakan Keberatan Asad tidak hanya pada level
akal?’ (a fa-la ta’qilun), atau ‘supaya metodologi. Keberatannya juga didasarkan
mereka mengerti (kebenaran)’ (la’allahum pada konteks. Menurut Asad, “Kebanyakan
yafqahun), atau ‘supaya kamu dapat fuqaha memang telah melakukan studi mereka
berpikir’ (la’allakum tatafakkarun); dan,
atas Qur’an dan Sunnah. Studi mereka
akhirnya, dalam pernyataan yang seringkali memang dalam. Tetapi hasil dari studi itu
diulang bahwa risalah Qur’an itu berarti seringkali subjektif: yaitu, berlandaskan pada
secara khusus ‘bagi orang yang berpikir’ pendekatan keilmuan mereka dan penafsiran
(li-qawmin yatafakkarun).”18 atas sumber-sumber hukum Islam dengan
Demikianlah, Asad betul-betul percaya warna intelektual dan sosial pada zamannya.”
pada akal (reason) sebagai metode untuk Karena konteks fuqaha itu berbeda dengan
mencari kebenaran. Begitu percayanya, konteks Asad saat itu, maka Asad
sehingga Asad menyatakan bahwa untuk berkeyakinan bahwa kesimpulan-kesimpulan
19
Muhammad Asad. The Principles of State, 9.
17 20
Muhammad Asad. This Law of Ours and Other Elma Ruth Harder, Op. cit., 543.
21
Essays, 34. Muhammad Asad. This Law of Ours and Other
18
Muhammad Asad, The Message of the Qur’an Essays, 2.
22
(Dar al-Andalus, Gibraltar, 1980), 354, catatan 104. Muhammad Asad. The Principles of State, 11.

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 63-70 67
M. Taufiq Rahman Rasionalitas sebagai Basis Tafsir Tekstual (Kajian atas
Pemikiran Muhammad Asad)

“deduktif” fuqaha itu akan berbeda dengan juga, Nabi tidak menyatakan bahwa ijtihad
kesimpulan-kesimpulan yang mungkin dicapai Mu’adz itu mengikat setiap orang di luar
umat Islam pada zamannya. Menurut Asad, wilayah dan waktu juridiksinya, apalagi
“Inilah yang menjadi sebab mengapa banyak kepada generasi Muslim berikutnya.26
Muslim modern enggan mengaplikasikan Menurut Asad, para sahabat sendiri
hukum-hukum yang menjadi produk fiqh memang tidak menganggap ijtihad-nya itu
konvensional pada masalah-masalah politik mengikat, dalam pengertian religius, kepada
dan ekonomi kontemporer.”23 siapa saja. “Hati mereka dianugerahi oleh
Menurut Asad, perintah Rasulullah untuk keikhlasan yang tinggi sehingga tidak pernah
melakukan keputusan ijtihadi banyak terdapat mereka mengklaim diri mereka sebagai
dalam hadits. Tetapi yang paling mengesankan pemberi-hukum untuk segala zaman.” Namun
Asad adalah percakapan Nabi dengan Mu’adz dalam sejarahnya, demikian Asad, orang-
bin Jabal: orang sesudahnya telah menganggap mereka
Ketika dia (Mu’adz bin Jabal) diutus seperti sebagai pemberi-hukum dan tidak
(sebagai gubernur) Yaman, Nabi bertanya melihat pada elemen ketidaksempurnaan yang
padanya: “Bagaimana kamu akan melekat pada sifat manusia. Asad kemudian
memutuskan kasus-kasus yang ada di menjelaskan, “Dalam kebutaan pandangan
hadapanmu?” Mu’adz menjawab: “Saya mereka, mereka melakukan kesalahan dengan
akan memutuskannya sesuai dengan Kitab menganggap setiap detail ijtihad Sahabat
Suci (Qur’an).” “Dan jika kamu tidak dalam masalah politik merupakan ‘preseden
menemukannya dalam Kitab Suci?” “Maka legal’ yang mengikat pada umat selama-
saya akan memutuskannya menurut Sunnah lamanya: ini merupakan pandangan yang tidak
Nabi-Nya.” “Dan jika kamu tidak sah secara syari’ah maupun secara akal
menemukannya dalam Sunnah Nabi?” sehat.27
“Maka,” demikian Mu’adz, “saya akan “Islam adalah agama akal (a religion of
melakukan ijtihad dengan akal saya tanpa reason)”, tegas Asad. Namun, Asad
ragu-ragu.” Lalu Nabi pun menepuk menyayangkan bahwa seringkali ulama
dadanya dan berkata: “Segala puju bagi mengebiri pemikiran independen tentang
Allah, yang telah menyebabkan Rasul-Nya agama yang pada akhirnya menyebabkan umat
meridlhai apa yang akan terjadi.24 Islam hanya mengulang formula-formula
ulama terdahulu yang sebetulnya sudah basi.28
Asad juga menyatakan bahwa memang para Begitulah keyakinan Asad tentang
sahabat seringkali berbeda dalam hasil-hasil metodenya dalam pemikirannya tentang
ijtihad-nya. Menurut Asad, pernyataan ketatanegaraan dalam Islam. Akan kita lihat
Rasulullah di atas itu tidak lebih dan tidak nanti (dalam pembahasan tentang konsepnya
kurang merupakan persetujuannya kepada akal mengenai Negara Islam) bahwa setelah
sehat (common sense) sahabatnya itu dalam merujuk pada teks Qur’an dan Hadits, ia
mengklaim bagi dirinya hak untuk membuat langsung menginterpretasikannya dengan
keputusan sendiri (independent decision) konteksnya secara ijtihadi.
dalam segala hal yang tidak tercantum dalam
kerangka hukum nash-nash al-Qur’an.25 3. Peristilahan Islam
Namun, dari hadits ini Asad menyimpulkan Seperti yang sering diungkapkannya, Asad
bahwa ijtihad Mu’adz tidak bisa dianggap menginginkan umat Islam kembali ke akar
tambahan yang permanen pada hukum-hukum mereka, yaitu Qur’an dan Sunnah Rasulullah,
yang ada dalam Qur’an dan Sunnah. Demikian termasuk dalam hal pemilihan istilah. Hal ini

23 26
Ibid. Ibid., 25.
24 27
HR Tirmidzi dan Abu Dawud dari Mu’adz bin Ibid., 26.
28
Jabal.Muhammad Asad. The Principles of State, 25. Muhammad Asad. This Law of Ours and Other
25
Ibid. Essays, 14.

68 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 63-70
M. Taufiq Rahman Rasionalitas sebagai Basis Tafsir Tekstual (Kajian atas
Pemikiran Muhammad Asad)

penting karena menurut Asad, baik dari Kemudian tentang istilah teokrasi, apakah
kalangan Muslim maupun Barat seringkali Islam itu bersifat teokrasi atau tidak? Asad
menggunakan peristilahan politik Barat yang menjawab masalah ini dengan menyatakan
tidak pada tempatnya. Dia mencontohkan bahwa sebenarnya hal ini tidak dapat dijawab
tentang penyebutan bahwa “Islam itu dengan jawaban mudah “ya” ataupun “tidak”.
demokratis” atau bahwa tujuan pendirian Jika teokrasi adalah sebuah sistem sosial yang
negara Islam adalah masyarakat yang dianggap undang-undang duniawinya berasal
“sosialis” yang muncul dari kalangan intern dari teologi masyarakatnya, maka Islam
umat Islam. Atau istilah “totalitarianisme” adalah teokratik. Tetapi jika teokrasi
Islam dari kalangan Barat.29 disamakan dengan Zaman Pertengahan Eropa,
maka jawabannya ternyata tidak.32
Bagi Asad, hal ini bukan saja saling
Disebabkan distorsi-distorsi itulah, maka
kontradiktif, tetapi juga kesalahan pandangan
Asad mengajukan peristilahan Islam, yang
dalam melihat masyarakat Islam dari semata-
diambil dari penyelidikannya terhadap Qur’an
mata pengalaman Barat. Menurutnya, hal ini
Sunnah. Maka kemudian Asad pun menyebut
dapat saja dijustifikasi (justifiable) atau dapat
Parlemen sebagai Majlis Syura. Asad lebih
ditolak (objectionable), tetapi jelas bahwa
memilih istilah Amir daripada Presiden.
peristilahan ini betul-betul berada di luar
Begitulah seterusnya.
pandangan dunia (world-view) Islam.30
Alasan Asad pertama adalah bahwa
Asad juga menyatakan tentang adanya
masyarakat Barat sudah tidak dapat dijadikan
evolusi terminologis dalam tiap-tiap
cermin lagi. Gambaran Barat yang ada di
peristilahan Barat. Bagi Barat sendiri memang
benak Asad adalah perjuangan dan
tidak menjadi masalah karena terus menerus
peperangan yang tidak henti-henti, kerusakan
direvisi dan disesuaikan. Tetapi bagi kalangan
sosial, kepincangan ekonomi, yang
non-Barat peristilahan itu bisa diambil dengan
ditimbulkan oleh Kapitalisme dan
tidak mengindahkan konteksnya. Asad
penghapusan kemerdekaan perseorangan
mencontohkan tentang istilah demokrasi.
seperti yang terdapat dalam komunisme.
Menurutnya, demokrasi yang dikonsepsikan
Alasan kedua adalah agar umat Islam tidak
Barat modern itu lebih dekat dengan konsep
meniru bentuk-bentuk politik yang
Islam tentang kebebasan, dibanding dengan
digambarkan oleh dunia Barat. Mereka harus
konsep Yunani kuno tentang hal tersebut,
walaupun kata demokrasi itu sendiri datang kembali kepada kemurniannya sendiri.33 Bagi
Asad, kemurnian sumber-sumber termasuk
dari kebudayaan Yunani kuno. Karena,
istilah-istilah Islam inilah yang pada
demikian Asad, Islam menetapkan bahwa
gilirannya dapat membuktikan Islam sebagai
semua manusia secara sosial itu sama dan
suatu program. Dalam kata-kata Asad:
dengan demikian harus diberikan kesempatan
Alasan itu ialah kesempatan yang belum
yang sama untuk pengembangan dan ekspresi
pernah sebelum ini diberikan kepada umat
diri.31

29
Muhammad Asad. The Principles of State, 18. usul kata demokrasi itu sendiri. Di Yunani demokrasi
30
Ibid. berarti “pemerintahan dari, atau oleh, rakyat”. Yang
31
Menurut Asad, istilah demokrasi yang implikasinya adalah bentuk pemerintahan oligarkis.
berkembang di Barat sekarang ini adalah pengaruh dari Dalam negara-kota Yunani itu, “rakyat” itu sinonim
Revolusi Perancis yang berarti bahwa prinsip dengan “warga”, yaitu penduduk negara yang lahir
persamaan sosio-ekonomis semua warga, dan bebas, yang kira-kira berjumlah 10% dari jumlah total
pemerintahan oleh seluruh penduduk dewasa melalui penduduk. Lainnya adalah para budak dan pembantu.
perwakilan yang dipilih berdasarkan prinsip “one Hanya yang disebut para warga itulah yang berhak
person, one vote” (satu orang, satu suara). Implikasinya untuk aktif dalam politik. Muhammad Asad. The
adalah bahwa semua masalah publik dipecahkan Principles of State, 19-20.
32
berdasarkan prinsip suara mayoritas (majority vote) Ibid., 21.
33
yang menjadi “kehendak rakyat”. Hal ini berbeda sekali Muhammad Asad, Islamic Constitution Making,
dengan konsep demokrasi Yunani, yang menjadi asal- 79.

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 63-70 69
M. Taufiq Rahman Rasionalitas sebagai Basis Tafsir Tekstual (Kajian atas
Pemikiran Muhammad Asad)

Islam dalam sejarah modern, untuk memulai


dari batu yang bersih dan menunjukkan DAFTAR PUSTAKA
kepada diri kita sendiri, begitu juga kepada Asad, Muhammad. Islam at the Crossroads,
berjuta-juta pendapat, pun kepada umat Islam cet. iv. Punjab: Arafat Publications, 1947.
yang telah kalah dan sekarang terjajah di Asad, Muhammad. Islamic Constitution
seluruh pelosok dunia ini, bahwa Undang- Making. Los Angeles: University of
undang Islam, bukanlah satu pokok dari buku- California Los Angeles (UCLA), 1961.
buku yang hampa berisi abu, kosong Asad, Muhammad. The Message of the
melompong berisi upacara-upacara keagamaan Qur’an. Dar al-Andalus, Gibraltar, 1980.
yang tidak berketentuan, akan tetapi ia juga Asad, Muhammad. The Principles of State
adalah satu program kehidupan yang dinamis and Government in Islam. Kuala Lumpur:
bagi kehidupan manusia: satu program yang Islamic Book Trust, 2000.
berdaulat pada dirinya, dan mempunyai Asad, Muhammad. This Law of Ours and
kemerdekaan untuk memberi keterangan Other Essays. Kuala Lumpur: Islamic Book
dalam segala lapangan dan keadaan Islam. Ini Trust, 2000.
adalah satu program yang tidak akan Harder, Elma Ruth, (Tr.). “Muhammad Asad
menghalangi perkembangan masyarakat kita, and The Road to Mecca (Text of
tetapi sebaliknya, akan menyebabkan Muhammad Asad’s Interview with Karl
masyarakat itu progresif, dan lebih percaya Gunter Simon)”, dalam Islamic Studies,
kepada dirinya sendiri dan akan menjadi lebih 37:4, (1998).
kuat dari seluruh masyarakat yang ada.34

C. SIMPULAN
Setelah mengkaji rasionalitas sebagai basis
tafsir tekstual Muhammad Asad, dapat diambil
beberapa kesimpulan berikut ini:
1. Asad percaya bahwa karena manusia
berasal dari Tuhan, maka hukum Tuhan itu
pulalah yang cocok untuk dianut oleh
manusia.
2. Dalam rangka menafsirkan wahyu Tuhan,
Asad mengajukan bahwa akal manusia,
observasi dan pengalaman menjadi hal-hal
yang mendukung keberadaan teks wahyu
tersebut.
3. Secara falsafi, Asad percaya pada
humanisme tetapi tetap harus di dalam
kerangka Syari’ah.
4. Asad percaya bahwa Islam mengatur semua
aspek kehidupan.
5. Asad percaya bahwa peristilahan Islam
sudah cukup untuk merangkumi masalah
sosial-politik.

34
Ibid., 80.

70 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 1,1 (Juni 2016): 63-70

Anda mungkin juga menyukai