Anda di halaman 1dari 20

SERAT WULANGREH Yasa Dalem Sri Susuhunan Pakubuwana IV

Deduga lawan prayoga Myang watara reringa away lali Iku parabot satuhu, tan kena tininggala Tangi lungguh angadeg tuwin lumaku Angucap meneng anendra Duga-duga nora keri Dalam terminologi yang paling sederhana yang bisa saya fahami, Wulangreh berasal dari dua kata dasar, yaitu WULANG dan REH. Wulang berarti ajaran (katakan, teori) sedangkan REH berasal dari akar kata Ngereh atau Memerintah. Jadi Wulangreh (sekali lagi, dalam pengertian saya) adalah ajaran untuk, ngereh, memimpin memerintah. Mudahnya, Wulangreh adalah teori kepemimpinan. Dalam berbagai referensi, Serat Wulangreh dapat diterjemahkan sebagai ajaran untuk memahami kehidupan pribadi kaitannya dengan berbangsa dan bernegara. Itu adalah arti yang lebih luas karena itulah tugas seorang pemimpin. Agar di garis bahwahi juga, memimpin disini adalah memimpin dalam arti luas. Bukan saja memimpin suatu organisasi tetapi juga memimpin diri sendiri dan keluarganya. Sesuai dengan kapasitas manusia sebagai khalifah

Serat Wulangreh terdiri dari 12 Bab yang masing-masing dibedakan dalam 14 pupuh tembang Macapat dan 1 tembang gedhe, masing-masing adalah sebagai berikut: 1. Pupuh I (Pangkur) terdiri dari 8 pada 2. Pupuh II (Kinanthi) terdiri dari 16 pada 3. Pupuh III (Gambuh) terdiri dari 16 pada 4. Pupuh IV (Pangkur) terdiri dari 16 pada 5. Pupuh V (Maskumambang) terdiri dari 34 Pada 6. Pupuh VI (Megatruh / Duduk Wuluh) terdiri dari 18 pada 7. Pupuh VII (Durma) terdiri dari 12 pada

8. Pupuh VIII (Wirangrong) terdiri dari 26 pada 9. Pupuh IX (Pocung) terdiri dari 35 pada 10. Pupuh X (Pocung) terdiri dari 22 pada 11. Pupuh XI (Mijil) terdiri dari 25 pada 12. Pupuh XII (Asmarandana) terdiri dari 26 Pada 13. Pupuh XIII (Sinom) terdiri dari 33 pada 14. Pupuh XIV (Girisa) terdiri dari 23 pada. Untuk Pakdhe Bagio, mohon maaf adalah kata yang paling tepat yang bisa saya sampaikan. *******

SERAT WULANGREH Yasa Dalem : Sri Susuhunan Pakubuwana IV PUPUH I DHANDHANGGULA (01) Pamedare wasitaning ati, cumantaka aniru Pujangga, dahat muda ing batine. Nanging kedah ginunggung, datan weruh yen keh ngesemi, ameksa angrumpaka, basa kang kalantur, turur kang katula-tula, tinalaten rinuruh kalawan ririh, mrih padanging sasmita.

Inilah curahan hati

Berlagak meniru pujangga Tapi merasa harus disanjung Tak sadar banyak yang mencibir Memaksa diri merangkai kata, bahasa yang (justru) ngelantur Bahasa yang carut marut yang (jika) dicermati (hanyalah) untuk terangnya isyarat (kata hati) semata. Delapan pada Tembang Dhandhanggula ini merupakan prolog (pengantar) untuk masuk ke ajaran yang nanti akan dibahas secara rinci dalam Serat Wulangreh. Pupuh pertama ini merupakan pengakuan universal orang jawa yang andhap asor dan tidak mau memamerkan ilmunya. Sri Susuhunan Mangkunegara merasa dirinya rendah dan bodoh (cumanthaka aniru pujangga). Bahkan sebagai manusia, beliau sadar akan adanya sanjungan yang sebenarnya tidak pantas diterima olehnya. Pengantar klasik yang hanya orang jawa yang bisa memahaminya. (02) Sasmitaning ngaurip puniki, mapan ewuh yen ora weruha, tan jumeneng ing uripe, akeh kang ngaku-aku, pangrasane sampun udani, tur durung wruh ing rasa, rasakang satuhu, rasaning rasa punika, upayanen darapon sampurna ugi, ing kauripanira.

Makna kehidupan itu sungguh sayang bila tak tahu tidak kokoh hidupnya, banyak orang mengaku,

perasaannya sudah utama, padahal belum tahu rasa, rasa yang sesungguhnya, hakikat rasa itu adalah, usahakan supaya diri sempurna, dalam kehidupan. Yang nanti akan diulas (panjang lebar) oleh Kanjeng Susuhunan Pakubuwana IV, adalah filsafat dan hakikat hidup yang lebih pada pemaknaan rasa yang secara manusiawi melekat pada diri tiap manusia. Merasa dirinya bisa memahami rasa, tanpa pernah punya perasaan. Kesalahan fatal manusia menurut (pada 2 diatas) adalah karena manusia tidak memahami hakekat rasa. Dalam hal ini, Kanjeng Susuhunan sangat menyayangkan apabila manusia tidak bisa kokoh hidupnya hanya karena salah memaknai rasa. (03) Jroning Quran nggoning rasa yekti, nanging ta pilih ingkang unginga, kajaba lawan tuduhe, nora kena den awur, ing satemah nora pinanggih, mundak katalanjukan, tedah sasar susur, yen sira ajun waskita, sampurnane ing badanira, (*kirang 3 wanda) sira anggugurua.

Dalam Quran tempat rasa jati, tapi jarang orang tahu, keluar dari petunjuk, tak dapat asal-asalan, akhirnya tidak ketemu, malahan terjerumus, akhirnya kesasar,

kalau kamu ingin peka, agar hidupmu sempurna, maka bergurulah.

Nilai dasar manusia terkait dengan masalah rasa, pada hakekatnya sudah tertuang dalam Quran. Disanalah sebenarnya rasa itu ada. Sayangnya tak setiap orang bisa memahami (atau setidaknya menyadari). Quran adalah penuntun hidup, maka dalam memaknainya harus dengan sangat hati-hati (ora kena den awur), agar nantinya tidak terjerumus atau bahkan berlebihan dan over acting. Oleh karena itu, kendati sudah didepan mata dan diyakini sebagai tuntunan hidup, jika ingin memahami AlQuran, bergurulah!

(04) Nanging yen sira ngguguru kaki, amiliha manungsa kang nyata, ingkang becik martabate, sarta kang wruh ing ukum, kang ngibadah lan kang ngirangi, sokur oleh wong tapa, ingkang wus amungkur, tan mikir pawewehing liyan, (*langkung 1 wanda) iku pantes sira guronana kaki, sartane kawruhana. Namun apabila kamu berguru pilihlah manusia nyata yang baik martabatnya serta tahu hukum yang beribadah dan sederhana syukur dapat pertapa yang sudah menanggalkan pamrih pemberian orang itu pantas kamu berguru serta ketahuilah

Meskipun demikian, jika kita hendak berguru (belajar, dalam hal ini Al Quran), hendaklah hati-hati. Pilihlah guru yang benar-benar nyata baik ilmu maupun aplikasinya. Tak jarang, meski sudah berdasarkan Al Quran, jika salah dalam pemahaman, salah pula dalam aplikasinya dapat berakibat buruk. Boleh jadi, NII, Bom Bunuh Diri, Ahmadiyah dan sebagainya adalah representasi dari warning yang diberikan oleh Kanjeng Susuhunan. Jelas sekali, belaiau memerintahkan untuk kita berguru kepada orang yang (becik martabate), Martabat dapat difahami sebagai tindak, tingkah laku, track record. Akan lebih baik, jika orang tersebut memahami hukum. Saya menterjemahkan hukum disini adalah hukum positf (bukan Hukum Al Quran). Dalam pengertian saya, tempat kita berguru adalah orang yang alim, faham al Quran dan tidak cacat hukum, atau setidaknya orang yang taat pada hukum positif.

(05) Lamun ana wong micara kaki, tan mupakat ing patang prakara, aja sira age-age, anganggep nyatanipun, saringana dipun baresih, limbangen lan kang patang : prakara rumuhun, dalil qadis lan ijemak, lan kijase papat iku salah siji, ana-a kang mupakat. Kalau ada orang bicara ilmu tak setuju empat perkara jangan cepat-cepat percaya padanya saringlah yang teliti pertimbangkan empat hal perkara terdahulu dalil hadis dan ijma dan keempat qiyas semua telah disepakati Lebih hebat lagi, jika mendapatkan orang yang ahli tapa (tirakat), tatat beribadah dan hidup sederhana. Hal ini bisa dibuktikan apabila dia memang tanpa pamrih dan

jauh dari niat mencari keuntungan duniawi. Jika sudah mendapatkan yang demikian,. Bergurulah anda pada mereka! Jika hanya ada orang yang hanya pandai berbicara (sepandai apapun dia) jika tidak mengedepankan pada empat hal, maka pertimbangkanlah dulu. Empat hal itu adalah dalil (Quran), Hadis, Ijma dan Qiyas. Itulah yang sejak dulu menjadi dasar dan landasan berfikir manusia untuk menjinakkan rasa guna memperoleh ketenteraman. (06) Ana uga kang sira antepi, yen ucul saka patang prakara, nora enak legetane, tan wurung tinggal wektu, panganggepe wus angenggoki, aja kudu sembah hyang, wus salat kateng-sun, banjure mbuwang sarengat, batal haram nora nganggo den rawati, bubrah sakehing tata. Ada juga yang mantab kalau tepat empat perkara sungguh tidak tepat hanya meninggalkan waktu menganggap sudah tepat hendak tidak shalat hanya bikin tanggung lalu membuang syariat batal haram tak peduli lalu bikin kacau (07) Angel temen ing jaman puniki, ingkang pantes kena ginuronan, akeh wong jaya ngelmune, lan arang ingkang manut, yen wong ngelmu ingkang netepi,

ing panggawening sarak, den arani luput, nanging ta asenengan, nora kena den wor kakarepaneki, pancene parijangga.

Sungguh sulit jaman sekarang Mana yang pantas diteladani (Meski) banyak yang hebat ilmunya Tetapi jarang yang taat Jikalau orang berilmu yang menjelaskan. Jika orang berbuat baik Dikatakan salah Tetapi jika hanya bersenang-senang Tak bisa dimengerti apa maksudnya Betul-betul orang hebat Kanjeng susuhunan juga sangat memahami keadaan. Betapa sulitnya mencari orang yang tepat untuk berguru (angel temen ing jaman puniki . ingkang pantes ginuronan). Banyak orang yang hebat dibidang ilmu (pengetahuan) tetapi jarang yang menjadikannya panutan. Bahkan sebaliknya, yang meninggalkan syarak, dan hanya suka bersenang-senang serta sulit diikuti kemauannya, memaksakan diri untuk menjadi panutan. Dasar manusia!

(08) Ingkang lumrah ing mangsa puniki, mapan guru ingkang golek sabat, tuhu kuwalik karepe, kang wus lumrah karuhun, jaman kuna mapan si murid,

ingkang pada ngupaya, kudu angguguru, ing mengko iki ta nora, Kyai Guru narutuk ngupaya murid, dadiya kanthinira. Umumnya dijaman sekarang Justru guru yang mencari teman Benar-benar terbalik keadaanya Jamaknya (begitulah) yang biasa terjadi Kalau jaman dulu, muridlah Yang mencari guru Tapi sekarang tidak Kyai Guru berkeliaran mencari murid Agar ikut dengannya Sekarang yang terjadi sebaliknya. Jika dahulu, seorang akan besusah paying berguru mencari ilmu pengetahuan, tetapi sekarang justru gurulah yang mencari murid. (Lihatlah, spanduk, baliho, pamplet, selebaran beredar dimana mana mencari murid agar mau bersekolah) Akibatnya, murid yang belajar bukan tumbuh dari dasar hatinya, tetapi termakan oleh bujukan iklan. Kendati demikian, belajar, belajar dan belajarlah! Itulah pesan awal yang disampaikan oleh Kanjeng Susuhunan Pakubuwana IV dalam Pupuh I Dhandhanggula, untuk masuk lebih focus pada Serat Wulangreh.

PUPUH II KINANTHI 01 Padha gulangen ing kalbu, ing sasmita amrih lantip, aja pijer mangan nendra,

kaprawiran den kaesthi pesunen sariranira, sudanen dhahar lan guling.

Mari latih dan pahami hati Agar perasaan bisa lebih tajam Jangan Cuma makan dan tidur Watak ksatria harus dipelajari Latih badan / tubuhmu Kurangi makan dan tidur Ngarsa dalem ingkang Sinuhun (pada masa itu) sudah sangat memahami betapa tantangan atas perkembangan jaman. Maka yang pertama ditekankan adalah melatih, memahami dan mengasah rasa (Padha gulangen ing kalbu). Langkah ini dirasa paling efektif untuk menyikapi perkembangan keadaan. Nilai ini universal dan bisa diterapkan bahkan di era computer sekarang ini. Salah satu langkah yang mutlak dilakukan adalah dengan mesu budi, prihatin dengan jalan kurangi makan dan kurangi tidur. Watak ksatria harus ditempuh dengan cara itu agar kita kadunungan kawaskithan. 02 Dadiya lakuniraku, cegah dhahar lawan guling, lawan ojo sukan-sukan, anganggowa sawatawis, ala watake wong suka, nyuda prayitnaning batin.

Jadikanlah kebiasaanmu mencegah makan dan tidur dan jangan suka bersenaang-senang

jika perlu, lakukan seperlunya jeleklah watak orang yang hanya bersuka-suka akan mengurangi kewaspadaan batin Mengurangi makan dan tidur, agar dijadikan kebiasaan disamping mencegah hurahura dan kesenangan ragawi semata. Sekarang terbukti. Kesenangan duniawi dibuka lebar-lebar dan bahkan diberikan ijin resmi oleh penguasa. Akibatnya, para pemuda tak lagi peduli dengan pesan moral untuk mencegah makan dan mencegah tidur. Boleh jadi, Sinuhun Pakubuwana sudah memprediksikan jika pada suatu saat nanti, kesenangan memang akan menjadi bagian dari kehidupan manusia. Jiaka itu terpaksa terjadi, lakukanlah secukupnya (anganggowa sawetawis). Bagaimanapun juga, orang yang hanya mengedepankan bersuka-suka, termasuk kategori orang yang berwatak buruk. Kesenangan akan mengurangi kewaspadaan. Anda bisa membuktikan bahwa sebagian besar tindak kriminal terjadi ketika orang tengah hanyut dalam kesenangan. 03 Yen wus tinitah wong agung, ywa sira gumunggung dhiri, aja nyelakaken wong ala, kang ala lakunireki, nora wurung ngajak-ajak satemah anenulari.

Jika sudah ditakdirkan jadi pembesar janganlah kamu menyombongkan diri jangan dekat dengan orang jelek (wataknya) biarlah dia seperti itu karena paling-paling akan mengajak pada khirnya akan menular (pada dirimu) Pesan berikut dialamatkan kepada mereka yang sudah menjadi pembesar (penguasa). Wulangreh mengajarkan untuk tidak sombong (sumongah sesongaran). Seorang pembesar / penguasa jangalah terlalu denkat dengan orang

yang berwatak buruk karena pada kahirnya Cuma akan mengajak dan menjerumuskan pada tindakan jelek pula. 04 Nadyan asor wijilipun, yen kelakuwane becik, utawa sugih cerita, kang dadi misil, yen pantes raketana, darapon mundhak kang budi.

Meski berasal dari rakyat jelata jika wataknya bagus atau yang banyak cerita yang bisa diambil sarinya jika memang layak, dekatilah dengan harapan akan mengangkat harkatmu Sebaliknya, meskipun berasal dari golongan rakyat jelata, jika memang memiliki watak dan kepribadian yang bagus layak untuk didekati. Pembesar / penguasa yang demikian akan sangat memahami apa yang terjadi pada masyarakatnya. Mereka akan mengambil keputusan tepat bagi rakyat, karena dia mendekat langsung dan mendengarkan cerita mereka. Jika sudah demikian, bukan tidak mungkin, dari rakyat jelata inilah yang mampu mengangkat harkat dan martabatnya.

05 Yen wong anom pan wus tamtu, manut marang kang ngadhepi, yen kang ngadhep akeh durjana, tan wurung bisa anjudi,

yen kang ngadhep akeh bangsat, nora wurung dadi maling.

Jika para pemuda memeng sudah sepatutnya tunduk pada yang dihadapi jika yang dihadapi banyak orang licik paling-paling akan bisa berjudi jika yang menghadap banyak bangsat akhirnya juga akan jadi pencuri khususnya kepada para pemuda, Wulangreh mengingatkan untuk tunduk pada yang dihadapi. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Tapi hati-hati, banyak orang licik disekitar kita. Jika menghadapi orang licik tetapi kita tidak bisa mengendalikan diri, akhirnya akan terjerumus. paling-paling Cuma akan jadi tukang judi. Demikian juga, jika tak mampu mengendalikan diri ketika berhadapan dengan bangsat, akhirnya akan tergoda untuk menjadi pencuri. Korupsi dan kolusi terjadi karena penguasa tidak mampu menahan diri pada gemerlapnya keadaan. Dia tidak mampu mendteksi orang baik dan orang buruk. Sekalipun pada awalnya tidak berniat untuk korupsi, tetapi karena kurang waspada (batin, jiwa dan rasanya) akhirnya dia terjebak pada pilihan korupsi atau jatuh. Jika dia tidak korupsi, maka akan kedudukannya akan terancam. Pilihannya jelas, korupsi akan lebih baik daripada dirinya jatuh. Inilah kekgagalan pemimpin dalam mengolah rasa dan salah dalam menilai baik buruk watak orang yang didekati. 06 Sanadyanta nora melu, pasti wruh lakuning maling, kaya mangkono sabarang, panggawe ala puniki, sok weruha gelis bisa, yeku panuntuning iblis.

kendati kamu tidak ikut-ikutan sepatutnya kamu tahu watak pencuri

begitulah semuanya kelakuan buruk ini meski cuma melihat akan cepat bisa itulah tuntunan iblis Sekalipun, keadaan itu tejadi karena sebuah keterpaksaan sejak awal Wulangreh sudah mengingatkan agar kita tidak ikut-ikutan hanyut terbawa keadaan. Jadi tak ada salah mempelajari watak dan perilaku pencuri. Bukan untk ikut mencuri, tetapi menghindarkan diri dari keterpaksaan mancuri. Karena untuk belajar menjadi buruk sungguh sangat gampang. Sekali melihat akan bisa.

07 Panggawe becik puniku, gampang yen wus den lakoni, angel yen durung linakwan, aras-arasen nglakoni, tur iku den lakonana, mufaati badanneki.

Perbuatan baik itu mudahnya jika sudah dilakukan tapi sulit jika jika belum dilakukan rsanya malas untuk melakukan maka lakukanlah karena akan bermanfaat bagi dirimu Demikian juga perbuatan baik. Ia juga mudah untuk dilakukan. Yang membedakan dengan perbuatan buruh adalah pada tindakannya. Jika perbuatan buruk akan sangat mudah dilakukan, sedang perbuatan baik akan sangat sulit untuk memulai, smeski sebenarnya mudah dipelajari. Untuk memul;ai suatu perbuatan baik, meski kita tahu itu sangat mudah, namun begitu beratnya untuk dilakukan. Wulangreh menyebut aras-arasen nglakoni.

08 Yen wong anom-anom iku, kang kanggo ing masa iki, andhap asor dipun bucal, unbag gumunggung ing dhiri, obrol umuk kang den gulang, kumenthus lengus kumaki.

Jika anak muda-muda itu yang berlaku dimasa sekarang sopan santun sudah dibuang sombong dan selalu tinggi hati mengobrol dan membual yang dikerjakan bergaya, congkak dan mentang-mentang Kembali pada persolanan anak muda. Disetiap jaman, anak muda berada dalam dinamikanya sendiri. kanjeng Susuhunan juga sudah menyadari bahwa para pemuda adalah segmen penting yang harus digarap secara tuntas. Masalah sopan santun nampaknya masih menjadi perhatian beliau. Kurang Sopan santun, sombong, egois, sok gaya adalah label yang acap kali menmpel di pundak pemuda. Kebiasaan yang sekarang jamak terjadi di kalangan muda, sudah disorot oleh wulangreh sejak 2 abad lalu.

09 Sapa sira sapa ingsun, angalunyat sarta edir, iku lambanging waong ala, nomnoman adoh wong becik, emoh angrungu carita, kang ala miwah kang becik.

Membanggakan diri sendiri egois dan tak peduli itulah lambang orang yang buruk pemuda yang jauh dari orang baik tak mau mendengarkan petuah yang jelek dan yang baik bait ini juga masih menyoroti tentang watak pemuda yang nampaknya terjadi disepanjang jaman. Membaggakan diri, sombong dan egois seakan menjadi cirri pemuda pada umumnya. Jadi wajar apabila Sri SSusuhunan Pakubuwana IV memberikan garis bawah cukup tebal diawal materi Serat Wulangreh.

10 Cerita kang wus kalaku, panggawe ala lan becik, tindak bener lan becik, tindak bener lan kang salah, kalebu jro caritareki, mulane aran carita, kabeh-kabeh den kawruhi.

Cerita yang telah terjadi perbuatan buruk dan baik perbuatan benar dan salah termasuk dalam cerita ini maka disebut cerita semua hal agar diketahui Dengan sangat lugas Pakubuwana IV mengakui, bahwa menceritakan keadaan pemuda terutama yang menyangkut perbuatan baik buruk dan benar salah adalah

bagian penting dari cerita (maksudnya) karangan ini. Maka sekalipun dirasa terlalu vulgar tetap saja disebut untuk bisa diketahui dan dipelajari

11 Mulane wong anom iku, abecik ingkang taberi, jejagongan lan wong tuwa, ingkang sugih kojah ugi, kojah iku warna-warna, ana ala ana becik.

Maka, orang muda itu sebaiknya yang teliti jika berbicara / berhadapan dengan orang tua yang (kebetulan) banyak omong pembicaraan itu bermacam-macam ada yang baik, ada yang buruk Maka sebagai orang muda, sudah selayaknya apabila lebih teliti. Jika berhadapan dengan orang tua yeng kebetulan sedang berbicara, maka dengarkanlah. Meskipun kadangkala menjengkelkan karena terlalu banyak yang dibicarakan / diomongkan, tapi mendengarkan dengan seksama adalah lebih bijaksana. Karena dari sanalah kita bisa mengenal banyak orqang dengan berbagai perwatakannya, baik baik maupun buruk

12 Ingkang becik kojahipun, sira anggawa kang remit, ingkang ala singgahana, aja niat anglakoni,

lan den awas wong kang kojah, ing lair masa puniki.

Yang baik pembicaraannya bawalah dengan cermat yang jelek sembunyikan, jangan pernah berniat melakukan dan waspadailah orang yang berbicara (itu) yang terucap saat ini Yang (kebetulan) mempunyai materi pembicaraan yang baik, maka camkanlah dan gunakan dengan cermat. Sebalknya, apabila ada yang kurang baik, terimalah sebagai berbandingan, dan sembunyikanlah. Tetapi tetaplah waspada dan teliti mendengarkan pembicaraan orang yang terjadi pada saat itu.

13 Akeh wong kang bisa muwus, nanging den sampar pakolih, amung badane priyangga, kang den pakolihaken ugi, panastene kang den umbar, nora nganggo sawatawis.

Banyak memang orang yang bisa bicara namun entah bagaimana hasil (kenyataan)nya Cuma dirinya sendiri yang meakhirnya mendapatkan emosinya yang dikedepankan tanpa ada pengendalian

14 Aja ana wong bisa tutur, amunga ingsun pribadhi, aja ana amemedha, angrasa pinter ngluwihi, iku setan nunjang-nunjang, tan pantes dipun cedhaki.

Jangan ada orang yang bisa menasihati biarlah aku sendiri jangan pernah terpancing merasa lebih pintar inilah setan gentayangan tak pantas didekati

15 Singakna den kaya asu, yen wong kang mangkono ugi, dahwen open nora layak, yen sira sadhinga linggih, nora wurung katularan, becik singkiorana kaki.

Singapun akan seperti anjing jika ada orang yang demikian itu suka ingin tahu (urusan orang) dan tidak pantas jika kamu duduk berdampingan (dengan orang semacam itu)

Nanti kamu akan tertular sebaiknya jauhilah, nak

16 Poma-poma wekasingsun, mring kang maca layang iki, lan den wedi mring wong tuwa, ing lair prapto ing batin, saunine den estokna, ywa nambuh wulang kang becik.

Ingat-ingatlah pesanku pada (siapapun) yang membaca surat (tulissan) ini dan takutlah pada orang tua baik lahir maupun batin semua perkataannya turutkanlah jangan menghindar ajaran baik. **********BERSAMBUNG***********

Anda mungkin juga menyukai