Anda di halaman 1dari 31

Informasi Budaya Jawa - budayajawa.

id

Serat Wedhatama: Pupuh Gambuh dan Gancaran (Artinya) Pada 1 – Pada 17

Serat Wedhatama: Pupuh Gambuh dan Gancaran (Artinya) Pada 1 – Pada 17

By Ida Wulan on Mei 30, 2018

Serat Wedhatama: Pupuh Gambuh dan Gancaran (Artinya)

Serat Wedhatama adalah Sastra tembang atau kidungan jawa karya Mangkunegara IV Wedhatama
(berasal dalam bahasa Jawa; Wredhatama) yang berarti serat (tulisan/karya) wedha (Ajaran) tama
(keutamaan/utama). Serat Wedhatama terbagi menjadi 5 pupuh yaitu : pangkur, sinom, pucung, gambuh
dan kinanthi. Dalam Pupuh Gambuh mengajarkan untuk mengungkapkan limpahan anugerah Tuhan YME
harus ditebus dengan penghayatan mutlak, didasarkan pada kesucian batin, menjauhkan diri dari watak
angkara murka (sifat egois yang berlebih-lebihan), serta ketekunan melakukan sembahyang. Langsung
saja kita simak pupuh gambuh dan terjemahan bebasnya serta gancarannya berikut ini.

Pada 1

Samengko ingsun tutur,

sembah catur supaya lumuntur,

dihin raga, cipta jiwa, rasa, kaki,

ing kono lamun tinemu,

tandha nugrahaning Manon.Kelak saya bertutur, Empat macam sembah supaya dilestarikan; Pertama;
sembah raga, kedua; sembah cipta, ketiga; sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa, anakku ! Di situlah
akan bertemu dengan pertanda anugrah Tuhan.

Pada 2

Sembah raga puniku,

pakartine wong amagang laku,

susucine asarana saking warih,

kang wus lumrah limang wektu,


wantu wataking wawaton. Sembah raga adalah Perbuatan orang yang lagi magang “olah batin”
Menyucikan diri dengan sarana air. Yang sudah lumrah misalnya lima waktu Sebagai rasa menghormat
waktu

Pada 3

Inguni-uni ersua,

sinarawung wulang kang sinerung,

lagi iki bangsa kas ngetok-ken anggit,

mintoken kawignyanipun,

sarengate elok-elok.Zaman dahulu belumpernah dikenal ajaran yang penuh tabir. Baru kali ini ada orang
menunjukkan hasil rekaan, memamerkan ke-bisa-an nya amalannya aneh aneh

Pada 4

Thithik kaya santri Dul,

gajeg kaya santri brahi kidul,

saurute Pacitan pinggir pasisir,

ewon wong kang padha nggugu,

anggere guru nyalemong.Kadang seperti santri “Dul” (gundul)Bila tak salah, seperti santri wilayah
selatanSepanjang Pacitan tepi pantaiRibuan orang yang percaya. Asal-asalan dalam berucap

Pada 5

Kasusu arsa weruh,

cahyaning Hyang kinira yen karuh,

ngarep-arep urup arsa den kurebi,

Tan wruh kang mangkoko iku,

akale keliru enggon.Keburu ingin tahu,cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan. Menanti-nanti besar
keinginan (mendapatkan anugrah) namun gelap mataOrang tidak paham yang demikian ituNalarnya
sudah salah kaprah

Pada 6

Yen ta jaman rumuhun,

tata titi tumrah tumaruntun,


bangsa srengat tan winor lan laku batin,

dadi ora gawe bingung, kang padha nembah Hyang Manon.Bila zaman dahulu,Tertib teratur runtut
harmonissariat tidak dicampur aduk dengan olah batin, jadi tidak membuat bingung bagi yang
menyembah Tuhan

Pada 7

Lire sarengat iku,

kena uga ingaranan laku,

dihin ajeg kapindhone ataberi,

pakolehe putraningsun,

nyenyeger badan mwih kaot.Sesungguhnya sariat itu dapat disebut olah, yang bersifat ajeg dan
tekun.Anakku, hasil sariat adalah dapat menyegarkan badan agar lebih baik,

Pada 8

Wong seger badanipun,

otot daging kulit balung sungsum,

tumrah ing rah memarah antenging ati,

antenging ati nunungku,

angruwat ruweting batos.Badan, otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya menjadi segar,

Mempengaruhi darah, membuat tenang di hati.Ketenangan hati membantu Membersihkan kekusutan


batin

Pada 9

'); }());

Mangkono mungguh ingsun,

ananging ta sarehne asnafun,

beda-beda panduk panduming dumadi,

sayektine nora jumbuh,

tekad kang padha linakon.Begitulah menurut ku !Tetapi karena orang itu berbeda-beda,

Beda pula garis nasib dari Tuhan. Sebenarnya tidak cocok tekad yang pada dijalankan itu.
Pada 10

Nanging ta paksa tutur,

rehning tuwa tuwase mung catur,

bok lumuntur lantaraning reh utami,

sing sapa temen tinemu,

nugraha geming Kaprabon. Namun terpaksa ersua nasehat. Karena sudah tua kewajibannya hanya ersua
petuah. Siapa tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah laku utama.Barang siapa bersungguh-
sungguh akan mendapatkan anugrah kemuliaan dan kehormatan.

Pada 11

Samengko sembah kalbu,

yen lumintu uga dadi laku,

laku agung kang kagungan Narapati,

patitis tetesing kawruh,

meruhi marang kang momong. Berikutnya, sembah kalbu itujika berkesinambungan juga menjadi olah
spiritual.Olah (spiritual) tingkat tinggi yang dimiliki Raja. Tujuan ajaran ilmu ini; untuk memahami yang
mengasuh diri (guru sejati/pancer)

Pada 12

Sucine tanpa banyu,

mung nyenyuda mring ersuasi kalbu,

pambukane tata, titi, ngati-ati

atetetp talaten atul,

tuladhan marang waspaos. Bersucinya tidak menggunakan airHanya menahan nafsu di hati. Dimulai dari
perilaku yang tertata, teliti dan hati-hati (eling dan waspada). Teguh, sabar dan tekun,semua menjadi
watak dasar,

Teladan bagi sikap waspada.

Pada 13

Mring jatining pandulu,

panduk ing ndon dedalan satuhu,


lamun lugu ersuasi reh maligi,

lageane tumalawung,

wenganing alam kinaot. Alam penglihatan yang sejati,

Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar. Biarpun sederhana tatalakunya dibutuhkan konsentrasi.
Sampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan Itulah, terbukanya “alam lain”

Pada 14

Yen wus kambah kadyeku,

sarat sareh saniskareng laku,

kalakone saka eneng, ening, eling,

Ilanging rasa tumlawung,

kono adile Hyang Manon.Bila telah mencapai seperti itu,Saratnya sabar segala tingkah laku.Berhasilnya
dengan cara;Membangun kesadaran, mengheningkan cipta, pusatkan fikiran kepada ersua Tuhan.
Dengan hilangnya rasa sayup-sayup, di situlah keadilan Tuhan terjadi. (jiwa memasuki alam gaib rahasia
Tuhan)

Pada 15

Gagare ngunggar kayun,

tan kayungyun mring ayuning kayun,

bangsa anggit yen ginigit nora dadi,

Marma den awas den emut,

mring pamurunging lelakon.Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu)Tidak suka dengan indahnya
kehendak rasa sejati, Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan gagal.Maka awas dan ingat
lahdengan yang membuat gagal tujuan

Pada 16

Samengko kang tinutur,

sembah katri kang sayekti katur,

mring Hyang Sukma sukmanen sehari-hari,

arahen dipun kecakup,


sembah ing Jiwa sutengong.Nanti yang diajarkanSembah ketiga yang sebenarnya diperuntukkan kepada
Hyang sukma (jiwa). Hayatilah dalam kehidupan sehari-hari Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini
anakku !

Pada 17

Sayekti luwih prelu,

ingaranan pepuntoning laku,

kalakuan kang tumrap bangsaning batin,

sucine lan Awas Emut, mring alame alam amot.Sungguh lebih penting, yangdisebut sebagai ujung jalan
spiritual,Tingkah laku olah batin, yakni menjaga kesucian dengan awas dan selalu ingat akan alam nan
abadi kelak.

Serat Wedhatama: Pupuh Gambuh Dan Gancaran (Artinya) Pada 18 – Pada 35

SASTRA JAWA

0 543

Share

Serat Wedhatama: Pupuh Gambuh dan Gancaran (Artinya) Pada 18 – Pada 35

Serat Wedhatama adalah Sastra tembang atau kidungan jawa karya Mangkunegara IV Wedhatama
(berasal dalam bahasa Jawa; Wredhatama) yang berarti serat (tulisan/karya) wedha (Ajaran) tama
(keutamaan/utama). Serat Wedhatama terbagi menjadi 5 pupuh yaitu : pangkur, sinom, pucung, gambuh
dan kinanthi. Dalam Pupuh Gambuh mengajarkan untuk mengungkapkan limpahan anugerah Tuhan YME
harus ditebus dengan penghayatan mutlak, didasarkan pada kesucian batin, menjauhkan diri dari watak
angkara murka (sifat egois yang berlebih-lebihan), serta ketekunan melakukan sembahyang. Langsung
saja kita simak kelanjutan pupuh gambuh dan terjemahan bebasnya serta gancarannya berikut ini dari
Pada 18 sampai Pada 35.
Pada 18

Ruktine ngangkah ngukut,

ngiket ngrukut triloka kakukut,

jagad agung gimulung lan jagad cilik,

Den kandel kumandel kulup,

mring kelaping alam kono.

Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil, mengikat, merangkul erat tiga jagad yang
dikuasai.Jagad besar tergulung oleh jagad kecil,Pertebal keyakinanmu anakku !Akan kilaunya alam
tersebut.

Pada 19

Keleme mawa limut,

kalamatan jroning alam kanyut,

sanyatane iku kanyatan kaki,

Sajatine yen tan emut,

sayekti tan bisa awor.

Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”,Mendapat firasat dalam alam yang
menghanyutkan,Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku !Sejatinya jika tidak ingat Sungguh tak bisa “larut”

Pada 20

Pamete saka luyut,

sarwa sareh saliring panganyut,

lamun yitna kayitnan kang mitayani,

tarlen mung pribadinipun,

kang katon tinonton kono.


Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir dan batin)Tetap sabar mengikuti “alam yang
menghanyutkan”Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan tidak lain hanyalah diri pribadinya yang
tampak terlihat di situ

Pada 21

Nging away salah surup,

kono ana sajatining Urub,

yeku urup pangarep uriping Budi,

sumirat sirat narawung,

kadya kartika katongton.

Tetapi jangan salah mengerti Di situ ada cahaya sejati Ialah cahaya pembimbing, ersua penghidup akal
budi.Bersinar lebih terang dan cemerlang,tampak bagaikan bintang

Pada 22

Yeku wenganing kalbu,

kabukane kang wengku winengku,

wewengkone wis kawengku neng sireki,

nging sira uga kawengku, mring kang pindha kartika byor.

Yaitu membukanya pintu hati Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara cahaya/nur dengan
jiwa/roh).Cahaya itu sudah kau (roh) kuasaiTapi kau (roh) juga dikuasai oleh cahaya yang seperti bintang
cemerlang.

Pada 23

Samengko ingsun tutur,


gantya sembah ingkang kaping catur,

sembah Rasa karasa rosing dumadi,

dadine wis tanpa tuduh,

mung kalawan kasing Batos.

Nanti ingsun ajarkan,Beralih sembah yang ke empat.Sembah rasa terasalah hakekat


kehidupan.Terjadinya sudah tanpa petunjuk,hanya dengan kesentosaan batin

Pada 24

Kalamun ersua lugu,

aja pisan wani ngaku-aku,

antuk siku kang mangkono iku kaki,

kena uga wenang muluk,

kalamun wus pada melok.

Apabila belum bisa membawa diri,Jangan sekali-kali berani mengaku-aku,mendapat laknat yang
demikian itu anakku !Artinya, seseorang berhak berkata apabila sudah mengetahui dengan nyata.

Pada 25

Meloke ujar iku,

yen wus ilang sumelang ing kalbu,

ersu kandel kumandel ngandel mring takdir,

iku den awas den emut,

den memet yen arsa momot.

Menghayati pelajaran iniBila sudah hilang keragu-raguan hati.Hanya percaya dengan sungguh-sungguh
kepada takdiritu harap diwaspadai, diingat,dicermati bila ingin menguasai seluruhnya.
Pada 26

Pamoring ujar iku,

kudu santosa ing budi teguh,

sarta sabar tawekal legaweng ati,

trima lila ambeh sadu,

weruh wekasing dumados.

Melaksanakan petuah ituHarus kokoh budipekertinyaTeguh serta sabartawakal lapang dada Menerima
dan ikhlas apa adanya sikapnya dapat dipercaya Mengerti “sangkan paraning dumadi”.

Pada 27

Sabarang tindak-tanduk,

tumindake lan sakadaripun,

den ngaksama kasisipaning ersua,

sumimpanga ing laku dur, ersuasiv budi kang ngrodon.

Segala tindak tandukdilakukan ala kadarnya, ersua maaf atas kesalahan ersua,menghindari perbuatan
tercela,(dan) watak angkara yang besar.

Pada 28

Dadya wruh iya dudu,

yeku minangka pandaming kalbu,

ersua buka ing kijab bullah agaib,

sesengkeran kang sinerung,


dumunung telenging batos.

Sehingga tahu baik dan buruk,Demikian itu sebagai ketetapan hati,Yang membuka penghalang/tabir
antara ersua dan Tuhan,Tersimpan dalam rahasia,Terletak di dalam batin.

Pada 29

Rasaning urip iku

krana momor pamoring sawujud,

wujuddullah sumrambah ngalam sakalir,

lir manis kalawan madu, endi arane ing kono.

Rasa hidup itudengan cara manunggal dalam satu wujud,Wujud Tuhan meliputi alam semesta,bagaikan
rasa manis dengan madu. Begitulah ungkapannya.

Pada 30

Endi manis endi madu,

yen wis bisa nuksmeng pasang semu,

pasamaoning hebing kang Maha Suci,

kasikep ing tyas kacakup,

kasat mata lair batos.

Mana manis mana madu,apabila sudah bisa menghayati gambaran itu,Bagaimana pengertian sabda
Tuhan,Hendaklah digenggam di dalam hati, sudah jelas dipahami secara lahir dan batin.

Pada 31

Ing batin tan keliru,

kedhap kilap liniling ing kalbu,


kang minangka colok celaking Hyang Widi,

widadaning budi sadu,

pandak panduking liru nggon.

Dalam batin tak keliru, Segala cahaya indah dicermati dalam hati, Yang menjadi petunjuk dalam
memahami hakekat Tuhan, Selamatnya karena budi (bebuden) yang jujur (hilang nafsu), Agar dapat
merasuk beralih “tempat”.

Pada 32

Nggonira mrih tulus,

kalaksitaning reh kang rinuruh,

ngayanira mrih wikal warananing gaib,

paranta lamun tan weruh,

sasmita jatining endhog.

Agar usahamu berhasil, Dapat menemukan apa yang dicari, upayamu agar dapat melepas penghalang
kegaiban, Apabila kamu tidak paham ; lihatlah tentang bagaimana terjadinya telur.

Pada 33

Putih lan kuningpun,

lamun arsa titah teka mangsul,

dene nora mantra-mantra yen ing lair,

bisa aliru wujud,

kadadeyane ing kono.

Putih dan kuningnya, bila akan mewujud (menetas), wujud datang berganti, tak disangka-sangka, bila
kelahirannya dapat berganti wujud, Kejadiannya di situ !
Pada 34

Istingarah tan metu,

lawan istingarah tan lumebu,

dene ing njro wekasane dadi njawi,

raksana kang tuwajuh,

aja kongsi kabasturon.

Dipastikan tidak keluar, juga tidak masuk, Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di luar, Rasakan
sunguh-sungguh, Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami.

Pada 35

Karana yen kebanjur,

kajantaka tumekeng ersua,

tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi,

dadi wong ina tan wruh,

dheweke den anggep dhayoh.

Sebab apabila sudah terlanjur, akan tak tenang sepanjang hidup, tidak ada gunanya bila kelak mati,
Menjadi orang hina yang bodoh, dirinya sendiri malah dianggap tamu.

Source http://www.huwagu.com/ http://www.huwagu.com/2016/01/serat-wedhatama-pupuh-gambuh-


gancaran.html

sastra jawaserat wedhatama

0 543

Share FacebookTwitter

PREV POST
Serat Wedhatama: Pupuh Gambuh dan Gancaran (Artinya) Pada 1 – Pada 17

NEXT POST

BARI’AN, Tradisi yang Patut Dilestarikan

All YOU MIGHT ALSO LIKE

SASTRA JAWA

Sastra Jawa : Kado Cucu Sultan, Pak Becak Melukis

SASTRA JAWA

Seni pertunjukan pada masa Mataram Kuna

SASTRA JAWA

Seni Sastra dalam Mataram Kuna

SASTRA JAWA

Serat Tantri Kamandaka

COMMENTS

Loading...

POLLING

Polling Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024


Ir. Joko Widodo - Prof. KH. Ma'ruf Amin

Prabowo Subianto - Sandiaga Salahuddin Uno

RESULTS

VOTE

TERBARU

Kesenian Jawa : Rilis Pers Festival Museum Yogya

Jan 2, 2019

Kesenian Jawa : Susunan Acara Festival Museum

Jan 2, 2019

Kesenian Jawa : Festival Museum September 2013

Jan 2, 2019

Alat Musik Tradisional : Gamelan Jawa Jadi Ilustrasi

Jan 2, 2019

Hajad Kawula Dalem Mubeng Beteng

Jan 2, 2019

Hak-Hakan, Jawa Tengah


Jan 2, 2019

Injak Bara Sejit Kong Co

Jan 2, 2019

Ider Ideran Ki Buyut Trusmi

Jan 2, 2019

SOSIAL MEDIA

2625Followers Follow Us

2842Followers Follow Us

Follow Us @budayajawa.id

Copyright © Informasi Budaya Jawa - All Rights Reserved.

↑ Mulai posisi

sastra jawaserat wedhatama

Informasi Budaya Jawa Sastra Jawa

Berbagi

Pos Terkait

Hajad Kawula Dalem Mubeng Beteng

Hak-Hakan, Jawa Tengah

Injak Bara Sejit Kong Co

Ider Ideran Ki Buyut Trusmi

Huap Lingkung, Jawa Barat

Haul Mbah Sholeh Desa Prasung


Sastra Jawa : Kado Cucu Sultan, Pak Becak Melukis

Komentar (0) Add Komentar

Tentang Kami Hubungi Kami Disclaimer

Versi Desktop

Copyright © Informasi Budaya Jawa - All Rights Reserved.

SERAT WEDHATAMA PUPUH GAMBUH

Anggitan: KGPAA Mangkunagara IV

Samengko ingsun tutur

Sembah catur supaya lumuntur

Dhihin raga, cipta, jiwa, rasa, kaki

Ing kono lamun tinemu

Tandha nugrahaning Manon

Kelak saya bertutur,

Empat macam sembah supaya dilestarikan;

Pertama; sembah raga, kedua; sembah cipta, ketiga; sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa, anakku !

Di situlah akan bertemu dengan

pertanda anugrah Tuhan.

Sembah raga punika

Pakartine wong amagang laku

Susucine asarana saking warih

Kang wus lumrah limang wektu

Wantu wataking weweton


Sembah raga adalah

Perbuatan orang yang lagi magang “olah batin”

Menyucikan diri dengan sarana air,

Yang sudah lumrah misalnya lima waktu

Sebagai rasa menghormat waktu

Inguni uni durung

Sinarawung wulang kang sinerung

Lagi iki bangsa kas ngetokken anggit

Mintokken kawignyanipun

Sarengate elok elok

Zaman dahulu belum

pernah dikenal ajaran yang penuh tabir,

Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil rekaan,

memamerkan ke-bisa-an nya

amalannya aneh aneh

Thithik kaya santri Dul

Gajeg kaya santri brai kidul

Saurute Pacitan pinggir pasisir

Ewon wong kang padha nggugu

Anggere padha nyalemong

Kadang seperti santri “Dul” (gundul)

Bila tak salah, seperti santri wilayah selatan

Sepanjang Pacitan tepi pantai

Ribuan orang yang percaya.

Asal-asalan dalam berucap


Kasusu arsa weruh

Cahyaning Hyang kinira yen karuh

Ngarep arep urub arsa den kurebi

Tan wruh kang mangkono iku

Akale kaliru enggon

Keburu ingin tahu,

cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan,

Menanti-nanti besar keinginan (mendapatkan anugrah) namun gelap mata

Orang tidak paham yang demikian itu

Nalarnya sudah salah kaprah

Yen ta jaman rumuhun

Tata titi tumrah tumaruntun

Bangsa srengat tan winor lan laku batin

Dadi nora gawe bingung

Kang padha nembah Hyang Manon

Bila zaman dahulu,

Tertib teratur runtut harmonis

sariat tidak dicampur aduk dengan olah batin,

jadi tidak membuat bingung

bagi yang menyembah Tuhan

Lire sarengat iku

Kena uga ingaran laku

Dhingin ajeg kapindone ataberi

Pakolehe putraningsun

Nyenyeger badan mrih kaot


Sesungguhnya sariat itu

dapat disebut olah, yang bersifat ajeg dan tekun.

Anakku, hasil sariat adalah dapat menyegarkan badan

agar lebih baik,

Wong seger badanipun

Otot daging kulit balung sungsum

Tumrah ing rah memarah

Antenging ati

Antenging ati nunungku

Angruwat ruweding batos

badan, otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya menjadi segar,

Mempengaruhi darah, membuat tenang di hati.

Ketenangan hati membantu

Membersihkan kekusutan batin

Mangkono mungguh ingsun

Ananging ta sarehne asnafun

Beda beda panduk pandhuming dumadi

Sayektine nora jumbuh

Tekad kang padha linakon

Begitulah menurut ku !

Tetapi karena orang itu berbeda-beda,

Beda pula garis nasib dari Tuhan.

Sebenarnya tidak cocok

tekad yang pada dijalankan itu

Nanging ta paksa tutur


Rehne tuwa tuwase mung catur

Bok lumuntur lantaraning reh utami

Sing sapa temen tinemu

Nugraha geming kaprabon

Namun terpaksa memberi nasehat

Karena sudah tua kewajibannya hanya memberi petuah.

Siapa tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah laku utama.

Barang siapa bersungguh-sungguh akan

mendapatkan anugrah kemuliaan dan kehormatan.

Samengko sembah kalbu

Yen lumintu uga dadi laku

Laku agung kang kagungan Narapati

Patitis tetesing kawruh

Meruhi marang kang momong

Nantinya, sembah kalbu itu

jika berkesinambungan juga menjadi olah spiritual.

Olah (spiritual) tingkat tinggi yang dimiliki Raja.

Tujuan ajaran ilmu ini;

untuk memahami yang mengasuh diri (guru sejati/pancer)

Sucine tanpa banyu

Mung nyunyuda mring hardaning kalbu

Pambukane tata titi ngati ati

Atetep telaten atul

Tuladan marang waspaos

Bersucinya tidak menggunakan air


Hanya menahan nafsu di hati

Dimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-hati (eling dan waspada)

Teguh, sabar dan tekun,

semua menjadi watak dasar,

Teladan bagi sikap waspada.

Mring jatining pandulu

Panduk ing ndon dedalan satuhu

Lamun lugu legutaning reh maligi

Lageane tumalawung

Wenganing alam kinaot

Dalam penglihatan yang sejati,

Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar.

Biarpun sederhana tatalakunya dibutuhkan konsentrasi

Sampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan

Itulah, terbukanya “alam lain”

Yen wus kambah kadyeku

Sarat sareh saniskareng laku

Kalakone saka eneng ening eling

Ilanging rasa tumlawung

Kono adiling Hyang Manon

Bila telah mencapai seperti itu,

Saratnya sabar segala tingkah laku.

Berhasilnya dengan cara;

Membangun kesadaran, mengheningkan cipta, pusatkan fikiran kepada energi Tuhan.

Dengan hilangnya rasa sayup-sayup, di situlah keadilan Tuhan terjadi. (jiwa memasuki alam gaib rahasia
Tuhan)
Gagare ngunggar kayun

Tan kayungyun mring ayuning kayun

Bangsa anggit yen ginigit nora dadi

Marma den awas den emut

Mring pamurunging kalakon

Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu)

Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati,

Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan gagal.

Maka awas dan ingat lah

dengan yang membuat gagal tujuan

Samengko kang tinutur

Sembah katri kang sayekti katur

Mring Hyang Sukma sukmanen saari ari

Arahen dipun kacakup

Sembaling jiwa sutengong

Nanti yang diajarkan

Sembah ketiga yang sebenarnya diperuntukkan kepada Hyang sukma (jiwa).

Hayatilah dalam kehidupan sehari-hari

Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku !

Sayekti luwih perlu

Ingaranan pepuntoning laku

Kalakuwan tumrap kang bangsaning batin

Sucine lan awas emut

Mring alaming lama maot

Sungguh lebih penting, yang


disebut sebagai ujung jalan spiritual,

Tingkah laku olah batin, yakni

menjaga kesucian dengan awas dan selalu ingat akan alam nan abadi kelak.

Ruktine ngangkah ngukut

Ngiket ngruket triloka kakukut

Jagad agung ginulung lan jagad alit

Den kandel kumadel kulup

Mring kelaping alam kono

Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil, mengikat, merangkul erat tiga jagad yang dikuasai.

Jagad besar tergulung oleh jagad kecil,

Pertebal keyakinanmu anakku !

Akan kilaunya alam tersebut.

Kaleme mawi limut

Kalamatan jroning alam kanyut

Sanyatane iku kanyatan kaki

Sejatine yen tan emut

Sayekti tan bisa awor

Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”,

Mendapat firasat dalam alam yang menghanyutkan,

Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku !

Sejatinya jika tidak ingat

Sungguh tak bisa “larut”

Pamete saka luyut

Sarwa sareh saliring panganyut

Lamun yitna kayitnan kang mitayani


Tarlen mung pribadinipun

Kang katon tinonton kono

Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir dan batin)

Tetap sabar mengikuti “alam yang menghanyutkan”

Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan tidak lain hanyalah diri pribadinya

yang tampak terlihat di situ

Nging away salah surup

Kono ana sajatining urub

Yeku urub pangareb uriping budi

Sumirat sirat narawung

Kadya kartika katonton

Tetapi jangan salah mengerti

Di situ ada cahaya sejati

Ialah cahaya pembimbing,

energi penghidup akal budi.

Bersinar lebih terang dan cemerlang,

tampak bagaikan bintang

Yeku wenganing kalbu

Kabukane kang wengku winengku

Wewengkone wis kawengku neng sireki

Nging sira uga kawengku

Mring kang pindha kartika byor

Yaitu membukanya pintu hati

Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara cahaya/nur dengan jiwa/roh).

Cahaya itu sudah kau (roh) kuasai


Tapi kau (roh) juga dikuasai

oleh cahaya yang seperti bintang cemerlang.

Samengko ingsun tutur

Gantya sembah ingkang kaping catur

Sembah rasa karasa wosing dumadi

Dadine wis tanpa tuduh

Mung kalawan kasing batos

Nanti ingsun ajarkan,

Beralih sembah yang ke empat.

Sembah rasa terasalah hakekat kehidupan.

Terjadinya sudah tanpa petunjuk,

hanya dengan kesentosaan batin

Kalamun durung lugu

Aja pisan wani ngaku aku

Antuk siku kang mangkono iku kaki

Kena uga wenang muluk

Kalamun wus padha melok

Apabila belum bisa membawa diri,

Jangan sekali-kali berani mengaku-aku,

mendapat laknat yang demikian itu anakku !

Artinya, seseorang berhak berkata apabila sudah mengetahui dengan nyata.

Meloke ujar iku

Yen wus ilang sumelanging kalbu

Amung kandel kumandel

Amarang ing takdir


Iku den awas den emut

Den memet yen arsa momot

Menghayati pelajaran ini

Bila sudah hilang keragu-raguan hati.

Hanya percaya dengan sungguh-sungguh kepada takdir

itu harap diwaspadai, diingat,

dicermati bila ingin menguasai seluruhnya.

Pamoting ujar iku

Kudu santosa ing budi teguh sarta sabar tawekal legaweng ati

Trima lila ambeg sadu

Weruh wekasing dumados

Melaksanakan petuah itu

Harus kokoh budipekertinya

Teguh serta sabar

tawakal lapang dada

Menerima dan ikhlas apa adanya sikapnya dapat dipercaya

Mengerti “sangkan paraning dumadi”.

Sabarang tindak tanduk

Tumindake lan sakadaripun,

Den ngaksama kasisipaning sesami,

Sumimpanga ing laku dur,

Hardaning budi kang ngrodon.

Segala tindak tanduk

dilakukan ala kadarnya,

memberi maaf atas kesalahan sesama,


menghindari perbuatan tercela,

(dan) watak angkara yang besar.

Dadya weruh iya dudu,

Yeku minangka pandaming kalbu,

Ingkang buka ing kijab bullah agaib,

Sesengkeran kang sinerung,

Dumunung telenging batos.

Sehingga tahu baik dan buruk,

Demikian itu sebagai ketetapan hati,

Yang membuka penghalang/tabir antara insan dan Tuhan,

Tersimpan dalam rahasia,

Terletak di dalam batin.

Rasaning urip iku,

Krana momor pamoring sawujud,

Wujudollah sumrambah ngalam sakalir,

Lir manis kalawan madu,

Endi arane ing kono.

Rasa hidup itu

dengan cara manunggal dalam satu wujud,

Wujud Tuhan meliputi alam semesta,

bagaikan rasa manis dengan madu. Begitulah ungkapannya.

Endi manis endi madu,

Yen wis bisa nuksmeng pasang semu,

Pasamoaning hebing kang Mahasuci,

Kasikep ing tyas kacakup,


Kasat mata lair batos.

Mana manis mana madu,

apabila sudah bisa menghayati gambaran itu,

Bagaimana pengertian sabda Tuhan,

Hendaklah digenggam di dalam hati, sudah jelas dipahami secara lahir dan batin.

Ing batin tan kaliru

Kedhap kilap liniling ing kalbu,

Kang minangka colok celaking Hyang Widhi,

Widadaning budi sadu,

Pandak panduking liru nggon.

Dalam batin tak keliru,

Segala cahaya indah dicermati dalam hati,

Yang menjadi petunjuk dalam memahami hakekat Tuhan,

Selamatnya karena budi (bebuden) yang jujur (hilang nafsu),

Agar dapat merasuk beralih “tempat”.

Nggonira mrih tulus,

Kalaksitaning reh kang rinuruh,

Nggyanira mrih wiwal warananing gaib,

Paranta lamun tan weruh,

Sasmita jatining endhog.

Agar usahamu berhasil,

Dapat menemukan apa yang dicari,

upayamu agar dapat melepas penghalang kegaiban,

Apabila kamu tidak paham ; lihatlah tentang bagaimana terjadinya telur.

Putih lan kuningipun,


Lamun arsa titah,

titah teka mangsul,

Dene nora mantra-mantra yen ing lair,

Bisa aliru wujud,

Kadadeyane ing kono.

Putih dan kuningnya,

bila akan mewujud (menetas),

wujud datang berganti,

tak disangka-sangka,

bila kelahirannya

dapat berganti wujud,

Kejadiannya di situ !

Istingarah tan metu,

Lawan istingarah tan lumebu,

Dene ing njro wekasane dadi njawi,

Rasakna kang tuwajuh,

Aja kongsi kabasturon.

Dipastikan tidak keluar,

juga tidak masuk,

Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di luar,

Rasakan sunguh-sungguh,

Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami.

Karana yen kebanjur,

Kajantaka tumekeng saumur,

Tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi,


Dadi wong ina tan weruh,

Dheweke den anggep dayoh.

Sebab apabila sudah terlanjur,

akan tak tenang sepanjang hidup, tidak ada gunanya bila kelak mati,

Menjadi orang hina yang bodoh,

dirinya sendiri malah dianggap tamu.

Sumber: https://sabdalangit.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai