Anda di halaman 1dari 38

SERAT WEDHATAMA

Serat Wedhatama adalah Sastra tembang atau kidungan jawa karya Mangkunegara IV Wedhatama
(berasal dalam bahasa Jawa; Wredhatama) yang berarti serat (tulisan/karya) wedha (Ajaran) tama
(keutamaan/utama). Serat Wedhatama terbagi menjadi 5 pupuh yaitu : pangkur, sinom, pucung,
gambuh dan kinanthi.

Nah, kali ini HuWagu akan membahas tentang Pupuh Gambuh, yang terdiri dari 35 pada (bait). Dalam
Pupuh Gambuh mengajarkan untuk mengungkapkan limpahan anugerah Tuhan YME harus ditebus
dengan penghayatan mutlak, didasarkan pada kesucian batin, menjauhkan diri dari watak angkara
murka (sifat egois yang berlebih-lebihan), serta ketekunan melakukan sembahyang. Langsung saja kita
simak pupuh gambuh dan terjemahan bebasnya serta gancarannya berikut ini.

Pada 1

Samengko ingsun tutur,


sembah catur supaya lumuntur,
dihin raga, cipta jiwa, rasa, kaki,
ing kono lamun tinemu,
tandha nugrahaning Manon.

Kelak saya bertutur, Empat macam sembah supaya dilestarikan; Pertama; sembah raga, kedua; sembah
cipta, ketiga; sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa, anakku ! Di situlah akan bertemu dengan
pertanda anugrah Tuhan.

Pada 2

Sembah raga puniku,


pakartine wong amagang laku,
susucine asarana saking warih,
kang wus lumrah limang wektu,
wantu wataking wawaton.

Sembah raga adalah Perbuatan orang yang lagi magang “olah batin” Menyucikan diri dengan sarana
air,Yang sudah lumrah misalnya lima waktu Sebagai rasa menghormat waktu

Pada 3

Inguni-uni ersua,
sinarawung wulang kang sinerung,
lagi iki bangsa kas ngetok-ken anggit,
mintoken kawignyanipun,
sarengate elok-elok.
Zaman dahulu belumpernah dikenal ajaran yang penuh tabir,Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil
rekaan,memamerkan ke-bisa-an nya amalannya aneh aneh

Pada 4

Thithik kaya santri Dul,


gajeg kaya santri brahi kidul,
saurute Pacitan pinggir pasisir,
ewon wong kang padha nggugu,
anggere guru nyalemong.

Kadang seperti santri “Dul” (gundul)Bila tak salah, seperti santri wilayah selatanSepanjang Pacitan tepi
pantaiRibuan orang yang percaya. Asal-asalan dalam berucap

Pada 5

Kasusu arsa weruh,


cahyaning Hyang kinira yen karuh,
ngarep-arep urup arsa den kurebi,
Tan wruh kang mangkoko iku,
akale keliru enggon.

Keburu ingin tahu,cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan,Menanti-nanti besar keinginan (mendapatkan
anugrah) namun gelap mataOrang tidak paham yang demikian ituNalarnya sudah salah kaprah

Pada 6

Yen ta jaman rumuhun,


tata titi tumrah tumaruntun,
bangsa srengat tan winor lan laku batin,
dadi ora gawe bingung, kang padha nembah Hyang Manon.

Bila zaman dahulu,Tertib teratur runtut harmonissariat tidak dicampur aduk dengan olah batin, jadi
tidak membuat bingung bagi yang menyembah Tuhan

Pada 7

Lire sarengat iku,


kena uga ingaranan laku,
dihin ajeg kapindhone ataberi,
pakolehe putraningsun,
nyenyeger badan mwih kaot.
Sesungguhnya sariat itu dapat disebut olah, yang bersifat ajeg dan tekun.Anakku, hasil sariat adalah
dapat menyegarkan badan agar lebih baik,

Pada 8

Wong seger badanipun,


otot daging kulit balung sungsum,
tumrah ing rah memarah antenging ati,
antenging ati nunungku,
angruwat ruweting batos.

Badan, otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya menjadi segar,Mempengaruhi darah, membuat
tenang di hati.Ketenangan hati membantu Membersihkan kekusutan batin

Pada 9

Mangkono mungguh ingsun,


ananging ta sarehne asnafun,
beda-beda panduk panduming dumadi,
sayektine nora jumbuh,
tekad kang padha linakon.

Begitulah menurut ku !Tetapi karena orang itu berbeda-beda,Beda pula garis nasib dari
Tuhan.Sebenarnya tidak cocok tekad yang pada dijalankan itu

Pada 10

Nanging ta paksa tutur,


rehning tuwa tuwase mung catur,
bok lumuntur lantaraning reh utami,
sing sapa temen tinemu,
nugraha geming Kaprabon.

Namun terpaksa ersua nasehatKarena sudah tua kewajibannya hanya ersua petuah.Siapa tahu dapat
lestari menjadi pedoman tingkah laku utama.Barang siapa bersungguh-sungguh akan mendapatkan
anugrah kemuliaan dan kehormatan.

Pada 11

Samengko sembah kalbu,


yen lumintu uga dadi laku,
laku agung kang kagungan Narapati,
patitis tetesing kawruh,
meruhi marang kang momong.
Berikutnya, sembah kalbu itujika berkesinambungan juga menjadi olah spiritual.Olah (spiritual) tingkat
tinggi yang dimiliki Raja.Tujuan ajaran ilmu ini; untuk memahami yang mengasuh diri (guru
sejati/pancer)

Pada 12

Sucine tanpa banyu,


mung nyenyuda mring ersuasi kalbu,
pambukane tata, titi, ngati-ati
atetetp talaten atul,
tuladhan marang waspaos.

Bersucinya tidak menggunakan airHanya menahan nafsu di hatiDimulai dari perilaku yang tertata, teliti
dan hati-hati (eling dan waspada)Teguh, sabar dan tekun,semua menjadi watak dasar,Teladan bagi sikap
waspada.

Pada 13

Mring jatining pandulu,


panduk ing ndon dedalan satuhu,
lamun lugu ersuasi reh maligi,
lageane tumalawung,
wenganing alam kinaot.

Alam penglihatan yang sejati,Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar.Biarpun sederhana
tatalakunya dibutuhkan konsentrasiSampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan
Itulah, terbukanya “alam lain”

Pada 14

Yen wus kambah kadyeku,


sarat sareh saniskareng laku,
kalakone saka eneng, ening, eling,
Ilanging rasa tumlawung,
kono adile Hyang Manon.

Bila telah mencapai seperti itu,Saratnya sabar segala tingkah laku.Berhasilnya dengan cara;Membangun
kesadaran, mengheningkan cipta, pusatkan fikiran kepada ersua Tuhan. Dengan hilangnya rasa sayup-
sayup, di situlah keadilan Tuhan terjadi. (jiwa memasuki alam gaib rahasia Tuhan)

Pada 15
Gagare ngunggar kayun,
tan kayungyun mring ayuning kayun,
bangsa anggit yen ginigit nora dadi,
Marma den awas den emut,
mring pamurunging lelakon.

Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu)Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati, Jika
merasakan keinginan yang tidak-tidak akan gagal.Maka awas dan ingat lahdengan yang membuat gagal
tujuan

Pada 16

Samengko kang tinutur,


sembah katri kang sayekti katur,
mring Hyang Sukma sukmanen sehari-hari,
arahen dipun kecakup,
sembah ing Jiwa sutengong.

Nanti yang diajarkanSembah ketiga yang sebenarnya diperuntukkan kepada Hyang sukma
(jiwa).Hayatilah dalam kehidupan sehari-hari Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku !

Pada 17

Sayekti luwih prelu,


ingaranan pepuntoning laku,
kalakuan kang tumrap bangsaning batin,
sucine lan Awas Emut, mring alame alam amot.

Sungguh lebih penting, yangdisebut sebagai ujung jalan spiritual,Tingkah laku olah batin, yakni menjaga
kesucian dengan awas dan selalu ingat akan alam nan abadi kelak.

Pada 18

Ruktine ngangkah ngukut,


ngiket ngrukut triloka kakukut,
jagad agung gimulung lan jagad cilik,
Den kandel kumandel kulup,
mring kelaping alam kono.

Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil, mengikat, merangkul erat tiga jagad yang
dikuasai.Jagad besar tergulung oleh jagad kecil,Pertebal keyakinanmu anakku !Akan kilaunya alam
tersebut.

Pada 19
Keleme mawa limut,
kalamatan jroning alam kanyut,
sanyatane iku kanyatan kaki,
Sajatine yen tan emut,
sayekti tan bisa awor.

Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”,Mendapat firasat dalam alam yang
menghanyutkan,Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku !Sejatinya jika tidak ingat Sungguh tak bisa
“larut”

Pada 20

Pamete saka luyut,


sarwa sareh saliring panganyut,
lamun yitna kayitnan kang mitayani,
tarlen mung pribadinipun,
kang katon tinonton kono.

Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir dan batin)Tetap sabar mengikuti “alam yang
menghanyutkan”Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan tidak lain hanyalah diri pribadinya yang
tampak terlihat di situ

Pada 21

Nging away salah surup,


kono ana sajatining Urub,
yeku urup pangarep uriping Budi,
sumirat sirat narawung,
kadya kartika katongton.

Tetapi jangan salah mengerti Di situ ada cahaya sejati Ialah cahaya pembimbing, ersua penghidup akal
budi.Bersinar lebih terang dan cemerlang,tampak bagaikan bintang

Pada 22

Yeku wenganing kalbu,


kabukane kang wengku winengku,
wewengkone wis kawengku neng sireki,
nging sira uga kawengku, mring kang pindha kartika byor.

Yaitu membukanya pintu hati Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara cahaya/nur dengan
jiwa/roh).Cahaya itu sudah kau (roh) kuasaiTapi kau (roh) juga dikuasai oleh cahaya yang seperti
bintang cemerlang.
Pada 23

Samengko ingsun tutur,


gantya sembah ingkang kaping catur,
sembah Rasa karasa rosing dumadi,
dadine wis tanpa tuduh,
mung kalawan kasing Batos.

Nanti ingsun ajarkan,Beralih sembah yang ke empat.Sembah rasa terasalah hakekat


kehidupan.Terjadinya sudah tanpa petunjuk,hanya dengan kesentosaan batin

Pada 24

Kalamun ersua lugu,


aja pisan wani ngaku-aku,
antuk siku kang mangkono iku kaki,
kena uga wenang muluk,
kalamun wus pada melok.

Apabila belum bisa membawa diri,Jangan sekali-kali berani mengaku-aku,mendapat laknat yang
demikian itu anakku !Artinya, seseorang berhak berkata apabila sudah mengetahui dengan nyata.

Pada 25

Meloke ujar iku,


yen wus ilang sumelang ing kalbu,
ersu kandel kumandel ngandel mring takdir,
iku den awas den emut,
den memet yen arsa momot.

Menghayati pelajaran iniBila sudah hilang keragu-raguan hati.Hanya percaya dengan sungguh-sungguh
kepada takdiritu harap diwaspadai, diingat,dicermati bila ingin menguasai seluruhnya.

Pada 26

Pamoring ujar iku,


kudu santosa ing budi teguh,
sarta sabar tawekal legaweng ati,
trima lila ambeh sadu,
weruh wekasing dumados.

Melaksanakan petuah ituHarus kokoh budipekertinyaTeguh serta sabartawakal lapang dada Menerima
dan ikhlas apa adanya sikapnya dapat dipercaya Mengerti “sangkan paraning dumadi”.
Pada 27

Sabarang tindak-tanduk,
tumindake lan sakadaripun,
den ngaksama kasisipaning ersua,
sumimpanga ing laku dur, ersuasiv budi kang ngrodon.

Segala tindak tandukdilakukan ala kadarnya, ersua maaf atas kesalahan ersua,menghindari perbuatan
tercela,(dan) watak angkara yang besar.

Pada 28

Dadya wruh iya dudu,


yeku minangka pandaming kalbu,
ersua buka ing kijab bullah agaib,
sesengkeran kang sinerung,
dumunung telenging batos.

Sehingga tahu baik dan buruk,Demikian itu sebagai ketetapan hati,Yang membuka
penghalang/tabir antara ersua dan Tuhan,Tersimpan dalam rahasia,Terletak di dalam batin.

Pada 29

Rasaning urip iku


krana momor pamoring sawujud,
wujuddullah sumrambah ngalam sakalir,
lir manis kalawan madu, endi arane ing kono.

Rasa hidup itudengan cara manunggal dalam satu wujud,Wujud Tuhan meliputi alam semesta,bagaikan
rasa manis dengan madu. Begitulah ungkapannya.

Pada 30

Endi manis endi madu,


yen wis bisa nuksmeng pasang semu,
pasamaoning hebing kang Maha Suci,
kasikep ing tyas kacakup,
kasat mata lair batos.

Mana manis mana madu,apabila sudah bisa menghayati gambaran itu,Bagaimana pengertian sabda
Tuhan,Hendaklah digenggam di dalam hati, sudah jelas dipahami secara lahir dan batin.

Pada 31
Ing batin tan keliru,
kedhap kilap liniling ing kalbu,
kang minangka colok celaking Hyang Widi,
widadaning budi sadu,
pandak panduking liru nggon.

Dalam batin tak keliru, Segala cahaya indah dicermati dalam hati, Yang menjadi petunjuk dalam
memahami hakekat Tuhan, Selamatnya karena budi (bebuden) yang jujur (hilang nafsu), Agar dapat
merasuk beralih “tempat”.

Pada 32

Nggonira mrih tulus,


kalaksitaning reh kang rinuruh,
ngayanira mrih wikal warananing gaib,
paranta lamun tan weruh,
sasmita jatining endhog.

Agar usahamu berhasil, Dapat menemukan apa yang dicari, upayamu agar dapat melepas penghalang
kegaiban, Apabila kamu tidak paham ; lihatlah tentang bagaimana terjadinya telur.

Pada 33

Putih lan kuningpun,


lamun arsa titah teka mangsul,
dene nora mantra-mantra yen ing lair,
bisa aliru wujud,
kadadeyane ing kono.

Putih dan kuningnya, bila akan mewujud (menetas), wujud datang berganti, tak disangka-sangka, bila
kelahirannya dapat berganti wujud, Kejadiannya di situ !

Pada 34

Istingarah tan metu,


lawan istingarah tan lumebu,
dene ing njro wekasane dadi njawi,
raksana kang tuwajuh,
aja kongsi kabasturon.

Dipastikan tidak keluar, juga tidak masuk, Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di luar, Rasakan
sunguh-sungguh, Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami.

Pada 35
Karana yen kebanjur,
kajantaka tumekeng ersua,
tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi,
dadi wong ina tan wruh,
dheweke den anggep dhayoh.

Sebab apabila sudah terlanjur, akan tak tenang sepanjang hidup, tidak ada gunanya bila kelak mati,
Menjadi orang hina yang bodoh, dirinya sendiri malah dianggap tamu.
SERAT WEDHATAMA
Bag-2

TEMBANG GAMBUH

48. Samengko ingsun tutur


Sembah catur supaya lumuntur
Dhihin: raga, cipta, jiwa, rasa, kaki
Ing kono lamun tinemu
Tandha nugrahaning manon

Kini aku menasehatkan


Empat sembah agar kau tiru
Pertama, raga, cipta, jiwa, rasa, anakku
Di situ bila terdapat
Tanda anugerah Tuhan

49. Sembah raga puniku


Pakartine wong amagang laku
Sesucine asarana saking warih
Kang wus lumrah limang wektu
Watak wantuning wewawaton

Sembah raga itu


Perbuatan orang yang sedang mempraktekkan
Bersuci dengan air
Yang biasa lima waktu
Merupakan watak aturan

50. Ing uni-uni durung


Sinarawung wulang kang sinerung
Lagi iki bangsa kas ngetokken anggit
Mintokken kawignyanipun
Sarengate elok-elok

Jaman dulu belum


Kenal dengan ajaran rahasia
Baru kini bangsa menunjukkan karyanya
Menunjukkan kemampuannya
Dengan cara yang aneh-aneh

51. Thithik kaya santri Dul


Gajeg kaya santri brai kidul
Saurute Pacitan pinggir pasisir
Ewon wong kang padha nggugu
Anggere guru nyalemong
Kadang-kadang seperti santri Dul
Tampaknya seperti santri daerah selatan
Menelusuri pantai Pacitan
Ribuan orang yang percaya
Aturan yang asal diucapkan

52. Kasusu arsa weruh


Cahyaning Hyang kinira yen karuh
Ngarep-arep kurub arsa den kurebi
Tan wruh kang mangkono iku
Akale kaliru enggon

Terburu-buru ingin tahu


Kenal dengan cahaya Tuhan
Mengharap cahaya untuk dihormati
Tak tahu yang demikian itu
Pandangannya salah tempat

53. Yen ta jaman rumuhun


Tata, titi tumrah-tumaruntun
Bangsa srengat tan winor lan laku batin
Dadi ora gawe bingung
Kang padha nembah Hyang Manon

Kalau jaman dahulu


Diatur sejak awal sampai usai
Syariat tak dicampur dengan ulah batin
Jadi tidak membingungkan
Bagi yang menyembah Tuhan

54. Lire sarengat iku


Kena uga ingaranan laku
Dhihin ajeg, kapindhone ataberi
Pakolehe putraningsun
Nyenyeger badan mrih kaot

Maksud syariat itu


Dapat juga disebut laku
Pertama tetap, kedua rajin
Hasilnya, anakku
Menyegarkan badan agar labih baik.

55. Wong seger badanipun


Otot daging kulit balung sungsum
Trumap ing rah mamarah antenging ati
Antenging ati nunungku
Agruwat ruweting batos

Orang yang segar badannya


Otot daging kulit tulang sumsum
Mempengaruhi darah menjadikan hati terang
Ketenangan hati menjadikan
Hilangnya keruwetan hati

56. Mangkono mungguh ingsun


Ananging ta sarehne asnapun
Beda-beda panduk panduming dumadi
Sayektine nora jumbuh
Tekad kang padha linakon

Bagitu menurut pendapatku


Tetapi berhubung berbeda-beda
Berbeda dengan nasib manusia
Sesungguhnya tidak sesuai
Dengan tekat yang dijalankan

57. Nanging ta paksa tutur


Rehning tuwa tuwase mung catur
Mbok lumuntur lantaraning reh utami
Sing sapa temen tinemu
Nugraha geming kaprabon
Tapi tekpasa menasehati
Karena sebagai tetua hanya dapat berkata
Siapa tahu dapat diwariskan sebagai kebaikan
Siapa yang rajin akan berhasil
Anugerah untuk kerajaan

58. Samengko sembah kalbu


Yen lumintu uga dadi laku
Laku agung kang kagungan Narapati
Patitis tetesing kawruh
Meruhi marang kang momong

Kini sembah kalbu


Jika mengalir juga menjadi laku
Laku baik seperti narapati
Tepat tumbuh ilmu ini
Tahu kepada yang mengasuhnya

59. Sucine tanpa banyu


Mung nyunyuda mring hardaning kalbu
Pambukane: tata, titi, ngati-ati
Atetep, taleten, atul
Tuladhan marang waspaos

Bersuci tanpa air


Hanya mengurangi nafsu hati
Diawali dengan tata, teliti dan berhati-hati
Tetap, tidak bosan, dan setia
Contoh untuk kewaspadaan

60. Mring jatining pandulu


Panduk ing ndon dadalan satuhu
Lamun lugu legutaning reh maligi
Lagehane tumalawung
Wenganing alam kinaot

Pada pandangan yang benar


Cara kerja di jalan yang baik
Bila lugas kepada kebiasaan yang khusus
Ciri yang jauh
Membuka alam yang lain

61. Yen wis kambah kadyeku


Sarat sareh saniskareng laku
Kalakone saka eneng, ening, eling
Ilanging rasa tumlawung
Kono adile Hyang Manon

Bila telah mencapai demikian


Saratnya sabar dalam segala hal
Terlaksana dari dalam, khidmad, dan ingat
Bila ras ajauh telah hilang
Di situ keadilan Tuhan

62. Gagare ngunggar kayun


Tan kayungyun mring ayuning kayun
Bangsa anggit yen ginigit nora dadi
Marma den awas, den emut
Mring pamuringing lelakon

Kegagalan acuh kepada kehendak


Tak tertarik pada keindahan cita-cita
Hal rekaan bila dirasa tidak jadi
Maka pahami dan ingatlah
Terhadap penghalang langkah
63. Samengko kang tinutur
Sembah katri kang sayekti katur
Mring Hyang Sukma sukmanen sa ari-ari
Arahen dipun kacakup
Sembah ing jiwa sutengong

Kini yang dibicarakan


Sembah ketiga yang akan disampaikan
Kepada Hyang Sukma yang menghidupi
Usahakan tercapai
Sembah dalam jiwa ini anakku

64. Sayekti luwih perlu


Ingaran kang tumrap bangsa batin
Kalakuan kang tumrap bangsaning batin
Sucine lan awas emut
Mring alame lama amot

Sebenarnya lebih penting


Disebut akhir perjalanan
Tindakan yang berkaitan dengan batin
Bersuci dengan awas dan ingat
Kepada alam yang maha luas

65. Ruktine ngangkah ngukut


Ngiket ngruket triloka kakukut
Jagad agung ginulung lan jagad cilik
Den kandel kumandel, kulup
Mring kelaping alam kono

Memelihara dengan menguasai


Mencakup, merangkul tiga dunia seluruhnya
Jagad agung digulung dengan jagad kecil
Pertebal keyakinanmu, anakku
Kepada keindahan alam ini

66. Keleme mawa limut


Kalamutan jroning alam kanyut
Sanyatane iku kanyatan kaki
Sajatine yen tan emut
Sayekti tan bisa awor

Tenggelam bersama kegelapan


Melalui tanda alam yg menghanyutkan
Sesungguhnya itu kenyataan, anakku
Sebenarnya bila tak disadari
Sesungguhnya tak dapat berbaur

67. Pamete saka luyut


Sarwa sareh saliring panganyut
Lamun yitna kayitnan kang miyatani
Tarlen mung pribadinipun
Kang katon tinonton kono

Sarana dari batas lahir batin


Serba sabar mengikuti irama menghanyutkan
Bila waspada, itu dapat diandalkan
Tak lain hanya pribadinya
Yang tampak terlihat di situ

68. Nging aywa salah surup


Kono ana sajatining urub
Yeku urub pangarep uriping budi
Sumirat-sirat narawung
Kadya kartika katonton

Tapi jangan salah mengerti


Di situ ada cahaya sejati
Yakni cahaya harapan hidup berbudi
Bercahaya dengan jelas
Bagai bintang nampaknya

69. Yeku wenganing kalbu


Kabukane kang wengku-winengku
Wewangkone wis kawengku neng sireki
Nging sira uga kawengku
Mring kang pindha kartika byor

Yakni terbukanya hati


Terbukanya yang kuasa-menguasai
Daerahnya telah kau kuasai kini
Tetapi kau juga dikuasai
Oleh yang bagai cahaya bintang

70. Samengko ingsun tutur


Santya sembah ingkang kaping catur
Sembah rasa karasa rosing dumadi
Dadine wis tanpa tuduh
Mung kalawan kasing batos
Kini aku berkata
Ganti sembah yang keempat
Sembah rasa terasa inti kehidupan
Terjadi tanpa petunjuk
Hanya dengan kekuatan batin

71. Kalamun durung lugu


Aja pisan wani ngaku-aku
Antuk siku kang mangkono iku kaki
Kena uga wenang muluk
Kalamun wus padha melok

Bila belum lugas


Jangan sekali-sekali berani mengaku-aku
Mendapat laknat yang demikian itu, anakku
Boleh juga berhak mengatakan
Bila telah sama-sama nampak

72. Meloke ujar iku


Yen wus ilang sumelanging kalbu
Amung kandel-kumandel ngandel mring takdir
Iku den awas den emut
Den memet yen arsa momot

Jelasnya perkataan itu


Bila telah hilang keraguan hati
Hanya tebal keberanian percaya takdir
Ikut ketahuilah, ingatlah
Telitihal agar menguasai seluruhnya

73. Pamoting ujar iku


Kudu santosa ing budi teguh
Sarta sabar tawakal legaweng ati
Trima lila ambek sadu
Weruh wekasing dumados

Muatan perkatan itu


Harus kuat pada sikap teguh
Serta sabar dan tawakal, ikhlaskanlah hati
Menerima, dan rela berbuat baik
Tahu akhir kejadian

74. Sabarang tindak-tanduk


Tumindake lan sakadaripun
Den ngaksama kasisipaning sasami
Sumimpanga ing laku dur
Ardaning budi kang ngrodon

Semua tingkah laku


Dilakukan sesuai kemampuan
Maafkanlah kesalahan orang lain
Janganlah berlaku jahat
Nafsu budi yang jelek

75. Dadya wruh: iya dudu


Yeku minangka pandaming kalbu
Ingkang mbuka ing kijabullah agaib
Sesengkeran kang sinerung
Dumunung telenging batos

Untuk memahami baik dan buruk


Yaitu merupakan pedoman hati
Yang membuka rintangan insan dan Tuhan
Yang dikuasai dan disembunyikan
Berada dalam relung batin

76. Rasaning urip iku


Krana momor pamoring sawujud
Wujudullah sumrambah ngalam sakalir
Lir manis kalawan madu
Endi arane ing kono

Rasa hidup itu


Karena menyatu dengan bentuk sewujud
Wujud Tuhan berada di seantero alam
Seperti manis dan madu
Mana nama itu sebenarnya

77. Endi manis ndi madu


Yen wis bisa muksmeng pasang semu
Pasamuwan ing Heb Ingkang Mahasuci
Kasikep ing tyas kacakup
Kasatmata lair batos

Mana manis mana madu


Bila telah dapat menghayati gambaran semu
Pengertian Tuhan Yang Mahasuci
Dicakup dan terkuasai di dalam hati
Tampak lahir batin
78. Ing batin tan kaliru
Kedhap kilap liniling ing kalbu
Kang minangka colok celaking Hyang Widhi
Widadaning budi sadu
Pandak-panduke liru nggon

Dalam batin tak keliru


Kilap cahaya dilihat kalbu
Yang merupakan obor mendekat Tuhan
Keselamatan budi berbuat baik
Serta perubahan-perubahan yang beralih

79. Nggonira mamrih tulus


Kalasitaning reh kang rinuruh
Nggonira mrih wiwah warananing gaib
Paran ta lamun tan weruh
Sasmita jatining endhog

Usahamu agar berhasil


Tercapainya hal yang dicari
Usahamu agar lepas dari penghalang gaib
Bila tidak tahu
Ibarat kenyataan telur

80. Putih lan kuningipun


Lamun arsa titah teka mangsul
Dene nora mantra-mantra yen ing lahir
Bisaa aliru wujud
Kadadeyane ing kono

Putih dan kuningnya


Bila akan menetas berbalik
Tak terduga bahwa kenyataannya
Dapatlah berganti rupa
Kejadiannya seperti itu

81. Istingarah tan metu


Lawan istingarah tan lumebu
Dene ing njro wekasane dadi anjawi
Rasakena kang tuwayuh
Aja kongsi kabasturon

Dapat dipastikan tak keluar


Dan tentu tidak masuk
Kenyataannya di dalam, akhirnya di luar
Rasakan dengan sebenar-benarnya
Jangan sampai telanjur tidak mengerti

82. Karana yen kabanjur


Kajantaka tumekeng saumur
Tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi
Dadi wong ina tan weruh
Dheweke den anggep dhayoh.

Sebab bila telanjur


Akan kecewa selama-lamanya
Tak berguna bila meninggal dunia
Sebagai orang hina yang tak tahu
Dirinya dianggap tamu.

TEMBANG Kinanthi

83.Mangka kanthining tumuwuh


Salami mung awas eling
Eling lukitaning alam
Dadi wiryanbing dumadi
Supadi nir ing sangsaya
Yeku pangreksaning urip

Pada hal bekal orang hidup


Selamanya hanya awas dan ingat
Sadar kepada petunjuk di alam ini
Menjadi kekuatan hidp
Supaya lepas dari kesengsaraan
Yaitu cara merawat hidup

84. Marma den taberi kulup


Angulah lantiping ati
Rina wengi den anedya
Pandak-panduk ing pambudi
Mbengkas hardaning driya
Supadya dadya utami

Oleh karena itu, rajinlah anakku


Belajar menajamkan perasaan
Siang malam berusahalah
Berusahalah selalu
Menghancurkan nafsu indera
Supaya menjadi utama
85. Pangasahe sepi samun
Aywa esah ing salami
Samangsa wis kawistara
Lalandhepe mingis-mingis
Pasah wukir Reksamuka
Kekes srabedaning budi

Penajamannya di alam sepi


Jangan berhenti selamanya
Pada saat telah kelihatan
Tajamnya luar biasa
menghancurkan gunung reksamuka
Lenyaplah semua penghalang kebaikan

86. Dene awas tegesipun


Weruh waranane urip
Miwah wisesaning tunggal
Kang atunggil rina wengi
Kang mukita ing sakarsa
Gumelar ngalam sakalir

Sedangkan awas artinya


Tahu penghalang kehidupan
Dan penguasa tunggal
Yang selalu menyatu siang malam
Yang memenuhi segala keinginan
Terhampar di seluruh alam

87. Aywa sembrana ing kalbu


Wawasen wuwus sireki
Ing kono yekti karasa
Dudu ucape pribadi
Marma den sambadeng sedya
Wawasen praptaning uwis

Jangan gegabah dalam hati


Perhatikan ucapanmu itu
Di situ akan terasa
Bukan ucapanmu sendiri
Untuk itu persiapkan tekadmu
Perhatikan sampai usai

88. Simakna semanging kalbu


Den waspada ing pangeksi
Yeku dalaning kasidan
Sinuda saka sathithik
Pamothaning napsu-hawa
Linatiha mamrih titih

Hilangkan kebimbangan hati


Waspadalah terhadap pandangan
Yakni jalan kematian
Kurangilah demi sedikit
Gejolak nafsu angkara
Latihlah agar sempurna

89. Aywa mamatuh nalutuh


Tanpa tuwas tanpa kasil
Kasalibuk ing sabeda
Marma dipun ngati-ati
Urip keh rencananira
Sambekala lan kaliling

Jangan suka berbuat jelek


Tanpa guna tanpa hasil
Terjerat olah aral
Oleh karena itu berhati-hatilah
Hidup banyak gangguan
Godaan harus diperhatikan

90. Upamane wong lumaku


Marga gawat den liwati
Lamun kurang ing pangarah
Sayekti karendhet ing ri
Apese kasandhung padhas
Babak-bundhas anemahi

Misalnya orang berjalan


Jalan yang berbahaya dilaluinya
Jika kurang berhati-hati
Akhirnya tertusuk duri
Naasnya terantuk batu
Babak belur akhirnya

91. Lumrah bae yen kadyeku


Atetamba yen wis bucik
Duwea kawruh sabodhang
Yen tan martani ing kapti
Dadi kawruhe kinarya
Ngupaya kasil lan melik
Biasa saja yang demikian itu
Berobat bila telah luka
Walau berpengetahuan segudang
Bila tak memahami niatnya
Jadi pengetahuan yang buruk
Mencari penghasilan dan pamrih

92. Meloke yen arsa muluk


Muluk ujare lir wali
Wola-wali nora nyata
Anggepe pandhita luwih
Kaluwihane tan ana
Kabeh tandha-tandha sepi

Kelihatan bila akan berbicara


Berkata, ucapannya bagai wali
Berulang-ulang tidak nyata
Menganggap diri pendeta hebat
Kelebihannya tidak ada
Semuanya tidak terbukti

93. Kawruhe mung ana wuwus


Wuwuse gumaib-gaib
Kasliring thithik tan kena
Mancereng alise gathik
Apa pandhita antiga
Kang mangkono iku kaki

Pengetahuannya hanya dalam kata-kata


Bicaranya digaib-gaibkan
Disela sedikitpun tak mau
Membelalak alisnya menyatu
Apakah itu pendeta gadungan
Yang demikian itu, anakku

94. Mangka ta kang aran laku


Lakune ngelmu sejati
Tan dahwen pati openan
Tan panasten nora jail
Tan njuringi ing kaardan
Amung eneng mamrih ening

Pada hal yang disebut laku


Syarat ilmu yang sejati
Tidak iri dan dengaki
Tidak panas hati, tidak jahil
Tak mendorong pada nafsu
Hanya diam agar khidmat

95. Kaunang ing budi luhur


Bangkit ajur ajer kaki
Yen mangkono bakal cikal
Thukul wijining utami
Nadyan bener kawruhira
Yen ana kang nyulayani

Kemashuran sifat yang baik


Pandai bergaul dengan siapa saja, anakku
Bila demikain akan tumbuh
Muncul benih yang baik
Meski benar pengetahuanmu
Bila ada yang menentang

96. Tur kang nyulayani iku


Wus wruh yen kawruhe nempil
Nanging laire angalah
Katingala angemori
Mung ngenaki tyasing liyan
Aywa esak, aywa serik.

Dan yang menentang itu


Telah tahu bila ilmunya bukan milik sendiri
Tetapi di luar tampak mengalah
Agar nampak menyatu
Hanya menyenangkan hati orang lain
Jangan sakit hati, jangan benci

97. Yen ilapating wahyu


Yen yuwana ing salami
Marga wimbubing nugraha
Saking Heb Kang Mahasuci
Cinancang pucuking cipta
Nora ucul-ucul kaki

Bila demikian syarat wahyu


Bila selamat untuk selamanya
Jalan menambah anugerah
Dari Tuhan yang Mahasuci
Diikat di ujung cita-cita
Tidak akan kunjung lepas, anakku
98. Mangkono ingkang tinamtu
Tanpa nugrahaning Widhi
Marma ta kulup den bisa
Mbusuki ujaring janma
Pakoleh lair batine
Iyeku budi premati

Demikian yang ditentukan


Mendapat anugerah Tuhan
Oleh karena itu anakku, agar bisa
Pura-pura bodoh atas pembicaraan orang
Hasil lahir batin
Yakni sifat yang baik

99. Pantes tinulad tinurut


Laladane mrih utami
Utama kembanging mulya
Kamulyaning jiwa dhiri
Ora kena yen ta ngeplekana
Lir leluhur nguni-uni

Pantas dicontoh dan diturut


Cara mencapai keutamaan
Keutamaan dasar kemuliaan
Kemuliaan jiwa raga
Tidak akan sama persis
Seperti leluhur jaman dahulu

100. Ananging ta kudu-kudu


Sakadarira pribadi
Aywa tinggal tutuladhan
Lamun tan mangkono kaki
Yekti tuna ing tumitah
Poma estokena kaki.

Tetapi harus diusahakan


Sebatas kemampuan diri
Jangan meninggalkan contoh-contoh
Jika tidak demikian, anakku
Sungguh merugi hidup ini
Maka perhatikanlah anakku
TEMBANG GAMBUH

A. Pengertene tembang Gambuh

Tembang Gambuh anduweni arti tambuh, embuh, gambuh, jumbuh, lan tembung kang awanda
mbuh.

B. Pathokane tembang Gambuh

Guru lagu : u,u,i,u,o


Guru wilangan : 7,10,12,8,8
Guru gatra : 5

C. Watake tembang Gambuh

Watake yaiku kakulawargan/akrab, sumadulur.

D. Makna tembang Gambuh

Tembang Gambuh kui ngggambarake watak pawongan kang sansaya diwasa. Tembang iki
menehi pitutur marang anak putu, patrap lan pangucap bisa nyawiji tur urip ayem tenterem.

E. Tuladha Tembang Gambuh

Pada 1
Samengko ingsun tutur,
Sembah catur supaya lumuntur,
Dihin raga, cipta jiwa, rasa, kaki,
Ing kono lamun tinemu,
Tandha nugrahing Manon.

Artinya

Kelak saya bertutur,


Empat macam sembah supaya dilestarikan,
Antara lain sembah raga, cipta, jiwa, rasa, anakku!
Disanalah akan bertemu,
tandha anugrah Tuhan.

Pada 2
Sembah raga punika,
Pakartine wong amagang laku,
Susucine asarana saking warih,
kang wus lumrah limang wektu,
wantu wataking wawaton.

Artinya

Sembah raga adalah,


Perbuatan orang yang olah batin,
Menyucikan diri dengan sarana air,
Yan sudah biasa lima waktu,
Sebagai rasa hormat terhadap waktu.

Pada 3
Inguni-uni ersua,
Sinarawung wulang kang sinerung,
lagi iki bangsa kas ngetok-ken anggit,
mintoken kawagnyanipun,
sarengate elok-elok.

Artinya
Pada zaman dahulu,
Belum pernah dikenal ajaran yang penuh tabir,
Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil rekaan,
Memamerkan kebiasaannya,
amalannya aneh-aneh.

Pada 4
Thithik kaya santri Dul,
Gajeg kaya santri brahi kidul,
Saurute Pacitan pinggir pasisir,
Ewon wong kang padha nggugu,
Anggere guru nyalemong.

Artinya

Kadang seperti santri Dul,


Seperti santri wilayah selatan,
Sepanjang pinggir pantai Pacitan,
Ribuan rang yang mempercayai,
Asal-asalan dalam berbicara.

Pada 5
Kasusu arsa weruh,
cahyaning Hyang kinira yen karuh,
ngarep-arep urup arsa den kurebi,
Tan wruh kang mangkoko iku,
akale keliru enggon.

Artinya

Terburu-buru ingin tahu,


Cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan,
Menanti-nanti besar keinginan mendapatkan anugrah,
Namun gelap mataOrang tidak paham yang demikian itu,
Nalarnya sudah salah kaprah.

Pada 6
Yen ta jaman rumuhun,
tata titi tumrah tumaruntun,
bangsa srengat tan winor lan laku batin,
dadi ora gawe bingung,
kang padha nembah Hyang Manon.

Artinya

Bila zaman dahulu,


Tertib teratur runtut harmonissariat
Tidak dicampur aduk dengan olah batin,
Jadi tidak membuat bingung,
bagi yang menyembah Tuhan.

Pada 7
Lire sarengat iku,
kena uga ingaranan laku,
dihin ajeg kapindhone ataberi,
pakolehe putraningsun,
nyenyeger badan mwih kaot.

Artinya

Sesungguhnya sariat itu


Dapat disebut olah,
Pertama tetap kedua tekun.
Anakku, hasil sariat adalah,
Menyegarkan badan agar lebih baik,

Pada 8
Wong seger badanipun,
otot daging kulit balung sungsum,
tumrah ing rah memarah antenging ati,
antenging ati nunungku,
angruwat ruweting batos.

Artinya

Orang segar badannya,


Otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya
Mempengaruhi darah membuat tenang di hati.
Ketenangan hati membantu,
Membersihkan kekusutan batin.

Pada 9
Mangkono mungguh ingsun,
ananging ta sarehne asnafun,
beda-beda panduk panduming dumadi,
sayektine nora jumbuh,
tekad kang padha linakon.

Artinya

Begitulah menurut ku,


Tetapi karena orang itu berbeda-beda,
Beda pula garis pembagian nasib,
Sebenarnya tidak cocok,
Tekad yang pada dijalankan itu.

Pada 10
Nanging ta paksa tutur,
rehning tuwa tuwase mung catur,
bok lumuntur lantaraning reh utami,
sing sapa temen tinemu,
nugraha geming Kaprabon.

Artinya

Namun terpaksa bertutur,


Karena sudah tua kewajibannya menasehati,
Siapa tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah laku utama,
Barang siapa bersungguh-sungguh mendapatkan,
Anugrah kemuliaan dan kehormatan.
Pada 11
Samengko sembah kalbu,
yen lumintu uga dadi laku,
laku agung kang kagungan Narapati,
patitis tetesing kawruh,
meruhi marang kang momong.

Artinya

Berikutnya sembah kalbu,


Jika berkesinambungan juga menjadi olah,
Olah tingkat tinggi yang dimiliki Raja,
Tujuan ajaran ilmu ini,
Memahami yang mengasuh diri (guru sejati/pancer).

Pada 12
Sucine tanpa banyu,
mung nyenyuda mring ersuasi kalbu,
pambukane tata, titi, ngati-ati
atetetp talaten atul,
tuladhan marang waspaos.

Artinya

Bersucinya tidak menggunakan air


Hanya menahan nafsu di hati
Dimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-hati
Teguh, sabar dan tekun,menjadi watak dasar,
Teladan bagi sikap waspada.

Pada 13
Mring jatining pandulu,
panduk ing ndon dedalan satuhu,
lamun lugu ersuasi reh maligi,
lageane tumalawung,
wenganing alam kinaot.

Artinya

Alam penglihatan yang sejati,


Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar,
Biarpun sederhana tatalakunya dibutuhkan konsentrasi,
Sampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan,
Itulah terbukanya “alam lain”
Pada 14
Yen wus kambah kadyeku,
sarat sareh saniskareng laku,
kalakone saka eneng, ening, eling,
Ilanging rasa tumlawung,
kono adile Hyang Manon.

Artinya

Bila telah mencapai seperti itu,


Saratnya sabar segala tingkah laku,
Berhasilnya dengan cara membangun kesadaran, mengheningkan cipta, pusatkan fikiran
kepada Tuhan,
Dengan hilangnya rasa sayup-sayup,
Di situlah keadilan Tuhan terjadi.

Pada 15
Gagare ngunggar kayun,
tan kayungyun mring ayuning kayun,
bangsa anggit yen ginigit nora dadi,
Marma den awas den emut,
mring pamurunging lelakon.

Artinya

Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu),


Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati,
Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan gagal,
Maka awas dan ingat lah,
Dengan yang membuat gagal tujuan.

Pada 16
Samengko kang tinutur,
sembah katri kang sayekti katur,
mring Hyang Sukma sukmanen sehari-hari,
arahen dipun kecakup,
sembah ing Jiwa sutengong.

Artinya

Nanti yang diajarkan,


Sembah ketiga yang sebenarnya,
Diperuntukkan kepada Hyang sukma (jiwa) setiap hari,
Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku !

Pada 17
Sayekti luwih prelu,
ingaranan pepuntoning laku,
kalakuan kang tumrap bangsaning batin,
sucine lan Awas Emut,
mring alame alam amot.

Artinya

Sungguh lebih penting,


Yang disebut sebagai ujung jalan spiritual,
Tingkah laku olah batin,
Sucinya dengan awas dan selalu ingat,
Akan alam nan abadi kelak.

Pada 18
Ruktine ngangkah ngukut,
ngiket ngrukut triloka kakukut,
jagad agung gimulung lan jagad cilik,
Den kandel kumandel kulup,
mring kelaping alam kono.

Artinya

Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil,


mengikat, merangkul erat tiga jagad yang dikuasai,
Jagad besar tergulung oleh jagad kecil,
Pertebal keyakinanmu anakku,
Akan kilaunya alam tersebut.

Pada 19
Keleme mawa limut,
kalamatan jroning alam kanyut,
sanyatane iku kanyatan kaki,
Sajatine yen tan emut,
sayekti tan bisa awor.

Artinya
Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”,
Mendapat firasat dalam alam yang menghanyutkan,
Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku,
Sejatinya jika tidak ingat,
Sungguh tak bisa “larut”.

Pada 20
Pamete saka luyut,
sarwa sareh saliring panganyut,
lamun yitna kayitnan kang mitayani,
tarlen mung pribadinipun,
kang katon tinonton kono.

Artinya

Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir dan batin),


Tetap sabar mengikuti “alam yang menghanyutkan”,
Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan ,
Tidak lain hanyalah diri pribadinya,
Yang tampak terlihat di situ.

Pada 21
Nging away salah surup,
kono ana sajatining Urub,
yeku urup pangarep uriping Budi,
sumirat sirat narawung,
kadya kartika katongton.

Artinya

Tetapi jangan salah mengerti,


Di situ ada cahaya sejati,
Ialah cahaya pembimbing, ersua penghidup akal budi,
Bersinar lebih terang dan cemerlang,
Tampak bagaikan bintang.

Pada 22
Yeku wenganing kalbu,
kabukane kang wengku winengku,
wewengkone wis kawengku neng sireki,
nging sira uga kawengku,
mring kang pindha kartika byor.

Artinya

Yaitu membukanya pintu hati,


Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara cahaya/nur dengan jiwa/roh),
Cahaya itu sudah kau (roh) kuasaiTapi kau (roh),
juga dikuasai oleh cahaya,
yang seperti bintang cemerlang.

Pada 23
Samengko ingsun tutur,
gantya sembah ingkang kaping catur,
sembah Rasa karasa rosing dumadi,
dadine wis tanpa tuduh,
mung kalawan kasing Batos.

Artinya

Nanti ingsun ajarkan,


Beralih sembah yang ke empat,
Sembah rasa terasalah hakekat kehidupan,
Terjadinya sudah tanpa petunjuk,
Hanya dengan kesentosaan batin.

Pada 24
Kalamun ersua lugu,
aja pisan wani ngaku-aku,
antuk siku kang mangkono iku kaki,
kena uga wenang muluk,
kalamun wus pada melok.

Artinya

Apabila belum bisa membawa diri,


Jangan sekali-kali berani mengaku-aku,
Mendapat laknat yang demikian itu anakku,
Artinya, seseorang berhak berkata,
Apabila sudah mengetahui dengan nyata.

Pada 25
Meloke ujar iku,
yen wus ilang sumelang ing kalbu,
ersu kandel kumandel ngandel mring takdir,
iku den awas den emut,
den memet yen arsa momot.

Artinya

Menghayati pelajaran ini,


Bila sudah hilang keragu-raguan hati,
Hanya percaya dengan sungguh-sungguh kepada takdir,
Itu harap diwaspadai, diingat,dicermati
Bila ingin menguasai seluruhnya.

Pada 26
Pamoring ujar iku,
kudu santosa ing budi teguh,
sarta sabar tawekal legaweng ati,
trima lila ambeh sadu,
weruh wekasing dumados.

Artinya

Melaksanakan petuah itu,


Harus kokoh pada budi pekertinya teguh,
Serta sabar tawakal lapang dada,
Menerima dan ikhlas apa adanya,
Mengerti kepercayaan yang terjadi.

Pada 27
Sabarang tindak-tanduk,
tumindake lan sakadaripun,
den ngaksama kasisipaning ersua,
sumimpanga ing laku dur,
ersuasiv budi kang ngrodon.

Artinya

Segala perbuatan,
Dilakukan apa adanya,
lalu minta maaf atas kesalahan ersua,
Menjauhlah dari perbuatan tercela,
(dan) watak angkara yang besar.

Pada 28
Dadya wruh iya dudu,
yeku minangka pandaming kalbu,
ersua buka ing kijab bullah agaib,
sesengkeran kang sinerung,
dumunung telenging batos.

Artinya

Sehingga tahu baik dan buruk,


Demikian itu sebagai ketetapan hati,
Yang membuka penghalang/tabir antara ersua dan Tuhan,
Tersimpan dalam rahasia,
Terletak di dalam batin.

Pada 29
Rasaning urip iku
krana momor pamoring sawujud,
wujuddullah sumrambah ngalam sakalir,
lir manis kalawan madu,
endi arane ing kono.

Artinya

Rasa hidup itu,


Dengan cara manunggal dalam satu wujud,
Wujud Tuhan meliputi alam semesta,
bagaikan rasa manis dengan madu.,
Begitulah ungkapannya.

Pada 30
Endi manis endi madu,
yen wis bisa nuksmeng pasang semu,
pasamaoning hebing kang Maha Suci,
kasikep ing tyas kacakup,
kasat mata lair batos.

Artinya

Mana manis mana madu,


Apabila sudah bisa menghayati gambaran itu,
Bagaimana pengertian sabda Tuhan,
Hendaklah digenggam di dalam hati,
Sudah jelas dipahami secara lahir dan batin.

Pada 31
Ing batin tan keliru,
kedhap kilap liniling ing kalbu,
kang minangka colok celaking Hyang Widi,
widadaning budi sadu,
pandak panduking liru nggon.

Artinya

Dalam batin tak keliru,


Segala cahaya indah dicermati dalam hati,
Yang menjadi petunjuk dalam memahami hakekat Tuhan, Selamatnya karena budi
(bebuden) yang jujur (hilang nafsu), Agar dapat merasuk beralih “tempat”.

Pada 32
Nggonira mrih tulus,
kalaksitaning reh kang rinuruh,
ngayanira mrih wikal warananing gaib,
paranta lamun tan weruh,
sasmita jatining endhog.

Artinya

Agar usahamu berhasil,


Dapat menemukan apa yang dicari,
Upayamu agar dapat melepas penghalang kegaiban,
Apabila kamu tidak paham maka lihatlah,
Tentang bagaimana terjadinya telur.

Pada 33
Putih lan kuningpun,
lamun arsa titah teka mangsul,
dene nora mantra-mantra yen ing lair,
bisa aliru wujud,
kadadeyane ing kono.

Artinya

Putih dan kuningnya,


Bila akan mewujud (menetas),
Wujud datang berganti,
Tak disangka-sangka bila kelahirannya,
Dapat berganti wujud,
Kejadiannya di situ.

Pada 34
Istingarah tan metu,
lawan istingarah tan lumebu,
dene ing njro wekasane dadi njawi,
raksana kang tuwajuh,
aja kongsi kabasturon.

Atinya

Dipastikan tidak keluar,


Juga tidak masuk,
Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di luar,
Rasakan sunguh-sungguh,
Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami.

Pada 35
Karana yen kebanjur,
kajantaka tumekeng ersua,
tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi,
dadi wong ina tan wruh,
dheweke den anggep dhayoh.

Artinya

Karena jika terlanjur,


Kajantaka tumekeng ersua,
Tanpa tuwas kalau sia-sia dalam kejadian,
Jadi orang hina tapi mengerti,
Dia di anggap dhayoh

Anda mungkin juga menyukai