Serat Wedhatama adalah Sastra tembang atau kidungan jawa karya Mangkunegara IV Wedhatama
(berasal dalam bahasa Jawa; Wredhatama) yang berarti serat (tulisan/karya) wedha (Ajaran) tama
(keutamaan/utama). Serat Wedhatama terbagi menjadi 5 pupuh yaitu : pangkur, sinom, pucung,
gambuh dan kinanthi.
Nah, kali ini HuWagu akan membahas tentang Pupuh Gambuh, yang terdiri dari 35 pada (bait). Dalam
Pupuh Gambuh mengajarkan untuk mengungkapkan limpahan anugerah Tuhan YME harus ditebus
dengan penghayatan mutlak, didasarkan pada kesucian batin, menjauhkan diri dari watak angkara
murka (sifat egois yang berlebih-lebihan), serta ketekunan melakukan sembahyang. Langsung saja kita
simak pupuh gambuh dan terjemahan bebasnya serta gancarannya berikut ini.
Pada 1
Kelak saya bertutur, Empat macam sembah supaya dilestarikan; Pertama; sembah raga, kedua; sembah
cipta, ketiga; sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa, anakku ! Di situlah akan bertemu dengan
pertanda anugrah Tuhan.
Pada 2
Sembah raga adalah Perbuatan orang yang lagi magang “olah batin” Menyucikan diri dengan sarana
air,Yang sudah lumrah misalnya lima waktu Sebagai rasa menghormat waktu
Pada 3
Inguni-uni ersua,
sinarawung wulang kang sinerung,
lagi iki bangsa kas ngetok-ken anggit,
mintoken kawignyanipun,
sarengate elok-elok.
Zaman dahulu belumpernah dikenal ajaran yang penuh tabir,Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil
rekaan,memamerkan ke-bisa-an nya amalannya aneh aneh
Pada 4
Kadang seperti santri “Dul” (gundul)Bila tak salah, seperti santri wilayah selatanSepanjang Pacitan tepi
pantaiRibuan orang yang percaya. Asal-asalan dalam berucap
Pada 5
Keburu ingin tahu,cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan,Menanti-nanti besar keinginan (mendapatkan
anugrah) namun gelap mataOrang tidak paham yang demikian ituNalarnya sudah salah kaprah
Pada 6
Bila zaman dahulu,Tertib teratur runtut harmonissariat tidak dicampur aduk dengan olah batin, jadi
tidak membuat bingung bagi yang menyembah Tuhan
Pada 7
Pada 8
Badan, otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya menjadi segar,Mempengaruhi darah, membuat
tenang di hati.Ketenangan hati membantu Membersihkan kekusutan batin
Pada 9
Begitulah menurut ku !Tetapi karena orang itu berbeda-beda,Beda pula garis nasib dari
Tuhan.Sebenarnya tidak cocok tekad yang pada dijalankan itu
Pada 10
Namun terpaksa ersua nasehatKarena sudah tua kewajibannya hanya ersua petuah.Siapa tahu dapat
lestari menjadi pedoman tingkah laku utama.Barang siapa bersungguh-sungguh akan mendapatkan
anugrah kemuliaan dan kehormatan.
Pada 11
Pada 12
Bersucinya tidak menggunakan airHanya menahan nafsu di hatiDimulai dari perilaku yang tertata, teliti
dan hati-hati (eling dan waspada)Teguh, sabar dan tekun,semua menjadi watak dasar,Teladan bagi sikap
waspada.
Pada 13
Alam penglihatan yang sejati,Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar.Biarpun sederhana
tatalakunya dibutuhkan konsentrasiSampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan
Itulah, terbukanya “alam lain”
Pada 14
Bila telah mencapai seperti itu,Saratnya sabar segala tingkah laku.Berhasilnya dengan cara;Membangun
kesadaran, mengheningkan cipta, pusatkan fikiran kepada ersua Tuhan. Dengan hilangnya rasa sayup-
sayup, di situlah keadilan Tuhan terjadi. (jiwa memasuki alam gaib rahasia Tuhan)
Pada 15
Gagare ngunggar kayun,
tan kayungyun mring ayuning kayun,
bangsa anggit yen ginigit nora dadi,
Marma den awas den emut,
mring pamurunging lelakon.
Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu)Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati, Jika
merasakan keinginan yang tidak-tidak akan gagal.Maka awas dan ingat lahdengan yang membuat gagal
tujuan
Pada 16
Nanti yang diajarkanSembah ketiga yang sebenarnya diperuntukkan kepada Hyang sukma
(jiwa).Hayatilah dalam kehidupan sehari-hari Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku !
Pada 17
Sungguh lebih penting, yangdisebut sebagai ujung jalan spiritual,Tingkah laku olah batin, yakni menjaga
kesucian dengan awas dan selalu ingat akan alam nan abadi kelak.
Pada 18
Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil, mengikat, merangkul erat tiga jagad yang
dikuasai.Jagad besar tergulung oleh jagad kecil,Pertebal keyakinanmu anakku !Akan kilaunya alam
tersebut.
Pada 19
Keleme mawa limut,
kalamatan jroning alam kanyut,
sanyatane iku kanyatan kaki,
Sajatine yen tan emut,
sayekti tan bisa awor.
Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”,Mendapat firasat dalam alam yang
menghanyutkan,Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku !Sejatinya jika tidak ingat Sungguh tak bisa
“larut”
Pada 20
Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir dan batin)Tetap sabar mengikuti “alam yang
menghanyutkan”Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan tidak lain hanyalah diri pribadinya yang
tampak terlihat di situ
Pada 21
Tetapi jangan salah mengerti Di situ ada cahaya sejati Ialah cahaya pembimbing, ersua penghidup akal
budi.Bersinar lebih terang dan cemerlang,tampak bagaikan bintang
Pada 22
Yaitu membukanya pintu hati Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara cahaya/nur dengan
jiwa/roh).Cahaya itu sudah kau (roh) kuasaiTapi kau (roh) juga dikuasai oleh cahaya yang seperti
bintang cemerlang.
Pada 23
Pada 24
Apabila belum bisa membawa diri,Jangan sekali-kali berani mengaku-aku,mendapat laknat yang
demikian itu anakku !Artinya, seseorang berhak berkata apabila sudah mengetahui dengan nyata.
Pada 25
Menghayati pelajaran iniBila sudah hilang keragu-raguan hati.Hanya percaya dengan sungguh-sungguh
kepada takdiritu harap diwaspadai, diingat,dicermati bila ingin menguasai seluruhnya.
Pada 26
Melaksanakan petuah ituHarus kokoh budipekertinyaTeguh serta sabartawakal lapang dada Menerima
dan ikhlas apa adanya sikapnya dapat dipercaya Mengerti “sangkan paraning dumadi”.
Pada 27
Sabarang tindak-tanduk,
tumindake lan sakadaripun,
den ngaksama kasisipaning ersua,
sumimpanga ing laku dur, ersuasiv budi kang ngrodon.
Segala tindak tandukdilakukan ala kadarnya, ersua maaf atas kesalahan ersua,menghindari perbuatan
tercela,(dan) watak angkara yang besar.
Pada 28
Sehingga tahu baik dan buruk,Demikian itu sebagai ketetapan hati,Yang membuka
penghalang/tabir antara ersua dan Tuhan,Tersimpan dalam rahasia,Terletak di dalam batin.
Pada 29
Rasa hidup itudengan cara manunggal dalam satu wujud,Wujud Tuhan meliputi alam semesta,bagaikan
rasa manis dengan madu. Begitulah ungkapannya.
Pada 30
Mana manis mana madu,apabila sudah bisa menghayati gambaran itu,Bagaimana pengertian sabda
Tuhan,Hendaklah digenggam di dalam hati, sudah jelas dipahami secara lahir dan batin.
Pada 31
Ing batin tan keliru,
kedhap kilap liniling ing kalbu,
kang minangka colok celaking Hyang Widi,
widadaning budi sadu,
pandak panduking liru nggon.
Dalam batin tak keliru, Segala cahaya indah dicermati dalam hati, Yang menjadi petunjuk dalam
memahami hakekat Tuhan, Selamatnya karena budi (bebuden) yang jujur (hilang nafsu), Agar dapat
merasuk beralih “tempat”.
Pada 32
Agar usahamu berhasil, Dapat menemukan apa yang dicari, upayamu agar dapat melepas penghalang
kegaiban, Apabila kamu tidak paham ; lihatlah tentang bagaimana terjadinya telur.
Pada 33
Putih dan kuningnya, bila akan mewujud (menetas), wujud datang berganti, tak disangka-sangka, bila
kelahirannya dapat berganti wujud, Kejadiannya di situ !
Pada 34
Dipastikan tidak keluar, juga tidak masuk, Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di luar, Rasakan
sunguh-sungguh, Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami.
Pada 35
Karana yen kebanjur,
kajantaka tumekeng ersua,
tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi,
dadi wong ina tan wruh,
dheweke den anggep dhayoh.
Sebab apabila sudah terlanjur, akan tak tenang sepanjang hidup, tidak ada gunanya bila kelak mati,
Menjadi orang hina yang bodoh, dirinya sendiri malah dianggap tamu.
SERAT WEDHATAMA
Bag-2
TEMBANG GAMBUH
TEMBANG Kinanthi
Tembang Gambuh anduweni arti tambuh, embuh, gambuh, jumbuh, lan tembung kang awanda
mbuh.
Tembang Gambuh kui ngggambarake watak pawongan kang sansaya diwasa. Tembang iki
menehi pitutur marang anak putu, patrap lan pangucap bisa nyawiji tur urip ayem tenterem.
Pada 1
Samengko ingsun tutur,
Sembah catur supaya lumuntur,
Dihin raga, cipta jiwa, rasa, kaki,
Ing kono lamun tinemu,
Tandha nugrahing Manon.
Artinya
Pada 2
Sembah raga punika,
Pakartine wong amagang laku,
Susucine asarana saking warih,
kang wus lumrah limang wektu,
wantu wataking wawaton.
Artinya
Pada 3
Inguni-uni ersua,
Sinarawung wulang kang sinerung,
lagi iki bangsa kas ngetok-ken anggit,
mintoken kawagnyanipun,
sarengate elok-elok.
Artinya
Pada zaman dahulu,
Belum pernah dikenal ajaran yang penuh tabir,
Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil rekaan,
Memamerkan kebiasaannya,
amalannya aneh-aneh.
Pada 4
Thithik kaya santri Dul,
Gajeg kaya santri brahi kidul,
Saurute Pacitan pinggir pasisir,
Ewon wong kang padha nggugu,
Anggere guru nyalemong.
Artinya
Pada 5
Kasusu arsa weruh,
cahyaning Hyang kinira yen karuh,
ngarep-arep urup arsa den kurebi,
Tan wruh kang mangkoko iku,
akale keliru enggon.
Artinya
Pada 6
Yen ta jaman rumuhun,
tata titi tumrah tumaruntun,
bangsa srengat tan winor lan laku batin,
dadi ora gawe bingung,
kang padha nembah Hyang Manon.
Artinya
Pada 7
Lire sarengat iku,
kena uga ingaranan laku,
dihin ajeg kapindhone ataberi,
pakolehe putraningsun,
nyenyeger badan mwih kaot.
Artinya
Pada 8
Wong seger badanipun,
otot daging kulit balung sungsum,
tumrah ing rah memarah antenging ati,
antenging ati nunungku,
angruwat ruweting batos.
Artinya
Pada 9
Mangkono mungguh ingsun,
ananging ta sarehne asnafun,
beda-beda panduk panduming dumadi,
sayektine nora jumbuh,
tekad kang padha linakon.
Artinya
Pada 10
Nanging ta paksa tutur,
rehning tuwa tuwase mung catur,
bok lumuntur lantaraning reh utami,
sing sapa temen tinemu,
nugraha geming Kaprabon.
Artinya
Artinya
Pada 12
Sucine tanpa banyu,
mung nyenyuda mring ersuasi kalbu,
pambukane tata, titi, ngati-ati
atetetp talaten atul,
tuladhan marang waspaos.
Artinya
Pada 13
Mring jatining pandulu,
panduk ing ndon dedalan satuhu,
lamun lugu ersuasi reh maligi,
lageane tumalawung,
wenganing alam kinaot.
Artinya
Artinya
Pada 15
Gagare ngunggar kayun,
tan kayungyun mring ayuning kayun,
bangsa anggit yen ginigit nora dadi,
Marma den awas den emut,
mring pamurunging lelakon.
Artinya
Pada 16
Samengko kang tinutur,
sembah katri kang sayekti katur,
mring Hyang Sukma sukmanen sehari-hari,
arahen dipun kecakup,
sembah ing Jiwa sutengong.
Artinya
Pada 17
Sayekti luwih prelu,
ingaranan pepuntoning laku,
kalakuan kang tumrap bangsaning batin,
sucine lan Awas Emut,
mring alame alam amot.
Artinya
Pada 18
Ruktine ngangkah ngukut,
ngiket ngrukut triloka kakukut,
jagad agung gimulung lan jagad cilik,
Den kandel kumandel kulup,
mring kelaping alam kono.
Artinya
Pada 19
Keleme mawa limut,
kalamatan jroning alam kanyut,
sanyatane iku kanyatan kaki,
Sajatine yen tan emut,
sayekti tan bisa awor.
Artinya
Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”,
Mendapat firasat dalam alam yang menghanyutkan,
Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku,
Sejatinya jika tidak ingat,
Sungguh tak bisa “larut”.
Pada 20
Pamete saka luyut,
sarwa sareh saliring panganyut,
lamun yitna kayitnan kang mitayani,
tarlen mung pribadinipun,
kang katon tinonton kono.
Artinya
Pada 21
Nging away salah surup,
kono ana sajatining Urub,
yeku urup pangarep uriping Budi,
sumirat sirat narawung,
kadya kartika katongton.
Artinya
Pada 22
Yeku wenganing kalbu,
kabukane kang wengku winengku,
wewengkone wis kawengku neng sireki,
nging sira uga kawengku,
mring kang pindha kartika byor.
Artinya
Pada 23
Samengko ingsun tutur,
gantya sembah ingkang kaping catur,
sembah Rasa karasa rosing dumadi,
dadine wis tanpa tuduh,
mung kalawan kasing Batos.
Artinya
Pada 24
Kalamun ersua lugu,
aja pisan wani ngaku-aku,
antuk siku kang mangkono iku kaki,
kena uga wenang muluk,
kalamun wus pada melok.
Artinya
Pada 25
Meloke ujar iku,
yen wus ilang sumelang ing kalbu,
ersu kandel kumandel ngandel mring takdir,
iku den awas den emut,
den memet yen arsa momot.
Artinya
Pada 26
Pamoring ujar iku,
kudu santosa ing budi teguh,
sarta sabar tawekal legaweng ati,
trima lila ambeh sadu,
weruh wekasing dumados.
Artinya
Pada 27
Sabarang tindak-tanduk,
tumindake lan sakadaripun,
den ngaksama kasisipaning ersua,
sumimpanga ing laku dur,
ersuasiv budi kang ngrodon.
Artinya
Segala perbuatan,
Dilakukan apa adanya,
lalu minta maaf atas kesalahan ersua,
Menjauhlah dari perbuatan tercela,
(dan) watak angkara yang besar.
Pada 28
Dadya wruh iya dudu,
yeku minangka pandaming kalbu,
ersua buka ing kijab bullah agaib,
sesengkeran kang sinerung,
dumunung telenging batos.
Artinya
Pada 29
Rasaning urip iku
krana momor pamoring sawujud,
wujuddullah sumrambah ngalam sakalir,
lir manis kalawan madu,
endi arane ing kono.
Artinya
Pada 30
Endi manis endi madu,
yen wis bisa nuksmeng pasang semu,
pasamaoning hebing kang Maha Suci,
kasikep ing tyas kacakup,
kasat mata lair batos.
Artinya
Pada 31
Ing batin tan keliru,
kedhap kilap liniling ing kalbu,
kang minangka colok celaking Hyang Widi,
widadaning budi sadu,
pandak panduking liru nggon.
Artinya
Pada 32
Nggonira mrih tulus,
kalaksitaning reh kang rinuruh,
ngayanira mrih wikal warananing gaib,
paranta lamun tan weruh,
sasmita jatining endhog.
Artinya
Pada 33
Putih lan kuningpun,
lamun arsa titah teka mangsul,
dene nora mantra-mantra yen ing lair,
bisa aliru wujud,
kadadeyane ing kono.
Artinya
Pada 34
Istingarah tan metu,
lawan istingarah tan lumebu,
dene ing njro wekasane dadi njawi,
raksana kang tuwajuh,
aja kongsi kabasturon.
Atinya
Pada 35
Karana yen kebanjur,
kajantaka tumekeng ersua,
tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi,
dadi wong ina tan wruh,
dheweke den anggep dhayoh.
Artinya