Anda di halaman 1dari 17

pISSN : 2301 - 8968

JEKT ♦ 11 [1] : 1-7


eISSN : 2303 - 0186

Pengaruh Efisiensi Energi Listrik pada Sektor Industri dan


Komersial
terhadap Permintaan Listrik di Indonesia

Dini Mulyani1
Djoni Hartono2
1.
Balai Pengujian Mutu Barang, Direktorat Standardisasi
dan Pengendalian Mutu, Kementerian Perdagangan –
Republik Indonesia
2.
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
– Universitas Indonesia

ABSTRAK
Konsumsi atau penggunaan listrik yang efektif dan efisien adalah salah satu perhatian utama
pemerintah Indonesia. Konsumsi listrik Indonesia telah berkembang pesat dalam satu dekade
terakhir. Diperkirakan total konsumsi listrik akan terus tumbuh dengan tingkat pertumbuhan
yang lebih cepat. Oleh karena itu, diperlukan tindakan nyata dari sisi permintaan melalui
efisiensi konsumsi listrik. Penelitian ini menggunakan pendekatan panel dinamis pada data
panel dari 31 provinsi di Indonesia selama periode 20.014-2.013. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kebutuhan listrik agregat dapat dikurangi melalui efisiensi konsumsi listrik di sektor
industri dan komersial. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa PDRB riil, populasi, dan
perubahan struktur ekonomi memiliki dampak positif dan signifikan terhadap permintaan
listrik. Di sisi lain, pengaruh harga listrik pada permintaan listrik tidak signifikan secara
statistik. .

Kata kunci : agroindusti, pajak ekspor, PDB, CGE

Indonesia Agroindustry Growth Acceleration


through Export Tax Policy: CGE Comparative
Static Model

ABSTRACT
Effective and efficient electricity consumption is one of the main concerns of Indonesian
government. Indonesian electricity consumption has been growing rapidly in the last decade.
It is predicted that total electricity consumption will continue grow with faster growth rate.
Therefore, immediate actions on the demand side arenecessary through electricity consumption
efficiency. The study employs a dynamic panel approach on the panel data of 31 provinces in
Indonesia during the period 20014-2013. The results suggest that aggregate electricity demand
can be reduced through efficiency on electricity consumption in industrial and commercial
sector. The study also reveals that real GRDP, population, and changes in the economic
structure have a positive and significant impact on the electricity demand. On the other hand,
the effect of real electricity price on electricity demand is not statistically significant.
Keywords : agroindustry, export tax, GDP, CGE
JEL: C68, F43, L52, Q17

PENDAHULUAN telah dimanfaatkan secara luas sebagai input


bagi keberlangsungan bermacam bentuk
Latar Belakang aktivitas sosial ekonomi di berbagai sektor,
Dalam kehidupan modern saat ini, listrik baik untuk kebutuhan konsumsi maupun
sudah berkembang menjadi kebutuhan pokok dalam kegiatan produksi dan distribusi. Oleh
yang harus dipenuhi. Dewasa ini, listrik karena peran strategisnya, listrik dianggap

1
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN VOL. 11 NO.1 FEBRUARI 2018

Gambar 1. Penyediaan Tenaga Listrik dan Konsumsi Listrik di Indonesia

sebagai tulang punggung bagi kesejahteraan Hal ini tentunya akan mengganggu aktivitas
dan kemajuan perekonomian, serta sebagai perekonomian dikarenakan kebutuhan listrik
mesin pertumbuhan, baik dalam tingkat di berbagai sektor pengguna tidak dapat
domestik maupun global (Alter dan Syed, tercukupi secara optimal. Oleh sebab itu,
2011). International Energy Agency (IEA) pertumbuhan pemakaian energi listrik harus
menyebutkan bahwa energi, terutama listrik, dapat dikelola dengan baik. Hal tersebut
memainkan peran yang amat penting dalam dilakukan untuk menjaga keseimbangan
mendukung pembangunan sosial ekonomi di antara penyediaan pasokan listrik dengan
suatu negara (IEA, 2010). pertumbuhan permintaan listrik, sehingga
Seiring pertambahan jumlah penduduk, kesinambungan pasokan listrik lebih terjamin
pertumbuhan ekonomi, serta peningkatan guna menunjang perekonomian nasional.
berbagai aktivitas dan penggunaan sarana Berkaitan dengan pengelolaan energi,
kehidupan yang membutuhkan listrik, kebijakan energi nasional disusun dengan
maka pemakaian energi listrik akan terus tujuan yaitu tercapainya ketahanan
mengalami peningkatan. Gambar 1.1 energi. Guna mencapai ketahanan energi,
memperlihatkan tren konsumsi listrik di terdapat dua pilar kebijakan energi utama
Indonesia, menunjukkan peningkatan yang yang ditempuh, yakni manajemen di sisi
cukup pesat setiap tahunnya dalam periode penyediaan (Supply Side Management atau
2004-2014. Konsumsi listrik nasional pada SSM) dan manajemen di sisi permintaan
tahun 2004 yaitu sebesar 100,1 terawatt hours (Demand Side Management atau DSM).
(TWh) dan meningkat mencapai 198,6 TWh di Dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan
tahun 2014, sehingga dalam periode tersebut Nasional (RUKN) 2015-2034 yang disusun
terjadi kenaikan konsumsi listrik sebesar oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya
98,4% dengan rata-rata pertumbuhan 7,2% Mineral (KESDM), untuk mengoptimalisasi
per tahun. Gambar 1.1 juga memperlihatkan penyediaan dan pemanfaatan energi listrik,
bahwa dalam rentang waktu tahun 2004- selain diperlukan SSM, yaitu dengan terus
2010 pertumbuhan kapasitas pembangkit melakukan upaya peningkatan pada sisi
cenderung lambat dan baru mulai tampak suplai, juga perlu menitikberatkan pada
peningkatannya setelah tahun 2010. Dalam DSM, yakni melalui upaya pengendalian
periode tahun 2010-2014 pertumbuhan rata- pertumbuhan permintaan listrik dari sisi
rata kapasitas pembangkit listrik berkisar konsumen (KESDM, 2015). Program DSM
6,5% per tahun. Sementara kapasitas total dapat dilakukan dengan cara penghematan
pembangkit yang ada hingga tahun 2014 (efisiensi) penggunaan listrik antara lain
adalah 53,6 gigawatt (GW). melalui pengelolaan perilaku konsumsi,
Permintaan listrik yang tidak diimbangi penggunaan teknologi peralatan yang hemat
oleh suplai listrik yang memadai akan energi, desain gedung hemat energi (low
berdampak pada kurangnya pasokan listrik. energy building design), dan lain-lain.

2
Pengaruh Efisiensi Energi Listrik pada Sektor Industri dan Komersial: [Dini Mulyani, Djoni Hartono]

Gambar 1. Penyediaan Tenaga Listrik dan Konsumsi Listrik di Indonesia

Efisiensi energi listrik dari sisi permintaan dan Malaysia, serta sedikit di bawah rata-
dapat menjadi solusi terbaik dalam mengatasi rata negara-negara ASEAN, bahkan jauh
masalah ketersediaan (krisis) listrik. Hal tertinggal dibandingkan Brunei Darussalam
tersebut mengingat konsumsi listrik yang dan Singapura dalam hal pemanfaatan energi
masih dibiarkan meningkat dengan cepat listrik yang efisien.
selama ini. Sementara upaya peningkatan dari Dalam upaya melaksanakan efisiensi energi,
sisi penyediaan dalam implementasinya sulit pemerintah telah mengeluarkan Keputusan
untuk terealisasi tepat waktu. Hal ini karena Presiden (Keppres) No.10 tahun 2005 tentang
sebagai bentuk energi sekunder, pembangkit hemat energi dan Peraturan Pemerintah
listrik merupakan salah satu elemen utama (PP) No.70 tahun 2009 tentang konservasi
yang menyerap investasi tinggi (highly energi. Kebijakan tersebut dimaksudkan
capital intensive) dan memakan waktu untuk meningkatkan penggunaan energi
relatif lama hingga bisa dioperasionalkan. secara efisien dan rasional tanpa mengurangi
Dengan melaksanakan kebijakan efisiensi kuantitas energi yang memang benar-benar
energi di bidang ketenagalistrikan serta diperlukan. Namun, kebijakan efisiensi
adanya penghematan di sisi konsumen, tentu energi belum memperoleh hasil yang
turut mengurangi tenaga listrik yang harus maksimal dikarenakan harga listrik yang
disediakan/dibangkitkan. Penghematan relatif murah pada saat itu. Skema subsidi
pemakaian listrik sebesar 1 megawatt (MW) listrik yang berlaku saat itu adalah kebijakan
sama artinya telah membangun pembangkit subsidi konsumen diperluas, dengan seluruh
listrik baru berkapasitas 1 MW. kelompok pelanggan yang tarif listriknya
Berdasarkan laporan ASEAN Center for di bawah biaya pokok produksi (BPP)
Energy (ACE) 2013, menyebutkan bahwa mendapatkan subsidi tanpa mempedulikan
Indonesia merupakan salah satu negara status kelompok pelanggan tersebut.
yang memiliki potensi sangat besar untuk Guna mengurangi beban subsidi listrik yang
melakukan penghematan energi listrik akibat semakin membengkak dan untuk mendorong
tingkat pemborosan yang relatif tinggi selama subsidi yang lebih tepat sasaran, sejak tahun
ini. Indonesia mengalami pertumbuhan 2013, Pemerintah telah melakukan penyesuaian
konsumsi energi listrik yang cenderung boros tarif tenaga listrik secara bertahap, sehingga
dan tidak produktif. Hal tersebut ditandai tarif yang berlaku akan diterapkan sesuai
dengan perbandingan Gross Domestic harga keekonomiannya. Penghapusan subsidi
Product (GDP) per kapita terhadap konsumsi listrik tersebut dilakukan terhadap seluruh
listrik per kapita yang masih relatif rendah. golongan pelanggan yang mengonsumsi
Gambar 1.2 memperlihatkan hubungan energi listrik dalam jumlah (skala) besar
antara GDP per kapita dengan konsumsi . Di tengah kenaikan harga listrik akibat
listrik per kapita, yang terlihat bahwa posisi pengurangan/penghapusan subsidi, isu
Indonesia masih berada di bawah Thailand efisiensi energi listrik semakin menjadi topik

3
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 11 No. 1 ▪ FEBRUARI 2018

hangat di kalangan pelaku industri dan usaha tenaga listrik, disebutkan pula agar
komersial karena beban pengeluaran untuk bangunan gedung pemerintah melaksanakan
konsumsi listrik yang semakin meningkat penghematan pemakaian tenaga listrik.
(Hemat Energi, Maret 2015). Agar kenaikan Pemerintah akan terus mendorong sektor
tarif listrik ini tidak membebani sektor-sektor industri untuk dapat bersaing secara global.
pelanggan tersebut, maka langkah-langkah Hal ini mengingat perannya yang amat penting
efisiensi energi dapat menjadi salah satu sebagai leading sector dalam mendorong
solusi penting untuk dilaksanakan. pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu
Dalam upaya peningkatan efisiensi caranya dengan meningkatkan efisiensi
energi, selain mendorong pertumbuhan energi di sektor tersebut. Jika sektor industri
ekonomi, Indonesia juga harus mengurangi melakukan langkah-langkah penghematan
pertumbuhan konsumsi energi, bahwa hal energi, maka beban pengeluaran energi listrik
tersebut menuntut peran berbagai pihak dapat berkurang. Dengan demikian biaya
secara luas, terutama sektor-sektor yang produksi bisa ditekan dan daya saing produk
mengonsumsi energi dalam skala besar . Pada dapat dipertahankan . Begitu pun dengan
PP No.70 tahun 2009 disebutkan bahwa bagi sektor komersial yang memiliki potensi besar
pengguna energi lebih dari atau sama dengan untuk melakukan penghematan energi listrik.
6000 tonne of oil equivalent (toe) atau setara Berdasarkan data Handbook of Energy and
dengan 21 gigawatt hours (GWh) per tahun Economic Statistics of Indonesia (Pusdatin
diwajibkan melaksanakan audit energi secara ESDM, 2014), listrik merupakan jenis energi
berkala. Audit energi tersebut dilaksanakan final yang paling banyak dikonsumsi pada
untuk mengidentifikasi peluang penghematan sektor komersial, yaitu mencapai sekitar 78%
energi serta memberikan rekomendasi dengan kecenderungan semakin meningkat
bagaimana mengelola penggunaan energi setiap tahunnya.
agar lebih efisien. Dengan jenis dan tipe industri yang begitu
Jika diklasifikasikan, terdapat tiga sektor beragam, maka efisiensi energi pada sektor
utama yang menjadi pengguna energi industri terutama sangat bergantung pada
listrik, yakni sektor rumah tangga, industri, peralatan dan teknologi yang digunakan
dan komersial (bisnis, sosial, dan gedung dalam proses produksi. Sementara bagi
pemerintah). Di antara ketiga sektor tersebut, pengguna energi di sektor komersial, potensi
sektor industri dan komersial adalah pengguna efisiensi amat terkait dengan bangunan
energi listrik berskala besar. Menurut data gedung dan peralatan yang digunakan
Statistik Perusahaan Listrik Negara (PLN) di dalamnya. Walaupun efisiensi energi
2013 (lihat Tabel 1.1), sektor industri dengan pada beberapa jenis usaha komersial dan
jumlah pelanggan hanya berkisar 0,1% dari industri terus mengalami perkembangan dan
total pelanggan, konsumsi listriknya mencapai perbaikan dalam beberapa tahun terakhir,
31,59% dari total konsumsi. Sementara sektor namun masih terdapat banyak potensi
komersial dengan jumlah pelanggan berkisar penghematan energi yang dapat digali. Meski
7% mengonsumsi sekitar 24,69% dari total kedua sektor tersebut telah melakukan upaya-
konsumsi listrik. Efisiensi energi di sektor upaya penghematan energi dan revitalisasi,
industri dan komersial sangatlah penting tetapi secara nasional hasilnya masih belum
karena manfaatnya yang besar. Oleh sebab cukup untuk meredam laju konsumsi listrik.
itu, dalam Peraturan Menteri (Permen) Menurut Badan Pengkajian dan Penerapan
ESDM No. 14 tahun 2012 tentang manajemen Teknologi (BPPT) (2012), kondisi ini terjadi
energi disebutkan bahwa sektor industri dikarenakan penerapan teknologi efisiensi
dan bangunan komersial sangat dianjurkan energi di Indonesia hingga saat ini masih belum
untuk menerapkan sistem manajemen energi seperti yang diharapkan. Terkait hal tersebut,
sebagai upaya melaksanakan efisiensi energi. Pemerintah terus berusaha mempromosikan
Di samping itu, dalam Permen ESDM No. 13 dan mensosialisasikan penerapan efisiensi
tahun 2012 tentang penghematan pemakaian dan konservasi energi, khususnya bagi

4
Pengaruh Efisiensi Energi Listrik pada Sektor Industri dan Komersial: [Dini Mulyani, Djoni Hartono]

Tabel 1. Data Proporsi Jumlah Pelanggan dan Konsumsi Listrik per Jenis Pelanggan Tahun
2015

pengelola industri dan bangunan komersial. ekonomi) sampai level agregat terendah yang
Oleh sebab itu, Pemerintah perlu mengambil dinyatakan dalam unit fisik (satuan konsumsi
langkah-langkah strategis untuk mendorong energi per satuan volume produksi). Indikator
implementasi efisiensi energi listrik di kedua tersebut dapat diterapkan pada tingkat
sektor tersebut dan memformulasikan nasional, regional, atau sektoral dari aktivitas
kebijakan yang tepat dalam upaya pengelolaan ekonomi, baik untuk konsumsi energi primer,
energi listrik dari sisi permintaan. Mengingat maupun konsumsi energi final atau sekunder
efisiensi energi tidak hanya memberikan (Patterson, 1996). Dalam pengertian lain,
keuntungan ekonomi bagi pengguna energi, rasio PDB atau PDRB terhadap pemanfaatan
tetapi juga dapat membantu pemerintah energi (yang merupakan invers dari intensitas
dalam mewujudkan ketahanan energi energi) menggambarkan efisiensi energi suatu
demi kelangsungan pembangunan yang negara atau wilayah.
berkelanjutan. Energy Information Administration
Tujuan penelitian (EIA) menyatakan bahwa meski istilah
Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut, intensitas energi dan efisiensi energi sering
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dipertukarkan, intensitas energi tidak serta
ini adalah mengetahui dan menganalisis merta mencerminkan efisiensi energi yang
pengaruh efisiensi energi listrik di sektor sesungguhnya (EIA, 1996). Hal ini mengingat
industri dan komersial terhadap permintaan intensitas energi dipengaruhi pula oleh
listrik di Indonesia. faktor-faktor lainnya, selain efisiensi energi
TINJAUAN PUSTAKA itu sendiri. Pada level agregasi tertinggi,
Tinjauan Literatur penilaian efisiensi energi dengan melihat
Pengertian dan Definisi Efisiensi Energi indikator intensitas energi berpotensi
Penilaian efisiensi energi pada umumnya dapat menghasilkan kesimpulan yang bias. Sebagai
dilihat dari dua indikator, yaitu elastisitas contoh, pengukuran intensitas energi dengan
energi dan intensitas energi. Elastisitas energi menggunakan data statistik nasional untuk
dapat diukur melalui perbandingan antara beberapa negara anggota G-20 menunjukkan
pertumbuhan konsumsi energi dengan tren penurunan. Penurunan tersebut tidak
pertumbuhan ekonomi (Produk Domestik langsung diartikan terjadinya peningkatan
Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional efisiensi energi, namun bisa saja dikarenakan
Bruto (PDRB)). Sedangkan, intensitas energi adanya faktor perubahan struktur
adalah jumlah energi yang dibutuhkan penggunaan energi dan lain-lain. Semakin
untuk menghasilkan satu satuan unit PDB turun level agregasi, pengaruh faktor struktur
atau PDRB (Dewan Energi Nasional, 2014). penggunaan energi dan faktor lainnya juga
Indikator intensitas energi dapat dibentuk menurun. Pada level agregat terendah,
dari level agregat tertinggi (skala makro indikator intensitas energi yang dinyatakan

5
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 11 No. 1 - FEBRUARI 2018

dalam unit fisik dapat langsung dihubungkan umumnya, industri menggunakan tenaga
dengan teknologi yang digunakan, sehingga penggerak mesin dan peralatan penanganan
semakin mutakhir teknologi akan semakin material (material handling equipment) dalam
efisien penggunaan energinya. proses produksinya (BPPT, 2012). Penggunaan
Menurut Lovins (2005), efisiensi memiliki arti energi di sektor industri sangat bergantung
yang berbeda bagi teknokrat dan ekonom. kepada aktivitas dalam menghasilkan produk.
Bagi para teknokrat, efisiensi berarti rasio Industri menggunakan energi listrik dalam
secara fisik output/input, sedangkan bagi jumlah besar baik pada proses pengolahan
para ekonom, efisiensi berarti alokasi (manufaktur), pengemasan, maupun untuk
secara optimal di antara berbagai alternatif unit-unit pendukungnya. Karena jenis dan
penggunaan. Pelaksanaan efisiensi energi tipe industri yang sangat beragam, maka
akan selalu berkaitan dengan tiga aspek, yaitu efisiensi energi listrik di sektor ini sangat
penggunaan teknologi, perubahan perilaku, tergantung pada peralatan dan teknologi
dan penerapan kebijakan (misalnya penerapan yang digunakan dalam proses produksi.
standar efisiensi energi). Banyak sekali definisi Efisiensi energi listrik di dunia industri
mengenai efisiensi energi, namun menurut dapat dilakukan dengan menerapkan
Bhattacharyya (2011) sebagian besar definisi teknologi yang hemat energi, antara lain
didasarkan pada rasio sederhana antara output melalui revitalisasi atau restrukturisasi
berguna yang dihasilkan terhadap input mesin/peralatan industri, sehingga mesin/
energi yang dibutuhkan dalam suatu proses peralatan sudah tua yang cenderung boros
atau aktivitas. Efisiensi energi didefinisikan energi diganti dengan mesin/peralatan
sebagai pemanfaatan energi secara rasional berteknologi baru yang hemat energi.
dan bijaksana tanpa mengurangi energi yang Efisiensi energi listrik dapat pula berbentuk
benar-benar dibutuhkan dalam menunjang efficiency retrofits, yakni instalasi yang
pembangunan (Departemen ESDM, 2005). sudah ada mengalami perbaikan dengan cara
Definisi ini juga mengandung arti bahwa mengganti komponen-komponen yang tidak
penghematan penggunaan energi yang efisien dengan komponen-komponen yang
berakibat pada terganggunya pembangunan hemat energi. Salah satu contoh penghematan
bukan merupakan efisiensi energi. energi di sektor industri bisa dilakukan
Efisiensi energi listrik secara sektoral lewat efisiensi motor-motor yang digunakan
didefinisikan sebagai rasio antara nilai tambah pada mesin-mesin produksi, yaitu melalui
riil (PDB atau PDRB) sektoral terhadap perbaikan desain dan sistem operasionalnya,
penggunaan energi listrik pada sektor-sektor termasuk penggunaan variable speed drive
yang dimaksud (Lin, 2003; Atakhanova dan yang dapat menyesuaikan kecepatan konversi
Howie, 2007). Efisiensi energi listrik di sektor motor dengan bebannya. Berdasarkan studi
industri bisa diukur melalui rasio antara De Keulenaer et al. (2004) dan Xenergy (1998)
nilai tambah riil sektor industri terhadap dalam Worrell et al. (2009), sekitar 65%
konsumsi listrik pada sektor industri. listrik yang dikonsumsi oleh sektor industri
Begitupula dengan efisiensi energi listrik di digunakan untuk sistem motor. Penerapan
sektor komersial yang dapat diukur dengan motor driven systems dengan efisiensi tinggi
perbandingan antara nilai tambah riil sektor dapat menghemat 30% konsumsi energi
komersial terhadap konsumsi listrik pada hingga 202 TWh/tahun (De Keulenaer et al.,
sektor komersial. Semakin besar nilai rasio 2004) dan lebih dari 100 TWh/tahun pada
tersebut, maka semakin efisien penggunaan tahun 2010 di Amerika Serikat (Xenergy,
energi listrik. 1998).
Efisiensi Energi Listrik di Sektor Industri Teori Efisiensi Produksi serta Hubungannya
Industri manufaktur secara mendasar dengan Efisiensi Energi Listrik dan Konsumsi
merupakan industri yang mengolah secara Listrik
mekanik atau kimia suatu bentuk material Bagi sektor usaha (industri dan komersial),
atau bahan dasar menjadi produk baru. Pada selain tenaga kerja (labor), stok kapital (K)

6
Pengaruh Efisiensi Energi Listrik pada Sektor Industri dan Komersial: [Dini Mulyani, Djoni Hartono]

Gambar 2 Hubungan Penggunaan Kombinasi Input Energi Listrik (E) dan Stok Kapital (K)
dalam Memproduksi Output.

dan energi listrik (E) merupakan input yang (Farrel, 1957).


amat dibutuhkan untuk menghasilkan output Dalam mencapai keseimbangannya, produsen
(barang dan jasa). Dalam perspektif ekonomi, selalu berdasarkan prinsip efisiensi, yaitu
sangatlah penting untuk memproduksi maksimalisasi output (output maximization)
output dengan cara yang efisien. Efisiensi atau minimalisasi biaya (cost minimization).
adalah penggunaan input terbaik dalam Sektor usaha dikatakan menghasilkan produk
memproduksi output. Efisiensi mencakup dua secara optimum apabila sektor usaha tersebut
komponen yaitu efisiensi teknis dan efisiensi dengan jumlah produksi tertinggi dapat
alokatif. Semakin besar rasio output terhadap menghasilkan produk dengan kombinasi
input, maka dapat dikatakan semakin tinggi faktor produksi (input) yang paling rendah
efisiensinya. Dalam konteks ini, efisiensi biayanya (least cost combination). Kondisi
teknis (technical efficiency), yaitukombinasi tersebut tercapai saat garis isocost (ICo)
antara K dan E, yang digunakan untuk bersinggungan dengan kurva isoquant (ISo)
memproduksi sampai tingkat output atau disebut pula sebagai titik keseimbangan
maksimum dari jumlah input dan teknologi. produsen (x*). Di titik persinggungan itu,
Efisiensi teknis mencerminkan kemampuan kombinasi penggunaan kedua faktor produksi
sektor usaha untuk memproduksi pada tingkat (E dan K) akan memberikan hasil output yang
output tertentu dengan menggunakan input maksimum.
minimum pada tingkat teknologi tertentu. Hubungan antara penggunaan kombinasi
Kondisiefisiensi teknis digambarkan oleh input energi listrik (E) dan stok kapital (K)
titik-titik di sepanjang kurva isoquant (IS0). dalam memproduksi output diperlihatkan
Sementara itu, efisiensi alokatif (allocative pada Gambar 2.1. Dalam hal ini, stok
efficiency) adalah kemampuan sektor usaha kapital yang dimaksud mencakup seluruh
untuk mengombinasikan penggunaan input peralatan yang mengonsumsi energi listrik
agar tercapai proporsi yang optimal pada dalam penggunaannya dan juga termasuk
harga input dan teknologi produksi tertentu. bangunan gedung serta berbagai fasilitas
Efisiensi alokatif dapat dicapai melalui pendukungnya. Titik x1 adalah sektor
pemilihan kombinasi input yang dapat usaha yang tidak memungkinkan baginya
meminimumkan biaya produksi. Isocost (ICo) untuk menghasilkan output melalui
adalah garis yang menunjukkan kombinasi pemilihan kombinasi input (E dan K) yang
harga input yang memberikan biaya sama. efisien secara teknis maupun alokatif. Hal
Gabungan kedua efisiensi ini disebut efisiensi tersebut dikarenakan sektor usaha masih
ekonomi (economic efficiency) atau disebut menggunakan teknologi usang pada stok
juga efisiensi total, yang hal tersebut berarti kapitalnya (seperti mesin-mesin dan peralatan
bahwa produk yang dihasilkan, baik secara yang sudah tua serta bangunan gedung yang
teknis maupun ekonomis adalah efisien tidak efisien penggunaan energinya). Dalam

7
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 11 No. 1 ▪ FEBRUARI 2018

kondisi ini, input energi listrik dan stok POP_t = Populasi penduduk pada tahun t
kapital digunakan dengan cara yang tidak e_t = error term
efisien dan boros energi. Sektor usaha dapat Kemudian Persamaan (3.2) merupakan model
memperbaiki tingkat efisiensinya secara yang digunakan pada studi Atakhanova dan
keseluruhan dalam menghasilkan output Howie (2007) untuk mengidentifikasi faktor-
hingga mencapai efisiensi yang optimal bila faktor yang memengaruhi permintaan listrik
menggunakan kombinasi input pada titik x*. agregat serta melihat bagaimana perbedaan
Pada kondisi ini, konsumsi energi listrik akan dampaknya antara sebelum dan setelah
menurun karena penggunaan stok kapital krisis ekonomi, sehingga dalam model yang
yang hemat energi, sehingga sektor usaha diusulkan turut menyertakan variabel dummy
mengonsumsi energi listrik lebih sedikit. krisis tahun 1999. Selanjutnya semua variabel
Kondisi tersebut bisa dicapai apabila sektor dalam model tersebut ditransformasikan
usaha dapat meningkatkan kapitalnya dengan ke dalam bentuk yearly growth rate ().
mengadopsi teknologi baru yang hemat Spesifikasi model yang digunakan, yaitu:
energi serta menerapkan prinsip-prinsip
efisiensi energi dalam aktivitas produksinya. Keterangan:
Contohnya antara lain melalui restrukturisasi Qit = Konsumsi listrik agregat, wilayah i
mesin dan penggunaan peralatan yang hemat pada tahun t
energi, retrofitting gedung, serta penerapan Pit = Harga riil listrik, wilayah i pada
standar manajemen energi agar mencapai x* tahun t
(efisiensi ekonomi). Yit = Gross Regional Product (GRP) riil,
METODE PENELITIAN wilayah i pada tahun t
Spesifikasi Model 〖D99〗_t = Dummy variable untuk krisis
Studi-studi empiris terdahulu yang tahun 1999 dengan nilai 1 (tahun 1999-
membahas tentang determinan konsumsi 2003) dan 0 (tahun 1994-1998)
listrik, menggunakan pendekatan model EIit = Efisiensi energi listrik sektor industri,
berdasarkan fungsi permintaan listrik. wilayah i pada tahun t
Spesifikasi model empiris yang digunakan INDit = Aktivitas sektor industri manufaktur,
dalam penelitian ini merupakan hasil wilayah i pada tahun t
modifikasi dan pengembangan model yang POPit = Populasi penduduk, wilayah i pada
mengacu pada penelitian Lin (2003) serta tahun t
Atakhanova dan Howie (2007). eit = error term
Persamaan (3.1) merupakan model yang Penelitian ini mencoba untuk mengembangkan
digunakan oleh Lin (2003) untuk menjelaskan kedua model tersebut dengan memasukkan
faktor-faktor yang memengaruhi permintaan variabel baru yaitu efisiensi energi listrik
listrik agregat, dengan semua variabel di sektor komersial sebagai independent
ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma variable. Di samping itu, ditambahkan pula
natural. Model tersebut dapat dituliskan variabel aktivitas sektor komersial sebagai
sebagai berikut: proksi dari perubahan struktur ekonomi.
Untuk mengetahui dan menganalisis dampak
dari efisiensi energi listrik di sektor industri
Keterangan: dan komersial, serta faktor-faktor lain yang
Q_t = Konsumsi listrik agregat pada tahun memengaruhi permintaan listrik agregat baik
t di jangka pendek maupun jangka panjang,
P_t = Harga riil listrik pada tahun t digunakan bentuk model panel dinamis.
Y_t = GDP riil pada tahun t Semua variabel ditransformasikan ke dalam
EI_t = Efisiensi energi listrik sektor industri bentuk logaritma natural (Ln), kecuali
pada tahun t variabel aktivitas sektor industri (IND) dan
IND_t = Rasio GDP sektor industri terhadap aktivitas sektor komersial (KOM) yang dalam
GDP total pada tahun t bentuk proporsi (share). Dengan demikian,

8
Pengaruh Efisiensi Energi Listrik pada Sektor Industri dan Komersial: [Dini Mulyani, Djoni Hartono]

model hasil modifikasi yang diusulkan dalam Pendapa- PDRB (atas dasar Mil- BPS
penelitian ini adalah: tan harga konstan iar
(PDRB) tahun 2000) digu- ru-
Riil (Y) nakan untuk men- piah
getahui pertumbu-
han ekonomi suatu
Keterangan: wilayah.
Qit = Konsumsi listrik agregat, provinsi i Efisiensi Rasio PDRB sektor BPS
pada tahun t energi industri manu- dan
Q(it-1)= Lag konsumsi listrik agregat, provinsi i listrik di faktur (atas dasar PT
pada tahun t-1 sektor harga konstan ta- PLN
Pit = Harga riil listrik, provinsi i pada industri hun 2000) terhadap (Per-
tahun t (EI) konsumsi listrik di sero)
Yit = PDRB riil, provinsi i pada tahun t sektor industri.
EIit = Efisiensi energi listrik sektor industri, Efisiensi Rasio PDRB sek- PT
provinsi i pada tahun t energi tor komersial (atas PLN
EKit = Efisiensi energi listrik sektor listrik di dasar harga kon- (Per-
komersial, provinsi i pada tahun t sektor stan tahun 2000) sero)
INDit = Aktivitas sektor industri manufaktur, komersial terhadap konsumsi dan
provinsi i pada tahun t (EK) listrik di sektor BPS
KOMit = Aktivitas sektor komersial, provinsi komersial (bisnis,
i pada tahun t sosial, dan gedung
POPit = Populasi penduduk, provinsi i pada pemerintah).
tahun t Aktivitas Proporsi PDRB sek- % BPS
eit = error term sektor tor industri manu-
industri faktur (non-migas)
Sumber Data dan Definisi Operasional (IND) terhadap total
Variabel PDRB.
Perincian data pada penelitian ini dirangkum Aktivitas Proporsi PDRB sek- % BPS
dalam Tabel 3 dan untuk memudahkan sektor tor komersial (per-
pemahaman terhadap istilah serta variabel komersial dagangan, hotel,
yang digunakan, maka diberikan pula definisi (KOM) dan restoran; komu-
operasional. nikasi; keuangan,
real estate, dan jasa
Tabel 3. Definisi Operasional Variabel perusahaan; serta
jasa-jasa) terhadap
total PDRB.
Variabel Deskripsi Sat- Sum-
uan ber Populasi Jumlah penduduk Juta BPS
pen- yang berada di
Variabel terikat duduk suatu wilayah.
Konsumsi Total jumlah energi PT (POP)
Listrik listrik yang terjual PLN
Agregat di semua sektor (Per-
(Q) pelanggan. sero)
Variabel bebas
Harga Riil Harga listrik ra- Rp/ BPS
Listrik (P) ta-rata per unit dan
KWh dibagi dengan PT
Indeks Harga Kon- PLN
sumen (IHK 2002 = (Per-
100). sero)

9
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 11 No. 1 ▪ FEBRUARI 2018

Individu 31 provinsi di Indonesia, yaitu: melalui penggunaan instrumental variable


NAD, Sumatera Utara, Sumatera (IV) yang tepat.
Barat, Riau, Jambi, Sumatera Se- Pada pendekatan AB-GMM, model
latan, Bengkulu, Lampung, Kep. panel dinamis ditransformasi terlebih
Bangka Belitung, Kep. Riau, DKI dahulu ke dalam bentuk first-difference
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, untuk menghilangkan efek individu dan
DIY, Jawa Timur, Banten, Bali, memungkinkan lag variabel-variabel
NTB, NTT, Kalimantan Barat, penjelas endogen pada level menjadi variabel
Kalimantan Tengah, Kaliman- instrumen yang tepat asalkan tidak berkorelasi
tan Selatan, Kalimantan Timur, serial dengan error (Hansen, 1982). Pada
Sulawesi Utara, Sulawesi Ten- metode GMM, banyaknya variabel instrumen
gah, Sulawesi Selatan (terdapat pada matriks variabel instrumen lebih
penggabungan dengan Sulawe- besar dari banyaknya parameter yang akan
si Barat), Sulawesi Tenggara, diestimasi. Dalam kasus dengan banyaknya
Gorontalo, Maluku, Maluku variabel instrumen lebih besar dibandingkan
Utara, Papua (terdapat pengga- jumlah parameter yang akan diestimasi, maka
bungan dengan Papua Barat). pendugaan estimator menjadi sulit. Karena itu
Periode 2004-2015 (dua belas tahun) diperlukan matriks bobot untuk memperoleh
estimator yang konsisten melalui metode One
Step Consistent Arellano and Bond Estimator.
Selanjutnya, estimator yang efisien diperoleh
Metode Estimasi
dengan memilih matriks bobot melalui
Dalam menjawab pertanyaan penelitian,
metode Two Step Efficient Arellano and Bond
penulis akan mengaplikasikan regresi panel
Estimator.
dinamis menggunakan metode estimasi
Dalam metode AB-GMM, ketepatan
Generalized Method of Moments (GMM)
instrumen yang digunakan dapat diuji dengan
untuk menganalisis efek jangka pendek dan
Sargan test of overidentifying restrictions.
jangka panjang dari determinan permintaan
Uji Sargan digunakan untuk mengetahui
listrik. Masalah yang terjadi pada regresi
validitas penggunaan variabel instrumen
panel dinamis adalah adanya korelasi
yang jumlahnya melebihi parameter yang
antara lag variabel dependen yang dijadikan
diestimasi. Hipotesis nol untuk uji ini
sebagai regresor dengan komponen error.
menyatakan bahwa tidak ada masalah
Hal ini menyebabkan estimator Ordinary
dengan validitas instrumen, dalam arti
Least Square (OLS) maupun Generalized
bahwa kondisi overidentifying restrictions
Least Square (GLS) bersifat bias dan tidak
dalam estimasi model valid. Sementara itu,
konsisten (Verbeek, 2008). Untuk mengatasi
untuk melihat konsistensi estimator yang
permasalahan tersebut, Arellano dan Bond
diperoleh, dilakukan uji autokorelasi dengan
(1991) mengajukan metode AB-GMM sebagai
menggunakan statistik Arellano-Bond m1
metode estimasi parameter regresi panel
dan m2. Konsistensi ini ditunjukkan oleh
dinamis. Metode estimasi tersebut sesuai
nilai statistik m1 yang signifikan dan m2 yang
untuk ukuran data yang besar, yaitu dengan
tidak signifikan (Arrellano, 2003).
periode waktu (T) kecil dan jumlah individu
Estimator yang diperoleh dengan
(n) besar serta adanya variabel-variabel
menggunakan kedua metode tersebut
penjelas (explanatory variables) yang tidak
merupakan nilai koefisien di jangka pendek,
strictly exogenous, artinya terdapat variabel-
selanjutnya untuk memperoleh koefisien
variabel penjelas yang berkorelasi dengan
jangka panjang dari masing-masing variabel
error. Jadi, selain mengatasi endogenitas pada
dapat ditentukan melalui perhitungan
lag variabel dependen yang dijadikan sebagai
berikut:
regresor, metode GMM dapat digunakan
koefisien jangka panjang
pula untuk mengatasi adanya masalah
endogenitas pada variabel penjelas lainnya

10
Pengaruh Efisiensi Energi Listrik pada Sektor Industri dan Komersial: [Dini Mulyani, Djoni Hartono]

second order serial correlation di dalam


HASIL DAN PEMBAHASAN residual dari pembedaan spesifikasi, sehingga
Hasil Estimasi dapat dikatakan bawa estimator sudah
Tabel 4.1 menyajikan hasil estimasi koefisien konsisten.
regresi dari model panel dinamis pada
Persamaan (3.3). Nilai koefisien yang Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa semua
ditampilkan merupakan hasil estimasi model variabel berpengaruh signifikan terhadap
dengan menggunakan pendugaan parameter permintaan listrik. Hasil estimasi yang
Arellano Bond Generalized Method of tercantum pada Tabel 4.1 merupakan nilai
Moments (AB-GMM). Untuk menemukan koefisien di jangka pendek. Sementara nilai
model terbaik, maka validitas dan konsistensi koefisien jangka panjang dapat diperoleh
dari hasil estimasi menjadi kriteria yang sesuai perhitungan pada Persamaan (3.4).
harus dipenuhi. Hal ini dapat dilihat dari Selanjutnya, koefisien jangka panjang yang
nilai statistik uji Sargan (J-Statistic) sebesar didapat untuk setiap variabel ditampilkan
22,62556 dengan probabilitas 0,541982 pada Tabel 4.2.
yang tidak signifikan pada α = 1%, 5%,
maupun 10%. Dengan hipotesis nol (H0)
kondisi overidentifying restrictions dalam Varia- Koe-
estimasi model adalah valid, maka nilai bel fisien
probabilitas yang lebih besar dari α (p-value> P -0.42
α) menandakan bahwa H0 tidak ditolak, Y 0.67
sehingga dapat dikatakan bahwa variabel
EI -0.32
instrumen yang digunakan sudah valid.
Dalam hal ini, variabel lag konsumsi listrik EK -0.12
agregat, harga listrik, efisiensi energi listrik di IND 0.08
sektor industri dan komersial diperlakukan KOM 0.02
sebagai variabel endogen. Instrumen untuk POP 1.16
variabel lag konsumsi listrik agregat, yakni
lag kedua dan ketiga. Sedang, instrumen
untuk variabel harga listrik serta efisiensi Pembahasan
energi listrik di sektor industri dan komersial, Pengaruh Efisiensi Energi Listrik terhadap
yaitu lagpertama dan kedua. Sementara Permintaan Listrik
itu, konsistensi dari estimator AB-GMM Berdasarkan Tabel 4.1, terlihat bahwa
ditunjukkan oleh nilai statistik m1 (-1,963757) efisiensi energi listrik di sektor industri
yang signifikan pada α = 5% dan nilai statistik memberi pengaruh yang signifikan terhadap
m2 (-0,244118) yang tidak signifikan pada α penurunan permintaan listrik agregat pada α
= 1%, 5%, maupun 10%. Tidak signifikannya = 1%. Dari hasil estimasi pada Tabel 4.1 dan
nilai statistik m2 mengindikasikan kurangnya Tabel 4.2 dapat diinterpretasikan bahwa bila

11
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 11 No. 1 ▪ FEBRUARI 2018

terjadi peningkatan efisiensi energi listrik yang ditimbulkan dari adanya upaya efisiensi
di sektor industri sebesar 1%, maka akan energi listrik di sektor industri dan komersial
menyebabkan permintaan listrik turun sebesar belumlah cukup untuk mengatasi pengaruh
0,2296% dalam jangka pendek dan penurunan dari faktor-faktor lainnya yang cenderung
tersebut mencapai 0,3191% di jangka panjang mendorong naiknya permintaan listrik yang
(ceteris paribus). Hal ini sesuai dengan studi- lebih besar. Oleh karena itu, pemerintah
studi terdahulu yang menunjukkan bahwa perlu memformulasikan kebijakan yang tepat
adanya peningkatan efisiensi energi listrik untuk mendorong implementasi efisiensi
(electricity efficiency improvement) di sektor energi listrik di kedua sektor tersebut. Selain
industri dapat dijadikan faktor yang mampu itu, agar diperoleh hasil yang lebih optimal
menurunkan permintaan listrik agregat (Lin, dalam upaya menurunkan pertumbuhan
2003; Atakhanova dan Howie, 2007; Adom et permintaan listrik, pemerintah perlu
al., 2012; Adom dan Bekoe, 2012, 2013). mengambil langkah strategis antara lain
Sementara itu, dapat dilihat pula pada Tabel melalui pemberian insentif yang kuat dalam
4.1 bahwa efisiensi energi listrik di sektor rangka meningkatkan efisiensi energi listrik
komersial berpengaruh signifikan terhadap pada sektor industri dan komersial.
penurunan permintaan listrik agregat pada Pengaruh Harga Riil Listrik terhadap
α = 1%. Menurut hasil estimasi pada Tabel Permintaan Listrik
4.1 dan Tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa jika Hasil estimasi pada Tabel 4.1 menampilkan
terjadi peningkatan efisiensi energi listrik bahwa harga riil listrik terhadap konsumsi
di sektor komersial sebesar 1%, maka akan energi listrik memiliki tanda koefisien
menyebabkan permintaan listrik turun sebesar negatif dan signifikan pada α = 5%. Dari
0,0848% dalam jangka pendek dan penurunan hasil estimasi pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2
tersebut mencapai 0,1179% di jangka panjang dapat diinterpretasikan bahwa bila terjadi
(ceteris paribus). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan efisiensi energi listrik di sektor
upaya peningkatan efisiensi energi listrik di industri sebesar 1% maka akan menyebabkan
sektor komersial juga dapat dijadikan faktor penurunan harga riil listrik sebesar 0,3058%
yang memberi pengaruh pada turunnya dalam jangka pendek dan penurunan tersebut
permintaan listrik agregat. mencapai 0,4249% di jangka panjang (ceteris
Hasil estimasi menunjukkan bahwa koefisien paribus). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
efisiensi energi listrik pada sektor industri dan naiknya harga atau tarif listrik memberi
komersial berpengaruh negatif dan signifikan pengaruh signifikan pada penurunan
terhadap permintaan listrik. Karena efisiensi permintaan listrik.
energi listrik digambarkan sebagai rasio Adanya perubahan kebijakan pola subsidi
antara nilai tambah riil (PDB atau PDRB) listrik di tahun 2005 yang semula mengacu
sektoral terhadap konsumsi listrik sektoral. pada pola subsidi konsumen terarah
Hal ini dapat dijelaskan bahwa apabila (targeted group subsidy) menjadi subsidi
suatu negara atau wilayah yang mengalami konsumen diperluas dengan pola Public
kenaikan PDB atau PDRB riil, sementara Service Obligation (PSO) tetap menyebabkan
di sisi lain mampu mempertahankan atau penurunan konsumsi listrik pada saat
bahkan menurunkan konsumsi energi kenaikan harga. PSO adalah biaya yang harus
listriknya untuk aktivitas ekonomi (seperti dikeluarkan oleh negara akibat disparitas
aktivitas industri dan komersial), dapat harga pokok penjualan BUMN/swasta
dikatakan negara atau wilayah tersebut dengan harga atas produk/jasa tertentu yang
cukup berhasil dalam melakukan efisiensi ditetapkan oleh pemerintah agar pelayanan
energi listrik. Namun, bila dilihat dari produk/jasa tetap terjamin dan terjangkau
besarnya nilai koefisien yang diperoleh oleh sebagian besar masyarakat (publik).
pada penelitian ini baik di jangka pendek Berbeda dengan skema subsidi konsumen
maupun jangka panjang, bisa disimpulkan terarah yang hanya memberikan subsidi
bahwa efek penurunan permintaan listrik kepada pelanggan kelompok tarif sampai

12
Pengaruh Efisiensi Energi Listrik pada Sektor Industri dan Komersial: [Dini Mulyani, Djoni Hartono]

dengan 450 volt ampere (VA), itupun hanya (Maddigan et al., 1983). Kenaikan pendapatan
pada penggunaan 60 kWh pertama. Dalam akan menyebabkan peningkatan permintaan
pola subsidi konsumen diperluas, seluruh terhadap barang atau produk tertentu (Perloff,
konsumen yang tarif listriknya masih di 2008; Samuelson dan Nordhaus, 2001). Bagi
bawah biaya pokok produksi (BPP) wajib sebagian besar barang dan jasa, elastisitas
diberikan subsidi oleh pemerintah, tanpa pendapatan memiliki nilai yang lebih besar
mempedulikan status kelompok pelanggan dalam jangka panjang dibandingkan di jangka
tersebut. Kebijakan ini pada satu sisi pendek (Pyndick dan Rubinfeld, 2013).
meringankan beban PLN serta memberikan Meski elastisitas pendapatan terhadap
peluang untuk investasi dan pengembangan permintaan listrik agregat dalam jangka
kapasitas, namun di sisi lain menimbulkan panjang yang diperoleh pada penelitian
beban keuangan negara dikarenakan jumlah ini menunjukkan nilai yang lebih besar
subsidi yang terus membengkak . ketimbang di jangka pendek, namun kedua
Pemerintah menyadari bahwa untuk menjaga nilai tersebut masih tergolong bersifat
keuangan negara perlu dilakukan perubahan inelastis (nilai elastisitas di bawah satu). Hasil
arah kebijakan, untuk itu diperlukan suatu tersebut sesuai dengan studi sebelumnya
upaya bagaimana beban subsidi listrik yang dilakukan oleh Inglesi (2010), Fatai
dapat dikendalikan, bahkan dikurangi et al. (2003), Lin (2003), dan Arnaz (2014).
secara bertahap. Berdasarkan pertimbangan Peningkatan pendapatan tentunya akan
tersebut, maka pada tahun 2013, dengan diikuti oleh kenaikan permintaan energi listrik
meminta persetujuan DPR-RI, pemerintah untuk melakukan aktivitas perekonomian
merubah arah kebijakan dengan melakukan seperti proses produksi, distribusi, dan
penyesuaian tarif tenaga listrik melalui konsumsi, sehingga setiap kenaikan PDRB
kenaikan tarif secara bertahap. Selanjutnya, akan diikuti oleh peningkatan permintaan
pada tahun 2014, pemerintah mengusulkan listrik.Pertumbuhan ekonomi yang membaik
penghapusan subsidi listrik bagi semua akan berupaya untuk menghasilkan banyak
golongan pelanggan yang mengonsumsi output (barang dan jasa), untuk memenuhi
listrik dalam skala (jumlah) besar. target output yang dihasilkan, diperlukan
Pengaruh Pendapatan (PDRB) Riil terhadap input energi listrik yang cukup besar.
Permintaan Listrik Dengan demikian, kenaikan pendapatan atau
Berdasarkan hasil estimasi yang disajikan pada pertumbuhan ekonomi akan mendorong
Tabel 4.1 diperoleh elastisitas pendapatan permintaan energi listrik yang semakin besar
(PDRB) riil terhadap permintaan listrik dalam (Fatai et al., 2004; Narayan dan Smyth, 2005;
jangka pendek sebesar 0,4856 yang signifikan dan Sa’ad, 2009).
pada α = 1%. Nilai elastisitas ini menjelaskan Pengaruh Perubahan Struktur Ekonomi
bahwa dalam jangka pendek, peningkatan terhadap Permintaan Listrik
pendapatan sebesar 1% (ceteris paribus) Bagi negara berkembang, perubahan struktur
akan direspons oleh kenaikan permintaan ekonomi dari sektor primer ke non-primer
listrik sebesar 0,4856%. Sementara itu, nilai akan berdampak pada perubahan konsumsi
elastisitas pendapatan terhadap konsumsi energi listrik. Konsumsi listrik yang semakin
listrik dalam jangka panjang sebagaimana besar dikarenakan adanya kecenderungan
ditampilkan pada Tabel 4.2 adalah sebesar peningkatan aktivitas di sektor non-primer,
0,6748. Nilai tersebut menunjukkan bahwa yakni kegiatan industri dan komersial yang
dalam jangka panjang, jika terjadi kenaikan cenderung lebih menyedot penggunaan
pendapatan sebesar 1% (ceteris paribus), energi listrik dibandingkan dengan kegiatan
maka akan meningkatkan permintaan listrik di sektor primer. Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa
sebesar 0,6748%. Hal ini sesuai dengan aktivitas di sektor industri memiliki hubungan
teori elastisitas pendapatan yang terkait positif dan signifikan pada α = 1%. Begitu pun
dengan barang normal, mengingat energi dengan aktivitas di sektor komersial yang
listrik diasumsikan sebagai barang normal juga memberi pengaruh positif dan signifikan

13
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 11 No. 1 ▪ FEBRUARI 2018

pada α = 1%. Hasil estimasi mengindikasikan mendorong permintaan listrik yang lebih
bahwa setiap kenaikan aktivitas di sektor besar. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa
industri manufaktur sebesar 1% akan setiap peningkatan 1% jumlah penduduk
meningkatkan permintaan listrik dalam akan menaikkan permintaan listrik sebesar
jangka pendek sebesar 0,0608% dan di jangka 0,8355% dalam jangka pendek dan mencapai
panjang sebesar 0,0844% (ceteris paribus). 1,1609% di jangka panjang (ceteris paribus).
Sementara itu, untuk setiap 1% peningkatan Menurut Samuelson dan Nordhaus (2001),
aktivitas sektor komersial menyebabkan apabila jumlah penduduk bertambah, maka
terjadinya kenaikan permintaan listrik sebesar permintaan terhadap suatu barang tertentu
0,0175% pada jangka pendek dan sebesar akan meningkat. Ini berlaku pula pada
0,0175% di jangka panjang (ceteris paribus). permintaan listrik. Populasi merupakan
Adanya hubungan positif antara aktivitas gambaran dari ukuran aktivitas manusia.
di sektor industri manufaktur dengan Bertambahnya populasi memengaruhi
permintaan listrik telah ditunjukkan pada peningkatan penggunaan energi listrik, karena
studi-studi sebelumnya di antaranya kebutuhan listrik yang semakin meningkat
dilakukan oleh Burney (1995), Atakhanova untuk aktivitas produksi, distribusi, dan
dan Howie (2007), Adom et al. (2012), serta konsumsi. Hasil penelitian ini sesuai dengan
Adom dan Bekoe (2012, 2013). Selanjutnya, studi-studi sebelumnya yang menjelaskan
adanya hubungan positif antara variabel bahwa pertambahan populasi atau kepadatan
aktivitas komersial terhadap permintaan penduduk akan mendorong peningkatan
listrik sejalan dengan penelitian Arimah permintaan listrik (Arimah, 1993; Lin, 2003;
(1993). Nilai koefisien variabel aktivitas Ekpo et al., 2011; dan Ubani, 2013).
industri yang sangat inelastis kemungkinan
disebabkan oleh terjadinya pergeseran KESIMPULAN DAN SARAN
jenis industri, dari industri padat energi Kesimpulan
menjadi industri yang lebih padat modal, • Efisiensi energi listrik di sektor industri
atau terjadi pergeseran dari industri hulu dan komersial dapat dijadikan faktor yang
yang membutuhkan energi listrik besar ke mampu meredam pertumbuhan permintaan
arah industri hilir yang memerlukan energi listrik agregat secara signifikan. Namun,
listrik lebih sedikit. Sementara untuk sektor pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
komersial karena proporsinya hanya sekitar efek dari penurunan permintaan listrik
seperlima dari total konsumsi listrik agregat, yang ditimbulkan dengan adanya efisiensi
hal inilah kemungkinan yang menyebabkan energi listrik di sektor industri dan komersial
respons yang relatif kecil terhadap kenaikan belumlah cukup untuk mengatasi pengaruh
permintaan listrik. Walau demikian, seiring faktor-faktor lainnya yang cenderung
meningkatnya pertumbuhan ekonomi, maka mendorong kenaikan permintaan listrik yang
berbagai aktivitas di sektor industri dan lebih besar.
komersial akan semakin meningkat, sehingga • Pendapatan (PDRB) riil, populasi
konsumsi listrik di sektor-sektor tersebut juga penduduk, serta perubahan struktur ekonomi
akan terus mengalami peningkatan. yang direpresentasikan oleh aktivitas di
Pengaruh Populasi terhadap Permintaan sektor industri dan komersial memberi
Listrik pengaruh yang signifikan terhadap kenaikan
Pertambahan populasi penduduk menjadi permintaan listrik agregat. Sedangkan, harga
salah satu determinan penting dalam riil listrik tidak berpengaruh signifikan
peningkatan permintaan listrik. Hasil terhadap penurunan permintaan listrik.
estimasi menampilkan bahwa populasi • Kenaikan pendapatan (PDRB) riil atau
penduduk berdampak positif dan signifikan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan
terhadap permintaan listrik pada α = 1%. Hal populasi penduduk ialah determinan utama
ini menunjukkan bahwa semakin bertambah yang mendorong peningkatan permintaan
jumlah penduduk, maka akan semakin listrik agregat, baik di jangka pendek maupun

14
Pengaruh Efisiensi Energi Listrik pada Sektor Industri dan Komersial: [Dini Mulyani, Djoni Hartono]

di jangka panjang, dibandingkan faktor wilayah.


lainnya.
Saran DAFTAR PUSTAKA
Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, Adom, P.K., Bekoe, W., & Akoena, S.K.K.
saran yang dapat diberikan agar efisiensi (2012). Modelling aggregate domestic
energi listrik di sektor industri dan komersial electricity demand in Ghana: an autoregressive
dapat terus ditingkatkan adalah hendaknya distributed lag bounds cointegration
Pemerintah memformulasikan kebijakan approach. Energy Policy, 42, 530–537.
yang tepat untuk mendorong penerapan Adom, P.K., & Bekoe, W. (2012). Conditional
efisiensi energi yaitu melalui aplikasi dynamic forecast of electrical energy
teknologi hemat energi dalam aktivitas consumption requirements in Ghana by 2020:
perekonomian, khususnya pada sektor a comparison of ARDL and PAM. Energy,
industri dan komersial. Selain itu, Pemerintah 44(1), 367–380.
perlu mengambil langkah strategis untuk Adom, P.K., & Bekoe, W. (2013). Modelling
mengefektifkan gerakan penghematan energi electricity demand in Ghana revisited: the
melalui pemberian insentif bagi pengguna role of policy regime changes. Energy Policy,
energi yang melakukan efisiensi energi listrik 61, 42-50.
dan disinsentif kepada pengguna yang tidak Alter, N., & Syed, H.S. (2011). An empirical
melakukannya. Insentif yang diberikan analysis of electricity demand in Pakistan.
dapat berupa pengurangan, keringanan, dan International Journal of Energy Economics
pembebasan pajak untuk peralatan hemat and Policy, 1(4), 116–139.
energi, serta suku bunga rendah untuk Arellano, M., & Bond, S. (1991). Some tests
investasi efisiensi energi, juga audit energi of specification for panel data: Monte Carlo
dengan pola kemitraan yang dibiayai oleh evidence and an application to employment
pemerintah. Sementara itu, disinsentif yang equations. The Review of Economic Studies,
diberikan dapat berupa peringatan tertulis, 58(2), 277–297.
pengumuman di media massa, denda, Arellano, M. (2003). Panel Data Econometrics.
bahkan pengurangan pasokan energi listrik Oxford: Oxford University Press.
bagi pengguna energi di sektor industri dan Arimah, B.C. (1993). Electricity consumption
komersial yang tidak melaksanakan efisiensi in Nigeria: a spatial analysis. OPEC Energy
energi. Review, 17(1), 63–82.
Rekomendasi Akademis Arnaz, M.Z. (2014). Permintaan Energi Listrik
Penelitian ini memiliki keterbatasan- Agregat dan Rumah Tangga di Indonesia.
keterbatasan yang bisa dikembangkan untuk Tesis Magister, Tidak Dipublikasikan.
penelitian selanjutnya. Salah satu keterbatasan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
penelitian ini adalah penggunaan proksi rasio Atakhanova, Z.,& Howie, P. (2007). Electricity
nilai tambah (PDRB) riil sektoral per konsumsi demand in Kazakhstan. Energy Policy, 35(7),
listrik sektoral (yakni pada sektor industri 3729–3743.
dan komersial) yang menggambarkan Bhattacharyya, S.C. (2011). Energy economics:
efisiensi energi listrik dalam skala makro. concepts, issues, markets and governance.
Oleh karena itu, penelitian selanjutnya Springer Science and Business Media.
dapat mengembangkan kekurangan dari BPPT. (2012). Perencanaan Efisiensi dan
penelitian ini dengan menggunakan proksi Elastisitas Energi 2012. Jakarta: Balai Besar
lain yang mencerminkan efisiensi energi Teknologi Energi Badan Pengkajian dan
listrik, seperti nilai investasi yangdikeluarkan Penerarapan Teknologi.
untuk meningkatkan teknologi atau memakai Burney, N.A. (1995). Socioeconomic
data statistik dalam skala mikro melalui development and electricity consumption:
pengamatan individu yaitu berbagai industri A cross-country analysis using the random
dan usaha komersial yang ada di suatu coefficient method. Energy Economics,

15
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 11 No. 1 ▪ FEBRUARI 2018

17(3),185–195. Paris: International Energy Agency.


De Keulenaer, H., R. Belmans, E. Blaustein, Diakses 9 September 2015. http://www.
D. Chapman, A. De Almeida, and B. De worldenergyoutlook.org/media/weo2010.
Wachter. (2004). Energy efficient motor pdf.
driven systems. <http://re.jrc.ec.europa.eu/ KESDM. (2015). Rencana Umum
energyefficiency/pdf/HEM_lo_all%20final. Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2015-
pdf> Diakses 10 November 2015. 2034. Kementerian Energi dan Sumber Daya
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Mineral. (2005). Blueprint Pengelolaan Energi Lin, B.Q. (2003). Electricity demand in the
Nasional 2005–2025. People’s Republic of China: investment
Dewan Energi Nasional. (2014). Ketahanan requirement and environmental impact. ERD
Energi Indonesia 2014. Jakarta: Dewan Energi Working Paper Series No. 37.Economics and
Nasional. Diakses 8 September 2015 .http:// Research Department–Asian Development
www.den.go.id/index.php/publikasi/ Bank.
download/15. Lovins, A.B. (2005). Energy End-Use
Direktorat Konservasi Energi, KESDM. Efficiency. Report No. E05-16. Rocky Mountain
Menyiasati Kenaikan Tarif Dasar Listrik Institute.http://www.rmi.org/cms/
dengan Penerapan Manajemen Energi ISO Download.aspx?id=4979&file=Energy+End-
50001. Diakses 17 September 2015 http:// Use+Efficiency.pdf&title=Energy+End-
aplikasi.ebtke.esdm.go.id Use+Efficiency
Ekpo, U.N., Chuku, C.A.,& Effiong, E.L. Maddigan, R.J., Chern, W.S., & Rizy, C.G.
(2011). The dynamics of electricity demand (1983). Rural residential demand for electricity.
and consumption in Nigeria: Application Land Economics, 59(2), 150-162.
of the bounds testing approach. Current Narayan, P.K., & Smyth, R. (2005). Electricity
Research Journal of Economic Theory, 3(2), consumption, employment and real income
43–52. in Australia: Evidence from multivariate
Energy Information Administration. Annual Granger causality tests. Energy Policy, 33(9),
Energy Review 1995. US Department of 1109–1116.
Energy, Washington DC, July 1996. Patterson, M.G. (1996). What is energy
Farrell, M.J. (1957). The measurement of efficiency?: Concepts, indicators and
productive efficiency. Journal of the Royal methodological issues. Energy Policy, 24(5),
Statistical Society. Series A (General), 120(3), 377–390.
253–290. Perloff, Richard M. (2008). The Dinamic of
Fatai, K., Oxley, .L, & Scrimgeour F.G. (2003). Persuasion: Communication and Attitudes
Modeling and forecasting the demand for in the 21st Century. New York. Lawrence
electricity in New Zealand: a comparison of Erlbaum Associates. Taylor and Francis
alternative approaches. The Energy Journal, Group.
24(1), 75-102. Pindyck, Robert S. and Daniel L. Rubinfeld.
Filippini, M., & Hunt, L.C. (2015). (2013). Microeconomics Sixth Edition. New
Measurement of energy efficiency based on Jersey: Pearson Education.
economic foundations. Energy Economics, 52, PT. PLN (Persero). Statistik PLN (berbagai
S5-S16. terbitan 2004-2015). Jakarta: PT. PLN (Persero).
Hansen, L.P. (1982). Large sample properties PT PLN (Persero). (2015). Rencana Usaha
of generalized method of moments estimators. Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2015-
Econometrica: Journal of the Econometric 2024. Jakarta: PT PLN (Persero).
Society, 50(4), 1029-1054. Pusdatin ESDM (2014). Handbook of Energy
Inglesi, Roula. (2010). Aggregate electricity & Economic Statistics of Indonesia. Ministry
demand in South Africa: conditional forecasts of Energy and Mineral Resources Republic of
to 2030. Applied Energy, 87, 197–204. Indonesia. Diakses 5 september 2015. https://
IEA. (2010). World Energy Outlook 2010. www.esdm.go.id/assets/media/content/

16
Pengaruh Efisiensi Energi Listrik pada Sektor Industri dan Komersial: [Dini Mulyani, Djoni Hartono]

content-handbook-of-energy-economic-
statistics-of-indonesia-2014-it06jkm.pdf
Sa’ad, S., 2009. Electricity demand for South
Korean residential sector. Energy Policy,
37(12), 5469–5474.
Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William D.
(2001). Microeconomics. Seventeenth Edition.
McGraw-Hill Higher Education.
Ubani, O. (2013). Determinants of the dynamics
of electricity consumption in Nigeria. OPEC
Energy Review, 37(2), 149-161.
Verbeek, M. (2008). A guide to modern
econometrics, 3rd Ed. Chichester: John Wiley
& Sons. Ltd.
Worrell, E., Bernstein, L., Roy, J., Price, L.,
& Harnisch, J. (2009). Industrial energy
efficiency and climate change mitigation.
Energy Efficiency, 2, 109.
Xenergy, Inc. (1998). Evaluation of the US
Departement of Energy Motor Challenge
Program. <www.eere.energy.gov/industry/
bestpractices/pdfs/mceval1_2.pdf> Diakses
10 November 2015.

17

Anda mungkin juga menyukai