net/publication/47431533
CITATIONS READS
4 1,525
1 author:
Nukman Nukman
Universitas Sriwijaya
22 PUBLICATIONS 34 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Nukman Nukman on 28 December 2013.
E-mail: ir_nukman2001@yahoo.com
Abstrak
Batubara adalah material alam yang merupakan sumber energi. Perilaku perubahan komposisi atau dekomposisi
material batubara dapat diamati dengan cara memanaskannya dengan memakai alat thermogravimetry. Tiga jenis
batubara Tanjung Enim dapat diketahui dekomposisi volatilnya. Dengan besaran energi aktivasi yang berbeda, maka
masing-masing untuk batubara Semi Antrasit, Bitunimus dan Sub Bituminus menunjukkan temperatur awal devolatisasi
yaitu: 60,8 oC, 70,7 oC, 97,8oC dan temperatur akhir devolatisasi masing-masing 893,8 oC, 832 oC, 584,6oC.
Abstract
The Decompositioning of Volatile-Matter of Tanjung Enim coal by using Thermogravimetry Analyzer (TGA).
Coal is a nature material which a kind of energy source. The decompotition of coal could analyze by heat treated using
thermogravimetry analyzer. The decomposition of the volatile matter for three kinds of Tanjung Enim coal could be
known. The value of activation energy that be found diference, then for Semi Anthracite, Bitumonius and Sub
Bituminous Coal, the initial temperatures are 60.8 oC, 70.7 oC, 97.8oC, and the last temperatures are 893.8 oC, 832 oC,
584.6oC.
65
66 MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 12, NO. 2, NOVEMBER 2008: 65-69
ln k
thermogravimetry adalah suatu cara yang cepat dan
secara teknis efektif dalam pembiayaan untuk
memonitor profil pembakaran batubara dan juga profil
volatilnya (perubahan/dekomposisi pada volatile
matter). TGA, DTA dan DSC telah memainkan peranan
penting dalam mempelajari dekomposisi termal dalam
bahan bakar padat [1-2].
1/T (oK)
Temperatur Termal Dekomposisi. Istilah
dekomposisi termal (thermal decomposition) atau Gambar 1. Konstanta Arrhenius dalam laju termal vs 1/T
pirolisa (pyrolisis), maupun karbonisasi (carbonization) untuk menghitung Energi Aktivasi
sudah kerapkali digunakan. Pemahaman tentang
kelakuan termal dari batubara seperti layaknya
pemahaman tentang kelakuan kimiawi dari batubara. (laju kehilangan berat), adalah refleksi dari kehilangan
Saat batubara dipanaskan ke temperatur tinggi dalam berat, adalah fungsi dari fraksi batubara yang tidak
suatu inert atmosphere (zat bebas oksigen), batubara terdekomposisi, dan laju dekomposisi itu dapat ditulis
akan terdekomposisi dengan evolusi air, tar, dan gas dan sebagai [6-7]:
akan meninggalkan suatu sisa padatan dimana
dm
komposisi dan sifat-sifatnya bervariasi bergantung pada = − k (m − mt ) (1)
temperatur perlakuan panas [3]. Walaupun biasanya dt
diasosiasikan dengan kisaran temperatur (350 – 500oC),
padamana proses devolatisasi berlangsung secara cepat, Dengan:
dekomposisi termal sebenarnya mulai terjadi pada k = konstanta kecepatan reaksi yang mengikuti hukum
temperatur yang lebih rendah, dan diilustrasikan sebagai Arrhenius [7]:
suatu kurva kehilangan berat (kumulatif).
o
k = Ae− E / RT (2)
Pada tingkat pertama, dibawah temperatur 200 C,
dekomposisi masih terjadi perlahan dan mulai Sedangkan:
melepaskan sejumlah kecil kombinasi kimia air, oksida A = faktor pre-eksponensial atau faktor frekuensi atau
dari karbon, dan hidrogen. Diatas 200oC terjadi faktor Arrhenius
pemanasan awal (preheating) yang cenderung E = energi aktivasi, J/mol
terjadinya perubahan berbentuk “cake”. R = konstanta gas, 8,314 J/mol oK
T = temperatur absolut, oK
Tingkatan kedua, yang kadangkala disebut sebagai Bila persamaan (2) dapat ditulis dalam bentuk:
dekomposisi termal aktif (active thermal E
decomposition), mulai antara 350oC dan 400oC dan ln k = ln A −
RT
berakhir pada saat mendekati 550oC. Pada temperatur
awal 400oC ini dikatakan sebagai temperatur awal untuk Dengan menggunakan nilai-nilai m, mt terhadap fungsi
proses dekomposisi material. Tingkat akhir dari waktu dari data TGA, satu garis dapat dibuat antara sisi
dekomposisi ini, ditunjukkan garis yang mulai kiri persamaan ln k terhadap 1/T. (Gambar 1). Maka
mendatar. Saat ini terjadi degasifikasi kedua. untuk itu energi aktivasi dapat dihitung.
ln k
6.5
pada permukaan bagian luar batubara (yang teradsorbsi)
6.0
yang cukup mudah untuk dilepaskan. (Gambar 2).
5.5
Puncak laju maksimum dekomposisi kedua temperatur 5.0
516oC. Puncak kurva ini menunjukkan adanya 0.00110 0.00120 0.00130 0.00140 0.00150 0.00160
dekomposisi senyawa yang mengandung karbon, 1/T ( oK-1)
hidrogen dan oksigen. Pada awal temperatur ini, gas
CO2 (karbon diokasida) dan CH4 (metana) mulai dilepas. Gambar 3. Hubungan antara ln k dan 1/T dari batubara
Saat ini mulai terbentuk fasa plastis. Puncak kedua ini semi antrasit
termasuk dalam proses kondensasi kimia dan
merupakan devolatilisasi primer (primary
devolatilisation), suatu devolatilisasi pada temperatur Batubara Bituminus. Tingkatan dekomposisi material
350 – 5500C [9]. batubara bituminus dibagi dalam tiga tingkatan
temperatur yaitu, tingkat I, antara 250 sampai dengan
Temperatur 619oC adalah temperatur pembentukan fasa 4750C, tingkat kedua terjadi antara temperatur 475
plastis, pada fasa ini sejumlah volatile matter masih sampai dengan 5750C, dan tingkat ketiga terjadi diatas
dilepas seperti H2 (hidrogen), tar dan CH4, walau mulai 5750C [10].
terjadi penurunan kadarnya. Puncak terbesar dari kurva
batubara semi antrasit ini adalah 721 oC. Pelepasan air pada batubara bituminus, terjadi pada
70,70C. Air tersebut adalah air yang menempel pada
Pada temperatur 771,90C dan 893,80C terdapat puncak- permukaan batubara.
puncak temperatur. Pada puncak temperatur ini
sejumlah energi ini diperlukan untuk pembentukan fasa Pada sampel batubara bituminus ini, terjadi empat
kokas berpori dengan pelepasan sejumlah gas yang tingkat dekomposisi selain daripada pelepasan air di
masih tersisa di dalamnya. Adanya dua puncak dalam temperatur 70,70C (lihat gambar 4). Batubara bituminus
kurva dekomposisi termal ini, menunjukkan masih ini tidak mengalami pemanasan awal (preheating),
adanya gas gas yang dilepaskan seperti CH4, H2. karena temperatur langsung mencapai 4960C. Disekitar
daerah temperatur ini masih terjadi devolatilisasi dan
Antara temperatur 200 sampai dengan 700 0C, adalah mulai terjadi awal pelepasan tar atau hidrokarbon ringan
daerah terjadinya pelepasan volatile matter yang besar yang dapat menguap, dan proses ini berlanjut pada
dan terjadi perubahan fasa dari semikokas menjadi temperatur sekitar 5780C. Beberapa gas lain juga telah
kokas. Dari gambar 3 dapat dihitung besarnya energi mengalami awal pelepasan antara lain, H2, CH4
aktivasi untuk devolatisasi ini sebesar 37,2 kJ/mol (metana), CO, dan CO2. Puncak temperatur ini adalah
dengan faktor Arrhenius A = 0.5 s-1. proses devolatilisasi primer. Pada temperatur ini,
batubara telah berubah fasa menjadi kokas berpori.
105 0.003 Meningkatnya temperatur menjadi 6180C,
0.0025
mengidentifikasikan adanya pelepasan sisa gas-gas yang
100 masih ada pada pori kokas.
dm/dt (mg/menit)
0.002
TGA (%)
TGA
Batubara Sub Bituminus. Kadar air pada batubara sub
105 0.3 bituminus yang akan dilepas cukup besar. Hal ini
dm/ dt
dm/dt (mg/menit)
0.2 untuk proses pelepasan itu. Berbeda dengan batubara
TGA (%)
95
0.15
semi antrasit dan bituminus, kurva pada batubara sub
90 bituminus (lihat Gambar 6) mempunyai dua puncak
0.1
yang menonjol yaitu puncak dengan temperatur 96.8
85 0.05
dan 420,8oC. Proses devolatilisasi untuk pembentukan
80 0 tar dan pelepasan gas-gas CH4, CO2 diawali pada daerah
0 200 400 600
Temperatur ( oC)
800 1000 sekitar temperatur 177,80C dan berakhir pada
temperatur 533,30C. Dengan memakai gambar 7,
Gambar 4. Kurva kehilangan massa TGA dan diferensial besarnya energi aktivasi untuk devolatisasi dapat
dm/dt terhadap temperatur pemanasan dihintung yang besarnya adalah 32,5 kJ/mol dengan
batubara bituminus. faktor Arrhenius sebesar 2,3 E-5 s-1.
[5] Askeland Donald R., The Science and Engineering [8] Nukman dan Hasan Basri, Proceeding of
of Materials, PWS-KENT Publishing Company, International Seminar on Green Technology and
Boston, 1993, p.119. Engineering 2007, Malahayati University Bandar
[6] N. Berkowitz, An Introduction to Coal Technology, Lampung, 2007, p.25-26.
Academic Press, New York, 1979, p.49 and 136. [9] D.W. Van Krevelen., Elsevier (1993) 705.
[7] H. Scott Fogler, Elements of Chemical Reaction [10] J.A Menendez, M.A. Diez, G. de la Puente, E. E.
Engineering, second edition, Prentice Hall Fuente, R. Alvarez, J.J. Pis, Journal of Analytical
International, New Jersey, 1992, p.62. and Apllied Pyrolisis (1998) 45, 75.