Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS DHARMA WACANA

NAMA : IDA BAGUS TRI KUSUMA ADHIAKSA


KELAS : 20111107
PRODI : PENDIDIKAN AGAMA HINDU
SEMESTER : 5

KEMENTRIAN AGAMA HINDU REPUBLIKINDONESIA


INSTITUT AGAMA HINDU NEGERI
GDE PUDJA MATARAM
TAHUN 2022

 Judul: Pelaksanaan Hari Raya Nyepi Bagi Umat Sedharma


 Ringkasan Dharma Wacana:

Om Swastyastu, Om Awighnam Astu Namo Sidham.

Yang terhormat bapak dosen I Nyoman Alit Suarjaya M.I.Kom Yang saya Hormati serta teman-teman
mahasiswa yang berbahagia. Puji syukur mari kita panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
atas Astungkerta WaranugrahaNya pada kesempatan yang baik ini kita dapat berkumpul dalam
ruangan ini dalam keadaan sehat. pada kesempatan ini izinkanlah saya membawakan pesan dharma
dengan bahasan Hari Raya Nyepi. Bagi umat Hindu, Hari raya Nyepi mengandung makna nilai yang
sangat mendasar. Sebelum saya mencoba menjawab pertanyaan tersebut, maka kita harus tau
makna dari kata nyepi itu sendiri, seperti yang kita ketahui bahwa kata nyepi berasal dari kata sepi,
sunyi, hening dan senyap. Sehingga perayaan nyepi dilakukan dengan sunyi dan senyap dikarenakan
agar kita bisa mengintropeksi diri atas kesalahan-kesalahan yang mungkin pernah kita perbuat
dengan cara merenung, meditasi dan evaluasi diri dengan mempertanyakan apa kesalahan kita dan
hal apa yang harus kita perbaiki.

Adapun rangkaian tradisi yang dilakukan pada hari raya nyepi biasanya adalah melasti,
Tawur/pecaruan/pengrupukan, pelaksanaan catur brata Nyepi, dan diakhiri dengan Ngembak geni.
Bapak/ Ibu dan umat sedharma yang berbahagia. Seperti yang telah kita ketahui bahwa rangkaian
pertama dalam pelaksanaan Nyepi adalah melasti. Melasti ini berasal dari kata mala yang berarti
kotor dan asti yang berarti membuang atau memusnahkan. Melasti ini bertujuan untuk
membersihkan segala kotoran badan dan pikiran (Bhuwana Alit) dan Bhuwana Agung. Apa yang
disucikan dalam Bhuwana Alit? Dalam Bhuwana Alit adalah meleburkan dan melenyapkan segala
kekotoran dan kepapaan dalam diri manusia, untuk menyucikan pikiran, perkataan, dan perbuatan
dengan penglukatan dan tirta amerta. Sedangkan dalam bhuwana agung adalah diwujudkan dengan
penyucian arca, lingga dan praline secara spiritual dengan tirta amerta. Pada saat upacara ini adalah
memohon ke hadapan Dewa Dewi dan Bathara- Bathari agar berkenan diiringkan ke laut atau
sumber air suci untuk menghanyutkan kekotoran alam dan memohon Tirtha Amertha. Tirtha
Penglukatan ini memohon ke hadapan Dewi Gangga dan Tirtha Amertha ke hadapan Sang Hyang
Baruna. Tirta Penglukatan tersebut diciptakan terlebih dahulu pada Arca, Pratima, Pralingga, serta
semua perangkat upacara dan kepada semua masyarakat yang ikut serta dalam upacara.

“Melasti ngarania ngiring prewatek dewata angayutaken laraning jagat, papa klesa, letuhing
bhuwana”.

Artinya : Melasti adalah meningkatkan Sraddha dan Bhakti pada para Dewata manifestasi Tuhan
Yang Maha Esa untuk menghanyutkan penderitaan masyarakat, menghilangkan papa klesa dan
mencegah kerusakan alam.

Sedangkan rangkaian upacara yang selanjutnya adalah Tawur. Tawur berasal dari kata nawur atau
membayar utang. Lalu kepada siapa kita membayar utang? Kepada para bhuta kala yang mana utang
kepada bhuta kala dalam tri rna termasuk dalam utang kepada dewa rna. Dari utang kepada bhuta
inilah perlu dilaksanakannya bhuta yadnya yang tujuannya adalah agar energi-energi negatif dari
para bhuta kala tidak mengganggu umat manusia di dunia ini. Selain itu juga fungsi tawur ini agar
para bhuta kala disucikan agar bisa menyatu dengan sang hyang tunggal. Filosofi tawur adalah
membayar atau mengembalikan, yang dibayar adalah sari-sari yang telah dihisap atau digunakan
manusia. selain itu juga untuk menyucikan dan menyeimbangkan alam semesta dengan menetralisir
kekuatan-kekuatan alam. Yang diwujudkan dengan pawai ogoh-ogoh yang bertujuan untuk
melenyapkan sifat-sifat keraksasaan dan mengembalikan kekuatan positif dari alam.

Lontar Sri Aji Kasanu, menyebutkan bahwa;

“ring tileming sasih kesanga, patut maprakerti caru Tawur wastanya, sedulur nyepi awengi.”

Terjemahannya: pada Tilem sasih Kesanga, patut mengadakan Upacara Bhuta Yajna, yaitu caru yang
disebut dengan “Tawur”. Dilanjutkan dengan Nyepi satu malam.

Kemudian umat Hindu merayakan Nyepi selama 24 jam dari matahari terbit sampai matahari terbit
lagi di esok hari. Di hari itu seluruh umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian, yaitu empat
larangan atau pantangan yang wajib dilakukan umat Hindu saat melaksanakan Nyepi.

1. Amati Geni atau tidak menyalakan api, yang dimaksud disini bukan api yang kita lihat secara
nyata, tetapi mengarah pada sifat atau ego manusia, kita harus selalu mngendalikan amarah,
mengendalikan ego, mengendalikan nafsu dan mengendalikan api-api dalam diri kita, baik
itu api yang bersifat positif dan api yang bersifat negatif, apabila kita mampu mengelola api
dalam diri kita ini, maka kedamaian sedikit-demi sedikit akan tercapai, seperti contohnya
apabila api dalam kehidupan nyata itu bisa dikelola dengan baik, maka akan menjadi sahabat
kita karena bisa digunakan untuk memasak, sarana upacara dll, tetapi apabila tidak bisa kita
kendalikan maka akan terjadi bencana.
2. Amati Lelanguan atau tidak bersenang-senang, maksudnya disini adalah tidak bersenang-
senang seperti nonton tv main hp, hendaknya kita berpuasa dan samadhi, puasa disini
dimaksudkan untuk menahan keinginan dan nafsu makan dan minum agar kita dijauhkan
dari penyakit.
3. Amati Lelungan atau tidak bepergian. Orang yang melaksanakan Brata penyepian tidak
boleh bepergian, tidak bepergian artinya adalah mengendalikan pikiran, harus tetap
konsentrasi agar pikiran manusia tetap terkendali, tidak liar dan bisa mengendalikan hal
yang negatif. Karena sesungguhnya pikiran adalah kunci dari segala ucapan dan perbuatan,
maka dengan mengendalikan pikiran dan berkonsentrasi pada hal yang baik, maka ucapan
dan perbuatan baik akan senantiasa terwujud.
4. Yang terakhir adalah Amati Karya atau tidak bekerja, yaitu tidak melakukan kegiatan kerja
yg bertentangan dengan ajaran agama karena salama kita melaksanakan brata penyepian
kita hanya merenung dan bermeditasi tentang apa yang telah kita lakukan selama satu
tahun.

Berkaitan dengan pelaksanaaan catur brata penyepian, bila dikaitkan dengan badan manusia, itu
diibaratkan dengan sebuah kolam ikan yang harus dikuras. Teman-teman pasti dapat
membayangkan bila kolam ikan jarang dibersihkan bahkan tidak dibersihkan, tentu saja akan kotor,
airnya keruh, beraroma tidak sedap, tentu kita tidak ingin mempunyai kolam ikan yang seperti itu,
maka dari itu kolam tersebut harus dibersihkan, airnya diganti dengan air yang baru, yang segar dan
jernih dengan membutuhkan waktu beberapa saat untuk membersihkannya, begitulah kira-kira jika
kita mengibaratkan dengan catur brata penyepian, kita hanya perlu membutuhkan waktu sesaat
untuk membersihkan diri dari kekotoran diri dan merubah diri menjadi sesuatu yang lebih baik,
membuang hal-hal yang sekiranya tidak bermamfaat dan mengganti dengan hal baru yang lebih
berguna dan bermamfaat untuk masa depan bahkan untuk masa yang akan datang.
Setelah pelaksanaan catur brata penyepian, rangkaian terakhir dalam pelaksanaan Nyepi adalah
Ngembak Geni. Makna filosofis yang terkandung dalam pelaksanaan ngembak geni ini adalah untuk
mewujudkan keharmonisan dan kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat yang ditandai dengan
pelaksanaan Dharma Santi. Inti dari ngembak geni adalah untuk mengimplementasikan kesadaran
yang ada dalam diri manusia, kesadaran segalanya, termasuk Kesadaran untuk memaafkan orang
lain, melalui proses nyepi melahirkan manusia yang berkarakter, yaitu manusia memiliki perilaku
yang bertanggung jawab, rendah hati, peduli, disiplin, menghargai orang lain, sehingga dia akan
menjadi manusia memiliki kualitas.

Dapat kita simpulkan bahwa makna dari pelaksanaan hari raya nyepi bagi umat hindu atau umat
sedharma adalah manusia diajarkan untuk membersihkan segala kokotoran, hal negative, selalu
mawas diri, merenung sejenak dengan apa yang telah kita perbuat di masa lalu, saat ini dan
merencanakan yang lebih baik dimasa yang akan datang, sehingga kita dapat menjadi manusia yang
berkarakter yang dapat berguna dan bermanfaat bagi sesama, dan tidak lupa selalu bersyukur pada
sang pencipta dengan apa yang telah kita peroleh.

Pada akhir dharma wacana ini semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu dan senantiasa memberikan
kita kesejahteraan dan kedamaian. Om Shanti, Shanti, Shanti Om.

 Dampak Dharma Wacana bagi masyarakat:


Menurut saya, masyarakat menjadi lebih paham serta dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang mungkin ada dibenak masyarakat mengapa hari raya nyepi harus
dilaksanakan dengan sunyi, senyap dan hening.
 Esensi Dharna Wacana Terhadap Pengaruh Globalisasi:
Dengan pengaruh globalisasi kita dapat melihat umat sedharma melakukan pelaksaan hari
raya nyepi sesuai dengan ajaran agama Hindu dan mengikuti ajaran dharma-dharma.
 Pengaruh Dharma Wacana Bagi Pendengar:
Pengaruh Dharma Wacana bagi pendengar adalah pendengar menjadi paham tentang
filosofi hari raya nyepi, mengapa dilakukan, bagaimana dilakukan, dan saja yang dilakukan.
 Pengaruh Dharma Wacana bagi Pedharma Wacana: Pedharma Wacana lebih memahami
filosofi dan makna dari hari raya nyepi serta memahami konsep nyepi itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai