Anda di halaman 1dari 9

1.

DEFINISI KLENTENG

Klenteng atau kelenteng (bahasa Hokkian: 廟, bio) adalah sebutan untuk tempat
ibadahpenganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia pada umumnya. Dikarenakan di
Indonesia, penganut kepercayaan tradisional Tionghoa sering disamakan sebagai penganut
agama Konghucu, maka klenteng dengan sendirinya sering dianggap sama dengan tempat ibadah agama
Konghucu. Di beberapa daerah, klenteng juga disebut dengan istilah tokong.[1] Istilah ini diambil dari
bunyi suara lonceng yang dibunyikan pada saat menyelenggarakan upacara.
Kelenteng adalah istilah “generic” untuk tempat ibadah yang bernuansa arsitektur Tionghoa, dan sebutan
ini hanya dikenal di pulau Jawa, tidak dikenal di wilayah lain di Indonesia, sebagai contoh di Sumatra
mereka menyebutnya bio; di Sumatra Timur mereka menyebutnya am dan penduduk setempat kadang
menyebut pekong atau bio; di Kalimantan di orang Hakka menyebut kelenteng dengan istilah thai
Pakkung, pakkung miau atau shinmiau. Tapi dengan waktu seiring, istilah ‘kelenteng’ menjadi umum dan
mulai meluas penggunaannya.[2]
Klenteng bagi masyarakat Tionghoa tidak hanya berarti sebagai tempat ibadah saja. Selain Gong-
guan (Kongkuan), Klenteng mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan komunitas Tionghoa
dimasa lampau.[3]
a. Asal Mula Kata Klenteng

Klenteng dibangun pertama kali pada tahun 1650 oleh Letnan Kwee Hoen dan dinamakan Kwan Im
Teng 觀音亭. Klenteng ini dipersembahkan kepada Kwan Im(觀音dewi pewelas asih atau Avalokitesvara
bodhisatva Dari kata Kwan Im Teng inilah orang Indonesia akhirnya lebih mengenal
kata Klenteng daripada Vihara, yang kemudian melafalkannya sebagai Klenteng hingga saat ini.
Klenteng juga disebut sebagai bio yang merupakan dialek Hokkian dari karakter 廟 (miao). Ini adalah
sebutan umum bagi klenteng di Republik Rakyat Tiongkok.
Pada mulanya, klenteng adalah tempat penghormatan pada leluhur 祠 "Ci" (rumah abuh) atau dewa,
masing-masing marga membuat "Ci" untuk menghormati para leluhur mereka sebagai rumah abuh. Para
dewa-dewi yang dihormati tentunya berasal dari suatu marga tertentu yang pada awalnya dihormati oleh
marga mereka. Seiring perkembangan zaman, penghormatan kepada dewa-dewi yang kemudian
dibuatkan ruangan khusus yang dikenal sebagai klenteng yang dapat dihormati oleh berbagai macam
marga, suku. Di dalam klenteng bisa ditemukan (bagian samping atau belakang) dikhususkan untuk abuh
leluhur yang masih tetap dihormati oleh para sanak keluarga masing-masing. Ada pula di dalam klenteng
disediakan tempat untuk mempelajari ajaran-ajaran atau agama leluhur seperti ajaran-
ajaran Konghucu, Taoisme, dan bahkan ada pula yang mempelajari ajaran Buddha. Klenteng selain
sebagai tempat penghormatan para leluhur, para dewa-dewi, dan tempat mempelajari berbagai ajaran,
juga digunakan sebagai tempat yang damai untuk semua golongan tidak memandang dari suku dan agama
apapun.
b. Kategori Klenteng

Klenteng adalah sebutan umum bagi tempat ibadat orang Tionghoa sehingga klenteng sendiri terbagi atas
beberapa kategori yang mewakili agama Taoisme, Konghucu, Buddhisme, Agama Rakyat atau Sam Kaw
yang masing-masing memiliki sebutan tempat ibadat yang berbeda-beda.[4]

Tempat ibadah berdasarkan umat:

 Konghucu

o Litang (禮堂)
o Ci (祠)
o Miao (廟) (Temple/Klenteng/Bio) .Kongmiao 孔廟 dan Wenmiao 文廟. Pada masa
feodalisme di Tiongkok, rakyat jelata di Tiongkok pada umumnya tidak bisa
sembarangan membangun kelenteng Konghucu atau Kong Miao 孔廟, Hanya ada dua
yang bisa dikategorikan sebagai miao dalam kepercayaan Konghucu, yaitu: wen
miao dan wu miao.
 Taoisme

o Taoism, secara umum disebut gong guan 宮觀, awalnya tidak disebut gongguan tetapi
dengan berbagai sebutan seperti jing 靖 ( berarti damai ), she 舍 ( gubuk), 廬 ( juga
berarti gubuk tetapi dengan atap yang menutup penuh ), guan 館 ( rumah yang indah dan
ada aktivitas sosial masyarakat, sekarang ini disebut gedung ). Istilah gong guan 宮觀
baru digunakan di jaman dinasti Tang. Secara umum memiliki dua pembagian besar,
yaitu zisun miao 子孫廟yang dikelola oleh pribadi dan aturan yang tidak begitu ketat,
satunya adalah conglin miao 叢林廟, memiliki aturan yang ketat dan memiliki organisasi
pengurusan.
o Gong 宮, artinya adalah istana. Penyebutan tempat ibadah Tao dengan penyamaan
dengan kata istana ini bermula pada masa dinasti Tang. Para kaisar dinasti Tang
beranggapan mereka adalah keturunan dari Li Er 李耳 ( Laozi 老子 ), karena itu mereka
membangun kelenteng-kelenteng Taoisme dan menggunakan kata “istana” untuk tempat
ibadah Taoisme.
o Guan 觀, artinya adalah mengamati, penyebutan ini terkait dengan panggung obervasi
langit 觀臺 pada jaman pra dinasti Tang. Fungsinya mirip dengan yuan院 .
o Dong 洞, artinya adalah gua. Biasanya adalah tempat para pertapa. Contohnya adalah
Leizu dong, di gunung Wudang
o Dian 殿, artinya aula. Statusnya lebih rendah dari gong 宮. Contohnya Xuanjiang dian
玄江殿 Singapore.
 Buddhisme

o Secara umum disebut siyuan 寺院:


o Si 寺, pada umumnya disebut vihara, contoh adalah TaJue si ( 大覺寺 ) atau yang dikenal
dengan sebutan Taikak si di Semarang.
o Yuan 院, pengertian ini lebih luas daripada si vihara, karena mencakup tempat
pendidikan, pelatihan diri untuk para bhiksu, biara.
o An 庵, banyak orang beranggapan an ini khusus untuk bhiksuni, tetapi secara umum bisa
diartikan bahwa an adalah tempat kaum perempuan melatih diri, bisa bhiksuni 尼姑, bisa
daogu 道姑 ( pendeta perempuan dalam agama Tao ), bisa zhai jie齋姐 ( pendoa
perempuan yang hanya ada pada sub etnis Hakka )
o Ta 塔 ( pagoda )[10], bangunan ini bernuansakan Buddhisme, dimana pagoda ini adalah
tempat untuk penyimpanan relics Buddha, kitab suci atau juga para bhiksu-bhiksuni yang
sudah parinibbana. Di kelenteng Ling Guang si 靈光寺 ( vihara Dharma Ramsi )
Bandungmemiliki dua pagoda untuk mengenang bhiksu yang sudah meninggal. Pagoda
bisa ada dalam lingkup vihara atau berdiri sendiri, seperti pagoda Lei Feng 雷峰塔 di
Hang Zhou.
 Kepercayaan rakyat, Pada umumnya mereka menggunakan istilah miao 廟, tetapi dalam banyak
tempat ibadah kepercayaan rakyat, kita bisa melihat penggunaan gong, ci, tang. Sebenarnya
pembangunan tempat ibadah pada jaman dahulu memiliki kaidah utama yaitu pengesahan dari
kerajaan, tetapi terkadang aparat pemerintah tidak menjangkau hingga pedesaan, jadi tidak
menjadi suatu permasalahan bagi rakyat pedesaan. Contoh kelenteng kepercayaan rakyat yang
menggunakan istilah miao atau bio adalah Fude miao 福德廟 ( hoktek bio ).
 Istilah lain yang sering digunakan, antara lain adalah tang 堂yang berarti aula, biasanya itu adalah
kelenteng kecil bersifat pribadi. Yang lainnya adalah shentan神壇 yang berarti aula dewata juga
berukuran kecil, dian 殿 ( aula yang luas ). Tang dan shentan kadang dimiliki oleh pribadi tetapi
terbuka untuk umum, pada umumnya memiliki fungsi pelayanan sebagai pendoa. Kelenteng yang
menggunakan istilah dian ini antara lain Bo an tian 保安殿 Pekalongan. Tang pada umumnya
orang mengkaitkan dengan Fotang佛堂 tetapi ini juga tidak selalu karena ada yang dari Taoisme
menggunakan istilah tang ini. Sedangkan shentan pasti bernuansa Taoisme atau kepercayaan
rakyat Tionghoa.
A. Klenteng berdasarkan fungsi

 Fungsi ibadah
 Fungsi sosial masyarakat
 Fungsi politik
B. Klenteng berdasarkan pemilik

 Milik kekaisaran (pejabat)


 Milik masyarakat
 Milik pribadi

c. Klenteng dan vihara pada Orde Baru


Pada masyarakat awam, banyak yang tidak mengetahui perbedaan dari klenteng dan vihara. Klenteng dan
vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat, dan fungsi. Klenteng pada dasarnya beraritektur
tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain berfungsi sebagai
tempat spiritual. Namun, vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara
Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tiongkok. Contoh adalah kelenteng Taikak sie ( Da
Jue si 大覺寺 ) Semarang yang termasuk tempat ibadah agama Buddha Mahayana. Hal ini perlu diketahui
bahwa vihara dalam bahasa Mandarin adalah si 寺. Contoh vihara Shaolin 少林 atau yang dikenal dengan
sebutan Shaolin si 少林寺.
Perbedaan antara klenteng dan vihara kemudian menjadi rancu karena peristiwa Gerakan 30
September pada tahun 1965. Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuk
kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru. Klenteng yang ada pada masa itu terancam
ditutup secara paksa. Banyak klenteng yang kemudian mengadopsi nama dari bahasa
Sanskerta atau bahasa Pali yang mengubah nama sebagai vihara dan mencatatkan surat izin dalam
naungan agama Buddha demi kelangsungan peribadatan dan kepemilikan, sehingga terjadi kerancuan
dalam membedakan klenteng dengan vihara.
Setelah Orde Baru digantikan oleh Orde Reformasi, banyak vihara yang kemudian mengganti nama
kembali ke nama semula yang berbau Tionghoa dan lebih berani menyatakan diri sebagai klenteng
daripada vihara atau menamakan diri sebagai Tempat Ibadah Tridharma (TITD).

d. Tempat Ibadah

Nama tempat ibadah agama Khonghucu pada umumnya adalah: Miao/Bio/Kelenteng, khusus nya untuk
 Kong Miao, 孔廟 (Confucius Temple); Ada satu ciri khas yang membedakan antara Miao atau
Kelenteng Khonghucu dengan bangunan Kelenteng Tridharma atau yang lainnya (Buddha atau Tao).
Pada umumnya di dalam Kong Miao hanya terdapat Kim sin Nabi Kong Zi sedangkan Altar Dewa-
Dewi terpisah dari bangunan utama, didalam Kong Miao terdapat banyak tulisan (Sienci 神柱) papan
penghormatan Nabi Kongfuzi 孔夫子 /Khonghucu (nama yang lebih umum 孔子 Kongzi)dan juga
para muridnya yang terkenal. Bangunan Kong Miao yang tertua di Indonesia terdapat di kota
Surabaya yang dikenal dengan "Boen Bio" sedangkan di Jakarta Kelenteng Kong Miao Terdapat di
Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan Khongcu Bio di kota Cirebon. "Bio" adalah lafal Hokkian
dari "Miao"
Namun, ada pula Kong Miao yang tidak memiliki Kim Sin Nabi Kong Zi, hanya memiliki altar Sin Beng
yang di anggap sebagai leluhur nya. Pada dasarnya Kong Miao jenis ini adalah semacam Rumah Leluhur,
tempat umatnya memberi penghormatan kepada leluhurnya. Tuan rumah Kong Miao itu disebut
"Kongco", yang berarti Leluhur Engkong (Leluhur Kakek). Leluhur yang berada dalam Kong Miao ini
adalah leluhur yang memang juga sekaligus, di puja sebagai Dewa-Dewi (Shen Ming). Itu sebabnya,
rupang yang terdapat dalam Kong Miao ini tidak serta merta disebut Dewa-Dewi, melainkan disebut
Kongco. Sebagai contoh adalah Bio Hok Tek Tjeng Sin, Pak Kik Bio, Kwan Sing Bio, yang banyak
terdapat di Indonesia.

 Litang, 禮堂 (Ruang Ibadah); Litang adalah nama tempat ibadah agama Khonghucu yang banyak
terdapat di Indonesia. Saat ini sudah ada lebih dari 250 Litang yang tersebar di seluruh Indonesia
yang berada di bawah naungan MAKIN (印尼孔教總會, Majelis Agama Khonghucu Indonesia)dan
organisasi pusatnya adalah MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia).Ciri tempat
ibadah tersebut selain altarnya yang berisi Kim Sin (金神) Nabi Kongzi/Khonghucu, juga biasanya
terdapat lambang "Mu Duo" 木鐸 atau Bok Tok (dalam dialek Hokian) yaitu berupa gambar Genta
dengan tulisan huruf 'Zhong Shu' atau Tiong Sie (bahasa Hokian) artinya "Satya dan
Tepasarira/Tenggang Rasa" yang merupakan inti ajaran agama Khonghucu. Hal ini sesuai dengan
Sabda Nabi Kongzi dalam Kitab Lun Yu 論語: "Apa yang diri sendiri tiada inginkan, janganlah
diberikan terhadap orang lain".
Umat Khonghucu biasanya melakukan ibadah di Litang setiap tanggal 1 dan 15 penanggalan Imlek.
Namun ada pula yang melaksanakannya pada hari Minggu dan hari lain, hal ini disesuaikan dengan
kondisi dan keadaan setempat. Upacara-upacara hari keagamaan lain seperti peringatan Hari Lahir Nabi
Khonghucu (至聖誕, 27 bulan 8 Iemlik), Hari Wafat Khonghucu (至聖忌辰 18 bulan 2 Iemlik), Hari
Tangcik (冬至 Genta Rohani), dan Tahun Baru Iemlik(春節) dsb. biasanya juga dilakukan di Litang.

 Kelenteng, 廟 Miao; kelenteng pada umumnya digunakan sebagai sarana tempat


bersembahyang/ibadah oleh kebanyakan orang Tionghoa (Buddha, Khonghucu dan Tao) sehingga
kadang-kadang kita sulit membedakan apakah mereka itu penganut agama Buddha Mahayana,
Khonghucu atau Tao. Namun kalau kita telaah lebih jauh, ada ciri yang membedakan dari ketiga
bangunan tempat ibadah masing-masing penganut agama tersebut yaitu dari nama kelenteng tersebut
dan juga para Dewa-dewi yang berada dalam bangunan Kelenteng tersebut. Namun secara umum
bangunan Kelenteng biasanya bergaya arsitektur khas Tiongkok, misalnya terdapat ukiran Naga atau
Liong pada bagian atas atap atau tiang/pilarnya,ada lukisan Qilin (麒麟, Hokkian:Kilien)- binatang
yang dianggap suci, bentuknya seperti seekor rusa, kulitnya bersisik berwarna hijau keemasan,
bertanduk tunggal. Hewan suci ini pernah muncul pada saat menjelang kelahiran Khonghucu/Kongzi
dan terbunuh oleh Pangeran Lu Ai Gong 魯哀公dalam perburuannya yang menandai peristiwa
sebelum kewafatan Khonghucu.
Di depan kelenteng terdapat Hiolo tempat menancapkan hio/dupa dan memanjatkan doa kepada Tian
(Tuhan YME); Dan di dalam Kelenteng terdapat rupang Nabi; Para Shen Ming/ yang disebut Leluhur
Kongco dan Makco yang disembahyangi dan di hormati oleh umat* . . Terdapat tempat untuk membakar
kertas sembahyang * Umumnya upacara keagamaan dilakukan secara individu* Biasanya juga sekaligus
merupakan tempat perkumpulan / yayasan sosial, seperti kegiatan keagamaan Khonghucu, misal
Kebaktian umum Agama Khonghucu, Sekolah Minggu Agama Khonghucu untuk anak - anak,
Perkumpulan Kelompok Pemain Barongsai, Perkumpulan Wushu, dll. . Adapun kebiasaan membakar
kertas sembahyang ini secara umum dilakukan oleh penganut agama tradisional tionghoa, dan menjadi
praktek budaya bagi orang tionghoa.
Dengan Atap yg berbentuk kapal & busur Selain Qilin juga didukung dengan Ornamen-ornamen Lainnya
seperti: patung singa sepasang depan pintu masuk kelenteng, Naga di tiang dan di atap ataupun didinding
kelenteng, burung Hong, kura2, lampion, Pat Kua, patung 12 Shio, dll.
Hari Besar Agama Konghucu (Religious Holiday):
1 bulan I (Zheng Yue) - Tahun Baru Kongzili/Yinli/Xin Zheng
4 bulan I - Menyambut turunya malaikat dapur (Chao Chun).
8/9 bulan I - Jing Tian Gong (Sembahyang Besar kepada Tuhan YME)
15 bulan I - Shang Yuan/Yuan Xiao atau Cap Go Me
18 bulan II (Erl Yue) - Hari Wafat Nabi Kongzi (Zhi Sheng Ji Zhen)
5 April - Hari Sadranan (Qing Ming)
5 bulan V (Wu Yue) - Duan Yang/Duan Wu/Bai Chun [maknanya]
29 bulan VII - Sembahyang Arwah Umum.
15 bulan VII (Ji Yue) - Jing He Ping/Jing Hao Peng
15 bulan VIII (Ba Yue) - Zhong Qiu (Sembahyang Purnama Raya)
27 bulan VIII (Ba Yue) - Zhi Sheng Dan (Hari Lahir Nabi Kongzi)
15 bulan X - Xia Yuan.
22 Desember - Dong Zhi (Hari Genta Rohani)
24 bulan XII (Shi Erl Yue) - Hari Persaudaraan & Naiknya malaikat dapur (Chao Chun).

☀Hari Raya Para Suci (Sien Beng) yang dimuliakan oleh Umat Khonghucu sbb:
24 Cap Ji Gwee: Coo Kun Naik
04 Cia Gwee: Coo Kun Turun
13 Cia Gwee: Hari Kenaikan Kwan Kong
21 Cia Gwee: Hari Raya Tik Hay Cien Jien
26 Cia Gwee: HUT Chai Sien Yek
02 Ji Gwee: Hari Raya Hok Tik Ci Cing Sin
03 Ji Gwee: Bun Chiang Tee Kun Lahir
19 Ji Gwee: Mak Kwan Im Lahir
22 Ji Gwee: Kong Tik Cun Ong Lahir
03 Sha Gwee: Cee Thiong
03 Sha Gwee: Hari Raya Hian Thian Siang Tee
09 Sha Gwee: Hari Raya Sia Jien Kong
15 Sha Gwee: Hari Raya Tan Kong
16 Sha Gwee: Hari Raya Cing Iet Thian Kun
23 Sha Gwee: Hari Raya Thian Sing Sing Bo
28 Sha Gwee: Chong Kiat Sian su Lahir
14 Si Gwee: Li Co Sian Lahir
18 Si Gwee: Hua Too Lahir
13 Go Gwee: Kwan Ping Thai Cu Lahir
15 Go Gwee: Hari Raya Sien Long Tai Tee
23 Go Gwee: Hari Raya Cing Gwan Ciang Kun
19 Lak Gwee: Kwan Im Mencapai Kesempurnaan
24 Lak Gwee: Kwan Kong Lahir
29 Lak Gwee: Hari Raya Sam Poo Tai Jien
29 Lak Gwee: Gwee Ham Gou Buka Tanggal
07 Chiet Gwee: Hari Raya Khwee Sing
17 Chiet Gwee: Liem Cien Tai Jien Lahir
30 Chiet Gwee: Gwee Ham Gou Tutup Tanggal
03 Pik Gwee: Hari Raya Coo Kun
15 Pik Gwee: Hari Raya Hok Tik Ching Sien
22 Pik Gwee: Hari Raya Kwee Sing Ong / Jian Ting Hut Lahir
09 Kau Gwee: Kenaikan Hian Thian Siang Tee
15 Cap Gwee: Hari Raya Sam Kwan Tai Tee
29 Cap Gwee: HUT Jenderal Ciu Chong
06 Cap It Gwee: Cing Swie Coo Su Kong Lahir

 Kelenteng biasanya diberi nama dalam bahasa Mandarin.


2. SEJARAH
Klenteng Poncowinatan, Klenteng Tertua di Jogja
Apa yang anda pikirkan jika mendengar istilah “Pecinan di Yogyakarta”? Mungkin salah satu hal
yang terlintas di kepala yakni Kranggan. Terletak di bagian utara Tugu Jogja, Kranggan menjadi
salah satu pecinan yang hingga kini masih eksis di masyarakat berkat keberadaan pasarnya.
Namun siapa sangka jika jejak kejayaan wilayah Kranggan ini justru terletak pada fasilitas ibadah
bagi warga Tionghoa? Klenteng tersebut bernama Klenteng Poncowinatan.
Aslinya, klenteng satu ini bernama Zen Ling Gong. Bagi warga Jogja, klenteng ini lebih dikenal
dengan nama Klenteng Poncowinatan. Penamaan ini dikarenakan lokasi dari klenteng itu sendiri
yang berada di Jalan Poncowinatan 16, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta. Klenteng
Poncowinatan menjadi klenteng tertua di kota Yogyakarta, karena telah berdiri sejak tahun 1881
pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VII.

Kawasan klenteng yang menempati area Sultan Ground seluas 6.244 meter persegi ini sempat difungsikan
sebagai sekolah modern Tionghoa pertama di Yogyakarta dengan nama Tiong Hoa Hak Hong (THHT)
pada tahun 1907. Namun popularitas sekolah Tionghoa ini kemudian mengalami kemunduran akibat
persaingan dengan sekolah yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Hingga puncaknya pada
tahun 1940-an, gedung sekolah ini kemudian dikembalikan kepada pihak pengelola kleteng. Saat ini,
pengelolaan klenteng dijalankan oleh Yayasan Budaya Wacana (YBW).
Layaknya bangunan klenteng pada umumnya, klenteng Poncowinatan didominasi oleh warna merah dan
kuning emas. Mengusung arsitektur Tiongkok kuno, bangunan klenteng juga tetap dipertahankan
keasliannya. Bahkan klenteng juga telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Yogyakarta.
Memasuki bangunan klenteng, ornamen naga terlihat di bagian atap dan bagian tiang penyangga. Dinding
bangunan menggunakan batu bata berplester yang ditambahkan beberapa ornamen serta simbol tertentu
yang berkaitan dengan kepercayaan Tionghoa. Atap bangunan menggunakan kayu jati, sedangkan lantai
telah menggunakan keramik.

Pembagian ruangan terbagi menjadi dua, yakni ruang publik dan ruang privat. Patung Kwan Tie Koen,
atau juga disebut dewa Keadilan akan dengan mudah dijumpai di ruang suci utama. Tidak heran apabila
banyak pengunjung yang secara sengaja bersembahyang di klenteng ini guna memohon keadilan dan
kesejahteraan dalam hidupnya. Pada ruang pemujaan dewa utama terdapat beberapa altar dengan dewa
yang berbeda, seperti dewi Kwan Im dan dewa Hok Tek Cen Seng (Dewa Penunggu Rumah).

Lokasi klenteng Poncowinatan cukup mudah diakses dengan berjalan kaki. Dari Tugu Yogyakarta, anda
dapat berjalan kaki beberapa meter ke arah utara menuju pasar Kranggan, dimana letak klenteng yang
persisnya berada di bagian utara pasar. Namun apabila anda ingin bekunjung menggunakan kendaraan
mobil/ motor, klenteng Poncowinatan juga memiliki halaman luas yang bisa digunakan sebagai parkir.

Klenteng Poncowinatan juga seringkali dikunjungi oleh warga lokal maupun warga mancanegara, baik
untuk keperluan ibadah maupun keperluan wisata. Sangat disarankan untuk berkunjung ke klenteng ini di
waktu pagi hingga siang hari, terlebih bagi anda yang ingin memotret bangunan depan klenteng. Selain
itu jika beruntung, anda juga dapat melihat proses ibadah umat Tionghoa pada waktu tersebut. Meski
begitu, sangat tidak diperkenankan untuk memotret orang-orang yang sedang beribadah tersebut dari arah
depan. Mengingat bangunan masih difungsikan sebagai tempat ibadah, ada baiknya berpakaian yang
sopan dan juga tetap menjaga ketenangan selama berkunjung ke klenteng.
Jadi, tertarik untuk mencoba atmosfir ala Tiongkok di Klenteng Poncowinatan?

KLENTENG PONCOWINATAN:

SEBUAH WISATA SEJARAH DAN RELIGI DENGAN KENTALNYA AKULTURASI

Sejarahnya Klenteng tersebut dibangun pada thaun 1860 di kawasan utara Tugu Yogyakarta yang
kemudian ditetapkan sebaai kawasan masyakarat Tionghoa (de Chinese Bevolking) oleh Kaultanan
ngayogyakarta Hadiningat. Di atas Sultan ground atau tanah keratin tersebut orang Tionghoa mendiirkan
tempat ibadah yakni Kauw Lang Teng yang kemudian secara pelafalan menjadi Klenteng yang artinya
tempat menidik orang.

Sri Sultan Hamengku Buwono VII memberikan tanah seluas 6.244 meter persegi pada masyarakat
Tionghoa untuk dijadikan Vihara atau Klenteng. Klenteng tertua yang berada di utara Tugu Yogyakarta
ini sudah ada sejak tahun 1881. Pada tahun 1907 masayarakt Tionghoa juga memikirkan maslaah
pendidikan yang kemudian membagun sekolah modern pertama di Yogyakarta di kawasan Klenteng
yakni Tiong Hoa Hak Tong (THHT) yang menginduk di Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di Batavia.

Beberapa waktu setelahnya bangunan THHT tersebut berada di sebelah barat klenteng hingga tahun 1923
dikenal sebagai Chia Temple. Selanjutnya dibagi menjadi tiga lokasia yakni bagian tengah untuk rumah
ibadah seluas 2.000 meter persegi dan sebelah baratnya selaus 1.200 meter persegi dan sisanya digunakan
sebagai tempat olahraga dan kebudayaan.

Tahun 1940 THHT telah berhenti menggunakan aset gedung Klenteng karena tidak mampu bersaing
dengan Hollan Chinesche School (HCS) ynag sengaja didirikan Belanda untuk mematikan THHT yang
mana kehadirannya telah membangkitkan rasa nasionalme di tanah air. THHK akhirnya mengembalikan
gedung kepada Klenteng dan menjadi asrama hamba Klenteng.

Kala Kependudukan Jepang

Setelah masuknya kependudukan Jepang ke Indonesia kahirnya memaksa semua sekolah Belanda ditutup
dan kemudian mengizinkan sekolah Tionghoa dibuka kembali. Akhirnya Klenteng tersebut dipinjamkan
kembali untuk kedua kalinya yang kemudian dipinjamkan kepada Sekolah Rakyat Tionghoa Pertama
Yogyakarta (Ri Re Zhong Hua Di Yi Xiao Xie yang disingkat Di Yi Xiao) kemudian dikelola oleh
Yayasan Pendidikan Chung Hwa Yogyakarta dengan status masih asing.

Pengelolaannya silih berganti sejak pemerintah Belanda mendirikan Hollan Chinese School yang
selanjutnya melarang pengelolaan sekola etnis Tionghoa. Akhirnya pada tahun 1970 pengelolaan sekolah
dikuasai oleh Yayasan Budya Wacana (YBW).

Istimewanya dari Klenteng Poncowinatan yang dikelola oleh Yayasan Bhakti Loka ini mempunyai
keistimewaan yang mungkin tidak ada di Klenteng lainnya yaitu Klenteng ini merupakan salah satu benda
Bangunan Cagar Budaya (BCB) yang ada di Yogyakarta yang sudah ditetapkan kementerian. Klenteng
tersebut merupakan salah satu cagar yang waib dilestarikan di kawasan heritage.
3. PERKUNJUNGAN

Pada Kunjungan ke Klenteng Tjen Ling Kiong atau biasa disebut Klenteng Poncowinatan yang
beralamatkan di Jl. Poncowinatan 16, depan Pasar Kranggan Yogyakarta. Dinas Pariwisata disambut
hangat oleh pengurus Klenteng Tjen Ling Kiong tersebut, dan dijelaskan mengenai sejarah dan isi dari
Klenteng Tjen Ling Kiong.

Klenteng Tjen Ling Kiong yang dikelola Yayasan Bhakti Loka ini memiliki keistimewaan yang mungkin
tidak dimiliki Klenteng-klenteng lainnya. Klenteng Poncowinatan ini merupakan salah satu benda atau
Bangunan Cagar Budaya (BCB) yang dimiliki Kota Yogyakarta yang sudah ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.07/PW.007/MKP/2010, yang ditanda tangani Menteri
Kebudayaan dan Pariwsata Jero Wacik. Klenteng Poncowinatan ini adalah tinggalan sejarah dan
purbakala yang harus tetap dilindungi dan dilestarikan termasuk lingkungan sekitarnya.

Setiap Tahun Baru Imlek dan hari-hari keagamaan bagi orang tionghoa, Klenteng ini selalu ramai
dikunjungi umat baik yang ada di Yogyakarta maupun dari luar Yogyakarta. Klenteng ini juga menarik
perhatian wisatawan, lantaran termasuk salah satu bangunan tua di Yogyakarta. Beberapa pihak
mengusahakan klenteng ini ditetapkan sebagai kawasan heritage alias benda cagar budaya.

Setiap Imlek tiba, Klenteng Poncowinatan ini juga dalam tradisinya menggelar tumpengan merah putih
yang didoakan bersama-sama. Tumpengan merah putih ini digelar untuk mendoakan bangsa dan negara
Indonesia dan kemakmuran umat di seluruh dunia. Yang unik adalah perayaan Imlek yang selama ini
selalu identik dengan ragam tradisi dari tanah leluhur etnis Tionghoa di China atau Tiongkok, tidak terjadi
di Klenteng Poncowinatan ini. Suasana berbeda di setiap perayaan Imlek di kelenteng Poncowinatan ini
adalah hadirnya nuansa adat Jawa. Perayaan dan kegiatan mempersembahkan rasa syukur menyambut
tahun baru berhias juga dengan hadirnya tumpeng. Aroma akulturasi tradisi Imlek dengan nuansa Jawa
juga sangat terasa ketika ratusan warga duduk di meja panjang untuk makan bersama usai memanjatkan
doa.

Anda mungkin juga menyukai