Anda di halaman 1dari 31

WILDA RAMADHANI - 005404272019

TRADISI ANNYORONG LOPI: REFLEKSI ASAS GOTONG ROYONG


DALAM PERPAJAKAN

PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
(DJP). Melalui pemaparan definisi, dapat diketahui beberapa poin penting, antara
lain:
(1) Pajak merupakan kontribusi setiap warga negara yang bersifat wajib dan
memaksa. Setiap warga negara yang memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Jika tidak melakukan
pembayaran pajak secara tepat waktu, maka akan dikenakan sanksi
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, baik sanksi administratif
maupun hukum pidana.
(2) Kontribusi atas pajak memiliki tujuan yang mengarah pada penciptaan dan
peningkatan kemakmuran rakyat. Jika pembayaran pajak oleh wajib pajak
berlangsung secara efektif dan efisien, maka pajak dapat memberikan
manfaat kepada masyarakat dalam bentuk perwujudan pemerataan
pembangunan dan kemakmuran rakyat, sebagai bentuk implementasi sikap
gotong royong untuk membangun bangsa. Dengan demikian, penting bagi
setiap wajib pajak bergotong royong untuk membangun bangsa, salah satunya
melalui ketaatan terhadap pembayaran pajak.
Sikap gotong royong adalah suatu sikap yang saling membantu dan bekerja
sama untuk mencapai hasil yang diharapkan (Prayoga, 2018). Presiden pertama
Republik Indonesia, yaitu Ir. Soekarno, menciptakan Pancasila sebagai ideologi
negara Indonesia dengan menitikberatkan pada poin gotong royong yang memiliki
nilai positif, yaitu terkait aspek kebersamaan, tolong menolong, keadilan, dan
sosial. Gotong royong merupakan perwujudan persatuan warga negara Indonesia
yang perlu diamalkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk
WILDA RAMADHANI - 005404272019

dalam kegiatan pembayaran pajak. Hal ini perlu disadari dan ditanam oleh setiap
wajib pajak untuk memaknai pajak sebagai tindakan untuk mewujudkan
pembangunan nasional dan masa depan Indonesia. Perlu ditekankan bahwa, pihak
yang turut menikmati fasilitas publik namun tidak tidak turut melakukan
pembayaran pajak kepada negara adalah benalu dan parasit bagi negara karena
memiliki kontribusi nol terhadap pembangunan dan kemakmuran rakyat.
Salah satu budaya Indonesia yang telah kita kenal sejak zaman nenek
moyang kita adalah budaya gotong-royong. Budaya ini mengakar kuat dalam
setiap pribadi rakyat Indonesia. Dalam hal membangun Indonesia lewat pajak pun
bisa kita lakukan secara gotong-royong. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat
secara bergotong-royong melakukan literasi pajak kepada seluruh wajib pajak.
Kegiatan kegiatan literasi pajak, seperti kampanye, seminar dan penyuluhan pajak
yang masif terus digalakan (Siregar, 2020).
Wajib pajak perlu mengetahui tata kelola perpajakan di Indonesia.
Transparansi laporan Direktorat Jenderal Pajak terhadap pengelolaan dana pajak
yang peruntukannya untuk pembangunan dan belanja negara. Hal ini akan
berdampak positif terhadap kesediaan wajib pajak untuk menunaikan
kewajibannya secara sukarela. Kepercayaan wajib pajak terhadap tata kelola pajak
yang baik akan menimbulkan ikatan yang kuat bahwa seluruh dana pajak yang
terkumpul sepenuhnya digunakan untuk membuat Indonesia semakin maju. Hal
ini tentu mencegah penyalahgunaan pajak seperti yang telah terjadi sebelumnya.
Wajib pajak yang telah mengetahui peruntukan pajak dan mendapat
informasi bagaimana pajak telah menyentuh banyak kehidupan akan melakukan
kewajiban pajak tanpa menunda. Penyampaian laporan surat pemberitahuan
tahunan pajak tepat waktu bagi karyawan, pembayaran pajak oleh perusahaan baik
skala mikro sampai skala besar akan meningkatkan penerimaan pajak dan kinerja
dirjen pajak. Disamping itu, masyarakat turut melakukan pengawasan dan
pelaporan terhadap kegiatan usaha yang ada disekitar lokasi tempat tinggal yang
melalaikan kewajibannya dalam melakukan pembayaran pajak jika kantor pajak
setempat belum melakukan pendataan ulang. Kerja sama antara masyarakat
dengan Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen) akan menutup ruang wajib pajak yang
mencoba mangkir dari kewajiban pajak.
WILDA RAMADHANI - 005404272019

Dirjen Pajak juga dapat melakukan penjaringan wajib pajak secara efektif
melalui banyak program, seperti pengampunan pajak dan insentif pajak. Wajib
pajak yang telah terjaring melalui program program ini dapat diberikan pelatihan
pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan para pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan usahanya. Dirjen Pajak dapat menggandeng pemerintah
daerah dalam peningkatan kemampuan pelaku usaha. Hal ini tentu membuat
pelaku usaha merasa dirangkul. Tentu jika kegiatan usaha bertambah pesat akan
menambah beban kewajiban pajak. Jika target pajak yang ditetapkan pemerintah
tercapai maka pembangunan akan berjalan sebagaimana yang direncanakan. Cita
cita luhur untuk membangun Indonesia yang sejahtera dapat diwujudkan.
Semangat gotong-royong akan terus terpelihara dalam menjaga keberlangsungan
pembangunan di negara kita.
Tradisi budaya gotong royong pada dasarnya dimiliki oleh setiap daerah di
Indonesia. Gotong royong biasanya menyesuaikan dengan tempat asal dan daerah
masing-masing (Oktaviyani dan Sukmayadi, 2020). Bulukumba adalah salah satu
kabupaten yang masyarakatnya memiliki semangat gotong royong yang tinggi.
Kabupaten Bulukumba adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi
Selatan, Indonesia.  Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Bulukumba.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.154,67 km² dan berpenduduk sebanyak
395.560 jiwa dengan jarak tempuh dari Kota Makassar sekitar 153 Km. Penduduk
di Kabupaten Bulukumba dari berbagai macam suku bangsa yang sebahagian
besar adalah suku Bugis, dan Makassar. Selain itu terdapat juga satu suku yang
masih memegang teguh tradisi leluhur dengan mempertahankan pola hidup
tradisional yang bersahaja dan jauh dari kehidupan modern, yakni Suku Kajang.
Suku Bugis Makassar yang dikenal sebagai pelaut sejati, telah menumbuhkan
budaya maritim yang cukup kuat dimasyarakat Bulukumba dengan slogan
"Bulukumba Berlayar", masyarakat Bulukumba menyatakan eksistensinya dengan
kata layar mewakili pemahaman subyek perahu sebagai refleksi kreatifitas dan
karya budaya yang telah mengangkat Bulukumba di percaturan kebudayaan
nasional dan internasional, sebagai 'Bumi Panrita Lopi' (Sulselprov.go.id).
Semangat gotong royong ini kemudian dapat ditemukan dalam tradisi
Annyorong Lopi masyarakat Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba. Secara
WILDA RAMADHANI - 005404272019

harfiah annyorong lopi terdiri atas dua kata, yaitu annyorong (mendorong)


dan lopi (perahu). Jadi, annyorong lopi berarti mendorong perahu atau biasa pula
disebut peluncuran perahu (Bulukumbakab.go.id). Annyorong lopi adalah suatu
aktivitas ritual yang dilakukan oleh masyarakat Bonto Bahari Kabupaten
Bulukumba, sebagai suatu tanda syukur atas selesainya suatu kegiatan pembuatan
perahu, dan perahu tersebut akan dioperasionalkan di laut. Hal ini didasarkan oleh
sistem kepercayaan yang dianut pada masyarakat Bugis, yang menyatakan bahwa
segala sesuatunya yang dilakukan oleh manusia di dunia adalah kehendak oleh
Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, setiap aktivitas yang relatif berskala
besar dan berhasil diwujudkan, senantiasa dilakukan upacara syukuran, sebagai
pertanda terima kasih kepada Tuhan atas berkah yang diberikan kepadanya.
Prosesi upacara annyorong lopi sendiri terdiri dari atas empat tahapan.
Tahap pertama, sore hari dilakukan acara penyembelihan hewan kurban (sehari
sebelum perahu peluncuran). Tahap kedua, acara syukuran yang dirangkaikan
dengan acara songka bala (tolak bala). Acara ini dilakukan pada esok pagi pada
hari peluncuran. Tahap ketiga, pembuatan ammossi (membuat pusat perahu),
dilakukan setelah acara pembacaan kitab al-barazanji dan songka bala selesai.
Kemudian tahap keempat, yang merupakan inti dari semua rangkaian upacara
yakni peluncuran perahu yang dilakukan dengan cara-cara tradisional. Tidak
menggunakan alat berat, tidak ada katrol, hanya dengan mengandalkan tenaga
manusia. Biasanya kegiatan Anyorong ini dilakukan hingga berjam jam, berhari
hari, ataupun berminggu-minggu, tergantung besar kecilnya kapal yang akan
diturunkan ke Pantai. Menariknya, semua orang saling bahu-membahu,
bergotong-royong agar perahu bisa terdorong ke bibir pantai. Biasanya untuk
memicu semangat para penarik kapal seorang pemandu yang akan membawakan
“Appatara Taju” yang mana berisi nyanyian-nyanyian orang dulu yang berisi
cerita-cerita lucu yang membuat gelak tawa, sehingga nyanyian ini dipercaya
mampu menghilangkan rasa lelah bagi warga yang ikut kegiatan annyorong lopi
tersebut.
Kerja sama dan solidaritas yang kuat merupakan kunci utama kesuksesan
penarikan kapal pinisi ke laut. Tanpa kenal lelah, saling menyemangati. Jika
dengan kerja sama dan solidaritas yang baik, tentu pekerjaan menjadi lebih efektif
WILDA RAMADHANI - 005404272019

dan efisien. Prinsip ini pula yang seharusnya berlaku dalam perpajakan agar
tujuan pembangunan nasional dapat terpenuhi secara maksimal.

LANDASAN TEORI
Teori Interaksi Simbolis
Teori interaksi simbolik bermula dari interaksionisme simbolik yang tidak
bisa dilepaskan dari pemikiran George Herbert Mead pada tahun 1863-1931 yakni
sebuah perspektif sosiologi yang dikembangkan pada kisaran pertengahan abad 20
dan berlanjut menjadi beberapa pendekatan teoretis yaitu aliran Chicago yang
diprakarsai oleh Helbert Blumer, aliran lowa yang diprakarsai oleh Manford
Khun, dan aliran Indiana yang diprakarsai oleh Sheldon Stryker.
Karya Mead yang paling terkenal, berjudul Mind, Self, Society menggaris
bawahi tiga konsep kritis yang dibutuhkan dalam menyusun sebuah diskusi
tentang teori interaksionisme simbolik. Tiga konsep itu saling mempengaruhi satu
sama lain dalam teori interaksionisme simbolik. Pikiran manusia (mind) dan
interaksi sosial (self dengan orang lain) digunakan untuk menginterpretasikan dan
memediasi masyarakat (society) (Sembada dan Vivian, 2020). Untuk lebih jelas
ketiga konsep tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1. Pikiran (mind)
Pikiran merupakan kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai
makna sosial yang sama dan itu dikembangkan melalui interaksi dengan
orang lain. Manusia memiliki konsep pemikiran yang dinyatakan sebagai
percakapan di dalam diri sendiri. Salah satu hal penting yang diselesaikan
individu melalui pemikiran adalah pengambilan peran atau kemampuan
secara simbolik menempatkan dirinya sendiri dalam diri khayalan orang lain)
Seorang individu dapat mengembangkan apa yang disebut dengan pikiran
melalui bahasa dan ini membuat individu tersebut mampu menciptakan
setting interior bagi masyarakat yang dilihatnya dan beroperasi di luar diri
individu terebut. Bahasa tergantung pada simbol signifikan atau simbol-
simbol yang memunculkan makna yang sama bagi banyak orang.
WILDA RAMADHANI - 005404272019

2. Diri (self)
Diri merupakan kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri dari
perspektif orang lain. Individu mempunyai kemampuan untuk menjadi subjek
dan objek bagi dirinya sendiri dengan menggunakan bahasa. Subjek atau diri
yang bertindak sebagai I dan objek atau diri yang mengalami sebagai Me.
Dimana I bersifat spontan, impulsive dan kreatif sedangkan Me lebih reflektif
dan peka secara sosial.
3. Masyarakat (society)
Cara manusia untuk mengartikan dunia dan diri sendiri yang berhubungan
erat dengan masyarakatnya. Ada dua bagian penting masyarakat yang
mempengaruhi pikiran dan diri seorang individu yaitu particular others
(orang lain secara khusus) merujuk pada individu yang siignifikan bagi
individu lain seperti orang tua serta keluarga dan generalized others (orang
lain secara umum) yang merujuk pada cara pandang dari sebuah kelompok
sosial atau budaya sebagai suatu keseluruhan (Maghfira dan Mahadian,
2018).
Helbert Mead menjelaskan bahwa manusia termotivasi untuk bertindak
berdasarkan pemaknaan yang mereka berikan kepada orang lain, benda, dan
kejadian. Pemaknaan ini diciptakan melalui bahasa yang digunakan oleh manusia
ketika berkomunikasi dengan pihak lain yakni dalam konteks komunikasi antar
pribadi atau komunikasi interpersonal atau self-talk atau dalam ranah pemikiran
pribadi mereka. Bahasa sebagai alat komunikasi memungkinkan manusia untuk
mengembangkan sense of self dan untuk berinteraksi dengan pihak lain dalam
suatu masyarakat (Haris dan Amalia, 2018)
Helbert Blumer mendefinisikan interaksi simbolik sebagai sebuah proses
interaksi dalam rangka membentuk arti atau makna bagi setiap individu. Tiga
asumsi dari teori ini:
1. Manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada
mereka.
2. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia
3. Makna modifikasi melalui interpretasi.
WILDA RAMADHANI - 005404272019

Menurut Pakar Komunikasi (2017:3) Scott Plunkett mendefinisikan


interaksi simbolik sebagai cara belajar menginterprtasi serta memberikan arti atau
makna terhadap dunia melalui interaksi kita. Teori Interaksi simbolik merupakan
teori yang memiliki asumsi bahwa manusia membentuk makna melalui proses
komunikasi. Teori interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri dan
persepsi yang dimiliki individu berdasarkan interaksi dengan individu lain
(Wikipedia, 2017:1).
Menurut Wikipedia, La Rossan mengasumsikan teori ini adalah sebagai
berikut:
1. Interaksi antar individu dapat mengembangkan konsep diri seseorang.
2. Konsep diri memberikan motif yang penting untuk perilaku seseorang
Teori ini juga mengasumsikan bahwa budaya dan proses sosial
mempengaruhi manusia dan kelompok dan karenanya struktur sosial ditentukan
melalui jenis-jenis interaksi sosial. Teori mempertimbangkan bagaimana norma
masyrakat dan budaya menjadi perilaku individu. Teori interaksi simbolis
dipengaruhi oleh struktur sosial yang membentuk atau menyebabkan perilaku
tertentu, yang kemudian membentuk simbolisasi dalam interaksi sosial
masyarakat. Teori interaksi simbolik menuntut setiap individu mesti proaktif,
refleksif, dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang unik, rumit, dan
sulit iinterpretasikan. Teori interaksi simbolik menekankan dua hal. Pertama,
manusia dalam masyarakat tidak pernah lepas dari interaksi sosial. Kedua,
interaksi dalam masyarakat mewujud dalam simbol-simbol tertentu yang sifatnya
cenderung dinamis (Ahmadi, 2005).

METODOLOGI
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan
atau tulisan dan perilaku orang orang yang diamati. Menurut Nana Sudjana
(2009), penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan deksripsi
dan analis tentang kegiatan, proses atau peristiwa-peristiwa penting. Analisis
kualitatif itu sendiri, terdiri atas pengukuran data yang dibuat berdasarkan pada
WILDA RAMADHANI - 005404272019

pandangan sementara yang dibentuk secara spesifik, teori tidak mutlak


mendominasi dan lebih cenderung bersifat induktif.
Menurut Sugiyono (2013) metode penelitian kualitatif sering disebut
metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang
alamiah (natural setting); disebut juga metode etnografi, karena pada awalnya
metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya:
disebut metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih
bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Penelitian kualiatif didasarkan pada dua alasan yaitu, Pertama permasalahan
yang dikaji dalam penelitian ini membutuhkan sejumlah data lapangan yang
sifatnya aktual dan konstektual. Kedua, pemilihan pendekatan ini berdasarkan
pada keterkaitan masalah yang dikaji dan tidak dapat dipisahkan dengan fakta
alaminya. Penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik, karena situasi
lapangan penelitian bersifat wajar sebagaimana adanya, tanpa manipulasi diatur
dengan eksperimen atau. Penelitian kualitatif interpretatif adalah metode yang
digunakan untuk melihat sebuah fakta sebagai suatu yang menarik dalam
memahami makna sosial. Paradigma interpretif yang digunakan terfokus pada
sifat subjektif dari sosial world dan berusaha memahaminya dari kerangka
berpikir objek yang sedang dipelajarinya.
Pendekatan penelitian memberikan asumsi bahwa dunia sosial, sebagimana
ilmu pengetahuan dikelola, dan apa yang sesungguhnya merupakan masalah,
solusi dan kriteria pembuktian. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi
dengan paradigma interpretif. Teknik etnografi yang dikembangkan oleh Spradley
tahun 1980 tersebut sangat penting dikuasai oleh peneliti yang berparadigma
kualitatif agar bisa memahami karakteristik sebuah komunitas secara lebih
komprehensif (Wijaya, 2018). Dimana tujuan etnografi adalah memahami sudut
pandang penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan
pandangannya mengenai dunianya. Arti lainnya adalah etnografi mempelajari
WILDA RAMADHANI - 005404272019

masyarakat dan belajar dari masyarakat. Objek etnografi adalah kebudayaan yang
memiliki unsur ekplisit dan implisit.
Penelitian tentang unsur-unsur kebudayaan yang eksplisit dapat dilakukan
dengan mudah karena unsur-unsur kebudayaan seperti itu relatif terungkap oleh
partisipan secara sadar. Sebaliknya, penelitian berhubungan dengan unsur-unsur
kebudayaan yang implisit, yang tercipta dan dipahami secara tidak sadar oleh
pemiliknya, maka data dan makna harus disimpulkan secara hati-hati berdasarkan
penuturan dan tingkah laku para patisipan. Hal inilah yang membuat seorang
etnografer perlu terlibat dalam kehidupan masyarakat yang diteliti dengan
berperan sebagai pengamat berparisipasi (participant-observer).
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi dengan paradigma
interpretif untuk memahami nilai-nilai yang terkandung dalam asas gotong royong
dalam perpajakan sebagai wujud realitas ritual annyorong lopi. Pendekatan
penelitian memberikan asumsi mengenai dunia sosial, sebagaimana ilmu
pengetahuan dikelola dan apa yang susungguhnya merupakan masalah, solusi,
kriteria pembuktian. Paradigma interpretif memberikan pengetahuan tentang
realitas, termasuk domain tindakan manusia yang merupakan konstruksi sosial
dengan aktor manusia. teori tentang realitas menunjukkan bagaimana memahami
dunia dan makna bersama yang merupakan bentuk intersubyaktifitas daripada
objektivitas. Dengan demikian, pendekatan interpretif sejalan dengan penelitian
ini yang akan meretas akuntansi sebagai realitas sosial dari sisi
pertanggungjawaban kepada lingkungan sosial.
Pendekatan interpretif dalam penelitian ini didasarkan pada suatu
pemahaman bahwa interpretif bertujuan untuk memahami (to understand) dan
untuk menginterpretasi (to interest) sehingga tujuan penelitian yang dimaksudkan
untuk memahami kebijakan manajer dalam penerapannya. Interpretif memandang
realitas sebagai sesuatu yang bersifat subjektif, diciptakan, ditemukan, dan
ditafsirkan. Pendekatan ini juga memahami hakikat manusia sebagai pencipta
dunianya dan pencipta makna yang memainkan nilai-nilai pragmatis termasuk
kreativitas, ketelitian dokumen, prosedur metodologi, refleksifitas analisis,
kekayaan deskriptif, penjelasan tekstual, daya konseptual, validasi informan, dan
sebagainya.
WILDA RAMADHANI - 005404272019

Menurut Danim (2002: 52) fenomenologi adalah pemahaman tentang


respon atas kehadiran atau keberadaan manusia, bukan sekedar pemahaman atas
bagianbagian spesifik atau perilaku khusus. Ada beberapa jenis fenomenologi
yang dapat dijadikan sebagai alat analisis yaitu fenomenologi transendental,
fenomenologi eksistensial, dan fenomenologi sosiologi (Kamayanti, 2016: 150).
Fenomenologi transendental digunakan dalam penelitian ini karena merupakan
pendekatan yang paling sering digunakan dalam penelitian dan berpusat pada
pemaknaan terhadap induvidual dalam memahami konteks tertentu.
Fenomenologi transendental menurut akar historisnya diluncurkan oleh Edmund
Huserl yang merupakan sebuah studi kesadaran. Studi kesadaran yang dimaksud
bukan pada studi psikologi melainkan pada penegasan tentang keberadaan “aku”
karena setiap pengalaman “aku” akan membentuk persepsi, ekspektasi, fantasi dan
persepsi yang berbeda (Kamayanti, 2016: 151). Dengan demikian, “aku” yang
dimaksud bukanlah tentang pengalaman namun mereka yang mengalami. “Aku”
adalah pusat dari kesadaran. Dengan pendekatan fenomenologi, kita dapat
merudiksi pengalaman individu dengan mengidentifikasi fenomena menjadi
gambaran tentang esensi atau intisari secara menyeluruh.

PEMBAHASAN
1. Memaknai Gotong Royong
Masyarakat mengembangkan kekanisme sosial dalam memenuhi
kebutuhan dan memecahkan masalah yang dihadapi. Mekanisme sosial yang
dikembangkan masyarakat dalam bahasa umum disebut tolong menolong dan
gotong royong. Berdasar sejarah, pada masyarakat Indonesia tumbuh dan
terlembaga nilai tolong menolong dan gotong royong yang merupakan nilai-
nilai dasar dalam pergaulan hidup. Nilai tolong menolong dan gotong royong
ini sesuai dengan falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara, dan menjiwai
setiap kegitan pembangunan.
Istilah gotong royong berasal dari bahasa Jawa. Gotong berarti pikul
atau angkat, sedangkan royong berarti bersama-sama. Sehingga jika diartikan
secara harafiah, gotong royong berarti mengangkat secara bersama-sama atau
mengerjakan sesuatu secara bersama- sama. Sedangkan menurut asal kata,
WILDA RAMADHANI - 005404272019

gotong royong berasal dari kata gotong yang berarti “bekerja”, dan royong
yang berarti “bersama”. Gotong royong dapat dipahami pula sebagai bentuk
partisipasi aktif setiap individu untuk ikut terlibat dalam memberi nilai positif
dari setiap obyek, permasalahan, atau kebutuhan orang-orang di
sekelilingnya. Partisipasi aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud
materi, keuangan, tenaga, fisik, mental spiritual, ketrampilan, sumbangan
pikiran atau nasihat yang konstruktif, sampai hanya berdoa kepada Tuhan
(lihat KBBI).
Koentjaraningrat (1964) (dalam Unayah, 2017) mendefinisikan bahwa
gotong-royong merupakan kerjasama di antara anggota-anggota suatu
komunitas. Selanjutnya, budaya gotong royong dibedakan menjadi tolong
menolong dan kerja bakti. Budaya tolong menolong terjadi pada aktivitas
pertanian, kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan pesta, kegiatan perayaan,
dan pada peristiwa bencana atau kematian. Sedangkan budaya kerja bakti
biasanya dilakukan untuk mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya untuk
kepentingan umum, entah yang terjadi atas inisiatif warga atau gotong royong
yang dipaksakan (Koetjaraningrat, 1987).
Kemudian gotong royong merupakan cita-cita tolong menolong rakyat
Indonesia, seperti yang di ungkapkan oleh Hatta (1976) (dalam Merphin
Panjaitan 2016), bahwa sanubari rakyat Indonesia penuh dengan rasa
bersama, kolektiviteit. Kalau seseorang di desa hendak membuat rumah atau
mengerjakan sawah ataupun ditimpa bala kematian, maka ia tak perlu
membayar tukang atau menggaji kuli untuk menolongnya. Karena dia akan di
tolong bersama-sama oleh warga desanya.
Gotong royong menyimpan berbagai nilai yang positif sebagai modal
sosial bagi masyarakat terutama nilai kesetiakawanan sosial. Nilai-nilai
positif dalam gotong royong antara lain:
a. Kebersamaan
Gotong royong mencerminkan kebersamaan yang tumbuh dalam
lingkungan masyarakat. Dengan gotong royong, masyarakat mau bekerja
secara bersama-sama untuk membantu orang lain atau untuk membangun
fasilitas yang bisa dimanfaatkan bersama.
WILDA RAMADHANI - 005404272019

b. Persatuan
Kebersamaan yang terjalin dalam gotong royong sekaligus melahirkan
persatuan antar anggota masyarakat. Dengan persatuan yang ada,
masyakarat menjadi lebih kuat dan mampu menghadapi permasalahan
yang muncul.
c. Rela berkorban
Gotong royong mengajari setiap orang untuk rela berkorban.
Pengorbanan tersebut dapat berbentuk apapun, mulai dari berkorban
waktu, tenaga, pemikiran, hingga uang. Semua pengorbanan tersebut
dilakukan demi kepentingan bersama. Masyarakat rela
mengesampingkan kebutuhan pribadinya untuk memenuhi kebutuhan
bersama.
d. Tolong menolong
Gotong royong membuat masyarakat saling bahu-membahu untuk
menolong satu sama lain. Sekecil apapun kontribusi seseorang dalam
gotong royong, selalu dapat memberikan pertolongan dan manfaat untuk
orang lain.
2. Gambaran Umum Ritual Annyorong Lopi (Upacara Peluncuran Perahu
Pinisi)
Nama dan Latar Belakang Upacara
Secara harfiah annyorong lopi terdiri atas dua kata, yaitu annyorong
(mendorong) dan lopi (perahu). Jadi, annyorong lopi berarti mendorong
perahu atau biasa pula disebut peluncuran perahu. Annyorong lopi bukanlah
aktivitas biasa yang dilakukan oleh nelayan setiap akan berangkat atau pulang
melaut dengan mendorong perahu ke bibir pantai atau sebaliknya mendorong
ke laut. Akan tetapi annyorong lopi adalah suatu aktivitas ritual yang
dilakukan oleh masyarakat Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba sebagai
sesuatu tanda syukur atas selesainya suatu kegiatan pembuatan perahu , dan
perahu tersebut akan dioperasionalkan di laut.
Khusus Peluncuran alat transportasi baru termasuk annyorong lopi,
upacara syukuran yang dilakukan senantiasa dirangkaikang dengan cara
songka bala (tolak bala). Acara tolak bala merupakan sistem keparcayaan
WILDA RAMADHANI - 005404272019

lama yang masih kental dalam alam pikiran masyarakat setempat. Acara tolak
bala biasanya dipimpin oleh seorang dukun yang disebut guru. Istilah guru
diyakini berasal dari Batara Guru. Yaitu anak sulung Dewa Patotoe (Sang
Penentu Nasib) yang diturungkan ke bumi sebagai manusia pertama penghuni
ini. Batara Guru merupakan salah satu tokoh legendaris dalam epos Lagaligo.
Melalui pengantar sang guru tersebut, diyakini perahu tersebut selama
dioperasionalkan akan terhindar dari marabahaya, termasuk nahkoda dan para
kelasinya.

Maksud dan Tujuan Upacara


Upacara adat annyorong lopi merupakan suatu perwujudkan rasa
syukur bagi pemilik perahu dan para tukang atas selesainya pembuatan
perahu yang mereka harapkan . Perwujudan rasa syukur tersebut dialamatkan
kepada Tuhan atas berkah dan keselamatan yang diberikan selama proses
pembuatan perahu tersebut. Sebagai mahluk sosial, perwujudan rasa syukur
tersebut melibatkan orang banyak untuk turut bergembira dan menikmati
sajian yang dipersiapkan oleh empunya kegiatan. Selain acara syukuran.
Upacara adat annyorong lopi juga dirangkaikan acara Songka bala. Hal ini
dimaksudkan agar perahu baru tersebut dapat terhindar dari marabahaya yang
senantiasa mengancam keselamatan ketika berada di tengah laut. Demikian
pula kelurga yang ditinggalkan di darat, dapat pula terhindar dari bahaya
tersebut. Selain itu, dimaksudkan pula agar selama perahu tersebut
dioperasionalkan senantiasa mempeoleh keuntungan dan rezeki yang banyak.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Upacara


Waktu pelaksanaan ritual upacara adat annyorong lopi disesuaikan
dengan adanya perahu baru yang telah selesai dibuat. Waktu yang dianggap
tepat untuk meluncurkan perahu biasanya pemilik perahu berkonsultasi
dengan guru syara untuk menentukan hari baik pelaksanaan ritual upacara
tersebut. Hari-hari baik itu biasanya disesuaikan dengan sistem pengatahuan
tradisional masyarakat setempat yang dipadukan dengan ajaran agama islam.
Pelaksanaan upacara tersebut dilakukan selama dua hari, yaitu pada hari
WILDA RAMADHANI - 005404272019

pertama dilakukan pada hari sore hari. Dan hari kedua diadakan pada pagi
hari.
Pada hari pertama penyembelihan hewan kurban berupa kambing dan
dua ekor ayam (jantan dan betina). Penyembelihan dilakukan di atas perahu,
tepatnya didekat mesin perahu. Sedangkan pada hari kedua dengan pokok
acara pembacaan kitab al-barazanji dan songka bala dilakukan di atas perahu.
Sedangkan para tamu yang datang dapat menepati ruang yang diatas perahu
atau tempat yang telah disiapkan sekililing badan perahu. Selesai pembacaan
Kitab al-barazanji dan makan bersama para tamu dilakukan pemberian pusat
perahu yang dikenal dengan ammossi. Selanjutnya setelah kegiatan ammossi
selesai kemudian dilanjutkan di bantilang (tempat pembuatan perahu), tepi
pantai hingga perahu tersebut meluncur ke laut.

Pemimpin dan Peserta Upacara


Pemilik Perahu merupakan penyelenggara utama dalam ritual upacara
annyolorong lopi. Sebagai penyelenggara utama, ia menanggung seluruh
biaya yang digunakan dalam prosesi upacara adat tersebut. Selain itu, ia pula
yang menentukang siapa-siapa guru syara dan warga masyarakat yang
dipanggil atau diundang untuk hadir dalam upacara tersebut. Namun apabila
pemilik perahu bukan orang setempat (berasal dari luar), maka pemilik
perahu menyerahkan sepenuhnya kepada punggawa lopi untuk urusan
teknisnya. Selain pemilik perahu bersama keluarganya,terdapat pula beberapa
orang yang memegang peranan penting dalam prosesi ritual upacara
tersebut,yaitu guru syara. Dimana guru syara berperan sebagai pemimpin
upacara pada tahap kegiatan pembacaan kitab al barazanji dan songka bala
(tolak bala) dilakukan di pagi hari. Selain itu terdapat pula orang yang disebut
punggawa (kepala tukang) yang berperanan sebagai pemimpin pada acara
pembuatan possi (pusat) perahu.
Setelah selesai pembuatan possi (pusat) perahu. Setelah selesai
dilakukan ammosi perahu maka perahu akan segera di dorong atau di
luncurkan ke laut. Prosesi upacara tersebut juga terlibat secara aktif sebanyak
puluhan atau bahkan ratusan orang. Mereka itu terdiri atas para sawi (anak
buah tukang) nahkoda bersama kelasinya yang akan melayarkan perahu,
WILDA RAMADHANI - 005404272019

anggota guru syara, kaum laki laki yang akan mendorong perahu, dan kaum
wanita yang menyiapkan makanan untuk para tamu dan peserta upacara.
Banyaknya kaum laki laki dan kaum perempuan yang di undang untuk
mendorong perahu dan menyiapkan makanan biasanya di sesuaikan dengan
besarnya perahu yang akan di luncurkan.Semakin besar perahu tersebut, maka
semakin banyak orang yang diundang.

Persiapan Upacara
Setelah perahu yang di pesan oleh pemilik sudah rampung termasuk
pengecatan, maka pemilik perahu sudah mulai mempersiapkan uparaca
annyorong lopi. Persiapan paling utama adalah ditentukan adalah mengenai
hari pelaksanaan upacara, karena sangat terkait dengan nasib atau
keberuntungan masa depan perahu itu sendiri. Penentuan hari dikaitkan
dengan sistem pengatahuan tradisional masyarakat yang berkaitan dengan
hari-hari baik dan buruk. Orang di daerah tersebut meyakini dan
mempercayai bahwa ada waktu yang yang baik untuk melakukan sesuatu
termaksud dalam kegiatan upacara, karena diyakini dapat memperoleh
keberuntungan dan keselamatan, dan ada pula waktu yang tidak baik atau
buruk untuk melakukan sesuatu karena diyakini dapat memperoleh sial atau
malapetaka.
Bagi mereka isi waktu itulah yang penting, kualitas suatu waktu
tergantung pada isinya, apakah baik atau buruk. Misalnya hari naas, yaitu
hari-hari yang sama dengan tangal satu Muharram pada tahun berjalan
dianggap sebagai hari yang buruk. Demikian pula Bulan terjepit, yaitu bulan
yang diantarai oleh dua hari raya, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha
dianggap bulan yang tidak mempunyai berkah. Sehinggah hari-hari dalam
bulan tersebut dianggap buruk untuk melakukan sesuatu Demikian pula
beberapa hari lainnya. Penentuan hari pelaksanaan upacara, biasanya pemilik
perahu berkosultasi dengan guru syara.

Bahan dan Perlengkapan Upacara


Setelah penentuan hari pelaksanaan upacara, disiapkan pula beberapa
perlengkapan upacara. Perlengkapan uapacara yang utama adalah binatang
WILDA RAMADHANI - 005404272019

yang akan dikurbankan beserta beras dan bumbu-bumbunya. Binatang yang


akan dikurbankan biasanya disesuaikan dengan besarnya perahu. Bilamana
perahu tersebut bertonase besar, seperti pinisi, maka binatang yang
dikurbangkan berupa kerbau. Sedengkan bertonase sedang atau kecil biasanya
binatang yang dikurbankan adalah kambing atau ayam. Selain binatang,
disiapkan pula beras ketan dan beras biasa. Beras ketan akan dibuat nasi ketan
sebanyak empat warna, yaitu merah, hitam, kuning dan putih. Nasi ketan
tersebut akan disuguhkan dalam bentuk sesajian pada acara songka bala.
Sedangkan beras biasa yang jumlahnya cukup banyak akan dibuat nasi
sebagai konsumsi para tamu penyelanggara upacara. Dalam acara tersebut
juga disiapkan beberapa sisir pisang dan kue-kue tradisional berupa Haje,
lopisi, onde-onde, kaddo massigkulu sebagai perlengkapan sesajian songka
bala.
Persiapan yang lain dilakukan, adalah mempersiapkan peralatan yang
akan digunakan, seperti priuk tolak bala beserta air sumur dan beberapa
macam ramuan. Disiapkan pula paotere (sejenis pahat kecil yang digunakan
oleh orang dulu mengebor kayu) dan alat bor masa kini. Kedua alat tersebut
akan digunakan untuk membuat possi (pusat) perahu. Selain itu. Disiapkan
pula kain putih dan selembar kain sarung yang akan diselimutkan kepada
punggawa pada saat mengebor. Disiapkan pula sebuah botol yang berisi
minyak kelapa yang gunanya untuk menampung serbuk bekas pengeboran.
Untuk kelengkapan peluncuran perahu pada pagi harinya, disiapkan
pula dengan memasang kengkeng jangang yakni balok-balok besar dan
panjang agar tidak rebah dn miring pada saat perahu didorong dan beberapa
potong gallasara (kayu bulat atau batang kelapa) yang akan fungsikan
sebagai titian perahu pada saat kalibiseang (punggung perahu) didorong agar
dapat lebih muda meluncur kelaut.dan orang yang bersuara keras yang dapat
memberi aba-aba atau komando agar semua orang dapat serentak dan
bersemangat mendorong perahu. Berbagi persiapan yang telah dilakukan
tersebut, termasuk undangan yang secara lisan, terutama kepada guru syara
bersama anggotanya, punggawa bersama sawinya nahkoda bersama kelasinya
dan anggota masyarakat secara keseluruhan, dan anggota masayarakat secara
WILDA RAMADHANI - 005404272019

keseluruhan, baik laki-laki maupum perempuan yang akan membantu


mendorong perahu dan menyiapkan makanan dan minuman. Atas kehadiran
mereka semua sangat membantu dan menentukan jalannya prosesi upacara
tersebut.

Jalannya Upacara
Sebelum pelaksanaan proses peluncuran perahu ada 3 tahapan yang
harus dilewati hingga perahu tersebut dapat diluncurkan, dimulai dari:
1. Annabang kayu (menebang kayu)
Menebang kayu di hutan pada dasarnya memohon izin dan restu pada
kekuatan gaib agar merelakan kayunya untuk ditebang. Tampak pada
upacara ini perilaku punggawa yang lain dari biasanya yang
memberikan kesan magis,
2. Annattara
Penyambungan lunas (lunas depan dan lunas belakang) yang
merupakan simbol pertemuan ayah dan ibu sebagai cikal bakal
terciptanya janin yang selanjutnya akan diproses menjadi bayi dalam
bentuk perahu ke dalam lubang kalebiseang dimasukkan material
tertentu merupakan simbol isi kandungan sang ibu yang bermakna
kekuatan, kemuliaan dan kemakmuran. Mentera yang diucapkan
punggawa merupakan doa spirit yang akan memberikan ketenangan dan
harapan bagi pemilik perahu. Serpihan kayu pannatta dibagi dua antara
punggawa dan pemilik perahu, merupakan simbol ikrar dan
kesekapatan di antara mereka, dan
3. Ammossi (memberi pusat pada pertengahan perahu)
Upacara ini merupakan simbol kelahiran sang bayi perahu dan telah
lahir kembali seorang anak punggawa yang sempurna. Pandangan dunia
gaib dalam proses pembuatan perahu sampai kini masih diperercaya
para punggawa/panrita lopi.
Berdasarkan pandangan tersebut diadakan aktivitas ritual upacara
yang dilakukan para punggawa pertukangan, seperti: Annabang kayu,
Annattara dan ammossi. Secara sugestif penghayatan dan atas pelaksanaan
ketiga upacara diatas telah menularkan situasi serba sakral bagi sebagian
WILDA RAMADHANI - 005404272019

besar orang yang menghadiri upacara, sebab ritual ini menunjukkan tingkah
laku yang berbeda dari biasanya. Terutama saat punggawa dengan mulut
komat-kamit sambil mengucapkan mantera dengan mengenakan kerudung
putih sambil membakar kemeyan yang dibakar menyebarkan bau diupa di
sekelingnya tempat upacara. Darah kambing dan darah ayam yang disembelih
disekitar mesin perahu, terpancar keluar, dan suasana seperti ini benar-benar
telah mengedapkan suatu perasaan yang hikmat. Situasi yang serba sakral ini
seolah-olah memberi petunjuk bahwa mereka dengan parantara punggawa
sedang mengadakan huibungan dengan dunia lain yang memiliki kekuatan
yang maha dahsyat dan dapat menuntukan kehidupan mereka di dunia. Hal
tersebut berarti mereka harus berjalan dalam jalur tata tertib yang telah
digariskan oleh leluhur mereka, agar harmonisasi dan mikrosmos dan
makrokosmos tetap terjaga.
Prosesi upacara annyorong lopi (peluncuran perahu) terdiri atas empat
tahapan, yaitu tahap pertama dilakukan acara penyembelihan hewan kurban
dilakukan sore hari (sehari sebelum perahu diluncurkan). Tahap kedua acara
syukuran (pembacaan kitab al-barazanji) yang dirangkaikan dengan acara
songka bala (tolak bala). Acara ini dilakukan pada esok pagi dihari
peluncuran . Tahap ketiga pembuatan ammossi (membuat pusat perahu).
Dilakukan stelah acara pembacaan kitab al-barazanji dan songka bala selesai.
Kemudian tahap keempat yang merupakan inti dari semua rangkaian upacara
yakni peluncuran perahu. Keempat tahapan tersebut merupakan suatu
rangkaian yang sangat penting dan sakral untuk dilaksanakan.
Pada hari pertama setelah salat Ashar dilakukan penyembelihan
hewan kurban berupa kambing dan dua ekor ayam (jantan dan betina). Hewan
kurban tersebut disembelih diatas perahu (tepatnya dibagian dalam dekat
mesin perahu) darah hewan yang disembelih tersebut ditampung dalam
wadah kemudian darahnya dioleskan ke bagian mesin, bagian depan, bagian
tengah dan belakang perahu atau biasa disebut nicerakki (mengoleskan darah
pada bagian-bagian perahu) yang bermakna kesucian dan kemuliaan.
Kemudian kambing dan ayam tersebut dikeluarkan dari dalam perahu untuk
dikuliti. Sebelum dikuliti keempat kakinya terlebih dahulu dipotong. Kedua
WILDA RAMADHANI - 005404272019

kaki depannya diikat dengan tali lalu digantung di bagian depan perahu,
demikian pula kedua kaki belakangnya digantung di bagian belakang perahu.
Selanjutnya daging kambing yang sudah dibelah atau dipotong-
dipotong ditampung dalam wadah lalu dibawa ke rumah punggawa lopi untuk
dibuat menu masakan yang akan dihidangkan keesokan harinya setelah
selesai acara pembacaan al-barazanji dan songka bala. Barulah dilakukan
makan bersama dengan tamu-tamu dan segenap warga yang hadir. Pada hari
kedua, ketika para tamu undangan beserta penyelenggara upacara sudah tiba
di bantilang. Sebagian di antaranya, terutama penyelenggara upacara (pemilik
perahu), punggawa lopi dan para sawi (tukang-tukang perahu), tamu
undangan dan tokoh-tokoh masyarakat, berada di atas perahu. Guru syara
bersama anggotanya duduk bersila sambil membentuk formasi berjejer dan
sedikit melingkar. Jumlah mereka sebanyak lima orang (jumlah tersebut tidak
mutlak, dapat saja kurang atau lebih).
Guru syara duduk di bagian tengah perahu (menghadap ke laut)
berdekatan dengan sang guru dan pemilik perahu. Sedangkan pada tamu yang
terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat, juga duduk bersila menghadap ke guru
syara dan anggotanya. Dihadapan mereka disajikan beberapa sisir pisang dan
jenis-jenis kue tradisional, seperti umba-umba, lapisi, haje, dan sebagainya.
Sajian tersebut diletakkan secara teratur didalam beberapa kappara. Setelah
suasana sudah tenang dan tertib, guru syara membuka kitab al-barazanji,
kemudian membacanya. Setelah berlangsung lima menit, penghulu syara
memberikan kepada anggotanya kitab tersebut untuk dilanjutkan
membacanya. Demikian seterusnya, sehingga semuanya kebagian untuk
membaca kitab tersebut.
Kegiatan membaca kitab al-barazanji dilakukan pula dengan posisi
berdiri bersuara seperti orang bernyanyi, diikuti oleh para tamu juga ikut
berdiri. Kegiatan membaca pada saat berdiri dilakukan secara bersama-sama
tanpa melihat kitab tersebut. Setelah beberapa lama kemudian, merekapun
duduk kembali dan melanjutkan kembali kitab al-barazanji secara estafet
hingga selesai. Pada saat membaca kitab tersebut sang guru syara juga
membaca mantera, sambil mengaduk-aduk sebuah cerek yang berisi air
WILDA RAMADHANI - 005404272019

songka bala. Cerek tersebut berisi air sumur dengan beberapa macam ramuan,
(seperti: ere, raun sidingin, sinrolo, taha tinappasa, taha siri, panno-panno,
pimping) juga lengkapi alat pedupaan untuk membakar kemenyan sebagai
tolak bala. Acara pembacaan kitab al-barazanji dilakukan secara bersamaan
pembacaan mantera oleh sang guru syara. Demikian pula kedua acara tersebut
bersamaan berakhir.
Setelah kedua acara ini berakhir, empunya perahu memberikan
sedekah berupa amplop berisi uang kepada guru syara beserta anggotanya dan
kepada sang guru syara. Selain berupa uang, mereka juga mendapatkan
bingkisan berisi songkolo (nasi ketan) bersama lauk pauknya. Acara
selanjutnya diadakan makan bersama bagi seluruh penyelenggara upacara dan
undangan yang hadir. Setelah acara pembacaan kitab al-barazanji dan songka
bala selesai dilaksanakan, dilanjutkan dengan acara makan bersama dengan
segenap tamu yang hadir. Selanjutnya acara ammossi perahu. Acara ini
dipimpin oleh punggawa. Pertama-tama pemilik perahu bersama isterinya
duduk bersila disebelah kanan kalibiseang berhadapan dengan punggawa.
Sedangkan nahkoda duduk bersila di samping penggawa. Sebuah pedupaan
dan paotere diletakkan di hadapan punggawa. Setelah semua sudah tertib dan
tenang, punggawa kemudian membakar kemenyan di atas pedupaan. Paotere
diambil kemudian diasapi di atas kemenyan. Setelah itu, Pungggawa mencari
titik pertengahan kalibiseang, punggawa mencari di titik pertengahan
kalibiseang,. Seorang anggota keluarga pemilik perahu menyelimuti
punggawa dengan kain putih. Dengan kondisi berselimut, punggawa
memahat sedikit titik pertengahan kalibiseang dengan menggunakan paotere.
Serpihan kayu pahatan tersebut, bersama sebentuk cincin emas yang
diberikan pemelik perahu, oleh punggawa memasukkan ke dalam mulutnya.
Kemudian punggawa mengambil bor. Dengan sedikit berjongkok, bertadi
ditancapkan tepat pada bekas pahatan paotere tadi. Sebelum bor diputar,
punggawa terlebih dahulu membaca mantera yang berbunyi sebagai berikut:
“Nabi Summa tettong ,Nabi Sulaeman berdiri Riolona lopi, Dihadapan
perahu Nabi Hilir ajjaga, Nabi Khaidir menjaga Rilaleng risaliweng, di
WILDA RAMADHANI - 005404272019

dalam dan di luar Bimillahirrahmanirrahim, Dengan nama Allah Yang Maha


Pengasih lagi Maha Penyayang”
Selama kegiatan pengeboran doa tersebut, punggawa mengatur nafas,
sampai terasa bahwa udara yang keluar dari setelah kanan lubang hidungnya
lebih deras mengalir, pada waktu itulah (menurut kepercayaan mereka, sudah
benar-benar berstatus laki-laki) punggawa menekan dan memutar bor
menembus kalibiseang ke arah kanan. Selama kegiatan pengeboran
berlangsung, satu orang sawi berada di bawah perut perahu sambil memegang
wajan berisi beras dan gula merah menantikan dan menadah serbuk bekas
pengeboran. Serbuk tersebut dikumpul bersama serpihan kayu hasil pahatan
paotere lalu diberikan kepada pemilik perahu. Oleh pemilik perahu, serbuk
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam botol yang telah berisi minyak
kelapa. Botol tersebut kemudian dibawah dan digantung pada tiang layar
perahu dan ditempatkan di bawah papan ketabang (geladak). Setelah acara
ammossi usai, tiba saat acara yang ditunggu-tunggu oleh segenap warga yakni
acara annyorong lopi, mendorong perahu. Sebelum memulai mendorong
perahu seluruh laki-laki yang diundang berkumpul di bantilang. Jumlah
mereka cukup banyak, disesuaikan dengan besarnya perahu yang akan
diluncurkan.
Bila perahu tersebut bertonase besar seperti pinisi, maka jumlah orang
biasanya mencapai 200 orang. Para sawi dan kelasi mengatur gallasara di
bawah dan di hadapan perahu. Gallasara tersebut nantinya akan berputar dan
berfungsi sebagai titian yang akan dilalui perahu sewaktu didorong. Demikian
pula kengkeng jangang (kaki penopang perahu) diatur dan diperbaiki agar
perahu senantiasa dalam posisi seimbang. Seterah cukup banyak orang
berkumpul sang guru syara sebagai pemimpin upacara mengucapkan
komando awal dengan meneriakkang aba-aba persiapan dengan ucapan:
“Laaarilan baaateee . . . . .!!!” aba-aba tersebut disambut dengan ucapan . . .
“Taratajoooo . . . .”
Sambutan tersebut merupakan tanda kesiapan hadirin dengan serentak
mereka siap. Orang-orang yangn hadir mengatur posisinya masing-masing,
tetapi ada pula yang diatur oleh nahkoda atau punggawa yang telah
WILDA RAMADHANI - 005404272019

berpengalaman dalam mendorong perahu. Sebagaian orang yang hadir


umumnya ditempatkan dim hadapan sebagai penarik, dan sebagaian lagi
orang-orang ditempatkan di samping dan belakang buritan sebagai
pendorong. Sedangkan para kelasi dan sawi umumnya ditempatkan di bagian
belakang buritan sebagai tenaga pendorong. Bagi yang berada di samping dan
belakang buritan, mereka nantinya menolakkan panggung dan pundaknya ke
perahu sambil mendorong ke arah laut. Pada saat memulai mendorong
seorang perempuan memegang beras bersama serbuk yang akan dihamburkan
kepada orang-orang yang akan mendorong. Terdengar suara-suara riuh dari
orang yang mendorong sebagai penambah semangat. Teriakan penghulu syara
yang kedua merupakan aba-aba yang terakhir untuk bersiap. Teriakan ini
mendapat balasan dan sahutan bergemuruh dari orang banyak dengan ucapan
“taratajooo!!!” (maksudnya kami sudah siap).
Kemudian penghulu syara membaca doa secara Islam mengucapkan
shalawat Nabi dengan irama tertentu “Allahumma salli wa ala aali
Muhammad” yang langsung disambut oleh para hadirin dengan “sallallahu
alahi wasallam”. Selanjutnya memberi komando dalam bahasa konjo dengan
ucapan “laaarilambaateee” sambil berlari-lari kecil di samping dan di
belakang perahu dan orang-orang yang hadir menyahut dengan kata
“tarajooo”. Komando terakhir dengan suara tinggi “ooo rilailahaaa”. Orang
banyak segera menyambut “Hembaaa. . . . Hembaaa. . .” Kemudian serentak
mereka mendorong atau menarik sambil berteriak bersama-bersama: “hela,
helaa, helaaa!” dan seterusnya sampai perahu berciut-ciut meninggalkan
bantilang melalui gallasara.
Kegiatan mendorong perahu tidaklah sekaligus langsung selesai,
biasanya secara pelan-pelan, tahap demi tahap, karena perahu cukup besar
dan berat. Bila terasa lelah, mereka berhenti dan beristirahat, pemilik dan
nahkoda sebuk membetulkan kaki penopang perahu agar perahu tetap dalam
posisi yang seimbang. Untuk menambah semangat dan memanaskan situasi,
banyak di antara mereka mengucapkan kata-kata lucu dan pomo,
menimbulkan tertawa riuh. Adapun pantun yang bernada pomo yang
diucapkan dalam bahasa konjo berbunyi : “Baranina peyyong ulu (sungguh
WILDA RAMADHANI - 005404272019

berani si kepala gundul) Lampa bundu tangnga (pergi berperang) bangngi (di
tengah malam) pammoteranna (sekembalinya) sangnging nana ri ulunna
(kepalanya penuh nanah).
Lantunan pantun jenaka dan tingkah pola pemberi komando
menimbulkan suasana memanas dann gelak tawa yang riuh sehingga sehingga
rasa lelah dan penat terobati. Demikian seterusnya diulang-ulang beberapa
kali dan pemberi komandopun bergantian hingga perahu meluncur ke laut.
Apabila perahu sudah terapung di laut maka perahu tersebut segera diputar
agar dapat menghadap kedaratan. Bilamana rangkaian acara peluncuran
perahu berakhir maka sebagian tamu mohon pamit ke rumah masing-masing
dengan tidak lupa memberikan ucapan selamat kepada pemilik perahu. Dan
sebagian lagi mengobrol sambil bermain demino dan memberi hadiah kepada
pemenang dalam pertandingan domino.

Simbol-simbol Upacara
Dalam setiap pelaksanaan upacara, berbagai macam kegiatan yang
dilakukan atau dipersiapkan guna mengukuhkan kembali ide-ide yang
terkandung dalam setiap pemahaman. Salah penampilan besar peranannya
pada tiap-tiap upacara dalam mengungkapkan kembali emosi keagamaan dan
rasa religi pada setiap simbol-simbol yang terdapat pada setiap ritual upacara.
Simbol adalah lambang/tanda yang mengandung suatu makna. Makna yang
mengungkapkan adalah mewakili suatu pengertian yang abstrak, luas dan
bersifat universal. Kesadaran tentang keutuhan suatu doktrin kepercayaan.
Sebelum ritual songka bala dilaksanakan, terlebih dahulu disiapkan
kelengkapan berupa cerek yang berisi air yang diambil dari mata air tertentu,
serta seikat dedaunan yang terdiri atas Raung sedingin (daun cocor bebek),
sinrolo, taha tinappasa, taha siri, panno-panno yang diikat bersama pimping.
Ikatan dedaunan tersebut mengandung makna sebagai berikut :
 Ere (air yang diambil dari mata air tertentu) diyakini bermakna rezeki
tidak pernah kering.
 Raung sedingin, mengandung makna pemilik dan awak perahu senantiasa
dalam kondisi yang tenang dan tentram.
WILDA RAMADHANI - 005404272019

 Sinrolo, sejenis tumbuhan merambat yang tumbuhnya sangat cepat


sehingga diharapkan pertumbuhan keberuntungan akan cepat meningkat.
 Taha tinappasa, bermakna untuk menolak gangguan mahluk halus/roh
jahat sehingga terhindar dari mala petaka.
 Taha siri (siri = rasa malu/harga diri) diharapkan pemilik perahu
memiliki harga diri dan malu apabila tidak berhasil.
 Panno-panno (panno = penuh) merupakan sejenis daun yang diharapkan
bermakna rezeki selalu penuh / berhasil.
 Pimping yaitu sejenis tebu (batang rumput gajah) bila sudah kering
sangat ringan dan dapat mengapung bermakna selalu bernasib baik/nasib
selalu berada di permukaan.

Pantangan-Pantangan Upacara yang Harus Dipatuhi


Upacara ini dipantangkan untuk dilaksanakan pada hari-hari yang
dianggap buruk menurut sistem pengetahuan tradisional yang berkembang
dalam kehidupan masyarakat. Walaupun telah menganut agama Islam, sistem
pengetahuan tersebut masih diyakini dan harus dipatuhi. Bilamana hal
tersebut dilanggar, maka diyakini akan mendapat mara bahaya, baik terhadap
perahu itu sendiri maupun kepada pemiliknya. Selama prosesi upacara
berlangsung, dipantangkan pula ada orang yang bertengkar di tempat upacara
tersebut. Demikian pula dipantangkan ada anak-anak menangis karena tidak
kebagian makanan. Hal ini dimaksudkan agar suasana pada saat itu dalam
kondisi rukun dan damai. Bilamana pantangan tersebut dilanggar, maka
diyakini Tuhan akan murkah. Akibatnya, segala yang diharapkan di dalam
pelaksanaan upacara tersebut diyakini tidak akan mendapatkan berkah dari
Tuhan.

Nilai-Nilai Upacara
Prosesi pelaksanaan ritual upacara tersebut menghadirkan dua sistem
kepercayaan, yaitu sistem kepercayaan animisme (pra-Islam) dan agama
Islam. Kedua sistem kepercayaan tersebut ditampilkan secara bersamaan
tanpa ada yang diutamakan. Menurut kepercayaan masyarakat setempat,
segala sesuatu yang berkaitan dengan nasib, berkah dan keselamatan
WILDA RAMADHANI - 005404272019

bersumber atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan yang berkaitan
dengan sial dan marah bahaya diyakini bersumber dari Dewa yang
bersemayam di laut. Oleh karena itu, antara harapan atas berkah dan tolak
bala perlu ditampilkan secara bersamaan.
Berbagai peralatan dan bahan-bahan yang dihadirkan dalam upacara
tersebut mengandung berbagai makna simbolik. Adanya penganan, seperti
onde-onde, lopisi, haje dan sebagainya yang jumlahnya setiap kue selalu
ganjil. Onde-onde adalah jenis kue yang selalu muncul ke permukaan air pada
saat dimasak, sedangkan kue lopisi bentuknya berlapis-lapis, begitu pula haje
yang rasanya manis dan enak. Hal ini menunjukkan, bahwa segala sesuatu
(rezeki) yang diharapkan oleh pemilik perahu senantiasa muncul bagaikan
onde-onde, dan senantiasa bertambah secara berlapis-lapis bagaikan kue
lapis, agar kehidupan pemilik perahu senantiasa dalam keadaan senang dan
bahagia, seperti halnya enak dan manisnya kue haje.
Selain penganan, dihidangkan pula beberapa sisir unti labbu (pisang
besar dan panjang) yang jumlahnya selalu ganjil. Pisang melambangkan
sesuatu tumbuhan yang tidak akan mati sebelum berbuah. Tumbuhan pisang
daunnya berlapis-lapis, belum tua muncul lagi kuncup baru. Hal ini
menunjukkan, bahwa perahu tersebut diharapkan tidak akan hancur sebelum
memperoleh hasil. Penghasilan yang diharapkan senantiasa
berkesinambungan secara terus menerus bagaikan munculnya daun pisang.
Sedangkan unti labbu menunjukkan, agar rezeki yang diperoleh senantiasa
yang relatif besar. Baik penganan maupun yang jumlahnya selalu ganjil
menunjukkan makna yang tidak pernah genap atau tidak pernah cukup.
Sehingga ada motivasi untuk mencari rezeki secara terus menerus hingga
relatif cukup.
Dalam pelaksanaan ritual upacara tersebut juga dihidangkan songkolo
empat warna. Hal ini menunjukkan makna sulapa appa (empat persegi) yang
melambangkan filosofi orang Bugis-Makassar. Seseorang yang dianggap
sempurna, bilamana telah menguasai empat segi atau empat penjuru angin.
Adapun keempat penjuru tersebut adalah : (1) ilmu surat, yaitu ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan baca tulis, manusia yang menguasai
WILDA RAMADHANI - 005404272019

ilmu ini dianggap dapat menguasai dunia dengan ilmunya, (2) ilmu syariat,
yaitu ilmu agama yang erat hubungannya dengan akhirat atau masalah-
masalah kehidupan pada hari kemudian, terutama dalam hal tarikat, hakikat,
dan makrifat, (3) ilmu silat, yaitu ilmu bela diri terhadap serangan yang
terlihat oleh mata kasar. Ilmu ini bertujuan untuk menjaga diri dalam
kehidupan sehari-hari, dan (4) ilmu magic, yaitu ilmu yang dapat
menggunakan tenaga alam untuk mencapai kehendaknya, baik yang
membawa kepada kebaikan maupun yang mungkin mencelakakan orang lain.
Ilmu ini biasa juga dipakai sebagai penjaga diri terhadap serangan yang tidak
terlihat oleh mata.
Kesempurnaan tersebut diharapkan pula terwujud kepada perahu,
terutama dalam upaya menangkal semua mara bahaya yang akan
menimpanya. Hal ini terkait dengan ungkapan orang Makassar yang
menyatakan pakajarreki pangngalakny yang artinya perkuatlah penjagaan
dirimu. Selain penganan, peralatan upacara yang dihadirkan juga mempunyai
makna simbolik. Misalnya, periuk yang berisi air sumur menunjukkan makna
laut atau samudera. Air sumur menunjukkan makna tenang dan jernih. Tidak
ada sumur yang airnya bergelombang, selalu menampakkan ketenangan,
kalau airnya goyang, tidak akan menimbulkan gelombang besar. Hal ini
dimaksudkan agar perahu kelak dalam mengarungi lautan dan samudera tidak
menghadapi gelombang dan badai yang besar, tetapi senantiasa berada pada
air laut yang tenang, bagaikan tenangnya air sumur. Selain itu, air sumur yang
disiramkan kepada nakhoda dan para kelasi dimaksudkan agar mereka
senantiasa bersikap dan berperilaku yang tenang dan berpikiran jernih,
bagaikan air sumur yang tenang dan jernih. Perlengkapan yang lain, adalah
minyak kelapa yang tersimpan dalam botol. Setelah diberi serbuk kayu bekas
bor dan serpihan kayu pahatan, menjadikan makna sebagai obat minyak
gosok. Bilamana perahu diamuk badai di tengah laut, minyak tersebut akan
dioleskan beberapa bagian perut perahu. Hal ini merupakan kebiasaan orang
Bugis-Makassar mengoleskan minyak tali pusat ke bagian perut anaknya
yang sedang demam panas (Kemdikbud, 2018)
WILDA RAMADHANI - 005404272019

4. Gotong Royong dalam Tradisi Annyorong Lopi


Annyorong lopi (terdiri dari dua kata dari bahasa Bugis, yaitu
annyorong yang berarti "mendorong" dan lopi yang bermakna "perahu")
adalah suatu aktivitas ritual mendorong perahu ke laut yang dilakukan oleh
masyarakat Bonto Bahari sebagai pembuat kapal pinisi di kabupaten
Bulukumba, Sulawesi Selatan. Tujuan dari dilaksanakannya acara ini adalah
sebagai rasa syukur pada Tuhan yang Maha Kuasa karena telah
menyelesaikan karya pembuatan perahu pinisi. Annyorong lopi menjadi
wujud kearifan lokal masyarakat Bulukumba, memberi bukti nyata semangat
kebersamaan, gotong royong dan etos kerja masyarakat Bulukumba
Annyorong lopi saat ini bukan saja sekadar upacara ritual milik masyarakat
Bugis, namun sudah menjadi sebuah ajang Festival besar dan bergengsi untuk
pengembangan dan kemajuan pariwisata di Indonesia, agar lebih dikenal ke
penjuru dunia. Sejak tahun 2010, acara Annyorong lopi sudah dilaksanakan
sebagai sebuah even budaya yang bertajuk Festival pinisi yang biasanya
dilaksanakan pada bulan September di lingkungan Tokambang,
kelurahan Tanah Lemo, kecamatan Bontobahari (Wikipedia, 2020)
“Lariiilambateee…!” (Dorong yang kuat!)
Begitu teriakan pemersatu diserukan, tali-tali dikencangkan dan
ditarik sekuat tenaga. Kapal pinisi pun bergerak maju, sedikit demi sedikit,
menuju lepas pantai. Begitulah arti tradisi annyorong lopi, ritual mendorong
kapal pinisi ke laut. Tradisi milik masyarakat Bonto Bahari, Bulukumba,
tepatnya di Tana Beru. Meskipun ada yang berpendapat bahwa pinisi
bukanlah pinisi apabila menggunakan mesin sebagai tenaga pendorongnya,
nama pengrajin kapal pinisi Tana Beru tetap melegenda.
Pinisi sendiri merupakan kapal layar tradisional khas Indonesia yang
berasal dari suku Bugis. Pada mulanya dimanfaatkan sebagai moda
transportasi untuk mengangkut komoditas. Seiring berkembangnya zaman,
pemanfaatan pinisi pun semakin beragam. Ada yang digunakan untuk
menangkap ikan, ada pula yang digunakan untuk berwisata. Pinisi tradisional
disulap menjadi kapal pesiar mewah dengan fasilitas kabin tak kalah dengan
hotel berbintang.
WILDA RAMADHANI - 005404272019

Meskipun berubah menjadi kapal modern, bentuk dasar pinisi yang


menjadi ciri khasnya tidak berubah: dua tiang layar utama dan tujuh layar.
Bahan pembuatan pinisi menggunakan kayu bitti, jenis kayu besi yang
pasokannya semakin terbatas. Kini para pengrajin kapal di Tana Beru bahkan
perlu mengirim pasokan kayu bitti dari Sulawesi Tenggara karena area
Sulawesi Selatan tak lagi mampu memenuhi kebutuhan persediaan kayu bitti.
Sebelum dilaksanakan ritual mendorong kapal ke laut, ada beberapa
tahapan yang dilakukan. Pertama, penyembelihan hewan kurban sehari
sebelum kapal diluncurkan. Kedua upacara Appasili, bertujuan mendoakan
agar kapal senantiasa dilindungi saat berlayar. Ketiga, ritual Ammossi, yaitu
upacara pemberian pusat pada pertengahan lunas kapal. Setelah rangkaian
tahapan dilaksanakan, perahu dapat didorong ke laut.
Ritual annyorong lopi sendiri biasanya dilakukan pada siang hari dan
pada saat laut sedang pasang. Beberapa pengrajin percaya bahwa Jumat
adalah hari yang baik untuk melaksanakan ritual. Acara ini melibatkan
pemilik kapal, pembuat kapal, hingga tokoh masyarakat dan tamu undangan.
Lazimnya, ditampilkan atraksi pencak silat dan dilanjutkan pembunyian gong
yang menandakan bahwa kapal siap diluncurkan.

Solidaritas yang Kuat


Butuh tenaga belasan hingga puluhan orang untuk dapat menarik
kapal pinsi tanpa bantuan mesin katrol. Untuk menarik sebuah kapal
berukuran kecil saja—disebut perahu—butuh waktu sekitar dua jam dengan
tenaga lebih dari dua puluh orang. Itulah alasan ritual annyorong lopi ini
melibatkan cukup banyak peserta.
Kerja sama dan solidaritas yang kuat merupakan kunci utama
kesuksesan penarikan kapal pinisi ke laut. Tanpa kenal lelah, saling
menyemangati. Dengan kerja sama dan solidaritas yang baik, tentu pekerjaan
menjadi lebih efektif dan efisien. Prinsip ini pula yang seharusnya berlaku
dalam sebuah organisasi agar visi organisasi tercapai.
WILDA RAMADHANI - 005404272019

Organisasi Besar
Negara sebagai sebuah organisasi yang besar tidak akan berjalan tanpa
adanya sinergi antara masyarakat dan pemerintah. Pemerintah selaku
penyelenggara negara membutuhkan dukungan dari masyarakat agar
program-program pembangunan dapat berjalan. Bayangkan, untuk menarik
sebuah kapal pinisi ke laut saja dibutuhkan tenaga puluhan orang dengan
waktu yang tidak sebentar, apalagi untuk mewujudkan negara yang adil dan
makmur, tentu dibutuhkan dukungan seluruh rakyat. Salah satu cara
mendukung Pemerintah adalah dengan menjalankan kewajiban perpajakan.
Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara yang digunakan
untuk membiayai program-program pembangunan pemerintah. Dalam APBN
2019, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp1.786,4 triliun atau setara
dengan 80% pendapatan negara. Dibandingkan dengan targetnya yang
semakin besar, tingkat rasio pajak Indonesia dari tahun ke tahun justru
semakin kecil. Hal ini juga disebabkan masih rendahnya tingkat kepatuhan
wajib pajak Indonesia.
Mengapa tingkat kepatuhan wajib pajak Indonesia masih rendah?
Minimnya pengetahuan tentang perpajakan menjadi salah satu penyebabnya.
Tingkat kepedulian akan peran serta manfaat pajak dirasa masih kurang.
Membayar pajak dianggap sebagai beban ketimbang investasi kepada negara.
Padahal, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dibutuhkan biaya untuk
membangun fasilitas publik yang tidak murah dan sebagian besar dibiayai
dari pajak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia
belum optimal dalam bergotong royong membangun negara.

 Menjadi Pahlawan
Menjadi pahlawan negara memang harus ikut berperang. Kalau
dahulu, sebelum merdeka, rakyat Indonesia berperang melawan penjajah,
sekarang, setelah merdeka, rakyat Indonesia berperang melawan ketimpangan
sosial. Bagaimana caranya? dengan melakukan pemerataan pembangunan
agar tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan
bunyi sila ke-5 dalam Pancasila. Saat seluruh butir-butir dalam Pancasila
terwujud artinya negara sukses menjalankan tugasnya.
WILDA RAMADHANI - 005404272019

Tak sulit menjadi pahlawan negara masa kini, cukup menjadi wajib
pajak yang taat. Menjadi wajib pajak yang taat berarti paham akan hak dan
kewajiban sebagai wajib pajak. Kesadaran menjadi wajib pajak yang taat
harus dimulai dari diri sendiri sehingga diharapkan menular kepada
masyarakat secara meluas. Ini, baru namanya gotong royong membangun
negara.

SIMPULAN
Pajak merupakan bentuk representasi gotong royong dari warga negara
terhadap negara secara nasional, guna mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat. Terciptanya kemakmuran dan kesejateraan rakyat dengan
adanya pajak ini adalah sebuah mimpi, yang tidak terlepas dari sikap nasionalisme
dan cinta tanah air. Kedua sikap inilah yang ada di setiap individu yang terikat
pada pajak itu sendiri yang ditetapkan oleh negara.
Annyorong lopi menjadi wujud kearifan lokal masyarakat Bulukumba,
memberi bukti nyata semangat kebersamaan, gotong royong dan etos
kerja masyarakat Bulukumba yang jika diimplementasikan dalam perpajakan
memberi makna bahwa dengan membayar pajak kita telah mengimplementasikan
nilai ideologi pancasila yaitu gotong royong dan kita telah berkontribusi untuk
mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan untuk rakyat indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Dadi. 2005. Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar. Terakreditasi Dirjen
Dikti. 301-316.
Bulukumbakab.go.id. 2020. Annyorong Lopi.
https://bulukumbakab.go.id/rubrik/anynyorong-lopi#:~:text=Secara
%20harfiah%20annyorong%20lopi%20terdiri,biasa%20pula%20disebut
%20peluncuran%20perahu.
Danim, S. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Pustaka Setia: Bandung.
DJP. 2020. Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
https://pajak.go.id/id/undang-undang-nomor-28-tahun-2007
Hris, Aidil dan Asrinda Amalia. 2018. Makna dan Simbol dalam Proses Interaksi
Sosial (Sebuah Tinjauan Komunikasi). Jurnal Dakwah Risalah. 29(1): 16
WILDA RAMADHANI - 005404272019

Kamayanti, A. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif Akuntansi, Pengantar


Religiotas Keilmuan. Jakarta: Yayasan rumah peneleh.
Kemdikbud. 2018. Nnyorong Lopi. https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?
newdetail&detailTetap=783
Maghfira, Tasya Aulia dan Adi Bayu Mahadian. 2018. Interaksi Simbolik
Pengajar dan Siswa di Komunitas Matahari Kecil. Jurnal Komunikasi
Global. 7(1): 87-104.
Oktaviyani, Mita dan Trisna Sukmayadi. 2020. Penguatan Nilai-nilai Gotong
Royong di Kampung Potronanggan Kecamatan Banguntapan Kabupaten
Bantul. Jurnal Citizenship. 3(2): 65-70.

Pakar Komunikasi. 2017. Portal Ilmu Komunikasi Indonesia.


https://pakarkomunikasi.com/teori-interaksi-simbolik.
Prayoga, R. 2018. Pembelajaran Mengidentifikasi Unsur-unsur Drama dalam
Bentuk Naskah Menggunakan Metode Think Pair Share untuk
Menumbuhkan Sikap Gotong Royong pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2
Cipatat. Universitas Pasundan. Skripsi
Sembada, Windhiadi Yoga dan Sonia Vivian. 2020. Interaksi Simbolik dalam
Proses Pewarisan Bahasa Masyarakat Nias Kepada Generasi Z. Jurnal
Komunikasi Universitas Garut: Hasil Pemikiran dan Penelitian Program
Studi Ilmu Komunikasi. 560-569.

Siregar, Merry Chandra. 2020. Gotong Royong Pajak Indonesia Kuat.


https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2020/06/29/111518/gotong_
royong_pajak_indonesia_kuat/
Siregar, Nina Siti Salmaniah. 2011. Kajian Tentan Interaksionisme Simbolis.
Jurnal Ilmu Sosial- Fakultas Isipol UMA. 4(2). ISSN: 2-85-0328
Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil proses Belajar mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Nurhayati. 2015. Melukiskan Akuntansi Dengan Kuas Interpretif. Bisnis. 3(1)
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta.
Sulselprov.go.id. 2020. Kabupaten Bulukumba.
https://sulselprov.go.id/pages/info_lain/4
Wijaya, Hengki. 2018. Analisis Data Kualitatif Model Spradley (Etnografi).
Repository.sttjaffray.

Wikipedia. 2020. Annyorong Lopi. https://id.wikipedia.org/wiki/Annyorong_lopi

Anda mungkin juga menyukai