Anda di halaman 1dari 29

Mata Kuliah Dasar-Dasar Ilmu Tanah

“GENESA DAN KLASIFIKASI TANAH”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Ronaldo Praja Haganta Silaban 1806511154
Judith Audry Petra Manalu 2006511061
I Made Krisna Pradnya Putra 2006511067
Putu Gita Nanda Savitri 2006511071
Yhosin Leksan Pratama 2006511080
Vanessa Ridhi 2006511087
I Dewa Ayu Yuniantari 2006511089
Buana Santi Gotami 2006511095
Ica Natalia br Karo 2006511096
Desak Dwi Asthri Cahyani 2006511098

PROGRAM STUDI S1 AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Genesa dan Klasifikasi
Tanah” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Dasar -Dasar Ilmu Tanah. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang hubungan air, tanah, dan tumbuhan bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Gianyar, 12 Februari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 Pembentukan Tanah....................................................................................................3
2.1.1 Pengertian Mineral................................................................................................3
2.1.2 Pengertian Batuan.................................................................................................3
2.1.3 Proses Pembentukan Tanah...................................................................................6
2.2 Faktor Pembentuk Tanah.............................................................................................9
2.3 Klasifikasi Tanah.......................................................................................................13
2.3.1 Sistem Klasifikasi Tanah.....................................................................................13
2.3.2 Struktur Klasifikasi Tanah..................................................................................16
2.3.3 Perkembangan Sistem Klasifikasi Tanah di Indonesia.......................................16
2.4 Taksonomi Tanah......................................................................................................19
2.4.1 Pemberian Nama Tanah......................................................................................19
2.4.2 Konsep Dasar dan Faktor Pembeda....................................................................19
2.4.3 Struktur Taksonomi Tanah..................................................................................20
2.4.4Tata Nama dalam Sistem Taksonomi..................................................................21
BAB III PENUTUP..................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan................................................................................................................22
3.2 Saran..........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................23
LAMPIRAN.............................................................................................................................24
LAMPIRAN I. Klasifikasi Tanah Pusat Penelitian Tanah Bogor............................................24
LAMIRAN II. Klasifikasi Tanah FAO/UNESCO...................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah adalah suatu tubuh alam, yang berdiferensiasi ke dalam horison-horison
dengan bahan penyusun mineral dan organik, biasanya tidak padu, kedalaman
bervariasi, yang berbeda dari bahan induk di bawah dalam hal sifat morfologi, sifat
fisik, sifat kimia, komposisi dan karakteristik biologi tertentu (Jenny, 1941).
Selanjutnya Notohadiprawiro (1993) menambahkan bahwa tanah merupakan hasil
alih rupa dan alih tempat zat-zat mineral dan organik yang berlangsung di permukaan
daratan, di bawa pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama waktu sangat
panjang, dan berbentuk tubuh dengan organisasi dan morfologi tertentu.
Batuan granit untuk menjadi tubuh tanah akan mengalami proses pelapukan
dan perkembangan tanah. Tahap pertama yang terjadi adalah proses pelapukan yang
mengubah batuan dasar menjadi bahan induk tanah yang bersifat isotrop. Topografi
(relief) dapat mempengaruhi sifat tanah melalui kemiringan lereng, panjang lereng,
bentuk permukaan, kiblat lereng, dan perbedaan tinggi tempat (Graham et al., 1990).
Klasifikasi adalah suatu obyek yang teratur pemilahannya. Makin besar
jumlah obyek makin terasa perlu adanya klasifikasi guna kepentingan
perkembangannya. Hasil klasifikasi yang terbaik dapat dicapai jika seluruh obyek
disusun dalam golongan yang dinamakan kategori. Oleh karena itu, penulis akan
membahas tentang “Genesa dan Klasifikasi Tanah”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Bagaimanakah proses pembentukan tanah?
2. Apa saja faktor-faktor pembentuk tanah?
3. Apa itu bahan induk parent material?
4. Apa itu klasifikasi tanah?
5. Bagaimanakah sistem klasifikasi tanah?
6. Bagaimana perkembangan klasifikasi tanah di Indonesia?
7. Apa itu taksonomi tanah?

1
1.3 Tujuan
Dari latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari ditulisnya makalah
ini adalah untuk :
1. Mengetahui bagaimana proses pembentukan tanah.
2. Mengetahui apa saja faktor-faktor pembentuk tanah.
3. Mengetahui apa itu bahan induk parent material.
4. Mengetahui mengenai klasifikasi tanah.
5. Mengetahui sistem klasifikasi tanah.
6. Mengetahui bagaimana perkembangan sistem klasifikasi tanah di Indonesia.
7. Mengetahui mengenai taksonomi tanah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembentukan Tanah


2.1.1 Pengertian Mineral
Mineral merupakan padatan senyawa kimia homogeny, non-organik,
yang mempunyai bentuk teratur ( sistem kristal ) dan terbentuk secara alami.
Mineral termasuk dalam komposisi unsur murni dan garam sederhana sampai
silikat yang sangat kompleks dengan ribuan bentuk yang diketahui
(senyawaan organik biasanya tidak termasuk). Ilmu yang mempelajari mineral
disebut mineralogi. Beberapa contoh mineral diantarnya olivine, amphibole,
botite, clasite, dll.
2.1.2 Pengertian Batuan
Batuan adalah kumpulan atau agregat dari mineral yang sudah dalam
keadaan membeku/keras. Batuan adalah salah satu elemen kulit bumi yang
menyediakan mineral-mineral anorganik melalui pelapukan yang selanjutnya
menghasilkan tanah. Batuan mempunyai komposisi mineral, sifat-sifat fisik,
dan umur yang beraneka ragam. Jarang sekali batuan terdiri dari satu mineral,
namun umumnya merupakan gabungan dari dua mineral atau lebih.
1. Jenis-jeis Batuan :
Secara umum, batuan terbagi menjadi tiga, yaitu batuan beku, batuan
sedimen dan batuan metamorf.
a. Batuan Beku (Igneous Rock)
Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan
silika cair dan pijar yang dikenal dengan nama magma.
mumnya batuan ini berada di dalam mantel atau kerak bumi.
Cara terbentuknya batuan beku setidaknya dibagi menjadi tiga
macam yaitu intrusive (pembentukannya terjadi di dalam
maupun di bawah permukaan bumi), ekstrusif (terjadi di atas
permukaan kerak bumi yang disebabkan karena adanya proses
pencairan magma di dalam mantel maupun kerak bumi), dan
hipabissal (terbentuk oleh adanya proses naik turunnya magma
di dalam mantel atau kerak bumi). Contoh batuan beku
misalnya granit, gabro, dan andesit.

3
b. Batuan Sedimen (Sediment Rock)
Batuan endapan atau batuan sedimen adalah salah satu dari tiga
kelompok utama batuan (bersama dengan batuan beku dan
batuan metamorfosis) yang terbentuk melalui tiga cara utama,
yaitu pelapukan batuan lain (clastic). Pengendapan (deposition)
karena aktivitas biogenic, dan pengendapan (precipitation) dari
larutan. Batuan endapan ada yang tersusun berlapis, tetapi ada
juga yang tidak. Penamaan batuan sedimen biasanya
berdasarkan besar butir penyusun batuan tersebut. Penamaan
tersebut adalah: breksi, konglomerat, batupasir, batulanau,
batulempung, stalaktit dan stalakmit, moraine
c. Batuan Metamorf (Metamorphic Rock)
Merupakan batuan yang berasal dari suatu batuan asal yang
mengalami perubahan tekstur dan komposisi mineral pada fase
padat sebagai akibat perubahan kondisi fisika (tekanan,
temperatur, tekanan dan temperatur). Proses pembentukan
batuan ini berasal dari batuan yang sudah ada sebelumnya,
yaitu protolith. Contog batuan metamorf misalnya gneiss
(Ganes), sekis, marmer, kuarsit, dan serpinit.
2. Siklus Batuan :
Batuan adalah kumpulan atau agregat dari mineral yang sudah dalam
keadaan membeku/keras. Batuan adalah salah satu elemen kulit bumi
yang menyediakan mineral-mineral anorganik melalui pelapukan yang
selanjutnya menghasilkan tanah. Batuan mempunyai komposisi
mineral, sifat-sifat fisik, dan umur yang beraneka ragam. Jarang sekali
batuan terdiri dari satu mineral, namun umumnya merupakan
gabungan dari dua mineral atau lebih.

4
Mekanisme siklus batuan yaitu :
1) Magma mengalami siklus pembekuan. Tempat pembekuan itu,
mungkin di permukaan bumi, mungkin pula di lapisan litosfer
yang tidak begitu dalam, atau di dalam dapur magma bersama-
sama dengan proses pembekuan magma seluruhnya. Karena
itu, batuan yang berasal dan magma akan berbeda-beda pula.
Semuanya dinamakan batuan beku.
2) Karena pengaruh atmosfer, maka batuan beku di permukaan
bumi itu akan rusak, hancur, dan kemudian terbawa oleh aliran
air, hembusan angin, atau gletser. Tidak jarang pula pada waktu
hujan lebat, batuan yang hancur itu meluncur pada lereng yang
curam karena gravitasi dan akhirnya batuan yang telah diangkut
itu akan diendapkan di tempat baru. Akibatnya terbentuklah
batuan endapan yang tertimbun di dataran rendah, sungai,
danau, atau di laut.
3) Mungkin saja pada suatu masa, batuan beku dan batuan
endapan mencapai suatu tempat yang berdekatan dengan
magma sebagai akibat tenaga endogen. Karena persinggungan
dengan magma itu, maka batuan sedimen dan batuan beku
dapat berubah bentuknya dan lazim dinamakan batuan malihan
(metamorf). Batuan malihan dapat juga terbentuk akibat
tekanan yang berlaku pada batuan sedimen.
4) Batuan malihan kemudian mengalami penelanan oleh magma
dan berubah menjadi magma.

5
2.1.3 Proses Pembentukan Tanah
Proses pembentukan tanah dikenal sebagai pedogenesis. Proses yang unik
ini membentuk tanah sebagai tubuh alam yang terdiri atas lapisan-lapisan atau
disebut sebagai horizon. Setiap horizon dapat menceritakan mengenai asal dan
proses-proses fisika, kimia dan biologi yang telah dilalui tubuh tanah tersebut.
Proses pembentukan tanah diawali dari pelapukan batuan, baik pelapukan fisik
maupun pelapukan kimia. Dari proses pelapukan ini, batuan akan menjadi
lunak dan berubah komposisinya. Pada tahap ini batuan yang lapuk belum
dikatakan sebagai tanah, tetapi sebagai bahan tanah (regolith) karena masih
menunjukkan struktur batuan induk. Proses pelapukan terus berlangsung
hingga akhirnya bahan induk tanah berubah menjadi tanah.
1. Pelapukan :
Pelapukan adalah proses alam dalam mana berlangsung pemecahan
dan transformasi batu-batuan dan mineral-mineral menjadi bahan-
bahan lepas, disebut regolith, terletak dipermukaan bumi dengan
kedalaman yang berbeda-beda. Pelapukan dibagi dalam tiga macam,
yaitu pelapukan mekanis, pelapukan kimiawi, dan pelapukan biologis.
a) Pelapukan Mekanis
Pelapukan mekanis atau sering disebut pelapukan fisis adalah
penghancuran batuan secara fisik tanpa mengalami perubahan
kimiawi. Pelapukan ini ditandai dengan adanya perubahan fisik
batuan. Penghancuran batuan ini bisa disebabkan oleh akibat
pemuaian, pembekuan air, perubahan suhu tiba-tiba, atau
perbedaan suhu yang sangat besar antara siang dan malam.
Dalam keadaan alami, tiga faktor fisik bisa mendorong
terjadinya pelapukan jenis ini. Pertama, pembekuan air di
dalam batuan mampu merusak batuan. Air yang menyusup ke
dalam batuan, mengalami pembekuan. Akibat tekanan air yang
membeku, batuan tersebut pecah. Proses ini seperti yang terjadi
ketika air laut menyusup dalam batu karang. Kristal garam
yang terbentuk di dalam batuan mampu menghancurkan
batuan. Kedua, ketika terjadi perbedaan temperatur yang
mengakibatkan batuan mengembang saat suhu tinggi, dan
mengerut saat suhu rendah. Apabila hal ini terjadi terus-

6
menerus akan menyebabkan permukaan batuan retak kemudian
pecah. Ketiga, curah hujan yang tinggi disertai dengan
intensitas sinar matahari yang tinggi secara bergantian,
membuat batuan mengerut dan mengembang hingga akhirnya
terlapuk.
b) Pelapukan Kimiawi
Pelapukan kimiawi adalah pelapukan yang terjadi akibat
peristiwa kimia. Pelapukan ini merupakan pelapukan dengan
proses yang lebih kompleks karena disertai dengan
penambahan maupun pengurangan unsur kimia pada batuan.
Sehingga komposisinya tidak lagi seperti batuan asal. Peristiwa
seperti pelarutan batuan oleh air, oksidasi, dan hidrolisis
mengakibatkan terjadinya pelapukan secara kimiawi. Bentuk
kenampakan alam hasil pelapukan kimia salah satunya terlihat
jelas di wilayah karst. Gua, uvala, dolina, dan aliran sungai
bawah tanah misalnya, terjadi karena pelarutan tanah kapur
melalui retakan-retakan (diaklas). Retakan akan semakin
membesar dan bisa membentuk gua atau lubang-lubang. Jika
lubang-lubang saling berhubungan maka sungai bawah tanah
bisa terbentuk. Kenampakan yang lain seperti adanya stalakmit,
stalagtit, dan danau yang dikenal dengan dolina.
c) Pelapukan Biologis
Pelapukan biologis atau disebut juga pelapukan organis terjadi
akibat proses organis. Pelapukan ini terjadi dengan bantuan
tumbuhan, hewan, dan manusia. Pelapukan biologis bisa
dikatakan lanjutan dari kedua proses pelapukan sebelumnya.
Jika lanjutan dari pelapukan fisik, maka disebut biofisik.
Apabila kelanjutan dari pelapukan kimia, maka disebut
pelapukan biokimia.
2. Perkembangan Tanah
Yaitu terbentuknya lapisan tanah yang disebut horizon, yang
merupakan salah satu ciri suatu jenis tanah (membentuk profil tanah).
Profil tanah adalah penampang melintang (vertikal) tanah yang terdiri
atas lapisan tanah (solum) dan lapisan bahan induk. Adapun solum

7
tanah adalah bagian dari profil tanah yang terbentuk sebagai akibat
proses pembentukan tanah. Perbedaan horizon tanah disebabkan
pengendapan yang berulangulang oleh genangan air atau penyucian
tanah (leached) dan karena proses pembentukan tanah. Proses
pembentukan horizon-horizon tersebut akan menghasilkan benda alam
baru yang disebut tanah. Penampang vertikal dari tanah menunjukkan
susunan horizon yang disebut profil tanah. Horizon-horizon yang
menyusun profil tanah dari atas ke bawah adalah horizon O, A, E, B,
C, dan R (bed rock). Lapisan tanah atas (top soil) terdiri dari horizon
O, dan horizon A. Sedangkan untuk lapisan tanah bawah (sub soil)
terdiri dari:horizon E, dan horizon B.

 Horizon O, horizon yang didominasi oleh bahan organik.


Horizon ini dapat ditemukan pada tanah-tanah hutan yang
belum terganggu. Horizon O merupakan horizon organik yang
terbentuk di atas lapisan tanah mineral.
 Horizon A, horizon mineral di permukaan tanah, merupakan
akumulasi bahan organik halus tercampur dengan bahan
mineral. Horizon A merupakan horizon yang mengalami
penyucian.
 Horizon E, horizon eluviasi, horison dengan sifat utama terjadi
pencucian liat, Fe, Al, bahan organik, dan lain-lain.
 Horizon B, terbentuk dari adanya proses penimbunan (iluviasi)
dari bahan-bahan yang tercuci dari horizon A.

8
 Horizon C, tersusun atas bahan induk yang sudah mengalami
sedikit pelapukan dan bersifat tidak subur.
 Horizon R, tersusun atas batuan keras yang belum terlapukan.
Horizon ini disebut juga batuan induk atau batuan dasar.
2.2 Faktor Pembentuk Tanah
Hans Jenny (1899-1992), seorang pakar tanah asal Swis yang bekerja di
Amerika Serikat, dalam bukunya Factors of Soil Formation (1941) menjelaskan
bahwa tanah dalam proses pembentukannya membutuhkan lima faktor yaitu parent
material (bahan induk), climate (iklim), organism, relief (topografi), dan time (waktu).
Pembentukan tanah pada dasarnya merupakan dampak dari kombinasi proses fisika,
kimia, biologi dan antropogenik dari batuan induknya. Genesa tanah melibatkan
proses-proses pembentukan lapisan-lapisan atau horison-horison yang dapat diamati
pada suatu profil tanah. Proses proses ini melibatkan penambahan, penghilangan,
transformasi dan tranlokasi dari meterial yang menyusun tanah.
Mineral berasal dari hasil pelapukan batuan yang mengalami perubahan
membentuk mineral-mineral sekunder dan komponen lainnya yang terlarut didalam
air, komponen komponen tersebut kemudian berpindah dari satu tempat ketempat
lainnya melalui aktivitas air ataupun aktivitas binatang. Perubahan dan perpindahan
material yang terdapat didalam tanah yang menyebabkan terbentuknya lapisan-lapisan
tanah yang jelas.
1. Batuan Induk (Parent Material) :
Bahan induk merupakan bahan asal terbentuknya tanah. Sifat bahan induk
akan sangat mempengaruhi sifat tanah yang dihasilkan. Sifat ini bahkan masih
dapat dilihat pada tanah yang terdapat di daerah humid (lembab) yang telah
mengalami pelapukan lanjut. Salah satu contoh adalah apabila tanah bertekstur
pasir, maka tentu dia berkembang dari bahan induk yang mengandung pasir
dalam jumlah tinggi. Susunan kimia dan mineral bahan induk tidak hanya
mempengaruhi intensitas tingkat pelapukan, akan tetapi juga menentukan jenis
vegetasi yang tumbuh di atasnya. Bahan dasar induk Tanah dibedakan menjadi
dua macam yaitu bahan induk residual dan angkutan.
a) Bahan Induk Residual
Bahan residual merupakan bahan mineral yang terbentuk hasil
pelapukan bebatuan secara in situ (asli), sehingga mempunyai susunan
kimiawi yang tergantung sepenuhnya pada bebatuan aslinya, dan

9
biasanya relatif miskin hara. Bahan induk residual pada dasarnya
dibedakan menjadi tiga bagian yaitu batuan beku (granit, basalt dan
andasit), batuan sedimen (batu kapur, batu pasir dan shale), dan batuan
Metamorphic (marmer, gneis dan quartzite).
b) Bahan Induk Angkutan
Bahan angkutan yaitu bahan hasil pelapukan yang dipindahkan dari
tempat aslinya, sifat tanah tergantung dari tekstur,struktur, komposisi
batuan induk,iklim,tingkat erosi permukaan,muka air tanah dan
vegetasi lokal. Bahan angkutan ini terdiri dari beberapa macam sesuai
asal pembentukanya yaitu :
 Air
Tanah Aluvial (endapan sugai/ air mengalir), Lacustrine
(endapan Lakustrin/sedimen dasar danau), dan Marine (lautan).
 Angin
Loess (bentuk lahan asal proses eoline yang terbentuk dari
bahan endapan angin yang berukuran debu oleh erosi angin
yang berasal dari daerah gurun dan pada umumnya tidak
berlapis), dan aeolian (bentuk lahan yang terbentuknya akibat
proses angin, yang mana memiliki kemampuan untuk mengikis,
mengangkut, dan mengendapkan material-material pasir
ataupun debu).
 Es
Moraine (terbentuk dari puing-puing yang sebelumnya dibawa
oleh gletser dan biasanya terdiri dari partikel-partikel yang agak
bundar mulai dari batu besar sampai tepung glasial menit),
dataran endapan glacial (merupakan proses pengendapan
material-material batuan yang dihasilkan dengan bantuan
tenaga es), dan outwash plain (dataran yang terbentuk dari
sedimen glasial yang diendapkan oleh air lelehan outwash di
ujung gletser)
 Gaya Grafitasi

10
Tanah colluvial (tanah yang terbentuk oleh pergerakan tanah
dari tempat asalnya akibat gravitasi seperti yang terjadi pada
saat tanah longsor)
2. Ilkim (Climate) :
Pembentukan tanah sangat tergantung pada cuaca / iklim, dan
sebagaimana diketahui bahwa tanah yang berasal dari iklim yang berbeda akan
tercermin dari sifat-sifat tanahnya. Dalam proses pembentukan tanah hanya
ada dua unsur iklim, yaitu unsur suhu dan unsur curah hujan. Suhu udara akan
mempengaruhi pada kecepatan proses pelapukan batuan fisik dimana apabila
suhu semakin tinggi maka pelapukan akan semakin cepat, begitu juga
sebaliknya apabila suhu semakin rendah, maka pelapukan akan melambat.
Curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi asam tanah (pH tanah), dimana
pH tanah akan semakin meningkat sehingga akan terjadi korosi tanah secara
kimia. Siklus perubahan cuaca yang ekstrim merupakan proses yang efektif
untuk memecah batuan dan material yang terkonsolidasi. Temperatur dan
Kecepatan peguapan berpengaruh pada aktivitas organnisme, kecepatan reaksi
kimia dan jenis tutupan lahan.
3. Organisme (Biological Factors) :
Organisme merupakan faktor penting semenjak permulaan
pembenrukan tanah. Proses pembentukan profil tanah dimulai sejak tanaman
dapat hidup di atas batuan misalnya Lichenes. Komponen organisme yang ikut
berperanan dalam proses pembentukan tanah adalah vegetasi, hewan, dan
manusia. Binatang dan mikro-organisme bercampur di dalam tanah
membentuk lubang-lubang (burrow) dan pori-pori yang memungkinkan tanah
menjadi lembab dan gas/udara dapat masuk kedalam tanah hingga kelapisan
yang terdalam. Dengan cara yang sama, akar tanaman membuka saluran-
saluran di dalam tanah, terutama tanaman tanaman berakar tunggal yang dapat
menembus hingga beberapa meter, menembus lapisanlapisan tanah yang
berbeda beda untuk membawa makanan kedalam lapisan-lapisan tanah yang
paling dalam.
Tanaman-tanaman yang berakar serabut yang tersebar dekat dengan
permukaan tanah, berperan dalam terjadinya dekomposisi dan bertambahnya
bahan organik. Mikro organisme, termasuk jamur dan bakteri, berperan dalam
terjadinya pertukaran secara kimiawi antara akar dan tanah dan bertindak

11
sebagai penyedia makanan. Peran manusia dalam pembentukan tanah adalah
dalam hal merubah tutupan lahan; perubahan lahan dapat berakibat terjadinya
erosi dan dapat juga terjadinya pencapuran lapisan laisan tanah yang berbeda-
beda, serta mulainya proses pembentukan tanah. Unsur kimia yang terdapat
pada tanaman akan mempengaruhi sifat fisik tanah. Contohnya disini adalah
jenis pohon cemara akan memberikan unsur kimia seperti Ca, K dan Mg yang
rendah, sehingga tanah yang berada di bawah pohon cemaran akan memiliki
tingkat keasaman yang lebih tinggi daripada tingkat keasaman tanah yang
berada di bawa pohon jati.
4. Topografi (Relief) :
Relief adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah
termasuk didalamnya adalah perbedaan kecuraman dan bentuk lereng.
Topografi atau relief juga merupakan faktor erat dalam pembentukan tanah,
dimana dapat mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap/ditahan massa
tanah, mempengaruhi dalamnya air tanah, mempengaruhi besarnya erosi, dan
mengarahkan gerakan air dan bahan-bahan terlarut.
Tanah yang berada di topografi miring pada umumnya memiliki
lapisan tanah yang tipis, hal ini disebabkan karena adanya erosi yang terjadi
disebabkan oleh aliran air. Sedangkan tanah yang berada di topografi landai
akan memiliki lapisan tanah yang tebal, hal ini terjadi karena pengaruh dari
sedimentasi. Sedangkan sistem drainase akan mempengaruhi pada sifat kimia
tanah. Dimana nantinya tanah tersebut akan memiliki sifat asam yang lebih
tinggi karena adanya dekomposisi dari bahan organiknya yang berjalan
dengan lambat.
5. Waktu (Time) :
Waktu dapat mempengaruhi sifat fisika, biologi serta kimia dari tanah
yang akan terbentuk, dimana setiap tanah memiliki unsur tersendiri. Semakin
tua tanah tersebut maka kandungan yang ada didalamnya juga akan berkurang.
Mineral dalam tanah yang banyak mengandung unsur hara perlahan akan
hilang, sehingga tinggal kadar mineral yang sulit lapuk seperti kuarsa.
Dalam ilmu tanah dikenal konsep time ZERO (waktu nol) yang
menunjukkan saat dimulainya suatu proses pembentukan tanah. Tanah
merupakan benda alam yang terus menerus berubah (dinamik) sehingga

12
sebagai akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus, tanah terbentuk
dari bahan induk → tanah muda → tanah dewasa → tanah tua.
 Tanah Muda adalah tanah yang memiliki perbedaan bahan mineral
dan bahan organik yang masih tampak jelas, sehingga bahan induknya
masih terlihat. Biasanya tanah ini terbentuk dalam kurun waktu kurang
lebih 100 tahun. Beberapa jenis tanah yang masuk dalam kategori
tanah muda antara lain adalah tanah aluvial, tanah litosol dan tanah
regosol.
 Tanah Dewasa merupakan hasil dari perkembangan tanah muda di
tingkat yang lebih lanjut yang membentuk horizon B dalam susunan
dekomposisi tanah. Biasanya tanah ini terbentuk dalam kurun waktu
sekitar 10.000 tahun. Beberapa jenis tanah yang masuk dalam kategori
tanah dewasa antara lain adalah tanah andosol, tanah grumusol dan
tanah latosol.
 Tanah Tua adalah tanah yang sudah mengalami perubahan yaitu
dalam jangka waktu yang panjang sehingga terbentuk horizon A, E,
AB, B, BC dan sebagainya. Tanah sangat lapuk dan sangat masam,
kadar bahan organik, rendah, terbentuknya horison argilik (Bt), miskin
unsur hara. Beberapa jenis tanah yang masuk dalam kategori tanah tua
antara lain adalah tanah Ultisol, Spodosol, dan Oxisol.
2.3 Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah adalah ilmu yang berhubungan dengan kategorisasi tanah
berdasarkan karakteristik yang membedakan masing-masing jenis tanah. Klasifikasi
tanah merupakan sebuah subjek yang dinamis yang mempelajari struktur dari sistem
klasifikasi tanah, definisi dari kelas-kelas yang digunakan untuk penggolongan tanah,
kriteria yang menentukan penggolongan tanah, hingga penerapannya di lapangan.
Tanah sendiri dapat dipandang sebagai material maupun sumber daya.
Tujuan umum klasifikasi tanah adalah menyediakan suatu susunan yang
teratur (sistematik) bagi pengetahuan mengenai tanah dan hubungannya dengan
tanaman, baik mengenai produksi maupun perlindungan kesuburan tanah. Tujuan ini
meliputi berbagai segi, antara lain peramalan pertanian di masa yang akan
datang(Darmawijaya, 1997).
2.3.1 Sistem Klasifikasi Tanah
 Sistem Klasifikasi Tanah di Indonesia

13
Penelitian tanah di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1817,
namun penelitian klasifikasi tanah baru dimulai tahun 1905. Klasifikasi
tanah pertama disusun oleh E. C. J. Mohr pada tahun 1910 yang
bekerja di Bodemkundig Instituut. Klasifikasi tanah ini didasarkan atas
prinsip genesis, dan tanah-tanah yang diklasifikasikan diberi nama atas
dasar warna. Klasifikasi tanah selanjutnya adalah klasifikasi White
yang mulai dikembangkan pada tahun 1931. Dalam system klasifikasi
White, tanah diklasifikasikan atas dasar geologi dan tipe pelapukan,
namun nama-nama tanah masih terlalu panjang dan rumit. Pada tahun
1938, di tanah Deli telah disusun klasifikasi Druif yang digunakan
untuk pemetaan tanah di daerah perkebunan tembakau Deli.
Hasil penelitian Druif secara rinci telah dilaporkan dalam tiga
seri buku De Bodem van Deli. Sistem klasifikasi tanah yang dianggap
cukup maju adalah sistem klasifikasi tanah yang diperkenalkan oleh
Dudal dan Soepraptohardjo (1957). Sistem kalsifikasi ini diadaptasi
dari Sistem Thorp dan Smith (1949) dari Amerika Serikat. Pada tahun
1974 dan 1975, mulai diperkenalkan sistem klasifikasi tanah dunia,
yaitu “Soil Unit” dari FAO/UNESCO (1974) dan “Soil Taxonomy”
dari USDA (1975).
 Sistem Klasifikasi Tanah FAO
Sistem klasifikasi tanah FAO atau lebih dikenal dengan satuan
tanah FAO dibangun tahun 1974 dalam rangka penyusunan peta tanah
dunia skala 1:5.000.000 oleh FAO/UNESCO (1974). Sistem ini
dikembangkan dengan dua kategori yaitu satuan tanah (soil units) dan
sub-unit yang setara dengan Jenis Tanah dan Macam Tanah menurut
sistem klasifikasi tanah nasional. Dalam sistem ini, pengklasifikasian
tanah menggunakan horison penciri. Nama dan kriteria horison penciri
disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
tanah di dunia, dan sebagian merujuk kepada sistem Taksonomi Tanah.
Nama-nama tanah diambil terutama dari nama-nama tanah
Rusia serta Eropa Barat, Canada dan Amerika Serikat, dan beberapa
nama baru yang dikembangkan untuk tujuan khusus agar dapat
menampung dan mewadahi semua jenis tanah di dunia. Sistem ini
dibangun dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi tanah dan

14
potensi penggunaannya terkait dengan pertanian khususnya dalam
pemenuhan kebutuhan pangan dunia. Dalam sistem ini dikenal nama-
nama tanah yang umumnya juga sudah dikenal di Indonesia, antara
lain Gleysol, Regosol, Lithosol, Renzina, Andosol, Podzol. Nama
tanah lainnya yang agak asing diantaranya adalah Solonetz, Yermosol,
Xerolsol, Kastanozem, Chernozem, Phaeozem, dan lain sebagainya.
Dalam perkembangannya, sistem FAO ini ikut mewarnai sistem
klasifikasi tanah nasional.
 Konsep Dasar Klasifikasi Tanah

Konsepsi dasar membangun sistem klasifikasi tanah pada


awalnya lebih ditujukan untuk keperluan pertanian dalam arti luas.
Namun akhir-akhir ini klasifikasi tanah tidak hanya untuk pertanian
tetapi juga untuk tujuan nonpertanian, antara lain untuk perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan jalan dan bangunan gedung
(enginering), pemukiman, septic tank, bahan tambang, bahan industri,
dll. Sistem klasifikasi tanah nasional yang dibangun harus sederhana,
bermanfaat bagi masyarakat luas, mudah dipahami dan dipraktekkan
oleh para pengguna. Hal lain yang sangat penting adalah bahwa semua
jenis tanah yang ada di Indonesia dapat ditampung dalam sistem
tersebut. Berdasarkan bahan induk pembentuknya, tanah dibedakan
atas dua kelompok besar, yaitu tanah organik (tanah gambut) dan tanah
mineral.

15
Tata nama tanah terbagi dalam dua tingkatan/kategori, yaitu
Jenis Tanah dan Macam Tanah. Nama-nama Jenis Tanah mengacu
pada sistem klasifikasi Dudal dan Soepraptohardjo (1957) dengan
sedikit modifikasi dan penambahan yang disesuaikan dengan
perkembangan klasifikasi tanah dunia. Sedangkan pada
tingkat/kategori Macam Tanah menggunakan warna tanah pada
horison penciri bawah (B-warna). Suhardjo dan Soepraptohardjo
(1981), dan Suhardjo, et al. (1983) menggunakan nama-nama atau
istilah dari sifat atau horison penciri dari Sistem Taksonomi Tanah
USDA dan atau Unit Tanah FAO/UNESCO. Sifat-sifat tersebut tetap
dilanjutkan dipakai dalam klasifikasi tanah nasional dengan berbagai
revisi dan penyesuaian.
2.3.2 Struktur Klasifikasi Tanah
Struktur klasifikasi tanah terbagi dalam dua tingkat/kategori, yaitu
Jenis Tanah dan Macam Tanah. Pembagian Jenis Tanah didasarkan pada
susunan horison utama penciri, proses pembentukan (genesis) dan sifat penciri
lainnya. Pada tingkat Macam Tanah digunakan sifat tanah atau horizon penciri
lainnya. Tata nama pada tingkat Jenis Tanah lebih dominan menggunakan
nama Jenis Tanah yang lama dengan beberapa penambahan baru. Sedangkan
pada tingkat Macam Tanah sepenuhnya menggunakan nama/istilah yang
berasal dari Unit Tanah FAO/UNESCO dan atau Sistem Taksonomi Tanah
USDA. Klasifikasi tanah dilakukan dengan mengikuti kunci penetapan Jenis
dan Macam Tanah.
2.3.3 Perkembangan Sistem Klasifikasi Tanah di Indonesia

S IS T E M K L A S IF IK A S I
D I IN D O N E S IA

PPT BOGOR F A O /U N E S C O TAKSO N O M I


TAN AH

LATO SO L, R EG O SO L, N IT O S O L , C A M B IS O L , A N D IS O L , IN C E P T IS O L ,
A N D O S O L , L IT O S O L , F E R R A S O L , R E N Z IN A , M O L L IS O L , V E R T IS O L
A L U V IA L , M E D IT E R A N G L E Y S O L ,A N D O S O L A L F IS O L , U L T IS O L ,
GRUMOSOL RANKER E N T IS O L , O X IS O L

16
Penelitian tanah di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1817, namun
penelitian klasifikasi tanah baru dimulai tahun 1905. Klasifikasi tanah pertama
disusun oleh E. C. J. Mohr pada tahun 1910 yang bekerja di Bodemkundig
Instituut. Klasifikasi tanah ini didasarkan atas prinsip genesis, dan tanah-tanah
yang diklasifikasikan diberi nama atas dasar warna. Klasifikasi tersebut
mengalami beberapa kali perbaikan diantaranya pada tahun 1910, 1916, 1922,
dan 1933. Pada tahun 1972 Mohr bersama van Baren dan Schuylenborgh
menerbitkan buku tentang tanah-tanah di daerah tropika dengan judul
"Tropical Soil, A comprehensive study of their genesis". Klasifikasi tanah
selanjutnya adalah klasifikasi White yang mulai dikembangkan pada tahun
1931. Dalam sistem klasifikasi White, tanah diklasifikasikan atas dasar
geologi dan tipe pelapukan, namun nama-nama tanah masih terlalu panjang
dan rumit. Pada tahun 1938, di tanah Deli telah disusun klasifikasi Druif yang
digunakan untuk pemetaan tanah di daerah perkebunan tembakau Deli. Hasil
penelitian Druif secara rinci telah dilaporkan dalam tiga seri buku De Bodem
van Deli.
Sistem klasifikasi tanah yang dianggap cukup maju adalah sistem
klasifikasi tanah yang diperkenalkan oleh Dudal dan Soepraptohardjo (1957).
Sistem kalsifikasi ini diadaptasi dari Sistem Thorp dan Smith (1949) dari
Amerika Serikat. Sistem klasifikasi tanah ini telah digunakan dalam pemetaan
sumberdaya tanah di Indonesia terutama pada tingkat tinjau dan eksplorasi.
Sistem ini telah berkembang luas dan banyak digunakan secara nasional oleh
para praktisi lapang/penyuluh pertanian serta Instansi teknis di daerah dan
pusat (a.l. Dinas Pertanian, BPN). Dalam Kongres I Ilmu Tanah tahun 1961 di
Bogor, sistem klasifikasi ini diperbaiki dan dipertajam kriterianya terutama
pada Jenis tanah. Dalam kongres tersebut Soepraptohardjo (1961)
memperkenalkan kelas-kelas tanah kategori tinggi; dan Suhadi (1961)
memperkenalkan kelas-kelas tanah pada kategori rendah. Dalam sistem Dudal
dan Soepraptohardjo (Soepraptohardjo 1961) dikenal enam kategori yaitu
Ordo, Sub ordo, Jenis Tanah, Macam Tanah, Rupa Tanah dan Seri Tanah.
Menurut Soekardi dan Notohadiprawiro (1992) dalam sistem Dudal dan
Soepraptohardjo (Soepraptohardjo 1961) kategori tinggi digunakan dalam
pemetaan sumberdaya tanah tingkat eksplorasi dan tinjau, sedangkan kategori

17
rendah digunakan dalam pemetaan sumberdaya tanah tingkat semi detail atau
detail.
Sistem klasifikasi tanah oleh Dudal dan Soepraptohardjo (1957)
kemudian direvisi oleh Soepraptohardjo (1961), dan Suhardjo dan
Soepraptohardjo (1981). Kemudian Suhardjo et al. (1983) untuk keperluan
survei dan pemetaan tanah mendukung Proyek Penelitian Pertanian
Menunjang Transmigrasi (P3MT) di luar Jawa. Sistem klasifikasi tanah
terakhir telah disesuaikan dengan perkembangan ilmu tanah di Indonesia yang
banyak dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tanah
dunia. Definisi-definisi terutama pada tingkat Macam tanah sebagian besar
mengambil definisi dari Legenda Soil Map of the World (FAO/UNESCO,
1974) dan disesuaikan dengan keadaan tanah di Indonesia.
Pada tahun 1974 dan 1975, mulai diperkenalkan sistem klasifikasi
tanah dunia, yaitu “Soil Unit” dari FAO/UNESCO (1974) dan “Soil
Taxonomy” dari USDA (1975). Praktis sejak tahun 1975 berkembang tiga
sistem klasifikasi tanah di Indonesia. Sistem “Soil Taxonomy” dinilai oleh
para pakar memiliki banyak kelebihan, sehingga lebih banyak dipelajari dan
dipromosikan oleh para peneliti dan staf pengajar perguruan tinggi lulusan dari
Amerika Serikat dan Eropa untuk diterapkan pada kegiatan pemetaan tanah di
Indonesia. Gencarnya promosi penggunaan “Soil Taxonomy” di lembaga-
lembaga penelitian dan perguruan tinggi serta kebutuhan mendesak untuk
tujuan survei dan pemetaan tanah, maka pada Kongres Nasional V Himpunan
Ilmu Tanah Indonesia di Medan tahun 1989 telah memutuskan penggunaan
“Soil Taxonomy” sebagai sistem klasifikasi tanah yang formal digunakan
secara nasional untuk keperluan survei dan pemetaan tanah, pendidikan ilmu
tanah di perguruan tinggi dan praktek-praktek pertanian di Indonesia
(Hardjowigeno, 1993).
Sejak saat itu penggunaan klasifikasi tanah nasional (Dudal dan
Soepraptohardjo, 1957) mulai ditinggalkan, demikian juga di Lembaga
Penelitian Tanah (sekarang Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, BBSDLP) mulai diterapkan “Soil Taxonomy”,
diawali oleh kerjasama FAO dan Lembaga Penelitian Tanah (sekarang
BBSDLP) tahun 1977 pada pemetaan sumberdaya lahan di DAS Cimanuk
skala 1:100.000 (Dent at al. 1977), DAS Solo Bagian Atas skala 1:25.000

18
tahun 1980 dan DAS Sekampung skala 1:100.000 tahun 1981 untuk survei dan
pemetaan sumberdaya lahan untuk perencanaan penggunaan lahan (Kips et al.
1981). Kedua kegiatan tersebut menggunakan land unit sebagai wadah satuan
peta yang berisi satuan landform berdasarkan Catalogue of Landform for
Indonesia (Desaunettes 1977) dan klasifikasi Taksonomi Tanah sebagai satuan
tanahnya. Kemudian diaplikasikan pada survei dan pemetaan tanah tingkat
tinjau di Sulawesi Tenggara I dan II (tahun 1982 dan 1983) serta Sumatera
Barat I dan II (tahun 1982 dan 1983). Demikian pula dengan survei dan
pemetaan tanah tingkat detail di DAS Jratun Seluna dan DAS Brantas
menggunakan Taksonomi Tanah sampai tingkat seri tanah.
Secara besar-besaran penggunaan klasifikasi Taksonomi Tanah melalui
kegiatan survei dan pemetaan tanah tingkat tinjau P. Sumatera (Proyek LREP-
I, 1986-1990) dan pemetaan tanah tingkat semi detail di daerah
pengembangan di 18 provinsi di luar P. Sumatera (Proyek LREP-II, 1992-
1996), serta kegiatankegiatan survei dan pemetaan tanah sampai saat ini.
Dalam Kongres Nasional Himpunan Ilmu Tanah 2011 di Surakarta, para pakar
tanah telah sepakat untuk menggunakan kembali Sistem Klasifikasi Tanah
Nasional dan secara bertahap sistem tersebut disempurnakan untuk memenuhi
kebutuhan pengguna sesuai dengan kondisi sumberdaya tanah yang ada dan
perkembangan IPTEK tanah di Indonesia.
2.4 Taksonomi Tanah
Sistem taksonomi tanah merupakan sebuah pengklasifikasian tanah yang telah
dilakukan dengan baik, dan pengklasifikasian tanah adalah ilmu yang mempelajari
cara-cara membedakan sifat-sifat tanah satu sama lain, dan mampu
mengklasifikasikan tanah tanah dengan baik.
Sistem Taksonomi tanah pertama kali muncul pada tahun (1960) dalam
kongres Ilmu Tanah Internasional ke-7 di Madison (Wiskonsin) Amerika Serikat oleh
Dr.Guy D.Smith. Mulai saat itu Sistem Klasifikasi Tanah mulai disempurnakan
ditandai dengan pemberian nama Soil Taxonomy USDA (1975) yang lebih dikenal di
dunia. Sistem Taksonomi Tanah adalah untuk membuat sistem dasar Klasifikasi tanah
yang dapat digunakan untuk berbagai jenis survei tanah (detil, tinjau, eksplorasi, dan
lain-lain) dan dapat juga digunakan untuk melakukan intepretasi potensi tanah untuk
berbagai jenis penggunaan lahan.
2.4.1 Pemberian Nama Tanah

19
Berikut nama tanah yang dijumpai menurut sistem FAO/UNESCO :
 Flufisol adalah tanah-tanah berasal dari endapan baru, hanya
menpunyai horison penciri ochrik, umbrik, histik atau sulfurik.
 Gleysol adalah tanah yang dengan sifat-sifat hidromofik.
 Regosol adalah tanah yang hanya mempunyai epipedon ochrik.
 Lithosol adalah tanah yang tebalnya hanya 10 cm atau kurang, di
bawanya terdapat lapisan batuan yang pedu.
2.4.2 Konsep Dasar dan Faktor Pembeda
 Sifat Umum :
1) Sistem taksonomi merupakan sistem multikategori.
2) Sistem taksonomi harus minimum of disturbance.
3) Sistem taksonomi harus mampu mengklasifikasikan semua
tanah dalam suatu landscape.
4) Sistem taksonomi harus dapat digunakan untuk berbagai jenis
survei.
 Definisi :
1) Definisi tiap taksa harus memberi pengertian yg sama bagi
setiap pemakai.
2) Definisi tiap taksa harus terus menerus diuji dr sifat-sifat dan
fungsi tanah.
3) Definisi harus diberikan dg batasan yg pasti (precise) dan
kuantitatif.
2.4.3 Struktur Taksonomi Tanah

20
Menurut Soil Taxonomy USDA, taksonomi tanah terdiri dari enam katageori
dengan sifat-sifat faktor pembeda mulai dari kategori tertinggi ke katefori
terendah, sebagai berikut :
1. Ordo, terdiri dari 12 taksa. Faktor pembeda adalah ada tidaknya
horison penciri serta jenis (sifat) dari horison tersebut.
2. Sub Ordo, terdiri dari 64 taksa. Faktor pembeda adalah keseragaman
genetik, misalnya ada tidaknya sifat-sfat tanah yang berhubungan
dengan pengaruh air, regim kelembapan, bahan induk utama, pengaruh
vegetasi seperti ditunjukkan oleh adanya sifat0sifat tanah tertentu,
tingkat pelapukan bahan organik.
3. Great Group, terdiri dari 317 taksa. Faktor pembedanya adalah
kesamaan jenis, tingkat perkembangan dan susunan horizon, kejenuhan
basa, regim suhu dan kelembapan, ada tidaknya lapisan-lapisan penciri
lain seperti phillite, fragipan dan duripan.
4. Sub Group, ada lebih dari 2400 subgroup, penekanan pada
kenampakan atau proses yang nampak dominan mengontrol arah atau
derajat perkembangan tanah. Ada tiga macam subgroup, yaitu typic
subgroup, traditional ke ordo/subordo/greatgroup lain, dan extragrade.
5. Family, klasifikasi pada kategori ini ditunjukkan untuk
mengelompokkan tanah dalam subgroup yang mempunyai kemiripan
perwatakan kimia, fisika yang mempengaruhi pengelolaan dan
pengolahan. Pada beberapa tanah perwatakan yang digunnakan pada
kategori ini tanpa mempertimbangkan kepentingannya sebagai
indikator pada proses pembentukan tanah.
6. Series, faktor pembedanya adalah jenis dan susunan horizon, warna,
teksture, struktur, konsistensi, reaksi tanah dari masing-masing
horizon, sifat-sifat kimia dan mineral masing-masing horizon.
2.4.4 Tata Nama dalam Sistem Taksonomi

Nama Ordo Akhiran untuk kategori lain Arti dan asal kata

ALFISOL ALF Dari Al dan Fe (Pedalfer)

ANDISOL AND Ando, tanah hitam

ARIDISOL ID Aridus, sangat kering

21
ENTISOL ENT Dari recent (baru)

GELISOL EL Gelare, membeku

HISTOSOL IST Histos, jaringan

INCEPTISOL EPT Inceptum, permulaan

MOLLISOL OLL Mollis, lunak

OXISOL OX Oxide, oksida

SPODOSOL OD Spodos, abu

ULTISOL ULT Ultimus, akhir

VERTISOL ERT Verto, berubah

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari materi diatas dapat disimpulkan bahwa proses pembentukan tanah
diawali dari proses pelapukan, dimana proses pelapukan terbagi menjadi tiga yaitu
proses pelapukan mekanis, kimiawi, dan biologi. Proses pembentukan tanah juga
terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti bahan induk,
iklim, organisme, topografi, dan waktu.
Klasifikasi tanah adalah ilmu yang berhubungan dengan kategorisasi tanah
berdasarkan karakteristik yang membedakan masing-masing jenis tanah. Tujuan
umum klasifikasi tanah adalah menyediakan suatu susunan yang teratur (sistematik)
bagi pengetahuan mengenai tanah dan hubungannya dengan tanaman, baik mengenai
produksi maupun perlindungan kesuburan tanah. Konsepsi dasar membangun sistem
klasifikasi tanah pada awalnya lebih ditujukan untuk keperluan pertanian dalam arti
luas. Namun akhir-akhir ini klasifikasi tanah tidak hanya untuk pertanian tetapi juga
untuk tujuan nonpertanian, antara lain untuk perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan jalan dan bangunan gedung (enginering), pemukiman, septic tank,
bahan tambang, bahan industri. Sistem klasifikasi tanah oleh Dudal dan
Soepraptohardjo (1957) kemudian direvisi oleh Soepraptohardjo (1961), dan Suhardjo
dan Soepraptohardjo (1981). Kemudian Suhardjo et al. (1983) untuk keperluan survei
dan pemetaan tanah mendukung Proyek Penelitian Pertanian Menunjang
Transmigrasi (P3MT) di luar Jawa. Sistem klasifikasi tanah terakhir telah disesuaikan
dengan perkembangan ilmu tanah di Indonesia yang banyak dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tanah dunia.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa, masih banyak kesalahan dalam makalah ini dan
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
tentang pembahasan makalah diatas. Dengan dibuatnya makalah ini juga diharapkan
nanti mampu bermafaat bagi mahasiswa dan pihak lainnya sebagai tambahan
informasi mengenai pembentukan tanah, klasifikasi tanah, perkembangan kasifikasi
tanah di Indonesia dan juga taksonominya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. TAKSONOMITANAH. URL:


https://bonisius.blogspot.com/2017/04/taksonomi-tanah.html?m=1 [Diakses
tanggal 12 Februari 2021].

Titan, H. 2020. Profil Tanah. URL: https://cerdika.com/profil-tanah/ [Diakses


tanggal 11 Februari2021].

Aninim. 2021. 5 Faktor Pembentuk Tanah yang Paling Dominan. URL:


https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/tanah/faktor-pembentuk-tanah [Diakses tanggal
11 Februari 2021].

Moony, M. 2011. Soil Taxonomy. URL: http://earthy-


moony.blogspot.com/2011/03/soil-taxonomy.html [Diakses tanggal 12 Februari
2021].

Subardja, S, Ritung, S, Anda, M, Sukarman, Suryani, E, Subandiono, R, E. 2016. Klasifikasi


Tanah Nasional. Vol. 2. hh. 1-13

24
LAMPIRAN

LAMPIRAN I. Klasifikasi Tanah Pusat Penelitian Tanah Bogor

NO. Jenis Tanah Keterangan


Pelapukan lanjut, sangat tercuci, batas horison baur, pH rendah,
1 LATOSOL kadar unsur hara dan B O rendah, str remah, warna merah,
coklat - kuning

Warna hitam, atau coklat tua; remah, kadar BO tinggi; licin; Bi


2 ANDOSOL
dari bahan volkanik

Berasal dr bahan lepas; perkembangan profil lemah;krn erosi


3 REGOSOL
atau bi muda

Tanah dangkal di atas batuan keras; belum ada perkembangan


4 LITOSOL
profil; erosi kuat

Tanah endapan aluvial atau koluvial muda atau agak muda;


5 ALUVIAL
dengan tanpa perkembangan profil lemah

Tanah sangat tercuci;lap atas warna abu-abu – kekuningan;lap


PODSOLIK
6 bawah merah kuning; ada akumulasi liat; str gumpal;bo rendah;
MERAH KUNING
KB rendah

25
LAMIRAN II. Klasifikasi Tanah FAO/UNESCO

NO
Jenis Tanah Asal Kata
.
1 Fluisol Fluvius (L)-sungai, aluvial sungai
2 Glevsol Glev ®- rawa, selalu jenu air
3 Rhegosol Rhegos (Y)- selimut, selimut bahan lepas dia atas bumi
4 Lithosol Lithos (Y)- batu, dangkal diatas batuan.
5 Aeronosol Aena(L)- pasir, tanah pasir
Rzendzic ®- berisik, bila diolah timbul berisik (karena banya batu
6 Rendzina
kapur)
7 Ranker Rank (A)- lereng terjal, horison tanah tipis (tererosi)
8 Andosol And (J)- gelap; do (J)- tanah hitam
9 Vertisol Verto (L)- berubah;tanah kering retak, basah mengembang
10 Solonchak Sol ®- garam, tanah bergaram
11 Solonetz Sol V- garam, tanah bergaram dengan horison natrik
12 Yermosol Yermo (S)- gurun, tanah daerah gurun
13 Xerosol Xero (Y)- kering, tanah daerah kering
Castano (L)- buah chesnut, warna tanah seperti kulit buah chesnut
14 Kastanozem
(coklat)
15 Chernozem Chern ®- hitam, tanah hitam
16 Phaeozem Phaeos (Y)- (warna) tua, gelap, tanah, berwarna gelap
17 Greysem Grey (AS)- abu-abu; tanah warna abu-abu
18 Kambisol Cambiare (L)- berubah, tanah dengn perubahan warna
19 Luvisol Luvi (L)- mencuci; tanah dengan pencucian dan penimbunan liat
20 Pozoluvisol Pod ®- abu+tanah dengan horison pusat seperti abu
21 Planasol Planus (L)- datar; tanah di daerah datar, drinase jelek
22 Acrisol Acris (L)- sangat masam, tanah sangat masam, KB rendah
Nitindus (L)- berkilap: tanah dengan permukaan gongkah struktur
23 Nitosol
mengkilap karena selaput liat
Ferrum (L)- besi; dan alumunium; tanah dengan kadar Fe dan Al
24 Ferrasol
(seskuioksida tinggi)
25 Histosol Histos (Y)- jaringan; tanah berasal dari jaringan tanaman

26

Anda mungkin juga menyukai