Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH GEOGRAFI

“PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH”

Disusun Oleh :

TESI PUTRI DEWI

KELAS X IPS 2

Guru Bidang Studi :

ZILFINA

MAN 1 SIJUNJUNG

2021
PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH

A. Pembentukan Tanah

Pada mulanya, permukaan bumi tidaklah berupa tanah seperti sekarang ini. Permukaan
bumi di awal terbentuknya hanyalah berupa batuan-batuan besar yang gersang dan tidak
ditumbuhi tanaman apapun. Batuan-batuan tersebut mengalami proses sangat panjang yang
melibatkan beragam faktor pembentukan tanah sehingga membentuk beragam jenis tanah seperti
tanah gambut, tanah liat, tanah humus, dan lain sebagainya. Proses yang juga dikenal dengan
istilah ‘proses pembentukan tanah’ inilah yang membuat batuan tersebut mengalami perubahan
bentuk menjadi tanah.

Proses pembentukan tanah yang berasal dari batuan-batuan besar dipengaruhi oleh
banyak faktor. Akan tetapi, secara umum proses ini melewati 4 tahapan besar, yakni proses
pelapukan batuan, pelunakan struktur, tumbuhnya tumbuhan perintis, dan proses penyuburan.
Berikut akan dijelaskan keempat proses terbentuknya tanah tersebut.

1. Proses Pelapukan Batuan

Batuan yang berada di permukaan bumi karena pengaruh iklim lambat laun mengalami
proses pelapukan menjadi remahan-remahan kecil. Proses pelapukan sendiri sebetulnya
melibatkan banyak faktor lain, sehingga ia dikelompokan menjadi 3 jenis, yaitu pelapukan
kimiawi, pelapukan fisik, dan pelapukan biologi.

Pelapukan kimiawi sangat dipengaruhi oleh hujan asam yang sering terjadi di awal
proses terbentuknya bumi. Asam yang dihasilkan dari kondensasi metana, sulfur, dan klorida dan
terbawa ke dalam hujan bersifat sangat korosif, sehingga dapat mengikis batuan-batuan tersebut
secara kimia. Hujan asam ini terjadi sangat sering, sehingga pelapukan dapat terjadi hingga
batuan-batuan yang letaknya lebih dalam.

Pelapukan fisik dipengaruhi oleh perubahan iklim dan cuaca yang terjadi dengan sangat
ekstrim. Perubahan suhu secara drastis membuat ikatan batuan menjadi lapuk dan mudah
mengalami cracking (pemecahan). Perlu diketahui bahwa, dalam pelapukan fisik, struktur kimia
dari batuan tidak berubah sama sekali, oleh karena itu mineral yang terkandung dari hasil
pelapukan tetap sama.

Pelapukan biologi umumnya tidak terjadi saat awal proses pembentukan tanah. Jenis
pelapukan ini berlangsung secara terus menerus setelah tanah terbentuk dan siap digunakan
sebagai media hidup beragam jenis hewan dan tumbuhan mikro. Bisa dikatakan bahwa
pelapukan biologi adalah pelapukan penyempurna dari sifat-sifat tanah yang nantinya terbentuk.

2. Proses Pelunakan Struktur Batuan

Batuan-batuan remah yang terbentuk dari proses pelapukan kemudian mengalami


pelunakan. Dalam hal ini, air dan udara memegang peranan sangat besar. Kedua zat tersebut
masuk dan merembes ke dalam sela-sela remahan batuan untuk melunakan struktur batuan.

Selain membantu dalam proses pelunakan struktur batuan sehingga lebih sesuai menjadi
media tempat hidup, air dan udara juga mendorong calon mahluk hidup dapat mulai tumbuh di
permukaan. Akan tetapi, organisme yang dapat berkembang pada tahapan proses pembentukan
tanah ini terbilang masih sangat terbatas, misalnya lumut dan mikroba.

Sama seperti proses pelapukan, proses pelapukan struktur batuan juga membutuhkan
waktu yang sangat lama. Para ahli memperkirakan bahwa bumi menghabiskan jutaan tahun
untuk menelusuri tahapan proses pembentukan tanah satu ini.

3. Proses Tumbuhnya Tumbuhan Perintis

Setelah tahapan pelunakan struktur batuan selesai, proses pembentukan tanah dilanjutkan
dengan tumbuhnya beragam jenis tumbuhan perintis. Tumbuhan-tumbuhan ini berukuran lebih
besar dari lumut, sehingga akar-akar yang masuk ke dalam batuan yang telah lunak dapat
membantu memecah batuan tersebut. Selain itu, asam humus yang mengalir dari bagian
permukaan batuan membuat batuan yang berada di bagian dalam dapat melapuk secara
sempurna. Pada tahapan inilah proses pelapukan biologi dimulai.

4. Proses Penyuburan

Di tahap ini, tanah yang terbentuk mulai mengalami proses pengayaan bahan-bahan
organik. Tanah yang awalnya hanya mengandung mineral-mineral yang berasal dari proses
pelapukan batuan akan bertambah subur dengan adanya pelapukan materi-materi organik yang
berasal dari hewan dan tumbuhan yang mati di permukaan. Mikroorganisme tanah memegang
peran penting dalam hal ini.

Setelah tahapan keempat ini, tanah yang biasa kita lihat sehari-hari sudah terbentuk
dengan sempurna. Tumbuhan dan hewan autotrof mencari sumber makanannya dalam media
tersebut. Akan tetapi, proses pembentukan tanah sebetulnya masih terus berlangsung mengingat
faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya tanah masih tetap ada hingga saat ini.

B. Persebaran Jenis Tanah


1. Litosol

Tanah litosol sering disebut juga tanah berbatu-batu. Tanah ini terbentuk karena
pelapukan batuan yang belum sempurna sehingga sukar untuk ditanami atau kandungan
unsur haranya rendah. Persebarannya tersebar di kepulauan Indonesia terutama di daerah
lereng pegunungan yang mengalami erosi. Sebagian besar jenis tanah ini tidak
dimanfaatkan, hanya sebagian kecil yang produktif dan dimanfaatkan untuk tanaman
keras, tegalan, palawija, padang rumput untuk makanan ternak.

2. Regosol

Tanah dari lumpur gunung berapi dan endapan pasir di sepanjang pantai. Tersebar di
dataran rendah dan daerah pantai. Dimanfaatkan sebagai lahan pertanian (padi, palawija,
dan kelapa).

3. Gambut

Tanah gambut berasal dari organisme tumbuh-tumbuhan yang selalu digenangi oleh air
sehingga sirkulasi udara tidak lancar dan sinar matahari terhalang oleh air rawa.
Akibatnya, daun-daun menjadi sangat rapuh. Tanah gambut termasuk tanah yang kurang
subur dan banyak terdapat di rawa-rawa.

4. Laterit

Warna tanah laterit biasanya merah atau kekunning-kuningan. Tanah ini miskin unsur
hara sehingga tidak subur. Tanah laterit banyak dijumpai di daerah pegunungan yang
hutannya sudah gundul atau lapisan humusnya telah habis karena adanya erosi (tererosi).
Jenis tanah laterit banyak dijumpai di Kalimantan Barat, Gunung Kidul (Yogyakarta),
Pacitan (Jawa Timur). Pemanfaatan tanah laterit dapat digunakan sebagai bahan baku
industri gerabah (keramik).

5. Aluvial

Tanah aluvial ialah jenis tanah yang berasal dari pasir halus yang mengalami
pengendapan oleh aliran sungai di daerah dataran rendah atau daerah lambah. Unsur hara
yang terkandung dalam tanah aluvial sangat bergantung pada asal daerahnya.

Terdapat di seluruh tanah air, seperti pantai timur Sumatra dan pantai utara Jawa. Selain
itu terdapat di beberapa tempat sepanjang daerah aliran sungai Batanghari (Jambi),
Sungai Musi (Palembang), Sungai Citarum (Jawa Barat), Bengawan Solo (Jawa Tengah),
Sungai Barito (Kalimantan Tengah), sungai Mahakam (Kalimantan Timur), dan sungai
Kapuas (Kalimantan Barat). Tanah ini dimanfaatkan untuk pertanian (persawahan dan
palawija).

6. Vulkanis/Andosol

Jenis tanah ini banyak terdapat di sekitar gunung berapi. Tanah ini terbentuk dari abu
vulkanis yang telah mengalami proses pelapukan. Jenis tanah ini umumnya mempunyai
ciri berbutir halus, sifatnya tidak mudah tertiup angin, jika terkena hujan lapisan tanah
bagian atas menutup sehingga tanah ini tidak mudah tererosi. Jenis tanah ini sangat subur.

7. Grumusol

Tanah Grumusol terbentuk dari batuan kapur dan batuan gunung api. Tanah grumusol
bertekstur halus dan berwarna kelabu kehitam-hitaman, serta terdiri atas bahan-bahan
yang sudah mengalami pelapukan. Sifat tanah ini sangat berat sehingga mudah tererosi
dan longsor.

8. Mergel

Tanah Mergel terbentuk dari campuran tanah liat, kapur dan pasir. Tanah ini tergolong
tanah tidak subur. Jenis tanah ini banyak tersebar di pegunungan Sewu (DIY), Priangan
Selatan (Jawa Barat) dan pegunungan Kendeng (jawa Tengah). tanah mergel banyak
dimanfaatkan untuk jenis tanaman keras seperti pohon jati.
9. Kapur

Tanah kapur adalah jenis tanah yang batu induknya berasal dari batu gamping, abu
gunung api, dan batuan endapan yang mengalami pelapukan. Kehidupan unsur haranya
bergantung dari bahan induknya. Pada umumnya jenis tanah ini kurang subur.Tanah
kapur tersebar di daerah bukit kapur di Jawa, Sumatra Selatan dan Sulawesi
Tenggara.Tanah kapur banyak dimanfaatkan untuk penanaman ubi kayu, kayu jati, dan
kapuk.

10. Kaolin

Tanah kaolin adalah jenis tanah hail pelapukan batuan beku dan batuan metamorf. Tanah
ini merupakan tanah liat bermutu tinggi. Kaolin memiliki bermacam-macam warna,
misalnya putih, kuning, jingga, abu-abu. Daerah yang banyak mengandung jenis tanah ini
adalah Pulau Belitung, Bangka, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi. Kaolin merupakan
bahan baku keramik cat dan bahan baku industri lainnya.

C. Konservasi Tanah

Konservasi tanah menurut Arsyad (1989), adalah penempatan setiap bidang tanah pada
cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai
dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah secara
umum diartikan sebagai penempatan tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan
kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan
agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti sempit konservasi tanah sendiri adalah upaya
untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosidan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Tujuan
diadakannnya konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu
perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir butir hujan, meningkatkan kapasitas
infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan
air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara
terhanyut (Agus et al., 1999).
Secara garis besar, metode konservasi tanah dan air dibagi menjadi 3 yaitu: metode vegetatif,
teknis/mekanik, dan kimia. Manusia mempunyai keterbatasan dalam mengendalikan erosi karena
erosi terjadi secara alami sehingga perlu ditetapkan kriteria tertentu yang diperlukan dalam
tindakan konservasi tanah. Salah satu pertimbangan yang harus disertakan dalam merancang
teknik konservasi tanah adalah nilai batas erosi yang masih dapat diabaikan (tolerable soil loss).
Jika besarnya erosi pada tanah dengan sifat-sifat tersebut lebih besar daripada angka erosi yang
masih dapat diabaikan, maka tindakan konservasi sangat diperlukan. Berikut penjelasan
mengenai ketiga metode konservasi tanah dan air.

1. Metode Vegetatif
Teknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan
tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi,
penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan
sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi. Tanaman ataupun sisa-sisa
tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan
maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan
peresapan air ke dalam tanah.
Contoh upaya konservasi tanah secara vegetatif diantaranya adalah penghutanan
kembali (reforestation), wanatani (agroforestry) termasuk didalamnya adalah pertanaman
lorong (alley cropping), pertanaman menurut strip (strip cropping), strip rumput (grass
strip), barisan sisa tanaman, tanaman penutup tanah (cover crop), penerapan pola tanam
termasuk di dalamnya adalah pergiliran tanaman (crop rotation), tumpang sari
(intercropping), dan tumpang gilir (relay cropping).

Gambar 1 Contoh Upaya Konservasi Tanah Metode Vegetatif yaitu Reforestasi


Sumber : Majalah Militer, 2015
Dalam penerapannya, petani biasanya memodifikasi sendiri teknik-teknik tersebut
sesuai dengan keinginan dan lingkungan agroekosistemnya sehingga teknik konservasi
ini akan terus berkembang di lapangan. Keuntungan yang didapat dari sistem vegetatif ini
adalah kemudahan dalam penerapannya, membantu melestarikan lingkungan, mencegah
erosi dan menahan aliran permukaan, dapat memperbaiki sifat tanah dari pengembalian
bahan organik tanaman, serta meningkatkan nilai tambah bagi petani dari hasil
sampingan tanaman konservasi tersebut.
Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan
tanah dan air karena memiliki sifat:
a. Memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar
granulasi tanah.
b. Penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi.
c. Meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas
tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
d. Meningkatkan nilai ekonomi yang didapat dari hasil panen sehingga dapat menambah
penghasilan petani.

2. Metode Teknis/ Mekanis


Konservasi pertanian lahan kering dengan metode teknis yaitu suatu metode
konservasi dengan mengatur aliran permukaan sehingga tidak merusak lapisan olah tanah
(Top Soil) yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Konservasi dengan metode
teknis ini biasa dilakukan dengan berbagai alternatif penanganan yang pemilihannya
tergantung dari kondisi di lapangan. Beberapa teknik yang dapat dilakukan diantaranya
(Ridiah 2010):
a. Pengolahan tanah menurut kontur,
b. Pembuatan guludan,
c. Terasering, dan
d. Saluran air

Gambar 2 Contoh Konservasi Tanah dan Air Metode Teknis yaitu Terasering
Sumber : Jurnal Hasil Riset, 2016
3. Metode Kimiawi
Teknik konservasi tanah secara kimiawi adalah setiap penggunaan bahanbahan
kimia baik organik maupun anorganik, yang bertujuan untuk memperbaiki sifat tanah dan
menekan laju erosi. Teknik ini jarang digunakan petani terutama karena keterbatasan
modal, sulit pengadaannya serta hasilnya tidak jauh beda dengan penggunaan bahan-
bahan alami. Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang
menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Yang dimaksud dengan cara kimia
dalam usaha pencegahan erosi, yaitu dengan pemanfaatan soil conditioner atau bahan-
bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap
resisten terhadap erosi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).
Bahan kimia sebagai soil conditioner mempunyai pengaruh yang besar sekali
terhadap stabilitas agregat tanah. Pengaruhnya berjangka panjang karena senyawa
tersebut tahan terhadap mikroba tanah. Permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi
berkurang. Bahan tersebut juga memperbaiki pertumbuhan tanaman semusim pada tanah
liat yang berat (Arsyad, 1989). Bahan kimiawi yang termasuk dalam kategori ini adalah
pembenah tanah (soil conditioner) seperti Polyvinil Alcohol (PVA), Polyvinil Alcohol
urethanised (PVAu), Sodium Polyacrylate (SPA), Polyacrilamide (PAM), Vinylacetate
Maleic Acid (VAMA) Copolymer, Polyurethane, Polybutadiene (BUT), Polysiloxane,
Natural Rubber Latex, Dan Asphalt (bitumen). Bahan-bahan ini diaplikasikan ke tanah
dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah melalui peningkatan stabilitas agregat
tanah, sehingga tahan terhadap erosi.

Gambar 3 Contoh Konservasi Tanah dan Air Metode Kimiawi yaitu Conditioning
Sumber : Women’s Lifestyle, 2016
Ketiga teknik konservasi tanah secara vegetatif, mekanis dan kimia pada prinsipnya
memiliki tujuan yang sama yaitu mengendalikan laju erosi, namun efektifitas, persyaratan dan
kelayakan untuk diterapkan sangat berbeda. Oleh karena itu pemilihan teknik konservasi yang
tepat sangat diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai