Adapu untuk istilah ilmu sosiologi pertama kali telah diperkenalkan oleh Auguste Comte
yang sampai saat ini dikenal dengan Bapak Sosiologi Dunia. Aguste Comte memberikan
peryataan bahwanya objek kajian sosiologi adalah manusia atau masyarakat yang
dipandang kedua hal tersebut saling bekaitan secara keseluruhan.
Jauh sebelum Auguste Comte memberikan pandangan tentang Ilmu ini, di dalam
perkembangan yang ada di dunia Arab (Islam), Kajian masyarakat telah diperkenalkan oleh
Ibnu Khaldun pada Tahun 1332 sampai tahun 1406. Dalam buku Muqaddimah karya Ibnu
Khaldun, terdapat pemikiran sosiologis lebih terperinci dan sangat maju sehingga ia sering
juga disebut sebagai peletak batu pertama dalam sejarah kajian ilmu sosiologi sebagai
ilmu.
Saat bersamaan berkembang metode ilmiah pada bidang ilmu kimia dan fisika. Banyak
rahasia alam terungkap. Karena tradisi tidak lagi dapat menjawab persoalan perubahan
dalam kehidupan mahluk sosial, maka dicarilah metode ilmiah (seperti metode ilmiah dalam
ilmu alam) utuk memberikan jawaban atas persoalan tersebut. Dari situlah tahap awal
perkembangan lahirnya Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan.
Konflik ini dilatar belakangi oleh ketidaktahuan masyarakatnya dalam mengatasi perubahan atau hukum-
hukum seperti yang dapat digunakan untuk mengatur stabilitas masyarakat. Atas dasar ini, Comte pada
abad 19 melakukan instrumen penelitian sosial tentang masyarakat perlu ditingkatkan menjadi sebuah
ilmu yang berdiri sendiri, dengan penelitian sosial yang didasarkan pada metode ilmiah inilah sosiologi
lahir sebagai ilmu pengetahuan pada abad 19, dengan pendiri sekaligus pencipta namanya adalah
Auguste Comte, sebagimana hal ini tertuang dalam buku berjudul Cours de Philosophie Positive.
Sosiologi di Indonesia
Sebelum terjadinya gejolak pada Perang Dunia II perkembangan ilmu sosiologi yang ada dalam kajian
keilmuah hanya dianggap sebtas pembantu bagi keperluan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, khususnya
kejaian ini berlaku di Indonesia. Akan tetapi setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada saat Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sosiologi mengalami perkembangan yang cukup signifikan.
Perkembangan ini menjadi cikal bakal adanya sejarah Ilmu Sosiologi sebagai Ilmu pengetahuan di
Indonesia. Untuk pelaksanaan materi penyampaian Ilmu Sosiologi, pertama kali dilakukan sistem
perkuliahan Sosiologi, yang diberikan oleh Soenario Kolopaking pada Tahun 1948.
Perkuliahan sosiologi pertama kali di Indonesia ini lakukan di dalam di Akademi Ilmu Politik Yogyakarta,
yang pada saat ini Akedemi Politik berubah nama menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM
(Univeritas Gajah Madah). Maka tak khalal jurusan sosiologi pertama dan tertua di Indonesia adalah
Jurusan Sosiologi di UGM.
Dengan posisi tersebut, sosiologi sebagai ilmu pengetahuan pada akhirnya mmeberikan solusi atas
permasalah yang terjadi. Salah satunya dengan memberikan berbagai cabang dalam Ilmu Pengetahuan
Sosiologi.
Sifat-sifat sosiologi
Di sini jelas dikatakan bahwa ilmu sosial memiliki objek kajian yang
luas. Sosiologi fokus pada aspek sosial kemasyarakatan yang menjadi
objek kajian. Dengan menempatkan masyarakat sebagai objek kajian,
sosiologi memiliki kejelasan tentang apa yang dikaji. Sebagaimana
ilmu sosial lain, misalnya psikologi yang fokus pada kajian tentang
jiwa manusia, sosiologi fokus pada hubungan antara manusia yang
membentuk masyarakat.
Sifat ini biasa disebut juga dengan das sein, yang artinya senyatanya.
Sosiologi mempelajar gejala-gejala dan fakta-fakta sosial. Sebagai
contoh, fenomena bunuh diri yang menimpa kalangan remaja putus
cinta, akan dilihat sebagai sebuah fakta. Sebagai manusia hidup,
mungkin kita miris dan tidak menghendaki bunuh diri terjadi pada
mereka. Kita berpikir bahwa seharusnya bunuh diri tidak terjadi.
Namun nyatanya terjadi. Sosiologi mempelajari apa yang senyatanya
terjadi.
Ketiga, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan murni sekaligus
terapan, yaitu ilmu yang dikembangkan untuk kepentingan ilmu itu
sendiri dan ilmu yang dikembangkan untuk transformasi sosial.
Ilmu murni atau dalam bahasa Inggris pure science, mengkaji teori
untuk mengembangkan teori. Ketika teori tersebut diterapkan untuk
mengubah tatanan sosial di masyarakat, maka sudah menjadi ilmu
terapan. Sosiologi memiliki kapasitas untuk berperan sebagai
keduanya. Sebagai contoh, seorang sosiolog meneliti pola interaksi
sosial masyarakat kota. Pola interaksi tersebut terus berkembang
menghasilkan teori baru tentang interaksi sosial kaum urban. Ketika
sosiolog tersebut menurunkan teorinya kepada para pembuat
kebijakan untuk mengubah pola interaksi masyarakat urban, maka
ilmu sosiologi yang digunakan sudah menjadi terapan.