Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

AKHLAK TASAWUF

(AQIDAH DASAR PEMBINAAN AKHLAK MUSLIM)

Di Ajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu: Dr. Canra Krisna Jaya MA.Hum

Disusun oleh Kelompok 3:

1. Fatin Nurul Kharisma : 11210511000012


2. Alwan Maulana : 11210511000138
3. Vera Shabrina : 11210511000156

PROGRAM STUDI JURNALISTIK


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehadiran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW diyakini dapat
menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk
agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber
ajarannya, Al-Quran dan Hadits, tampak amat ideal dan agung. Sedangkan akal pikiran
sebagai alat untuk memahami Al-Quran dan Hadits. Ketentuan ini sesuai dengan agama
Islam itu sendiri sebagai wahyu yang berasal dari Allah SWT. Hal demikian dinyatakan
dalam Al-Quran Surah An-Nisa’ ayat 59 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa’: 59).

Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan,


menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sedangkan akhlak sebagai sistem
etika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai agama. Muslim yang baik adalah
muslim yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat yang mendorongnya untuk melaksanakan
syariat yang hanya ditujukan kepada Allah sehingga tergambar kesalehan akhlak yang terpuji
pada dirinya. Aqidah, syariat dan akhlak dalam Al-Quran disebut iman dan amal shaleh. Iman
menunjukkan makna aqidah, sedangkan amal shaleh menunjukkan pengertian akhlak

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Aqidah menurut Bahasa dan Istilah?
2. Bagaimana Hubungan Aqidah dan Akhlak dalam Islam?
3. Apa yang dimaksud Aqidah sebagai Penyangga Kepribadian Muslim?
4. Seperti apa Proses Internalisasi Nilai-Nilai Akhlak melalui Penguatan Akidah?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aqidah

Secara Etimologi kata aqidah berasal dari kata bahasa Arab yaitu, ‘aqada - ya’qidu -
‘aqidan -‘aqidatan. ‘Aqdan memiliki arti simpul, ikatan, perjanjian, kuat dan kokoh 1.
Kemudian terbentuklah kata aqidah yang maknanya menjadi keyakinan. Keyakinan itu terikat
dengan kokoh dalam hati bersifat mengikat serta mengandung perjanjian. Aqidah artinya
adanya ketetapan dalam pengambilan keputusan tanpa ada suatu keraguan.

Secara terminologi, aqidah adalah suatu yang diyakini dan dipercayai oleh manusia
sebagai petunjuk mengetahui apa itu agama dan segala hal yang berkaitan dengan agama,
juga disebut sebagai iman yang tangguh dan yang pasti tidak ada keraguan sedikit pun bagi
orang yang meyakininya2.

Beberapa pengertian aqidah yang dikemukakan para ahli; pertama, Hasan Al-banna
menurutnya aqidah ialah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati,
mendatangkan ketentraman jiwa yang diyakini dan tidak bercampur dengan kebimbangan
walaupun sedikit3. Kedua, Machnun Husein, aqidah adalah pengetahuan dan keyakinan yang
menimbulkan sebuah kepercayaan. orang yang “mengetahui” dan menempatkan kembali
kepercayaan kuat akan Keesaan Allah, sifat-sifat-Nyahukum-hukum-Nya, petunjuk wahyu
dan aturan-aturan hukum Ilahi mengenai pahala dan siksa, disebut mu’min (orang beriman). 4
Ketiga, Abd Al-Majid Al-Najjar mengartikan aqidah dengan artian keyakinan, mengikat dan
janji, yang berartikan kultur ajaran islam yang harus dipercayai oleh setiap muslim dalam
hatinya.

Dalam bidang perundang-undangan aqidah berarti menyepakati antara dua perkara


atau lebih yang harus dipatuhi bersama. Sebagian ulama fiqih mendefinisikan aqidah, sebagai
berikut: Aqidah ialah sesuatu yang diyakini dan dipegang teguh, sukar sekali untuk diubah. Ia
beriman berdasarkan dalil-dalil yang sesuai dengan kenyataan, seperti beriman kepada Allah,
kitab-kitab Allah, dan Rasul-rasul Allah, adanya kadar baik dan buruk, dan adanya hari
kiamat.5

1
Munawir, Kamus Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1984), hlm. 1023.
2
Zainal Arifin Djamaris, Islam Aqidah dan Syariah Jilid ,(Jakarta: PT Raja Grafindo)
3
Hasan Al-Banna, Aqidah Islam, Terj. Hassan Baidlowi, (Bandung:: Al-Ma’arif, 1983), hlm.9
4
Machnun Husein, Mengenal Islam Selayang Pandang (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm.17.
5
Muhammad Abdul Qadir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), hlm.116.
Dengan demikian dapat disimpulkan pengertian aqidah diatas, pada hakikatnya sama,
bahwa aqidah adalah keyakinan dalam hati serta mengikat janji manusia sebagai makhluk
ciptaan dan Allah lah sang pencipta. Janji tersebut diucapkan ketika masih didalam rahim.
Keyakinan sama sekali tidak tercampur dengan keraguan, ini yang dimaksud keyakinan
dalam aqidah walaupun sedikit.

B. Hubungan Aqidah dan Akhlak dalam Islam

Menurut bahasa akhlak berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti “budi pekerti,
tingkah laku, perangai, dan tabiat”. Sedangkan secara istilah, akhlak adalah suatu sifat yang
melekat dalam jiwa dan menjadi kepribadian, dari situlah memunculkan perilaku yang
spontan, mudah, tanpa memerlukan pertimbangan.6

Ruang lingkup akhlak :


1. Akhlak terhadap Allah (bersyukur, beribadah, beriman, bertaqwa)
2. Akhlak terhadap manusia (gotong royong, bersedekah, bermusyawarah)
3. Akhlak terhadap lingkungan (menjaga keseimbangan alam, tumbuhan, dan hewan)

Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat akidah dan bisa menjalankan
ibadah dengan baik dan benar, dengan itu ia akan mampu mengimplementasikan tauhid ke
dalam akhlak yang mulia (Akhlakul Karimah). Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan
Hadits. Fungsi aqidah sebagai dasar / pondasi, jika memiliki aqidah yang kuat maka
seseorang akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia. Ibadah
seseorang tidak akan diterima Allah jika tidak dilandasi dengan aqidah dan juga sebagai dasar
bagi segala tindakan muslim agar tidak terjerumus ke dalam perilaku syirik.

Hubungan manusia dengan Allah SWT dan kelakuannya terhadap Allah SWT. Ditentukan
mengikut nilai-nilai aqidah yang ditetapkan. Begitu juga akhlak terhadap manusia dicorakkan
oleh nilai-nilai aqidah seorang muslim, sebagaimana yang ditetapkan di dalam Al-Qur’an
yang merupakan ajaran dan wahyu dari Allah SWT.

C. Aqidah Penyangga Kepribadian Muslim


Kepribadian, dalam bahasa Arab disebut dengan syakhshiyah dan kepribadian muslim
disebut dengan Syakhshiyah Al-Muslim. Istilah ini merupakan sebuah istilah baru yang tidak
ada dalam Al-Qur’an maupun As-sunnah. Menurut Fuad (2006), hal itu adalah hal yang
6
Adjat Sudrajat dkk, Din Al-Islam: Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum, (Yogyakarta: UNY
Perss, 2008), 88.
lumrah karena tema tersebut merupakan tema baru yang belum pernah ada pada masa
Rasulullah SAW, sahabat bahkan pada berabad-abad terwujudnya masyarakat Islam secara
nyata. Namun ketika berbagai budaya barat mulai merajarela di berbagai negeri kaum
muslimin saat ini baik produk-produk materi (al-maadiyah) maupun nilai-nilai (al-afkaar)
maka pembahasan tema tersebut menjadi sangat penting untuk dibicarakan dan dibahas. 7
Kepribadian muslim menurut Marimba adalah kepribadian yang memiliki nilai-nilai
agama Islam, memilih, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan
bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. 8 Sedangkan menurut Husna kepribadian
muslim merupakan sinergi antara pola pikir dan pola sikap seorang muslim yang dilandasi
oleh akidah dan nilai-nilai Islam.9 Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
kepribadian muslim adalah kepribadian yang pandangan, sikap, pilihan, keputusan, dan
perbuatannya sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Ada juga unsur unsur kepribadian muslim yaitu Allah menciptakan manusia dalam dua
tahapan, pertama menciptakan jasadnya, kemudian meniupkan ruh ke dalam jasad itu.
Menurut Matta manusia adalah zat yang terdiri dari segenggam tanah dan setiup ruh.10 Maka
inilah dua unsur utama dalam kepribadian manusia, unsur materi yaitu unsur fisik manusia,
dan unsur ruh yaitu hati dan jiwa manusia. Kedua unsur tadi Allah menciptakan
kecenderungan dan dorongan tertentu yang kemudian menjadi dasar – dasar yang membentuk
kepribadian manusia. Maka dari unsur ruh itu Allah menciptakan kecenderungan fitrah
kepada ibadah yaitu kecenderungan untuk bertuhan atau menyembah tuhan. Lalu dari unsur
fisik itu Allah menciptakan kecenderungan dan dorongan untuk bertindak dan bersikap.
Al Banna meletakkan pembentukan Kepribadian Muslim di urutan pertama dalam urutan
amal dalam berdakwah. Pribadi dimaksud adalah pribadi yang memiliki aqidah (keyakinan)
yang lurus, ibadah yang benar, akhlak mulia, wawasan yang luas, fisik yang kuat,
bersungguh-sungguh melawan hawa nafsunya, menjaga waktunya, mengatur urusannya,
punya kemampuan usaha (ekonomi), dan bermanfaat bagi orang lain. 11
Tim Dakwatuna menjelaskan unsur-unsur kepribadian yang telah disebutkan Al Banna
tersebut. Pertama, Salimul ‘Aqidah (Aqidah yang lurus). Salimul aqidah merupakan sesuatu
yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan
memiliki ikatan yang kuat kepada Allah, tidak akan menyimpang dari ketentuan-Nya, dan

7
Fuad, Ibnu 2006. Apakah Anda Berkepribadian Muslim?
8
Uhbiyati 1998, hlm 9
9
Husna 2007. Islam Dan Jalan Pemberantasan Narkoba
10
Matta, Anis 2008 Membentuk Kepribadian Muslim
11
Al-Banna, Hasan 2003. Majmu’ah Rasail. Darul At Taujii’ Wa An Nasyr Al islamiyah, Kairo
menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah semata. Kedua, Shahihul Ibadah (ibadah
yang benar). Dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah mengikuti (ittiba’) kepada
sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi.
Ketiga, Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh). Merupakan sikap dan perilaku yang harus
dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan
makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di
dunia apalagi di akhirat. Keempat, Mutsaqqoful Fikri (wawasan yg luas). Seorang muslim
harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg
luas maka manusia dituntut utk mencari/menuntut ilmu. Kelima, Qowiyyul Jismi (jasmani yg
kuat). Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan
ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji
merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat
dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Berdasarkan uraian ini dapat dipahami rincian unsur kepribadian yang harus dipenuhi
agar seseorang memiliki kepribadian muslim, yaitu unsur fisik, keyakinan, ibadah, wawasan,
pengendalian nafsu, dan sebagainya dan semuanya ini harus sesuai dengan nilai-nilai Islam

D. Proses Internalisasi Nilai Akhlak Melalui Penguatan Aqidah

1. Pengertian Internalisasi
Menurut kamus ilmiah populer Internalisasi itu pendalaman, penghayatan terhadap suatu
ajaran, doktrin atau nilai sehingga merupakan keyakinan atau kesdaran akan kebenaran
suatu doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. 12 Internalisasi pada
hakekatnya adalah sebuah proses menanamkan sesuatu, yakni merupakan proses pemasukan
suatu nilai pada seseorang yang akan membentuk pola pikirnya dalam melihat makna
realitas pengalaman.

a. Tahap Transformasi Nilai


Tahap ini merupakan komunikasi verbal tentang nilai. Pada tahap ini guru sekedar
menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik kepada peserta didik, yang
semata-mata merupakan komunikasi verbal tentang nilai.
12
Dahlan dkk, Kamus Ilmiah Populer (Yogyakarta: Arloka, 1994), h. 267.
b. Tahap Transaksi Nilai
Tahap Transaksi Nilai adalah tahapan pendidikan nilai dengan jalan komunikasi dua
arah, atau interaksi antar siswa dengan guru bersifat interaksi timbal balik.
c. Tahap Transinternalisasi Nilai
Tahap Transinternalisasi Nilai yakni bahwa tahap ini jauh lebih dalam dari pada sekedar
transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan peserta didik bukan lagi sosok
fisiknya melainkan sikap mental (kepribadian).13

Proses Internalisai terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap
menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dipercayai dan
sistem yang dianutnya. Sikap demikian itulah yang biasanya merupakan sikap yang
dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai
yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan.

Teknik internalisasi sesuai dengan tujuan pendidikan agama, khususnya pendidikan yang
berkaitan dengan masalah aqidah, ibadah, dan akhlakul karim. Jadi intenalisasi nilai sangatlah
penting dalam pendidikan agama Islam karena pendidikan agama Islam merupakan
pendidikan nilai sehingga nilai-nilai tersebut dapat tertanam pada diri peserta didik, dengan
pengembangan yang mengarah pada internalisasi nilai akhlak yang merupakan tahap pada
manifestasi manusia religius.Sebab tantangan arus globalisasi dan transformasi budaya bagi
peserta didik dan bagi manusia pada umumnya yang difungsikan adalah nilai kejujurannya,
yang dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat terpercaya dan mengemban
amanah masyarakat demi kemaslahatan.

2. Pengertian Nilai
Nilai adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang
mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipertahankan.14 Artinya nilai itu dianggap
penting dan baik apabila sesuai dengan kebutuhan oleh suatu masyarakat sekitar.
Nilai-nilai tersebut bisa jadi dari berbagai aspek baik agama,budaya, norma sosial dan
lain-lain. Pemaknaan atas nilai inilah yang mewarnai pemaknaan dan penyikapan manusia
terhadap diri, lingkungan dan kenyataan di sekelilingnya. Nilai merupakan objek keinginan,
mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan seseorang mengambil sikap menyetujui, atau
mempunyai sifat-sifat nilai tertentu. Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka yang dimaksud
nilai pendidikan yaitu hal-hal yang penting sebagai proses pengubahan sikap atau tingkah
13
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008) cet. 4, h. 301.
14
Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, cet. III (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 17.
laku seseorang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, latihan proses
pembiasaan dan cara mendidik.15

3. Metode Internalisasi Nilai Nilai Akhlak Di Sekolah


Internalisasi dapat dimaknai sebagai penghayatan, atau bisa juga diartikan sebagai
pendalaman. Namun yang dimaksud internalisasi disini adalah pendalaman atau penghayatan
nilai-nilai akhlak yang dilakukan selama siswa-siswi menimba ilmu di Sekolah.Dengan
internalisasi ini diharapkan siswa-siswi terbiasa dengan segala aktifitas positif yang diberikan
di Sekolah. Dalam upaya menumbuh-kembangkan potensi akhlak siswa, ada beberapa
metode yang dapat dilakukan guru. Metode internalisasi akhlak yang berlaku di Sekolah
diberikan kepada siswa bertujuan agar siswa mempunyai pribadi yang mantap serta memiliki
akhlak yang mulia (akhlak alkarimah). Adapun beberapa metode yang diterapkan dalam
internalisasi di sekolah, berikut ini:

a. Metode Keteladanan
Keteladanan merupakan sikap yang ada dalam pendidikan Islam dan telah dipraktekkan
sejak zaman Rasulullah saw. Keteladanan ini memiliki nilai yang penting dalam pendidikan
Islam, karena memperkenalkan perilaku yang baik melalui keteladanan, sama halnya
memahamkan sistem nilai dalam bentuk nyata. Internalisasi dengan keteladanan adalah
16

internalisasi dengan cara memberi contoh-contoh kongkrit pada para siswa. Dalam
pendidikan sekolah, pemberian contoh-contoh ini sangat ditekankan. Tingkah laku seorang
17

guru mendapatkan pengamatan khusus dari para siswanya.

Metode ini merupakan metode yang paling unggul dan jitu dibandingkan metode-metode
yang lainnya. Melalui metode ini para orang tua dan pendidik memberi contoh atau teladan
terhadap peserta didik bagaimana cara berbicara, berbuat, bersikap, mengerjakan sesuatu atau
cara beribadah dan lain sebagainya.

b. Metode Latihan dan Pembiasaan

15
Louis O. Katsof, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1987), h. 332.
16
Syafi’i Ma’arif, Pemikiran Tentang Pembaharuan Islam di Indonesia, (Yogyakarta:Tiara Wacana, 1991), h.
59.
17
Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren Solusi bagi Kerusakan Akhlak, (Yogyakarta:ITTAQA Press, 2001), h.
55.
Dikutip Humaidi Tatapangarsa mengemukakan bahwa kebiasaan adalah perbuatan yang
diulang-ulang sehingga menjadi mudah untuk dikerjakan.18 Mendidik dengan latihan dan
pembiasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan dan membiasakan
untuk dilakukan setiap hari. Misalnya membiasakan salam jika bertemu sesama siswa atau
19

guru. Apabila hal ini sudah menjadi kebiasaan, maka siswa akan tetap melaksanakannya
walaupun ia sudah tidak lagi ada dalam sebuah sekolah. Dari sini terlihat bahwasanya
kebiasaan yang baik yang ada disekolah, akan membawa dampak yang baik pula pada diri
anak didiknya.

c. Metode mengambil pelajaran


Mengambil pelajaran yang dimaksud disini adalah mengambil pelajaran bisa dilakukan
dari beberapa kisah-kisah teladan, fenomena, peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik masa
lampau maupun sekarang.Dari sini diharapkan siswa dapat mengambil hikmah yang terjadi
dalam suatu peristiwa, baik yang berupa musibah atau pengalaman.Pelaksanaan metode ini
biasanya disertai dengan pemberian nasehat. Sang guru tidak cukup mengantarkan siswanya
pada pemahaman inti suatu peristiwa, melainkan juga menasehati dan mengarahkan siswanya
ke arah yang dimaksud.Tujuan pedagogis dari pengambilan nasehat adalah mengantarkan
manusia pada kepuasan pikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan, mendidik atau
menambah perasaan keagamaan.

18
Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990)
19
Tamyiz Burhanudin, op.cit., h. 56.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Secara Etimologi kata aqidah berasal dari kata bahasa Arab yaitu, ‘aqada - ya’qidu -
‘aqidan -‘aqidatan. ‘Aqdan memiliki arti simpul, ikatan, perjanjian, kuat dan kokoh.
Sedangkan secara terminologi aqidah adalah suatu yang diyakini dan dipercayai oleh manusia
sebagai petunjuk mengetahui apa itu agama dan segala hal yang berkaitan dengan agama,
juga disebut sebagai iman yang tangguh dan yang pasti tidak ada keraguan sedikit pun bagi
orang yang meyakininya. Dalam bidang perundang-undangan aqidah berarti menyepakati
antara dua perkara atau lebih yang harus dipatuhi bersama.
Menurut bahasa akhlak berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti “budi pekerti,
tingkah laku, perangai, dan tabiat”. Sedangkan secara istilah, akhlak adalah suatu sifat yang
melekat dalam jiwa dan menjadi kepribadian, dari situlah memunculkan perilaku yang
spontan, mudah, tanpa memerlukan pertimbangan. Ruang lingkup akhlak ada 3, yaitu kepada
Allah, manusia dan lingkungan. Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat
akidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar, dengan itu ia akan mampu
mengimplementasikan tauhid ke dalam akhlak yang mulia (Akhlakul Karimah).
Kepribadian, dalam bahasa Arab disebut dengan syakhshiyah dan kepribadian muslim
disebut dengan Syakhshiyah Al-Muslim. Istilah ini merupakan sebuah istilah baru yang tidak
ada dalam Al-Qur’an maupun As-sunnah. Ada juga unsur unsur kepribadian muslim yaitu
Allah menciptakan manusia dalam dua tahapan, pertama menciptakan jasadnya, kemudian
meniupkan ruh ke dalam jasad itu.
Menurut kamus ilmiah populer Internalisasi itu pendalaman, penghayatan terhadap suatu
ajaran, doktrin atau nilai sehingga merupakan keyakinan atau kesdaran akan kebenaran
suatu doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Internalisasi pada
hakekatnya adalah sebuah proses menanamkan sesuatu, yakni merupakan proses pemasukan
suatu nilai pada seseorang yang akan membentuk pola pikirnya dalam melihat makna
realitas pengalaman.
DAFTAR PUSTAKA

Munawir, Kamus Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1984), hlm. 1023.


Zainal Arifin Djamaris, Islam Aqidah dan Syariah Jilid ,(Jakarta: PT Raja Grafindo)
Hasan Al-Banna, Aqidah Islam, Terj. Hassan Baidlowi, (Bandung:: Al-Ma’arif, 1983), hlm.9
Machnun Husein, Mengenal Islam Selayang Pandang (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm.17.
Muhammad Abdul Qadir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2008), hlm.116.
Adjat Sudrajat dkk, Din Al-Islam: Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum,
(Yogyakarta: UNY Perss, 2008), 88.
Fuad, Ibnu 2006. Apakah Anda Berkepribadian Muslim?
Uhbiyati 1998, hlm 9
Husna 2007. Islam Dan Jalan Pemberantasan Narkoba
Matta, Anis 2008 Membentuk Kepribadian Muslim
Al-Banna, Hasan 2003. Majmu’ah Rasail. Darul At Taujii’ Wa An Nasyr Al islamiyah, Kairo
Dahlan dkk, Kamus Ilmiah Populer (Yogyakarta: Arloka, 1994), h. 267.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008) cet.
4, h. 301.
Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, cet. III (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 17.
Louis O. Katsof, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1987), h. 332.
Syafi’i Ma’arif, Pemikiran Tentang Pembaharuan Islam di Indonesia, (Yogyakarta:Tiara
Wacana, 1991), h. 59.
Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren Solusi bagi Kerusakan Akhlak, (Yogyakarta:ITTAQA
Press, 2001), h. 55.
Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990)
Tamyiz Burhanudin, op.cit., h. 56.

Anda mungkin juga menyukai