Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
Pengantar Hukum dan Diplomasi
Dosen pengampu: Prof. Dr. Ade Maman Suherman S.H., M.Sc.
oleh:
M Nur Ikhsan
NIM.1817303065
konflik ini tercipta dari sebuah hasil permasalahan yang terjadi dari antar
kubu dan berlanjut diselesaikan dengan cara kekerasan yaitunya seperti
peperangan. Karena itulah, perang dan damai adalah permasalahan yang
kompleks dan sangat dinamis. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari dinamika
interaksi antar aktor dalam politik global yang semakin hari semakin kompleks.
Kompleksitas dari interaksi ini, terkait dengan munculnya aktor-aktor baru yang
terlibat, yang saat ini tidak lagi difokuskan pada aktor-aktor negara saja, namun
juga munculnya peran dari aktor-aktor non-negara. Aktoraktor non-negara yang
justru mewarnai konstelasi politik dan keamanan internasional di era globalisasi
ini, seperti teroris, kejahatan transnasional, NGO, media internasional, sampai
tokoh individu yang berperan penting dalam percaturan global tadi.1 Saat ini
masalah konflik dan perang menjadi isu kontemporer dalam studi hukum
internasional, lebih banyak lagi ketika timbul korban-korban manusia akibat
peristiwa tersebut. Masalah korban jiwa manusia akibat konflik dan perang
meliputi korban dari pihak sipil maupun korban dari pihak militer. Selama ini
jatuhnya korban dari pihak militer dianggap sebagai konsekuensi logis dari
peristiwa tersebut. Adapun jatuhnya korban sipil dianggap sebagai hal yang
seharusnya tidak terjadi. Secara normatif, masyarakat sipil yang tidak bersenjata
dan tidak terlibat dalam konflik seharusnya menjadi pihak yang bebas dan
dilindungi keselamatannya. Masalah yang memprihatinkan adalah, jika dalam
1
M. Prakoso Aji and Jerry Indrawan, ‘Memahami Studi Perdamaian Sebagai Bagian Dari
Ilmu Hubungan Internasional Understanding Peace Studies As Part of International Relations’,
Pertahanan & Bela Negara, 9.3 (2019), 65–83.
suatu konflik, keberadaan masyarakat sipil justru dimanfaatkan untuk tujuan-
tujuan strategis dan politis dengan mengabaikan hak-hak dan keselamatan
mereka.2 Perang berarti adanya pembunuhan besar-besaran dan sering terjadi
kekejaman-kekejaman, ini hanya merupakan salah satu bentuk perwujudan
daripada naluri untuk mempertahankan diri, yang berlaku baik dalam pergaulan
antar manusia, maupun pergaulan antar bangsa. Karena itu sejarah perang sama
tuanya dengan sejarah umat manusia.3
Diplomasi adalah seni dan praktek bernegosiasi oleh seseorang yang biasa
dikenal dengan sebutan diplomat, diplomat biasanya mewakili sebuah negara atau
organisasi. Kata diplomasi sendiri biasanya langsung terkait dengan diplomasi
internasional yang biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya, ekonomi, dan
perdagangan. 4 Secara singkatnya diplomasi merupakan serangkaian metode atau
cara yang digunakan oleh negara dalam upaya menyampaikan pesan dan
kepentingan nasionalnya. Pada masa sekarang ini, dengan semakin kompleksnya
isu hubungan internasional membuat pola diplomasi digunakan negara juga
semakin berkembang.5 Hukum internasional telah memberikan suatu pedoman
pelaksanaan yang berupa konvensi-konvensi internasional dalam pelaksanaan
hubungan ini.
2
Ambarwati, et all, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hal xii-xiii.
3
Syahmin AK SH, Hukum Internasional Humaniter 1 Bagian Umum, C. V. ARMICO,
Bandung, 1985, hal 6.
4
Asep Setiawan, Teori dan Praktek Diplomasi (Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Jakarta, 2016), hlm. 1.
5
R.P. Barston, Modern Diplomacy (New York: Longman ,1997), hlm. 1.
berkembang demikian pesatnya hingga hampir seluruh negara di dunia melakukan
hubungan internasionalnya berdasarkan pada prinsip tersebut.
7
J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Vol. 2, Jakarta: Sinar Grafika, 2007
8
Sigit Fahrudin, dalam Artikel, “Hubungan Diplomatik Menurut Hukum Internasional” Law
Online Library.
ditakar terlebih dahulu derajat urgensinya sebelum pengambilan keputusan yang
bersifat drastis tersebut. Perang adalah kebijakan ekstrim yang bias saja terjadi,
namun tidak terjadi begitu saja.
Dalam teori diplomasi klasik kerap disebut bahwa perang terjadi jika
diplomasi telah gagal. Pada praktek politik kontemporer, perang dan diplomasi
dapat saja berjalan bersamaan. Namun demikian pencetusan perang tetap
merupakan keputusan besar dengan biaya yang sangat mahal, baik secara
ekonomis, politis bahkan pengorbanan darah/nyawa.
B. Rumusan Masalah
a) Menjelaskan Perdamaian konflik peperangan antar Negara
b) Menjelaskan diplomasi
c) Menjelaskan hukum internasional
d) Peran diplomasi dan hukum internasional terhadap perdamaian perang
9
Sigit Fahrudin, dalam Artikel, “Hubungan Diplomatik Menurut Hukum Internasional” Law
Online Library.
C. PEMBAHASAN
Oleh sebab itu, dalam kondisi damai positif menurut Galtung, haruslah
terdapat hubungan yang baik dan adil dalam semua segi kehidupan, baik sosial,
ekonomi, politik, maupun ekologi. Dengan demikian, kekerasan struktural seperti
kemiskinan dan kelaparan, kekerasan sosio-kultural seperti rasisme, seksisme,
11
Loreta N. Castro dan Jasmine N. Galace, Peace Education: Pathway to A Culture of Peace,
(Cuezon City: Centre of Peace Education, 2010), hlm. 19.
12
Johan Galtung, Peace By Peaceful Means, (London: SAGE Publications, 1996), hlm. 2.
13
A. A. Banyu Perwita dan Nabilla Sabban (ed), Kajian Konflik dan Perdamaian,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), hlm. 3-4.
dan intoleransi beragama, ataupun kekerasan ekologi, seperti perusakan alam,
polusi, dan konsumsi yang berlebihan menjadi sirna.
b) Diplomasi
14
Loreta N. Castro dan Jasmine N. Galace, Peace Education: Pathway to A Culture of Peace,
(Cuezon City: Centre of Peace Education, 2010), hlm. 21.
15
Charles Webel dan Johan Galtung, Handbook of Peace and Conflict Studies, (New York:
Routledge, 2007), hlm. 6
16
Arif Saefudin, ‘Kontribusi Usman Janatin Dalam Konfrontasi Indonesia-Malaysia, 1962-
1966’, Jurnal Artefak, 4.2 (2017), 95 <https://doi.org/10.25157/ja.v4i2.903>.
beberapa kota di indonesai yang dilakukan oleh tentara belanda. Dalam hal ini
akhirnya Indonesia mengutus Sutan Sjahrir serta Hj. Agus Salim untuk
melakukan perundingan di PBB dalam memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia dari belanda.
Hal ini menunjukkan bahwa saat ini, dalam lingkup diplomasi, peran
publik tidak dapat dihentikan. Kompleksitas dari permasalahan dan hubungan
antar manusia serta dukungan dari teknologi informasi dan transportasi
membuat diplomasi publik semakin penting dan signifikan. Praktek diplomasi
saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.
17
Saefudin.
18
Djelantik, Sukawarsini, Diplomasi antara Teori dan Praktik
c) Hukum internasional
Dalam Statuta the International Court of justice (ICJ), salah satu main
organ PBB yang berfungsi mengadili sengketa internasional antar negara,
19
Dixon, Martin, Textbook on International Law (Great Britain: 2nd edition, blackstone Press
Limited , 1993), hlm. 19.
disebutkan tentang sumber-sumber hukum yang dapat dijadikan tuntunan bagi
hakim dalam mengambil keputusan terhadap perkara yang masuk ke
International Court of justice atau Mahkamah Intemasional, Dalam Pasal 38
Ayat (1) Statuta ICJ menyebutkan bahwa : "The Court, whose function is to
decide in accordance with international law such disputes as are submitted to
it, shall apply: a. international conventions, whether general or particular,
establishing rules expressly recognized by the contesting states; b.
international custom, as evidence of a general practice accepted as law; c. the
general principles of law recognized by civilized nations; d. subject to the
provisions of Article 59, [.e. that only the parties bound by the decision in any
particular case] judicial decisions and the teachings of the most highly
qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the
determination of rules of law".
Sedangkan dalam ayat (2) nya, memberikan kekuasaan bagi ICJ untuk
memutuskan kasus secara pantas dan adil (ex aequo et bono) berdasarkan
prinsip-prinsip umum ("This provision shall not prejudice the power of the
Court to decide a case ex aequo et bono, if the parties agree
thereto”).Mahkamah Internasional mempunyai kekuasaan untuk memutus
berdasarkan pada pertimbangan hakim atau arbitrator sebagai “the fairest
solution in the circumstances” tanpa mempertimbangkan aturan yang
berlaku.20 Hukum internasional bukan suatu yang lebih tinggi yang
mempunyai kekuatan mengikat di luar kemauan negara. Kelemahan dari teori-
teori ini ialah bahwa mereka tidak dapat menerangkan dengan memuaskan
bagaimana caranya hukum internasional yang tergantung dari kehendak
negara dapat mengikat suatu negara. Muncul pertanyaan bagaimana jika suatu
negara secara sepihak membatalkan niatnya untuk terikat pada hukum
20
Pranoto Iskandar, dkk., Hukum Interasional Kontemporer (Bandung: PT. Refika Aditama,
2006), hlm. 121.
internasional, sehingga tidak mempunyai kekuatan mengikat lagi, masih
patutkah dinamakan hukum? Teori ini tidak dapat menjawab pertanyaan
mengapa suatu negara baru, sejak menjadi bagian masyarakat internasional
sudah terikat oleh hukum internasional, terlepas dari mau atau tidak tunduk
pada hukum internasional.
D. Kesimpulan
22
Kevin Gerson Inkiriwang, ‘Efektivitas Konvensi Wina 1961 Tentang Hubungan Diplomatik
Dalam Mengatasi Konflik . Antar Negara’, Lex Et Societatis, 3.1 (2015), 33–43
<https://doi.org/10.35796/les.v3i1.7068>.
23
Ibid
gunakan sebagai perantara kerja sama antar Negara satu dengan Negara yang lain
agar sama – sama dapat mwujudkan impan dan tujuan dari kedua Negara tersebut.
Daftar Pustaka
A. A. Banyu Perwita dan Nabilla Sabban (ed), Kajian Konflik dan Perdamaian,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015)
Ambarawati, Denny Ramdhany & Rina Rusman, 2010. Hukum Humaniter Internasional
dalam Studi Hubungan Internasional. Rajawali Pers. Jakarta.
Setiawan Asep. Teori dan Praktek Diplomasi (Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta. 2016).
Pranoto Iskandar, dkk., Hukum Interasional Kontemporer (Bandung: PT. Refika Aditama,
2006)