Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUBUNGAN ANTARNEGARA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah IlmuNegara

Kelas C Semester II

Kelompok 7 :

Dwi Rasi Nurrani 430200213820

Sari Ratna Kolbiah 430200213749

Yasmi Aisyah 430200213767

Yopi Firdaus 430200213769

1
SEKOlAH TINGGI HUKUM GALUNGGUNG

Fakultas Ilmu Hukum

Jl.K.H Lukman Hakim No.17 Tugujaya, Cihideung Kota Tasikmalaya

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Hubungan
AntarNegara ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Negara. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Hubungan AntarNegara bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya
mengucapkan terimakasih kepada ibu Hj. Mery Herlina S.H.,M.H. selaku Dosen mata
kuliah Ilmu Negara yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….. 2

Daftar isi………………………………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………….4

A. Latar Belakang……………………………………………………………………………..4

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………...6

A. Diplomasi……………………………………………………………………………………6

B.  Dasar Teoritis dan Yuridis Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik……………….8

C. Berakhirnya kekebalan dan keistimewaan diplomatic…………………………………..9

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………10

A. Kesimpulan………………………………………………………………………………….10

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………….11

3
BAB I 

PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang  

Perkembangan masyarakat internasional yang demikian pesat memberikan suatu dimensi baru dalam hubungan
internasional. Hukum internasional telah memberikan suatu pedoman pelaksanaan yang berupa konvensi-
konvensi internasional dalam pelaksanaan hubungan ini. Ketentuan-ketentuan dari konvensi ini kemudian
menjadi dasar bagi negara-negara dalam melaksanakan hubungannya dengan negara lainnya di dunia. 

Awalnya pelaksanaan hubungan diplomatik antar negara didasarkan pada prinsip kebiasaan yang dianut oleh
praktik-praktik negara, prinsip kebiasaan berkembang demikian pesatnya hingga hampir seluruh negara di
dunia melakukan hubungan internasionalnya berdasarkan pada prinsip tersebut. Dengan semakin pesatnya

4
pemakaian prinsip kebiasaan yang dianut oleh praktik-praktik negara kemudian prinsip ini menjadi kebiasaan
internasional yang merupakan suatu kebiasaan yang diterima umum sebagai hukum oleh 

masyarakat internasional.  

Dengan semakin berkembangnya hubungan antar negara, maka dirasakan perlu untuk membuat suatu peraturan
yang dapat mengakomodasi semua kepentingan negara-negara tersebut hingga akhirnya Komisi Hukum
Internasional (International Law Comission) menyusun suatu rancangan konvensi internasional yang
merupakan suatu wujud dari kebiasaan-kebiasaan internasional di bidang hukum diplomatik yang kemudian
dikenal dengan 

Viena Convention on Diplomatic Relation 1961 (Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik).
Konvensi Wina 1961 adalah sebagai pengakuan oleh semua negara-negara akan adanya wakil-wakil
diplomatik yang sudah ada sejak dahulu. 

Konvensi Wina 1961 telah menandai tonggak sejarah yang sangat penting karena masyarakat internasional
dalam mengatur hubungan bernegara telah dapat menyusun kodifikasi prinsip-prinsip hukum diplomatik,
khususnya yang menyangkut kekebalan dan keistimewaan diplomatik yang sangat mutlak diperlukan bagi
semua negara, khususnya para pihak agar di dalam melaksanakan hubungan satu sama lain dapat melakukan
fungsi dan tugas diplomatiknya dengan baik dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan internasional
serta dalam meningkatkan hubungan bersahabat di antara semua negara. Konvensi Wina 1961 membawa
pengaruh sangat besar dalam perkembangan hukum diplomatik. Hampir semua negara yang mengadakan
hubungan diplomatik menggunakan ketentuan dalam konvensi ini sebagai landasan hukum pelaksanaannya.  

Agar suatu konvensi dapat mengikat negara tersebut maka tiap negara haruslah menjadi pihak dalam konvensi.
Adapun kesepakatan untuk mengikatkan diri pada konvensi merupakan tindak lanjut negara-negara setelah
diselesaikan suatu perundingan untuk membentuk perjanjian internasional. Tindakan-tindakan inilah yang
melahirkan kewajiban-kewajiban tertentu bagi negara, kewajiban tersebut antara lain adalah kewajiban untuk
tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan maksud dan tujuan konvensi. Akibat dari pengikatan diri
ini adalah negara-negara yang menjadi peserta harus tunduk pada peraturan-peraturan yang terdapat dalam
konvensi baik secara keseluruhan atau sebagaian. 

Akibat dari adanya perbedaan-perbedaan pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya
kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian internasional oleh dua negara akan menimbulkan sengketa.
Berdasarkan kajian historis diplomasi, telah didokumentasikan ada sekitar 14 ragam tindakan atau reaksi yang
dilakukan suatu negara kepada negara lain jika suatu sengketa terjadi. Di antaranya adalah surat protes,
denials/accusation (tuduhan/penyangkalan), pemanggilan dubes untuk konsultasi, penarikan dubes, ancaman
boikot atau embargo ekonomi (parsial atau total), propaganda anti negara tersebut di dalam negeri, pemutusan
hubungan diplomatik secara resmi, mobilisasi pasukan militer (parsial atau penuh) walaupun sebatas tindakan
nonviolent, peniadaan kontak antar warganegara (termasuk komunikasi), blokade formal, penggunaan kekuatan
militer terbatas (limited use of force) dan pencetusan perang. Namun tindakantindakan tersebut tidak mesti
berurutan, karena dapat saja melompat dari yang satu ke yang lain. Untuk sampai kepada  tingkat ketegangan
berupa pemutusan hubungan diplomatik, apalagi perang, perlu ditakar terlebih dahulu derajat urgensinya sebelum
pengambilan keputusan yang bersifat drastis tersebut. Perang adalah kebijakan paling ekstrim yang dapat saja

5
terjadi, namun tidak terjadi dengan begitu saja. Dalam teori diplomasi klasik kerap disebut bahwa perang terjadi
jika diplomasi telah gagal. Pada praktek politik kontemporer, perang dan diplomasi dapat saja berjalan bersamaan.
Namun demikian pencetusan perang tetap merupakan keputusan besar dengan biaya yang sangat mahal, baik 

secara ekonomis, politis bahkan pengorbanan darah/nyawa.  

6
BAB II 

PEMBAHASAN 

Kerja sama politik dan keamanan , yaitu kerja sama yang dipicu oleh adanya persamaan dan perbedaan
kepentingan  serta saling ketergantungan dalam pemenuhan kebutuhan domestik suatu negara yang bekerja
sama,Sistem politik secara global dan sistem keamanannya yang diatur dalam hukum internasional secara umum
masih dibawah kendali organisasi perserikatan bangsa-bangsa yang dalam hal ini dibawahi oleh sebuah bidang
yang disebut   dewan keamanan PBB dalam hal politik dan keamanan internasional Dewan Keamanan
PBB mempunyai tugas utama berdasarkan Piagam PBB untuk memelihara perdamaian dan keamanan
internasional. Selama empat puluh lima tahun di awal keberadaannya, Dewan Keamanan dirasakan sangat tidak
berdaya akibat perang dingin yang terjadi. Namun sejak tahun 1990, di mana telah terjadi pencairan suhu politik 

global, Dewan Keamanan kini telah menjadi aktif kembali.  

Dewan Keamanan ini terdiri dari 15 (limabelas) negara anggota, 5 (lima) diantaranya adalah anggota tetap yaitu
Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Russia, dan China. Anggota tetap ini mempunyai hak untuk memveto putusan
yang akan diambil oleh Dewan Keamanan dengan cara menolak dan melawan putusan 

tersebut.  

A. Diplomasi 

Diplomasi adalah seni dan praktik bernegosiasi oleh seseorang (disebut diplomat) yang biasanya mewakili sebuah
negara atau organisasi. Kata diplomasi sendiri biasanya langsung terkait dengan diplomasi internasional yang
biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya, ekonomi, dan perdagangan. Biasanya, orang menganggap
diplomasi sebagai cara mendapatkan keuntungan dengan kata-kata yang halus. Perjanjian-perjanjian internasional
umumnya dirundingkan oleh para diplomat terlebih dahulu sebelum disetujui oleh pembesar-pembesar negara.
Istilah diplomacy diperkenalkan ke dalam bahasa Inggris oleh Edward Burke pada tahun 1796 berdasarkan sebuah
kata dari bahasa Perancis yaitu diplomatie. 

1. Jenis-Jenis Diplomasi 

a. Diplomasi Preventif  

Diplomasi preventif didefinisikan sebagai sebuah langkah metode resolusi perselisihan secara damai seperti
yang disebutkan dalam Artikel 33 piagam PBB yang diterapkan sebelum perselisihan melewati ambang

7
batas untuk memicu konflik. Dan perlu diketahui ada beberapa prinsip fundamental hukum internasioonal
mengenai diplomasi preventif ini antara lain terdapat pada: 

1. pasal 2 dan 4 piagam PBB yang mengatur tentang  Larangan menggunakan kekerasan  
2. pasal 2 dan 3 piagam PBB yang mengatur tentang Penyelesaian perselisihan secara damai 

Dalam Agenda of Peace (1992) sekretaris jenderal Marrack goulding mengatakan bahwa “diplomasi
preventif membutuhkan ukuran untuk menciptakan kepercayadirian sebab diplomasi ini menawarkan
peringatan lebih dini berdasarkan informasi yang dikumpulkan serta fakta formal dan informal yang
ditemukan, juga melibatkan penyebaran preventif, dan dalam beberapa situasi, zona-zona demiliterisasi”. 

Selain itu aktor-aktor yang secara aktif berperan dalam diplomasi preventif kini semakin beragam. Tak
hanya PBB saja tetapi juga organisasi regional, pemerintah, NGO, media masa, bahkan aktor individu. Dan
peran mereka kini semakin menjadi esensial seiring dengan berjalannya waktu. Namun diplomasi ini tidak
selalu berhasil dijalankan (seperti yang terjadi pada konflik di bosnia). Sebab dalam diplomasi preventif
dibutuhkan hadirnya pihak ketiga yang turut campur tangan dalam penyelesaian konflik antar state
(misalnya PBB) sementara negara-negara tersebut seringkali merasa bahwa tidak perlu ada pihak ketiga
yang mencampuri urusan internal mereka jika situasi masih belum dalam taraf yang ‘mengerikan’. 

b. Diplomasi Security 

Peace of Westphalia dapat dikatakan sebagai diplomasi security pertama di dunia sebab Westphalia
merupakan kelahiran dari konsep nation state yang mengakhiri perang 30 tahun di mana BeberAPA elemen
yang masih 

bertahan di modern sistem saat ini adalah: 

1. Non interference dalam urusan dalam negeri negara lain 

2. Konsep diplomatic immunity 3. Hanya pengakuan state-lah (bukan lagi Gereja) yang dapat
melakukan control politik. Keamanan sangat dibutuhkan oleh suatu negara, terlebih ketika
kompleksitas semakin meningkat saat ini.  

c. Diplomasi Human Right  

Diplomasi human right PERAN PBB Berikut adalah peran PBB dan aktivitas departemennya, agensi, dan
program-programnya: 

1. Aksi political .2. Operasi peacekeeping.3. Disarmament.4. Human right action .5. Developmental
assistance.6. Humanitarian action 7. Informasi public dan media 8. Persamaan gender.9. Drug and
crime prevention 

8
d. Dasar Hukum Diplomasi 

1. The Oxford English Dictionary 

Menejemen Hubungan Internasional melalui negosiasi dimana hubungan tersebut diselaraskan dan
diatur oleh duta besar dan parawakil negara atau seni para diplomat. 
2. The Chamber’s Twentieth Century Dictionary 

The Art of negotiation, especially of treaties between States or 

Political skill. 

3. Sir Ernest Satow dalam Guide Diplomatic Practice 

The Aplication of Intellegenceand Tact of Conduct of official 

Relations between the Government of IndependenceStates. 

2. Berlakunya Hubungan Diplomatik Pembukaan  Perwakilan Diplomatik Untuk melakukan pembukaan


atau pertukaran perwakilan diplomatik maupun konsuler dengan negara-negara sahabat, pada umumnya harus
memenuhi 

syarat-syarat berikut : 

1. Harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak (mutual consent). Hal ini secara tegas dijelaskan dalan
Konvensi Wina 1961, yang menyatakan bahwa pembentukan hubungan-hubungan diplomatik antara
negaranegara dilakukan dengan persetujuan bersama. Permufakatan bersama tersebut dituangkan dalam
suatu bentuk persetujuan bersama (joint agreement), komunikasi bersama (joint communication), atau
pernyataan bersama (joint declaration) mengenai persetujuan yang didasarkan pada kesepakatan bersama. 
2. .    Prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku. Setiap negara dapat melakukan hubungan atau
pertukaran  perwakilan diplomatik didasarkan prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan prinsip timbal balik
(resiprositas) Dalam hukum diplomatik dikenal hal legasi yakni hak atau wewenang untuk membuka
hubungan-hubungan diplomatik. Hak legasi meliputi 
(1) hak legasi aktif (aktivum), dan 

(2) hak legasi pasif (pasivum). 

Hak legasi bukanlah hask sempurna. Tidak ada negara yang dapat dipaksa untuk mengadakan hubungan
diplomatik. Hanya wewenang yang dilengkapi dengan persetujuan negara lain. Biasanya, suatu negara
dianggap mau menerima wakil diplomatik meskipum tidak tetap, apabila negara tersebut hendak menjalin
hubungan dengan negara lainnya. Hak legasi dimiliki oleh negara-negara yang berdaulat. Artinya, suatu
negara bebas mengadakan hubungan dengan negara lain tanpa paksaan negara mana pun. 

9
3. Hak Dan Kewenangan Pejabat Perwakilan Diplomatik 

Mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik itu dibagi menjadi dua, 

yaitu : 

Inviolability. Diperuntukkan kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan negara penerima dan kekebalan terhadap
semua gangguan yang merugikan serta mendapatkan perlindungan dari aparat negara yang berkepentingan.
Kekebalan dari yurisdiksi negara penerima. 

Kekebalan diplomatik adalah hal yang tidak dapat diganggu gugat, kekebalan diplomatik yang diberikan
berdasarkan Konvensi Wina 1961 dapat dikelompokkan menjadi : 

a. kekebalan terhadap diri pribadi .b. Kekebalan yurisdiksional .c. Kekebalan dari kewajiban menjadi saksi.
d. kekebalan kantor perwakilan dan rumah kediaman e. kekebalan korespondensi (berkenaan dengan
kerahasiaan dokumen).f. kekebalan dan keistimewaan di negara ketiga.g. penanggalan kekebalan
diplomatik.h. pembebasan dari pajak dan bea cukai/bea masuk. 

B. Dasar Teoritis dan Yuridis Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik 

A. Dasar Teoritis 

Adapun teori-teori mengenai mengapa diberikannya kekebalan-kekebalan dan hak istimewa, di dalam
hukum internasional terdapat tiga teori yaitu; 

1. Teori Exterritoriality 

Artinya ialah bahwa seorang wakil diplomatik itu karena 

Eksterritorialiteit dianggap tidak berada di wilayah negara penerima, tetapi di wilayah negara pengirim,
meskipun kenyataannya di wilayah neghara penerima. Oleh sebab itu, maka dengan sendirinya wakil
diplomatik itu tidak takluk kepada hukum negara penerima. Begitun pula ia tidak dikuasai oleh hukum
negara penerima dan tidak takluk pada segala peraturan negara penerima. 

2. Teori Representative Character 

Teori ini mendasarkan pemberian kekebalan diplomatik dan hak istimewa kepada sifat dari seorang
diplomat, yaitu karena ia mewakili kepala negara atau negaranya di luar negeri. 

3. Teori Kebutuhan Fungsional 

10
Menurut teori ini dasar-dasar kekebalan dan hak-hak istimewa seorang wakil diplomatik adalah bahwa
wakil diplomatik harus dan perlu diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan tugasnya dengan
sempurna. Segala yang mempengaruhi secara buruk haruslah dicegah.
B. Dasar Yuridis 

Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hak kekebalan dan hak istimewa dalam Konvensi Wina 1961
dijumpai dalam pasal 22 sampai 31, hal mana dapat diklasifikasikan dalam: 

1. Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan gedung-gedung perwakilan beserta arsip-arsip,


kita jumpai pada pasal 22, 24 dan 30 
2. Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan mengenai pekerjaan atau pelaksanaan tugas
wakil diplomatik, kita jumpai dalam pasal 25,26 dan 27 
3. Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan mengenai pribadi wakil diplomatik, kita
jumpai dalam pasal 29 dan 31Disamping Konvensi Wina 1961 yang merupakan yuridis pemberian dan
pengakuan hak kekebalan dan hak-hak istimewa diplomatik yang merupakan perjanjian-perjanjian
multilateral bagi negara-negara pesertanya, juga dibutuhkan perjanjian bilateral antar negara yang
merupakan pelaksanaan pertukaran diplomatik tersebut, sebagai dasar pelaksanaan kekebalan dan hak-
hak istimewa diplomatik 

C. Berakhirnya kekebalan dan keistimewaan diplomatik 

Bagi negara pengirim sudah jelas bahwa hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik dari wakil-wakil
diplomatiknya berakhir atau tidak berlaku lagi pada saat mereka sudah berada kembali di negara-negara mereka
sendiri. Karena tidaklah mungkin negara itu memberikan hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik kepada
warga negaranya sendiri. Sedangkan bagi negara penerima, hak-hak istimewa dan kekebalan dari seorang
perwakilan diplomatik asing yang masa jabatan atau tugasnya telah berakhir, biasanya pada saat ia meninggalkan
negara itu, atau pada saat berakhirnya suatu waktu yang layak (resonable period/reasonable opportunity) yang
diberikan kepadanya untuk meninggalkan negara penerima. Namun dalam hal tertentu, negara penerima dapat
meminta negara pengirim untuk menarik diplomatnya apabila ia dinyatakan persona nongrata.  

Pasal 39 ayat 2 Konvensi Wina disebutkan,bahwa: 

When the functions of a person enjoying privileges and immunities have come to an end, such privileges and
immunities shall normally cease at the moment when he leaves the country, or on expiry of a reasonable period in
which to do so, but shall subsist until that time, even in case of armed conflict. However, with respect to acts
performed by such a person in the exercise of his functions as a member of the mission, immunity shall continue 
to subsist 

Artinya, apabila tugas-tugas seseorang yang mempunyai hak istimewa dan kekebalan itu biasanya berakhir pada
waktu ia meninggalkan negeri itu, atau pada habisnya suatu masa yang layak untuk itu, tetapi harus tetap berlaku
sampai waktu berangkat, bahkan dalam keadaan sengketa bersenjata. Namun sehubungan dengan tindakan-
tindakan orang demikian dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang anggota perwakilan, kekebalan

11
harus tetap berlaku. Kekebalan tidak berhenti dalam hal tugas-tugas resmi yang dilakukan dalam rangka
melaksanakan tugas-tugas mereka. Sedangkan dalam hal kematian seorang diplomat, anggota keluarganya masih
berhak untuk menikmati kekebalan dan keistimewaan sampai waktu yang dianggap cukup pantas. 

  

BAB III

PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Kekebalan diplomatik merupakan suatu keistimewaan khusus yang dimiliki oleh seorang diplomat, staf diplomatik
ataupun konsuler selama menjalankan misi yang diberikan oleh Negara pengirim. Kekebalan diplomatik adalah
bentuk kekebalan hukum dan kebijakan yang dilakukan antara pemerintah, yang menjamin bahwa diplomat
diberikan perjalanan yang aman dan tidak dianggap rentan terhadap gugatan atau penuntutan di bawah hukum
negara tuan rumah (walaupun mereka bisa dikeluarkan) atau dapat di persona non grata . Ketentuan-

ketentuan yang mengatur tentang hak kekebalan dan hak istimewa dalam Konvensi Wina 1961 dijumpai dalam
pasal 22 sampai 31. Sedangkan, Pejabat konsuler adalah orang yang ditempatkan disuatu negara untuk bertindak
sebagai wakil pemerintahnya dan melayani warga negara ditempat ia ditugaskan.  Dalam menjalankan tugasnya
pejabat konsuler diberikan hak istimewa dan kekebalan yang diatur oleh Konvensi Wina 1963 dimana negara
penerima berkewajiban untuk menjamin dan melindungi hak istimewa dan kekebalan pejabat konsuler 

tersebut. 

Ketika hak istimewa dan kekebalan tersebut disalah gunakan oleh para pejabat konsuler maka pejabat konsuler
bebas dari yurisdiksi Negara penerima, tetapi pejabat konsuler tidak sepenuhnya bebas dari yurisdiksi Negara
penerima karena perbuatan-perbuatan yang diluar tugas resminya dapat diadili sesuai dengan yurisdiksi Negara
penerima dan dapat dibawa kehadapan pengadilan lokal, sipil maupun kriminal sama seperti orang biasa lainnya. 

12
DAFTAR PUSTAKA 

Sigit Fahrudin, dalam Artikel, “Hubungan Diplomatik Menurut Hukum 

Internasional” Law Online Library. 

Suryokusumo, Sumaryo,(1995) “Hukum Diplomatik Teori dan Kasus”, Bandung: Alumni 

Alhaj, Taufik Muchtar, “Analisis Yuridis Hubungan Diplomatik Organisasi Interansional Dan Negara Menurut
Sumber Hukum Internasional”. Solo: UNS 

J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Vol. 2, Jakarta: Sinar Grafika, 2007 

Beberapa situs internet. 

https://www.academia.edu/5358180/MAKALAH_HUKUM_INTERNASIONAL
_DIPLOMASI_HUKUM_INTERNASIONAL_Politik_Dan_keamanan_Internasi onal_OLEH_Kelompok_3 

1   

13

Anda mungkin juga menyukai