Anda di halaman 1dari 25

Bab 1

Pendahuluan
Dalam merumuskan pengertian hokum diplomatic belum terdapat suatu kesatuan
pendapat di anatara pendapat para sarjana hokum internasional, para penulis hanya
memberikan batasan dan arti “diplomacy” itu sendiri walaupun di antara mereka belum ada
keseragaman. Mengenai pemakaian perkataan “diplomacy” itu secara berbeda-beda menurut
penggunaanya sebagai berikut:

1. Ada yang menyamakan kata itu dengan “politik luar negri”, misalnya jika dikatakan
“diplomasi Republik Indonesia di Afrika perlu ditingkatkan”.
2. Diplomasi dapat pula di artikan sebagai perundingan seperti sering dinyatakan bahwa
“masalah Timur Tengah hanya dapat diselesaikan melalui diplomasi”. Pernyataan
diplomasi disini merupakan satu-satunya mekanisme, yaitu perundingan.
3. Dapat pula diplomasi diartikan sebagai “dinas luar negri” seperti dalam ungkapan
“selama ini bekerja untuk diplomasi”
4. Ada juga yang menggunakan kiasan dalam “ia pandai berdiplomasi” yang artinya
bersilat lidah.
5. Yang menarik lagi adalah istilah yang dikemukakan Perdana Menteri Kanada, Pierre
Elliott truedau, yakni “megaphone diplomacy”(diplomasi pengeras suara) istilah
tersebut berarti diplomasi saling meneriakan sikap keras, tuduh-menuduh, ancam-
mengancam dan saling menantang. Hal tersebut mencerminkan tidak adanya
salingpercaya. Dengan demikian, trudeau pun menyatakan diplomasi jenis itu perlu
direndahkan, diganti dengan dialogue of confidence, dialog yang berdasarkan system
saling percaya.
6. “diplomasi perjuangan”. Istilah tersebut dicetuskan dan merupakan isi pokok pidato
Presiden Suharto dalam rapat kerja kepala-kepala perwakilan republic Indonesia pada
bulan maret 1977.

Sementara itu Sir Ernest Satow, memberikan batasan diplomasi sebagai berikut.

“Diplomacy is the application of intelligence an tact to the conduct of official relation


between the government of independent states, extending sometimes also to their relation
with vassal states or more briefly still, the conduct of business between states by peacefull
0eans”.

Selanjutnya, Quency Wright dalam bukunya “The Study of International Relations”,


memberikan batasan dalam dua hal.

1) The Employment of tact, shrewdness, and skill in any negotiation or transaction.


2) The art of negotiation in order to achieve the maximum cost within a system of
politic in which war possibility.
Batasan hamper samadengan batasan yang telah disebutkan Harold Nicolson tersebut
adalah batasan yang telah disebutkan oleh ian Brownlie dalam bukunya, “Principles of
publc International Law”.

“........ Diplomacy comprise any means which states establish or maintain mutual
relations, communicate which each other, or carry out opolitical or legal transactions, in
each case through their authorization agents”.

Dari Batasan dan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor
penting.

1. Adanya hubungan antarbangsa untuk merintis kerjasama dan persahabatan.


2. Hubungan tersebut dilakukan melalui pertukaran misi diplomatic, termasuk para
pejabatnya.
3. Para pejabat diplomatic tersebut harus diakui statusnya sebagai agen diplomatic.
4. Agar para diplomat itu dapat melakukan tugas dan fungsinya dengan efisien,
mereka perlu diberikan kekebalan dan keistimewaan yang didasarkan atas aturan-
aturan dalam hokum kebiasaan Internasional serta perjanjian-perjanjian lain yang
menyangkuthubungan diplomatic antar Negara.

Dengan demikian, pada hakikatnya hokum diplomatic merupakan ketentuan atau prinsip-
prinsip hokum Internasional yang mengatur hubungan diplomatic antar Negara yang
dilakukan atas dasar permufakatan bersama dan ketentuan.

Harold Nicolson, merinci penyebab berkurangnya peranan daripada diplomasi tersebut


menjadi tiga.

1. Pertumbuhan rasa bermasyarakat bangsa-bangsa.


2. Meningkatnya apresiasi mengenai pentingnya pendapat umum.
3. Cepatnya peningkatan komunikasi.

Semenjak perang dunia I dan perang Dunia II. Beberapa masalah dan factor turut menentukan
mengapa peranan diplomasi merosot, terutama dalam rangka pelaksanaan politik luar negri
pada masing-masing Negara itu, ada lima factor yang turut menyebabkan kemerosotan
diplomasi.

1. Perkembangan serta kemajuan yang dicapai dalam kemajuan yang dicapai dalam
system dan perkembangan telekomunikasi menyebabkan peranan dan fungsi
diplomasi menjadi tergeser berat karena pejabat diplomat itu tidak perlu menjalankan
fungsinya secara langsung berkat adanya system komunikasi modern.
2. Depresiasi dalam diplomasi disebabkan oleh falsafah dasar tentang diplomasi serta
perdamaian sebagai bagian dari usaha politik luar negri pada masing-masing Negara
itu tidak didasari oleh landasan konkret.
3. Diplomasi yang dilaksanakan melalui prosedur parlementer dengan dibentuknya liga
Bangsa-Bangsa sebagai organisasi internasional yang melaksanakan pekerjaanya dan
keputusan-keputusannya atas dasar persetujuan bersama dapat dipandang sebagai
pengganti tugas diplomasi.
4. Timbulnya Negara-negara superpower (adikuasa), seperti Amerika Serikat dan Uni
Soviet. Setelah Roosevelt wafat yang selama duabelas tahun menangani sendiri
politik luar negriAmerika, tidak ada yang dapat menciptakan dan mengoperasikan
masineri yang halus itu, dengan mana diplomasi tradisional telah memberikan
proteksi dan kemajuan terhadap kepentingan-kepentingan nasional. Sedangkan
diplomasi Uni Soviet mirip dengan suatu seri perintah militer yang dikeluarkan dari
komando tertinggi.
5. Namun sebaliknya, dengan adanya situasi dimana dua Negara adikuasa itu saling
berhadapan dan merupakan dua kekuaatan yang paling dahsyat saat ini,maka jelas
bahwa peranan dan fungsi diplomasi bagi Negara lain berkurangkarena dimonopoli
oleh kedua Negara besar yang justru membentuk dua blok pula. Masalah diplomasi
akan terus menjadi pertanyaan beasar, bilamana masalah perdamaian tidak dapat
dijawab oleh seluruh Negara-negara yang ada di dunia ini. Masalah-masalah persuasi
dan kompromi mungkin tidak lagi menjadi suatu hal yang aneh.

Sejarah Hukum Diplomatik

Sejarah telah membuktikan bahwa jauh sebelum bangsa-bangsa di dunia mengenal dan
menjalankan praktek hubungan diplomatic dengan perwakilan diplomatic secara tetap seperti
yang ada sekarang, pada zaman India Kuno telah dikenal ketentuan-ketentuan atau Kaidah-
kaidah yang mengatur hubungan antar Raja ataupun kerajaan, dimana hokum bangsa-bangsa
pada waktu itu telah mengenal istilah “Duta”.

Setelah perserikatan bangsa-bangsa dibuat pada tahun 1945, dua tahun kemudian
dibentuk komisi hokum Internasional, selama tigapuluh tahun (1949-1979), komisi tersebut
telah menangani dupuluh tujuh topic dan sub topic hokum Internasional. Tujuh diantaranya
adalah menyangkut hokum diplomatic sebagai berikut.

1. Pergaulan dan kekebalan diplomatic


2. Pergaulan dan kekebalan konsuler.
3. Misi-misi khusus
4. Hubungan antara Negara dan organisasi internasional (bagian I)
5. Masalah perlindungan dan tidak diganggu gugatnya para pejabat diplomatic dan
orang-orang lain yang berhak memperoleh perlindungan khusus menurut hokum
Internasional.
6. Status kurir diplomatikdan kantong diplomatic yang tidak diikutsertakan pada kurir
diplomatic.
7. Hubungan antara Negara dengan organisasi internasional (bagian II).
Pada tanggal 8 desember 1969, majelis umum perserikatan Bangsa-Bangsa menerima dengan
baik konvensi mengenai misi khusus dan suatu protocol opsional mengenai penyelesaian
sengketa secara wajib. Konvensi mengenai misi khusus dan suatu protocol opsional mengenai
penyelesaian sengketa secara wajib. Konvensi menegenai misi khusus terbuka bagi penanda
tangan pada tanggal 16 desember 1969. Konvensi yang terdiri atas suatu pembukaan dan 55
pasal menentukan aturan hokum yang berlaku untuk mengirim dan menerima misi khusus,
yaitu misi ke Negara lain dengan persetujuan Negara tersebut untuk menanganimasalah-
masalahkhusus atau menjalankan yang berhubungan dengan tugas-tugas tertentu.

Indonesia dapat menerima isi seluruh konvensi mengenai misi khusu tersebut, kecuali
protocol opsional mengenai penyelesaian sengketa secara wajib. Konvensi mengenai misi
khusus yang dimaksudkan untuk melengkapi konvensi wina 1961 mengenai hubungan
diplomatic dan Konvensi Wina 1963 mengenai hubungan konsuler akan dapat membantu
meningkatkan hubungan persahabatan antara bangsa dunia yang prinsipnya tanpa
membedakan ideology, system politik atau sistemsosialnya.

SUMBER HUKUM DIPLOMATIK

Sebagaimana pembahasan terhadap sumber-sumber hokum dari setiap system hokum,


membahas sumber hokum diplomatic tidak dapat dipisahkan dari apa yang telah tersebut
dalam pasal 38 statuta Mahkamah Internasional berikut.

“bagi mahkamah Internasional yang tugasnya memberikan keputusan sesuai dengan hokum
Internasional, terhadap perselisihan-perselisihan yang diajukan kepadanya akan berlaku :

1. Perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus yang dengan tegas
menyebutkan ketentuan-ketentuan yang diakui oleh Negara-negara yang bersengketa.
2. Kebiasaaan kebiasaan internasional yang terbukti merupakan praktik umum yang
diakui sebagai hokum.
3. Prinsip-prinsip hokum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab, dan
4. Keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang paling tekemuka dari
pelbagai negaradi dunia sebagai sumber tambahan bagi menetapkan kaidah-kaidah
hokum.

Selama lebih dari 150 tahun telah banyak dicapai berbagai perjanian yang menciptakan
hokum. Khusus dalam rangka hokum diplomatic adalah sebagai berikut.

1) The final act of the congress of Vienna(1885) in diplomatic rank,


2) Vienna convention on diplomatic relations and optional protocols (1961), termasuk di
dalamnya:
a) Vienna convention on diplomatic relation;
b) Optional protocol concering acquisition of nationality;
c) Optional Protocol Concering the Compulsory Settelment of Disputes.
3) Vienna convention on Consular relation and optional protocol (1963), yang memuat :
a) Viena Convention on Consular relation;
b) Optional Protocol Consering acquisition of nationality;
c) Optional Protocol Concering the Compulsory settlement of disputes.
4) Convention on Special Mission and Optional protocol (1969), yang didalamnya
termuat :
a) Convention on Special Mission;
b) Optional Protocol Concering the compulsory settlement of disputes
5) Convention on the prevention and punishment of crimes against Internasionally
protected person, including diplomatic agents (1973)
6) Vienna Convention on the respresentation of states in their relations with International
organization of a universal Character (1975).

Perlu juga ditambahkan bahwa pendapat para sarjana hokum terkrmuka yang menjadi
komisis hokum internasional bertambah wibawanya apabila ia bertindak dalam suatu fungsi
dan secara langsung bertaliang dengan suatu persoalan hokum internasionaluntuk dicari
penyelesaiannya.dalam hal ini tidak dapat diabaikan pula bahwa usaha-usaha para sarjana
hokum internasional terkemuka di bidang kodifikasi dan pengembangan hokum internasional
yang dilakukan dibawah naungan organisasibukan pemerintah (swasta), seperti internasional
law association dan usaha-usaha serupa lainnya.

PELAKSANAAN HUKUM DIPLOMATIK

Sekitar tahun 80an, dimana laju kegiatan tindak terorisme cukup menonjol, khusunya yang
dilakukan para diplomat merupakan tindakan yang sangat meresahkan dan membahayakan
fungsi mereka dalam melaksanakan tugas, pada tahun 1980 PBB telah mengadakan
pembahasan tentang masalah secara insentif dan akhirnya dikeluarkan resolusi Majelis
Umum PBB dengan judul :

“consideration of effective measures to enhance the protection, security and safety


diplomatic and consular mission and representative.”

Mendesak semua anggota PBB untuk mematuhi dan melaksanakan Prinsip-prinsip dan aturan
hukum Internasional yang mengatur tentang hubungan diplomatic dan konsuler.

Sehubungan dengan meningkatnyapelanggaran terhadap staf diplomatic dan konsuler maka


pada tahun 1981, Majelis Umum PBB telah mengeluarkan Resolusi yang meminta kepada
Negara-negara anggota untuk memberitahukan kepada sekertaris Jendral PBB mengenai
tindakan-tindakan terorisme yang dilakukan terhadap misi/staf diplomatic.

Prosedur untuk memberikan informasi kepada Sekjen PBB itu pada hakikatnya merupakan
langkah utama untuk menyelesaikan masalah. Akan tetapi, secara tidak langsung usaha itu
juga dapat memperluas wewenang PBB sendiri dalam rangka menangani masalah-masalah
yang sangat pelik dan peka menyangkut kerjasama antar Negara.
Resolusi tersebut juga meminta kepada setiap Negara anggota PBB agar melaporkan
tindakan-tindakan apa yang telah dilakukan untuk menghukum para pelanggar, termasuk
untuk mencegah agar tidak terjadi lagi, antara lain melalui sanksi-sanksi. Negar aegara
anggota juga diminta untuk melindungi wakil-wakil diplomatic dan konsuler termasuk
perwakilan masing-masing Negara anggota.
BAB 2
Berlakunya Hubungan Diplomatik

Pembukaan perwakilan diplomatic

Diawali dengan republik di Italia (di antara mereka sendiri) dan pada abad ke-15 Republik
Italia menempatkan wakilnya di beberapa negara, seperti Spanyol, Jerman, Perancis , dan
Inggris yang kemudian diikuti negara lain.

- Terdapat syarat-syarat umum dalam pembukaan perwakilan diplomatik,yaitu:

o Harus terdapat kesepakatan antara kedua belah pihak (mutual consent) sesuai dengan
Konvensi Wina 1961 yang dituangkan dalam suatu bentuk persetujuan bersama (joint
agreement), komunikasi bersama (joint communication), atau pernyataan bersama (joint
declaration).

Contoh: Pemerintah RI mengadakan pernyataan bersama untuk membuka hubungan


diplomatik dengan Pemerintah Islandia (Juni 1983)

o Prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku.

- Terdapat beberapa kesulitan dalam hal pembukaan perwakilan diplomatik, yaitu:

o Khususnya negara-negara kecil, memiliki kesulitan dalam hal finansial dan sumber
daya manusia yang terbatas.

o Tidak terdapat kepentingan yang mendesak sehingga diperlukan pembukaan perwakilan


diplomatik.

o Keengganan untuk membuka perwakilan diplomatik dan/atau konsuler secara tetap di


beberapa negara tertentu.

Pengangkatan dan penerimaan wakil diplomatic

Dalam praktek, terdapat negara yang mau menerima duta besar (ambassador) tetapi hanya
mengirimkan duta (envoy) saja.

- Tugas misi diplomatik antara lain untuk mengembangkan/menjalin hubungan yang


saling menguntungkan antara negara pengirim dan negara penerima, terutama
persahabatan antara kedua negara perlu dipertahankan/ditingkatkan terus.
- Terdapat proses persetujuan atau penolakan (aggregation), terdiri atas dua bagian,
yaitu:

o Meminta penjelasan informal kepada negara penerima.


o Pemberitahuan dari negara penerima, secara tidak resmi bahwa calon dapat disetujui
(agreement).

- Penolakan oleh negara penerima dapat dilakukan dengan alasan misalnya, negara
penerima mengetahui bahwa sikap politik pejabat yang bersangkutan terhadap negara
penerima kurang menyenangkan.
- Dua pendapat mengenai apakah negara penerima harus memberikan alasan/tidak:

o Harus terdapat alasan-alasan sehingga dapat dilihat apakah alasan-alasan itu masuk akal tau
tidak.

o Sering terjadi alasan penolakan tersebut menjadi sumber perselisihan antar dua negara
tersebut. Oleh karena itu, negara penerima tidak perlu memberikan alasan penolakan
penerimaan wakil diplomatik (pasal 4 ayat 2 Konvensi Wina 1961)

- Terdapat kemungkinan di dalam dua negara terdapat satu wakil diplomatik, sehingga
di negara yang tidak terdapat wakil diplomatik yang menetap terus menerus akan
ditempatkan seorang Charge d’affaires ad interim (Konvensi Wina 1961 pasal 5 ayat
1 dan 2)
- Pejabat/staf perwakilan tidak memerlukan persetujuan negara penerima, namun harus
terdapat pemberitahuan oleh negara pengirim siapa yang akan dikirim
- Pejabat-pejabat tersebut terdiri atas beberapa golongan: (pasal 2-9)

o Staf diplomatik (members of mission)

o Staf administrasi dan teknis, juru bahasa, dokter, penasehat hukum,dll (members of the staff
of the mission)

o Staf rumah tangga (service staff). Contoh : Sopir dan pengatur rumah tangga yang
diperkerjakan bukan oleh pribadi tapi oleh perwakilan.

- Selain pejabat-pejabat tersebut, terdapat atase militer (AD,AU,AL) yang


membutuhkan persetujuan dari negara penerima (pasal 1 Konvensi Wina 1961).
- Surat kepercayaan (letter de creance / letter of credence / credentials) adalah surat dari
kepala negara pengirim kepada negara penerima / surat dari menlu negara pengirim
kepada menlu negara penerima berisi pemberitahuan bahwa seseorang telah ditunjuk
sebagai duta besar/duta dimana juga menjelaskan kepercayaan penuh kepala negara
pengirim kepada pejabat tersebut.
- Corps diplomatique adalah keseluruhan wakil-wakil diplomatic negara-negara asing
di suatu negara.
- Tidak terdapat pengaturan mengenai syarat sebagai duta atau konsul, namun menurut
Sir H. Nicholson, seorang diplomat harus memenuhi syarat, yaitu:

o Kejujuran (truthfulness)

o Ketelitian (precision)
o Ketenangan (calm)

o Temperamen yang baik (good temper)

o Kesabaran dan kesederhanaan (patience and modesty)

o Kesetiaan (loyalty)

- Pengangkatan wakil diplomatik dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu:

o Duta keliling adalah sebagai delegasi ke konferensi internasional dan perwakilan yang
diakreditasikan pada perwakilan tertentu dengn tugas untuk mengadakan suatu perundingan
khusus tentang masalah tertentu (ad hoc)

o Duta tetap (permanen)

- Perutusan atau delegasi memerlukan surat kepercayaan dan harus memenuhi dua
syarat, yaitu

o The delegates must conform to any requirement set by the constitution or rules in question.

o They must be issued by proper authority in the proper form.

Klasifikasi perwakilan diplomatic

Kongres Wina 1815

o Duta Besar serta perwakilan kursi suci (Ambassador Papa Legates Nuncios)

- Wakil pribadi kepala negara.


- Keiistimewaan mereka adalah mengadakan perundingan dengan kepala negara
penerima secara pribadi.

o Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (Envoys Extraordinary and Minister
Plenipotentiary)

- Tidak dianggap sebagai wakil pribadi kepala negara.


- Tidak berhak mengadakan perundingan dengan kepala negara penerima secara pribadi
walaupun mereka tetap dapat berunding dengan kepala negara.
- Berhak akan title “Excellency” berdasarkan komitas belaka.

o Kuasa Usaha (Charge d’affaires)

- Ditempatkan oleh menlu.

o Menurut Oppenheim, klasifikasi ini didasarkan pada perbedaan fungsi yang dijalankan

- Kongres Aix-La Chapelle 1818


o Urutan pangkat diplomatik:

- Ambassador and Legates or Nuncios


- Envoys and Minister Plenipotentiary
- Minister Resident
- Charge d’affaires

o Klasifikasi pangkat diplomatic dan tahta suci (Vatikan) pada tingkat kedutaan besar
dinamakan “Nuncios”.

o Pada tingkat kedutaan (legation) disebut “Internuncios” = Envoys Minister Plenipotentiary.

- Konvensi Wina 1961

o Kepala misi diplomatik dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu:

- Ambassador atau Nuncios; diakreditasikan pada kepala negara dan kepala misi lain
yang sederajat.
- Envoys, Ministers, dan Internuncios; diakreditasikan kepala negara.
- Charge d’affaires; diakreditasikan kepada menteri luar negeri.

o Menurut Setyo Widagdo dalam bukunya Hukum Diplomatik dan Konsuler, klasifikasi staf
perwakilan diplomatik dalam menjalankan fungsinya adalah:

- Kepala perwakilan
- Minister
- Minister Counselor
- Counselor
- Sekretaris I
- Sekretaris II
- Sekretaris III
- Atase
Bab 3
Tugas dan fungsi perwakilan diplomatic

Perbedaan fungsi dan misi diplomatic tetap dan tidak tetap

Misi perwakilan tidak tetap memiliki fungsi yang terbatas pada tugas yang diserahkan kepada
wakil diplomatic itu untuk menangani masalah-masalah tertentu sesuai dengan isi surat
kepercayaan yang diberikan kepada mereka untuk hal-hal khusus. Contoh, untuk mengadakan
pembicaraan atau perundingan khusus menyangkut penyelesaian masalah para pelintas
batasan Indonesia dan Papua nugini.

Sementara tugas dan fungsi perwakilan diplomatic tetap bersifat sangat luas dan sudah
ditentukan sebagian besar dalam konvensi wina 1961 yaitu

- Mewakili Negaranya di Negara penerima


- Melindungi kepentingan Negara pengirim di Negara penerima dalam batas-batas yang
diperkenankan oleh hukum Internasional.
- Mengadakan Perundingan-Perundingan dengan pemerintah dimana mereka
diakreditasikan.
- Memberikan laporan kepada Negara pengirim mengenai keadaan-keadaan dan
perkembangan-perkembangan di Negara penerima dengan cara-cara yang dapat
dibenarkan hukum.
- Meningkatkan hubungan persahabatan antar Negara, terutama dengan Negara
pengirim dan Negara penerima serta mengembangkan dan memperluas hubungan-
hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan antar mereka.

Perbedaan fungsi perwakilan diplomatic dan konsuler

Pada umumnya fungsi perwakilan diplomatic berurusan dengan persoalan-persoalan yang


bersifat politik dan persoalan yang bersifat politik tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh
perwakilan konsuler.

Telah dirinci secara tegas dalam Konvensi wina 1963 tentang hubungan konsuler yang
berlaku sejak 24 April 1963.

1. Melindungi Negara-negara pengirim dan warga negaranya di wilayah Negara


penerima.
2. Meningkatkan pengembangan hubungan-hubungan ekonomi, perdagangan,
kebudayaan, dan ilmu pengetahuan antara Negara pengirim dan Negara penerima
sesuai ketentuan-ketentuan konvensi tersebut.
3. Mencari dan memberikan informasi kepada Negara pengirim mengenai keadaan-
keadaan dan perkembangan-perkembangan yang terjadi di Negara penerima
sesuai dengan hukum yang berlaku.
4. Mengeluarkan paspor dan dokumen-dokumen perjalanan bagi warga Negara
pengirim dan visa bagi orang-orang setempat yang akan pergi ke Negara
penerima.
5. Membantu dan mendampingi warga Negara pengirim, baik individu maupun
badan badan usahawarga Negara pengirim di Negara penerima.
6. Berusaha melindungi kepentingan-kepentinganwarga negaranya apabila terjadi
pergantian yang timbul dari “mortis cause” di wilayah Negara penerima sesuai
dengan hukum yang berlaku.

Menurut pandangan tradisional fungsi-fungsi perwakilan diplomatic terbatas pada:

1. Mewakili Negara pengirim di wilayah Negara penerima


2. Melindungi di wilayah Negara pengirim, kepentingan-kepentingan di Negara
pengirim dan warga negaranya dalam batas yang diizinkan oleh Hukum Internasional.
3. Menetapkan segala daya dan upaya menurut keadaan-keadaan dan perkembangan
yang terjadi di Negara penerima dan selanjutnya melaporkan ke pemerintahnya.

Perbedaan antara perwakilan diplomatic dan konsuler dalam fungsinya yakni bahwa
perwakilan diplomatic mengutamakan tugas-tugas representationdan negotiation, sedangkan
perwakilan konsuler lebih khusus berhubungan dengan tugas melindungi kepentingan warga
Negara, serta memajukan kepentingan dagang, industry dan pelayaran.

Fungsi-fungsi perwakilan diplomatik

Yang menjadi Fungsi Perwakilan Diplomatik adalah Sebagai Berikut:

1. Representasi.

Sebagaimana ditentukan Konvensi Wina 1961 dalam pasal 3 ayat (1,a) fungsi
perwakilan diplomatic adalah mewakili Negara pengirim di Negara penerima.

2. Proteksi.
Terdapat kecenderungan timbulnya dua prinsip yang dianggap sangat
fundamental dalam mengatasi dan mencegah tindakan-tindakan terorisme tersebut.
- Semua Negara harus nelaksanakan kewajiban-kewajiban Internasional
masing-masing dengan menaati ketentuan ketentuan konvensi termasuk
peningkatannya.
- Perlunya peningkatan tindakan tindakan khusus guna melindungi Individu-
individu dan perwakilan karena ada kesenjangan-kesenjangan yang terdapat
dalam ketentuan konvensi yang kini diserahkan kepada Negara itu sendiri
untuk menafsirkan dan melaksanakan tindakan khusus mengenai proteksi
melalui system perundang-undangan nasional masing-masing Negara.
3. Negosiasi
Makasud diadakannyabaik antara pengirim dan Negara penerima bahkan bias
juga Negara ke tiga ada bermacam-macam. Mulai dari pertukaran pendapat tentang
suatu masalah politik, ekonomi social atau budaya dan ilmu pengetahuan sampai
mengadakan persiapan guna mengadakan suatu perjanjian atau persetujuan.
4. Pelaporan
Dasar dari seorang diplomat adalah memberikan laporan kepada
pemerintahnya. Asalkan bukan sebagai spionase.
5. Peningkatan Hubungan Persahabatan antar Negara
Perwakilan diplomatic berkewajiban selalu dan berusaha menjaga hubungan
antara Negara pengirim dan penerima. Usaha-usaha peningkatan dilakukan dengan
cara diplomasi.
Menurut jonohatmodjo cara diplomasi tersebut ada 4 macam:
1) Diplomasi Politik
2) Diplomasi ekonomi
3) Diplomasi Sosbud dan penerangan
4) Diplomasi Hankam

6. Mulai dan Berakhirnya fungsi diplomatik


- Mulai : Pasal 13 Konvensi Wina 1961 telah menegaskan bahwa kepala
misi diplomatic sudah dianggap memulai fungsinya di Negara
penerima, baik pada saat wakil tersebut menyerahkan surat
kepercayaan ataupun ketika ia memberitahukan kedatangannya.
- Berakhir: Menurut strake :
 Pemanggilan kembali wakil itu oleh negaranya
 Permintaan dari Negara penerima
 Penyerahan paspor pada saat perang pecah antara kedua Negara
yang bersangkutan
 Selesainya tugas misi.
 Batas waktu yang ditetapkan dalam surat kepercayaan.
BAB 4
Kekebalan dan keistimewaan diplomatic

Latar belakang timbulnya kekebalan dan keistimewaan diplomatic

Kekebalan duta besar dari yuridiksi pidana di Negara penerima telah mulai dilakukan
oleh berbagai Negara pada abad ke-17 sebagai kebiasaan internasional. Undang-ndang
memuat ketentuan bahwa para diplomat asing dibebaskan dari yuridiksi perdata dan pidana.
Undang-undang tersebut kemudian terkenal sebagai “7 Anne Cap.12-2,706” yang ternyata
dokumen tersebut sebagai dasar bagi kekebalan dan keistimewaan para diplomat.

Landasan teoretis pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatic

Dalam Hukum Internasional, Pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatic dikenal


beberapa theory yang diungkapkan oleh Connel dalam bukunya Internasional Law, Vol.II
1965.

1. Exterritoriality Theory
Menurut teori Ini seorang pejabat diplomatic dianggap tidak berada di Negara
penerima melainkan berada di Negara pengirim, meskipun kenyataanya ia berada di
wilayah Negara penerima. Maksudnya seorang diplomat tidak tunduk pada yuridiksi
hukum setempat yang sebenarnya teori ini menghendaki dikuasai oleh hukum Negara
pengirim.
2. Representative Theory
Beberapa tafsir:
1) Apabila seorang diplomatic dianggap sebagai wakil Negara maka perbuatan
dantindakannya harus dianggap sebagai atau seolah-olah merupakan perbuatan
dan tindakan dari kepala Negara itu sendiri.
2) Oleh karena kedaulatan dan kebebasan yang dimilik Negara asing maka wakil
diplomatic perlu diberikan hak kekebalan dan hak Istimewa agar dapat
melakukan perwakilannya secara bebas di Negara penerima tersebut.
3. Functional Necessity Theory
Menurut theory ini, dasar kekebalan dan hak-hak istimewa seorang wakil
diplomatic harus dan perlu diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
melakukantugasnya dengan sempurna. Segala yang memengaruhi secara buruk harus
dicegah.
Landasan yuridis kekebalan dan keistimewaan diplomatic

Menurut Komite Ahli Liga Bangsa-bangsa bahwa dasar kekebalan dan keistimewaan
diplomatic itu sebagai berikut.

“the necessity of permiting free and unhampered exercise of the diplomatic function and of
maintaining the dignity of the diplomatic representative and the statue which he represents
and the respect-properly due to. . . .traditions”.

Pemberian hak-hak tersebut didasarkan atas prinsipreciprocity antar Negara dan prinsip
tersebut mutlak diperlukan dalam rangka.

1. Mengembangkan hubungan persahabatan antar negaratanpa mempertimbangkan


system ketatanegaraan dan system social budaya mereka yang berbeda.
2. Bukan untuk kepentingan perorangan tetapi untuk menjamin terlaksananya tugas para
pejabat diplomatic efisien, terutama tugas Negara yang diwakilinya.

Mulai dan berakhirnya kekebalan dan keistimewaan diplomatik

1. Mulainya Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik


Dalam konvensi Wna 1961 tentang hubungan diplomatic dijelaskan bahwa
setiap orang yang berhak mendapat kekebalan diplomatic dan hak-hak istimewa akan
mulai menikmatinya semenjak ia memasuki wilayah Negara penerima, dalam
perjalananya untuk memangku jabatannya,atau sejak pengangkatannya diberitahukan
kepada kementerian luar negri atau kementrian lainnya sesuai pasal 39 ayat 1.

Grahan SH Stuart dalam American Diplomatic and Consular practice menyebutkan


tiga pendapat:

1) Beberapa sarjana berpendapat bahwa hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatic


mulai berlaku sejak orang yangdicalonkan itu mendapat persetujuan atau agreement
dari Negara penerima.
2) Sarjana lainnya berpendapat bahwa hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatic
berlaku sejak diadakannya formal reception oleh Negara penerima.
3) Masih ada sarjana lain yang berpendapat bahwa hak-hak istimewa dan kekebalan
diplomatic mulai berlaku sejak wakil diplomatic itu memasuki wilayah Negara
penerima.

2. berakhirnya kekebalan dan keistimewaan diplomatic


Bagi Negara pengirim sudah jelas bahwa kekebalan-kekebalan diplomatic dan
hak-hak istimewa yang dimiliki oleh wakil-wakil diplomatiknya berakhir atau tidak
berlakulagi pada saat mereka sudah berada kembali dinegara mereka sendiri
alasannya, karena tidak mungkin Negara itu memberikan hak-hak istimewa
dankekebalan kepada warga negaranya sendiri.dan ketentuan lain diatur dalam pasal
31 Konvensi Wina 1961.

Kekebalan dan keistimewaan diplomatic di Negara ke-III

Para diplomat dinegara dimana mereka diakreditasikan dijamin sepenuhnya oleh hukum
internasional demiterlaksananya fungsi perwakilan diplomatic.

Sudah merupakan praktik umumbahwa Negara ketiga memberikan kekebalan dan


keistimewaan atau hak melintasi secara bebas (innocent passage) terhadap para diplomatic
pada waktu melakukan in transit kecuali bagi mereka yang berpergian secara “incognito”
atau kehadiran mereka di wilayah Negara ketiga itu dianggap tidak diinginkan.

Perlu diketahui bahwa para diplomat harus diangkat oleh pemerintah yang
pengangkatannya juga diakui oleh Negara ketiga agar seandainya pejabat yang bersangkutan
in transit di Negara ketiga tersebut akan mendapatkan fasilitas-fasilitas yang diperlukan oleh
para pejabat diplomat yang bersangkutan.
BAB 5
Aspek Hukum Internasional berkaitan dengan Kekebalan
dan Keistimewaan Diplomatik

Kekebalan Pribadi pejabat Diplomatik

Ketentuan Untuk melindungi diri Pribadi seorang wakil Diplomatik diatur dalam pasal
29 konvensi Wina 1961. Dalam bahasa asing Kekebalan Diplomatik mengandung dua
pengertian, Inviolability dan Immunity.

Inviolability diartikan sebagaikekebalan terhadap alat-alat kekuasaan dari Negara


penerimadan kekebalan terhadap segala gangguan yang merugikan sehingga disini
terkandung pengertian memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari alat-alat
kekuasaan Negara penerima.

Immunity diartikan sebagai kekebalan terhadap yuridiksi dari Negara penerima, baik
hokum pidana maupun hokum perdata.

Berikut beberapa hal kekebalan dan hak-hak istimewa yang melekatpada diri pribadi pejabat
diplomatic:

1. Tuntutan dalam hal pengadilan mengenai :


a. Barang bergerak milik pribadi, bukan untuk perwakilan atau Negara yang
mengirimkannya;
b. Soal warisan dimana ia terlibat bukan dalam kedudukan resminya;
c. Soal-soal komersial dan professional yang bersifat pribadi.
2. Kekebalan terhadap penangkapan/pelaksanaaan keputusan hakim pengadilan setempat
(kecuali dalam hal-hal yang disebut poin a,b danc). Pengecualian secara khusus, yakni
bila seorang pejabat diplomatic melakukan tindakan pidana yang bersifat politik
terhadap pemerintah Negara tempat ia diakreditasi maka ia dapat ditangkap untuk
kemudian diserahkan kepada pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara
pengirimnya.
3. Kekebalan terhadap perintah pengadilan untuk bertindak sebagai saksi dalam suatu
perkara.
Kekebalan Keluarga Pejabat Diplomatik Termasuk Anggota Staf dan Pelayan

1. Keluarga Pejabat Diplomatik


Pasal 37 yat 1 Konvensi Wina 1961 merumuskan, anggota keluarga dari seorang
wakil diplomatic yang menjadi bagian dari rumah tangganya, yang bukan warga Negara
penerima akan menikmati hak-hak Istimewa dan kekebalan sebagaimana diatur dalam pasal
29sampai 36.

Dapat disimpulkan bahwa yang termasuk keluarga seorang wakil diplomatic tidak
hanya adanya sesuatu hubungan darah atau perkwainan yang menentukan kedudukan
anggota, tetapi ia harus merupakan bagian dari rumah tangganya dan bertempat tinggal
bersama dengan wakil diplomatic tersebut sebagaimana dalam pasal 37 ayat 1 Konvensi
Wina 1961.

2. Staf Administrasi dan Staf Teknik Perwakilan Diplomatik


Staf Administrasi dan Staf Teknik bersama dengan anggota keluarga mereka yang
membentuk rumah tangga masing-masing. Jika bukan warga Negara penerima maka mereka
mendapat keistimewaan diplomatik dan kekebalan hukumyang ditentukan dalam pasal 29
sampai 3, kecuali kekebalan terhadap yuridiksi Administrasi dalam pasal 31 ayat 1 tidak akan
meluas sampaikeperbuatan yang dilakukan diluar tugas mereka.

3. Staf Pelayan Perwakilan Diplomatik


yang bukan dari warga Negara dari atau tidak berdiam menetap dinegara penerima
mendapat kekebalan atas perbuatan yang dilakukan dalam tugas-tugas mereka dan dapat
keistimewaan atas pembebasan dari iuran dan pajak atau pembayaran yang diterimanya
dari pekerjaan itu serta pembebasan yang ada di dalam pasal 33 konvensi Wina 1961.

4. Pembantu Rumah tangga


Jika bukan warga Negara dari Negara penerima dan dalam hal lain mereka
mendapat hak-hak istimewa dan kekebalan hukumseluas yang diakui oleh Negara
penerimanya.

Kekebalan Yuridiksi Kriminal dan Civil

Konvensi Wina 1961 pasal 38 membatasi pemberian hak kekebalan hanya dalama
peranan pejabat diplomatic tersebut dalam melaksanakan fungsi diplomatisnya.

1. Kekebalan dari Yuridiksi Kriminal


Kekebalan terhadap tuntutan pengadilan criminal yang dapat dinikmati oleh
pejabat diplomatic ditentukan di dalam pasal 31 Ayat 1 Konvensi Wina 1961 yang
berarti Alat-alat dari suatu Negara tidak boleh menangkap, menuntut ataupun
mengadili seorang wakil Diplomatik asing dalam suatu perbuatan kejahatan. Dalam
konvensi tersebut juga disebutkan bahwa pejabat Diplomatik yang menikmati hak
kekebalan tidak boleh mencampuri urusan dalam negri Negara penerima. Seorang
wakil diplomatic jugawajib memerhatikan Undang-Undang dan peraturan-peraturan
setemppat dengan tidak mencampuri urusan dalam negri. Jika tidak demikian,
menurut pasal 9 konvensi Wina 1961 negara penerima mempunyai hak untuk
menyatakan persona non grata kepada mereka yang tidak dikehendaki tanpa
memberikan alasannya.

2. Kekebalan dari Yuridiksi sipil.


Pasal 31 ayat 1 Konvensi Wina mengaturnya, tuntutan sipil dalam bentuk apa
pun juga tidak dapat dilakukanterhadap seorang wakil diplomatic asing.tidak ada
tindakan sipilapapun yang berhubungan dengan utang-utang dan semacamnya dapat
diajukan terhadap wakil-wakil diplomatic di depan pengadilan-pengadilan sipil di
Negara penerima.

Pengecualian dalam Beberapa hal yang dapat dinikmati kekebalan-kekebalan dari


tuntutan pengadilan perdata atau sipil, yaitu:
a. Tindakan nyata yang berhubungan dengan barang tidak bergerak milik pribadi
yang terletak di wilayah Negara penerima, kecuali yang ia kuasai atas nama
Negara pengirim dan untuk keperluannya.
b. Tindakan yang berhubungan soal pewarisan yang wakil diplomatic tersangkut
sebagai executor, atau administrator, atau sebagai ahhli waris atau legataris.
c. Tindakan atau gugatan-gugatan yang berhubungan dengan beberapa kegiatan
professional dan perdagangan komersial yang dijalankan oleh wakil
diplomatic di Negara penerima diluar fungsinya yang resmi.

Kekebalan dari Kewajiban menjadi saksi Pengadilan

Pasal 31 ayat 2 Konvensi Wina 1961 terdapat ketentuan:

“a diplomatic agent is not obliged to give evidence as a witness.’

Berarti seorang wakil diplomatic tidak diwajibkan untuk menjadi saksi di muka
pengadilan Negara setempat, baik perdata maupun pidana.

Pendapat beberapa sarjana:

1) HALL, jika hokum Negara setempat menetapkan bahwa kesaksian itu harus diberikan
secara lisan di depan kehadirannya terdakwa adalah layak apabila wakil diplomatic itu
atau anggota perwakilan yang kesaksiannya dibutuhkan, membiarkan dirinya untuk
tunduk kepada pemeriksaan dalam cara yang lazim dilakukan.
2) CALVO, Prinsip-prinsiphukum internasional tidak mengizinkan seorang wakil
diplomatic itu menolak menghadap di depan terdakwa apabila hokum Negara secara
mutlak memerlukannya.
3) ULLMANN, seorang wakil diplomatic diperbolehkan, jika ia memang diinstruksikan
oleh pemerintahnya memberikan kekuasaan kepada pengikut atau keluarganya untuk
menghadap di depan pengadilan sebagai saksi.

Kekebalan Gedung Perwakilan Diplomatik dan Tempat kediaman Wakil Diplomatik


serta Pembebasan Pajak

1. Gedung diplomatic dan Tempat Kediaman


dalam Konvensi Wina 1961 telah dicantumkanketentuan mengenai pengakuan
secara Universal tentang kekebaan diplomatic yang meliputi tempat kediaman dan
tempat kerja atau kantor perwakilan pejabat diplomatic yang secara jelas dipaparkan
dalam pasal dan 30.
Pejabat diplomatic diwajibkan untuk menyerahkan kepada pejabat setempat
yang berwenang atas orang-orang yang dipesalahkan atau dihukum atas kejahatan
criminal biasa yang dilakukan di dalam gedung perwakilan.

2. Tidak Diganggugugatnya Komunikasi dam Arsip Perwakilan


Pasal 27 konvensi Wina 1961 menjamin komunikasi bebas dari misi
perwakilan asing dengan maksud yang layak. Yang dimaksud dengan hak untuk
berhubungan bebas ini adalh hak seorang pejabat diplomatic, dalam surat menyurat,
mengirim telegram, dan berbagai bentuk hubungan telekomunikasi.

Negara penerima akan memberikan izin dan perlindungan untuk free


communication atau komunikasi bebas daripada pihak perwakilan asing suatu Negara
guna kepentingan semua official purposes dari perwakilan asing tersebut, yaitu dalam
hal mengadakan komunikasi dengan pemerintah Negara pengirimdan dengan
perwakilan diplomatic dan perwakilan konsuler lain dari Negara penerim, dimana saja
letak perwakilan diplomatic itu diperbolehkan untuk menggunakan semua upaya
komunikasi seperlunya, termasuk kurir-kurir diplomatic dan massage, baik berupa
kode berupa chipper.

1. Diplomatic Bags
Bahwa diplomatic bags dari suatu perwakilan diplomatic Negara asing
tidak dapat dibuka dan ditahan, baik oleh Negara penerima maupun oleh
Negara ketiga.dengan syarat memiliki visible eksternal, atau tanda luar yang
terlihat yang menunjukan sifat sebagai diplomatics bags. Pasal 27 ayat 3 dan 4
Konvensi Wina 1961

2. Diplomatic Courier
Pasal 27 ayat % Konvensi Wina 1961 tidak dapat diganggu gugat,
Diplomatik kurir yang dilengkapi dengan suatu Official Document (dokumen
resmi) yang menunjukan statusnya dan jumlah/nomor bungkusan yang
merupakan diplomatic bags itudilindungi oleh Negara pennerima dalam
melaksanakan tugas-tugas perwakilan.

Penanggalan Kekebalan Diplomatik

Pasal 32 ayat 1 dapat dilihat dengan jelas bahwa yang mempunyai hak untuk
menanggalkan kekebalan diplomatic adalah Negara pengirim. Oleh karena hak kekebalan
diplomatic bersumber dari hokum Internasional maka yang mempunyai haktersebut juga
subjek hokum Internasional.

Penanggalan kekebalan dalam tuntutan pengadilan perdata tidak dengan sendirinya


menanggalkan kekebalan diplomatic dalam eksekusi putusan hakim, melainkan harus
terdapat suatu pernyataan penanggalan kekebalan diplomatic secara terpisah.

Dari pasal 32 ayat 4 Konvensi Wina tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu
penanggalankekebalan diplomatic tidak berarti pula mencakup penanggalan sejauh mengenai
eksekusi putusan hakim dan ayat ini hanya menyebut penanggalan dalam bidang perdata
administrative dan untuk menanggalkan kekebalan dari eksekusi keputusan hakim maka
diperlukan penanggalan kekebalan tersendiri.

Kekebalan Orang-orang yang berstatus Nondiplomatik

1. Kekebalan dari Wakil-Wakil Negara Anggota dan Pegawai-Pegawai


PBB.
Pasal 105 Piagam PBB ditentukan Sebagai Berikut.
1) Organisasi dalam wilayah anggotanya masing-masing akan
memperoleh hak-hak istimewa dan kekebalan-kekebbalan yang
diperlukan untuk perwujudan tujuan-tujuannya.
2) Wakil-wakil dari Negara anggota PBB dan Pejabat-pejabat Organisasi
tersebut akan memperoleh hak-hak istimewa dan kekebalan-kekebalan
yang sama yang diperlukan untuk pelaksanakan tugas-tugasnya yang
bertalian dengan organisasi ini secara bebas
3) Majelis Umum dapat mengajukan anjuran-anjuran untuk menentapkan
perincian-perincian pelaksanaan ayat 1 dan 2 dari pasal tersebut atau
dapat mengusulkan persetujuan-persetujuan kepada anggota-anggota
PBB untuk maksud tertentu.

Pasal 4 ayat 11 ditetapkan bahwa perwakilan-perwakilan Negara anggota PBB


yang dikirim ke berbagai konferensi yang akan dikirim dapat menikmati:

1. Kekebalan terhadap penangkapan dan penahanan pribadinya dan terhadap


penggeledahan dan penyitaan personal baggage-nya dan dalam hal kata-kata
2. Semua surat dan dokumennya tidak dapt diganggu gugat.
3. Hak untuk menggunakan kode-kode sandi dan untuk menerima surat atau
korespondensi dari kurir atau bungkusan yang disegel.
4. Pembebasan dari pembatasan-pembatasan peraturan imigrasi baik dirinya sendiri atau
istrinya.
5. Kelonggaran-kelonggaran dalam hal peraturan-peraturan terhadap penukaran atau
perdaran uang.
6. Kekebalan-kekebalan dan kelonggaran-kelonggaran yang sama dalam hal personal
baggage yang mereka bawa sebagaimana diberikan kepada perwakilan diplomatic.
7. Kekebalan dan hak-hak istimewa lain yang tidak bertentangan dengan kekebalan-
kekebalan dan hak istimewa yang dinikmati seorang wakil diplomatic.

Pasal 5 ayat 18 ditetapkan kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewa yang diberikan


kepada pejabat PBB

1. Kebal terhadap segala bentuk proses peradilan dalam hal kata-kata yang
diucapkan dan ditulis dengan segala tindakan-tindakan yang dijalankan dalam
kedudukan resminya.
2. Pembebasan dari semua pajak pendapatan, gaji, maupun honor yang harus dibayar
ke PBB.
3. Kebal terhadap kewajiban-kewajiban jasa-jasa yang diberikan.
4. Kebal terhadap pembatasan-pembatasan imigrasi dan pencatatan orang asing.
5. Diberikan kekebalan lama dalam fasilitas penukaran uang.
6. Akan diberikan fasilitas-fasilitas untuk kembali kenegaranya bersama istri dan
keluarga yang menjadi tanggungannya.
7. Memiliki hak untuk mengimpor barang-barang perlengkapan dan barang-barang
keperluan pada waktu pertamakali dating dinegara mana ia bertugas.

2. Kekebalan para Anggota dan Pihak-Pihak yang bersangkutan dengan


Mahkamah Internasional.

Para anggota Mahkamah Internasional akan menikmati hak-hak


istimewa dan kekebalan diplomatic dalam hal kedudukan resminya sesuai
pasal 19 ketentuan pasal 19 Statua Mahkahmah Internasional.

Dalam pasal 42 ayat 3 ditentukan bahwa para wakil, penasihat dan para
pengacara pihak-pihak di depan Mahkamah akan mendapat hak-hak istimewa
dan kekbalan-kekebalan yang diperlukan untuk menjalankan tugsa mereka
dengan bebas.

Hak-Hak Istimewa Seorang Wakil Diplomatik


Hak-hak istimewa merupakan suatu kehormatan yang diberikan oleh Negara penerima,
terutama bersumber hak-hak istimewa yang diberikan atas dasar timbal balikoleh hokum
nasional Negara dimana seorang wakil diplomatic itu diakreditasikan.

Secara universal hak-hak istimewa diplomatic tersebut bersumber dari kebiasaan


internasional dan meliputi hak-hak istimewa.

1. Hak-Hak Istimewa Pembebasan bea Cukai.


2. Hak-Hak Istimewa Pembebasan Pajak
3. Pembebasan dari kewajiban Keamanan Sooisial
4. Pembebasan dari Pelayanan Pribadi, Pelayanan Umum dan Militer.
5. Pembebasan dari Kewarga Negaraan.
BAB 6
Inviolabilitas Perwakilan Asing
Ketentuan dalam Konvensi Wina 1961

Pada hakikatnya Kekebalan dan Keistimewaan bagi perwakilan asing dapat digolongkan
dalam tiga kategori.

 Pertama, Kekebalan tersebut meliputi tidak diganggu gugatnya para diplomat


termasuk tempat tinggal serta miliknya seperti yang tercantum pada pasal 29,30 dan
41 serta serta kekebalan mereka dari yuridiksi, baik administrasi, perdata maupun
pidana.
 Kedua, keistimewaan atau kelonggaran yang diberikan kepada para diplomat, yaitu
dibebaskannya kewajiban mereka untuk membayar pajak, bea cukai, jaminan social
dan perorangan.(pasal 33,34,35 dan 36).
 Ketiga, kekebalan dan keistimewaan yang diberikan pada perwakilan diplomatic
bukan saja menyangkut tidak diganggu-gugatnyagedung perwakilan asing disuatu
Negara termasuk arsip dan kebebasan berkomunikasi tetapi juga pembebasan dari
segala perpajakan dari Negara penerima (Pasal 22,23,24,26, dan 27).

Pasal 22 ayat 1 dan 3 menyangkut kekebalan di dalam gedung perwakilan itu sendiri,
termasuk perabotan, harta milik lainnya, dan kendaraan-kendaraan perwakilan.
Sementara ayat 2 berkenaan dengan kewajiban Negara setempat guna melindungi
gedung perwakilan beserta isinya yang tersebut dalam ayat 1 dan 3. Makna yang tak
kalah penting dalam ayat 2 tersebut adalah “… pencegahan adanya setiap gangguan
ketenangan perwakilan atau gangguan yang dapat menurunkan harkat dan martabat
perwakilan asing tersebut di suatu Negara”.

Perlindungan di Lingkungan Gedung Perwakilan Asing

Walau Gedung perwakilan asing tidak dapat diganggu gugat tetapi apabila Negara
penerima mempunyai bukti-bukti atau dakwaan yang kuat bahwa fungsi perwakilan asing
tersebut ternyata bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam konvensi Wina 1961 maka
pemerintah Negara setempat dapat memasuki ruangan tersebut. Prinsip tidak dapat diganggu
gugat itu menurut pendapat Komisi Hukum Internasional tidak menutup adanya
kemungkinan bagi Negara penerima untuk mengambil tindakan terhadap diplomat atau
perwakilan asing di Negara tersebut dalam rangka bela diri atau menghindarkan adanya
tindak pidana.

Perlindungan di luar Lingkungan gedung Perwakilan Asing.

Walaupun gangguan-gangguan terjadi atau dilakukan di luar eksteritorial seperti


perbaikan-perbaikan jalan, pembangunan-pembangunan lainnya di sekitar gedung(pembuatan
kereta api bawah tanah), unjuk rasa atau demonstrasi dan kegiatan-kegiatan lainnya seperti
pemasangan plakat-plakat serta mempertontonkan spanduk dan lain-lain diluar gedung
perwakilan asing, semuanya itu termasuk gangguan bagi ketenangan perwakilan dalam
menjalankan misinya ataupun dapat menurunkan harkat dan martabat perwakilan asing di
suatu Negara yang pada hakikatnya bias bertentangan dengan arti dan makna pasal 22 ayat 2
Konvensi Wina 1961.

Menurut peraturan di Inggris bahkan untuk keperluan umum seperti pelebaran jalan pun,
Negara penerima tidak mempunyai wewenang untuk mengambil alih sebagian dari tanah
gedung perwakilan asing.

Jika terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap suatu misi perwakilan asing di Negara


penerima, seperti perusakan atau serangan di dalam lingkungan gedung perwakilan serta
tindakan tindakan yang dapat mengganggu ketenangan dan menurunkan martabatnya,
perwakilan asing tersebut tetap harus menahan diri untuk tidak mengadakan tindakan atau
balasan apapun juga terhadap para pelakunya demi menghormati hokum dan peraturan
Negara penerima. Tindakan-tindakan semacam itu tetap menjadi tanggung jawab Negara
penerima. Namun tidak terkendalikannya situasi semacam itu pada hakikatnya merupakan
kegagalan Negara penerima dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban Internasionalnya.

Anda mungkin juga menyukai