Anda di halaman 1dari 25

1

PROPOSAL SKRIPSI

Judul : TINJAUAN YURIDIS PENGUSIRAN


PERWAKILAN TETAP RUSIA UNTUK
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA OLEH
AMERIKA SERIKAT

Nama : Teguh Prasetyo Aji

NIM : E1A015163

Angkatan : 2015

Jumlah SKS : 148

Pembimbing Akademik : Sanyoto, S.H., M.Hum.

Pembimbing Skripsi 1 : Dr. H. Isplancius Ismail, S.H., M.Hum.

Pembimbing Skripsi 2 : Wismaningsih, S.H., M.Hum.

Program Studi : Ilmu Hukum

Bagian : Hukum Internasional


2

PENGESAHAN ISI DAN FORMAT PROPOSAL

Proposal yang dibuat oleh:

a. Nama : Teguh Prasetyo Aji


b. NIM : E1A015163
c. Angkatan : 2015
d. Program Studi : Ilmu Hukum
e. Bagian : Hukum Internasional
f. Judul :
TINJAUAN YURIDIS PENGUSIRAN
PERWAKILAN TETAP RUSIA UNTUK
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA OLEH
AMERIKA SERIKAT

Diterima dan disetujui

Purwokerto,

Menyetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Prof. Dr. Ade Maman Suherman, S.H., M.Sc. Dr. H. Isplancius Ismail, S.H., M.Hum.
NIP: 196707111995121001 NIP: 195504041992031001

Mengetahui,
Ketua Bagian Hukum Internasional

Dr. Noer Indriati, S.H., M.Hum.


NIP: 196004261987022001
3

A. Latar Belakang Masalah

Adanya keterbatasan kemampuan suatu negara perihal mencukupi


kebutuhan rumah tangga negaranya, menimbulkan kesadaran untuk
mengadakan hubungan, pergaulan dan kerjasama dengan negara lainnya
dengan tujuan untuk saling menguntungkan yang kemudian dikenal dengan
sebutan hubungan internasional. Dalam perkembangannya hubungan
internasional tersebut kemudian membuat negara-negara untuk saling
mengirim dan menerima perwakilan negara masing-masing untuk mengurusi
keperluan-keperluan perihal kerjasama internasional, hal ini kemudian dikenal
dengan hubungan diplomatik, yang mana untuk mengatur hubungan diplomatik
tersebut maka dibuatlah hukum diplomatik.

Mengenai pengertian hukum diplomatik itu sendiri,para sarjana hukum


belum banyak menuliskan secara khusus, karena pada hakikatnya hukum
diplomatik merupakan bagian dari hukum internasional yang mempunyai
sumber hukum yang sama seperti konvensi-konvensi internasional yang ada. 1
Menurut Eileen Denza2 mengenai Diplomatic Law pada hakikatnya hanya
menyangkut komentar terhadap Konvensi Wina mengenai Hubungan
Diplomatik. Ada pula yang memberikan batasan bahwa hukum
diplomatikmerupakan cabang dari hukum kebiasaan internasional yang terdiri
dari seperangkat aturan-aturan dan norma-norma hukum yang menetapkan
kedudukan dan fungsi para diplomat termasuk bentuk-bentuk organisasional
dari dinas diplomatik.3

Brownlie memberikan Batasan sebagai berikut:4

1 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Alumni, Bandung, 1995, hlm.
1.
2 Eileen Denza, Diplomatic Law, Commentary on Vienna Convention on Diplomatic Relations,
Oceania Publication, Inc. Dobbs Ferry, New York, 1976.
3 Edmund Jan Osmanczyk, Encyclopedia on the United Nations and International Agreements,
Taylor and Francis, London, 1995.
4

“…….diplomacy comprises any means by which states establish or maintain


mutual relations, communicate with each other, or carry out political or legal
transactions, in each case through their authorized agents”.

Sedangkan pengertian secara tradisional kata “hukum diplomatik”


digunakan untuk merujuk pada norma-norma hukum internasional yang
mengatur tentang kedudukan dan fungsi misi diplomatik yang dipertukarkan
oleh negara-negara yang telah membina hubungan diplomatik5.

Dari batasan dan pengertian sebagai tersebut diatas dapat ditarik


kesimpulan adanya beberapa faktor yang penting yaitu hubungan antara bangsa
untuk merintis kerja sama dan persahabatan, hubungan tersebut dilakukan
melalui pertukaran misi diplomatik termasuk para pejabatnya, para pejabat
tersebut harus diakui statusnya sebagai pejabat diplomatik.

Quency Wright, Ernest Satow, dan Harold Nicolson memberikan


pengertian bahwa untuk memahami pengertian hukum diplomatik terlebih
dahulu harus membahas pengertian diplomasi yang mereka tulis dalam
bukunya “diplomacy”, memberikan Batasan bahwa, dalam bahasa sekarang
perkataan diplomasi dipakai sembarangan saja untuk menunjukkan beberapa
masalah yang berlainan.6 Pada suatu saat diplomasi dipergunakan sinonim
untuk “kebijaksanaan luar negeri” (foreign policy), pada saat lain ia
menunjukkan “perundingan” (negotiation), termasuk kemampuan dalam
mengadakan perundingan internasional, taktik tipu muslihat dan lain-lain.7

Dengan demikian, pengertian hukum diplomatik pada hakikatnya


merupakan ketentuan atau prinsip hukum internasional yang mengatur
hubungan diplomatik antar negara yang dilakukan atas dasar pemufakatan
bersama dan ketentuan atau prinsip-prinsip tersebut dituangkan di dalam

4 Ian Brownlie, Principle of Public International Law, Third Edition, Oxford University Press,
1979, hlm. 345.
5 L. Dembisnki, The Modern Law of Diplomacy, Martinus Nijhoff Publisher, Netherlands,
1988, hlm. 1.
6 Harold Nicolson, Diplomacy, London, Oxford University Press, 2nd. ed, 1950, hlm. 15.
7 Syahmin AK, Hukum Diplomatik Suatu Pengantar, Armico, Bandung, 1985, hlm. 2-3.
5

instrument-instrumen hukum sebagai hasil dari kodifikasi hukum kebiasaan


internasional dan pengembangan kemajuan hukum internasional.8

Dalam perkembangannya, hukum diplomatik pada hakikatnya mempunyai


lingkup yang lebih luas lagi bukan saja mencakupi hubungan diplomatik
antarnegara, tetapi juga hubungan konsuler dan keterwakilan negara dalam
hubungannya dengan organisasi internasional khususnya yang mempunyai
tanggung jawab dan keanggotaanya yang bersifat global atau lazim disebut
organisasi internasional yang bersifat universal. Bahkan dalam kerangka hukun
diplomatik ini dapat juga mencakupi ketentuan-ketentuan tentang
perlindungan, keselamatan, pencegahan, serta pengukuhan terhadap tindak
kejahatan yang ditujukan kepada para diplomat atau perwakilan dari suatu
negara pengirim kepada negara penerima.

Setelah berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1945,


pengembangan kodifikasi hukum internasional termasuk hukum diplomatik
dimulai tahun 1949 secara intensif oleh Komisis Hukum Internasional
khususnya ketentuan-ketentuan yang menyangkut kekebalan dan pergaulan
diplomatic telah digariskan secara rinci.9

Konvensi Wina 1961 mengenai Hubungan Diplomatik terdiri dari lima


puluh tiga pasal yang meliputi hampir semua aspek penting dari hubungan
diplomatik secara permanen antar negara. Disamping itu terdapat pula dua
Protokol Pilihan (Optional Protocol) mengenai Perolehan Kewarganegaraan
dan Keharusan untuk Menyelesaikan Sengketa yang masing-masing terdiri dari
delapan dan sepuluh pasal. Konvensi Wina 1961 tersebut beserta kedua
protokolnya telah diberlakukan sejak 24 April 1964 sampai tanggal 31
Desember 1987, ada 151 negara yang telah menjadi pihak dalam Konvensi
tersebut, empat puluh dua diantarnya adalah pihak dalam Protokol Pilihan
mengenai Perolehan Kewarganegaraan dan lima puluh dua negara telah

8 Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit., hlm. 5.


9 Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit., hlm. 14.
6

menjadi pihak dalam Protokol Pilihan mengenai Keharusan untuk


Menyelesaikan Sengketa.10

Setelah pertukaran perwakilan negara (diplomat) antarnegara menjadi hal


yang sudah lazim dilakukan, maka timbul pemikiran bahwa harus dibuatnya
hal-hal yang dapat mempermudah perwakilan diplomatik tersebut
melaksanakan tugasnya, berawal dari pemikiran bahwa wakil diplomat tersebut
berada di yurisdiksi hukum negaranya sendiri di negara penerima maka
munculah kekebalan dan keistimewaan diplomatik.

Dalam abad ke-16 dan 17 pada waktu pertukaran Duta-duta Besar secara
permanen antarnegara-negara di Eropa sudah mulai menjadi umum, kekebalan
dan keistimewaan diplomatik telah diterima sebagai praktik-praktik negara dan
bahkan telah diterima oleh para ahli hukum internasional meskipun jika
terbukti bahwa seorang Duta Besar telah terlibat dalam komplotan atau
penghianatan melawan kedaulatan negara penerima.11 Seorang Duta Besar
dapat diusir, tetapi tidak dapat ditangkap atau diadili oleh negara penerima.
Prinsip untuk memberikan kekebalan dan keistimewaan yang khusus semacam
itu telah dilakukan oleh negara atas dasar timbal balik, hal itu diperlukan guna
menjamin agar perwakilan atau misi asing di sesuatu negara dapat menjalankan
tugas misinya secara bebas dan aman.

Kekebalan diplomatik dinikmati tidak saja oleh Kepala-Kepala Perwakilan


(seperti Duta Besar, Duta atau Kuasa Usaha), tetapi juga oleh anggota
keluarganya yang tinggal bersama, termasuk para diplomat lainnya yang
menjadi anggota perwakilan (seperti Counsellor, para Sekretaris, Atase, dan
sebagainya) dan (kadang-kadang dalam keadaan yang jarang sekali) oleh para
staf administrasi dari perwakilan dan “staf pembantu lainnya” (juru masak,
sopir, pelayan, penjaga dan lainnya yang serupa).12

10 Lihat United Nations, The Work of the International Law Commission, U.N. Publication
(Fourth Edition), New York, 1988, hlm. 50.
11 Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit., hlm. 50.
12 Lihat Gutteridge, Immunites of the Subordinate Diplopmatic Staff, 1947, Brit. Y.B. Int. L.
148.
7

Kemudian pada pertengahan abad ke-18, aturan-aturan kebiasaan hukum


internasional mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah mulai
ditetapkan, termasuk harta milik, gedung dan komunikasi para diplomat, untuk
menunjukkan totalitas kekebalan dan keistimewaan diplomatik tersebut sering
digunakan istilah exterritoriality atau extra-territoriality. Istilah ini
mencerminkan kenyataan bahwa para diplomat hampir dalam segala hal harus
diperlakukan sebagaimana mereka tidak berada didalam wilayah negara
penerima, sifat exterritoriality itu diberikan kepada para diplomat oleh hukum
nasional negara penerima, didasarkan adanya keperluan bagi mereka untuk
menjalankan tugasnya, bebas dari jurisdiksi, pengawasan negara setempat.13

Dalam perkembangan hubungan internasional guna meningkatkan kualitas


kerjasama yang semakin baik maka didirikanlah Organisasi-organisasi
Internasional, dimana negara-negara yang menjadi anggota juga mengirimkan
perwakilan negara mereka pada Organisasi internasional. Kemudian guna
menjamin kepastian hukum dari keberadaan Organisasi Internasional maka
dibuat pula hukum Organisasi Internasional.

Dalam pembahasan mengenai hukum organisasi internasional ini akan


dipusatkan pada organisasi interasional yang paling besar dalam sejarah
pertumbuhan kerjasama semua bangsa di dunia dalam berbagai sektor
kehidupan, yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).14 PBB merupakan subyek
hukum internasional yang mempunyai personalitas hukum yang berarti
menurut hukum internasional PBB diakui mempunyai kemampuan untuk
bertindak. Kemudian sebagai instrumen pokoknya (Constituent Instrumen)
PBB mempunyai Piagam PBB yang telah dirumuskan oleh lima puluh negara
dalam Konferensi PBB mengenai Organisasi Internasional (United Nations
Conference on International Organizations, UNCIO) di San Francisco yang
diadakan dari tanggal 25 April sampai 26 Juni 1945.15

13 Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit., hlm. 53.


14 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional (Hukum Perserikatan Bangsa
Bangsa) United Nations Law, PT. Tatanusa, Jakarta, 2015, hlm. 1.
15 Ibid., hlm. 8.
8

Untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya PBB diperlukan markas besar


yang merupakan sekretariat tetapnya. Pendirian markas besar dapat dilakukan
di wilayah negara anggota PBB tertentu maupun di wilayah bukan anggota
PBB.16 Sejalan dengan ketentuan dalam Piagam PBB sendiri yang menyatakan
bahwa organisasi internasional PBB di wilayah anggota masing-masing akan
memperoleh kedudukan hukum yang sah apabila diperlukan dalam
melaksanakan tugasnya dan mewujudkan tujuan-tujuannya.17 Untuk keperluan
tersebut Sekretaris Jenderal PBB telah membuat persetujuan dengan Menteri
Luar Negeri Amerika Serikat untuk mendirikan markas besar PBB di New
York 26 Juni 1947 yang dikenal sebagai Headquarter Agreement dan kemudian
disahkan oleh Majelis Umum PBB 31 Oktober 1947.18 Persetujuan ini
merupakan pelengkap bagi General Convention karena kedua instrumen
tersebut dimaksudkan untuk memberikan rincian mengenai status PBB di
negara tempat dimana markas besar PBB itu didirikan.19

Dalam Pasal V Headquarter Agreement 1947 telah merinci siapa saja yang
dapat dikelompokkan sebagai Resident Representatives to the United Nations,
seperti mereka yang berpangkat Duta Besar atau Menteri Berkuasa Penuh.
Namun demikian persetujuan tersebut tidak secara khusus merinci
keistimewaan dan kekebalan para wakil negara anggotanya, kecuali bagi
mereka yang bertempat tinggal baik di dalam maupun di luar distrik tempat
Markas Besar PBB dan dapat menikmati keistimewaan dan kekebalan di
wilayah Amerika Serikat, dengan syarat-syarat atau kewajiban yang telah
disetujui bagi wakil-wakil diplomatik yang diakreditasikan di negara itu.
Sedangkan bagi negara-negara yang tidak diakui oleh Amerika Serikat,
keistimewaan dan kekebalan hanya diberikan dalam lingkungan distrik tempat
Markas Besar PBB berada, rumah kediaman kantor yang berada di luar distrik
dan di dalam transit dari dan ke negara lain. Dalam Headquarters Agreement

16 Ibid., hlm. 15.


17 Lihat Pasal 104 Piagam PBB.
18 Dokumen PBB No. A/427, 27 Nopember 1947, Resolusi Majelis Umum PBB 1969 (II)
19 Lihat Resolusi Majelis Umum PBB 258 (III), 8 Desember 1948.
9

Juga tidak memuat ketentuan-ketentuan yang merinci keistimewaan dan


kekebalan bagi pejabat-pejabat sipil internasional.

Dalam hubungan diplomatik tidak jarang terjadi hal-hal yang membuat


hubungan antarnegara merenggang, terbaru mengenai kasus dugaan diracunnya
mantan mata-mata Rusia yang sekarang mendapat suaka di Inggris menyusul
'pertukaran mata-mata' antara Amerika Serikat dan Rusia pada 2010, Sergei
Skripal (66 tahun) dan putrinya Yulia (33 tahun) di Salisbury, Inggris 4 Maret
2018 yang mengakibatkan hubungan diplomatik Rusia dengan Inggris dan
negara-negara sekutu Inggris merenggang.20 Atas kejadian tersebut Inggris
melalui Perdana Menterinya Theresa May di hadapan parlemen Inggris
menyatakan Rusia berada di balik kejadian tersebut.21

Dalam temuan yang dipaparkan Laboratorium Teknologi dan Ilmu


Pertahanan Porton Down, racun yang ditemukan di tubuh Skripal dan putrinya,
Yulia, berjenis Novichok. Novichok adalah racun saraf yang dikembangkan
Uni Soviet pada dekade 1970-an silam. Racun ini diklaim lima kali lebih
mematikan dibanding VX. Dalam pidatonya, May mengatakan kalau Rusia
selama ini memiliki rekam jejak sebagai negara yang mengorkestrasi
pembunuhan. Sementara sikap Rusia atas kejadian tersebut adalah dengan
meminta digelarnya pertemuan darurat Dewan Keamana PBB 5 April 2018. 22
Permintaan tersebut dilayangkan setelah pengajuan proposal baru Rusia soal
penyelidikan kasus percobaan pembunuhan terhadap Sergei Skripal kandas.

Rusia sebagai inisiator mengajukan proposal penyelidikan dugaan adanya


senjata kimia berupa racun saraf yang ditemukan dalam tubuh Skripal dan

20 Nathania Riris Michico, Terpapar Bahan Kimia, Eks Intel Rusia yang Berkhianat Kritis,
iNews.id (online), 6 Maret 2018. Tersedia di https://www.inews.id/news/read/terpapar-bahan-
kimia-eks-intel-rusia-yang-berkhianat-kritis. Diakses: 29 Januari 2019, 14:00 WIB.
21 Ardi Priyatno Utomo, Kasus Mantan Mata-mata yang Diracun, Inggris Tuduh Rusia
Pelakunya, Kompas.com (online), 13 Maret 2018. Tersedia di
https://internasional.kompas.com/read/2018/03/13/14075621/kasus-mantan-mata-mata-yang-
diracun-inggris-tuduh-rusia-pelakunya. Diakses: 29 Januari 2019, 14:10 WIB.
22 Ardi Priyatno Utomo, Kasus Sergei Skripal Rusia Minta Pertemua Dewan Keamanan PBB,
Kompas.com (online), 5 April 2018. Tersedia di
https://internasional.kompas.com/read/2018/04/05/14144641/kasus-sergei-skripal-rusia-minta-
pertemuan-dewan-keamanan-pbb. Diakses: 29 Januari 2019, !4:15 WIB.
10

putrinya, Yulia. Racun saraf tersebut merupakan Novichok, yang diciptakan


pada era Uni Soviet 1970-an, dan diklaim sebagai racun paling mematikan di
dunia. Selain meminta pembagian sampel bukti yang dikumpulkan Inggris,
Rusia juga ingin ada penyelidikan gabungan dengan Kremlin di dalamnya.
Namun, proposal yang diajukan gagal setelah dalam pemilihan, hanya enam
suara yang mendukung suara, berbanding lima belas yang menolak adanya
Rusia di investigasi itu. Karena itu, Rusia kemudian meminta adanya sesi
terbuka Dewan Keamanan PBB pada pukul 20.00 waktu Inggris.

Lebih lanjut, pada 14 Maret, May mengumumkan pengusiran terhadap dua


puluh tiga diplomat Rusia yang diidentifikasi sebagai mata-mata. Aksi Inggris
kemudian diikuti oleh sejumlah negara di dunia. Lebih dari 151 diplomat Rusia
diusir dari dua puluh tujuh negara. Amerika Serikat (AS) menjadi negara yang
paling banyak melakukan pengusiran, dengan enam puluh orang diplomat
harus angkat kaki dengan rincina empat puluh delapan orang merupakan
diplomat Rusia untuk Amerika Serikat sedangkan dua belas sisanya adalah
perwakilan Rusia untuk Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat.
Selain itu, Washington juga mengumumkan telah menutup Kantor Konsulat
Rusia di Seattle. Kremlin membalasnya dengan mengusir diplomat dalam
jumlah yang sama, dan menutup konsulat mereka di Saint Petersburg. Selain
itu, Rusia juga mengumumkan pengusiran terhadap diplomat negara yang
mengikuti Inggris mem-persona non grata-kan diplomat mereka.23

Dalam hukum diplomatik memang dikenal istilah Persona Grata dan


persona Non-Grata yang mana Persona Grata bermakna bahwa perwakilan-
perwakilan diplomatik dari negara pengirim terlebih dahulu dimintakan
persetujuan dari negara penerima untuk memperoleh persetujuan atau
dinyatakan dapat diterima oleh negara penerima.24 Sedangkan Persona Non-
Grata bermakna jika negara penerima menganggap bahwa seseorang itu tidak
dapat diterima karena kegiatan-kegiatan dan kecenderungan politiknya di masa

23 Ibid.
24 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional (Hukum Perserikatan Bangsa
Bangsa) United Nations Law, Op. Cit., hlm. 110.
11

lampau atau latar belakang lainnya, negara penerima dapat memberitahukan


kepada negara pengirim ketidaksetujuannya untuk menerima pengangkatan
Ambassador designate melalui sebuah nota diplomatik yang menyatakan calon
tersebut sebagai Persona Non-Grata.25

Berkaitan dengan kasus Sergei Skripal yang membuat Amerika Serikat


memulangkan empat puluh delapan perwakilan Rusia untuk Amerika Serikat
adalah memang kewenangan Amerika Serikat selaku negara penerima atas
prinsip Persona Non-Grata tetapi bagaimana dengan alas hak Amerika Serikat
memulangkan juga staf Rusia untuk PBB, yang mana PBB memiliki
yurisdiksinya sendiri dan berdasarkan Headquarter Agreement antara PBB
dengan Amerika Serikat para perwakilan negara-negara untuk PBB memiliki
keistimewaan dan kekebalan di Markas Besar PBB di New York, Amerika
Serikat sehingga tidak dapat diganggu oleh organisasi internasional ataupun
negara lain termasuk Amerika Serikat sendiri. Lantas apakah perbuatan
Amerika Serikat tersebut melanggar hukum internasional khususnya hukum
diplomatik?

Dari uraian diatas tersebut, menarik kiranya untuk dilakukan kajian yang
lebih mendalam, karena itu penulis berkeinginan untuk membuat tulisan
dengan judul Tinjauan Yuridis Pengusiran Perwakilan Tetap Rusia Untuk
Perserikatan Bangsa-Bangsa oleh Amerika Serikat.

B. Rumusan Masalah

Berdasar pada pemaparan latar belakang dan kasus di atas, penulis


mengambil pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan tentang kekebalan dan keistimewaan perwakilan dari


negara-negara untuk Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat?
2. Bagaimana ketentuan hukum internasional atas tindakkan Amerika Serikat
memulangkan perwakilan tetap Rusia untuk Markas Besar PBB di New
York, Amerika Serikat?

25 Ibid., hlm. 117-118.


12

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin penulis capai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan tentang kekebalan dan keistimewaan


perwakilan dari negara-negara untuk Markas Besar PBB di New York,
Amerika Serikat.
2. Untuk mengetahui ketentuan hukum internasional atas tindakkan Amerika
Serikat memulangkan perwakilan tetap Rusia untuk Markas Besar PBB di
New York, Amerika Serikat.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini penulis harapkan dapat berguna untuk :

1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna dalam pengembangan khasanah
ilmu pengetahuan dalam bidang hukum internasional dan memberi
informasi kepada masyarakat tentang pengaturan-pengaturan mengenai
kekebalan dan keistimewaan perwakilan dari negara-negara yang bertugas
di PBB serta untuk menjawab permasalahan atas tindakan Amerika Serikat
memulangkan perwakilan Rusia untuk Markas Besar PBB di New York,
Amerika Serikat.

2. Kegunaan Praktis
Adapun kegunaan praktis yang penulis harapkan adalah :
a. Untuk menambah referensi kepustakaan hukum internasional di Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
b. Dapat digunakan sebagai sumber kajian bagi yang berkepentingan.
c. Dapat dijadikan bahan bacaan untuk menambah wawasan khususnya
bagi yang mendalami bidang hukum internasional.

E. Kerangka Teori

Landasan teori menjadi dasar dalam penelitian ini, serta dipakai sebagai
alat analisis terhadap permasalahan dalam penelitian ini. Untuk itu penulis
menggunakan teori-teori sebagai berikut :
13

1. Teori Pemberian Kekebalan dan Hak Istimewa Kepada Perwakilan


Diplomatik
Dengan tujuan untuk mempermudah para perwakilan negara pengirim
melaksanakan tugasnya, pemberian kekebalan dan keistimewaan dalam
hubungan diplomatik menjadi hal yang diperlukan. Dalam hukum
diplomatik terdapat tiga teori mengenai pemberian kekebalan dan
keistimewaan kepada para perwakilan negara pengiri, tersebut, yaitu :

a. Exterritoriality Theory26
Menurut teori ini seorang pejabat diplomatik dianggap tidak berada di
negara penerima melainkan berada dalam negara pengirim, meskipun
kenyataannya ia berada di wilayah negara penerima. Maksudnya adalah
seorang diplomat itu tidak tunduk pada jurisdiksi hukum nasional negara
penerima, yang sebenarnya teori ini menghendaki bahwa setiap pejabat
diplomatik adalah hanya dikuasai oleh hukum negara pengirim.
Sedangkan kantor perwakilan dan tempat kediamannya dianggap sebagai
bagian dari wilayah negara pengirim.
Pada abad ke 16 dan 17 teori exterritoriality ini sangat menonjol
dipergunakan bagi pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatic,
dimana wakil diplomatic dianggap bukan sebagai subjek hukum negara
penerima. Sebagai konsekuensi daripada pendirian demikian adalah
sangatlah berat untuk diterima, karena sukar untuk menyesuaikan diri
dengan teori exterritoriality ini. Terbukti dalam hal peraturan lalu lintas
jalan raya misalnya, dalam prakteknya sudah diterima secara umum
bahwa pejabat seorang pejabat diplomatik itu harus tunduk pada
peraturan lalu lintas negara setempat. Walaupun dalam negara penerima
seorang mesti berjalan di sebelah kanan, dan peraturan lalu lintas di
negara si pejabat diplomatic mengharuskan berjalan disebelah kiri, maka
diplomat itu pun harus mengikuti aturan lalu lintas negara setempat, jika
tidak ia sendiri yang akan merasakan akibatnya , misalnya akan
mengalami tabrakan. Demikian pula halnya jika para diplomat

26 Syahmin AK, Op. Cit., hlm. 66-67.


14

menggunakan jasa-jasa seperti pemakaian air ledeng dan listrik, mereka


tidak dapat bebas dari kewajiban membayar jasa-jasa tersebut.
Dengan adanya ketidak sesuaian dalam praktek pemberian kekebalan dan
keistimewaan diplomatik dalam pergaulan antarnegara, maka teori
exterritoriality dalam bentuk asalnya tidak dapat dipertahankan lagi.
Namun demikian kebanyakan penulis modern masih menggunakan
istilah exterritoriality hanya sekedar untuk menunjukkan prinsip bahwa
negara penerima tidak mempunyai wewenang untuk menegakkan
kedaulatannya di Gedung kedutaan ataupun di rumah kediaman
perwakilan asing sebagai konsepsi terbatas, dan tidak pula mencakup
pengertian bahwa kejahatan dan transaksi hukum yang terjadi di tempat
kedutaan asing harus dianggap sebagai terjadi di wilayah negara
pengirim.

b. Representative Character Theory27


Dalam hukum internasional dikenal suatu adagium yang berbunyi “Par
im parem habet imperium” yang berarti suatu negara berdaulat tidak
dapat melaksanakan jurisdiksinya terhadap negara berdaulat lainnya. Jika
seorang agen diplomatik dianggap bersifat wakil (simbol) negara, maka
setiap sikap tindakannya adalah merupakan tindakkan negara yang
diwakilinya. Dengan demikian bagi negara penerima diharuskan untuk
memberikan kekebalan dan keistimewaan, baik bagi diri pribadinya
maupun tindakkan resmi ia sebagai wakil negara pengirim.
Jelaslah bahwa mereka tidak akan dapat melaksanakan tugasnya secara
bebas kecuali jika mereka diberikan kekebalan tertentu. Namun harus
diakui bahwa hal-hal seperti itu tetap tergantung dari “good will”
pemerintah setempat, mereka mungkin terpengaruh oleh pertimbangan-
pertimbangan keselamatan perseorangan, lagipula jika terjadi gangguan
pada komunikasi mereka dengan negaranya, tugas mereka tidak dapat
berhasil dengan baik. Sehingga dalam teori sifat seorang diplomat

27 Ibid., hlm. 68
15

sebagai simbol negara, pada hakekatnya pejabat diplomatik itu adalah


dipersamakan dengan kedudukan seorang kepala negara atau negara
pengirim yang bersangkutan.

c. Functional Necessity Theory28


Teori ini mendasarkan pemberian kekebalan dan keistimewaan kepada
wakil-wakil diplomatic atas fungsi dari wakil-wakil diploamtik agar
supaya wakil diplomatik yang bersangkutan dapat menjalankan
fungsinya dengan baik dan sempurna, maka kekebalan dan keistimewaan
yang dimilikinya itu adalah untuk memberikan kesempatan seluas-
luasnya di dalam melaksanakan tugas tanpa ada gangguan.

2. Teori Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional


Dalam pelaksanaannya sering timbul pertanyaan apakah hukum
internasionla adalah satu kesatuan hukum dengan hukum nasional suatu
negara atau merupakan sistem hukum yang terpisah sendiri. Teori berikut
akan menjawabnya.

a. Teori Monisme29
Menurut aliran ini hukum internasional dan hukum negara merupakan
dua kesatuan hukum dari satu sistem hukum yang lebih besar yaitu
hukum pada umumnya. Karena terletak dalam satu sistem hukum maka
sangat besar sekali kemungkinan terjadi konflik antar keduanya. Dalam
perkembangannya aliran monisme terpecah menjadi dua, yaitu aliran
monisme primat hukum internasional dan monisme primat hukum
nasional.
Monisme primat HI berpendapat bahwa apabila terjadi suatu konflik
dalam tatanan sistem hukum antara hukum internasional dan hukum
negara maka hukum internasional haruslah lebih diutamakan dan
diberlakukan dari pada hukum negara. Sedangkan monisme primat HN

28 Ibid.
29 Sefriani, Hukum Internasional, Rajawali Press, Jakarta, 2010, hlm. 86.
16

memiliki pandangan yang terbalik yaitu apabila terdapat suatu konflik


dalam tatanan sistem hukum maka hukum negara terlebih dahulu yang
harus diutamakan dan diberlakukan. Hal ini berdasarkan pendapat bahwa
hukum internasional berasal dari hukum negara. Contohnya adalah
hukum kebiasaan yang tumbuh dari praktik negara-negara. Karena
hukum internasional berasal atau bersumber dari hukum negara maka
hukum negara kedudukannya lebih tinggi dari hukum internasional.

b. Teori Dualisme30
Teori ini mengemukakan bahwa hukum internasional dan hukum negara
adalah dua sistem hukum yang sangat berbeda satu dengan yang lain.
Perbedaan yang dimaksud antara lain:
1. Subjek, subjek hukum internasional adalah negara-negara, organisasi-
organisasi yang bersifat internasional sedangkan subjek hukum
nasional adalah individu di negara tersebut;
2. Sumber hukum, hukum internasional bersumber pada konvensi
internasional dan perjanjian antarnegara adapaun hukum nasional
bersumber pada jurisdiksi negara tersebut sendiri;
3. Hukum nasional memiliki integritas yang lebih sempurna
dibandingkan dengan hukum internasional.

Selain itu Anzilotti penganut aliran dualisme berpendapat perbedaan


hukum internasional dan hukum nasional dapat ditarik dari dua prinsip
yang fundamental. Hukum nasional mendasarkan pada prinsip bahwa
aturan negara harus dipatuhi sedangkan hukum internasional
mendasarkan pada prinsip bahwa perjanjian internasional harus
dihormati berdasarkan prinsip pacta sunt servanda.31

3. Kedaulatan dan Yurisdiksi32

a. Kedaulatan

30 Ibid.
31 Ibid., hlm. 87.
32 Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional Dalam
Perspektif Hukum dan Globalisasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 29.
17

Kedaulatan merupakan sekumpulan hak-hak dan kompetensi yang


melekat pada negara (nation state). Setelah itu pertanyaan yang muncul
adalah apa saja kriteria atau kualifikasi untuk berdirimya suatu negara,
hal ini perlu merujuk pada Konvensi Monte Video Tahun 1933 tentang
Hak dan Tanggung Jawab Negara (the Rights and Duties of States) yang
menegaskan sebagai berikut :
Sovereignty refers to the bundle of right and competencies go up to
make up the nation state. It is therefore analogous to statehood.
Consistent with rights normally attributable to statehood, a nation state
should possess the following qualifications: (a) a permanent
population; (b) a defined territory; (c) government; and (d) the
capacity.

Sarjana lain seperti Franck berpendapat bahwa kedaulatan dapat


ditentukan oleh dua faktor, yaitu yang pertama adalah kekuasaan dari
suatu negara yang berdaulat dapat diikat oleh konstitusinya dan oleh
hukum internasional. Dengan kata lain, bahw kedaulatan memiliki dua
dimensi yaitu dimensi internal (diikuti oleh konstitusi) dan dimensi
eksternal yang diatur dan tunduk pada hukum internasional. Secara
tekstual, pendapat tersebut adalah sebagai berikut :

Sovereignty is determined by two factors as observed by Franck: ‘The


power of the sovereign state can be bound by its own constitution ...
and by international law. This reflects the dual dimension of
sovereignty – that is, power of a sovereign state.

b. Yurisdiksi33
Yurisdiksi dapat diartikan sebagai hak-hak negara yang memanifestasi
dalam kompetensi yudisisal, legislatif, dan administratif atau dengan kata
lain dapat diartikan sebagai hak-hak tertentu dari sejumlah hak-hak dari
suatu kenegaraan. Dalam pembahasan yurisdiksi, landasan atau basis
teritorial merupakan suatu yang paling umum dalam menegakkan

33 Ibid., hlm. 30.


18

yurisdiksi berdasarkan pendekatan tradisional atau yurisdiksi teritorial


dapat diartikan sebagai regulasi atau pengaturan atas orang atau benda
dalam batas geograpis suatu negara. Untuk lebih jelasnya Mann
menjelaskan pengertian teori yurisdiksi teritorial sebagai berikut :
The territorial theory of jurisdiction has been summarised by Mann in
the following terms:
1. As every nation posseses an exclusive sovereignty and jurisdiction
within its own territory, the laws of every state affect and bind
directly all property, whether real or personal, within ist territory;
and all persons who are resident within it, wheter natural-born
subjects or aliens;
2. No state can, by its laws, directly affect or bind property out of its
own territory or bind its own subjects by its own laws in every other
place.
Apabila menbandingkan konsep yurisdiksi tersebut ternyata terdapat
perbedaan pengertian dengan Brownlie yang berpendapat bahwa
yurisdiksi itu bukan suatu yang terkait dengan konsep fisik dan geograpis
sutau negara melainkan area tertentu yang memiliki kempetensi hukum
dan bukan merupakan sebuah konsep geograpis, selengkapnya sebagai
berikut :
The concept of territory is defined in the sense of a geographical area-
that is, as a physical concept. Brownlie notes that the word territory in
a legal context denotes a particular sphere of legal competence and not
a geographical concept.

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang penulis gunakan adalah metode penelitian


yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang
difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma
dalam hukum positif.34
34 Jhony Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media, Malang
2008, hlm. 294.
19

Maksud penelitian secara yuridis yaitu penelitan yang mengacu pada


studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang
digunakan. Sedangkan maksud bersifat normatif yaitu penelitian hukum
yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan
antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam
praktiknya.

2. Spesifikasi Penelitian
Penulis menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, yaitu
menjelaskan data-data yang ada dengan kata-kata atau pernyataan bukan
dengan angka-angka. Metode deskriptif yaitu metode yang fungsinya untuk
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti
melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.
Dengan kata lain, penelitian deskriptif analitis mengambil masalah atau
memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat
penelitian dilaksanakan. Hasil penelitian kemudian diolah dan dianalisis
untuk diambil kesimpulannya.35

3. Lokasi Penelitian
Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman dan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Universitas Jenderal
Soedirman.

4. Sumber Bahan Hukum


Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan data sekunder guna
membangun penelitian ini dan untuk mendapatkan hasil yang obyektif dari
penelitian ini. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan.
Dari data sekunder tersebut akan dibagi dan diuraikan ke dalam tiga
bagian yaitu:

35 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D),


Alfabeta, Bandung, 2009, hlm. 29.
20

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat


mengikat berupa Peraturan Perundang-undangan yang berlaku antara
lain Vienna Convention on Diplomatic Relations and Optional
Protocols (Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik dan Protokol
Pilihan) 1961, Vienna Convention on Consular Relations and Optional
Protocols (Konvensi Wina tentang Hubungan Konsuler dan Protokol
Pilihan) 1963, Convention on Special Missions and Optional Protocol
(Konvensi tentang Misi Khusus) 1969, Convention on The Prevention
and Punishment of Crimes Againts Internationally Protected Persons,
Including Diplomatic Agents (Konvensi Pencegahan dan Hukuman
Kejahatan Terhadap Orang-orang yang Dilindungi Secara Internasional,
Termasuk Agen Diplomatik) 1973, Vienna Convention on The
Representation of States in Their Relations with International
Organizations of A Universal Character (Konvensi Wina tentang
Representasi Negara dalam Hubungannya dengan Organisasi
Internasional dengan Karakter Universal) 1975 dan instrumen hukum
lainnya.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer, antara lain pustaka di bidang
ilmu hukum, hasil penelitian di bidang hukum, jurnal hukum, makalah
dalam bidang ilmu hukum, surat kabar, internet, dan lain-lain yang
berkaitan dengan masalah penelitian.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-
konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus
bahasa, ensiklopedia, dan lain-lain.

5. Metode Pengumpulan Bahan Hukum


Metode pengumpulan data-data yang digunakan adalah dengan
melakukan studi kepustakaan (library research), telaah artikel ilmiah,
telaah karya ilmiah sarjana, internet browsing dan studi dokumen,
termasuk karya tulis ilmiah maupun jurnal surat kabar dan dokumen resmi
lainnya yang relevan dengan masalah yang diteliti kemudian diidentifikasi.
21

6. Metode Penyajian Bahan Hukum


Data dalam penyusunan penelitian ini akan disajikan dalam bentuk
uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional. Artinya data
sekunder yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya dan
disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga
merupakan satu kesatuan yang utuh dan komprehensif.

7. Metode Analisis Data


Analisa yang digunakan adalah analisa normatif-kualitatif. Maksud dari
normatif disini adalah bertitik tolak pada peraturan perundang-undangan
yang ada sebagai hukum positif, sedangkan maksud dari kualitatif adalah
analisis yang dilakukan dengan cara memahami dan merangkai data yang
telah dikumpulkan dan disusun secara sistematis kemudian diuraikan
secara bermutu dalam kalimat yang teratur, runtut, dan logis, kemudian
ditarik kesimpulan. Dalam menarik kesimpulan dengan menggunakan
metode penalaran secara induktif yaitu suatu pemikiran secara sistematis
dari khusus ke umum, dan deduktif ialah suatu pemikiran secara sistematis
dari umum ke khusus.
22

DAFTAR PUSTAKA

Buku

AK, Syahmin. Hukum Diplomatik Suatu Pengantar. Bandung:Armico. 1985.

Brownlie, Ian. Principle of Public International Law, Third Edition. London:


Oxford University Press. 1979.

Dembisnki, L. The Modern Law of Diplomacy. Netherlands:Martinus Nijhoff


Publisher. 1988.

Ibrahim, Jhony. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:


Banyu Media, 2008.

Nicolson, Harold. Diplomacy. London:Oxford University Press. 1950.

Osmanczyk, Edmund Jan . Encyclopedia on the United Nations and International


Agreements. London:Taylor and Francis. 1995.
23

Sefriani. Hukum Internasional.Jakarta:Rajawali Press. 2010.

Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D). Bandung:Alfabeta. 2009.

Suherman, Ade Maman. Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional


Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi. Jakarta:Ghalia Indonesia. 2003.

Suryokusumo, Sumaryo. Hukum Diplomatik Teori dan Kasus. Bandung:Alumni,


1995.

-----------------------------.Hukum Organisasi Internasional (Hukum Perserikatan


Bangsa Bangsa) United Nations Law. Jakarta:PT. Tatanusa. 2015.

Peraturan Perundang-undangan

Convention on Special Missions and Optional Protocol (Konvensi tentang Misi


Khusus) 1969.

Convention on The Prevention and Punishment of Crimes Againts Internationally


Protected Persons, Including Diplomatic Agents (Konvensi Pencegahan dan
Hukuman Kejahatan Terhadap Orang-orang yang Dilindungi Secara
Internasional, Termasuk Agen Diplomatik) 1973.

Dokumen PBB No. A/427, 27 Nopember 1947, Resolusi Majelis Umum PBB
1969 (II).

Resolusi Majelis Umum PBB 258 (III), 8 Desember 1948.

United Nations Charter (Piagam PBB).

United Nations. The Work of the International Law Commission. New York:U.N.
Publication (Fourth Edition). 1988.
24

Vienna Convention on Consular Relations and Optional Protocols (Konvensi


Wina tentang Hubungan Konsuler dan Protokol Pilihan) 1963.

Vienna Convention on Diplomatic Relations and Optional Protocols (Konvensi


Wina tentang Hubungan Diplomatik dan Protokol Pilihan) 1961.

Vienna Convention on The Representation of States in Their Relations with


International Organizations of A Universal Character (Konvensi Wina
tentang Representasi Negara dalam Hubungannya dengan Organisasi
Internasional dengan Karakter Universal) 1975.

Jurnal Ilmiah

Gutteridge. Immunites of the Subordinate Diplopmatic Staff. 1947. Brit. Y.B. Int.
L. 148.

Internet

Ardi Priyatno Utomo, Kasus Mantan Mata-mata yang Diracun, Inggris Tuduh
Rusia Pelakunya, Kompas.com (online), 13 Maret 2018. Tersedia di
https://internasional.kompas.com/read/2018/03/13/14075621/kasus-mantan-
mata-mata-yang-diracun-inggris-tuduh-rusia-pelakunya. Diakses: 29 Januari
2019, 14:10 WIB.

Ardi Priyatno Utomo, Kasus Sergei Skripal Rusia Minta Pertemua Dewan
Keamanan PBB, Kompas.com (online), 5 April 2018. Tersedia di
https://internasional.kompas.com/read/2018/04/05/14144641/kasus-sergei-
skripal-rusia-minta-pertemuan-dewan-keamanan-pbb. Diakses: 29 Januari
2019, !4:15 WIB.

Denza, Eileen. Diplomatic Law, Commentary on Vienna Convention on


Diplomatic Relations. Dobbs Ferry. New York:Oceania Publication,
Inc.1976.

Nathania Riris Michico, Terpapar Bahan Kimia, Eks Intel Rusia yang Berkhianat
Kritis, iNews.id (online), 6 Maret 2018. Tersedia di
25

https://www.inews.id/news/read/terpapar-bahan-kimia-eks-intel-rusia-yang-
berkhianat-kritis. Diakses: 29 Januari 2019, 14:00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai