Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HUKUM INTERNASIONAL
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA : EWIMAN TAFONA
NIM : 03200031
SEMESTER : V A
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-NYa kepada kita sehingga kita dapat menyelesaikan Tugas
Makalah Hukum internasional. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang telah membantu kita dalam pembuatan makalah ini. Tujuan
dibuatnya makalah ini karena kami ingin mengetahui untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh Dosen kami, dan juga lebih mengetahui Efektivitas penerapan hukum
internasional pada masa era sekarang.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, untuk itu
kami membutuhkan kritik dan saran yang mendukung, Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan dapat menjadikan kita lebih baik
untuk dimasa yang akan datang.Terimakasih

JAKARTA 28 Oktober 2022

Ewiman Tafonao
DAFTAR ISI

1.Kata pengantar
2.Daftar isi
3.BAB I Pendahuan
A.Latar belakang
B.Rumusan masalah
4.BAB II Pembahasan
A.Kajian teoritis
B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan Norma
5.BAB III Pembahasan
A. Landasan filosofi
B. Landasan sosial
C. Landasan Yuridis
D. Kata penutup
6. Daftar pusaka
BAB I PENDAHULUAN

A.Latar belakang
Salah satu kerja sama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Republik
Indonesia adalah dengan Pemerintah Federasi Rusia. Selama ini hubungan
diplomatik antara Pemerintah Negara Republik Indonesia dengan Pemerintah
Federasi Rusia telah terjalin dengan baik. Uni Soviet (Federasi Rusia merupakan legal
succesor Uni Soviet sejak runtuhnya Uni Soviet tahun 1991) merupakan salah satu
negara yang menyambut baik lahirnya Indonesia sebagai negara merdeka dan Uni
Soviet mengecam segala bentuk kolonialisme. Tokohtokoh pejuang kemerdekaan
Republik Indonesia mengharapkan dukungan dan bantuan dari Uni Soviet. Di
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Uni Soviet berkali-kali mengangkat masalah
Indonesia dan menuntut PBB untuk menghentikan agresi militer Belanda, serta
menghimbau dunia internasional untuk mengakui Indonesia sebagai negara yang
merdeka. Pada tanggal 25 Januari 1950 Menteri Luar Negeri Uni Soviet A. Vyshinsky
menyampaikan secara tertulis kepada Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Moch.
Hatta bahwa Uni Soviet mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia, dan
keinginan menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia. Pemerintah Indonesia
menyambut baik hal tersebut. Pada bulan Mei 1950 Delegasi Indonesia yang
dipimpin oleh N. Palar dengan anggotanya terdiri dari Yusuf Wibisono, Yamin, dan
Hadinoto berkunjung ke Moskow untuk melakukan perundingan dan hasil dari
perundingan tersebut disampaikan pada Sidang Kabinet yang dihadiri Presiden
Soekarno, 16 Mei 1950, yaitu kesepakatan untuk saling membuka Kedutaan Besar
dan tanggapan positif Uni Soviet mengenai masuknya Indonesia menjadi anggota
PBB. Lebih lanjut kunjungan Presiden Federasi Rusia Mr. Vladimir V. Putin pada
tanggal 6 September 2007 memiliki arti strategis dan bersejarah karena merupakan
kunjungan Presiden Federasi Rusia pertama ke Indonesia.1one-day visit tersebut
dilakukan sebelum menghadiri Sidang APEC Summit
Pada tanggal 21 April 2003 dilakukan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja Sama Teknik Militer,
ditandatangani di Moskow, Rusia. Kemudian dilakukan pengesahan dengan
Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2012 tentang Pengesahan Persetujuan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja Sama
Teknik Militer (Agreement between The Government of The Republic of Indonesia

and The Government of The Russian Federation on Military Technical Cooperation).


Adapun isi Persetujuan tersebut adalah melaksanakan kegiatan kerja sama teknik
militer seperti penyediaan peralatan militer, pemeliharaan, perbaikan, peningkatan
dan layanan teknis lainnya untuk persenjataan dan perlengkapan militer, pertukaran
spesialis untuk membantu pelaksanaan program bersama di bidang kerja sama
teknik militer, dan pelatihan personil. Dalam perkembangannya, persetujuan kerja
sama teknis militer dimaksud dinilai masih belum komprehensif sehingga perlu
dilakukan penambahan kerja sama yang lebih luas di bidang pertahanan.
Berdasarkan kondisi tersebut, Pemerintah Republik Indonesia mengadakan kerja
sama di bidang pertahanan dengan Pemerintah Federasi Rusia dengan
menandatangani Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Federasi Rusia tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan pada tanggal 18 Mei 2016
di Sochi, Rusia. Adapun ruang lingkup kerja sama tersebut terkait dengan:
a) Pelaksanaan dialog bilateral dan konsultasi secara reguler tentang isu
keamanan yang menjadi perhatian bersama;
b) Pertukaran informasi dan pengalaman berbagai kegiatan penciptaan
perdamaian dan operasi pemeliharaan perdamaian;
c) Peningkatan sumber daya manusia lembaga pertahanan dan angkatan
bersenjata;
d) Pengembangan hubungan dan kerja sama antara angkatan bersenjata kedua
pihak; dan
e) Keikutsertaan dalam pengembangan kerja sama di bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang pertahanan, pengembangan industri pertahanan
melalui transfer teknologi, penelitian, produksi, dan pemasaran bersama.
B.Rumusan masalah
Pada dasarnya identifikasi masalah dalam penyusunan Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja Sama di Bidang
Pertahanan dirumuskan dalam 2 pokok masalah, yaitu:
a) Permasalahan apa yang dihadapi terkait penyelenggaraan kerja sama di
bidang pertahanan dengan Pemerintah Federasi Rusia, dan bagaimana
permasalahan tersebut dapat diatasi?
b) Mengapa perlu Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Persetujuan
antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang
Kerja Sama di Bidang Pertahanan sebagai dasar pemecahan masalah?
BAB II PEMBAHASAN
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A.Kajian teoritis
1.Hukum internasiona
Dalam hukum internasional dikenal teori mengenai hubungan antara hukum
internasional dan hukum nasional. Kedua teori utama itu adalah monisme dan
dualisme.
a) Teori Monisme memandang bahwa hukum internasional dan hukum nasional
saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum
internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional
untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya
lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk
dan harus sesuai dengan hukum internasional. Pelopor teori Monisme adalah
Hans Kelsen (1881-1973)4 yang menyatakan bahwa baik hukum internasional
maupun hukum nasional merupakan ketentuan tunggal yang tersusun dari
kaidah-kaidah hukum yang mengikat negara-negara, individu, atau kesatuan
lain non-negara. Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum
nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Apabila ada
pertentangan antara keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum
nasional suatu negara. Pandangan ini dikemukakan oleh Hans Kelsen.5 Lebih
jauh Kelsen mengemukakan, bahwa tidak perlu ada pembedaan antara hukum
nasional dengan hukum internasional. Terdapat beberapa alasan yang
melandasi hal tersebut. Alasan pertama adalah, bahwa objek dari kedua
hukum itu sama, yaitu tingkah laku individu; kedua, bahwa kedua kaedah
hukum tersebut memuat perintah untuk ditaati; dan ketiga, bahwa kedua-
duanya merupakan manifestasi dari satu konsepsi hukum saja atau keduanya
merupakan bagian dari kesatuan yang sama dengan kesatuan ilmu
pengetahuan hukum.
b) Dualisme, Berbeda dengan Kelsen yang mengajarkan teori Monisme, Triepel6
dan Anzilotti7 mengajarkan apa yang disebut dengan teori Dualisme atau
teori Pluralistik.8 Menurut teori ini, hukum nasional dan hukum internasional
merupakan dua sistem hukum yang sama sekali berbeda secara intrinsik.
Menurut aliran Dualisme, perbedaan antara hukum internasional dan hukum
nasional terdapat pada sumber hukum, subjek, dan kekuatan hokum.
Dalam hal sumber hukum, hukum nasional bersumberkan pada hukum
kebiasaan dan hukum tertulis suatu negara sedangkan hukum
internasional berdasarkan pada hukum kebiasaan dan hukum yang
dilahirkan atas kehendak bersama negara-negara dalam masyarakat
internasional. Terkait masalah subjek hukum, hukum nasional adalah
individu-individu yang terdapat dalam suatu negara sedangkan subjek
hukum internasional adalah negara-negara anggota masyarakat
internasional. Dalam hal kekuatan hukumnya, hukum nasional
mempunyai kekuatan mengikat yang penuh dan sempurna jika
dibandingkan dengan hukum internasional yang lebih banyak bersifat
mengatur hubungan negara-negara secara horisontal.
2.perjanjian internasional
Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan sumber hukum
internasional yang utama dan merupakan instrumen-instrumen yuridis yang
menampung kehendak dan persetujuan antara negara atau subjek hukum
internasional lainnya untuk mencapai tujuan bersama. Persetujuan bersama yang
dirumuskan dalam perjanjian tersebut merupakan dasar hukum internasional untuk
mengatur kegiatan negara-negara atau subjek hukum internasional lainnya.
Prinsip ini juga disebutkan secara jelas dalam Pasal 2 Konvensi Wina 1969
antara lain menyebutkan bahwa suatu perjanjian mulai berlaku dengan mengikuti
cara dan tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian atau sesuai dengan persetujuan
antara negara-negara yang berunding, dan mungkin pula suatu perjanjian
internasional mulai berlaku segera setelah semua negara yang berunding setuju
untuk diikat dalam perjanjian. Disamping itu, Pasal 25 Konvensi Wina 1969 juga
mengatur mengenai pemberlakuan sementara suatu perjanjian internasional jika
disepakati oleh pihakpihak yang berunding. Berikut isi Pasal 25 Konvensi tersebut:
“Suatu perjanjian atau sebagian dari suatu perjanjian internasional diberlakukan
sementara sambil menunggu saat mulai berlakunya, jika ditentukan demikian dalam
perjanjian atau negara-negara yang berunding dengan cara lain menyetujuinya.”
Secara garis besar dapat dilihat mulai berlakunya suatu perjanjian ialah
sebagai berikut:
a. Mulai berlakunya perjanjian internasional segera sesudah tanggal
penandatanganan. Bagi perjanjian-perjanjian bilateral tertentu yang materinya tidak
begitu penting dan yang biasanya merupakan suatu perjanjian pelaksanaan, maka
umumnya mulai berlaku sejak penandatanganan. Jadi pada prinsipnya dapat

dinyatakan bahwa penandatanganan saja sudah cukup untuk dapat berlakunya suatu
perjanjian.
b. Notifikasi telah dipenuhinya persyaratan konstitusional. Suatu perjanjian bilateral
yang tidak langsung berlaku sejak tanggal penandatanganan haruslah disahkan
terlebih dahulu sesuai dengan prosedur konstitusional yang berlaku di negara
masing-masing pihak. Untuk dapat berlakunya perjanjian tersebut secara efektif
maka setelah pengesahan, hal tersebut harus diberitahukan pada pihak lainnya. Jadi
yang dimaksud dengan klausula ini adalah bahwa pihak-pihak yang bersangkutan
setelah melakukan pengesahan haruslah memberitahukan pada pihak lainnya bahwa
negaranya telah mengesahkan perjanjian tersebut secara prosedur
konstitusionalnya.

3.Pertahanan negara
Dalam bahasa militer, pertahanan adalah sarana untuk memastikan unit
perlindungan yang sensitif dan jika sumber daya ini jelas, misalnya, tentang cara-
cara untuk mempertahankan diri sesuai dengan spesialisasi mereka, pertahanan
udara (sebelumnya pertahanan terhadap pesawat: DCA), pertahanan rudal dan lain-
lain, action, taktik, operasi atau strategi pertahanan adalah untuk
menentang/balasan.11 Pertahanan merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk
menciptakan kondisi atau keadaan yang stabil.
Definisi pertahanan negara dalam Undang-Undang adalah segala usaha untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara. Upaya pengembangan sistem pertahanan negara
sangat erat kaitannya dengan sumber daya strategis pertahanan yang terdiri atas
anggaran pertahanan, infrastuktur militer, postur pertahanan, industri pertahanan,
serta kemampuan logistik pertahanan. Pembentukan unsur-unsur sumber daya
strategi pertahanan sangat ditentukan oleh kapabilitas konversi strategis yang harus
dimiliki Pemerintah. Pengembangan konversi strategis ini terkait erat dengan
strategi pertahanan Indonesia. Hal ini juga terkait erat dengan lima variabel dinamis
yaitu perkembangan skenario ancaman, dinamika hubungan sipil-militer,
perkembangan hubungan militer-militer internasional, perkembangan doktrin dan
teknologi militer, serta kapasitas inovasi kepemimpinan nasional.
B.Kajian Terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan
Norma
Sehubungan dengan maksud Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja Sama di Bidang
Pertahanan, asas dan prinsip yang dijadikan pedoman dalam penyusunan norma:
1. Asas Kedaulatan, suatu asas yang mengatur bahwa dalam membuat perjanjian
kerja sama dengan negara lain harus senantiasa memperhatikan kedaulatan wilayah
negara demi tetap terjaganya keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Federasi Rusia tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan harus memperhatikan
kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Asas Kesetaraan/Egality Rights merupakan suatu asas yang menyatakan bahwa
pihak yang saling mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama.
Adanya pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan, mengukuhkan
kesetaraan kedua negara sesuai prinsip persamaan yang menjadi landasan kerja
sama pertahanan antara kedua negara.
3. Asas Timbal Balik (Reciprositas) merupakan suatu asas yang menyatakan bahwa
tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan
yang bersifat positif maupun negatif. Asas ini memberikan dasar terhadap negara
yang melakukan perjanjian internasional untuk melaksanakan isi perjanjian dengan
cara-cara yang baik sesuai dengan tujuan negaranya masing-masing tanpa
mengesampingkan tujuan awal pelaksanaan perjanjian itu sendiri, sehingga balasan
yang timbul dari negara pihak adalah balasan yang bersifat positif. Adanya
pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Federasi Rusia tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan merupakan
pengejawantahan asas timbal balik karena kerja sama yang dilakukan memberikan
dampak positif bagi kedua negara.
4. Asas saling menghormati, mengarahkan kepada para pihak untuk saling
menghormati kedaulatan masing-masing negara. Dalam pengesahan Persetujuan
antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja
Sama 22 di Bidang Pertahanan mewajibkan kedua negara saling menghormati penuh
kedaulatan dan integritas wilayah masing-masing.
5. Asas Iktikad Baik (Bonafides), artinya bahwa suatu perjanjian yang dilakukan
harus berdasarkan itikad baik. Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan,

merupakan perwujudan iktikad baik Pemerintah Republik Indonesia dalam


menjalankan isi Persetujuan.
6. Asas Konsensualisme (Pacta Sunt Servanda) merupakan suatu asas hukum yang
menyatakan bahwa setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak
yang mengadakan perjanjian. Berdasarkan asas ini, Pengesahan Persetujuan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja Sama
di Bidang Pertahanan,merupakan bentuk pengikatan diri ketundukan Indonesia
terhadap hak dan kewajiban yang menjadi akibat dari Persetujuan.
7. Asas Kepastian Hukum merupakan suatu asas yang menyatakan bahwa
berlakunya suatu perjanjian secara efektif setelah disahkan dalam undang-undang.
Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Federasi Rusia tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan disahkan dengan Undang-
Undang. Setelah disahkan dalam bentuk Undang-Undang maka Persetujuan ini dapat
menjadi produk hukum yang mempunyai kekuatan mengikat Pemerintah Republik
Indonesia.
8. Asas Manfaat/Saling menguntungkan, bahwa dalam membuat Persetujuan
antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja
Sama di Bidang Pertahanan, harus memberikan manfaat begi Pemerintah Republik
Indonesia khususnya dalam bidang pertahanan. Adanya pengesahan menjadi sarana
untuk mewujudkan manfaat yang diharapkan pada saat pembentukan Persetujuan.
9. Asas Rebus sic Stantibus, merupakan asas dimana kedua negara yang
mengikatkan diri dalam perjanjian memiliki keinginan untuk melakukan perubahan
terhadap perjanjian ataupun karena kondisi atau kejadian yang berada di luar dugaan
yang menghendaki adanya perubahan perjanjian tersebut, maka mengacu kepada
perjanjian yang di sepakati kedua negara. Dalam pengesahan Persetujuan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja Sama
di Bidang Pertahanan, ada ketentuan amandemen melalui konsultasi atau negosiasi
yang disampaikan melalui saluran diplomatik. Hal ini sebagai pelaksanaan asas
rebus sic stantibus.
BAB III
KESIMPULAN
A.Landasan filosofik
Pelaksanaan perjanjian internasional didasarkan pada asas kesamaan derajat
saling menghormati, saling menguntungkan, dan saling tidak mencampuri urusan
dalam negeri masing-masing seperti yang tersirat di dalam Pancasila dan UUD NRI
Tahun 1945. Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang
sangat fundamental dalam menjamin kelangsungan hidup negara. Kemampuan
mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar negeri dan/atau dari dalam negeri
merupakan syarat mutlak bagi suatu negara dalam mempertahankan kedaulatannya.
Dengan demikian, Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan dan memperkuat
hubungan bilateral yang ada melalui kegiatan kerja sama di bidang pertahanan.

B.Landasan sosiologis
Hubungan bilateral Indonesia dan Rusia mengalami perkembangan yang
sangat signifikan setelah ditandatanganinya Deklarasi Kerangka Kerja Sama
Hubungan Persahabatan dan Kemitraan antara Republik Indonesia dan Federasi
Rusia dalam Abad ke-21 (Declaration of the Republic of Indonesia and the Russian
Federation on the Framework of Friendly and Partnership Relations in the 21st
Century) oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Vladimir Putin pada
saat kunjungan Presiden Megawati ke Rusia, 21 April 2003. Dokumen tersebut
membentuk landasan baru hubungan kerja sama strategis dalam tingkatan global,
regional, dan bilateral. Dalam pertemuan antara kedua kepala negara tersebut
dibahas peluang-peluang yang besar dalam mengaktifkan hubungan kedua negara di
bidang politik, ekonomi dan perdagangan, serta teknologi dan teknik militer. Pada
tanggal 16 September 2004 di Jakarta telah ditandatangani Persetujuan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Perlindungan
bersama Informasi Rahasia (Agreement between the Government of Indonesian and
the Government of the Russian Federation on Mutual Protection of Classified
information). Selain itu Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi
Rusia telah memiliki Persetujuan kerja sama teknik militer yang ditandatangani di
Moskow pada tanggal 21 April 2003 dan telah diratifikasi melalui Peraturan Presiden
Nomor 46 Tahun 2012 tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja Sama Teknik Militer.
Persetujuan ini pada dasarnya akan memberikan manfaat bagi Republik
Indonesia antara lain:
1. memberi dasar hukum bagi kerja sama di bidang pertahanan bagi kedua negara. 2.
meningkatkan kerja sama di bidang pertahanan antara kedua negara khususnya
dalam hal dialog bilateral dan konsultasi, pertukaran informasi, pengembangan
sumber daya lembaga pertahanan dan angkatan bersenjata kedua belah pihak, serta
pengembangan kerja sama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
pertahanan dan industri pertahanan.
3. meningkatkan hubungan baik antara kedua negara.
4. meningkatkan citra politik luar negeri Indonesia sebagai negara yang mempunyai
mitra kerja sama dalam bidang pertahanan dengan banyak negara.

C.Landasan yuridis
Dalam Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Federasi Rusia tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan Pasal 11 yang mengatur
mengenai Pemberlakuan dan Pengakhiran disebutkan bahwa Persetujuan mulai
berlaku pada tanggal pemberitahuan tertulis terakhir dari pemenuhan prosedur
internal yang dilakukan oleh para pihak.
Menurut mekanisme peraturan perundang-undangan di Indonesia
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional, pengesahan perjanjian internasional oleh Pemerintah
Republik Indonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional
tersebut. Meskipun syarat pemberlakuan dalam Pasal 11 angka 1 tentang
Pemberlakuan dan Pengakhiran Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan tidak
secara tegas mencantumkan frasa harus diratifikasi, namun klausul yang
menyatakan bahwa “persetujuan mulai berlaku pada tanggal pemberitahuan tertulis
terakhir dari pemenuhan prosedur internal yang dilakukan oleh para pihak” dimaknai
sebagai keharusan bagi Pemerintah Republik Indonesia untuk meratifikasi
persetujuan sebagai pemenuhan persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan, terlepas dari prosedur internal yang harus diselesaikan oleh
Pemerintah Federasi Rusia.
Menurut mekanisme pemenuhan persyaratan internal di Indonesia
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 huruf a dan huruf c Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional disebutkan, pengesahan terhadap suatu
perjanjian 49 internasional dilakukan dengan undang-undang apabila salah satunya
berkenaan dengan masalah politik, perdamaian, pertahanan dan keamanan negara
serta kedaulatan atau hak berdaulat negara. Oleh karena itu, Persetujuan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Kerja Sama
di Bidang Pertahanan harus dilakukan dengan undangundang sebagai dasar
pemberlakuan.
D.kata Penutup
Demikian dalam pembahasan saya tentang hukum internasional, saya sadar
banyak kekurang dalam pembuatan makalah ini.jadi saya menharapkan saran dan
kriktiknya supaya dapat memperbaiki untuk kedepannya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya, terimakasih.

DAFTAR PUSAKA

Mauna, Boer, 2001, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan Dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, Bandung, Alumni Pedoman Teknis dan Referensi Pembuatan
Perjanjian Internasional, Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya Ditjen
Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, Desember, 2006.
Soekanto, Soerjono, 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3, Jakarta: UI Press.
Starke, J.G., 2001. Pengantar Hukum Internasional, Bandung, Sinar Grafika. Widagdo,
Setyo, 2008. Masalah-masalah Hukum Internasional Publik, Malang: Bayumedia
Publishing. Indonesia,Undang-Undang tentang Perjanjian Internasional. Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2000. Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2000
Nomor 185. Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4012.
_________,Undang-Undang tentang Pertahanan Negara, UndangUndang Nomor 3
Tahun 2002. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169.
_________,Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia, UU Nomor 34 Tahun
2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439.
_________, Undang-Undang tentang Industri Pertahanan, UndangUndang Republik
Nomor 16 Tahun 2012, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5343.
_________, Undang-Undang tentang Paten, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 176, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5922, Pasal 1 angka 1.
_________, Undang-Undang tentang Merek dan Indikasi Geografis, Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
252. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953.

Anda mungkin juga menyukai