Dosen pengampu:
Disusun Oleh:
Biqi Darmawan
03200015 (4A)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAKARTA
2022
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Serangan teror kini kerap kali terjadi di Indonesia. Peristiwa ini telah
menjadi sorotan semua kalangan. Karena itu, Media massa sebagai penyebar
informasi, dimana yang berfungsi sebagai sumber pendidikan atau edukasi dan
acap kali dijadikan rujukan bagi masyarakat. Untuk itu, pihak-pihak yang
berkecimbung didunia media harus bisa menyikapi setiap isu atau peristiwa yang
terjadi. Hal ini dilakukan, agar tidak terjadinya kesalahan informasi yang diterima
khalayak atau masyarakat. Salah satunya pada pemberitaan peneroran terhadap
beberapa penegak hukum.
Hal ini terjadi dimana pada pertengahan semester pertama tahun 2017,
1
Ridwan Arifin dan Lilis Eka Lestari, ―Penegakan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia Dalam Konteks
Implementasi Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab,‖ Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 5, no. 2 (2019), h. 15.
2
R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-Komentarnnya Lengkap Pasal Demi Pasal (Bogor: Politeia Bogor, 1995), h., 245.
yaitu pada Hari Selasa, 11 April 2017 tepatnya ba’da shalat shubuh, Novel
Baswedan, seorang pejabat publik dibidang penegakan hukum yang menjabat
sebagai salah satu Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang resmi
menjadi penyidik tetap pada tahun 2014, telah menjadi korban aksi teror yang
dilakukan oleh Orang Tak Dikenal (OTK) dengan cara disiram oleh air keras yang
diketahui berjenis Asam Sulfat (H2SO4).
Beberapa kasus besar yang berhasil diungkap oleh Novel ialah, pada
tahun 2009, Novel memimpin penyergapan terhadap Bupati Buol yang saat itu
terjerat kasus suap proses perizinan kebun sawit. Selanjutnya, ia juga berhasil
mengungkap kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang yang terjadi pada tahun
2011. Pada kasus itu melibatkan diantaranya Bendahara Umum Partai Demokrat,
Muhammad Nazaruddin. Pada tahun 2011 juga Novel berhasil mengungkap
kasus suap pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia senilai Rp 20,8
miliar yang menyeret eks Deputi Gubernur BI, Miranda S Goeltom. Selain itu,
Novel juga terlibat dalam membongkar kasus suap dalam tubuh penegakan
hukum, yakni kasus suap Ketua MK Akil Mochtar. Serta kasus mega proyek yang
saat ini sedang ditangani oleh Novel Baswedan ialah kasus korupsi e-KTP yang
diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun3
B. RUMUSAN MASALAH
C. PEMBAHASAN
3
https://www.merdeka.com/, diakses pada tanggal 11 Juli 2022, pada pukul 16:00
1) Penganiayaan Biasa Ketentuan terkait penganiayaan biasa terdapat dalam
Pasal 351 KUHP dengan rumusan sebagai berikut:
Berdasarkan Pasal 351 ayat (1), sanksi bagi pelaku penganiayaan ialah
pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah (menjadi empat juta lima ratus ribu
rupiah karena dilipatgandakan 1000 kali sesuai Perma No. 2 Tahun 2012).
Jika penganiayaan yang dilakukan mengakibatkan luka berat yang tidak
diharapkan oleh si pelaku karena bukan menjadi hal yang dituju dan di luar
dugaan si pelaku, maka dikenai pidana penjara selama lima tahun sesuai
Pasal 351 ayat (2) dan apabila mengakibatkan kematian maka dipidana
selama tujuh tahun sesuai Pasal 351 ayat (3). Penganiayaan sebagai tindak
pidana digambarkan dengan rasa sakit yang ditimbulkan sehingga apabila
perbuatan penganiayaan masih dalam percobaan maka tidak dapat dipidana
karena rasa sakit yang imbul akibat penganiayaan belum terjadi sebagaimana
maksud dari Pasal 351 ayat (5).
2) Penganiayaan Ringan
3) Penganiayaan Berencana
4) Penganiayaan Berat
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata
dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu,
bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
4
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana (Jakarta: Rineka Cipta, 2008). h., 186-187.
melakukan pelanggaran tidak dapat dipidana.
Adanya Niat (Voornemen). Oleh banyak kalangan pakar hukum, niat di sini
diartikan sama dengan kesengajaan (opzettelijk). Tetapi sebaliknya dalam
hal kesengajaan yang mana, di sini telah menimbulkan perbedaan
pandangan, walaupun pada umumnya para pakar hukum berpendapat
luas, ialah terhadap semua bentuk kesengajaan5 Sebagaimana dalam
doktrin hukum, menurut tingkatannya kesengajaan (opzettleijk) ada 3
macam, yaitu : 6
5
BRM. Hanindyopoetro, dan Naroyono Artodibyo, Pelajaran Hukum Pidana 3 Hukum Pidana II Bagian Penyertaan,
Malang: Penerbit FHPM Universitas Brawijaya, Malang, 1975, hlm. 4
6
Moeljatno, Hukum Pidana: Delik-Delik Percobaan t DelikDelik Penyertaan, Jakarta: PT Bina Aksara, Jakarta, 1985,
hlm. 32
c. Kesengajaan sebagai kemungkinan (opzet bij mogelijkheids bewustzijn)
atau suatu kesadaran/keinsyafan mengenai suatu perbuatan terhadap
kemungkinan timbulnya suatu akibat dari suatu perbuatan, disebut
juga dengan dolus eventualis.
Mengenai semata-mata niat, sejahat apa pun niat, tidaklah mempunyai arti
apa-apa dalam hukum pidana. Karena niat itu sendiri adalah suatu sikap
batin yang belum ada apaapanya, murni masih di dalam batin seseorang,
sikap batin mana boleh sembarang apa yang dimaksudnya, tanpa dimintai
pertanggungjawaban, dan tanpa ada akibat hukum apa pun. Barulah
mempunyai arti menurut hukum pidana, apabila niat itu telah diwujudkan
dalam suatu tingkah laku tertentu, dan tingkah laku tertentu ini oleh Pasal
53 ayat (1) dirumuskan sebagai permulaan pelaksanaan (begin van
uitvoering). Dalam hal ini telah dimulai pelaksanaan suatu perbuatan yang
dapat dipandang sebagai salah satu unsur dari norma pidana. Misalnya:
kehendak mencuri atau mengambil barang milik orang lain mulai
diwujudkan misalnya, telah memasuki rumah atau pencopet telah
memasukkan tangan ke kantong orang yang hendak dicopet.
Pada syarat kedua yang telah dibicarakan, ialah harus telah memulai
pelaksanaan (permulaan pelaksanaan). Seperti di atas telah diterangkan
bahwa dari sudut proses, permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering)
adalah mendahului dari perbuatan pelaksanaan (uitvoeringshandelingen),
yang sesungguhnya perbuatan pelaksanaanlah yang dapat menyelesaikan
kejahatan, dan bukan permulaan pelaksanaan. Pasal 53 ayat (1) sendiri
sesungguhnya membedakan antara permulaan pelaksanaan dengan
pelaksanaan. Tentang permulaan pelaksanaan terdapat dalam kalimat
^jika niat itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan_ (begin
van uitvoering). Sedangkan pelaksanaan atau perbuatan pelaksanaan
terdapat dalam kalimat selanjutnya yang berbunyi: ^dan tidak selesainya
pelaksanaan (uitvoering) itu, bukan semata-mata disebabkan karena
kehendaknya_. Syarat ketiga tentang dapat dipidananya melakukan
percobaan kejahatan ialah pada kalimat yang disebutkan terakhir di atas.
a. Tidak mampu mutlak, yaitu bila dengan alat itu tidak pernah mungkin timbul
delik selesai; dalam hal ini tidak mungkin ada delik percobaan. Mr. Karni
memberi contoh: meracuni dengan air kelapa.
b. Tidak mampu relatif, bila dengan alat itu tidak ditimbulkan delik selesai
karena justru hal ikhwal yang tertentu dalam mana sipembuat melakukan
perbuatan atau justru karena keadaan tertentu dalam mana orang yang dituju
itu berada.
D. KESIMPULAN
Ridwan Arifin dan Lilis Eka Lestari, ―Penegakan dan Perlindungan Hak Asasi
Manusia di Indonesia Dalam Konteks Implementasi Sila Kemanusiaan
Yang Adil Dan Beradab,‖ Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 5, no. 2 (2019),
h. 15.
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana (Jakarta: Rineka Cipta, 2008). h., 186-187.