Anda di halaman 1dari 10

Nama : Kenia Azzahrah

Nim : E1111181038
Program Studi : Hubungan Internasional
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu

Tugas: Jabarkan klasifikasi dari grand theory, middle range theory dan small theory dalah HI serta
berikan masing-masing 5 contoh studi kasus.

1. Grand Theory

Grand Theory merupakan sebuah kumpulan teori dalam hubungan internasional yang
melahirkan sejumlah pemikiran atau teori pada tingkatan yang lebih rendah. Selain itu, teori
ini diyakini sebagai pemikran utama bagi para akademisi HI dalam menjabarkan suatu
fenomena yang berangkat dari kondisi dunia yang tidak stabil. Dougherty dan Pfaltzgraff
(1997) mengatakan bahwa grand theory memiliki jangkauan keilmuan yang luas dalam
analisis sebuah kasus.

a) Realisme
Para realis terfokus pada hubungan geopolitik antar negara, dengan alasan bahwa
kurangnya otoritas politik yang menyeluruh dalam sistem internasional akan menciptakan
kondisi anarki. Negara tetap menjadi agen utama dalam politik internasional, dan mereka
hampir selalu bertindak untuk kepentingan pribadi (Bell 2012, 2). Konsep kekuasaan
memiliki tugas yang menuntut dalam teori realis. Hal ini penting untuk teori aksi realis
mengenai apakah untuk anarki internasional atau untuk alasan sifat manusia, aktor
internasional terikat untuk mencari kekuasaan, bahkan untuk memaksimalkan posisi
kekuasaan mereka (Guzzini 2004, 537). Titik tumpu realisme biasanya terletak pada
kompetisi atau keinginan untuk meningkankan kekuasaan sehingga penting bagi suatu
negara memperhatikan aktivitas politik dan militer rivalnya.

b) Neorealisme
Dalam pandangan neorealisme, sifat dasar manusia yang konfliktual tidak
berdampak pada perilaku negara dalam politik internasional. Menurut pandangan
neorealisme, yang lebih berpengaruh adalah struktur anarki internasional. Struktur ini
memaksa negara untuk bertindak agresif (Dugis 2016, 81). Selain itu, neorealisme
memiliki fokus pengamatan yang berbeda dari realisme yang menyatakan bahwa prilaku
aktor negara merupakan dorongan utama sikap realisme tercipta, sedangkan pada
pendekatan neorealisme lebih menempatkan pengamatan pada kondisi sistemik. Survival
merupakan sebuah kepentingan bagi neorealis ketika meraka merasa ancaman masa depan
terganggu akibat hegemoni suatu negara besar atau ancaman musuh lama.

c) Liberalisme
Bagi Immanuel Kant, liberalisme berada dalarn stabilitas dan ketiadaan ancaman
keamanan cenderung terus-menerus berupaya untuk mempertahankan bahkan
memperbaiki kondisi tersebut dengan cara meningkatkan komitmen internasionalnya
untuk menjaga perdamaian rnelalui pengembangan prinsip demokrasi, partisipasi dalam
organisasi internasional, penandatanganan pakta pertahanan, dan peningkatan hubungan
ekonomi (Hadiwinata 2017, 86). Konsep interdependensi dapat enjadi salah satu indikator
dorongan kaum liberalis dimana terdapat keyakinan bahwa sejatinya suatu negara tidak
dapat dikatakan autarki. Untuk itu, mereka perlu bekerjasama dalam memenuhi
kebutuhannya dalam sektor sumber daya. Kerjasama yang terbentuk akan melindungi
negara-negara untuk saling berperang.

d) Neoliberal Institusionalisme
Tujuan sosial dari neoliberal institusionalisme adalah untuk mempromosikan efek
menguntungkan pada keamanan manusia, kesejahteraan manusia dan kebebasan manusia
sebagai hasil dari dunia yang lebih damai, sejahtera dan bebas. Neoiberal Institusionalisme
membenarkan penggunaan kekuasaan dalam membangun institusi atas dasar konsepsi
tujuan sosial ini (Keohane 2012, 126). Anarkisme internasional juga berdampak pada
pembentukan suatu kelembagaan atau organisasai internasional ketika anrakisme
menimbulkan suatu tuntutan dari masyarakat internasional akibat kemerosotan
kemanusiaan. Dalam hal itu pula, negara-negara yang sepakat utuk meningkatkan human
security melakukan kerjasama atau bergabung dengan sebuah institusi internasional.
Begitupun sebaliknya, institusi internasional dapan melakukan tindakan bantuan kepada
negara-negara yang sedang mengalami krisis kemanusiaan. Teori ini juga menjelaskan
pada isu lain berupa ekonomi, politik, diplomatik dalam pencapaian kepentingan bersama
dalam suatu organisasi.

Contoh fenomena grand theory:

 Realisme:
o Invasi Irak ke Kuwait pada Perang Teluk II pada 1990-1991 yang bertujuan untuk
membalas dendam akibat krisis ekonomi dan menduduki Kuwait sebagai negara
diyakini mengolah ladang minyak milik Irak.
o Kebijakan restriksi ekspor bahan kimia tahun 2019 dikeluarkan oleh Jepang yang
tidak setuju dengan permintaan kompensasi atas korban Jugun Ianfu memicu
terjadinya perang dagang anatar Jepang dan Korea Selatan.
 Neorealisme: Strategi ofensif dengan dorongan keamanan dan hegemoni oleh Tiongkok
dalam batasan Laut China Selatan telah mempengaruhi sistem internasional dan
mendorong negara-negara di Asia berprilaku defensif dengan strategi keamanan balance
of power.
 Liberalisme: Meski merupakan negara bekas kolonialisme Jepang, Indonesia dan Jepang
terus meningkatkan hubungan kerjasama. Salah satu bentuknya berupa penandatanganan
Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) pada 20 Agustus 2007 dengan
tujuan kemudahan investasi, hak kekayaan intelektual, ekspor dan impor.
 Neoliberal Institusionalisme: Peran UN Women dalam penanganan diskriminasi terhadap
perempuan di Republik Demokratik Kongo. Kasus tersebut terjadi akibat adanya konflik
internal negara dalam perebutan SDA yang berimbas pada kekerasan seksual sering terjadi
di negara tersebut sehingga UN Women melakukan penanganan dengan bekerjasama
dengan berbagai lembaga internasional seperti WHO, World Bank, dan UNDP dalam
menanggulangi permasalahan tersebut.

2. Middle Range Theory

Teori middle range merupakan klasifikasi teori dengan jangkauan menengah atau
menjelaskan tentang fenomena dengan jumlah terbatas dan melibatkan lebih sedikit variabel.
Selain itu, teori middle range adalah suatu upaya untuk menjabarkan fenomena-fenomena
internasional yang lebih sempit karena grand theory yang luas tidak memaparkan indikator
hubungan permasalah dan teori secara eksplisit, sehingga pada kasus tertentu, middle range
merupakan pilihan terbaru untuk menjelaskan kasus tersebut.

a) Sekuritisasi
Bagi Mazhab Kopenhagen yang mendasari teori sekuritisasi, masalah keamanan
adalah respon terhadap ancaman melalui bahasa. Ini adalah bahasa yang memposisikan
aktor atau isu tertentu sebagai ancaman eksistensial bagi komunitas politik tertentu,
sehingga memungkinkan kinerja sekuritisasi (McDonald 2008, 568). Dengan menyatakan
bahwa objek rujukan tertentu terancam keberadaannya, pelaku sekuritisasi mengklaim hak
atas tindakan luar biasa untuk memastikan kelangsungan objek rujukan. Isu tersebut
kemudian dipindahkan dari ranah politik normal ke ranah politik darurat, di mana ia dapat
ditangani dengan cepat dan tanpa aturan dan regulasi normal (demokratis) dalam
pembuatan kebijakan (Taureck 2006, 54).

b) The English School


Mazhab Inggris muncul untuk melengkapi jawaban mengapa negara-negara yang
pada hakikatnya ego sentrik (selfish) tidak saling menyerang yang dapat menciptakan
peperangan massal (war of all against all), apakah dimungkinkan adanya kerja sama dalam
suatu kondisi anarkis (cooperation under anarchy)?, dan bagainmana membuat anggota
komunitas internasional untuk tidak saling menyerang dalarn situasianarkis? (Hadiwinata
2017, 125). Adapun tiga tradisi HI menurut Martin Wight dengan menyimpulkan bahwa
realisme merupakan faktor pengendali, revolusionisme sebagai faktor penggerak, dan
rasionalisme sebagai faktor penengah yang saling melengkapi dalam masyarakat
internasional dan teori HI (Suryani 2014, 6).

c) Deterrence Theory
Detterence theory membahas masalah-masalah kebijakan militer yang
membayangi di era pascaperang. Dengan demikian, konsep seperti kemampuan serangan,
ketakutan timbal balik akan serangan mendadak, dan ancaman yang meninggalkan sesuatu
secara kebetulan menawarkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kebijakan yang
mendesak. Meski penangkalan tidak membutuhkan senjata nuklir, keberadaannya
memudahkan pemahaman ide-ide dasar. Ketika senjata tidak dapat digunakan untuk
pertahanan, pikiran lebih cepat mencari kegunaan alternatifnya, meskipun banyak senjata
sebelumnya juga memiliki kegunaan tersebut. eori pencegahan berlaku paling mudah, dan
mungkin hanya berlaku, jika satu pihak percaya bahwa pihak lain sangat agresif (Jervis
1979, 290).

d) Neo-Functionalism and Intenational Regimes


Neo-functionalism and intenational regimes dikaitkan dengan kemunculan
komunitas politik baru yang bertumpu pada komunitas yang sudah ada sebelumnya dan
berdasarkan antisipasi pergeseran loyalitas elite dari tatanan nasional ke supranasional.
Dengan demikian, pembentukan lembaga yang sesuai dan transfer kompetensi yang
diperlukan akan menurunkan peran negara-bangsa yang berpartisipasi setidaknya secara
relatif, karena aktor lain diharapkan mengambil alih sebagian kendali baik di supranasional
maupun di tingkat sub-nasional (Gehring 1996, 229). Teori tersebut tertarik pada proses
peningkatan integrasi daripada interaksi para aktor dalam lingkungan yang cukup stabil.
Neo- functionalism and integration regimes juga menarik perhatian pada relevansi aktor
sub-nasional untuk proses ini, baik itu warga negara atau kelompok kepentingan.
Kemudian dalam teori ini sifat spillover dalam mengartikan integrasi politik yang
memiliki tekanan terhadap kelompok kepentingan, opini publik dan sosialisasi elit dimana
para elit dari setiap negara anggota akan bersatu memajukan kepentingan regional mereka.

e) Teori Kritis
Max Horkheimer menyatakan bahwa teori kritis bertujuan untuk mereduksi bahkan
mengeleminasi berbagai pembatasan pembatasan sosial yang sengaja diciptakan, ini agar
kebebasan umat manusia sebagai subjek ilmu pengetahuan dapat terjaga. Teori kritis
memperjuangkan kebentingan universal terlebih lagi dalam urusan kemanusiaan dengan
landasan bebas dari struktur politik yang dikendalikan oleh hegemoni suatu negara.
Dengan ini, negara-negaa dapat bertindak lebih kuat untuk menutupi kekurangan kekuatan
dari negera super power dengan fokus kepada permasalahan awal. Teori kritis bukan tidak
dapat bersikap netral namun teori ini menilai kasus berdasarkan titik permasalahan semua
aktor yang terlibat.
Contoh fenomena Middle Range Theory:

 Sekuritisasi: Donald Trump telah mengeluarkan dua kebijakan terkait isu migrasi yaitu
Zero Tolerance bagi imigran meksiko yang kerap kali melakukan penyeludupan obat-
obatan terlarang dan Travel Ban bagi 7 negara muslim yang menurut Trump berbahaya
bagi warga negara AS.
 The English School: Pasca 9/11, masyarakat internasional dan lembaga internasional
merasa cemas akan keamanan dunia. Setelahnya, organisasi regional baik Uni Eropa
maupun ASEAN memuat agenda yang salah satunya terlihat pada ASEAN Community
dengan salah satu pilarnya yaitu politik keamanan.
 Deterrence Theory: Kapabilitas nuklir Korea Utara menjadi salah satu penyebab ketidak
seimbangan hubungan di Asia Timur. Selain disebabkan oleh konflik berkepanjangan
dengan Korea Selatan, Korea Utara percaya bahwa Amerika Serikat menjadi salah satu
faktor sistem internasional yang anarki karena AS sering kali melakukan invasi dan
kerjasama yang gagal.
 Neo-Functionalism and Intenational Regimes: Pasca kehancuran Perang Dunia Dua,
transformasi dan revitalisasi Eropa terbangun melalui European Economic Community
(EEC) yang dibentuk pada tahun 1958 yang terus berkembang menjadi Uni Eropa untuk
mendorong normalisasi ekonomi dan menciptakan kerjasama agar konflik dapat
diminimalisir.
 Teori Kritis: Perdebatan AS dan China pada masa penyebaran COVID-19 menciptakan
keresahan dan menimbulkan kekhawatiran bagi negara lainnya sedang korban wabah
pandemi ini juga memerlukan kebebasan terlepas dari politik yang mengurung
keberlanjutan penangan intensif. Seharusnya kerjasama dalam permasalahan kesehatan
dapat mengikat erat negara-negara karena masalah ini tidak dapat diselesaikan dengan
mudah.

3. Small Theory

Small theoty merupakan sebuah pandangan dalam hubungan internasional terkait


isu terbarukan dan cakupannya adalah bahasan konseptual sebagai penjelas pada suatu
fenomena.
a) Konstruktivisme
Pada level negara, konnstruktivis menekankan pada aspek kepentingan negara
berdasarkan pada politik dengan dasar sosial yang berhubungan (Barkin 2003, 329). Teori
konstruktivisme menitikberatkan hubungan berdasarkan kepada identitas, sejarah,
kebersamaan komunitas tertentu terutama terlihat pada hubungan antar masyarakat
internasional dengan karakter yang terbilang sama atau berada pada kawasan yang
berdekatan. Teori ini juga mengukur kohesi regional yang bergantung pada rasa komunitas
yang berkelanjutan dan tehan lama berdasarkan hubungan timbal balik, rasa percaya, dan
tingkat tinggi dari interdependensi kognitif.

b) Feminisme
Fakih (1996) mengatakan bahwa feminisme adalah suatu gerakan dan kesadaran
yang berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan mengalami diskriminasi yang berarti
pembedaan sikap dan perlakuan terhadap sesama manusia atau perlakuan tidak adil
terhadap kelompok masyarakat tertentu dan usaha untuk menghentikannya (Meiliana 2011,
247). Para feminis sering menyuarakan kepentingannya melalui aksi demonstrasi sekaligus
mengundang masyarakat untuk memberikan ruang bagi perempuan dalam mencari
pekerjaan, pendidikan, hingga menerima manfaat pembangunan.

c) Rational Choice
Rational Choice mengaskan prinsip kepuasan yang diharapkan menyatakan bahwa
para aktor mencoba untuk memaksimalkan pemanfaat sumber daya negara yang diharapkan
dengan membobotkan kepuasan dari setiap kemungkinan hasildari suatu tindakan dengan
kemungkinan pencapaian yang ada. Menjumlahkan semuakemungkinan hasil untuk setiap
strategi, dan memilih strategi itu dengan utilitas tertinggi yang diharapkan (Levy 1997, 88).
Suatu negara dihadapkan pada beberapa kebutuhan yang terpisah sehingga perlu untuk
mempertimbangkan suatu keluaran berupa keputusan atau kebijakan. Untuk itu, sikap
negara dapat mempengaruhi sebuah kebijakan dan pilihan yang tepat merupakan keputusan
final. Pilihan rasional memilki dua kemungkina yaitu berhasil atau tidak berhasil karena
dalam perkembangannya, terdapat beragam hal yang tidak dapat diprediksi oleh pembuat
kebijakan.
d) Green Politics
Menurut Patterson (2005), tujuan kehadiran teori Politik Hijau atau Green Politics
Theory (GPT) dalam HI adalah untuk memberikan penjelasan tentang krisis ekologi yang
dihadapi umat manusia. Selanjutnya fokus pada upaya penyelesaian krisis tersebut dengan
menjadikan lingkungan hidup sebagai suatu hal yang perlu dijaga keseimbangannya
(Yusran dan Asnelly 2017, 37). Kerjasama antar subjek hubungan internasional sangat
diperlukan untuk memperbaiki ekosistem saat ini dan masa depan dalam memajukan
sumber daya alam kepada kemajuan negara sehingga diperlukan pula sektor ekonomi,
sosial dan politik untuk mengendalikannya.

e) Interdependensi
Interdependensi menggambarkan situasi saling ketergantungan antar aktor sosial.
Dengan demikian didefinisikan, saling ketergantungan berhubungan dengan jenis tindakan
tertentu di bidang isu tertentu (Zürn 2002, 235). Interdependesi atau saling ketergantungan
dalam HI mengacu terutama pada saling ketergantungan masyarakat. Terlepas dari
penggunaan umum istilah yang dekat dengan kerentanan saling ketergantungan. Yang
terpenting, literatur interdependensi bertumpu pada konsep aktor sosial yang paling sering
dipengaruhi oleh pemerintah secara struktural oleh perilaku orang lain.

Contoh fenomena small theory:

 Konstruktivisme: Arus perpindahan penduduk dari Suriah ke Lebanon terus meningkat


dibandingkan dengan negara lainnya seperti Yordania dan Turki. Hal ini dapat terjadi
karena penduduk Lebanon dengan senang hati menerima pengungsi Suriah akibat
kesamaan sejarah.
 Feminisme: Terbentuknya UN Women pada tahun 2010 merupakan salah satu gagasan
dan respon atas tuntutan kaum perempuan pada tatanan dunia internasional.
 Rational Choice: Keputusan pemerintah Indonesia untuk bekerjasama dengan Freeport
McMoran dalam menggali sumber biji besi di Papua. Indonesia dianggap tidak mampu
memprediksi kemampuan Freeport dalam mengelola sumber yang lebih besar sehingga
keuntungan Indonesia tidak mengalami peningkatan.
 Green Politics: Marine Stewardship Council (MSC) siapkan dana sebesar satu juta
poundsterling untuk sektor perikanan Indonesia. MSC sendiri merupakan international
non-governmental organization yang bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan
Perikanan Indonesia yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup dan dibentuk oleh
Inggris pada tahun 1997.
 Interdependensi: ASEAN dan Inggris malakukan kerjasama multilateralisme dalam
mempermudah akses vaksin Astra Zeneca akibat pandemi yang mengharuskan setiap
negara untuk terlibat dalam bantuan kesehatan dan informasi. ASEAN mendapatkan
bantuan finansial oleh Inggris untuk secretariat ASEAN, bantuan capacity building, dan
penguatan kapasitas AHA Centre. Inggris juga mendapakan keterbukaan investasi terhadap
wilayah ASEAN.
Referensi

Yustan. Asnelly, A. 2017. Kajian Green Politics Theory Dalam Upaya Menangani Krisis Ekologi
Laut Indonesia Terkait Aktifitas Illegal Fishing. Indonesian Journal of International
Relations, 1 (2), pp. 35-53
Barkin, J.Samuel. 2003. Realist constructivism. International Studies Review, 5(3), pp.325-342.
Bell, Duncan. 2017. Political realism and international relations. Philosophy Compass, 12(2),
pp.1-12.
Dugis, V. 2016. Teori Hubungan Internasional: Prespektif-Prespektif Klasik. Surabaya: Cakra
Studi Global Strategis.
Gehring, T. (1996). Integrating integration theory: Neo‐functionalism and international
regimes. Global Society: Journal of Interdisciplinary International Relations, 10(3),
225-253.
Guzzini, Stefano. 2004. The enduring dilemmas of realism in international relations. European
Journal of International Relations, 10(4), 533-568.
Hadiwinata, B.S. 2017. Studi dan Teori Hubungan Internasional: ArusUtama, Alternatif,
dan Reflektivis. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Jervis, R. (1979). Deterrence theory revisited. World politics, 31(2), 289-324.
Keohane, R. O. (2012). Twenty years of institutional liberalism. International Relations, 26(2),
125-138.
Levy, Jack.S., 1997. Prospect theory, rational choice, and international relations.
International studies quarterly, 41(1), pp.87-112
Meiliana, Sylvie. (2011). PERDEBATAN MENGENAI PEREMPUAN DI AMERIKA
SERIKAT. Sawomanila, 245-262.
McDonald, M. (2008). Securitization and the Construction of Security. European journal of
international relations, 14(4), 563-587.
Taureck, R., 2006. Securitization theory and securitization studies. Journal of International
relations and Development, 9(1), pp.53-61.
Zürn, M. (2002). From interdependence to globalization. Handbook of international relations,
235-254.

Anda mungkin juga menyukai