Anda di halaman 1dari 4

1.

Perang Kemerdekaan antara Belanda dan Indonesia juga ditandai dengan berbagai hal,
yaitu peningkatan kegiatan militer, peningkatan ketegangan dan peningkatan integrasi
politik dari kedua belah pihak yang berperang. Jelaskan ketiga faktor tersebut!

JAWABAN:

Perang Kemerdekaan antara Belanda dan Indonesia (1945-1949) menjadi sebuah era
revolusi dalam mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada 17
Agustus 1945. Era ini ditandai dengan peningkatan kegiatan militer, peningkatan
ketegangan dan pengingkatan integrasi politik antara RI dan Belanda yang dibantu oleh
pihak Sekutu. Dapat dikatakan,perjuangan bangsa Indonesia pada masa tersebut
mencerminkan keterpaduan perlawanan bersenjata dan perjuangan diplomatik. Hal-hal
tersebut dapat dijelaskan dari berbagai perjuangan baik secara bersenjata maupun
perundingan secara silih berganti sesuai sequence, sebagai berikut:

a. Pertempuran bersenjata, seperti: Peristiwa 10 November di Surabaya (10


November 1945); Bandung Lautan Api (23 Maret 1946); dan Puputan Margarana di
Bali (20 November 1946)

b. Perundingan Linggarjati, disepakati tanggal 15 November 1946 dan ditandatangani


tanggal 25 Maret 1947, yang intinya Belanda mengakui RI sebatas Sumatra, Jawa
dan Madura dan pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS).

c. Agresi Militer Belanda I (21 Juli 1947) yang merupakan aksi ‘polisionil’ sebagai
reaksi keras Belanda atas sikap Indonesia yang menolak usulan gendarmerie
(menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama). Aksi ini juga berarti
ketidakpatuhan Belanda terhadap kesepakatan Linggarjati.

d. Perjanjian Renville (17 Januari 1948) yang intinya menyepakati garis batas yang
berbeda dari persetujuan Linggarjati (hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah
dan ujung barat Jawa-Banten.

e. Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948) karena kedua belah pihak saling
tuding telah melanggar perdamaian.

f. Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, makin memperkuat posisi Indonesia


dalam perundingan di Dewan Keamanan PBB dan membuktikan ke dunia
internasional bahwa TNI masih memiliki kekuatan untuk melawan penjajah.

g. Perjanjian Roem Royen (7 Mei 1949) dan Konferensi Meja Bundar (23 Agustus – 2
November 1949) yang akhirnya berujung pada pengakuan kedaulatan RI pada 27
Desember 1949.

Berbagai peristiwa tersebut menggambarkan peningkatan kegiatan militer, peningkatan


ketegangan sekaligus peningkatan integrasi politik akibat pengaruh intervensi
internasional. Karena sengitnya perlawanan bersenjata serta perjuangan diplomatik,
akhirnya Indonesia berhasil menekan Belanda untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.

1
2. Menurut pendapat saudara, apa yang dapat ditarik sebagai pelajaran dari pemikiran
para ahli sosiologi yang disebutkan?

JAWABAN:

Pemikiran dari beberapa ahli sosiologi seperti Emile Durkheim, Max Webber, Karl Marx,
Otto Hitnze, Carl Schmitt, dan Heinrich Von Treitschke merupakan pandangan klasik
tentang berbagai aspek sosial yang masih relevan untuk mendasari konsep-konsep
sosiologi yang berkaitan dengan teori perang dan kekerasan. Dari berbagai pendangan
tersebut, setidaknya dapat ditarik keterkaitan antara negara dan masyarakat (state and
society) yang hampir tidak dapat dibedakan karena lahir dari peperangan dan konflik,
dimana kekerasan dan keputusan politik menjadi faktor penting di dalamnya. Perang
dan konflik juga tidak dapat dipisahkan dari fakta-fakta sosial, seperti cara-cara
bertindak, berpikir dan merasa yang ada di dalam dan luar individu yang mencakup
kekuatan untuk memaksa, hingga adanya mekanisme kolektif yang menstimulasi
solidaritas.

Fakta sosial ini turut dipengaruhi struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Di saat
terjadi kekacauan sosial maka reformasi sosial akan menjadi jalan menuju tercapainya
sebuah transformasi masyarakat. Sebagaimana dicontohkan dalam teori Durkheim,
ketika terjadi fakta sosial berupa perang, maka terjadilah depresi ekonomi. Depresi
ekonomi ini selanjutnya berpotensi menciptakan depresi kolektif bagi masyarakat dan
meningkatkan angka bunuh diri.

3. Jelaskan Perang Pasifik antara Jepang dan AS dari sudut pandang berbagai teori
perang yang telah disampaikan!

JAWABAN:

Perang Pasifik antara Jepang dan AS jika ditinjau dari sudut pandang berbagai teori,
adalah sebagai berikut:

Teori Psikologi dan Teori Ekonomi:

Teori psikologi berkaitan dengan perang beberapa diantaranya dicetuskan oleh Franco
Fornari dan Konrad Lorenz dengan menggunakan pendekatan perilaku manusia.
Menurut teori psikologi, agresivitas dan proyeksi kekecewaan yang bias dalam
kebencian atas perbedaan suku, agama, bangsa dan ideologi berpotensi
diaktualisasikan melalui peperangan. Selanjutnya adanya rasa bersedia atau kesediaan
berkorban untuk negara dan kecenderungan melihat perang sebagai kelanjutan dari
naluri binatang yang diadopsi dalam sifat manusia, yaitu naluri untuk berkompetisi dan
berebut teritori juga menjadi faktor psikologi yang relevan dengan motif peperangan.

Sedangkan dari tinjauan teori ekonomi, perang dapat dimaknai sebagai kompetisi
pertumbuhan ekonomi dalam sebuah sistem internasional yang kompetitif. Dalam hal ini,
perang dimulai sebagai upaya untuk mendapatkan pasar bagi sumber daya alam yang
ditujukan untuk kesejahteraan bangsa.

Dalam konteks Perang Pasifik antara Jepang dan AS, tinjauan secara psikologis dan
ekonomi, tercermin dari rencana licik Jepang yang untuk menjadikan Asia Timur sebagai
wilayah jajahannya dan memanfaatkan lahan pemukiman wilayah tersebut sekaligus

2
mengeskploitasi sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Hal inilah yang
menjadi latar belakang atau awal mula pecahnya Perang Pasifik.

Teori Ilmu Politik:

Teori ini berhubungan erat dengan pandangan dalam teori hubungan internasional yang
meliputi perspektif realisme terkait motivasi negara dalam mewujudkan keamanan, yang
didasari beberapa asumsi utama yaitu sistem internasional yang bersifat anarki, negara
cenderung meraup sumber daya sebanyak mungkin dan kepentingan bertahan hidup
bagi setiap negara dengan membangun kekuatan militer. Dalam kaitannya dengan
Perang Pasifik, upaya negara Barat mengembargo Jepang dengan tujuan agar Jepang
menghentikan agresi militernya (dengan wilayah kekuasaan mencakup Cina Timur Laut
dan Semenanjung Korea) sangat relevan dengan perspektif realisme. Hingga pada
akhirnya Jepang memilih untuk menginvasi Asia Tenggara untuk menguasai sumber
daya alamnya. Jepang akhirnya berhasil menjadikan Pearl Harbour di Kepulauan Hawaii
milik AS sebagai sasaran pertama untuk mencegah terganggunya pergerakan pasukan
Jepang di Asia Tenggara.

Teori Transisi Kekuasaan:

Teori ini menitikberatkan pada perubahan kekuasaan yang berpengaruh pada


hubungan-hubungan baru antar negara dan formasi entitas politik ekonomi yang juga
tercermin dan aktivitas kerja sama maupun kompetisi. Refleksi teori ini dalam sejarah
Perang Pasifik dapat dilihat dari terbentuknya aliansi yang tergabung dalam blok Sekutu,
terdiri dari AS, Inggris, Australia, Belanda, Uni Soviet, dan Selandia Baru. Di pihak lain,
Jepang yang menjadi lawan Sekutu juga dibantu oleh negara lain dalam blok Sentral,
yaitu Jerman dan Italia. Bahkan Thailand yang dijajah pada tahun 1941 juga dipaksa
bergabung dalam blok Sentral. Hubungan-hubungan dalam aliansi inilah yang
mencerminkan dinamika transisi kekuasaan dalam sebuah peperangan.

4. Menurut pendapat saudara, apa saja yang dapat dipetik dari sifat-sifat perang yang
disampaikan oleh Clausewitz? Jelaskan jawaban Saudara!

JAWABAN:

Beberapa hal yang dapat dipetik dari sifat-sifat perang yang disampaikan Clausewitz
adalah:

Faktor kekerasan yang mendominasi sarana perang dalam rangka memaksa pihak
lawan untuk memenuhi apa yang diinginkan. Karena itulah musuh dipaksa untuk
menyerah dengan cara melucuti senjatanya. Pelucutan senjata ini menjadi bentuk
kekejaman dari peperangan dan perang sejatinya juga merupakan wujud dari keinginan
dan niat untuk berbuat kejam. Merujuk pada pernyataan Clausewitz, hasrat untuk
mengekspresikan kebencian dalam sebuah perang tidak hanya didasari insting tetapi
juga keinginan untuk bertindak kejam, meskipun terkadang tidak selalu bersamaan
dengan rasa kejam yang muncul di masing-masing individu yang terlibat perang.
Semakin besar dan kuat motif untuk berperang maka akan semakin besar dampaknya
terhadap kelangsunga hidup manusia. Semakin banyak kekerasan digunakan dalam
perang, maka akan semakin banyak efek destruktif yang ditimbulkan. Dalam hal ini
perang akan lebih bersifat militer murni dibanding bersifat politis. Hal ini dapat
dicontohkan dalam perang yang berbentuk agresi atau serangan invasif yang berhasrat

3
untuk menunjukkan kekuatan dan mengalahkan lawan atau menguasai wilayah musuh.
Sebaliknya, apabila motif dan ketegangan yang muncul di awal peperangan tidak
berskala besar, maka elemen militernya pun tidak akan signifikan dan lebih tergantikan
dengan elemen politis sehingga peperangan pun lebih bersifat politis. Hal ini
sebagaimana tercermin dalam sifat peperangan asimetris dan perang proksi yang
memang ditujukan untuk menundukkan lawan dengan cara-cara non-linier, seperti
menjatuhkan pemerintahan dengan politik adu domba dan memecah belah persatuan
bangsa di saat sebuah negara memiliki agenda pemilihan umum atau pemilihan
Presiden.

5. Menurut pendapat Saudara bagaimana perubahan-perubahan dan tuntutan-tuntutan


baru tersebut mempengaruhi dalam Saudara menyusun strategi pertahanan negara
kita?

JAWABAN:

Berbagai perubahan dan tuntutan baru yang terjadi seiring perkembangan jaman
menunjukkan bahwa teori terkadang tidak dapat diintrepretasikan secara meyakinkan
ketika fakta di lapangan tidak sesuai. Harus dipahami bahwa perang semakin kompleks.
Dalam rentang abad ke-19 hingga 20 medan perang yang sebelumnya hanya di darat
dan laut telah merambah hingga ranah udara dan angkasa. Bahkan di abad ke-21, para
komandan perang harus merencanakan perlawanan dan pertahanan yang juga melalui
spektrum elektromagnetik (EMS), termasuk di dalamnya ruang siber. Penguasaan EMS
menjadi kunci penting untuk meningkatkan kecakapan dalam menghadapi perang.

Perubahan-perubahan tersebut juga mengarah pada perubahan bentuk peperangan


yang semakin ireguler bahkan dapat berwujud sebagai bencana terorisme. Strategi yang
perlu untuk dipertahankan adalah sinkronisasi antara penggunaan kekuatan militer
dengan dukungan politis. Mengacu pada pendapat Clausewitz, perang juga memuat
elemen peluang, teka-teki dan keberuntungan. Ketiga elemen tersebut perlu
diterjemahkan dalam sebuah kemampuan strategis dengan mengaplikasikan kemajuan
ilmu pengetahuan, teknologi dan engineering dalam tataran taktis dan operasional
sebuah perang.

Mengingat perang juga merupakan aktivitas yang dipengaruhi faktor sosial-budaya,


politik, dan ekonomi maka strategi yang perlu diterapkan juga bergeser dengan
memperhatikan perubahan faktor-faktor tersebut di atas. Dalam hal strategi pertahanan
negara kita, analisa lingkungan strategis menjadi determinan penting dalam penentuan
kebijakan. Apalagi kompleksitas ancaman yang muncul juga semakin masif dalam
bentuk-bentuk seperti insurjensi dan terorisme. Kecenderungan perubahan yang terjadi
dalam fenomena perang di era generasi ke-4 saat ini telah sejalan dengan penyusunan
strategi pertahanan negara kita yang telah menyadari bahwa pertahanan militer saja
tidak cukup, harus didukung dengan pertahanan nirmiliter untuk membendung ancaman
yang bersinggungan dengan isu-isu ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya. Faktor
kemajuan pesat teknologi informasi dan komunikasi juga menjadi hal penting dalam
upaya mengembangkan strategi pertahanan negara. Keterpaduan antara pertahanan
militer dan nirmiliter dalam sebuah sistem pertahanan semesta (sishanta) perlu
diwujudkan dalam suatu rancangan pengerahan kekuatan militer yang efektif, diplomasi
yang mumpuni dan penguasaan teknologi untuk menciptakan daya tangkal terhadap
segala bentuk ancaman nyata dan belum nyata.

Anda mungkin juga menyukai