Anda di halaman 1dari 12

Liberalisme Klasik

1. Menekankan pada kerjasama = Woodrow Wilson.


2. Muncul setelah PD I.
3. Institusi dan Kerjasama merupakan cara untuk mencegah perang antar negara =
Woodrow Wilson.
4. John Locke merupakan tokoh dalam bidang politik¸ bukan HI.

Buku

Buku

1. Immanuel Kant – Perpetual Peace


Terdapat 9 pasal yang terbagi menjadi:
1) Preliminary Articles
1. Dalam melakukan perjanjian damai, pihak yang bersengketa tidak boleh
melanjutan perang di masa yang akan datang. Ia harus benar-benar mengakhiri
perang tanpa maksud lain selain menciptakan perdamaian.
2. Negara berdaulat besar maupun kecil tidak dapat dikuasai oleh negara lain
dengan cara apapun, baik melalui pewarisan, pertukaran, pembelian,
pemberian, ataupun perkawinan seperti di negara Eropa. Meski terkadang
menjadi aliansi, tujuan utamanya bukan untuk mencapai perdamaian
melainkan demi keuntungan semata demi memperoleh kekuasaan, kekuatan,
dan memperluas wilayah.
3. Tentara harus dihapuskan secara perlahan. Menurut Kant, tentara merupakan
penyebab munculnya perang. Tidak hanya tentara, perlombaan senjata juga
faktor yang sangat berpengaruh dalam perang. Tentunya, jumlah tentara dan
pendanaan yang besar sangat dibutuhkan. Hal inilah yang memicu munculnya
aliansi perang yang akan menggagalkan tujuan perdamaian.
4. Jangan mengandalkan hutang dalam peperangan karena akan memicu
desperate dan terjadinya okupasi terhadap negara yang berhutang (bangrut).
Larangan berhutang bagi suatu negara terutama untuk alasan perang.
Akibatnya, banyak negara tak bersalah yang mengalami kebangkrutan pasca
perang.
5. Suatu negara tidak berhak mencampuri urusan pemerintahan dan konstitusi
negara lain karena merupakan suatu pelanggaran dan dapat merusak otonomi
suatu negara.
6. Walaupun dalam perang tapi harus menggunakan hukum perang
(menghormati hukum perang) dan tidak brutal. Brutal disebabkan karena
adanya pelanggaran hukum perang. Karena dikhawatirkan akan menimbulkan
kebencian-kebencian yang baru. Sehingga, mustahil bagi terciptanya
perdamaian. Larangan menggunakan siasat licik dalam perang (pembunuh
bayaran, racun, dan hasutan untuk berkhianat). Hal ini dapat memicu
permusuhan selanjutnya akibat hilangnya kepercayaan.

2) Definitive Articles – 3 pilar agar tercapai kedamaian.


1. Konstitusi sipil setiap negara harus republik. Dengan republik, peperangan
bisa dicegah, karena untuk memutuskan perang negara republik harus
meminta persetujuan rakyatnya.
2. Negara-negara merdeka harus membentuk suatu federasi of free state seperti
Liga Bangsa-Bangsa (LBB) untuk mengatur hubungan antar negara dengan
menggunakan hukum bangsa yang universal (ditetapkan dalam federasi).
Sehingga, akan tercipta keamanan dan perdamaian bagi negara tersebut dan
negara lain yang menjadi bagian dari federasi. Kerjasama antar negara
terbentuk dalam aliansi. Immanuel Kant mendesain federation of free state
yang menyiratkan tirani. Hal ini berdampak pada nama baru kant sebagai
radikal, revolusionis, transformatif.
3. Setiap negara harus menghargai hukum kosmopolitan (solidaritas lintas
batas) dan menjunjung tinggi hak universal. Sehingga, setiap individu berhak
untuk mengunjungi atau berasosiasi dengan negara lain (pendatang yang
dalam hal ini orang non Eropa yang disebut barbar). (persaudaraan dan
keramahan antar individu). Orang non Eropa pada saat itu dijajah/
diimperialisme. Namun, dia tetap menyebut bangsa Eropa sebagai civilized
nations. Hal ini menyiratkan bahwa Kant sedikit rasis. Labelisasi yang ia
gunakan menyiratkan bahwa ia memisahkan antara civilized nations yang dia
maksudkan sebagai warga Eropa dengan barbar (non-Eropa).

2. Why Democratic Peace? – Bruce Russet


1) Transnational and International Institutions make peace
2) Distance prevents war
3) Alliances make peace
4) Wealth makes peace
5) Political stability makes peace
- Konflik kekerasan (violent conflicts) antara negara demokrasi akan sulit karena :
a. Dalam demokrasi, decisionmakers diharapkan dapat menyelesaikan konflik
tanpa kekerasan, menghormati hak dari lawan.
b. Negara demokrasi akan mengikuti norma dari penyelesaian konflik secara
damai dengan negara demokrasi lain.
c. Jika konflik kekerasan antar negara demokrasi terjadi, setidaknya satu negara
demokrasi tersebut politiknya tidak akan stabil (politically unstable)
d. Ada proses check and balances, division of powers
e.
- Konflik kekerasan antara negara nondemokrasi dan antara demokrasi – non
demokrasi akan lebih mungkin terjadi karena:
a.

Kritik terhadap Democratic Peace Theory

1. Ada kecacatan logika normatif


a. Negara demokrasi perang dengan alasan self-defense.
2. Ada kecacatan logika institusional
a. Pemimpin demokrasi sering menggunakan kekerasan
3. Aplikasi teori
a. Tidak ada negara yang menganut liberalisme klasik secara mutlak.
b. Ada intervensi antar negara demokrasi
- Kudeta Iran
- Kudeta Brazil
4. Dalam buku Kant, dikatakan bahwa negara demokrasi tidak berperang karena
masyarakat menolak. Jika begitu, maka harusnya masyarakat juga menolak
ketika negaranya ingin berperang dengan negara non-demokrasi. Jadi,
keputusan perang tidak berada sepenuhnya dalam masyarakat, dan
procedure check and balances tidak dapat mencegah perang. (Proses
demokrasi dalam negeri tidak dapat mencegah perang).
5. Trust and Respect.
Dikatakan bahwa antar negara demokrasi, mereka saling percaya dan menghargai,
namun ternyata salah. Trust and respect hanya dijalankan secara selektif, sesuai
dengan kepentingan negaranya.
- Amerika Serikat menurunkan (tidak respect) terhadap pemilu Palestine
yang dimenangkan oleh Hamas pada 2005.
6. Jika sesama negara demokrasi tidak berperang, maka sesama negara non-
demokrasi pun tidak berperang. Jadi dapat dikatakan bahwa yang
menyebabkan tidak terjadi perang bukanlah persamaan ideologi liberalisme,
namun ada kepentingan (negara demokrasi tidak berperang karena ada
saling ketergantungan)
7. Para penganut liberalisme klasik tidak mau menggeser makna kata perang. Di
zaman ini ada trade war, dll. bahkan antar sesama negara demokrasi dan
demokrasi tidak mau mengakuinya. Hal ini menunjukkan sikap
ketidakpercayaan diri liberalisme.
8. Para penganut liberalisme klasik memiliki perbedaan pendapat mengenai arti
demokrasi.

Realisme

1. Pandangan realisme klasik terhadap liberalisme:


a. Untuk melindungi kekuatan harus menggunakan militer
b. Cara meredam konflik adalah dengan perang.
2. Asumsi Dasar
a. Human Nature
Mencapai interest tanpa memikirkan yang lain.
b. Power Politics
Anggapan militer tinggi
c. Survive
d. Self-help
e. Struggle for power
f. Reasons of the State
g. Skeptism


Buku

Buku
1. Morgenthau – A Realist Theory of Int’l Politics
Enam prinsip Realisme Politik
1) Realisme meyakini politik diatur oleh hukum-hukum objektif yang berakar
pada sifat manusia. Sifat manusia yang menjadi akar hukum objektif dari
politik dipercaya tetap sama dan tidak berubah sejak masa keemasan para
filsuf hingga hukum tersebut ditemukan. Terdapat keajegan-keajegan
(regularities) dalam kehidupan manusia yang dapat dipahami sebagai fakta.
Keajegan-keajegan atau fakta-fakta tersebut dipengaruhi oleh hukum-hukum
objektif yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri dan dapat diuji
kebenarannya dengan menggunakan nalar (reason) dan pengalaman
(experience).
2) Realisme berpendapat konsep kunci untuk memahami politik (internasional)
adalah konsep kepentingan (interest) yang didefinisikan dalam ukuran/peristilahan
kekuasaan (power). Menurut Morgenthau, konsep ini menghubungkan penalaran
yang mencoba memahami politik (internasional) dengan fakta-fakta yang hendak
dipahami. Konsep ini pulalah yang diyakini Morgenthau memberi batas-batas
otonomi politik sebagai sebuah lingkup tindakan dan pemahaman, sekaligus
membedakannya dengan lingkup lain, seperti: ekonomi, etika, estetika, dan
agama.
3) Realisme berasumsi bahwa konsep kepentingan yang didefinisikan dalam
ukuran/peristilahan kekuasaan merupakan konsep yang objektif dan absah (valid)
secara universal. Sifat universal ini jangan dipahami secara keliru dengan
menganggap sekali ditetapkan akan berlaku selamanya. Yang abadi adalah
kepentingan, tetapi isi kepentingan itu bervariasi sesuai konteks budaya dan
politik dari waktu ke waktu.
4) Realisme politik menyadari signifikansi moral dari tindakan politik. Realisme juga
menyadari adanya ketegangan antara perintah-perintah moral dengan tuntutan
akan tindakan politik yang berhasil. Baik individu maupun negara harus menilai
tindakan-tindakan politiknya dengan prinsip-prinsip moral internasional seperti
kemerdekaan. Namun ada bedanya. Seorang individu mungkin saja memiliki hak
moral untuk mengorbankan dirinya demi mempertahankan prinsip-prinsip moral.
Negara tidak demikian halnya. Negara tidak memiliki hak untuk membiarkan
ketidaksetujuan moralnya atas pelanggaran kemerdekaan merintangi keberhasilan
tindakan politiknya, karena negara sendiri diilhami prinsip moral yaitu
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam hal apapun. Realisme politik
berpendapat tidak ada moralitas politik tanpa kebajikan (prudence) atau tanpa
memperhitungkan konsekuensi politik dari tindakan-tindakan yang tampaknya
bermoral.
5) Realisme politik menolak mengidentikkan aspirasi moral negara tertentu dengan
hukum-hukum moral yang memerintah semesta. Dalam kenyataan sehari-hari
sangat sedikit negara yang bertahan dari godaan
untuk tidak menggunakan aspirasi dan tindakannya sendiri atas nama tujuan-
tujuan moral semesta. Bagi realisme, bahwa negara terikat dengan hukum-hukum
moral tertentu, merupakan suatu hal. Akan tetapi hal ini tidak bisa
dicampuradukkan dengan kepura-puraan mengetahui secara pasti apa yang baik
dan buruk dalam hubungan antarnegara. Morgenthau berpandangan, konsep
kepentingan yang didefinisikan dalam ukuran/peristilahan kekuasaan
menyelamatkan kita semua dari ekses-ekses moral dan kebodohan politik.
6) Menurut Morgenthau perbedaan antara realisme politik dengan aliran-aliran
pemikiran lain adalah nyata, dan itu telah diungkapkan lewat prinsip-prinsip
sebelumnya. Yang belum terungkap adalah sikap intelektual dan sikap moral
realisme terhadap Politik sebagai sebuah studi. Secara intelektual, realisme
menetapkan lingkup otonomi Politik sebagaimana pakar di bidang lain juga
melakukannya untuk studi mereka. Menurut realisme, seorang ahli Politik berpikir
menurut kepentingan yang didefinisikan dalam ukuran/peristilahan kekuasaan.
Berbeda dengan ekonom yang berpikir menurut konsep kepentingan yang
didefinisikan dalam ukuran/peristilahan kekayaan (wealth), atau ahli hukum yang
mendasarkan pertimbangannya atas keselarasan tindakan dengan aturan-aturan
legal. Realisme menyadari keberadaan dan relevansi pikiran-pikiran baku lainnya
di luar Politik. Akan tetapi, sebagai penganut realisme, seseorang hanya dapat
menggunakannya apabila meletakkannya di bawah kendali Politik.
2. Thucydides – The War of the Peloponnesians and the Athenians
Dalam bukunya The History of Peloponnesian War, Thucydides membahas perang di
abad ke-5 SM antara Sparta dan Athena dan berargumen bahwa sebab perang adalah
peningkatan kekuatan negara dan ketidakamanan negara lain disebabkan oleh
peningkatan negara pertama tadi. Thucydides menyimpulkan hal itu setelah
menceritakanperang Atena dan Sparta (sekitar 420 SM) yang disebabkan peningkatan
kekuatan Athena dan perasaan ketidakamanan dari Sparta akibat peningkatan
kekuatan Athena itu. Thucydides menyimpulkan bahwa bukan agresivitas
tetapiketidakamanan yang menjadi sebab adanya perang.
4 Poin Realisme
1) Realis melihat sifat dasar manusia yang memiliki rasa egois dan ingin
mementingkan kepentingannya diatas kepentingan lain.
2) Kaum realis percaya bahwa hubungan yang ada antar negara adalah anarki.
3) Karena kaum realis berpandangan bahwa hubungan internasional dalam keadaan
anarki, diperlukan penguatan keamanan (perang).
4) Kaum realis cenderung mengeyampingkan bahkan tidak ada tempat bagi moralitas
dalam hubungan internasional

Neo-Realisme
1. Asumsi Dasar
a. Manusia ingin menimbun kekuatan/kekuasaan sebanyak-banyaknya.
b. Neo-realis lahir dari struktur yang anarki (struktur anarki > self-help > struggle of
power). Struktur internasional yang mempengarhi kekuasaan.
c. Sistem > bipolar1 > lebih mudah diatur
d. Aktor utama ialah negara, namun bukan satu-satunya
2. Konteks dalam Perang Dingin
a. Populernya neo-realis
- Balance of Power > blok Barat untuk menyeimbangi blok Timur.
- Balance of Trade > aliansi juga untuk menyiapkan diri untuk menghadapi
masalah atau serangan
- Bandwagoning > negara bersekutu dengan negara yang lebih kuat.
3. Jenis
a. Defensive
- Untuk bertahan atau survive
b. Offensive
- Hegemoni2 dan mendominasi dunia internasional.
- Mengakumulasi kapabilitas sebanyak mungkin

1
Ada dua negara great power dalam dunia int’l
2
dominasi
- Kritik : - Semakin banyak maka semakin tidak aman (provokasi negara
lain – insecurities)
- Negara tidak perlu mengakumulasi sebanyak mungkin, tapi
mencapai batas defense > yang penting aman

4. Kelebihan
a. Pada masa Cold War, sistem Bipolar dapat menjaga perdamaian hampir hingga 50
tahun.
5. Kelemahan
a. Pada masa Great Debate IV, neo-realis dikritik oleh Post-Positivism karena
dianggap terlalu behaviorist dan scientific.
b. Pesimis terhadap institusi intenasional.
c. Menghindari pembahasan sistem pada domestic karena ‘dalamnya’ negara itu
tidak penting > sulit untuk menjelaskan mengenai berakhirnya Cold War.
d. Tidak dapat membaca peran gender dan budaya (semua faktor dianggap relevan –
karena berpacu pada Cold War) > tidak penting membaca sifat negara > hanya
berpacu pada struktur.
6. Power negara dipengaruhi oleh kapabilitasnya (ekonomi dan militer)
7. Kenneth Waltz (1979) berargumen bahwa negara tidak seharusnya mengejar kekuatan
sebagai hegemon secara berlebihan, karena pada akhirnya sisteminternasional akan
mendorong aktor lain merasa terancamdan berbalik menyerang negara tersebut.
Pandangan Waltzini sering disebut dengan defensive realism. Argumen utama
realisme defensif adalah negara harus menahandiri untuk tidak mengejar power
berlebihan, namun cukup pada kuantitas yang dibutuhkan untuk bisa selamat.
Realisme defensif melihat kekuatan sebagaialat untuk mencapai tujuan yang lebih
besar.
8. John Mearsheimer (2001) melihat kekuatan adalah tujuan yang harus dicapai oleh
setiapnegara. Tujuan negara berinteraksi dalam hubunganinternasional adalah untuk
menjadi hegemon. Negaradalam setiap kebijakan yang dikeluarkan harus
berorientasipada pencapaian kekuatan maksimal. Pandangan ini sering disebut
sebagai offensive realism yang memposisikan Neorealisme pencapaian supremasi
kekuatan (utamanya militer)sebagai tujuan interaksi setiap negara.

Buku
1. Man, the State, and War – Kenneth Waltz
a. Image I = Human Behavior
- Penyebab utama perang ialah sifat dasar manusia.
- “The evilness of men, or their improper behavior, leads to war; individual
goodness, if it could be universalized, would mean peace.”
- Perang dianggap terjadi karena pemimpin suatu negara
b. Image 2 = Internal Structure of States
Perang dipicu oleh kondisi dalam negeri semua negara. Sebagai contoh,
penyebab utama perang adalah keinginan negara-negara kapitalis untuk terus
membuka pasar baru demi mempertahankan sistem ekonomi di dalam negerinya
sendiri.
c. Image 3 = International Anarchy
Penyebab perang adalah sesuatu yang sistemik, yaitu struktur sistem
internasional yang anarki.
2. Theory of International Politics – Kenneth Waltz
Dalam bukunya yang berjudul “Theory of International Politics”, Waltz
menjelaskan bahwa ada sebuah perbedaan antara hukum dan teori yang ada di dunia
ini. Teori merupakan sekumpulan hukum-hukum atau biasanya teori menjelaskan
hukum-hukum yang ada di dunia ini. Jika hukum itu mencoba mencari korelasi antara
kejadian-kejadian yang ada, makateori akan menjelaskan tentang korelasi yang ada di
kejadian-kejadian itu. Teori itu diciptakan berdasarkan kejadian, bukannya kejadian-
kejadian yang terjadi menyebabkan teori ituterbentuk.
Di sini, Kenneth Waltz menjelaskan bahwa teori internasional politik yang
merupakan mahakarya dari dirinya merupakan penjelasan dari kejadian-kejadian
tentangterjadinya perang dengan pengkajian politk internasional berdasarkan tiga
tingkatan yaitu theman, the state, and the state system
3. Kenneth Waltz – Ordering Principles
- Nasional/domestik > hierarki. Ada order yang dapat dimaintain.
- Internasional > anarki > struktur > yang membuat negara egois dan tamak.
- Struktur ada secara alamiah dan muncul ketika negara-negara berkumpul.
4. Anarchy and Struggle of Power – Mearsheimer
Mearsheimer posits that states are always searching for opportunities to
gain power over their rivals. He argues that states pursue power because of
the anarchic system in which they operate. In international politics, there is no
hierarchy, no "night watchman" to turn to when one state attacks another so states
are forced to rely only on themselves for security. Thus, states seek to expand their
power militarily, geographically, and economically in order to increase their security.

Neo-Liberal Institusionalisme
1. Asumsi Dasar
a. Dunia internasional bersifat anarki.
b. Dunia internasional seperti spider web (ada koneksi satu sama lain) yang
merupakan area complex interdependence > ada hubungan yang erat antara society
x society, NGO x NGO, dll.) Mengutip Keohane dan Nye (1977) yang dimaksud
dengan situasi internasional yang serba saling tergantung (complex
interdependence) ialah situasi politik global dimana semuaaktor baik aktor negara
maupun aktor bukan negara salingtergansung satu-sama-lain. Saling tergantung
merujuk ke situasi dimana efek timbal-balik antar-negara atau antar-aktor di
negara yang berbeda
c. Bersifat reality (ditengah antara neo-realist dan neo-lib)
d. Mengakui aktor-aktor selain negara. Negara bukan aktor utama, negara hanya
sebagai penjaga organ-organ agar berjalan sesuai neo-lib
e. Manusia bersifat homo economicus > rasional, mencari kekayaan terus menerus
f. Ekonomi merupakan sektor utama untuk interdependensi dan agar dunia
internasional berjalan.
g. Institusi penting untuk membuat dan membentuk actor’s behavior.
h. Lack of trust dapat diatasi melalui kehadiran institusi-institusi internasional.
i. Institusi > aturan > terintegral
j. Assymetrical Interdependence
k. Negative Peace

2. High-interdependence > Neo-Lib


Low-intedependence > Neo-Realist
3. Kritik Neo-Lib Inst. Terhadap Neo-realist
a. Konsekuensi dari Anarki
- Neo-realis > anarki > ancaman > militer, tidak ada yang mengatur behavior
negara.
- Neo-lib > anarki > complex interdependence > kerjasama, benefit.
b. Relative and Absolute Gain
- Neo-lib > absolute gain > kerjasama
- Neo-realist > relative gain
c. Intensi dan Kapabilitas
- Neo-lib > Kerjasama dibandingkan skeptis > benefit
4. Keterbatasan (Keohanne dan Martin)
a. Resiko negara untuk melakukan kerjasama
- Kecenderungan negara untuk melakukan tidakan curang.
- Kemampuan koordinasi negara dan kerjasama yang stabil.
5. Dua fungsi karakteristik yang mampu membuat negara mempercayai IO:
a. Centralization
b. Interdependence

Buku

1. Keohane – After Hegemony


Keohane mengatakan bahwa cooperation merupakan kondisi dan situasi saat aktor
negara yang berperan sebagai aktor internasional menyesuaikan perilaku dan tindakan
mereka terhadap sebuah peristiwa yang sedang terjadi sebagai cara atau usaha
pengawasan terhadap aktor lain yang merupakan manifestasi dari antisipasi para aktor
dalam proses penetuan kebijakan dan konsensus bersama. Dari definisi ini,
cooperation merupakan penyesuaian tindakan para aktor dengan tujuan mencapai
kesepakatan kolektif.
2. Keohane – Internalization and Domestic Politics
3. Keohane – Power and Governance in a Partially Globalized World
4. Keohane and Nye – Power and Interdependence Revisited

Anda mungkin juga menyukai