soal UAS semester 6 mata kuliah Rezim Internasional, yaitu “Apakah menyebarkan
demokrasi melalui paksaan (by force) dan/ atau intervensi (intervention) terhadap
negara lain dapat dibenarkan?“, maka sebelumnya menurut penulis kita harus dapat
memahami beberapa hal berikut, yaitu :
Mudah untuk menjawab pertanyaan inti sebenarnya secara normatif, secara normatif
tidak berhak suatu pihak manapun baik itu individu, kelompok, maupun negara dalam
memaksakan pemahamannya atas suatu hal kepada pihak lain.
Maka pertanyaan inti pun telah terjawab, jawabannya adalah tidak dapat dibenarkan
pemaksaan suatu pengadopsian sistem demokrasi oleh suatu negara kepada negara lain
dengan alasan apapun, termasuk pengklaiman bahwa sistem demokrasi (liberal) adalah
sistem terbaik yang dapat menciptakan perdamaian.
Tapi tentu di dunia akademisi tidak semudah itu, untuk menjawab suatu
permasalahan dibutuhkan suatu teori untuk dapat ‘membunuh’ teori lain sehingga dapat
muncul suatu perspektiv baru yang dianggap secara subjektiv adalah yang terbaik.
Baik kita mulai pemaparan mengenai pemahaman secara teoritis dalam upaya
menjawab rumusan masalah yang diajukan.
1
I. The Democratic Peace Theory ( Teori Demokrasi Damai)
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga
kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan
dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independent) dan berada
dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga
jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
1
Astarizon, “Demokrasi”, http://www.astarizon.org/wawasan/demokrasi.html
2
Aim Abdulkarim, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Warga Negara yang Demokratis,
(Jakarta: PT Grafindo Media Pratama, 2006)
2
Kedaulatan rakyat;
Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
Kekuasaan mayoritas;
Hak-hak minoritas;
Jaminan hak asasi manusia;
Pemilihan yang bebas dan jujur;
Persamaan di depan hukum;
Proses hukum yang wajar;
Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
Nilai-nilai tolerensi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
Penjelasan Struktural
3
Mtholyoke, “Immanuel Kant Perpetual Peace: A Philosophical Sketch”,
http://www.mtholyoke.edu/acad/intrel/kant/kant1.htm
4
Portalhi, “kritik terhadap teori perdamaian demokrasi”, http://portalhi.web.id/?p=124
3
demokrasi dikendalikan oleh warga negara, sehingga upaya suatu negara
demokrasi untuk melakukan mobilisasi perang dapat dihambat.
Penjelasan Normatif
4
Sementara itu versi kedua dari penjelasan normatif menyatakan
bahwa demokrasi memiliki suatu norma yang diwujudkan dalam bentuk
resolusi damai atas konflik. Norma ini diterapkan antar dan dalam negara
demokrasi. Negara demokrasi seperti kita ketahui dapat menyelesaikan
konflik domestik mereka tanpa kekerasan, dan melalui skenario itulah
mereka dapat pula menyelesaikan perselisahan internasional mereka
secara damai.
Setelah kita sedikit memahami mengenai Teori Demokrasi Damai, kita harus
mengetahui bahwa sistem atau ideologi ini tidaklah sempurna, berikut adalah beberapa
kekurangan yang menjadi kritik kaum anti-demokratik.
Plato : 5
5
Newsvine, “Plato's Criticisms of Democracy”, http://newsvine.com/_news/2008/02/16/1305759-platos-
criticisms-of-democracy
6
Anti-democracy,” Bioethics and Deliberative Democracy: Five Warnings from Hobbes”,
http://www.anti-democracy.com/2010/02/article-bioethics-and-deliberative.html
5
Carol Gould, menyatakan bahwa teori demokrasi (liberal) yang berdiri di atas
landasan prinsip individualisme liberal yang menjunjung kebebasan individu
tidak relevan lagi pada saat ini. Sebab prinsip seperti itu hanya akan
menciptakan manusia yang egois dan asosial, yang menguntamakan kepentingan
sendiri. Dengan demikian prinsip individualisme liberal memberikan
pembenaran terhadap ketimpang kehidupan sosial dan ekonomi dalam struktur
sosial masayarakat.7
Mengapa kita harus membicarakan peperangan? Hal ini dikarenakan bahwa Teori
Demokrasi Damai mengklaim dirinya merupakan teori yang dapat menciptakan
perdamaian abadi jika semua negara didunia mengadopsi sistem demokrasi. 9 Karena itu
kita pahami definisi peperangan sebagai berikut.
7
Journals Cambridge,” Globalizing Democracy and Human Rights Carol Gould”,
http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=5453148
8
Racialicious, “Herts critical Democracy”, http://www.racialicious.com/2009/11/04/capitalism-isnt-a-
love-story-noreena-hertz-the-new-world-order/
9
Loc.Cit., Mtholyoke
10
Askoxford, http://www.askoxford.com/concise_oed/warx?view=uk
6
Dalam Bahasa Indonesia, “Suatu keadaan konflik bersenjata antara negara, bangsa,
atau kelompok bersenjata yang berbeda.”
Setelah kita memahami definisi perang tersebut, lalu kita harus memahami alasan
suatu pihak terlibat perang, ada beberapa alasan menurut penulis pribadi mengapa
perang dapat terjadi :
Perbedaan ideologi
Perbedaan kepentingan
Selanjutnya kita pahami definisi dari ‘damai’ berdasarkan Kamus Oxford, damai
adalah,”freedom from disturbance; tranquillity or freedom from or the ending of war”.11
Dalam Bahasa Indonesia, ”bebas dari gangguan; ketenangan atau kebebasan dari
peperangan”.
Dengan kata lain Teori Damai Demokrasi haruslah bisa menciptakan kedamaian
dalam artian tidak adanya suatu peperangan dalam bentuk kontak senjata maupun dalam
hal luas misalnya seperti Perang Ekonomi pada konteks saat ini, serta dapat menjamin
manusia dari gangguan ketenangan dan kebebasan dari perang yang seperti kaum
pendukungnya katakan.
AS vs. Chili
11
Ibid.
7
Sulit untuk dapat mencerna implementasi nyata atas Teori Damai Demokratik
terlebih ketika pemerintah AS berniat menggulingkan seorang penguasa yang terpilih
secara demokratik Presiden Salvadro Allende di Chili, dan menempatkan pembunuh
yang kejam (Pinochet) seorang otoriter yang bersahabat dengan AS ditampuk
kekuasaan. Chili, yang meskipun pemilunya berlangsung secara demokratis, tetapi
mereka tidak dimasukkan sebagai negara demokratis dalam kategori ‘Teori Damai
Demokratik’, karena agaknya hal itu akan membuat sulit bagi Teori Damai Demokratik
untuk menjelaskan mengapa dan bagaimana sebuah negara demokrasi seperti
pemerintah AS tidak mau mengakui mereka sebagai negara demokrasi.
Padahal, sejumlah studi menunjukkan bahwa pada tahun 1970, Chili tercatat sebagai
salah satu dari negara demokratis yang paling stabil dan awet di Amerika Latin.
Pemilihan pada tahun 1970 membawa Salvador Allende, kandidat yang didukung oleh
koalisi sayap kiri Popular Unity, ke tampuk kekuasaan. Kebijakan ekonominya
bertujuan untuk mereformasi redistribusi yang melawan kepentingan pribadi elit,
termasuk kepentingan ekonomi Amerika Serikat di Chili. Washington telah berupaya
mencegah terpilihnya Allende dengan mendukung kandidat-kandidat yang menjadi
rivalnya; pasca pemilihan Allende, Amerika Serikat terlibat secara aktif dalam
mendukung oposisi pada partai politik, militer Chili, dan lembaga lainnya. Konfrontasi
tersebut berpuncak pada kup militer yang dipimpin oleh Augusto Pinochet pada tahun
1973, yang memberikan jalan bagi lebih dari lima belas tahun kediktatoran militer
Cili.12
AS vs. Hamas
Berbeda dengan rekan serumpunnya Fatah, tipikal Hamas dilihat terlalu ‘buas’
untuk diajak berunding apalagi bersahabat, sehingga ditakutkan akan menjadi batu
sandungan bagi kepentingan-kepentingan AS dan Israel di Timur Tengah.
12
Loc.cit., Portalhi
13
Tempointeraktiv, “Hamas Menang Pemilu”,
http://www.tempointeraktif.com/hg/luarnegeri/2006/01/26/brk,20060126-72998,id.html
8
Sikap arogansi Israel dan AS terhadap kemenangan Hamas ini terlihat dari tindakan
embargo yang dilakukannya terhadap pemerintahan Hamas dan Palestina. Kalau Israel
memulainya dengan pemutusan hubungan komunikasi dengan pemerintah Hamas,
penutupan Jalur Gaza dan penetapan final perbatasan wilayah Israel, maka sekutunya
AS ikut serta melakukan embargo terhadap Palestina, baik politik, ekonomi, sosial dan
kesejahteraan.
Inilah fakta yang sesungguhnya terjadi, karena AS dalam hubungan luar negerinya
hanya melihat negara lain sebagai ‘teman disaat dibutuhkan’ dan tidak pernah
mendasari hubungannya pada persamaan ideologi (demokrasi). Uniknya lagi, AS
pernah juga memasukkan negara-negara sahabat yang non-demokratik tetapi bisa
dipercaya seperti Mesir, Saudi Arabia, Pakistan, Singapura, Indonesia dimasa Presiden
Soeharto, Yugoslavia dimasa Presiden Tito, Portugal dimasa Presiden Salazar, Spanyol
dimasa Presiden Franco, Turki di bawah rezim militer, dan banyak negara Amerika
Latin sebelum ‘trend’ demokrasi dikumandangkan. Karena itu, meskipun pemerintahan
berdasarkan otokrasi, otoriter-diktator, rezim militer dan lainnya adalah negara yang
tidak demokratis, tetapi itu tidak berarti bahwa AS dapat dengan mudah melepaskan
mereka sebagai sekutu, dan itu juga tidak berarti bahwa demokrasi akan membuat
mereka lebih bisa dipercaya. Chili dan Hamas adalah salah satu bukti konkret.
14
Ynetnews, “Rice: Hamas' power must come with responsibility
”, http://www.ynetnews.com/articles/0,7340,L-3554094,00.html
9
Selama penulis menjalani perkuliahan kurang lebih 6 semester atau 3 tahun,
penulis melihat banyak paradigma atau sebuah pandangan mengenai suatu
penciptaan perdamaian yang memang memiliki perspektiv yang berbeda-beda, tapi
tetap pada tujuan yang sama yaitu menciptakan suatu perdamaian. Berikut adalah
dua paradigma atau pemahaman yang penulis telah dapatkan selama perkuliahan :
Realisme
Paradigma ini melihat bahwa dunia ini sebenarnya bersifat anarkis (tidak
ada kekuatan yang dapat mengendalikan semua negara), karena itu
dibutuhkan suatu penciptaan power (militer) agar suatu negara dapat
mempertahankan negaranya secara mandiri. Di dalam paradigma ini ada
sebuah teori yang bernama balance of power atau keseimbangan
kekuatan. Teori ini berpendapat bahwa suatu perdamaian akan tercipta
jika kekuatan negara-negara tersebut berimbang. Sebagai analogi, pada
saat ini Amerika Serikat (AS) dapat dikatakan suatu negara super power,
karena itu untuk mengimbangi kekuatannya maka dibutuhkan suatu
kekuatan tandingan agar AS tidak bertindak semenamena dalam
menyatakan perang terhadap negara lain, dan kekuatan tandingannya
adalah jika China dan Rusia bersatu misalnya. Karena adanya
keseimbangan kekuatan tersebut maka perang tidak akan terjadi dan
perdamaian tercipta.
Liberalis
10
menjalin komunikasi dan interaksi antar sesamanya sehingga
menciptakan suatu ketergantungan. Karena ketergantungan ini mereka
akan berpikir berulang kali untuk berperang.
Kita telah melihat berbagai analisa dan suatu pemaparan teoritis diatas mengenai
Teori Damai Demokrasi dan hal-hal lain yang terkait. Penjabaran-penjabaran diatas kita
akan gunakan dalam ‘membedah’ untuk menjawab rumusan masalah inti yaitu “Apakah
menyebarkan demokrasi melalui paksaan (by force) dan/ atau intervensi (intervention)
terhadap negara lain dapat dibenarkan ?”.
Demokrasi hanyalah salah satu sistem yang mungkin dapat menciptakan suatu
perdamaian, tetapi bukan satu-satunya sistem yang dapat menciptakan perdamaian.
Terlebih kita dapat melihat bahwa demokrasi itu sendiri bukanlah suatu sistem yang
sempurna tetapi juga memiliki banyak kekurangan, seperti yang telah dijelaskan diatas.
Selain itu demokrasi tidak menyentuh semua akar persoalan dari hakekat
peperangan itu sendiri, penulis telah menjelaskan penyebab peperangan diatas. Memang
salah satunya adalah perbedaan ideologi, tapi jika kita berandai-andai semua negara
menerapkan demokrasi, lalu apa benar tidak akan terjadi peperangan? Belum tentu.
11
Karena alasan penyebab peperangan pun ada lagi selain perbedaan ideologi, seperti
perbedaan kepentingan, kebutuhan sumber daya, dan lainnya.
Karena itu demokrasi tidak bisa menjadi jaminan akan terjadinya perdamaian karena
banyak hal lain yang menjadi alasan untuk berperang disamping ideologi, maka dari itu
untuk apa memaksa negara lain untuk mengadopsi sistem yang tidak ada jaminan penuh
menciptakan perdamaian?.
Dalam penerapannya pun ini jauh dari teori, kita lihat negara Amerika Serikat (AS)
yang merupakan ‘dedengkot’-nya demokrasi (liberal) pada kenyataanya menyerang
negara lain yang juga mengadopsi sistem demokrasi. AS menggulingkan pemerintahan
sah Chili khususnya Presiden Allende yang terpilih melalui mekanisme demokratis,
melalui tangan seorang diktator Pinochet dalam sebuah kudeta.
Hal ini terbukti bahwa pada kenyataannya sesama penganut demokrasi saja masih
tetap saling menyerang. Lucunya AS malahan berteman baik dengan negara yang
notabene bukan penganut demokrasi seperti yang telah dijelaskan diatas. Walaupun
perang tersebut bukan dalam konteks kontak senjata secara langsung, tapi tetap saja
teori ini gagal dalam menjelaskan fenomena ini. Ini membuktikan perdamaian bukan
hanya tercipta melalui suatu sistem pemerintahan saja.
Kalau kita melihat hal tersebut (penyerangan AS) sepertinya teori ini malah berbalik
menjelaskan bahwa Teori Damai Demokrasi hanyalah suatu alasan bagi suatu negara
untuk menyerang negara lain yang sebenarnya tujuan utamanya adalah kepentingan
negara (national interest) tetapi dibungkus rapih dengan ‘tujuan perdamaian’.
Jika kita melihat paradigma atau teori lain yang juga memiliki tujuan menciptakan
perdamaian seperti realis-balance of power dan liberal-dependency, dan pandangan-
pandangan lainnya, maka kita melihat teori tersebut jarang yang berkutat pada sistem
pemerintahan. Kebanyakan berkutat pada power, yang penafsiran power saat ini pun
bermacam-macam.
12
Selain itu jika ada negara yang tetap memaksakan Teori Damai Demokrasi ini
kepada negara lain bukankah akan menghina kedaulatan negara tersebut, apakah ada
negara yang kedaulatannya ingin di hina seperti itu. Terlebih jika pemaksaan atau
intervensi tersebut dilakukan melalui peperangan, maka hal lucu pun akan terjadi
dimana pihak yang memaksakan teori yang katanya ‘menciptakan perdamaian’ tetapi
dengan jalan ‘menciptakan peperangan’, lalu jika hal ini terjadi siapa yang akan percaya
kebenaran teori ini? Hal ini terjadi ketika AS menginvasi Irak atas dasar pembebasan
rakyat Irak atas kediktatoran Saddam Husein dan mengenalkan demokrasinya, yang
ternyata belakangan ketahuan bahwa motif invasi tersebut adalah kandungan minyak di
Irak. Parahnya AS banyak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam operasi
militernya tersebut.
Format Penulisan
Ukuran : 12
Spasi : 1,5
13
Tipe footnote : Chicago style
Daftar Pustaka
Buku
Website/ situs
Hobbes”, http://www.anti-democracy.com/2010/02/article-bioethics-and-
deliberative.html, (diakses tgl. 14 Juni 2010, pkl. 13.10 wib)
14
Astarizon, “Demokrasi”, http://www.astarizon.org/wawasan/demokrasi.html, (diakses
tgl. 13 Juni 2010, pkl. 08.25 wib)
15
16