Anda di halaman 1dari 6

KONFLIK POLITIK KEPENTINGAN YANG ADA DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah konflik dalam ilmu politik sering kali dikaitkan dengan kekerasan, seperti
kerusuhan, kudeta, terorisme. dan revolusi. Konflik mengandung pengertian "benturan".
seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu dan individu,
kelompok dan kelompok, individu dan kelompok, dan antara individu atau kelompok
dengan pemerintah.

Konflik merupakan gejala serba hadir dalam kehdupan manusia masyarakat dan
bernegara. Sementra itu, salah satu dimensi penting proses politik adalah penyelesaian
konflik yang melibatkan pemerintah. Proses "penyelesaian" konflik politik yang tidak
bersifat kekerasan ada tiga tahap. Adapun ketiga tahap ini meliputi politisasi atau koalisi.
tahap pembuatan keputusan, dan tahap tahap pelaksaaan dan integrasi. Konflik bukan
merupakan suatu hal yang asing didalam hidup manusia. Sejarah mencatat bahwasanya
konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia, sepanjang seseorang masih hidup
hampir mustahil untuk menghilangkan konflik dimuka bumi ini baik itu konflik antar
individu maupun antar kelompok. Jika konflik antara perorangan tidak bisa diatasi secara
adil dan mana proposional, maka hal itu dapat berakhir dengan konflik antar kelompok.
Untuk itu. konflik merupakan suatu gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam
masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian Konflik Politik?


2. Bagaimanakah terjadinya konflik politik?
3. Kasus Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil?
4. Upaya Penumpasan Pemberontakan APRA?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahu Pengertian Konflik Politik?
2. Mengetahui Bagaimanakah terjadinya konflik politik?
3. Mengetahui Kasus Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil?
4. Mengetahui Upaya Penumpasan Pemberontakan APRA?

BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Konflik Politik


Pengertian konflik merupakan suatu perselisihan yang terjadi antara dua pihak, ketika
keduanya menginginkan suatu kebutuhan yang sama dan ketika adanya hambatan dari
kedua pihak.
Istilah konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan seperti
kerusuhan, kudeta, terorisme,danrefolusi. Konflik mengandung pengertian "benturan"
seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antar individu dan individu,
kelompok dan kelompok, antara individu dan kelompok atau pemerintah. Jadi konflik
politik dirumuskan secara luas sebagai perbedaan pendapat, persaingan, dan
pertentangan diantara sejumlah individu, kelompok ataupun oraganisasi dalam upaya
mendapatkan atau mempertahankan sumber-sumber dari keputusan yang dibuat yang
dilaksanankan oleh pemerintah. Yang dimaksud dengan pemerintah meliputi lembaga
legeselatif, yudikatif dan eksekutif. Sebaliknya secara sempit konflik politik dapat
dirumuskan sebagai kegiatan kolektif warga masyarakat yang diarahkan untuk
menentang kebijakan umum dan pelaksanaannya juga prilaku penguasa, beserta
segenap aturan, struktur, dan prosedur yang mengatur hubungan- hubungan diantara
partisipan politik.
2. Konflik Politik
Konflik terjadi antar kelompok yang memperebutukan hal yang sama, tetapi konflik
akan selalu menuju kearah kesepakatan (konsensus). Selain itu, masyarakat tidak
mungkin terintegrasikan secara permanen denagan mengandalkan kekuasaan dari
kelompok yang dominan. Sebaliknya masyarakat yang terintegrasi atas dasar konsensus
sekalipun, tak mungkin bertahan secara permanen tanpa adanya kekuasaan paksaan.
Jadi konflik konsensus munurut Ramlan Surbakti gejala-gejala yang tak terrelakkan
dalam masyarakat.

Istilah konflik dalam ilmu politik sering kali dikaitkan dengan kekerasan, seperti
kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung pengertian
"benturan". seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu
dan individu, kelompok dan kelompok, individu dan kelompok, dan antara individu
atau kelompok dengan pemerintah.Konflik yang mengandung kekerasan, pada
umumnya terjadi dalam masyarakat-negara yang belum memiliki consensus dasar
mengenai dasar dan tujuan negara dan mengenai mekanisme pengaturan dan
penyelesaian konflik yang melembaga. Hura-hara (riot), kudeta, pembunuhan atau
sabotase yang berdimensi politik (terorisme), pemberontakan, dan separatism, serta
revolusi merupakan sejumlah contoh konflik yang mengandung kekerasan

Konflik yang tidak berwujud kekerasan pada umumnya dapat ditemukan dalam
masyarakat-negara yang memiliki consensus mengenai dasar dan tujuan negara, dan
mengenai mekanisme pengaturan dan penyelesaian konflik yang melembaga. Adapun
contoh konflik yang tidak berwujud kekerasan, yakni unjuk-rasa (demonstrasi),
pemogokan (dengan segala bentuknya), pembangkangan sipil (civil disobedience),
pengajuan petisi dan protes, dinog (musyawarah), dan polemic melalui surat kabar.
Sementara itu, konflik tidak selalu bersifat negative seperti yang diduga orang banyak.
Apabila ditelaah secara seksama, konflik mempunyai fungsi positif, yakni sebagai
pengintegrasi masyarakat dan sebagai sumber perubahan.

3. Kasus Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil


Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil atau Kudeta 23 Januari adalah peristiwa
yang terjadi pada 23 Januari 1950 dimana kelompok milisi Angkatan Perang Ratu Adil
(APRA) yang ada di bawah pimpinan mantan Kapten KNIL Raymond Westerling
yang juga mantan komandan Depot Speciale Troepen (Pasukan Khusus) KNIL, masuk
ke kota Bandung dan membunuh semua orang berseragam TNI yang mereka temui.
Aksi gerombolan ini telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling
dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda.
4. Upaya Penumpasan Pemberontakan APRA
Tanggal 23 Januari 1950 pagi hari, gerakan APRA dipimpin Van der Meula dan Van
Beeklen. Gerakan ini terdiri dari 800 orang, di dalamnya terdapat 300 anggota KNIL
yang bersenjata lengkap menyerang kota Bandung. Anggota dari APRA banyak
yang direkrut dari bekas prajurit KNIL, terutama prajurit Regiment Speciale Troepen
(Regimen Pasukan Khusus). Mereka pun berhasil menduduki Markas Besar Divisi
Siliwangi dan membunuh setiap anggota militer yang mereka jumpai. Tidak hanya
Bandung, Westerling juga bekerja sama dengan Sultan Hamid II untuk menyerang
Jakarta. Sejumlah anggota pasukan RST dikirim ke Jakarta dengan dipimpin Sersan
Meijer untuk menangap Soekarno, membunuh dan menculik para pejabat
pemerintah, dan menduduki gedung-gedung pemerintahan. Akan tetapi, serangan ke
Jakarta ini gagal karena dukungan dari pihak lain tidak segera datang. Akhirnya,
penumpasan yang dilakukan oleh Raymond Westerling dalam gerakan APRA dapat
dilakukan dengan: Melancarkan opeasi militer tanggal 24 Januari 1950, dengan
mengirimkan bala bantuan pasukan APRIS yang ada di Jawa Tengah dan Jawa
Timur ke Bandung. Pasukan APRA pun berhasil didesak dan ditumpas oleh APRIS.
Mengadakan perundingan antara Perdana Menteri RIS Mohammad Hatta dengan
Komisaris Tinggi Belanda HM Hirschfeld yang menghasilkan Komandan Tinggi
Belanda di Bandung, Myor Jenderal Engels, mendesak pasukan Westerling untuk
meninggalkan kota Bandung. Memerintahkan penangkapan terhadap Westerling dan
Sultan Hamid II, di mana Westerling melarikan diri ke Singapura dan kembali ke
Belanda, sedangkan Sultan Hamid II berhasil ditangkap tanggal 5 April 1960.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam ilmu-ilmu social dikenal dun pendekatan yang saling bertentangan untuk
memandang massyarakat. Kedua pendekatan ini meliputi pendekatan struktural-
fungsional (konsensus) dan pendekatan struktural konflik. Pendekatan konsensus
berasumsi masyarakat mencangkup bagian-bagian yang berbeda fungsi ntapi
berhubungan satu sama lain secara fungsional. Kecuali itu, masyarakat terintegrasi atas
dasar suatu nialai yang disepakati bersama sehingga masyarakat selalu dalam keadaan
keseimbangan dan harmonis. Lalu pendekatan konflik berasumsi masyarakat
mencangkup berbagia bagian yang memiliki kepentingan yang saling bertentangan.

Konflik dikelompokkan menjadi dua tipe, kedua tipe ini meliputi konflik positif dan
konflik negative, yang dimaksud dengan konflik positif adalah konflik yang tak
mengancam eksistensi system politik, yang biasanya disalurkan lewat mekanisme
penyelesaian konflik yang disepakati bersama dalam konstitusi, Mekanisme yang
dimaksud adalah lembaga- lembaga demokrasi, seperti partai politik, badan-badan
pewakilan rakyat, pengadilan, pemerintah, pers, dan foru-forum terbuka lainnya.
Tuntutan seperti inilah yang dimaksud dengan konflik yang positif.
Referensi:
Notosusanto, Nugroho dan Marwati Djoened Poesponegoro. (2019). Sejarah Nasional
Indonesia VI Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia (1942-1998). Jakarta:
Balai Pustaka.
Kahin, George McTurnan. (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca,
NY: Cornel University Press.
Drs. Arbi Sanit., 1985 Perwakilan Politik Indonesia. Jakarta: CV Rajawali,
Huntington, Samuel P., 2003, Tertib Politik di Tengah Pergeseran Massa. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Inu Kencana Syafe'l, 1998, Pengantar Ilmu Politik, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Rumlan Surbakti.. 1992, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Gidiasarana
Indonesia.
Tholkhah, Imam., 2001. Anatomi Konflik Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo
Saefulloh, Eep Fatah., 1988, Posisi Agama Islam dan Negara, Jakarta: Ghalia
Indonesia,Persada

Anda mungkin juga menyukai