Antagonisme adalah unsur yang paling penting dalam politik; karena antagonisme
ada, maka harus ada usaha untuk menghilangkan atau menguranginya guna mencapai
integrasi sosial. Antagonisme politik menurut Duverger merupakan unsur yang paling
penting dalam politik; karena antagonisme ada, maka harus ada usaha (berbagai komunitas
kelompok lawan) lain untuk menghilangkannya atau sekurang-kurangnya untuk
menguranginya guna mencapai integrasi sosial. Sudut pandang antagonisme politik, bagi
kaum konservatitradisional; adalah perjuangan untuk merebut kekuasaan untuk
menempatkan elite mereka yang mampu melaksanakan kekuasaan- melawan massa-
mereka yang menolak untuk mengakui superioritas alami dari elite dan haknya untuk
memerintah. Artinya, ada ras-ras superior, yang ditentukan untuk berkuasa, dan ras-ras
inferior yang bisa berpartisipasi dalam proses peradaban hanya dibawah bimbingan ras-ras
superior.
2. Seorang Myron Weiner mengajukan dua strategi yang mungkin ditempuh oleh suatu
negara. Ia menamakan masing-masing strategi itu sebagai “asimilasi” dan “ persatuan dalam
keanekaragaman” di indonesia kita mengenal bhineka tunggal ika “ berbeda-beda tetapi
tetap satu”. Jadi ini adalah strategi yang diajukan oleh weiner kepada suatu negara yang
tingkat heterogenitasnya sangat tinggi, seperti halnya indonesia. Indonesia tentu
dihadapkan pada masalah yang cukup berat ketika proses integrasi politik itu terjadi, akibat
masyarakatnya yang heterogen. Berbagai solusi untuk menangani masalah integrasi politik di
indonesia adalah melalui kebijakan-kebijakannya yang sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakat yang di hadapi. Namun di sisi lain juga indonesia masih sulit untuk membendung
konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat yang heterogen dalam proses integrasi politik.
Mereka yang memberontak ini juga justru mempunyai pengaruh yang kuat dalam
menggoyahkan kehidupan bernegara. Diindonesia cukup banyak kelompok pemberontak
yang melawan proses integrasi sosial diantaranya yang terdahulu ada DI/TII, NII, Darul Islam,
PKI dan yang masih menjadi
3. Banyak hal mewarnai pesta demokrasi di indonesia sejak tahun 2014-2019, mulai
dari hal yang menggelitik sampai pada konflik antar golongan/kubu pendukung capres-
cawapres hingga pemilihan pejabat daerah. Sangat besar pengaruh pesta politik di indonesai
sehingga hubungan persaudaraan dan pertemanan yang terjalin lama retak dan bubar hanya
karena pertarungan calon presiden maupun calon pejabat negara dan daerah, begitu
fanatiknya mereka mendukung dan membela para kandidat yang bertarung di panggung
politik menyebabkan silaturahmi menjadi putus. Kemudia konflik juga terjadi pada kubu elit
politik yang mengusung kadernya di panggung politik, yang seharunya dilakukan dalam
medan politik saja sudah merembet panjang karna adanya pihak yang merasa tidak puas
atas hasil yang di dapat. Iini menunjukkan bahwa indonesia sendiri sebagai negara
demokrasi ke tiga didunia nyatanya belum dewasa dalam berpolitik dan berdemokrasi.
Saling klaim kebenaran, saling adu argumen dan pemikiran berlanjut hingga jauh setelah
pesta demokrasi selesai dilaksanakan, menyisahkan kubu pro dan kontra terhadap calon
pasangan yang menang. Ini tentu menjadi PR besar baig indonesia dalam berdemokrasi,
tentu masih seumur jagung demokrasi indonesia sejak 16 tahun reformasi bergulir, namun
dibutuhkannya masyarakat yang cerdas dan melek akan politik dan dewasa dalam berpolitik
adalah sangat-sangat penting indonesia agar menjadi negara demokrasi yang baik dan dapat
di contoh oleh negara lainnya.