Anda di halaman 1dari 2

1. Dua orang sarjana barat, James J.

Coleman dan Carl G Rosberrg, melihat integrasi


politik sebagai suatu bagian dari integrasi nasional. Dalam pandangan mereka, integrasi
nasional memiliki dua dimensi yaitu vertikal (atau elite-massa) dan dimensi horizontal (atau
territorial). Konsep integrasi politik mencakup masalah yang ada di dalam bidang yang
vertikal. Dalam pengertian ini, perbedaan yang mungkin ada antara elite dan massa dalam
rangka pengembangan suatu proses politik terpadu dan masyarakat politik yang
berpartisipasi. Integasi politik adalah suatu proses yang mengandung bobot-bobot politik,
sehingga secara otomatis proses itu bersifat politik pula. Oleh sebab itu, integrasi politik bisa
mencakup bidang vertical atau horizontal saja, atau campuran antara keduanya. Integrasi
politik melibatkan dua masalah. Pertama, bagaimana membuat rakyat tunduk dan patuh
pada tuntutan negara. Kedua, bagaimana meningkatkan konsensus normatif yang mengatur
tingkah laku politik masyarakat atau individu-individu yang ada didalamnya. Intergrasi politik
secara sederhana adalah proses membetuk bagian-bagian dari suatu bangsa ditingkat global
atau regional menjadi satu kesatuan diantara unit-unit nasional yang terpisah. Integrasi
merupakan usaha untuk dan wujud mempersatukan masyarakat.intergrasi politik itu sendiri
adalah tujuan dari pembangunan politik.

Antagonisme adalah unsur yang paling penting dalam politik; karena antagonisme
ada, maka harus ada usaha untuk menghilangkan atau menguranginya guna mencapai
integrasi sosial. Antagonisme politik menurut Duverger merupakan unsur yang paling
penting dalam politik; karena antagonisme ada, maka harus ada usaha (berbagai komunitas
kelompok lawan) lain untuk menghilangkannya atau sekurang-kurangnya untuk
menguranginya guna mencapai integrasi sosial. Sudut pandang antagonisme politik, bagi
kaum konservatitradisional; adalah perjuangan untuk merebut kekuasaan untuk
menempatkan elite mereka yang mampu melaksanakan kekuasaan- melawan massa-
mereka yang menolak untuk mengakui superioritas alami dari elite dan haknya untuk
memerintah. Artinya, ada ras-ras superior, yang ditentukan untuk berkuasa, dan ras-ras
inferior yang bisa berpartisipasi dalam proses peradaban hanya dibawah bimbingan ras-ras
superior.

SEBAB-SEBAB ANTAGONISME POLITIK

A. Sebab-Sebab Individual Menurut teori sosiologi politik Maurice Duverger, dalam


setiap komunitas manusia ditilik dari kecerdasan pribadinya, memang ada yang lebih
berbakat dibanding yang lain dalam memimpin. Meski teori-teori yang menganggap
perbedaan-perbedaan individual di dalam bakat sebagai faktor primer dalam konflik-konflik
politik sangat berbeda, akan tetapi mereka mempunyai satu titik kesepakatan yakni,
beberapa individu lebih berbakat dari yang lain. Dan bahwa mereka yang kurang berbakat
mencoba menghalangi kemunculannya. Ada dua jenis sebab-sebab individual di dalam
pergolakan politik. Pada satu pihak, perbedaan ada di dalam bakat alami di kalangan
manusia dan di pihak lain, tergantung daripada kecenderungan-kecenderungan psikologis.
Bakat - Bakat IndividuBakat-bakat individu/pribadi ini berasal dari faktor-faktor biologis
menurut konsep Charles Darwin tentang struggle for life. Menurut Darwin dalam Origin of
Species (1859), setiap individu harus bertempur melawan yang lain untuk kelangsungan
hidup, dan hanya yang paling mampu berhasil. Proses seleksi alam ini menjamin
terpeliharanya spesis maupun pemeliharaannya. Tokoh SYL dan HAS, sedang berada di
medan struggle for life, karena mereka masing-masing sebagai pemimpin sebuah “koloni”
yang memiliki prinsip: kekalahan berarti musnahnya spesis dan koloni. Teori Darwin adalah
ekuivalen biologis dari filsafat Borjuis yang doktrinnya tentang persaingan bebas adalah
manifestasi ekonomisnya; perjuangan bagi eksistensi dengan demikian menjelman menjadi
perjuangan untuk memuaskan kebutuhan manusia. Didalam arena politik, dia menjadi
“perjuangan untuk posisi utama” (struggle for preeminence) (G.Mosca), dan ini menjadi
basis teori tentang Elite: bahwa persaingan merebut kekuasaan akan memunculkan yang
terbaik, yang paling mampu, dan mereka yang mampu memerintah.

2. Seorang Myron Weiner mengajukan dua strategi yang mungkin ditempuh oleh suatu
negara. Ia menamakan masing-masing strategi itu sebagai “asimilasi” dan “ persatuan dalam
keanekaragaman” di indonesia kita mengenal bhineka tunggal ika “ berbeda-beda tetapi
tetap satu”. Jadi ini adalah strategi yang diajukan oleh weiner kepada suatu negara yang
tingkat heterogenitasnya sangat tinggi, seperti halnya indonesia. Indonesia tentu
dihadapkan pada masalah yang cukup berat ketika proses integrasi politik itu terjadi, akibat
masyarakatnya yang heterogen. Berbagai solusi untuk menangani masalah integrasi politik di
indonesia adalah melalui kebijakan-kebijakannya yang sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakat yang di hadapi. Namun di sisi lain juga indonesia masih sulit untuk membendung
konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat yang heterogen dalam proses integrasi politik.
Mereka yang memberontak ini juga justru mempunyai pengaruh yang kuat dalam
menggoyahkan kehidupan bernegara. Diindonesia cukup banyak kelompok pemberontak
yang melawan proses integrasi sosial diantaranya yang terdahulu ada DI/TII, NII, Darul Islam,
PKI dan yang masih menjadi

3. Banyak hal mewarnai pesta demokrasi di indonesia sejak tahun 2014-2019, mulai
dari hal yang menggelitik sampai pada konflik antar golongan/kubu pendukung capres-
cawapres hingga pemilihan pejabat daerah. Sangat besar pengaruh pesta politik di indonesai
sehingga hubungan persaudaraan dan pertemanan yang terjalin lama retak dan bubar hanya
karena pertarungan calon presiden maupun calon pejabat negara dan daerah, begitu
fanatiknya mereka mendukung dan membela para kandidat yang bertarung di panggung
politik menyebabkan silaturahmi menjadi putus. Kemudia konflik juga terjadi pada kubu elit
politik yang mengusung kadernya di panggung politik, yang seharunya dilakukan dalam
medan politik saja sudah merembet panjang karna adanya pihak yang merasa tidak puas
atas hasil yang di dapat. Iini menunjukkan bahwa indonesia sendiri sebagai negara
demokrasi ke tiga didunia nyatanya belum dewasa dalam berpolitik dan berdemokrasi.
Saling klaim kebenaran, saling adu argumen dan pemikiran berlanjut hingga jauh setelah
pesta demokrasi selesai dilaksanakan, menyisahkan kubu pro dan kontra terhadap calon
pasangan yang menang. Ini tentu menjadi PR besar baig indonesia dalam berdemokrasi,
tentu masih seumur jagung demokrasi indonesia sejak 16 tahun reformasi bergulir, namun
dibutuhkannya masyarakat yang cerdas dan melek akan politik dan dewasa dalam berpolitik
adalah sangat-sangat penting indonesia agar menjadi negara demokrasi yang baik dan dapat
di contoh oleh negara lainnya.

Anda mungkin juga menyukai