Anda di halaman 1dari 4

Is there any study of strategy?

Strategi merupakan satu hal yang penting bagi suatu usaha dalam mencapai sebuah tujuan. Pada awalnya, strategi ini dikenal dengan sangat berhubungan erat dengan aspek militer. Hal ini karena awalnya strategi hanya digunakan oleh militer untuk menghadapi sebuah peperangan. Dan pada awalnya pula strategi diistilahkan dengan The Art of Leading An Army. Namun, seiring berakhirnya Perang Dingin, banyak yang menanggap bahwasanya strategi tidak hanya dapat digunakan dalam dunia militer saja namun juga dalam semua aspek kehidupan sebenarnya sangat membutuhkan sebuah strategi yang harus terpikirkan secara matang. Urgensi dari strategi inilah yang kemudian memunculkan kajian tersendiri mengenai strategi yang dalam kehadirannya, studi tentang strategi ini mengalami berbagai perkembangan yang bersifat dinamis. Sebelum menjawab pertanyaan mengenai ada atau tidaknya studi yang membahas mengenai strategi, akan dijelaskan lebih dahulu mengenai definisi studi strategis lebih dalam dan juga perkembangan dari studi strategi itu sendiri. Studi strategis adalah studi yang merupakan salah satu cabang lebih lanjut dari ilmu sosial. Studi strategis sendiri mengadopsi perspektif dari aktor individu dibawah sebuah sistem dan memahami lingkungannya dan membentuknya menjadi kebutuhan mereka sebaik mungkin (Freedman, 2007). Dengan kata lain, studi ini akan menjelaskan mengenai bagaimana membuat pilihan-pilihan yang didasari pilihan yang cermat untuk mendapatkan hasil, tujuan ataupunoutcome terbaik. Namun, dalam perkembangan studinya, studi strategis ini tak memiliki sebuah akar untuk dijadikan sebuah disiplin ilmu. Karena hal tersebut, studi strategis ini kemudian oleh sebagian orang hanyalah dianggap sebagai sebuah pendekatan intelektual dengan ruang lingkup khusus. Hal ini juga yang menyebabkan studi tentang strategi hanyalah sebatas cabang pembelajaran dari ilmu sosial. How strategic is it ? Clausewitz (1976) menyatakan bahwa strategi merupakan the art of engagement. Seorang strategis harus menciptakan suatu perencanaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan dalam rangka mengamankan lintasan menuju tujuan, sekaligus terlibat dalam implementasi perencanaan tersebut. Lawrence Freedman (2007) dalam tulisannya membahas mengenai studi strategis dan perkembangannya. Untuk mengukur sestrategis apakah studi strategis yang tengah berkembang, diperlukan parameter yang jelas, yakni (1) adanya interseksi berbagai disiplin dalam studi tersebut, (2) memiliki cakupan luas dari strategi perang hingga strategi bisnis, (3) seimbang dalam orientasi serta antara teori-praktik dan art-science (Susanto, 2012). Freedman (2007) mengemukakan bahwa pada masa Perang Dunia I dan beberapa waktu setelahnya, orientasi studi strategis yang dikembangkan lebih bersifat militeristik. Scholar studi strategis kala itu dihadapkan pada pengelolaan strategi yang tepat untuk memenangkan atau menghindarkan peperangan. Oleh karena itulah, pengembangan studi strategis lebih banyak dilakukan di luar bangku universitas. Ketika perang dingin yang menandai berawalnya era termonuklir dan rivalitas duasuperpower, studi strategis memperluas cakupannya dengan mengembangkan kajian mengenai penetapan kebijakan (policy) strategis. Perimbangan antara teori dan praktik juga nampak ketika universitas-universitas yang ada di Amerika Serikat berlomba-lomba mengajukan inovasi-inovasi kepada pemerintah dan kebijakannya dalam rangka mempertahankan keamanan nasional kala negara tersebut menghadapi perang dingin. Usai perang dingin dimana dunia menjadi semakin interdependen dan isu-isu global kianinterconnected dan kompleks, kajian-kajian dalam studi strategis pun menjadi kian strategis. They took in practical subjects and moved beyond established disciplinary boundaries (Freedman,

2007:357). Namun, hal ini seringkali menimbulkan bias ketika studi strategis yang cakupannya begitu luas harus menyesuaikan fokus kajian di universitas yang dinilai jauh lebih sempit. Hal inilah yang kemudian menjadikan studi strategis sebagai pendekatan intelektual semata dalam masalah tertentu, daripada sebagai suatu bidang kajian distingtif.

To what extent has it been developed so far? Seperti yang telah dijelaskan pada sub tema sebelumnya bahwa dalam perkembanganya studi strategis berkembang setelah perang dunia I. Awalnya studi ini banyak mendapat penggaruh dari studi-studi ilmu non-sosial seperti fisika serta teknik. Studi ini sendiri baru dapat didirikan pada masa perang dingin dan mulai masuk sebagai sebuah ranah akademik walaupun belum ada kurikulum khusus yang mengatur mengenai studi strategi ini. Dalam masa perang dingin inilah kemudian studi strategi sangat dipengaruhi oleh adanya konsep detterence yang kita tahu bahwa konsep tersebut menjadi salah satu topik utama dalam masa perang dingin (Freedman, 2007). Pada masa ini strategi yang memiliki pemikiran yang cukup luas dengan unsur utama seperti isu keamanan dunia, lingkungan, bahkan menyangkut prediksi atau kemungkinan terjadinya perang dunia III sekalipun. Setelah perang dingin berakhir dengan kemenangan pihak Amerika Serikat maka studi ini kemudian mengalami pengerucutan atau spesifikasi lingkup yang lebih berfokus pada teori dan metodologi saja (Freefman, 2007). Inilah yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ketika studi strategis yang cakupannya semakin begitu luas harus menyesuaikan fokus kajian di universitas yang dinilai jauh lebih sempit, hal tersebut menyebabkan studi strategi menjadi terkesan sebatas pendekatan. Pada kelanjutannya studi strategis memberikan perhatian pada aktor internasional. Dalm hal ini yang dimaksud adalah berkaitan dengan keputusan-keputusan apa yang akan mereka ambil untuk memecahkan sebuah permasalahan, sikap waspada yang harus mereka miliki dan kemampuan memahami kekuatan dan kelemahan lawan dengan cermat, sehingga para aktor mampu untuk mengalahkan rival atau lawan politiknya, Studi ini juga memiliki hubungan yang dekat dengan pendekatan tradisional seperti realisme dan konstruktifis. Ini dapat dibuktikan dengan studi strategis yang mempelajari cara mengalahkan lawan politik dan memiliki anggapan bahwa tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam dunia politik(Freedman, 2007). Selain itu studi strategis juga mempelajari bagaimana pentingnya antara keterkaitan hasil akhir dan cara-cara yang digunakan untuk mempengaruhi hasil dari sebuah kesepakatan dan konflik ( Freedman, 2007) Selain berkaitan dengan studi Hubungan Internasional yang notabene interaksi antar actor internasional, studi strategi juga kemudian berkembang dalam bidang studi ekonomi. Hal ini dapat terlihat dari adanya studi strategi yang mulai diaplikasikan dalam bidang manajemen bahkan kini justru lebih banyak literatur tentang strategi dalam departemen manajemen dibandingkan dengan departemen HI sendiri (Freedman, 2007). Perkembangan studi strategi ini dalam ilmu sosial tidak dapat pesat akibat adanya hambatan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebenarnya strategi dianggap sebagai atheoretical, yakni lebih bersifat implisit dan belum berkembang (Freedman, 2007). Sehingga kaum praktisi menganggap bahwa perumusan konsep dan teori studi strategi dalam cakupan akademik dirasa kurang memadai untuk dapat mengikuti perkembangan dunia internasional yang semakin dinamis. Meskipun dianggap kurang berkembang oleh kaum praktisi, namun studi strategi ini tidak serta merta dikatakan berhenti. Studi strategi tetap memiliki peran dan perkembangan dalam kaitannya dengan hubungan internasional. Perkembangan ini didasarkan atas perkembangan zaman dan

dinamika hubungan internasional itu sendiri ketika kita tahu bahwa dalam dunia internasional saat ini masalah yang timbul tidak hanya berupa ancaman keamanan melainkan juga isu mengenai ekonomi, sosial, serta lingkungan yang muncul turut mengembangkan studi strategi itu sendiri. Sebagai tambahan, studi strategi juga ini dianggap penting untuk diaplikasikan daripada hanya menggunakan aspek kekerasan semata. Besarnya kemungkinan penggunaan kekerasan mempunyai dampak yang penting dalam usahanya untuk mengembangkan teori umum mengenai strategi yang mampu menangani segala macam situasi politik (Freedman, 2007). Adanya ancaman kekerasan inilah yang kemudian memicu timbulnya strategi dan studi strategi memainkan peranan penting di dalamnya. Pembahasan mengenai perkembangan studi strategi diatas membawa kita pada kesimpulan bahwa pada dasarnya studi strategis memang dominan dalam ranah militeristik. Namun, dengan berjalannya waktu seiring dengan munculnya era globalisasi, interdependensi dan kompleksitas hubungan antar negara membawa studi strategi untuk tidak hanya terpaku pada stategi berperang, namun ia memiliki substansi perkembangan ilmu yang strategis dan semakin meluas ke berbagai bidang, baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Studi Kasus: Lobi Meja Makan Jokowi Joko Widodo atau akrab dipanggil Jokowi, walikota Solo ternyata memiliki kemampaun sebagai seorang strategis. Pada awal masa pemerintahannya di Solo tahun 2005 silam, ia telah dihadapkan pada permasalahan tentang tata kelola kota Solo. Saat ia mengadakan survei kepada sebagian masyarakat Solo tentang apa yang paling diinginkan oleh masyarakat, ternyata permintaan yang muncul ialah penataan kota Solo dengan memindahkan Pedagang Kaki Lima (PKL) di sepanjang pinggir jalan di pusat kota. Walaupun keinginan masyarakat ini sesuai dengan keinginan Jokowi untuk menjadikan Solo layaknya Singapura, namun memindahkan PKL bukanlah perkara mudah bagi seorang walikota Solo, terbukti oleh tiga walikota sebelumnya yang telah lebih dulu gagal dalam urusannya dengan PKL. Menanggapi permintaan tersebut, kemudian Jokowi menggunakan sebuah strategi yang memang membutuhkan waktu yang cukup lama dan juga kesabaran. Ia menggunakan istilah Lobi Meja Makan untuk membujuk kesedian relokasi para PKL. Dalam melancarkan aksinya, Jokowi mengajak makan para koordinator PKL yang berjunlah 11 orang di Loji Gandrung, rumah dinas walikota. Pada pertemuan pertama, Jokowi sama sekali tidak menyinggung masalah relokasi. Kegiatan makan bersama dan silaturahim ini berlangsung hingga 53 kali dan itupun Jokowi mnasih tidak menyinggung masalah relokasi PKL. Hingga pada pertemuan yang ke 54, Jokowi kemudian mengutarakan niatanya untuk merelokasi PKL. Uniknya, saat ia mengutarakan usulannya, tidak ada satupun orang yang menolak usulan tersebut. Mereka sepakat dengan uusulan tersebut asalkan mereka dicarikan tempat baru untuk berdagang. Jokowi pun berjanji untuk mencarikan tempat lain yang lebih bagus dan lebih strategis dengan biaya retribusi hanya sebesar 2.600 rupiah perharinya. Dengan retribusi sebesar itu, modal pembangunan tempat relokasi sebesar 9,8 Milyar akan kembali dalam waktu sembilan tahun. Bukan hanya itu, Jokowi juga bersedia untuk membantu mempromosikan tempat berdagang yang baru selama empat bulan di media loka, serta memperluas akses jalan menuju tempat relokasi bahkan membuat angkutan umum baru. Sebagai hasilnya, Joko berhasil menata ulang pasar di antaranya Pasar Klitikan Notoharjo, Pasar Nusukan, Pasar Kembalang, Pasar Sidodadi, Pasar Gading, pusat jajanan malam Langen Bogan, serta pasar malam Ngarsapura. Saat relokasi dilakukan, Joko Widodo menggelar arak-arakan sepanjang jalan menuju Pasar Klitikan dengan iringan musik kleningan khas Solo.

Tidak hanya itu, Joko juga menghadirkan Prajurit Keraton agar timbul rasa kebanggaan pada diri para PKL. Faktanya, para PKL sangat legowo saat pindah lokasi ke tempat yang baru. Bahkan konsumsi dan perlengkapan arak-arakan mereka biayai sendiri. Ini jarang terjadi di daerah lain yang biasanya relokasi selalu bersinggungan dengan kekerasan. Sebanyak 989 PKL dipindah tanpa gejolak, bahkan secara antusias para PKL itu mendukung program pemerintah dengan suka cita. Ini merupakan sebuah terobosan yang mengagumkan. Dalam salah satu wawancara dengan media lokal, Joko Widodo menyatakan bahwa para PKL itu bersedia pindah bukan karena mereka sudah diajak makan, namun karena para PKL itu merasa dimanusiakan oleh pemimpinnya (Robby, 2010).

Analisis: Cerita di atas merupapak sebuah contoh bagaiman studi strategi tidak hanya diaplikasikan dalam ranah militer ataupun perang. Tuntutan kompleksitas permasalahan manusia yang sangat luas menuntut strategi untuk diaplikasikan dalam setiap lini kehiuspan manusia. Sepertihalnya cerita Joko Widodo diatas, ia mengaplikasikan strategi komunikasi lobbying dalam menanagani masalah PKL di Solo. Hal ini membuktikan bahwa perkembangan penggunaan strategi sebagai tool atau way telah merambah pada berbagai aspek yang lebih luas.

Referensi : Buku : Clausewitz, Carl Von (1976, rev.1984). On War. diedit dan diterjemahkan oleh Michael Howard danPeter Paret. Princeton: Princeton University Press. Freedman, Lawrence. 2007. The Future of Strategic Studies. Milana, Robby. 2010. Komunikasi Politik Waki Kaki Lima Joko Widodo. Magister Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta. Lain-lain : Susanto, Joko. 7 Maret 2012. Kuliah Minggu II Strategi dan Tata Kelola Strategis Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai