Serentak 2020
Prolog
Istilah strategi dalam kamus bahasa Indonesia di artikan sebagai rencana yang cermat
mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Menurut Steinberg yang di kutip oleh Venus,
strategi di artikan sebagai rencana untuk tindakan, penyusunan dan pelaksanaan strategi
mempengaruhi sukses atau gagalnya strategi pada akhirnya. Liddle Hart berpendapat bahwa ada
beberapa asensi dari strategi antara lain sebagai berikut. (Venus, 2004):
1) Atur tujuan sesuai dengan makud
2) Selalu tetapkan sasaran dalam pikiran
3) Pilih harapan yang paling mungkin
4) Berani melawan yang paling mungkin untuk di lawan
5) Ambil arah operasi yang menawarkan alternatif obyektif
6) Pastikan bahwa antara rencana dan formasi strategi sifatnya fleksibel dan adaptif dengan
waktu dan keadaan mendadak.
Di era reformasi pada saat ini, partai politik menjadi perpanjangan tangan rakyat dalam
menyalurkan aspirasinya ke pemerintah. Namun pada saat sekarang, peran partai politik di
Indonesia sebagai penyambung lidah rakyat tidak terlihat, peran rakyat hanya sebatas
memberikan pilihannya pada saat pemilu. Selain itu partai politik juga sering mempertontonkan
perilaku politik yang buruk yang membuat rusak demokrasi dan membuat rakyat menjadi
antipasti terhadap partai politik. Hal ini di tandai dengan semakin menurunnya angka partisipasi
rakyat terhadap pemilu, baik itu legislatif maupun pemilihan kepala daerah.
Menurut Michael G. Roskin (1997) partai politik berfungsi sebagai alat dalam hubungan
rakyat dengan pemerintah, yaitu sebagai mediator antara kebutuhan dan keinginan warga Negara
dan responsivitas pemerintah dalam mendengar tuntutan rakyat. Kemampuan partai politik
memperjuangkan aspirasi rakyat akan menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap
keberadaan partai politik didalam institusi pemerintahan. Sedangkan Firmanzah (2008)
menjelaskan bahwa partai politik yang dapat dipercaya rakyat adalah partai yang mampu
berinteraksi dengan rakyat secara intensif. Dengan interaksi tersebut, partai politik dapat
memahami dan memecahkan permasalahan yang di hadapi masyarakat.
Krisis kepercayaan masyarakat terhadap partai politik bersumber dari gagalnya partai
politik dalam dalam melakukan proses rekrutmen dan kaderisasi. Sehingga yang akhirnya tampil
di panggung politik adalah orang-orang yang tidak jelas kapasitas serta moralnya (Suharyanto,
2014). Bagi masyarakat partai politik tidak bermanfaat positif untuk perbaikan bangsa dan
Negara, justru merusak tatanan hukum dan demokrasi serta menciptakan kondisi politik yang
tidak beraturan. Maka dari itu, sudah seharusnya setiap partai politik wajib memiliki strategi
untuk dapat mendulang suara yang signifikan dari konstituen, dengan konsep pemenangan yang
terfokus guna untuk memenangkan partainya, baik melalui pengorganisasian dan konsolidasi
kader, penguasaan terhadap kondisi objektif yang ada dalam areal pertarungan politik.
Pada saat ini nyaris tidak ada satu pun bidang kehidupan manusia yang terlepas dari
istilah strategi. Bidang-bidang seperti pendidikan, politik, bisnis, pertanian, olahraga,
kebudayaan, militer dan bahkan hubungan antar bangsa merupakan beberapa contoh segi
kehidupan manusia yang selalu dilekatistrategi dalam pencapaian tujuantujuannya. Istilah
strategi (strategy) menurut Salusu berasal dari kata Yunani strategos atau strategus dengan kata
jamak strategi. Strategos berarti jenderal tetapi dalam Yunani kuno sering berarti perwira negara
(stateofficer) dengan fungsi yang luas. Pada abad ke ke-5 SM sudah dikenal adanya Boardof Ten
Strategy di Athena, mewakili 10 suku di Yunani. Hingga abad ke -5, kekuasaan politik terutama
politik luar negeri dari kelompok strategi itu semakin meluas (1996:85).
Dengan mengutip pendapat Maurice Matloff, dikemukakan lebih lanjut bahwa dalam arti
sempit, strategi berarti the art of the general (seni jenderal). Dalam zaman Yunani kuno jenderal
dianggap bertanggung jawab dalam suatu peperangan, kalah atau menang. Ia secara terus
menerus membina pasukannya dengan keterampilan berperang, memahami medan peperangan,
memanfaatkan peluang yang memungkinkan pasukannya memperoleh kemenangan, memberi
motivasi kepada pasukannya sebelum dan sesudah berperang serta bagaimana berunding dengan
penguasa logistik dan sumber daya lain. Penggunaan istilah strategi lebih memperoleh tempat di
kalangan militer pada akhir abad ke 18, ketika peperangan masih relatif sederhana dan terbatas.
Istilah strategems kala itu populer dikalangan perwira, yaitu bagaimana seorang jenderal
melakukan tipu daya terhadap musuhnya, melalui rencana operasi, antara lain menggerakkan
pasukan ke medan perang. Kemudian pada abad ke 19 dan 20 faktor militer telah bercampur
dengan faktorfaktor politik, ekonomi, teknologi dan psikologi.
Pada saat ini istilah strategi telah digunakan secara luas bukan hanya pada organisasi
bisnis/ perusahaan, tetapi juga pada bidang-bidang kegiatan manusia lainnya, termasuk dalam
pengelolaan kegiatan politik dan pemerintahan negara. Beberapa ahli mendefinisikan atau
memberikan arti kepada strategi, diantaranya sebagai berikut:
Berdasarkan pendapat para pakar tersebut sangat jelas kiranya betapa sangat vitalnya
keberadaan strategi bagi keberlangsungan hidup organisasi terutama dalam kaitannya dengan
pencapaian tujuan-tujuannya. Istilah strategic management oleh para ahli diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia menjadi beberapa istilah dengan aneka ragam penulisannya, diantaranya
manajemen strategis, manajemen strategi, manajemen strategik, dan manajemen stratejik.
Beberapa ahli telah mengemukakan pendapat atau definisi tentang manajemen strategik,
diantaranya sebagai berikut:
Terkait dengan rencana, sasaran dan tujuan organisasi, Barry Bozeman dan Jeffrey D.
Straussman, sebagaimana dikutip Hughes (1994:180) mengemukakan bahwa strategic
management is guided by four principles: (1) concern with long term, (2) integration of goals
and objectives into a coherent hierarchy, (3) recognition that strategic management and
planning are not self-implementing, and most important, (4) an external perspective
emphasising not adapting to the environment but anticipating and shaping of environmental
change.
Dikemukakan lebih lanjut oleh David bahwa, ahli strategi dalam organisasi politik
beroperasi dengan otonomi strategis yang lebih besar kepentingaannya dibandingkan dengan
organisasi lainnya. Organsasi politik pada umumnya dapat melakukan diversifikasi ke dalam
setiap persoalan. Ahli strategi politik biasanya hanya mendapat banyak kebebasan dalam melihat
dan memainkan isu demi mencapai kepentingannya. Isu strategis harus didiskusikan dan
diperdebatkan dalam media dan dewan perwakilan. Isu dijadikan politik, akibatnya alternatif
pilihan strategis menjadi beragam (2004:65).
Lingkungan Organisasi
Apabila ingin tampil dengan secara efektif dalam mencapai tujuan-tujuannya dan
memiliki keunggulan kompetitif, maka organisasi harus berinteraksi dengan setiap
perkembangan lingkungan secara responsif. Tak terkecuali parpol, sehingga dirinya benar-benar
dituntut untuk melakukan apa yang dalam perspektif manajemen strategik oleh Hunger dan
Wheelen (1996:113) dinamakan sebagai pengamatan/ pemindaian lingkungan (environmental
scanning). Aktivitas ini merupakan salah satu tahap penting dari keseluruhan proses manajemen
strategik, serta merupakan alat manajemen untuk menghindari kejutan strategis dan memastikan
kesehatan manajemen dalam jangka panjang.
Selain pemangku kepentingan utama/ primer, Post dkk. juga menyebut adanya pemangku
kepentingan sekunder (secondarystakeholders). Dikemukakannya bahwa secondary stakeholders
are those people and groups in society who are affected, directly or indirectly, by the company’s
primary activities and decisions. They include the general public, various levels of government,
social activist groups, and others (1999:10). Sejalan dengan pandangan tersebut, di luar
organisasi menurut Siagian (1995:2) terdapat berbagai kelompok yang berkepentingan yang juga
harus dipuaskan oleh manajemen puncak. Mereka adalah para pemasok, para distributor dan
agen, dan pemerintah. Dan sebagai bagian dari struktur politik, dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan negara, maka eksistensi parpol sangat dituntut kinerja dan kiprah nyatanya.
Iddeologi : Nasionalis
Visi
Indonesia yang merdeka sebagai negara bangsa, berdaulat secara ekonomi, dan bermartabat
dalam budaya.
Misi
1. Membangun Politik Demokratis Berkeadilan berarti menciptakan tata ulang demokrasi yang
membuka partisipasi politik rakyat dengan cara membuka akses masyarakat secara
keseluruhan. Mengembangkan model pendidikan kewarganegaraan untuk memperkuat
karakter bangsa, serta melakukan perubahan menuju efisiensi sistem pemilihan umum.
Memantapkan reformasi birokrasi untuk menciptakan sistem pelayanan masyarakat.
Melakukan reformasi hukum dengan menjadikan konstitusi UUD 1945 (Undang-Undang
Dasar tahun seribu sembilan ratus empat puluh lima) sebagai kontrak politik kebangsaan.
2. Menciptakan Demokrasi Ekonomi melalui tatanan demokrasi ekonomi maka tercipta
partisipasi dan akses masyarakat dalam kehidupan ekonomi negara, termasuk di dalamnya
distribusi ekonomi yang adil dan merata yang akan berujung pada kesejahteraan seluruh
rakyat Indonesia. Dalam mewujudkan cita-cita ini maka perlu untuk mendorong penciptaan
lapangan kerja, sistem jaminan sosial nasional, penguatan industri nasional, serta mendorong
kemandirian ekonomi di tingkat lokal.
3. Menjadikan Budaya Gotong Royong sebagai karakter bangsa. Dalam mewujudkan ini maka
sistem yang menjamin terlaksananya sistem pendidikan nasional yang terstruktur dan
menjamin hak memperoleh pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Menyelenggarakan
pendidikan kewarganegaraan yang menciptakan solidaritas dan soliditas nasional, sehingga
seluruh rakyat Indonesia merasakan cita rasa sebagai sebuah bangsa dan menjadikan gotong
royong sebagai amalan hidup keseharian. Kebudayaan ini akan menciptakan karakter bangsa
yang bermartabat dan menopang kesiapan Negara dalam kehidupan global.
Tujuan
(AD Partai NasDem pasal 8): Partai NasDem bertujuan mewujudkan masyarakat yang
demokratis, berkeadilan dan berkedaulatan.
Dalam rangka ini, pengurus Partai NasDem secara internal harus dengan penuh
kejujuran dan ketelitian mengidentifikasi dan menganalisis berbagai faktor strategis internal
organisasi. Diantaranya adalah anggota/kader parpol terutama yang telah secara intensif
mengikuti berbagai aktivitas kaderisasi berjenjang, segenap jajaran struktural parpol pada semua
lini organisasi dari tingkat pimpinan pusat/ nasional sampai dengan ke tingkat paling bawah
(desa/kelurahan), berbagai organisasi sayap/ organisasi kemasyarakatan underbouw pada
berbagai segmen kehidupan masyarakat yang tidak kalah penting kontribusinya bagi upaya
membesarkan parpol, serta individu tertentu dan kelompok-kelompok lain di masyarakat yang
secara emosional, historis dan kultural memiliki keterikatan dengan sosok parpol. Selain itu,
faktor organisasi dan sumberdaya organisasi lain seperti keuangan, informasi, sarana dan
prasarana serta teknologi juga mesti mendapatkan perhatian saksama untuk diidentifikasi dan
dianalisis sehingga tampak dengan jelas pemetaannya, baik yang bersifat kekuatan maupun
kelemahan organisasi.
Sedangkan secara eksternal, kejelian para pengurus parpol sangat dituntut pula untuk
dengan tepat mengenali berbagai perkembangan lingkungan yang sangat cepat. Dengan langkah
ini, akan segera diketahui sekaligus harus dianalisis hal-hal apa atau pihak-pihak mana yang
merupakan peluang/kesempatan (opportunities) yang harus direbut dan dimanfaatkan parpol
serta hal-hal apa yang menjadi ancaman (threats) yang berpotensi menjadi penghalang serius
bagi pencapaian target organisasi. Secara eksternal, pihak-pihak tersebut meliputi antara lain
warga masyarakat/publik secara umum sebagai shareholder yang memegang kedaulatan dalam
negara demokrasi, terlebihlebih mereka yang terkategorikan sebagai swing voters; parpol lain
sebagai kompetitor peserta pemilu; berbagai organisasi kemasyarakatan, profesi dan kepentingan
sebagai pressure groups dan interest groups; media massa yang setiap saat bakal “menguliti”
apapun yang dilakukan parpol terlebih-lebih yang kontra produktif dengan arus demokratisasi;
kalangan civil society yang sebagai kekuatan pengimbang otoritas negara akan selalu
mengoreksi langkah parpol yang dinilai keluar dari aspirasi publik; perangkat negara
(pemerintah, lembaga legislatif, lembaga yudikatif) yang menetapkan regulasi kepemiluan dan
kepilkadaan termasuk perangkat pemerintah di setiap daerah; pemangku keamanan dan
pertahanan negara (TNI/Polri) sampai ke tingkat daerah; penyelenggara pemilu/pilkada (KPU
dan Bawaslu) beserta jajaran di tingkat daerah; serta kelompok strategis lain di masyarakat
misalnya kalangan intelektual, budayawan, pelaku bisnis dan agamawan.
Sehingga dari analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal ini, didapati strategy
dari Partai NasDem dalam menghadapi Pilkada serentak pada 2020 lalu dengan menggunakan
metode SWOT sebaagai berikut:
Strenght (Kekuatan)
Weakness (Kelemahan)
1. Sumber daya manusia yang terburu-buru di rekrut sehingga tidak sempat dilatih bagaimana
kinerja tentang berpolitik yang sesuai dengan prosedur sehingga mendapatkan hasil yang
tidak sesuai/tidak maksimal sesuai dengan prosedur perpolitikan
2. Kesulita mencari koalisi politik dengan partai lain.
3. Terafiliasi pada media tertentu sehingga banyak timbul keraguan ditengah masyarakat.
4. Kader yang dijadikan bakal calon cenderung memiliki tingkat elektabilitas yang kurang
tinggi.
Oppurtunities (Peluang)
1. Dalam menghadapi pilkada serentak tahun 2020 ialah banyak menerima dukungan dari pihak
luar 53%, ini merupakan motivasi dan peluang besar bagi Nasional Demokrat (NasDem)
dalam menyiapkan sebuah strategi.
2. Keberadaan partai Nasional Demokrat (NasDem) sebagai partai baru yang mampu
berkembang pesat, sehingga konstituen sudah sangat mengenal partai Nasional Demokrat
(NasDem).
3. Eksposure media yang tinggi karna terafiliasi.
Threats (Ancaman)
Untuk memenangkan pilkada serentak ada dua ancaman yakni berasal dari faktor internal
(dalam) dan faktor eksternal (luar). Diantaranya ialah :
1. Faktor Internal
a. Tidak solidnya para anggota kader pengurus Kab/Kota dalam memilih caleg partai
Nasional Demokrat (NasDem) dari setiap anggota partai tersebut.
b. Dalam pemilu peraturan bagi setiap anggota partai mememperoleh suara terbanyak
adalah pemenangan yang akan duduk sebagai anggota legislatif , sehingga
mengakibatkan persaingan yang sangat kuat antara sesama caleg partai Nasional
Demokrat (NasDem) tersebut.
2. Faktor Eksternal
a. Persaingan yang ketat dengan partai lain, khususnya partaai-partai lama seperti PDIP,
Golkar, dan partai lainnya.