A. Definisi
Komunikasi spiritual menurut Nina Syam (2006) adalah komunikasi yang terjadi antara
manusia dan Tuhan. Atau dapat pula difahami bahwa komunikasi spiritual berkenaan dengan
agama. Artinya: komunikasi yang didasari nuansa-nuansa keagamaan. Karena agama
mengajarkan kepada kita. Komunikasi spiritual diperlukan untuk menjawab beberapa
pertanyaan hakiki tentang siapa kita, apa tujuan hidup, serta mau kemana arah hidup kita.
Bagi orang beragama, komunikasi spiritual merupakan cara seseorang inividu menjalin
hubungan dengan Sang Pencipta. Komunikasi yang dilakukan berupa menjalankan ajaran
agama. Menjalankan ibadah dalam konteks komunikasi spiritual dilihat dengan penggunaan
simbol-simbol dan pemaknaan ibadah yang dilaksanakan.
Menurut penulis, unsur komunikasi dalam komunikasi spiritual meliputi
Dari hasil penelurusan, penelitian yang mengambil topik tentang Komunikasi Spiritual
dan Komunikasi Transedental di Indonesia sudah mulai marak. Beberapa yang ditemukan
antara lain :
1. Tulisan dari Dosen Ilmu Komunikasi Fisip Unsoed, Chusmeru berjudul Komunikasi
Trasedental dan Kearifan Lokal dalam Kesenian Tradisional Banyumas. Dalam
penelitian ini, Chusmeru berkesimpulan bahwa dalam kesenian lokal terdapat unsur
komunikasi transedental antara pelaku seni dengan ‘unsur lain’ yang gaib. Contoh
yang diambil adalah dalam laku pentas Kuda Kepang di Banyumas. Dari hasil
wawancara disebutkan komunikasi transedental terasa sejak pra pentas, saat
pementasan, dan akhir pementasan. Di awal pentas misalnya, ada laku komunikasi
minta izin pada leluhur agar pentas lancar. Kemudian saat pentas, adanya komunikasi
supaya indhang (arwah) bisa masuk ke dalam tubuh pemain sehingga bisa wuru atau
mendhem atau trance (kesurupan). Di akhir acara, laku komunikasi yang dilakukan
adalah meminta indhang tadi kembali ke ‘dunia lain’ seperti sedia kala, sedangkan
pemain yang tadinya kesurupan bisa kembali normal. Pada pertunjukan kuda kepang,
saat trance merupakaan momentum yang ditunggu oleh penonton karena para pemain
akan kesurupan dan melakukan atraksi di luar kewajaran, misalnya makan pecahan
kaca, mengupas sabut kelapa dengan gigi dan aksi lainnya. Chusmeru menyebutkan,
pembinaan kesenian lokal perlu dilakukan dengan tidak mencampurkan antara budaya
dengan ajaran agama.
2. Tulisan Iding R Hasan (2008) berjudul Haji dan Komunikasi Transedental. Yang
menurut penulis, sebenarnya judul atau topik tersebut lebih sesuai masuk dalam topik
Komunikasi Spiritual. Dalam tulisan tersebut disebutkan, inividu yang berhaji
melakukan komunikasi dengan Sang Pencipta melalui pelaksanaan ibadah dengan
berupa simbol-simbol misalnya lempar Jumrah, lari-lari kecil dari Bukit Safa ke Bukit
Marwah (sai), wukuf di Padang Arafah pada 9 Dzhulhijah, dan sebagainya. Menurut
Iding, menjadi penting untuk para calon haji bisa memaknai tentang simbol-simbol
ibadah yang dilaksanakan. Dengan demikian, pasca komunikasi spiritual yang
dilakukan adanya perubahan dengan menjadi individu yang lebih saleh dan menjadi
haji mabrur. (**)
D. BAHAN BACAAN
Chusmeru. Komunikasi Transedental dan Kearifan Lokal dalam Kesenian Tradisional Banyumas. FISIP
Unsoed : Purwokerto.
http://komunikasi-samsul-huda.blogspot.co.id/2009/04/komunikasi-spiritual-dalam-islam.html
diakses Senin 18 Des 2017 pukul 20.26 wib.