Anda di halaman 1dari 3

Konsep Dasar Politik Luar Negeri Sering kali kita melihat negara yang menunjukkan sikap saling bermusuhan,

maupun negara yang saling berkooperasi. Contoh interaksi dalam hubungan internasional ini tidak dapat dianalisis tanpa mengindahkan Politik Luar Negeri (PLN) yang diterapkannya. Penulis berusaha mendefinisikan PLN melalui pemikiran-pemikiran Hudson, Breuning, Carlsnaes dan Wicaksana. PLN dapat dipahami sebagai suatu keputusan yang diambil oleh para pengambil keputusan yang memiliki dampak bagi lingkungan eksternal diluar nation-statenya (Hudson 2007,2). Namun tidak jarang juga suatu negara menerapkan two-level game yang mana permainan tersebut saling terkait dan berlaku baik dalam lingkungan domestik maupun internasional (Hudson 2007,7). Studi PLN kemudian hadir untuk memahami aksi dan perilaku suatu negara terhadap negara lain dan lingkungan internasional secara umumnya. Walau pendefinisian ini masih tergolong luas, namun setidaknya PLN memiliki tiga elemen dasar, yaitu mekanisme dan sistem, lingkungan eksternal yang dinamis, dan tujuan yang hendak diraih (Wicaksana 2007,21). Kehadiran tiga elemen ini akan ditemukan dalam paragraf-paragraf berikutnya. Apa yang membuat PLN menjadi menarik untuk dipelajari? Hal ini dikarenakan PLN berkaitan dengan kepentingan nasional dan lebih mengandung banyak nilai-nilai fundamental (Cohen 1968 dalam Carlsnaes 2002, 334) Pemahaman PLN diperoleh melalui penganalisisan akan alasanalasan dibalik pengambilan keputusan PLN, yang mana keputusan itu dipertimbangkan dari kondisi domestik maupun kesempatan dan tekanan dari sistem internasional. Tahapan penganalisisan ini dimulai dari fokus penyelidikan, pemilihan masalah, menetapkan kerangka masalah, pelibatan persepsi-persepsi dan penentuan tujuan berdasarkan prioritasnya, perencanaan, dan penilaian terhadap pilihan-pilihan (Hudson 2007,2). Pada dasarnya studi PLN memfokuskan pada upaya untuk menemukan langkah-langkah yang tepat dalam menjaga dan/atau memperkuat power, maupun tingkat keamanan nasional mereka yang menjadi tujuannya (Breuning 2007,5). Tidak ada batasan isu yang dikajinya, karena tidak ada isu yang hadir secara tunggal dan tidak terkait dengan isu lainnya. Banyak pertimbangan, yang melatarbelakangi pengambilan keputusan. Oleh sebab itu, salah satu karakteristik politik luar negeri adalah multifactorial (Hudson, 2007,6). Isu-isu yang begitu kompleks menuntut pengambil keputusan untuk memanfaatkan berbagai ilmu pengetahuan seperti ekonomi, psikologi, atau antropolgi sebagai pendukung proses pengambilan keputusan. Multi/interdisciplinarity yang ditemukan dalam proses ini juga menjadi salah satu ciri dari PLN (Hudson, 2007:6). Breuning (2007,11) menggunakan konsep three level of analysis: Individu, negara, dan sistem internasional; yang mana tiga level analisis ini mengacu pada fokus penganalisisan yang berbeda dalam studi PLN. Individu sebagai aktor yang mempertimbangkan dan aktor pengambil keputusan. Proses pengambilan keputusan bukanlah proses yang mudah karena melibatkan perilaku elit politik, pengaruh lingkungan eksternal dan internal, dan persepsi terhadap masalah yang dihadapi (Wicaksana, 2007,23); negara sebagai aktor yang beraksi sekaligus representasi politik luar negeri yang telah ditetapkan; interaksi antar negara dalam sistem internasional menentukan hasilnya. Melalui konsep three level of analysis, Hudson (2007,6) juga melihat bahwa ini merupakan salah satu karakteristik dari politik luar negeri yang memiliki banyak variabel di lebih dari satu level analisis (multilevel). Sistem level of analysis ini bermanfaat

dalam studi komparatif terhadap kapabilitas suatu negara dengan negara lainnya sehingga mendapatkan pengetahuan dari politik negara tertentu, mampu mengidentifikasikan persamaan dan perbedaan implementasi PLN. (Wicaksana 2007,26). Sejarah dalam politik luar negeri, baik itu yang menunjukkan kesuksesan maupun tidak, tidak dapat dilupakan begitu saja, karena melalui setiap peristiwa, pengetahuan dan pengalaman baru diperoleh. Pada akhirnya, analisis terhadap peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi itu, dan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan sebagai faktor penjelas dan pendukung analisis memberikan pandangan kepada pengambil keputusan mengenai kemiripan dan perbedaan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam politik luar negeri (Breuning 2007,17). Analisis PLN mengalami masa-masa evolusi sejak tahun 1954. Antusiasme terhadap analisis PLN begitu besar di tahun 1954-1973. Banyak terobosan-terobosan dilakukan untuk mengkonsepkan PLN, dan upaya untuk mengumpulkan data, dan eksperimen metodologi. Sejak tahun 1974 hingga 1993, pengembangan dari pondasi ini dilakukan. Terdapat satu kesamaan proses yang terjadi didua generasi ini, dimana keduanya sama-sama menganalisis bagaimana masing-masing negara mampu menetapkan pilihan PLN/perilaku yang berbeda-beda, kemudian terus mengembangkan penelitian mereka hingga dapat digeneralisasikan dan dapat diaplikasikan di negara-negara pada umumnya (Hudson 2007,17). Berakhirnya Perang Dingin memberikan dampak yang besar bagi perkembangan analisis PLN, karena banyaknya variabel yang bermain dalam kejatuhan sistem bipolar, seperti kepribadian pemimpin; aktivitas kelompok transnasional; pemain-pemain politik domestik; peran ekonomi dan tuntutan masyarakat untuk mengadakan perubahan (Hudson 2007,31). Analisis PLN turut mengalami perkembagangan dengan menambahkan beberapa hal, yaitu, sebuah komitmen untuk dapat mengeksplorasi lebih pada informasi spesifik mengenai aktor berperan; mengkonstruksi teori yang menjembatani teori actor-general dengan kompleksitas dunia luar; komitmen untuk mencari penjelasan-penjelasan yang multicausal yang terkadang juga hadir dalam multiple level of analysis; memanfaatkan berbagai macam teori dari berbagai macam ilmu sosial; komitmen untuk memandang proses pengambilan keputusan PLN sepenting hasilnya (Hudson 2007,31). Berdasarkan penjabaran diatas, penulis melihat bahwa peran PLN begitu signifikan dalam menganalisis perilaku negara. Lalu, dimanakah posisi studi PLN dengan studi Hubungan Internasional (HI) yang selama ini kita pelajari? Studi politik luar negeri telah memberikan kontribusi yang besar bagi studi HI. Seperti yang kita ketahui, studi HI menitikberatkan pada interaksi antar negara. Berdasarkan penjabaran diatas, studi politik luar negeri berusaha untuk mengungkap motif dibalik perilaku setiap negara di dalam interaksinya. Maka penulis menyimpulkan bahwa Poin interseksi keduanya terletak pada human decisionmakers yang merupakan variabel pertama yang dianalisis dalam studi politik luar negeri. Sejauh pemahaman penulis, walaupun dalam level analisis telah melibatkan level individu, anmun negara masih menjadi aktor utama dalam pengambilan keputusan. Lalu, timbul suatu pertanyaan, bagaimana PLN mampu beradaptasi dalam era globalisasi ini? Era dimana aktivitas politik tidak lagi hanya dimainkan oleh negara, karena semakin besarnya pula peran swasta dalam dunia politik internasional. Isu-isu pun semakin beragam dan menuntut penyelesaian secara global. Maka hendaknya kini PLN mampu beradapatasi dengan persepsi, dan proses pembuatan keputusan yang berwawasan global.

Referensi Breuning, Marijke (2007). Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction. New York: Palgrave MacMillan. Ch.1. pp. 1-26 Hudson, Valerie M. (2007). Foreign Policy Analysis, Classic and Contemporary Theory, Rowman & Littlefield; Ch.1, pp. 1-33. Wicaksana, I.G.Wahyu (2007). Epistemologi Politik Luar Negeri: A Guide to Theory, Global & Strategis, 1(1); pp.18-29.

Sumber: http://cahyaniar-c-a-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-83857Perbandingan%20Politik%20Luar%20Negeri-Konsep%20Dasar%20Politik%20Luar%20Negeri.html

Anda mungkin juga menyukai